• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN DISPOSIS MATEMATIK SISWA MDRASAH TSANAWAIYAH PEMBELAJARAN GEOMETRIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN DISPOSIS MATEMATIK SISWA MDRASAH TSANAWAIYAH PEMBELAJARAN GEOMETRIK."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……... BAB I PENDAHULUAN

BAB II KERANGKA TEORETIS

A. Konstruktivisme……… G.Hasil Penelitian yang Relevan...

(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A.Disain Penelitian ………

B.Populasi dan Sampel………

C.Instrumen Penelitian dan pengembangannya...……….……… D.Rekapitulasi hasil uji coba instrumen...

E. Instrumen Non Tes……….………..………

F. Prosedur Penelititan………..………..

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian………..………..…………. B. Pembahasan Hasil Penelitian……….…………..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………

B. Saran………

DAFTAR PUSTAKA ………...…

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. ALAT PENGUMPUL DATA... B. DATA PENELITIAN...

49 91

111 112 113

(3)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Aktivitas manusia tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir salah satunya adalah pada saat memecahkan persoalan atau menentukan strategi yang tepat dalam mengambil suatu keputusan. Kemampuan berpikir harus dikembangkan salah satunya melalui kegiatan pembelajaran di sekolah. Menurut Sizer (Johnson, 2011:181) “Sekolah artinya belajar menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif menghadapi persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir”.

Proses berpikir sesungguhnya memiliki hubungan erat dengan matematika, seperti yang tercantum dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang standar isi) telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

(4)

2

dalam proses berpikirnya, dan seseorang yang dilatih dalam belajar matematika memiliki kecenderungan menjadi seorang pemikir yang baik. Matematika memberi peluang berkembangnya kemampuan menalar yang logis, sistematik, kreatif, cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. Kemampuan tersebut harus dilatih dengan cara mendisain pembelajaran yang mampu melatih kegiatan berpikir tersebut salah satunya adalah meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, tetapi fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif seseorang ditunjukkan melalui produk pemikiran atau kreativitasnya menghasilkan sesuatu yang “baru”.

Munandar (1999) menunjukkan indikasi berpikir kreatif dalam definisinya bahwa “Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban”.

(5)

3

masalah. Semua jawaban itu harus sesuai dengan masalah dan tepat, serta jawaban harus bervariasi.

Kemampuan berpikir kreatif siswa tidak dapat berkembang dengan baik apabila dalam proses pembelajaran guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam pembentukan konsep, metode pembelajaran yang digunakan di sekolah masih secara konvensional, yaitu pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Pembelajaran tersebut dapat menghambat perkembangan kreatifitas dan aktifitas siswa seperti dalam hal mengkomunikasikan ide dan gagasan. Sehingga keadaan ini tidak lagi sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran matematika. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila perencanaan dan metode yang digunakan dapat mempengaruhi potensi dan kemampuan yang dimiliki peserta didik dan keberhasilan tersebut akan tercapai apabila peserta didik dilibatkan dalam proses berpikirnya.

(6)

4

peningkatan kreativitas. Hal ini tampak dari hasil pengerjaan LAS 5a (iv) ke LAS 5b (i), yaitu sebanyak 34 siswa dari 36 siswa, atau sekitar 94,4 % siswa menunjukkan hasil yang cukup baik pada saat mengerjakan LAS 5b. Berdasar pada pembahasan di atas, menunjukkan bahwa kreativitas siswa kelas VII SMP dalam menyelesaikan soal terbuka cukup tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Arifah (2010) pada siswa MTs Muhammadiyah Blimbing kelas VII A berdasarkan analisa data diperoleh 1). berpikir kreatif siswa dalam penjelaskan/mendefinisikan konsep dengan kata-katanya sendiri sebelum tindakan sebesar 14,82%, pada putaran I 22,23%, pada putaran II 40,74% dan pada putaran III 48,15%, 2. berpikir kreatif siswa dalam mengajukan pertanyaan sebelum diadakan tindakan sebesar 18,52%, pada putaran I 40,74%, pada putaran II 8,15% dan pada putaran III 55,56%, 3) berpikir kreatif siswa mengerjakan soal latihan sebelum diadakan tindakan sebesar 25,92%, pada putaran I 33,34%, pada putaran II 55,56% dan pada putaran III 88,89%. Sebelum adanya tindakan prestasi belajar siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) sebesar 7,78%, pada putaran I 81,18%, pada putaran II 96,29% dan pada putaran III mencapai 100%.

