DAFTAR ISI
E. Pembelajaran Berbasis Imtaq Pada Konsep Ekosistem……….. F. Kandungan Nilai Pembelajaran Ekosistem………….. G. Hasil Penelitian Terdahulu………
56 61 64
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ………
B. Lokasi dan Subyek Penelitian ………. C. Instrumen Penelitian ……….. D. Prosedur Penelitian ……….
E. Alur Peneltian ………
F. Teknik Analisis Data ……… G. Definisi Operasional ……….. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Peneltian ……….
B. Pembahasan ……….
87 96 BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan penting dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut maka pemerintah pada saat ini sangat serius pada bidang pendidikan, sebab dengan system pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi-generasi yang dapat menjadikan pendidikan ini menjadi berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setiap guru diharapkan untuk melengkapi pembelajaran dengan menerapkan keterampilan dalam menyikapi problematika pembelajaran di sekolah, karena adanya kesenjangan yang begitu jauh antara pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dengan sikap dan perilakunya (Sanusi, 1999). Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap tuntutan global untuk mampu mengembangkan sumber daya manusia yang memenuhi tuntutan zaman yang berkembang.
2
menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lainnya (Wahyudi, 2002). Menurut Bernal (Suroso, 2006) bahwa : “Sains sebagai suatu faktor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia terhadap alam semesta dan manusia, dan bukan hanya sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis dan logis, metode ilmiah dan faktor utama mengembangkan produksi”.
Banyak konsep biologi yang dapat kita kaitkan dengan sejumlah kejadian atau fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Dengan demikian apabila gurunya tidak mengetahui banyak tentang materinya dan cara mengajar yang kurang menarik menjadikan ini suatu kendala dalam pembelajaran sains karena dapat menurunkan minat siswa terhadap pelajaran biologi (Suryanigrum, dalam Redjeki 2006).
3
Nilai-nilai yang dimaksud adalah, nilai perseorangan (al-akhlak al Fardhiyah), nilai kekeluargaan (al akhlak al ijtimaiyah), nilai kenegaraan dan nilai keagamaan (al akhlak al diniyah)”.
Ketika seorang guru tidak memiliki penguasaan penuh terhadap suatu konsep dan menyakini konsep mereka benar, hal ini dapat menyebabkan siswa mempunyai konsepsi alternatif (Muammer dan Alipasa, 2005). Jika seorang guru mempunyai konsepsi alternatif tentang suatu suatu konsep, maka mereka akan mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki konsepsi-konsepsi alternatif yang dimiliki siswanya. Untuk mengatasi hal tersebut, mengingat konsep-konsep biologi penting karena berkaitan dengan kehidupan dan kesejahteraan manusia, perlu dilakukan penelitian mengenai kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru dalam memahami konsep-konsep biologi terutama ekosistem untuk mengetahui pemahaman mereka.
4
Dalam Kurikulum 2006 (KTSP) standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Selain hal tersebut, hal yang penting untuk dikembangkan pada diri siswa adalah kemampuan strategi dalam merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan masalah. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan dalam pembelajaran Biologi. “Pelajaran biologi di MTs berfungsi untuk membantu siswa memahami konsep biologi, mengembangkan sikap ilmiah, mengembangkan keterampilan proses, menerapkan konsep biologi dalam teknologi dan memahami keteraturan kehidupan mahluk hidup. Dengan memahami biologi diharapakan dapat menimbulkan rasa kagum dan cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pemahaman biologi secara umum dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup”.
Dalam KTSP dapat digambarkan bahwa pembelajaran sains berkaitan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Sains
di sekolah menengah pertama diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
5 diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Olehkarena itu,
pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran Sains adalah
memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam
bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan
mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan
sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar
merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Secara tertulis, dalam Standar Isi (BSNP, 2006) mata pelajaran Sains
bertujuan:
1. Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Memberikan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, prinsip dan
konsep sains serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
3. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan
kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah.
4. Meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan serta
sumber daya alam.
5. Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
6
Menurut Darajat (1995) pembelajaran terpadu yang menghubungkan antara ilmu pengetahuan umum dengan agama memiliki keuntungan, seperti tanggapan siswa tentang ilmu pengetahuan lebih utuh, dapat menyatukan pengertian tentang agama dan bahan pelajaran, dapat dirasakan manfaatnya bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai lembaga pendidikan berciri khas Islam, MTs tentunya menghendaki lingkungan yang bernuansa islam, maka pembelajarannnya pun akan melibatkan faktor agama Islam. Ciri khas madrasah lebih dari hanya sekedar penyajian mata pelajaran agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah tetapi yang lebih penting ialah perwujudan dari nilai-nilai keislaman di dalam totalitas kehidupan madrasah. Suasana lembaga madrasah yang melahirkan ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) Perwujudan nilai-nilai keislaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah; (2) Kedidupan moral yang beraktuaisasi, dan (3) Manajemen yang profesional, terbuka, dan berperan aktif dalam masyarakat (Tilaar, 2004).
