IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Seni Tari
Oleh
Frety Yulies Saptini 0907400
JURUSAN PENDIDIKAN SENI TARI
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
Ibing Pencak Pada Acara Seni
Ketangkasan Olahraga Domba Di Daerah
Padalarang
Oleh
Frety Yulies Saptini
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Frety Yulies Saptini 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG ABSTRAK
Seni ketangkasan olahraga domba adalah kesenian yang mempertandingkan
domba-domba tangkas yang dilaksanakan setiap minggunya di daerah Padalarang
khususnya kampung Sadang. Dari struktur penyajian seni ketangkasan ini tidak
terlepas dari pertunjukan ibing pencak yang ditampilkan setelah istirahat
pertandingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui segala yang berkaitan
dengan ibing pencak yang terdapat dalam seni ketangkasan olahraga domba yang
diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak dalam melestarikan seni
tradisional yang ada pada saat ini. Identifikasi masalah di dalam penelitian ini
yaitu, Asal Muasal Ibing Pencak, Struktur Pertunjukan Ibing Pencak, dan Fungsi
dari Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba tersebut. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
ditunjang dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Hasil
penelitian ini bahwa Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba
berdiri sejak tahun 1993 bersamaan dengan berdirinya seni ketangkasan olahraga
domba di kampung Sadang namun kesenian ini mengalami perubahan dari waktu
ke waktu. Struktur pertunjukan ibing pencak dalam acara seni ketangkasan
olahraga domba ini menggunakan ibing tepak dua. Fungsi Ibing pencak
mengalami perkembangan awalnya menjadi acara ritual untuk mengundang
tokoh-tokoh domba yang telah meninggal dan sekarang menjadi acara hiburan
ABSTRACT
Agility art athletic artistry engage sheep are sheep agile performed every week in
the county Padalarang particularly plantation workers village . From the structure
of the art catering agility is not spared from the show the show after martial ibing
rest of the competition. This study aims to find out everything related to ibing
martial art found in sheep athletic agility expected to provide benefits for all
parties to preserve the traditional art available at this time. Identification of
problems in this study namely , Vat Ibing Origins , Structure Shows Ibing Vat,
and function of Ibing Vat at Art event Agility Sports Lamb said . Research
methods used in this research is descriptive method , supported by a qualitative
approach. Data collection techniques used namely observation , interviews,
documentation studies and library studies . The results of this study show that
Ibing Vat Arts Athletics Agility Lamb stood since 1993 is equivalent to the
founding of the art athletic agility sheep in the village plantation workers but this
art changed over time . The structure shows ibing martial arts events in sheep 's
athletic agility using ibing slap two . Function Ibing martial initially be
experienced growth ritual to invite leaders of sheep that have died and now a
vi
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian... 10
1.5 Struktur Organisasi ... 11
BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Sejarah Perkembangan ... 12
2.2 Struktur Pertunjukan ... 16
2.3 Teori Fungsi ... ...18
2.4 Gerak...21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian ... 23
3.2 Metode Penelitian... 23
3.3 Definisi Operasional ... 25
3.4 Instrumen Penelitian ... 26
3.5 Teknik Pengumpulan Data...28
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 35
4.1.1 Pola Budaya Masyarakat Kampung Sadang Desa Ciburuy Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat ... 35
4.1.2 Bahasa... 36
4.1.3 Mata Pencaharian Hidup ... 36
4.1.4 Seni Ketangkasan Olahraga Domba ... 36
4.1.5 Susunan Acara dari Seni Ketangkasan Olahraga Domba...43
4.1.6 Ibing Pencak Pada Acra Seni Ketangkasan Olahraga Domba .... 47
4.2 Pembahasan ... 62
4.2.1 Asal Muasal Pencak Siat Pada Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba ... 62
4.2.2 Struktur Pertunjukan Ibing Pencak Pada Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba ... 67
4.3.3 Fungsi Pertunjukan Ibing Pencak Pada Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba...67
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Rekomendasi... ... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
DAFTAR GAMBAR
Gambar
4.1 Peta Ciburuy Padalarang ... .35
4.2 Panitia Seni Ketangkasan Olahraga Domba...37
4.3 MC Dalam Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba...38
4.4 Juru Sinden...39
4.5 Nayaga1...39
4.6 Nayaga2...40
4.7 Penari Ibing Pencak...40
4.8 Masyarakat Sedang Menyaksikan Seni Ketangkasan Olahraga Domba...41
4.9 Pangreuah...42
4.10 Wawayangan...45
4.11 Domba Yang Akan Ditangkaskan...45
4.12 Wasit Dan Pemilik Domba...46
4.13 Ketua HPDKI...48
4.14 Gerak Sabandar...48
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Jawa Barat memiliki ragam kebudayaan daerah yang sangat kaya, di
setiap daerah di Jawa Barat memiliki kebudayaan yang menjadi ciri khas dari
daerah tersebut, baik itu dalam hal adat istiadat, kesenian, gaya hidup dan
lain-lain. Koentjaraningrat (2009: 144) mengemukakan bahwa :
“kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Kebudayaan masing-masing daerah tersebut tentunya banyak sekali
perbedaan di antaranya dalam bentuk karakter dan bentuk penyajian, perbedaan
ini adalah sesuatu yang sangat unik. Keunikan tersebut menjadikan masyarakat
penting untuk melestarikan keanekaragaman budaya tersebut.
Kesenian dapat diartikan sebagai hasil karya manusia yang mengandung
keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya.
Kesenian memiliki banyak jenis bila dilihat dari perkembangannya. Ada yang
dikenal sebagai seni tradisional yang berkembang secara alami di masyarakat
tertentu kadangkala masih tunduk pada atur-aturan yang baku namun ada juga
yang sudah tidak terikat aturan, kesenian ini merupakan kesenian rakyat yang bisa
dinikmati secara masal. Seperti halnya yang dilakukan di daerah Padalarang.
Padalarang merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang terletak di
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 2007 daerah
Padalarang ini berubah menjadi Kabupaten Bandung Barat, dimana di daerah ini
terdapat satu kesenian yang menjadi ciri khas jati diri daerah yang ada di Jawa
Barat yaitu kesenian ketangkasan olahraga domba.