(7)

5

yang diperoleh siswa terkesan menerima apa adanya dan “pasrah” bahkan ketika

mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimalpun siswa tersebut tidak mau untuk melakukan perbaikan.

Rendahnya sikap positif siswa terhadap matematika, rasa percaya diri dan keingintahuan siswa berdampak pada hasil pembelajaran yang rendah. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Syaban (2009:113) “Pada saat ini,

daya dan disposisi matematis siswa belum tercapai sepenuhnya”. Hal tersebut antara lain karena pembelajaran cenderung berpusat pada guru yang menekankan pada proses prosedural, tugas latihan yang mekanistik, dan kurang memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis. Untuk meningkatkan disposisi matematik, guru harus mampu memberikan pengalaman belajar matematik yang baik pada siswa. Disposisi matematis siswa tidak akan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pembelajaran yang disetting agar siswa hanya duduk dengan manis untuk mendengar dan menerima informasi dari guru. Hal lain yang perlu disampaikan pada siswa adalah jika siswa mengabaikan disposisi maka dapat merugikan dirinya dalam belajar.

(8)

6

antara siswa itu sendiri. Komunikasi yang terjadi tidak hanya satu arah dari guru ke siswa tetapi banyak arah (Krismanto, 2003:1). Dalam pengajaran matematika diharapkan siswa benar-benar aktif sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari akan lebih lama bertahan. Suatu konsep mudah dipahami dan diingat oleh siswa bila konsep tersebut disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah yang tepat, jelas dan menarik. Pada dasarnya, semua siswa memiliki potensi untuk mencapai kompetensi. Jika sampai mereka tidak mencapai kompetensi, bukan karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu, tetapi lebih banyak karena mereka tidak disediakan pengalaman belajar yang relevan dengan keunikan masing-masing karakteristik individual (Muslich, 2008: 64). Disposisi matematik merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar matematika siswa. Siswa memerlukan disposisi matematik untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab dan membiasakan kerja yang baik dalam matematika (Mahmudi, 2010: 5). Sikap dan kebiasaan berpikir yang baik pada hakekatnya akan membentuk dan menumbuhkan disposisi matematis (mathematical disposition).

(9)

7

mengatasi permasalahan dalam pendidikan matematika ini adalah dengan meningkatkan baik kuantitas maupun kualitas pembelajaran melalui pembelajaran generatif. Melalui pembelajaran generatif aktifitas siswa dalam belajar lebih terfasilitasi. Dalam pembelajaran generatif siswa tidak hanya menghapal rumus dan mengerjakan latihan saja, akan tetapi siswa dituntut dan dibiasakan untuk memahami konsep dan membangun pemahamannya sendiri, siswa kreatif dalam mencari alternatif solusi dalam pemecahan masalah, siswa juga harus mampu menerapkan matematika untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Untuk itu, perlu upaya inovatif mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat mengakomodir tuntutan kurikulum matematika tahun 2006. Model pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan hal tersebut di atas adalah model pembelajaran yang didesain menurut pandangan konstruktivisme. Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme bertujuan membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses asimilasi dan akomodasi.

(10)

8

dengan konstruktivisme, strategi pembelajaran yang mirip dengan pembelajaran kooperatif, menjelajahi perspektif, membangun pengetahuan di atas pengetahuan sebelumnya, secara aktif menghasilkan empat elemen ide-ide yaitu: ingat, integrasi, organisasi, dan elaborasi. Sedangkan dari aspek praktis terdiri dari Brainstorm, menghasilkan sub-masalah, sub-tujuan, dan strategi untuk mencapai

tugas atau masalah yang lebih tinggi, dan membangun model mental atau mind mapping.

Berbagai penelitian melaporkan bahwa hasil model pembelajaran generatif dalam banyak kasus mampu merangsang perhatian dan meningkatkan proses mental yang aktif pada siswa. Keterlibatan aktif siswa meningkat, terjadi peningkatan kemampuan dalam hal ingatan, pemahaman, dan pemikiran tingkat tinggi atau peningkatan keterampilan belajar (Grabowski, Lee, dan Lim, 2004: 112). Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul: Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Disposisi Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah melalui Pembelajaran Generatif.

B.Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

(11)

9

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapat pembelajaran generatif ?

3. Apakah disposisi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa dalam menghasilkan kemampuan berpikir kreatif?

5. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kreatif matematik dengan disposisi matematik?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk:

1. mengkaji peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mengikuti pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional.

2. mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapat pembelajaran generatif.

(12)

10

4. mengkaji interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa dalam menghasilkan kemampuan berpikir kreatif.