7
Pembelajaran yang dilakukan dengan mengkaitkan antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum akan memberi dampak yang positif dalam arti lebih bermakna, bahkan akan lebih utuh diterima oleh siswa. Tafsir A (1999) menyatakan anggapan guru yang hanya berkepentingan pada bidang studinya, seperti guru IPA hanya bertanggungjawab pada kemampuan berpikir, sementara guru agama bertanggungjawab pada masalah keimanan menyebabkan kepribadian siswa terkotak-kotak. Proses belajar mengajar akan lebih berhasil bila siswa memiliki keingintahuan dan perhatian yang tinggi untuk mengetahui konsep dalam pembelajaran (Syamsuddin A, 1999). Di samping itu, situasi belajar yang diciptakan guru juga berperan sangat penting.
Menurut Piaget (Dahar, 1996) “struktur intelektual terbentuk pada waktu individu berinteraksi dengan lingkungannnya”. Siswa Madrasah yang berada dalam lingkungan masyarakat Islam tentunya memiliki pengetahuan tentang ajaran Islam yang memadai sesuai lingkungannnya. Pengetahuan agama banyak pula yang sejalan dengan konsep ekosistem, sehingga pengetahuan yang diperoleh dari interaksi sosial ini dapat dianggap sebagai pengetahuan awal siswa (Suroso, 2006)
8
antara materi yang disampaikan dengan tindakan sehari-hari/tingkah laku. Guru Madrasah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran pendidikan di Madrasah. Menurut Gage (Sumakdinata, 1997) perilaku guru dipandang sebagai “sumber pengaruh” sedangkan tingkah laku yang belajar sebagai “efek” dari berbagai proses, tingkah laku dan kegiatan interaktif. Para pakar menyatakan bahwa, “betapapun bagusnya kurikulum (official), hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan oleh guru dalam kelas “curriculum actual” (Sukmadinata, 1997). Kreatifitas guru dalam memilih dan melaksanakan berbagai pendekatan dan model pembelajaran, berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Jarolimek (Djahiri, 1995) bahwa “model pembelajaran yang digunakan guru berpengaruh terhadap kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan”.
9
masyarakat umumnya maupun oleh guru sendiri dalam mencapai profesionalisme guru.
Pelatihan adalah serangkaian kegiatan pendidikan yang mengutamakan perubahan pengetahuan, keterampilan dan peningkatan sikap seseorang dalam melaksanakan tugasnya (Depag, 1995). Disamping itu juga merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk dapat menguasai, mencari dan memiliki proses jenis informasi termasuk ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh dengan mudah, kapan dan dimana saja.
Sejalan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen semakin mengisyaratkan akan pentingnya tuntutan profesionalisme guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Morant (Sukmadinata ,1997) menyatakan kebutuhan profesional guru meliputi: kebutuhan induksi, kebutuhan ekstensi, kebutuhan penyegaran, dan kebutuhan konversi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sliming bersama dengan Litbang Depdiknas tahun 1998 terhadap guru biologi, siswa, instruktur dan pengawas menunjukkan bahwa sekitar 51% perilaku guru dalam pembelajaran didominasi dengan ceramah dan aktifitas lain yang tidak berhubungan dengan pembelajaran. Perilaku guru juga dalam pembelajaran dilaporkan 36% hanya pada belajar menerima (reception learning) serta 15% perilaku guru yang tidak dalam konteks pembelajaran (Wardiman, 1995)
10
konsep oleh siswa (Wallace & Mintzes, 1990; Lawson & Lawson, 1993;Kwen, 2006). Namun begitu, penelitian tentang pemahaman konsep oleh guru seakan-akan terlupakan, padahal seperti halnya siswa, guru dan calon guru juga memiliki konsepsi yang mungkin saja bertentangan dengan konsepsi para ilmuwan (Rustaman & Widodo, 2001). Kajian terhadap guru dalam pemahaman konsep sains juga perlu diberi perhatian mengingat pengajaran sains memerlukan guru yang mempunyai penguasaan konsep serta mampu mengajarkan penyelesaian masalah kepada siswa dalam belajar sains.