Kesenian daerah merupakan suatu perwujudan kebudayaan yang
memiliki nilai-nilai luhur yang patut dijunjung tinggi keberadaanya kesenian
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
“Kesenian nasional yang mengandung serta memancarkan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia, yang dalam hal ini merupakan nilai yang kita banggakan yang sekaligus dikagumi dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain” (Koentjaraningrat, 1993: 113).
Kesenian daerah yang tumbuh dan berkembang di Padalarang yaitu
Ketangkasan olahraga domba, yang dijadikan kesenian daerah Padalarang
khususnya Kampung Sadang. Kesenian tersebut mempunyai daya tarik yang
tinggi dan merupakan salah satu kesenian khas rakyat Jawa Barat yang cukup
digemari. Kesenian ini merupakan peninggalan leluhur sejak zaman dahulu yang
masih bertahan eksistensinya hingga saat ini.
Begitu pula menurut Edi Sedyawati dalam bukunya yang berjudul
Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah(2006:293) bahwa :
“Keeksistensian sebuah kesenian yang membutuhkan perkembangan di dalam fungsinya menurut selera masyarakat sekarang ini, yaitu lebih ke fungsi sebagai penikmat estetis.” Dimana sebuah kesenian diharuskan memiliki keindahan meliputi teknik-teknik lain yang lahir dari pemikiran supaya hasilnya bisa memenuhi kebutuhan estetik yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
Ketangkasan olahraga domba ialah ajang pamer ketangkasan hewan
ternak yang pada akhirnya akan menaikan gengsi suatu perkumpulan ternak
tertentu. Ketangkasan olahraga domba ini merupakan acara yang diadakan rutin
setiap minggunya. Peserta acara ketangkasan domba ini antara lain adalah para
peternak-peternak domba yang tersebar hampir di seluruh Jawa Barat, terutama
daerah Garut, Sumedang, Bandung, Majalengka dan Padalarang menjadi salah
satunya.
Menurut hasil wawancara tanggal 29 September 2013 dengan Bapak
Yanto Sutisna 48 tahun sebagai pemimpin ketangkasan olahraga domba bahwa
pada tahun 1993 dibentuknya lapangan HPDKI (Himpunan Peternak Domba dan
Kambing Indonesia) untuk menggelar ketangkasan olahraga domba yang
bertempat di Kampung Sadang oleh Bapak Yanto Sutisna dan Keluarga. Seiring
jalannya acara seni ketangkasan olahraga domba di setiap minggunya,
ketangkasan olahraga domba ini ternyata mengalami penurunan dari
3
bahwa acara ketangkasan olahraga domba ini adalah acara yang tidak memiliki
banyak peminat dari masyarakat, dikarenakan adanya persepsi-persepsi
masyarakat tentang segi pandang dari ketangkasan olahraga domba sendiri.
Masyarakat memandang acara ini adalah sebuah perjudian dimana perjudian itu
dipandang dari sebutan asal sebelum Ketangkasan Olahraga Domba yaitu adu
domba.
Tahun pada periode Tahun 1970-an didirikan organisasi penggemar
domba di tingkat Jawa Barat yang dipimpin oleh H. Husen Wangsaatmaja,
mantan Walikota Bandung disepakati untuk mengubah istilah adu domba menjadi
Ketangkasan Olahraga Domba, hal ini untuk mengubah citra adu domba yang
negatif dan terkesan senantiasa terkait dengan perjudian, menjadi istilah yang
memilki konotasi positif.
Dengan perubahan sebutan yang telah diketahui dan dijelaskan kepada
masyarakat umum oleh tokoh-tokoh ketangkasan olahraga domba tersebut
membawa dampak positif untuk masyarakat sekitar. Hal ini menjadi salah satu
bukti bahwa masyarakat sekitar masih peduli dengan kesenian atau budaya yang
terdapat di daerahnya, sehingga masyarakat masih ingin berpatisifasi dalam acara
ketangkasan olahraga domba ini. Ketangkasan olahraga ini juga banyak
mengalami perubahan dalam hal perkembangan baik itu berupa penyajian atau
berupa alat-alat pendukung, seperti halnya alat-alat musik yang mereka gunakan
selama pertunjukan berlangsung.
Dalam penyajian acara ketangkasan olahraga domba ini, disajikan satu
kesenian budaya sunda yang menjadi pendukung, yaitu Pencak Silat. Pencak silat
disajikan sejak tahun 1993 yang juga diiringi oleh alat musik tradisional. Pencak
silat ini merupakan kesenian tradisional warisan leluhur yang pada umumnya
mempunyai peranan penting bagi masyarakat. Pencak silat dalam acara seni
ketangkasan olahraga domba memang selalu menjadi pelengkap dalam setiap
acara rutin yang diadakan setiap minggunya. Pencak silat pada acara seni
ketangkasan olahraga domba juga sering diadakan di acara acara khitanan,
pernikahan atau acara-acara resmi yang diselenggarakan oleh orang-orang
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
Sebagai produk budaya lokal, Pencak Silat memiliki bermacam arti
yang didasarkan pada pemahaman etnik dimana Pencak Silat tersebut lahir dan
berkembang. Namun demikian sebagai produk budaya yang merupakan kekayaan
khasanah budaya bangsa, PB. IPSI beserta BAKIN tahun 1975 (dalam Shaleh,
1991 : 43) mendefinisikan pencak silat sebagai berikut :
“Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandiriannya) dan integritasnya (menunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Pengertian tersebut menempatkan Pencak Silat sebagai sarana dan
prasarana untuk membentuk manusia seutuhnya, yang pancasilais, sehat kuat,
terampil, trengginas, tangkas, tenang, sabar, bersifat kesatria dan percaya pada
diri sendiri.