5. mengkaji asosiasi antara kemampuan berpikir kreatif matematik dengan disposisi matematik.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematik dengan menggunakan model pembelajaran generatif dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa dalam menggali dan meningkatkan potensi kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik. 2. Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori

(13)

11

E.Definisi Operasional

1. Model pembelajaran generatif adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam mengkonstruksi pengtetahuan melalui empat tahapan, yaitu: (1) the preliminary step (tahapan persiapan), (2) the focus step (tahap pemfokusan), (3) the challenge step (tahap tantangan), dan (4) the application step (tahap aplikasi).

2. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Salah satu ciri dari model pembelajaran konvensional adalah guru jarang melibatkan pengaktifkan pengetahuan awal dan jarang memotivasi siswa untuk proses pengetahuannya. Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa.

3. Berpikir kreatif yang dimaksud adalah berpikir kreatif menurut Evans. berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (connections) yang terus menerus (continue), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan berpikir yang memiliki sifat yaitu: kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality)

(14)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan disain kelompok kontrol tidak ekivalen karena tidak adanya pengacakan dalam menentukan subjek penelitian, peneliti tidak membentuk kelas baru berdasarkan pemilihan sampel secara acak. Menurut Ruseffendi (2005: 52) “Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya”. Disain kelompok kontrol tidak ekivalen, tidak berbeda

dengan disain kelompok pretes-postes kecuali mengenai pengelompokkan subjek. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru. Variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif matematik dan disposisi matematik siswa. Variabel pengontrol dalam penelitian ini adalah kelompok siswa (tinggi, sedang, dan rendah) berdasarkan nilai hasil pretest.

(15)

30

O X O O O

dengan: O = pretes / postes berpikir kreatif matematik X = model pembelajaran generatif

B.Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Cikembar yang berada di Kabupaten Sukabumi. Populasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa siswa kelas VII baru mengenal lingkungan dan iklim belajar di MTs masih dalam masa transisi dalam mengenal lingkungan belajar yang baru, dan dinilai telah memiliki kemampuan dasar matematika relatif lebih homogen.

2. Sampel

(16)

31

C.Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes dan non tes. Instrumen tes adalah tes kemampuan berpikir kreatif matematik. Sementara itu, instrumen non tes meliputi: skala disposisi matematik, jurnal siswa, dan pedoman observasi (diberikan untuk kelas eksperimen). Penjelasan mengenai instrumen yang digunakan yaitu sebagai berikut:

1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik

Tes kemampuan berpikir kreatif ini berbentuk soal subjektif. Pemilihan bentuk tes uraian bertujuan untuk mengungkapkan pemahaman berpikir kreatif dan disposisi matematik secara menyeluruh terhadap matematika yang telah disampaikan setelah kedua kelompok memperoleh pembelajaran. Instrumen tes ini digunakan pada saat pretes dan postes dengan karakteristik setiap soal pada masing-masing tes adalah identik.

(17)

32

gain yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh skor pretes tinggi. Gain yang dinormalisasi adalah proporsi gain aktual dengan gain maksimal yang telah dicapai untuk mengetahui peningkatan postes terhadap pretes. Rumusnya adalah:

NG = skor akhir − skor awal

skor maksimal ideal −skor awal Hake (dalam Novaliyosi, 2011: 58) Keterangan: NG = Gain ternormalisasi

Tabel 3.1

Kategori Gain yang Ternormalisasi

Skor Kategori

NG < 0,30 Rendah

0,30 NG < 0,70 Sedang

NG 0,70 Tinggi

Dapat diketahui pula peningkatan masing-masing indikator kemampuan berpikir kreatif yang diteliti dengan menghitung persentase setiap skornya terlebih dahulu dengan menggunakan rumus:

 100% n

f

P

Selain itu dilakukan analisis terhadap kemampuan berpikir kreatif tentang matematika siswa dengan cara melihat persentase setiap skor total yang diperoleh siswa dan dihitung dengan menggunakan rumus:

 

Keterangan: P = peresentase tiap indikator

f = jumlah skor total siswa yang menjawab

tiap indikator

(18)

33

Persentase berpikir kreatif siswa

Menurut Siswono (2010:15) menyatakan bahwa “Jika siswa menunjukkan bukti memenuhi ketiga aspek (yaitu, kelancaran, fleksibilitas, kebaruan), mereka dikatakan kreatif, jika mereka puas satu atau dua aspek, mereka dikatakan cukup kreatif, jika mereka tidak memenuhi setiap aspek, mereka dikatakan tidak kreatif ”. Sedangkan kualitas kemampuan berpikir kreatif dikelompokan menjadi kategori sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang dengan menggunakan skala lima (Suherman dan Kusumah,1990) yaitu sebagai berikut:

Untuk mendapatkan alat evaluasi yang kualitasnya baik, perlu diperhatikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Alat evaluasi yang baik dapat ditinjau dari beberapa hal, di antaranya: validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran. Oleh karena itu sebelum digunakan dalam penelitian, validitas isi semua perangkat tes dikonsultasikan kepada pembimbing. Untuk instrumen yang validitas isinya memadai, berada di luar

(19)

34

sampel. Uji coba instrumen dilakukan untuk melihat validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda butir soal, dan indeks kesukaran butir soal.