Pembelajaran Sains-Biologi bernuansa Pendidikan Nilai sangat penting dilksanakan di sekolah guna mencapai Tujuan Pendidikan Nasional dan mengatasi dekadensi moral yang terjadi pada masyarakat sekarang ini. Ini sumbangan pembelajaran bidang studi Sains-Biologi dalam pembangunan bangsa. Oleh karena Sains-Biologi merupakan ayat-ayat Allah yang tersebar di alam (Ayat Kauniah) yang ditemukan oleh manusia, maka perlu dilegalitaskan oleh ayat-ayat Allah dalam Kitab Suci (Ayat Kauliyah) sehingga kebenaran Sains tetap terpelihara (Suroso, 2009).
11
keseimbangan lingkungan sehingga mampu memperlihatkan sikap dan tindakan yang sesuai dengan nilai iman dan taqwa.
Keterlibatan manusia dalam mempengaruhi suatu Ekosistem dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang tak terkendali bisa menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem itu. Ketidakbijaksanaan manusia melibatkan diri dalam kancah kehidupan suatu ekosistem menimbulkan berbagai bencana alam, seperti : pencemaran lingkungan, berlubangnya lapisan ozon yang mengakibatkan kenaikan suhu global bumi, erosi dan ladang kritis/tandus, dan berbagai kerugian yang menimpa kehidupan manusia sendiri, karena semakin berkurangnya sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan (Suroso, 2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu : “Bagaimana kompetensi guru sains Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem?”.
Selanjutnya masalah utama ini diuraikan secara lebih khusus sebagai berikut : 1. Bagaimana kompetensi Profesional guru-guru sains (biologi) dalam pembelajaran
berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem?
2. Bagaimana Kompetensi Paedagogi Guru dalam hal:
12
b) Melakukan uji microteaching dalam pembelajaran berbasis imtaq pada konsep Ekosistem bagi perkembangan Sains dan Teknologi serta Perubahan pada Lingkungan dan Masyarakat?
c) Melaksanakan pembelajaran berbasis Imtaq yang dilakukan oleh guru-guru sains (biologi) mengenai konsep Ekosistem?
3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab kesulitan guru dalam pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan dalam berbagai hal dan untuk menghindari meluasnya masalah maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut : 1. Kompetensi professional dalam penelitian ini adalah hasil tes penguasaan konsep
ekosistem
2. Kompetensi pedagogik meliputi :
a. Perencanaan pembelajaran, dilihat dari silabus dan RPP yang dibuat oleh guru b. Pelaksanaan pembelajaran yang dilihat dari bagaimana guru melaksanakan
KBM yang dilaksanakan pada saat microteaching.
13
Dasar (KD) yang harus dicapai meliputi : Menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem, Mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman mahluk hidup dalam pelestarian ekosistem, Memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan dan Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan.
4. Subyek penelitian adalah guru-guru sains MTs di Kabupaten Kuningan Jawa Barat sebanyak 30 orang, yang mengikuti Diklat Di Tempat Kerja (DDTK) pada bulan Agustus tahun 2009.
5. Pembelajaran yang diberikan adalah pembelajaran berbasis imtaq pada konsep ekosistem yang bertujuan menjaga, mengatasi dan melestarikan lingkungan untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kompetensi guru-guru sains (biologi) Sekolah Madrasah Tsanawiyah dalam pembelajaran berbasis imtaq pada konsep Ekosistem yang meliputi kompetensi professional dan pedagogik. Secara rinci tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan :
14
2. Kemampuan guru-guru sains (biologi) Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam;
a) merencanakan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem atau penyusunan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran)
b)pelaksanaan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem yang dilihat dan diobservasi pada saat microteaching
3. Faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan guru dalam pembelajaran berbasis imtaq pada konsep ekosistem.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi guru-guru di MTs, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu proses
refleksi dan menilai kompetensi mereka sendiri dalam rangka pengembangan tenaga kependidikan yang lebih professional.
66 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dan
diinterpretasikan, kemudian dideskripsikan untuk menggambarkan kondisi yang
terjadi pada subjek penelitian. Menurut Azwar (1997) penelitian deskriptif
bertujuan menggambarkan secara sistematis dan akurat, fakta dan karakteristik
mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha
menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata
bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji
hipotesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi. Dalam penelitian
deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan karena tujuan
penelitian ini melukiskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi
(Furhan, 2005).