Istilah pencak silat merupakan satu kesatuan kata dan mengandung dua
pengertian , yakni Pencak dan Silat. Tetapi ada sebagaian pendekar yang
mengartikan pencak dan silat dengan kriteria berbeda, di antaranya, Holidin dalam
buku (Kasmahidayat : 2008) yaitu seorang pendekar Panglipur di Jawa Barat
menitikberatkan kepada cara pendidikan. Pendapatnya Pencak adalah akal
pengetahuan, pengucap, dan hak guna pakai, sedangkan Silat berarti silaturahmi.
Jika dua kata ini disatukan menjadi pencak silat dapat diartikan sebagai cara
silaturahmi untuk menyebarluaskan seni budaya. Pendapat lain yang dikemukanan
oleh Atok Iskandar dalam buku (Kasmahidayat : 2008) yaitu selaku Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia, mengatakan “bela diri Indonesia memiliki tiga tingkatan yaitu Pencak, Silat dan Pencak Silat”.
a. Pencak, yaitu gerak dasar bela diri yang terikat pada aturan tertentu dan
digunakan dalam belajar dan latihan atau pertunjukan.
b. Silat, yaitu gerak bela diri yang sempurna, bersumber pada kerokhanian yang
5
c. Pencak silat, yaitu gerak bela diri tingkat tinggi yang disertai dengan perasaan
sehingga merupakan penguasaan gerak yang efektif dan terkendali, serta
sering digunakan dalam latihan sabung atau pertandingan.
Di tanah air kita, terdapat beraneka ragam interprestasi mengenai arti dari dua istilah dasar, yaitu „pencak‟ dan „silat‟ dalam berbagai bahasa daerah, maupun tentang hubungan konseptual di antara mereka. Seperti yang diungkapkan oleh
pendekar Soetardjonegoro dari perguruan Phasadja Mataram di Yogyakarta
mendefinisikan kedua istilah tersebut sebagai berikut :
Pencak adalah gerak bela-serang yang teratur menurut sistem, waktu, tempat, dan iklim dengan selalu menjaga kehormatan masing-masing secara kesatria, tidak mau melukai perasaan. Jadi pencak lebih menujuk kepada segi lahiriah. Silat adalah gerak bela-serang yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga mengidupsuburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia, langsung menyerah kepada Tuhan Maha Esa (PB IPSI:3)
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pencak silat
merupakan penguasaan gerak yang efektif dan terkendali sebagai ajang
silaturahmi untuk menyebarluaskan seni budaya. Pencak silat dalam acara seni
ketangkasan olahraga domba ini dapat menyebar luas sebagai permainan rakyat
dan termasuk kesenian tradisional yang memiliki khaidah-khaidah gerak dan
irama, yang merupakan suatu pendalaman khusus. Pencak silat sebagi seni harus
mengikuti ketentuan-ketentuan keselarasan, keseimbangan, dan keserasian.
Kesenian Pencak silat dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini
merupakan warisan leluhur Padalarang yang pada zaman dahulu berperan penting
bagi masyarakat Padalarang dalam mempertahankan wilayahnya. Semakin
berkembang kebudayaan termasuk kesenian tradisional ini mengalami
berkurangnya minat masyarakat terhadap kesenian tradisional Pencak silat ini.
Pencak silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Pencak Silat kita kenal
dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek
yang sama. Pencak silat selain sebagai sarana bela diri, bila dikaji lebih jauh
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG 1. Aspek Mental Spritual
Pencak silat yang berkembang di Jawa Barat pada umumnya
dikembangkan oleh para kyai yang berpendidikan agama cukup kuat, dan Pencak
Silat diajarkan di pesantren-pesantren maupun madrasah, karena ilmu pencak silat
erat hubungannya dengan masalah kerohanian. Sebagaimana diungkapkan
Maryono, bahwa :
Manusia (pencak silat) sebagai mahluk tuhan yang wajib mematuhi dan melaksanakan secara konsisten dan konsekwen nilai-nilai ketuhanan dan keagamaan baik secara vertikal maupun horizontal. Manusia (pencak silat) sebagai mahluk individu atau mahluk pribadi wajib meningkatkan dan mengembangkan kualitas pribadinya untuk mencapai kepribadian yang luhur. Manusia (pencak silat) sebagai mahluk alam sosial wajib memiliki pemikiran, orientasi, wawasan, pandangan, motivasi, sikap, tingkah laku, dan perbuatan sosial yang luhur menurut agama. Manusia (pencak silat) sebagai mahluk alam semesta berkewajiban untuk melestarikan kondisi dan keseimbangan alam yang memberikan kemajuan, kesejahteraan, kebahagian kepada manusia sebagai karunia tuhan. Ajaran filsafah budi pekerti luhur tersebut sangat diperlukan, agar pencak silat sebagai ilmu “berkelahi” tidak disalahgunakan oleh orang-orang tertentu untuk membahagiakan orang lain.(2000 : 250)
2. Aspek Bela Diri
Manusia di bumi ini berusaha mempertahankan hidupnya dari berbagai
aspek yang merintanginya, baik berupa serangan alam, cuaca, binatang, maupun
manusia. Pelajaran pencak silat yang menitikberatkan pada aspek bela diri, lebih
menekankan pada kemahiran teknik bela diri dengan tujuan untuk
mempertahankan diri dari berbagai serangan.
3. Aspek Pencak Silat Seni
Pencak silat seni menekankan pendidikannya pada aspek seni pencak
silat, dengan tujuan untuk membentuk keterampilan keindahan gerak pencak silat
kepada murid dan anggotanya. Dalam penyajiannya diiringi musik tradisional
kendang pencak serta tanpa atau menggunakan senjata, sesuai dengan wiraga
(teknik dasar gerakan), wirasa (kreatifitas dan improvisasinya yang memperindah
gerakan), dan wirahma (keselarasan dan keserasian gerakan dengan irama musik
yang mengiringinya). Di Jawa Barat pencak silat seni, berbentuk ibing pencak.
7
atas ibing pencak dapat diartikan sebagai gerak dasar beladiri yang disajikan
dalam bentuk tarian atau gerak kembang dari bela diri pencak silat.