Tabel.3.3

Pedoman Penskoran Soal Berpikir Kreatif Matematik Indikator Respon terhadap soal Skor

Fluency Tidak memberikan jawaban 0

Memberikan ide yang tidak relevan dengan pemecahan masalah

1 Memberikan ide yang relevan dengan

pemecahan masalah, tetapi tidak selesai

2 Memberikan ide yang relevan dengan

pemecahan masalah, tetapi hasilnya salah

3 Memberikan ide yang relevan dengan

pemecahan masalah dan hasilnya benar (jawaban siswa kurang dari tiga)

4

Memberikan ide yang relevan dengan pemecahan masalah dan hasilnya benar (jawaban siswa lebih dari tiga)

5

Sensitivity Tidak memberikan jawaban 0

Tidak mengambarkan kepekaan dalam memberikan jawaban dan jawaban salah

1 Mengambarkan kepekaan dalam

memberikan jawaban dan jawaban salah

2

memberikan jawaban dan jawaban benar

4

Flexibility Tidak memberikan jawaban 0

Memberikan gagasan/ jawaban yang tidak beragam dan salah

1 Memberikan gagasan/ jawaban yang tidak

beragam tetapi jawaban benar

2 Memberikan gagasan/ jawaban yang tidak

beragam tetapi jawaban salah

3 Memberikan gagasan/ jawaban yang

beragam dan benar (jawaban kurang dari dua cara)

4

Memberikan gagasan/ jawaban yang beragam dan benar (jawaban lebih dari dua cara)

5

Originality Tidak mengemukakan pendapat 0

Mengemukakan pendapat/jawaban sendiri tetapi tidak dapat dimengerti

1 Mengemukakan pendapat/jawaban sendiri

belum mengarah pada jawaban

(20)

35

Indikator Respon terhadap soal Skor Mengemukakan pendapat/jawaban sendiri

dan sudah mengarah pada jawaban benar tetapi tidak selesai

3

Mengemukakan pendapat/jawaban sendiri dengan selesai dan hasilnya benar

4

Diadaptasi dan disesuaikan dari Mulyana, 2008.

Untuk memperoleh soal yang baik, maka soal-soal tersebut diujicobakan agar diketahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Uji coba instrumen dilakukan di MTs Negeri Cikembar Kabupaten Sukabumi pada siswa kelas IX yang bukan sampel penelitian, uji coba instrumen dilakukan pada tanggal 4 April 2012 atas pertimbangan guru dan kepala sekolah dipilih kelas IX c sebagai kelas uji coba instrumen berpikir kreatif matematik. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan uji coba soal adalah sebagai berikut: Soal dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan didiskusikan dengan teman-teman program studi pendidikan matematika SPS UPI untuk melihat validitas isi dan validitas konstruk berkenaan dengan ketepatan alat ukur dengan materi yang akan diuji; kesesuaian antara indikator dan butir soal; kejelasan bahasa atau gambar dalam soal. Kemudian untuk melihat validitas empirik, dalam hal ini validitas banding tiap butir soal menggunakan korelasi produk momen dengan angka kasar.

a. Validitas

(21)

102-36

103). Untuk mengetahui tingkat keabsahan atau kesahihan butir soal, maka dilakukan uji validitas butir soal. Rumus Validitas menggunakan rumus korelasi produk moment memakai angka kasar (raw score)

  

Kemudian untuk menentukan kriteria derajat validitas menurut Suherman dan Kusumah (1990: 147) tersaji pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Validitas

Nilai rx y Interpretasi

0 ,90 < rx y ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)

(22)

37

dilakukan oleh orang berbeda-beda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Kalau alat evaluasi reliable, maka hasil dari dua kali atau lebih pengevaluasian dengan dua atau lebih alat evaluasi yang senilai (ekivalen) pada masing-masing pengetesan akan serupa. Suatu alat evaluasi dikatakan baik, bila antara lain reliabilitasnya tinggi.