B.Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kuningan dengan uji coba
instrument dilaksanakan di Balai Diklat Keagamaan pada saat Diklat Guru Sains
yang dilakukan terhadap 58 orang guru M.Ts. Sedangkan subjek penelitian pada
penelitian ini adalah 30 (tiga puluh ) orang guru yang berada di kabupaten
Kuningan, guru MTSN ada 25 orang dan guru MTsSnya ada 5 orang, tapi kalau
67 Tabel 3.1. Profil MTs di Propinsi Jawa Barat tahun 2008
No. Kabupaten/Kota Status Sekolah Jumlah Sekolah
Negeri Swasta
1. Kota Bogor 5 201 206
2. Kota Depok 1 60 61
3. Kota Sukabumi 1 17 18
4. Kab. Sukabumi 3 153 156
5. Kab. Cianjur 5 83 88
6. Kota Cirebon 2 9 11
7. Kab. Cirebon 11 75 86
8. Kab. Indramayu 12 54 66
9. Kab. Majalengka 14 52 66
10. Kab. Kuningan 11 37 48
11. Kab. Subang 4 53 57
12. Kab. Purwakarta 3 29 32
13. Kab. Karawang 5 45 50
14. Kota. Bekasi 3 72 75
15. Kab. Bekasi 4 112 116
16. Kab.Ciamis 16 101 117
17. Kab. Tasikmalaya 11 128 139
18. Kota Tasikmalaya 2 32 34
18. Kab. Garut 5 159 164
19. Kab. Sumedang 5 34 39
20. Kota Bandung 2 36 38
21. Kab. Bandung 8 176 184
22. Kota Cimahi 1 10 11
23. Kota Banjar 2 7 9
68 Tabel 3.2. Rekapitulasi Data dilihat dari Status Guru dan Masa Kerja
Guru Sains Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Kuningan
Status Guru Masa Kerja (Tahun) PNS Masa Kerja (Tahun)
Non PNS
guru non PNS 30 % atau 9 orang, banyak guru PNS yang mengajar di sekolah
negeri dibandingkan mengajar di sekolah swasta. Masa kerja guru PNS
sebanyak 7 orang atau 33,3 % sudah lebih dari 10 tahun sedangkan guru
Non PNS yang lebih dari 10 tahun ada 2 orang atau 22,2 %, dengan demikian
bahwa pengalaman mengajar juga dapat mempengaruhi bagaimana kualitas
dan cara mengajar yang baik.
C.Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrument. Data
yang dibutuhkan adalah data yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian, sehingga instrumennya adalah:
69
Langkah penyusunan soal penguasaan konsep diawali dengan penyusunan
kisi-kisi, konsultasi dengan pembimbing dan uji coba. Kisi-kisi yang
disusun mencakup sub konsep, indikator dan sub indikator.
2. Rubrik penilaian untuk menilai RPP dan lembar observasi untuk menilai
pelaksanaan KBM materi ekosistem berbasis Imtaq.Rubrik penilaian
digunakan untuk menjaring informasi secara langsung mengenai
kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran berdasarkan
penyusunan RPP dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran
melalui KBM di microteaching.
3. Angket
Digunakan untuk mengetahui profil guru dan data individu guru tersebut.
4. Studi Dokumentasi
Digunakan untuk menambahkan informasi yang didapatkan di lapangan.
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrument,
yaitu :
(1)Tes Kompetensi Profesional pada Pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep
ekosistem
Kisi-kisi yang disusun mencakup sub konsep, indikator, sub indikator
dan jenjang kognisi. Aspek yang telah ditelaah meliputi kesesuaian indikator
dengan butir soal, aspek bahasa dan materi.Instrumen yang akan digunakan untuk
penelitian, sebelumnya dikonsultasikan kepada pembimbing dan beberapa dosen
yang lain. Sebelum digunakan dalam penelitian seperangkat soal diuji coba
70
pembeda dan tingkat kesukaran soal. Pada tabel 3.4. disajikan kisi-kisi soal hasil
uji coba. Pada penelitian ini penulis membuat 97 butir soal untuk diuji.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Tes Objektif Sebelum Uji Validasi dan Uji Reliabitas
No Kompetensi Dasar No. Soal Jumlah
Mengaplikasikan peran
71 Tabel 3.4. Kisi-kisi Soal Tes Objektif Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas
1
2
3
4 6
8
! 9
" 11
# $ 13
% 14
15
16
18
19
31
32
! 33
" 34
72
% 36
& 39
41
' 43
48
50
53
! 55
" 56
# % 62
67 70
71
72
73
76
78
! 83
" # 84
94
% 95
96
73 a. Validitas Butir Soal
Sebuah alat ukur yang baik harus memiliki kesahihan yang baik. Soal
tersebut dikatakan valid jika mempunyai dukungan yang besar terhadap skor
total, karena akan menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah
(Arikunto, 2003). Jadi, suatu alat ukur dikatakan valid apabila alat tersebut
mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengukuran validitas butir soal pada
penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka
kasar, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
rxy =
X : Nilai suatu butir soal (skor tiap butir soal)
Y : Nilai soal (skor total)
Adapun koefisien dari validitas butir soal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.5. KOEFISIEN VALIDITAS BUTIR SOAL
74
Hasil Uji Validasi; Soal yang Valid:
Tabel 3.6. HASIL VALIDITAS BUTIR SOAL
Rentang Keterangan Jumlah Soal Pesentase (%)
0,6 < rxy < 0,80 Tinggi 1 2,38
0,4 < rxy < 0,60 Cukup 20 47,62
0,2 < rxy < 0,40 Rendah 21 50,00
Jumlah 42 100
Sumber : Lampiran 2
Kesimpulannya pada tabel 3.7. ini dapat dilihat bahwa distribusi soal
yang valid dan digunakan untuk uji kompetensi pada guru adalah 1 (satu) soal
memiliki validitas tinggi, 20 (dua puluh) soal memiliki validitas cukup dan 21
(dua puluh satu) soal memiliki validitas rendah. Distribusi soal seperti ini masih
layak digunakan untuk uji kompetensi.
b). Reliabilitas
Reliabilitas adalah taraf kepercayaan suatu soal, apakah soal
memberikan hasil yang tetap atau berubah-ubah (Arikunto, 2003). Jadi
reliabilitas harus mampu menghasilkan informasi yang sebenarnya. Untuk
mengukur reliabilitas digunakan rumus:
r11
=
n S2 - ∑pq
n - 1 S2
75
Keterangan:
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p : Proposisi subjek yang menjawab item dengan benar q : Proposisi subjek yang menjawab dengan salah (q=1-1)
∑pq: jumlah hasil perkalian antara p dan q
n : Jumlah item
S : standar deviasi dari tes
Nilai Reliabilitas yang diperoleh adalah 0.91 (r11), hal tersebut
menunjukkan bahwa soal tersebut sangat tinggi realibilitasnya sehingga layak
digunakan untuk penelitian.
c). Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa
yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan
rendah (Arikunto, 2001). Rumus yang digunakan untuk melihat daya pembeda
adalah:
Keterangan:
D : indeks daya pembeda
JA : jumlah peserta kelompok atas
JB : jumlah peserta kelompok bawah
BA : jumlah peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB : jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
D =
BA
_ BB
76
Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7. KLASIFIKASI DAYA PEMBEDA
Rentang Keterangan
0,00 – 0,20 Jelek
0,20 – 0,40 Cukup
0,40 – 0,70 Baik
0,70 – 1,00 Baik sekali.
(Sumber: Arikunto, 2003)
Tabel 3.8. HASIL KLASIFIKASI DAYA PEMBEDA
Rentang Keterangan Jumlah Soal Pesentase (%)
0,20 – 0,40 Cukup 22 52,38
0,40 – 0,70 Baik 18 42,46
0,70 – 1,00 Baik sekali. 2 4,76
Jumlah 42 100
Sumber : Lampiran 3
Kesimpulannya pada tabel 3.9. ini dapat dilihat bahwa klasifikasi daya
pembeda soal yang dapat digunakan untuk uji kompetensi pada guru adalah 2
(dua) soal memiliki daya pembeda baik sekali atau 4,76 %, ada 18 (delapan
belas) soal memiliki daya pembeda baik atau 42,46% dan 22 (dua puluh dua)
soal memiliki daya pembeda cukup atau 52,38 %. Distribusi soal seperti ini
77 d). Tingkat Kesukaran
Tujuan dari pengujian tingkat kesukaran adalah untuk mengetahui
apakah soal tersebut termasuk kategori mudah dan tidak terlalu sukar
(Arikunto, 2003). Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat kesukaran
soal adalah sebagai berikut:
P : Indeks tingkat kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Indeks yang digunakan pada tingkat kesukaran ini dapat dilihat pada
Tabel 3.10. HASIL INDEKS TINGKAT KESUKARAN
Rentang Keterangan Jumlah Soal Presentase
78
Kesimpulannya pada tabel 3.11. ini dapat dilihat bahwa hasil indeks
tingkat kesukaran soal dapat digunakan untuk uji kompetensi pada guru adalah 11
(sebelas) soal memiliki tingkat kesukaran mudah atau 26,19 %, ada 25 (dua pulh
lima) soal memiliki tingkat kesukaran sedang atau 59,52 % dan 6 (enam) soal
memiliki tingkat kesukaran sukar. Distribusi soal seperti ini masih layak
digunakan untuk uji kompetensi.