4. Aspek Pencak Silat Olahraga
Pencak silat olahraga lebih menekankan aspek pendidikan pada olahraga
pencak silat dengan tujuan untuk membentuk kemampuan mempraktikan
teknik-teknik yang bernilai olahraga untuk kepentingan pemeliharan kesegaran jasmani
atau pencapaian prestasi melalui pertandingan. Pencak silat sebagai pendidikan
olahraga menekankan pada pembinaan jasmani terutama sikap, gerak dan mental
untuk menanamkan rasa percaya diri.
Berdasarkan pada perkembangannya, perguruan-perguruan yang khusus
membina dan mengajarkan pencak silat yang sudah berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Pencak silat berkembang melalui lembaga formal karena pencak silat
selain merupakan bahan ajar yang harus dipelajari, pencak silat juga merupakan
sala satu ilmu yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dunia kesenian di
Indonesia khususnya dalam hal seni bela diri.
5. Aspek Pencak Silat sebagai Materi Pembelajaran
Dalam pencapaian aspek ke empat yang sudah dipaparkan di atas, aspek
pencak silat sebagai materi pembelajaran apabila semua aspek tersebut
digabungkan, baik dilingkungan sekolah formal maupun non formal. Sebagai segi
estetis dari bersilat atau berpencak, pencak silat seni adalah „karya yang
mengwujudkan bakat atau kebolehan menciptakan sesuatu yang indah‟ (Kamus
Dewan 1986). Konon dalam pencak silat aspek seni merupakan lanjutan
rangkaian pertumbuhan aspek bela diri yang pertama muncul untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat mempertahankan diri. Bila pencak silat bela diri dan
olahraga mengutamakan perkembangan fisik, pencak silat seni adalah „perwujudan pencak silat yang berupa tatanan gerak etis dan estetis berdasarkan kaidah pencak silat yang mengandung nilai budi pekerti luhur, dan bersumber
pada khazanah budaya bangsa Indonesia (PB IPSI 1995c:1).
Perbedaan antara bentuk dan inti pencak silat seni dan pencak silat bela
diri terkait erat dengan tujuan dan fungsi yang spesifik dari kedua aspek tersebut.
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
bersumber pada bela diri, mempunyai perbedaan-perbedaan. Pada umumnya,
sikap dan gerakan dalam ibing pencak/ kembang lebih terbuka, lebih distilasi, dan
dilakukan dalam irama yang metrikal.( Shaleh 1989:2)
Pada zaman dahulu pencak silat banyak berkembang di kalangan
pesantren sebagai alat pertahanan diri bagi para santri, hal ini menandakan bahwa
pencak silat awalnya memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai pendidikan
mental spritual, Geertz dalam buku Abangan, santri, dan priyayi dalam
masyarakat (1981:213). Lebih lanjut Geertz berpandangan bahwa, pencak lebih
pantas dipelajari oleh para santri sebab menurutnya santri berada di pesantren
lebih dapat mengendalikan emosi.
Pencak silat pada umumnya mengalami beberapa perubahan fungsi
sesuai dengan perkembangan jaman, semula pencak silat berfungsi sebagai alat
untuk mempertahankan diri dari berbagai rintangan alam baik yang datang dari
manusia maupun binatang. Sekarang ini pencak silat berfungsi sebagai alat
pendidikan mental spritual, olahraga, juga hiburan .
Sejalan dengan kemajuan jaman pencak silat mengalami perkembangan
dengan versi ibingan yang berbeda-beda dimana seluruh paguron yang berada di
Jawa Barat memiliki ciri khas masing-masing. Seperti dalam acara seni
ketangkasan olahraga domba yang dipadukan dengan pencak silat, keberadan
pencak silat dalam seni ketangkasan olahraga domba sebagai hiburan.
Kesenian tradisional ini terus berkembang tidak saja dalam acara
tertentu, akan tetapi ini sudah sering ditampilkan sebagai acara-acara pernikahan,
khitanan, dan acara-acara besar sebagai media hiburan dengan kemasan tertentu
namun tetap bernuansa seni pencak silat yang amat kental. Adapun urutan-urutan
pertunjukan pencak silat pada acara seni ketangkasan olahraga domba dapat
dikelompokan menjadi tiga tahap pra pertunjukan adalah proses untuk
menyiapkan sarana, tahap selama pertunjukan adalah tahap pelaksanaan pencak
silat dalam bentuk tari dan pelaksanaan ketangkasan olahraga domba, setelah
pertnjukan adala tahap membereskan semua perlengkapan yang digunakan.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas kesenian pencak silat tentu
9
namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti mengenai Ibing Pencak pada
acara seni ketangkasan olahraga domba. Hal ini yang menjadi daya tarik
tersendiri bagi peneliti, oleh sebab itu peneliti akan mencoba memaparkan tentang
kesenian Ibing Pencak dalam bentuk skripsi yang berjudul “Ibing Pencak Pada
Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di Daerah Padalarang”.
1.2 Rumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
maka peneliti membatasi masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana awal mula keberadaan Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan
Olahraga domba di daerah Padalarang?
2. Bagaimana stuktur pertunjukan Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan
Olahraga domba di daerah Padalarang ?
3. Bagaimana fungsi Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga domba
di daerah Padalarang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.a Tujuan Umum
Secara umum melalui penelitian ini peneliti bermaksud untuk
mengidentifikasi permasalahn yang ada di lapangan dan mendeskripsikan Ibing
Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang.
1.3.b Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana sejarah Ibing Pencak yang ada pada acara Seni
Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang.
2. Mengetahui bagaimanakah struktur pertunjukan Ibing Pencak pada acara Seni
Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang.
3. Mengetahui bagaimana fungsi Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG 1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti lakukan dapat diharapkan
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah dan struktur pertunjukan Ibing
Pencak yang ada pada acara seni ketangkasan olahraga domba dalam
kehidupan, khususnya dalam kehidupan peneliti dengan masyarakatnya.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan
dan referensi dalam pengkajian penelitian tentang ibing pencak yang ada
pada acara seni ketangkasan olahraga domba di daerah Padalarang.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan dengan hasil penelitian ini masyarakat dapat tumbuh dan
berkembang dalam kesadarannya melestarikan ibing pencak yang ada pada
acara seni ketangkasan olahraga domba supaya kesenian dapat berkembang
dan tidak hilang begitu saja.