Hubungan antara reliabilitas dan validitas adalah bahwa alat evaluasi yang reliable belum tentu valid. Akan tetapi sebaliknya bila alat evaluasi itu valid maka pasti akan reliable. Dengan kata lain tingginya reliabilitas suatu alat evaluasi itu baru merupakan syarat perlu bagi validnya suatu alat evaluasi; belum merupakan syarat cukup. Agar suatu alat evaluasi itu valid, alat evaluasi itu harus reliable. Tetapi reliable saja belum cukup.

Cara untuk mengetahui bahwa alat evaluasi itu reliabilitasnya tinggi, sangat sedang atau rendah, kita harus menghitung koefisien reliabilitasnya. Koefisien reliabilitas bisa diperoleh misalnya dengan menyelenggarakan tes dua kali, tes tunggal atau dengan tes ekivalen yang terdiri dari dua perangkat dimana pada perangkat pertama ekivalen dengan perangkat kedua dalam artian perangkat tes itu memiliki tingkat kesukaran yang sama dan konsep yang sama pula. Reliabilitas instrumen adalah suatu kondisi konsisten terhadap hasil yangdiberikan oleh suatu alat ukur, walaupun dilakukan oleh orang, waktu dan tempat yang berbeda (Suherman dan Kusumah, 1990: 167). Dengan rumus Cronbach-Alpha (Suherman dan Kusumah, 1990: 194) sebagai berikut:

11 =

� −1 1−

(23)

38

Keterangan : 11 = koefisien reliabilitas

� = banyak butir soal

�2 = jumlah variansi skor tiap item 2 = variansi skor total

Kemudian untuk menginterpretasikan reliabilitas instrumen menggunakan kriteria yang dibuat Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990: 177) tersaji pada Tabel berikut:

Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Nilai 11 Interpretasi

(24)

39

Keterangan:

JBA = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

JBb = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

JSA = jumlah siswa kelompok atas

JSB = jumlah siswa kelompok bawah

Tabel 3.6. Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda

Skor Kategori

Rumus Indeks Kesukaran Perbutir Soal

Tabel 3.7 Klasifikasi Indeks Kesukaran (IK)

Skor Kategori

2. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen

Setelah dilakukan perhitungan mengenai validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal berpikir kreatif secara ringkas tersaji

(25)

40

pada Tabel 3.8. Hasil perhitungan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran butir soal berpikir kreatif matematik diselesaikan dengan bantuan SPSS 16.

Tabel 3.8

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Berpikir Kreatif Matematik

No Soal

Validitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

1.a 0,596 Cukup 0,250 Cukup 0,542 cukup

1.b 0,708 Tinggi 0,361 Cukup 0,514 cukup

2 0,725 Tinggi 0,311 Cukup 0,489 cukup

3 0,599 Cukup 0,244 Cukup 0,522 cukup

4 0,613 Cukup 0,278 Cukup 0,694 cukup

5 0,544 Cukup 0,133 Jelek 0,444 cukup

6 0,485 Cukup 0,133 Jelek 0,533 cukup

7.a 0,671 Cukup 0,244 Cukup 0,500 cukup

7.b 0,840 Tinggi 0,356 Cukup 0,444 Cukup

Nilai reliabilitasnya adalah 0,828 dengan kategori sangat tinggi

(26)

41

3. Instrumen Non tes

Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: disposisi matematik, jurnal siswa, dan pedoman observasi.

a. Skala Disposisi Matematik

Penggunaan skala disposisi matematik dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah disposisi matematik siswa terhadap pembelajaran matematika. Skala disposisi matematik akan diberikan kepada siswa kelompok eksperimen sebelum penelitian atau sesudah pretes dan setelah mereka melaksanakan postes. Skala disposisi ini terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk diperiksa perihal kesesuaian indikator pada disposisi matematik dan tata bahasa (keterbacaan) skala disposisi tersebut. Sebelum diberikan pada kelas eksperimen terlebih dahulu diuji cobakan pada siswa MTs Assasul Islamiyah kelas VII MTs yang bukan tempat penelitian.