(2) Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk menjaring informasi mengenai
penelitian ini. Informasi yang dijaring adalah:
• Perencanaan Pembelajaran, dalam hal ini peneliti mengobservasi bagaimana
guru menurunkan Silabus dan RPP serta menelaah hasil penyusunan tersebut
(dokumen Silabus dan RPP)
• Pelaksanaan Pembelajaran, dalam hal ini peneliti mengobservasi bagaimana
pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan didasarkan pada RPP yang telah
dibuat. Pelaksanaan Pembelajaran yang diobservasi dari mikroteaching dan
pembelajaran di kelas.
• Evaluasi pembelajaran, dalam hal ini peneliti mengobservasi cara penyusunan
instrumen evaluasi pembelajaran dan menelaahan dokumennya.
(3) Angket
Angket digunakan untuk mengetahui profil dan data individu guru yang
79
konsep-konsep pada mata pelajaran biologi. Data yang berhasil dikumpulkan dari
angket tersebut selanjutnya dianalisis dengan harapan dapat melengkapi dan
memperkuat analisis data yang berasal dari jawaban soal-soal pemahaman konsep.
(4) Studi Dokumentasi
Informasi, data yang diperlukan dalam penelitian ini juga kami peroleh
dari studi dokumentasi. Sebelum penelitian lapangan, peneliti telah melakukan
telaah terhadap buku /literatur, majalah, jurnal, hasil seminar, artikel baik yang
tersedia dalam media on-line (internet) maupun yang ada dalam perpustakaan.
D.Prosedur Penelitian
a. Fase Desain Penelitian
Pada fase ini peneliti merancang dan menyusun instrumen yang
diperlukan untuk menjaring data yang diperlukan.
b. Fase Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data menggunakan berbagai
bentuk intrumen yang telah disiapkan sebelumnya. Instrumen yang
digunakan disesuaikan dengan bentuk informasi yang diperlukan.
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
80 test di uji validiras dan reliabilitas- nya)
Test tertulis pada 30 orang guru Sains yang dipilih di
Kabupaten Kuningan
Angket Tanggapan guru tentang
konsep-konsep pada mata pelajaran Biologi
Soal untuk uji kompetensi profesional disusun berdasarkan kisi-kisi.
Semula soal bejumlah 104 soal, setela uji validitas, reliabilitas, daya beda
dan tingkat kesukaran, maka diperoleh 97 soal yang siap untuk uji
kompetensi profesional guru pada konsep Ekosistem di Kabupaten
Kuningan.
30 orang Guru menyusun RPP dengan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem, selanjutnya RPP dinilai.
Pengujian KBM pada microteaching
81
c. Fase Analisis Data
Data hasil penelitian yang berupa data penguasaan konsep guru pada
konsep ekosistem, lembar observasi, dan hasil wawancara kemudian
dianalisis dan diinterpretasikan.
d. Fase Perbandingan Literatur
Pada tahap ini peneliti melakukan kajian terhadap berbagai literatur
yang terkait. Hasil pengkajian dari tiap literatur yang terkait diharapkan
dapat memberikan penjelasan lebih mendalam terhadap pembahasan yang
82
E.Alur Penelitian
Identifikasi jumlah populasi guru IPA di Propinsi Jawa Barat Kabupaten Kuningan
Analisis Standar Isi Mata Pelajaran SMP/MTs yang mengandung SK dan KD konsep ekosistem
Analisis Konsep Bahan Kajian Tahap Persiapan
Penyusunan instrumen Penelitian : tes, angket dan lembar observasi & lubrik penilaian RPP
Uji coba instrumen
Analisis hasil Uji coba instrumen
Revisi Instrumen
Tahap Pengumpulan Data
Instrumen jadi
Pelaksanaan Tes
Angket Lembar Observasi
Analisis Data
Temuan dan Pembahasan
83
F. Teknik Analisis data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a) Data Test Penguasaan Konsep
Melalui soal tes objektif konsep ekosistem didapatkan skor
penguasaan konsep guru. Dari skor yang diperoleh tersebut, dilakukan
pengelompokan guru dalam tiga kelompok yaitu kelompok atas, tengah dan
bawah. Pengelompokan dikemukakan oleh Arikunto (2003), penentuan
kelompok tersesbut:
Tabel 3.11. SKOR PENGUASAAN KONSEP
Kualifikasi Skor (y)
Kelompok Atas y≥X+S
Kelompok Tengah X-S≥y≥X+S