4. Bagi Jurusan Pendidikan Seni Tari UPI Bandung
Diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam menambah sumber
referensi dan maenambah kajian yang berada di perpustakaan UPI
5. Bagi Pemerintah
Diharapkan demi pelestarian seni budaya yang ada di Daerah Kabupaten
Bandung Barat meningkatkan sumber daya manusia yang sudah ada,
membantu melestarikan seni budaya yang harus di lestarikan.
11
1.5 Struktur Organisasi
Bab I dalam skripsi ini menjelaskan latar belakang masalah,yang isinya
mengenai permasalah yang terdapat di lapangan, alasan mengapa memilih
penelitian ini, selain itu terdapat permumusan masalah, meliputi bagaimana latar
belakang sejarah ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba ,
struktur penyajian dan fungsi ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga
domba, kemudian terdapat juga tujuan penelitian, manfaat penelitian untuk
berbagai pihak, dan yang terakhir yaitu struktur organisasi.
Bab II merupakan kajian teoritis yang diambil dari pendapat para ahli guna
menunjang atau membantu peneliti dalam hal yang berkenaan dengan penelitian,
agar lebih relevan dan akurat. Adapun teori-teori yang terdapat pada bab ini,
adalah sejarah, fungsi seni dalam masyarakat, struktur pertnjukan pertunjukan.
Bab III dalam skripsi ini antara lain lokasi dan subjek penelitian,
menjelaskan mengenai metode-metode penelitian yang peneliti gunakanuntuk
menjawab dan menganalisa permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti, selain
itu ada definisi oprasional, untuk mendefisinisikan dari judul skripsi peneliti,
kemudian terdapat juga instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis
data, dan yang terakhir adalah langkah-langkah penelitian.
Bab IV merupakan penjelasan keseluruhan dari hasil penelitian dari awal
hingga akhir, serta menjawab rumusan masalah yang telah ditulis pada bagian
perumusan masalah.
Bab V yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam skripsi ini
menyimpulkan secara keseluruhan mengenai pembahasan (bab VI), dan saran atau
rekomendasi untuk ke depannya harus seperti apa. Sasaran dari peneliti untuk
Saran atau rekomendasi diajukan kepada berbagai pihak, seperti masyarakat
Kampung Sadang Desa Ciburuy, pelaku atau tokoh dan penari Ibing Pencak pada
23
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG BAB III
METODE PENELTIAN
3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Sadang RT/RW 02/07 Desa
Ciburuy Kecamatan Padalarang. Kecamatan Padalarang adalah salah satu
Kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan Padalarang ini
terdiri 10 Desa, merupakan wilayah dengan dataran rendah dan beriklim tropis.
Akses jalan yang dapat di tempuh menuju Kecamatan Padalarang jika dari
Bandung yaitu melalui tol Padalarang.
Subjek penelitian yang diteliti adalah Seni Ketangkasan Olahraga
Domba di Daerah Padalarang yang dikelola oleh tokoh-tokoh Ketangkasan
Olahraga Domba diantaranya ada Bapak Yanto Sutisna dan Bapak Toto adapun
penari Pencak Silat dalam acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba yaitu Bapak
Roh Rohana. Alasan peneliti memilih penelitian ini, karena Pencak Silat dalam
acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang merupakan salah
satu kesenian yang cukup unik dan menarik.
3.2 Metode Penelitian
Metode merupakan cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai
tujuan. Tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan, menggambarkan dan
menyimpulkan hasil pemecahan masalah melalui cara tertentu sesuai dengan
prosedur penelitian. Menurut Arikunto (2010: 203) mengemukakan bahwa “Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Dalam memecahkan masalah tersebut dapat mengungkap, mengolah, dan menganalisa data penelitian.
Sesuai dengan penelitian ini, tujuan penelitian dititik beratkan untuk
mengetahui ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba di daerah
Padalarang. Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Dalam metode deskriptif, tujuan yang hendak dicapai adalah
24
fenomena yang diselidiki. Arikunto (2010: 203) mengemukakan bahwa “Metode deskriptif adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya. Variasi metode tersebut adalah angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes, dan dokumen”. Sekaitan dengan hal tersebut Sugiyono (2011: 306) mengungkapkan bahwa metode deskriftif adalah “Menetapkan fokus
penelitian, memilih informan, sebagai sumber data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat umum dari segala bentuk deskriptif adalah menuturkan
dan menafsirkan data.
Mengenai ciri khusus dari metode deskriptif antara lain dikemukakan
oleh Sugiyono (2011: 307) sebagai berikut.
a. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi peneliti.
b. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan keanekaragam data sekaligus.
c. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia.
d. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.
Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada
pengumpulan data saja, tetapi meliputi analisa dan tafsiran mengenai arti dari data
itu sendiri. Ciri khusus dari metode deskriptif antara lain tertuju pada pemecahan
masalah yang pada masa sekarang dan masalah-masalah tertentu yang dianggap
populer.
Dalam penelitian deskriptif yang peneliti lakukan, informasi atau data
diperoleh melalui pemberian instrumen berupa pedoman wawancara. Data yang
diperoleh akan disusun dan diolah sehingga dapat ditetapkan untuk mencari
sebuah kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan. Dari
uraian di atas, maka peneliti berpendapat bahwa dalam penelitian ini metode yang
tepat untuk digunakan adalah metode deskriptif dan instrumen penelitiannya
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
untuk memperoleh gambaran yang jelas sehingga tujuan penelitian tercapai sesuai
dengan yang diharapkan.
Oleh karena hal tersebut di atas, maka peneliti menggunakan metode
deskriptif dalam pelaksanaan penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini
mengungkap masalah yang terjadi pada masa sekarang. Secara spesifik dapat
dikemukakan bahwa penelitian ini ingin meneliti: Ibing Pencak pada acara Seni
Ketangkasan Olahraga Domba di Daerah Padalarang.