(27)

42

kategori respon. Skala ini dibuat dengan berpedoman pada bentuk skala Likert dengan empat opsi, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari sikap ragu-ragu siswa untuk tidak memihak pada pernyataan yang diajukan. Di bawah ini tabel kategori disposisi matematik. (Mahmudi, 2010: 96)

Tabel 3.9 Kategori Disposisi Matematik

Skor Kategori

Skor <60% Sangat Rendah

60% ≤ skor < 70 % Rendah 70% ≤ skor < 80 % Sedang 80% ≤ skor <90 % Tinggi

Skor r ≥ 90 % Sangat Tinggi

b. Jurnal Siswa

Jurnal siswa yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat, saran, dan komentar siswa yang belum tercantum dalam skala sikap siswa, yaitu pendapat mereka tentang materi pembelajaran yang diperolehnya serta saran dan komentar tentang pembelajaran dengan pembelajaran generatif. Dalam jurnal, siswa lebih leluasa mengemukakan pendapat karena bersifat terbuka.

c. Observasi

(28)

43

pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat kegiatan yang dilakukan”. Obsevasi dilakukan dengan mengamati kegiatan dan perilaku siswa secara langsung. Alat yang digunakan adalah lembar observasi dan setiap observer membuat catatan lapangan.

d. Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap analisis data, dan (4) tahap pembuatan kesimpulan. Keempat tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan, yaitu: pengembangan perangkat pembelajaran (Lembar Kerja Siswa) yang dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, penyusunan instrumen dan uji coba instrumen, revisi perangkat pembelajaran, selanjutnya adalah penentuan satu kelas eskperimen dan satu kelas kontrol berdasarkan saran dan usulan atau pertimbangan guru matematika dan kepala sekolah.

2) Tahap Pelaksanaan

(29)

44

perbedaan perlakuan pada masing-masing kelompok. Saat pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen, peneliti akan dibantu oleh dua orang observer untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran satu observer dari peneliti dan satu observernya merupakan guru tetap kelas tersebut.

3) Tahap Analisis Data

Setelah pengumpulan data didapatkan pada setiap penelitian, data yang telah diperoleh tersebut dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pengelompokan awal siswa didasarkan pada hasil ujian tengah semester, hasil penilaian guru Kategori pengelompokan tingkat kemampuan awal siswa disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.10

Kategori Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Kemampuan Awal

Interval Kategori

�> (� + 0,5��) Tinggi

� −0,5�� ≤ � ≤(� + 0,5��) Sedang

� −0,5�� <� Rendah Dikutip dari Wahyu, 2011.

(30)

45

a) Jika data normal, uji normalitas data dengan menggunakan

Shapiro-Wilk dengan kriteria jika nilai Sig (p) > α, maka sebaran

berdistribusi normal. Jika datanya normal selanjutnya uji homogenitas. Untuk menguji homogenitas varians menggunakan uji Levence dengan kriteria jika nilai Sig (p) > α, sehingga disimpulkan data berasal dari populasi yang varians sama. Jika data homogen, maka statistik yang akan digunakan untuk menguji perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik dari masing-masing level siswa digunakan Analysis of Variance (ANOVA) dua jalur dengan desain faktorial 32, terdiri tiga level kompetensi matematik (tinggi, sedang dan rendah) dan dua metode (Ruseffendi, 1993: 431). Dengan ANOVA dua jalur untuk mengetahui pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik dan disposisi matematik. Uji-t dilakukan untuk menguji apakah pada masing-masing kelompok tingkat kompetensi matematik, siswa kelompok tinggi atau sedang memiliki kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik lebih baik dari kelompok rendah. Selanjutnya dilakukan uji asosiasi dengan menggunakan uji Spearman's rho untuk mengetahui asosiasi antara kemampuan berpikir kreatif matematik dengan disposisi matematik.

(31)

46

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Antara Siswa Kemampuan Tinggi, Sedang, dan Rendah dengan Kruskal-Wallis. Saat pembelajaran berlangsung, kelas eksperimen menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dibuat oleh peneliti. Sedangkan untuk kelas kontrol tidak menggunakan LKS, melainkan buku paket siswa sebagai sumber bahan ajar. Soal-soal yang digunakan pada kelas eksperimen digunakan pula pada kelas kontrol. Sebelum digunakan dalam pembelajaran, kesesuaian materi pada LKS beserta soal-soalnya didasarkan atas pertimbangan dosen pembimbing.

Setelah pembelajaran diimplementasikan, kemudian diberikan postes kepada masing-masing kelompok sampel. Untuk mengetahui signifikansi perbedaaan kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik setelah pembelajaran, dilakukan uji kesamaan dua rerata postes masing-masing kelompok sampel. Langkah pengujiannya sama seperti langkah pengujian data pretes. Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik siswa, dapat dilihat dari gain yang dinormalisasi (NG) dari data postes dan pretes kedua kelompok sampel penelitian.