Kelompok Bawah y≤X-S
(Arikunto, 2003)
Keterangan :
1. X Rerata skor kelompok
2. S Simpangan baku
b) Analisis Data Kompetensi Pedagogik
Penilaian penguasaan wawasan pada kompetensi pedagogik, yang
meliputi penguasaan terhadap tugas perkembangan pembelajaran pada siswa
84
Kriteria Penilaian Wawasan Kompetensi Pedagogik adalah:
Tabel 3.12. Penilaian Wawasan Kompetensi Pedagogik
Skor yang didapat Penafsiran
81-100 Baik sekali
66-80 Baik
56-65 Cukup
41-55 Kurang
0-40 Gagal
(Daryanto, 2001 :211)
c) Analisis Data Lembar Observasi
Penilaian kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran
berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan kemampuan guru
dalam melaksanakan pembelajaran melalui kinerja guru di dalam kelas
diberikan berdasarkan indikator yang telah ditentukan pada instrument
penilaian, setiap indikator yang terpenuhi memiliki skor dengan skala 1-4. Skor
yang terkumpul dari setiap responden diambil rata-rata nya dan ditentukan
persentasenya kemudian diinterpretasikan kedalam suatu kategori.
Acuan yang digunakan untuk menginterpretasikan skor guru tersebut
adalah untuk menilai kriteria Penilaian Silabus dan RPP serta Kriteria
Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran, dengan adanya penilaian ini dapat
85
yang dari mulai merencanakan sampai pada pelaksanaan pembelajaran tersebut
maka skor tafsiran tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.13. Tafsiran Jumlah Skor pada Kriteria Penilaian Silabus dan RPP
Skor yang didapat Penafsiran
81-100 Baik sekali
66-80 Baik
56-65 Cukup
41-55 Kurang
0-40 Gagal
(Daryanto, 2001 :211)
d) Analisis Data Angket dan Dokumentasi
Angket ini digunakan untuk mengetahui profil dan data individu guru
yang berkenaan dengan tugas mengajar sehari-hari, serta tanggapan guru
terhadap pembelajaran berbasis imtaq pada materi ekosistem. Dokumentasi
untuk dapat memberikan gambaran yang nyata pada penelitian ini. Data yang
diperoleh dari angket dan dokumentasi dianalisis sebagai informasi pendukung
yang dapat menggambarkan kompetensi guru Sains, karena dalam penelitian
ini uji yang diteliti adalah uji profesional dan pedagogi. Data tersebut
melengkapi dan memperkuat data-data yang diperoleh dari instrument lain,
86 G. Definisi Operasional
1. Kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam
menguasai konsep ekosistem (penguasaan konsep) yang diperoleh melalui
tes obyektif pilihan ganda.
2. Kompetensi pedagogik berdasarkan kemampuan guru dalam:
a) pengelolaan pembelajaran melalui penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan,
b) melaksanakan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem
dengan cara pengamatan kinerja guru dalam KBM melalui
microteaching.
3. Pembelajaran berbasis imtaq, merupakan pembelajaran yang
109 BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya. maka dapat disimpulkan bahwa:
Pertama, kompetensi profesional guru biologi di kabupaten Kuningan
dalam pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem secara umum berada
pada kemampuan rata-rata baik . Untuk hal tersebut ada indikasi bahwa
disebabkan faktor pengalaman yang tinggi ditunjang dengan faktor pemahaman
yang tinggi, sehingga khusus untuk pokok bahasan ekosistem kemampuan
profesional guru cukup mengusai untuk diberikan pada siswa. Latar belakang
pendidikan, masa kerja dan pengalaman mengajar mempunyai pengaruh cukup
besar untuk kompetensi profesional. Dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh
dari hasil uji kompetensi , dengan nilai rata-rata lebih dari 65. Hal tersebut
menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan, masa kerja dan pengalaman
mengajar Biologi memberikan kontribusi pada penguasaan materi.Hanya dapat
diidentifikasi bahwa penguasaan materi pada pembelajaran berbasis imtaq untuk
konsep ekosistem masih terbatas, terutama jika materi dikaitkan dengan nilai-nilai
Imtaq.