3.3 Definisi Oprasional
Agar tidak terjadi kesalah pahaman istilah yang ditulis dalam judul
skripsi ini, makan peneliti akan mengemukakan batasan istilah, yaitu sebagai
berikut.
Ibing menurut Danadibrata (2006 : 584), ialah igel.
Pencak menurut Mr. Wongsonegoro (2000 : 5) adalah gerakan serangan
bela yang berupa tari dan irama dengan peraturan adat kesopanan tertentu, yang
biasa dipertnjukan di depan umum.
Seni adalah penciptaan dari emosi manusia dari segala hal yang
menciptakan keindahan, sehingga orang lain senang melihatnya. Sedangkan menurut Leo Tolstoi dan Sumardjo (2000:62) seni adalah „semacam “persetubuhan” antara satu manusia dengan manusia lain‟.
Ketangkasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah kecepatan,
keakasan, kecekatan, kepandaian, atau kecerdasan.
Olahraga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah gerak badan
untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh.
Dari paparan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa yang akan
dibahas dalam penelitian ini yaitu ibing pencak dalam acara kecerdasan dan
kekuatan domba yang ditangkaskan yang merupakan suatu peciptaan emosi
26
3.4 Instrumen Penelitian
Sebuah penelitian pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran, tentu
saja dalam hal ini harus ada alat ukur yang baik untuk mendapatkan data yang
valid. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2011: 102) bahwa “instrumen
penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Arikunto (2010:203) mengungkapkan instrumen penelitian adalah:
Alat atau fasilitas yang digunakan oleh penelitian dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. Variasi jenis instrumen penelitian adalah: angket, ceklis atau daftar centang, pedoman wawancara. Ceklis sendiri memiliki wujud yang bermacam-macam.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti itu sendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Nasution (Sugiyono,
2011: 223) berikut ini.
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu dilaksanakan. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa, dalam penelitian
kualitatif pada awalnya permasalahannya belum jelas dan pasti. Oleh karena itu,
yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Akan tetapi setelah masalah yang
akan diteliti jelas, maka dapat dikembangkan instrumen penelitian yang
diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan data yang telah
ditemukan melalui observasi dan wawancara. Adapun instrumen yang digunakan
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG 3.4.1 Pedoman Observasi
Observasi dalam pengertian psikologik disebut pula dengan pengamatan,
meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera.
Arikunto (2010: 200) mengungkapkan observasi dapat dilakukan dengan
dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi, yaitu:
a. Observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak
menggunakan instrumen pengamatan.
b. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan
pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi sistematis,
sehingga memerlukan pedoman observasi untuk membantu proses penelitian.
Pedoman observasi ini berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin akan
terjadi selama proses penelitian. Observasi dilakukan peneliti dengan mengadakan
pengamatan langsung ke lokasi penelitian serta mencatat segala data mengenai
cara penyajian Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba.
3.4.2 Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan dialog yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang objek penelitian, maka dalam pelaksanaan wawancara tentu saja
memerlukan alat bantu. Alat bantu tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan yang
akan ditanyakan, dan alat tulis untuk menuliskan jawaban yang akan diterima.
Sebagaimana diungkapkan Arikunto (2010: 192) bahwa “penelitian menggunakan metode wawancara, instrumennya adalah pedoman wawancara”. Hal ini sejalan dengan ungkapan Basrowi dan Suwandi (Yayu Yuniawati, 2009: 53) sebagai
berikut.
Pedoman wawancara ini digunakan peneliti sebagai pemandu, dengan demikian (1). Proses wawancara berjalan di atas rel yang telah ditentukan; (2). Informan dapat memberikan jawaban seperti yang dikehendaki peneliti; (3). Peneliti tidak terlalu sulit membedakan antara data yang digunakan dan tidak; dan (4). Peneliti dapat lebih berkonsentrasi dengan lingkup penelitian yang dilakukan.”
28
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada Bapak
Yanto Sutisna sebagai ketua seni ketangkasan olahraga domba dan penari ibing
pencak Bapak Rohana. Dalam wawancara peneliti menanyakan tentang sejarah,
struktur penyajian acara ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga
domba, dan fungsi ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba.
3.4.3 Studi Dokumen
Informasi yang didapat dalam sebuah penelitian tentu saja tidak hanya
benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, catatan harian, tetapi bisa
berupa gambar ataupun suara. Studi dokumentasi ini membantu dalam pelengkap
penelitian. Oleh sebab itu diperlukan alat-alat yang dapat membantu studi
dokumentasi ini, alat yang digunakan yaitu:
a. Handphone, digunakan untuk merekam suara ketika melakukan wawancara
dengan narasumber.
b. Video atau camera digital, digunakan untuk dokumentasi penelitian dimana
peneliti mengambil rekaman gambar dan foto kesenian ibing pencak pada
acara seni ketangkasan olahraga domba.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Tujuan utama melaksanakan penelitian adalah mendapatkan data, oleh
sebab itu teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui bagaimana teknik pengumpulan data,
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu sebagai
berikut.
3.5.1 Observasi
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi apabila penelitian
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis‟.
Dilihat dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, Sugiyono (2011:
145) membedakan observasi menjadi dua bagian, yaitu: a. observasi berperan
serta (participant observation); b. observasi non partisipan (non participant
observation). Observasi berperan serta adalah observasi yang melibatkan peneliti
dengan kegiatan yang sedang diamati. Dengan observasi partisipan ini, maka data
yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat
makna dari setiap perilaku yang tampak. Observasi nonpartisipan yaitu suatu
observasi dimana paniliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat
independen. Pengumpulan data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan
mendapat data yang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna, yaitu
nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucap dan yang tertulis.