(32)

sungguh-47

sungguh akan menguntungkan dirinya. Disposisi matematik memiliki indikator, pandangan siswa tentang matematika, manfaat matematika yang dirasakan siswa, perilaku atau tindakan yang dilakukan siswa terhadap matematika, dan kepercayaan diri siswa dalam mempelajari matematika. Untuk setiap pertanyaan positif akan disediakan lima pilihan jawaban dengan skala berturut-turut 4 untuk SS (Sangat Setuju), 3 untuk S (setuju), 2 untuk TS (Tidak Setuju) dan 1 untuk STS (Sangat Tidak Setuju). Sedangkan untuk setiap pernyataan negatif diberi skala sebaliknya.

Menganalisis jurnal siswa dilakukan dengan mengelompokan kesan siswa dalam kelompok pendapat atau komentar positif, biasa, dan negatif kemudian dihitung persentasenya dengan rumus:

%

Keterangan: P = presentasi jawaban f = jumlah jenis komentar

n = jumlah seluruh komentar

Menganalisis data hasil observasi dilakukan dengan mengelompokkan pernyataan posotif (jawaban ya) dan pernyataan negatif (jawaban tidak). Kemudian menghitung persentasenya dengan rumus:

%

(33)

48

n = jumlah pernyataan

Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara ditulis dan diringkas berdasarkan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini.

4) Tahap Kesimpulan

(34)

111

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada keseluruhan tahap penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik siswa madrasah tsanawiyah melalui pembelajaran generatif sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mengikuti pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen termasuk pada kategori sedang sedangkan kelas kontrol termasuk kategori rendah.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapat pembelajaran generatif.

3. Disposisi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional. Disposisi matematik kelas eksperimen termasuk pada kategori sedang sedangkan kelas kontrol termasuk kategori sangat rendah.

4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa dalam menghasilkan kemampuan berpikir kreatif.

(35)

112

matematik dengan disposisi matematik termasuk pada kategori tinggi sebesar 0,68.

B. Saran

Berdasarkan pada hasil analisis data, pembahasan, dan kesimpulan dalam penelitian ini, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Guru matematika hendaknya menerapkan model pembelajaran generatif sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik khususnya dan kemampuan matematik pada umumnya.

2. Untuk topik matematika, pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif membutuhkan waktu lebih lama dari pembelajaran konvensional. Jadi, disarankan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif diterapkan pada topik-topik matematika yang esensial, sehingga konsep topik-topik ini dapat lebih dipahami secara mendalam.

(36)

113

DAFTAR PUSTAKA

Arifah, T. (2010).Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Strategi Rotation Trio Exchange.(PTK Di Kelas VII Semester Genap MTs Muhammadiyah Blimbing Tahun Ajaran 2009/2010).Tersedia[online]

http://repository.ums.ac.id/handle/2011/11904.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

BSNP. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Standar ISI. Chambers, P. (2008). Teaching Mathematics.London.Sage Publication Dahar, R, W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa SLTP melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. (Disertasi) PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Darojat, A. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Standar Kompetensi Matematika SMP/MTs.Jakarta: Depdiknas.

Fahinu.(2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemandirian Belajar Matematika pada Mahasiswa melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan. Grabowski, Lee, & Lim. (2004).”Generative Learning: Principles and

Implications for Making Meaning. [online] tersedia .www.faculty.ksu.edu.sa/.../ER5849x_C010.fm.diunduh 12 Desember 2012.

Hamalik, O.(2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

(37)

114

Hartono. (2009).Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Aplikasi Matematika Siswa pada Pembelajaran Open-Ended dengan Konvensional di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi. SPS. UPI. Tidak Dipublikasikan.

Herman, T. (2006).Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menegah Pertama.Disertasi pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Hidayat, W. (2011).Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW).Bandung: Disertasi pada SPS UPI: TidakDiterbitkan

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif. Bandung: Disertasi PPS UPI tidak diterbitkan.

Johnson, E. B. (2011). Contextual Teaching and Learning. Bandung: Kaifa. Kathleen, M. (2011). Positive Learning Dispositions in Mathematics .[online]

tersedia www.education.auckland.ac.nz. Diunduh 19 Januari 2012. Khabibah, S. (2009). ”Kreatifitas Siswa Kelas VII SMP dalam Menyelesaikan

Soal Terbuka”. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains Universitas Negeri Surabaya Edisi : volume 16 No 1, Juni 2009

Krismanto, Al. (2003). “Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah disampaikan pada pelatihan Instruktur/Pengembang SMU 28 Juli s.d. 10 Agusutus 2003. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Mahmudi, A. (2008). “Mengembangkan Soal Terbuka (Open-Ended Problem) dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah Disampaikan Pada Seminar

Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika yang Diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY Jumat, 28 Nopember 2008. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY.

(38)

115

.(2010). “Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis”.Makalah Disajikan Pada Konferensi Nasional Matematika XV UNIMA Manado, 30 Juni – 3 Juli 2010.

Moma, La. “Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika”. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UNPATI. [online] tersedia http://P4MRI UNPATI.Wordpress.Com. Diunduh 12 Maret 2012.

Munandar, S.C. U. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Muslich, M. (2008). KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta. PT. Bumi Aksara.

Noer, S. H. (2011).Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Novaliyosi. (20110. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Mahasiswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Investigasi. Tesis pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan

Nur, M. (2001). Pembelajaran Kooperatif dalam Kelas IPA. Surabaya: UNESA. Philippou, G. & Nicolaidou, M. (2004) “Attitudes Toward Mathematics, Self

Efficacy and Achievment in Problem Solving”. Jurnal: ERME, CERME-3, TG-2.

Polking, J. (1998). Response To NCTM’s Round 4 Questions. [Online] Tersedia: pada http://www.ams.org/government/argrpt4.html. Diunduh pada 12 Januari 2012.

Priyatno, D. (2009). 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17.Yogyakarta: CV. Andi Offset

Ratnaningsih. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menegah Atas. Disertasi Pada SPS UPI. Tidak dipublikasikan

(39)

116

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pendidikan Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

.(1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

.(2001). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Non Eksakta Lainnya .Malang: IKIP Press.

Sabandar, J. (2007). “Berpikir Reflektif”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika di Auditorium UPI, 8 Desember 2007.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Schloglmann, W.(2004) “Meta Affect And Strategies In Mathematics Learning”.Journal ERME-CERME-4. Austria: University of Linz.

Siswono, T.Y.E. (2004). ”Mendorong Berpikir Kreatif Siswa melalui Pengajuan Masalah Problem Posing”. Makalah disajikan dalam Konferensi Himpunan Matematika Indonesia di Denpasar, Bali. 23-27 Juli 2004

(2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Online [tersedia]. http://suara guru. wordpress.com/2009/02/ 23/ meningkatkan-kemampuan-berpikir- kreatif-siswa/. Diunduh 03 Januari 2012.

Soemantri, A. & Muhidin, S.A. (2006). Aplikasi Statistik dalam Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E. & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: IMSTEP-JICA.

Sumarmo, U. (2003). “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Sekolah Menengah”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 25-26 Agustus 2003. (2010). ”Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

(40)

117

Suparno, P. (2008). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Syaban, M. (2009). ”Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi”. Jurnal Educationist Vol. III No. 2 Juli 2009.

Syahputra, E.(2011). Peningkatan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI pada Pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer. Disertasi pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan

Thoifuri. (2008). Menjadi Guru Inisiator. Semarang: Rasail Media Grup.

Undang-undang RI. (2003). Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta: fokus media.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Widdiharto, R. (2004). “Model-model Pembelajaran Matematika di SMP”. Makalah Disampaikan pada diklat instruktur pengembang SMP tanggal 19 s.d. 23 Oktober 2004.

Wijaya. (1999). Penggunaan Teknik Probing dalam Pembelajaran Keseimbangan Benda Tegar.Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Wimberg, & Hollins. (2002). Generative Learning Theory. [online] tersedia www.southalabama.edu/coe/.../generative.ppt. Diunduh 12 Desember 2012.

Gambar

Tabel 3.1  Kategori Gain yang Ternormalisasi
Tabel 3.2   Kualitas Kemampuan Berpikir Kreatif
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Validitas
Tabel berikut:
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pirolisis adalah proses termokimia yang dapat digunakan untuk mengubah biomassa densitas rendah (1,5 GJ/m 3 ) dan bahan organik lainnya menjadi cairan

untuk melakukan pengujian mengenai pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, dalam skripsi

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan pengasihan-Nya yang sungguh berlimpah, sehingga penulis dapat

Dengan mengetahui prevalensi pencabutan fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG

Oleh karena itu, untuk mengetahui hasil analisis kekuatan konstruksi pelat berpenegar pada setiap variasi profil penegar, penulis melakukan penelitian dengan judul “

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Etanol Kulit Bawang Merah (Allium cepa L. Corium) Terhadap Mencit Jantan yang Diinduksi Parasetamol. Dengan ini

Pengelolaan Pelatihan Secara Empirik Calon Tenaga Kerja di Kota Bekasi

Untuk mencegah darah tinggi bagi Anda yang masih memiliki tekanan darah normal ataupun mengatasi darah tinggi bagi Anda yang sudah memiliki tekanan darah tinggi, maka saran