Tujuan observasi ini adalah untuk mendapatkan data yang berkaitan
dengan ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba di Daerah
Padalarang, maka diperlukan pengamatan secara menyeluruh mengenai berbagai
aspek yang akan diteliti. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini observasi yang
digunakan adalah observasi berperan serta (participant observation). Peneliti
terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau
yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
Kegiatan observasi ini pertama kali dilakukan peneliti pada bulan
September. Pada kegiatan ini peneliti melihat langsung keberadaan acara
ketangkasan olahraga domba dengan melakukan wawancara kepada Bpk.Yanto
Sutisna yang merupakan pimpinan dan tokoh seni ketangkasan olahraga domba di
Daerah Padalarang. Setelah melakukan pengamatan observasi, peneliti
menemukan suatu permasalahan mengenai ibing pencak pada acara seni
ketangkasan olahraga domba yang menurut peneliti perlu dicari dengan jelas.
3.5.2 Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
30
responden. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang
diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi. Arikunto mengungkapkan (2010: 198) “wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh
informasi dari terwawancara (interviewer).
Ungkapan di atas menyatakan bahwa wawancara dilakukan untuk
menilai keadaan seseorang sehingga peneliti akan mendapatkan data yang
diinginkan dengan melakukan tanyajawab dengan narasumber.
Menurut Sugiyono (2011: 138-141) wawancara dapat dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu wawancara tersrtuktur dan wawancara tidak terstruktur.
Wawancara terstruktur digunakan apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti
informasi apa yang akan diperoleh. Oleh sebab itu diperlukan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan yang tertulis. Wawancara tidak
terstruktur yaitu wawancara dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun sistematis dan lengkap untuk mendapatkan data.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak
terstruktur. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan dalam pengumpulan data kepada nasarumber
yaitu Bpk. Yanto Sutisna sebagai pemimpin dan tokoh ketangkasan olahraga
domba dan Bpk. Roh Rohana selaku penari Ibing pencak. Adapun tokoh yang
diwawancara oleh peneliti adalah Bpk. Ato selaku sesepuh dan tokoh
ketangkasan olahraga domba.
3.5.3 Studi Dokumen
Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih dapat dipercaya
apabila didukung oleh data dari dokumen-dokumen. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu baik berbentuk tulisan, gambar, dan karya-karya lain
seseorang. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen berupa
foto, video Ibing pencak dan acara ketangkasan olahraga domba.
3.5.4 Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu alat pengumpul data berupa teori-teori untuk
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
mencari sumebr-sumber lain, seperti sumber dari internet, buku, dan skripsi ,
sumber-sumber itu membantu peneliti dalam memecahkan masalah penelitian.
Penggunaan buku-buku sebagai sumber dapat dijadikan sebagai landasan untuk
menganalisa data penelitian serta mendapatkan data yang relevan dengan objek
yang diteliti yaitu Ibing Pencak. Berkaitan dengan ini, peneliti melakukan
kegiatan kunjungan perpustakaan Bandung yang mendukung penulisan penelitian
ini. Setelah data-data terkumpul, peneliti mulai mempelajari, mengkaji dan
menganalisi.
Adapun buku-buku yang dipergunakan oleh peneliti, di antaranya :
a. Buku yang berjudul “ Ibing Pencak Dalam Materi Pembelajaran” Yuliawan
Kasmahidayat (2008)
b. Buku yang berjudul “Pertumbuhan Seni Pertunjukan” oleh Edi Sedyawati
(1981)
c. Buku yang berjudul “ Pencak Siat Merentang Waktu” oleh O‟ong Maryono
(2000)
d. Buku yan berjudul “ Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D” oleh
Sugiyono (2011)
e. Buku yang berjudul “ Budaya Indonesia Kajian Arkeologi Seni dan Sejarah”
oleh Edy Sedyawati (2006)
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Untuk mengetahui bagaimana penyajian Ibing Pencak pada acara Seni
Ketangkasan Olahraga Domba di Daerah Padalarang, maka perlu menganalisis
data yang sudah ada. Analisis data penelitian merupakan tahapan pengelompokan
data-data yaitu mulai dari seluruh proses pengkajian hasil wawancara, observasi,
dan dokumentasi yang sudah terkumpul. Analisi data dilakukan terus-menerus,
dari awal penelitian sampai akhir penelitian, secara deskriptif. Analisis data
menurut Sugiyono adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengordinasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
32
yang akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
yang akan dipeljari, serta mambuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri maupun orang lain.
Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2012 : 246)
mengemukakan langkah-langkah yang diambil menganalisis data, yaitu sebagai
berikut :
3.6.1 Reduksi Data
Mereduksi kata berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Dalam data ini peneliti mendapatkan data-data dari lapangan kemudian
peneliti merangkum data, lalu memilih yang pokok dari permasalahan,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Penelitian yang dilakukan yaitu melihat
dan mengamati keberadaan Ibing Pencak pada acara seni ketangasan olahraga
domba di daerah Padalarang. Selanjutnya melakukan tanya jawab terhadap
pimpinan sekaligus pelaku seni mengenai beberapa hal menyangkut Ibing pencak
pada acara seni ketangkasan olahraga domba.
3.6.2 Penyajian Data
Langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan penyajian data
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi. Adapun penjelasnya
sebagai berikut : pada analisis selama di lapangan, pengumpulan data berlangsung
dan dilakukan secara interaktif secara terus-menerus sehingga datanya jelas.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu peneliti melakukan analisis data melalui
reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari temanya dan membuang yang
tidak perlu. Hal pokok yang diambil pada penelitian yaitu mengenai latarbelakang
munculnya ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba, struktur
pertunjukan ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba, dan fungsi
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yaitu mendisplaykan
data dalam bentuk uraian singkat. Data yang diperoleh kemudian di rangkum
dalam bentuk uraian singkat. Hal ini dapat mempermudah peneliti untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami.
3.6.3 Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru
yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan itu berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga
setelah diteliti menjadi jelas.
3.7 Langkah-langkah Penelitian
3.7.1 Pengajuan Topik atau Judul
Dalam tahap ini peneliti memilih topik atau judul yang akan dijadikan
bahan untuk penelitian. Selanjutnya mencari beberpa sumber yang akan
dijadikan referensi atau acuan untuk memperkuat judul sebelum observasi
ke lapangan.
3.7.2 Pengajuan Proposal
Setelah judul disetujui, maka dilakukan penyusunan proposal untuk
mengetahui latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan yang
akan diteliti
3.7.3 Survai
Setelah menyusun proposal, kemudian melakukan survai langsung ke
lapangan, hal bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data awal dari
penelitian.
3.7.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari sumber-sumber yang
34
dan wawancara pada narasumber yang mengetahui tentang Ibing Pencak
pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba.
3.7.5 Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan berbentuk skripsi, yang merupkan hasil dari
keseluruhan penelitian yang selanjutnya dipertanggung jawabkan pada saat
70
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Seni ketangkasan olahraga domba adalah kesenian yang
mempertandingkan domba-domba tangkas, kesenian ini merupakan kesenian
kampung Sadang yang masih bertahan sampai saat ini, walaupun kesenian ini
pernah mengalami penurunan tetapi hingga saat ini seni ketangkasan olahraga
domba masih hidup di Kampung Sadang. Dalam acara seni ketangkasan olahraga
domba ini terdapat acara hiburan yaitu Ibing Pencak.
Ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini berdiri di
Kampung Sadang bersamaan dengan Seni ketangkasan Olahraga Domba yaitu
pada tahun 1993. Ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini
adalah sebagai pelengkap karena penampilan ibing pencak ini sudah manjadi satu
kesatuan yang tersktruktur dalam acara seni ketangkasan olahraga domba. Dimana
seni ketangkasan olahraga domba dimulai dengan pertandingan hingga setelah
istirahat barulah kemudian ditampilkan ibing pencak yang menggunakan ibing
tepak dua itu sebagai acara hiburan. Setelah itu, dilanjutkan kembali pertandingan
ketangkasan olahraga domba. Ibing pencak inilah yang menjadikan suasana di
lapangan lebih hidup, baik itu secara pelaku ataupun secara penikmat.
Ibing pencak ini sudah banyak perubahan baik itu dari segi fungsi
ataupun segi penyajian musiknya, selain itu gerak-gerak ibing pencak dalam seni
ketangkasan olahraga domba ini pun beragam. Dalam perkembangan ibing pencak
pada acara seni ketangkasan olahraga domba ini memiliki perubahan dari fungsi
ibing pencak yang sebelumnya sebagai acara ritual dan sekarang menjadi seni
hiburan. Dan dari segi penyajian musiknya yang awalnya hanya menggunakan
kendang, terompet, suling dan gong kini sekarang ditambahkan dengan rincik,
bonang dan saron. Hal ini disebabkan dengan pengaruh masyarakat terhadap
kesenian ini. Namun perubahan ini merupakan suatu perkembangan dari waktu ke
71
adanya perubahan ini lebih bisa membawa masyarakat bergabung sampai saat ini
untuk melestarikan kesenian ini agar tidak mudah punah begitu saja.
5.2 Rekomendasi
Kesenian ibing pencak dan seni ketangkasan olahraga domba merupakan
suatu kesenian tradisional dan kebudayaan yang harus kita lestarikan. Hal ini tidak
terlepas dari peran serta pelaku seni, pengelola, dan masyarakat sekitar tentunya,
karena dengan adanya pengelolaan yang baik maka akan berdampak pada
keberhasilan. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini akan bermanfaat bagi
para pembaca. Dari hasil penelitian ini ada beberapa saran yang ingin peneliti
sampaikan kepada:
1. Bagi para tokoh dan penari ibing pencak dalam acara seni ketangkasan
olahraga domba
Peneliti menyarankan kepada para tokoh dan penari ibing pencak dalam acara
seni ketangkasan olahraga domba untuk tetap menjaga kelestarian kesenian
ini agar tetap bisa dinikmati oleh anak cucu kita. Selain itu juga diharapkan
adanya pembinaan terhadap generasi muda agar kesenian pencak silat dalam
acara seni ketangkasan olahraga domba ini tetap ada dan berkembang.
2. Dinas Kebudayaan dan Pemerintah Daerah Padalarang
Keberadaan kesenian ketangkasan olahraga domba dan ibing pencak ini
merupakan aset kebudayaan yang sangat berharga. Peneliti mengharapkan
adanya pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kebudayaan yaitu
dengan pendataan maupun pendokumentasian kesenian ketangkasan olahraga
domba dan ibing pencak oleh Dinas Kebudayaan dan Pemerintah Daerah
Padalarang lebih ditingkatkan lagi.
3. Kepada Masyarakat Kampung Sadang
Peneliti berharap agar masyarkat untuk lebih apresiatif terhadap kesenian
Frety Yulies Saptini, 2014
IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Atrin, Suryatin. (2013). “Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi
Kabupaen Pandeglang Banten”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI.
Diterbitkan
Geertz. Clifford. (1981). Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat. Bandung : P4ST. UPI.
Ira, R.M. (2007). ”Pencak Silat Dalam Upacara Nyangku Di Desa Panjalu
Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI.
Diterbitkan
Kasmahidayat, Yuliawan. Isus, Sumiaty. (2008). Ibing Pencak Sebagai Materi Pembelajaran. Bandung : CV WarliArtika
Koentjaraningrat. (1999). Pengantar Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta.
Kunaedi, Cece (2010). Pertunjukan Ajeng Dalam Upacara Guar Bumi di Desa Ujungjaya Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang. Bandung: Skripsi Universitas Indonesia. Diterbitkan.
Maryono O’ong. (2000). Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta : Galang
Pres.
Nalan, A.S. (1999). Bianglala Seni, Bandung : Puslitmas STSI.
Narawati, Tati. (2003). Wajah Tari Sunda Dari Masa Ke Masa. Bandung : P4ST UPI.
, (2005). Tari Sunda Dulu, Kini, dan Esok. Bandung : P4STUPI
Riski, Z.A. (2010). “Pencak Silat Pada Padepokan Berru Sakti di Cilegon Banten”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI. Diterbitkan.
Soedarsono, R. M. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi, Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.
. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Sumaryono, Endo . (2006). Tari Tontonan. Jakarta : LPSN.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung : UPI.
http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html#pengertian