Kedua, berdasarkan hasil kompetensi pedagogik guru biologi di kabupaten
Kuningan dalam pembelajaran ekosistem berbasis Imtaq, berupa nilai kemampuan
merencanakan pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran, berdasarkan lembar
110 pembelajaran, dapat juga diketahui guru mempunyai kemampuan cukup baik
dalam hal penulisan kolom identitas pada RPP. Selanjutnya Guru mempunyai
kemampuan baik dalam hal merumuskan tujuan pembelajaran. Tetapi guru
mempunyai kemampuan yang kurang dalam hal mengidentifikasi materi ajar.
Merencanakan itu dibuat berulang setiap tahun sehingga perbaikan mereka
peroleh dari pengalaman yang berulang. Tuntutan akreditasi sekolah dan
sertifikasi menuntut mereka membuat perencanaan sesuai standar dan juga
menuntut mereka memahami tentang esensi pemuatan perencanaan pembelajaran.
Beberapa aspek yang dinilai perlu ditingkatkan dalam hal kemampuan
guru merencanakan pembelajaran, yaitu kemampuan mengidentifikasi standar isi,
kemampuan merumuskan langkah-langkah pembelajaran dan kemampuan
menyusun kriteria penilaian. Selanjutnya dalam kemampuan melaksanakan
pembelajaran, hasil observasi di microteaching cukup memadai, cukup memadai
dalam melaksanakan pembelajaran. Kompetensi paedagogi yang diuraikan
tersebut menunjukkan bahwa kompetensi paedagogi yang dimiliki guru-guru
kabupaten Kuningan pada pembelajaran berbasis Imtaq konsep Ekosistem
rata-rata cukup menguasai. Hal tersebut ditunjang oleh pengalaman mengajar yang
cukup lama, pelatihan yang diperoleh banyak terkait dengan kemampuan
paedagogi dan profesional serta adanya dorongan internal dari guru cukup tinggi
untuk mengembangkan dirinya. Hasil observasi pada mikroteaching dan
pelaksanaan pembelajaran diperoleh gambaran bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kompetensi profesional dan kompetensi paedagogi guru, yaitu;
111 berbasis imtaq dan keterampilan guru dalam merencanakan pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan siswa yang dikaitkan dengan nilai-nilai Imtaq-nya.
Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi guru adalah:
a. Penguasaan materi berbasis Imtaq
b. Pemahaman guru terhadap siswa dikaitkan dengan nilai-nilai Imtaq yang harus
dimiliki siswa
c. Pemahaman dan keterampilan guru dalam menuangkan perencanaan
pembelajaran berbasis Imtaq
d. Penguasaan guru dalam pengelolaan kelas
e. Penguasaan guru terhadap berbagai metode dan media pembelajaran
f. Penguasaan guru dalam merencanakan dan membuat penilaian hasil belajar
siswa
B. Keterbatasan
Peneliti menyadari penelitian ini belum sempurna, sebab walaupun
penelitian ini telah dilakukan secara optimal dengan menekan seminimal mungkin
bias yang terjadi namun faktor kesalahan manusia tidak dapat dihindari.
Ketidaksempumaan penelitian mi nampak dan beberapa hal yaitu:
1. Sikap Responden. Kejujuran, keseriusan dan keterbukaan responden dalarn
mengisi kuesioner dan menjawab soal tidak dapat dihindari bias dan kesalahan
manusiawi. Hal ini disebabkan adanya anggapan dari responden bahwa
kinerjanya sedang dinilai sehingga mereka cenderung menampilkan sisi baik
112
2. Jumlah subjek penelitian. Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian
hanya benjumlah 30 responden dan ini sangat terbatas. Kendati pun jumlah ini
telah memenuhi persyaratan dalam melakukan penelitian, namun subjek dalam
jumlah kecil tidak bisa memberikan suatu gambaran lengkap tentang kondisi
sebenarnya.
C. Saran
Sejalan dengan temuan dalam penelitian mi, beberapa hal yang
direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut :
1. Kepada Guru-guru Biologi
Hendaknya dapat lebih aktif meningkatkan kompetensi dalam rangka
pengembangan tenaga kependidikan yang lebih profesional, khususnya dalam
penguasaan materi berbasis Imtaq.
a. Hendaknya menerapkan pola pengajaran pada kelas yang berbeda-beda
untuk memaksimalkan kompetensi yang dimilikinya serta dapat lebih
memahami karakteristik anak didik dikaitkan dengan nilai-nilai Imtaq yang
harus dimilikinya.
b. Dapat memaksimalkan sarana pendidikan yang terdapat di sekolah maupun
di daerah (Balai Diklat Keagamaan, LPMP. MGMP) untuk perbaikan
kualitas pembelajaran.
c. Hendaknya mewaspadai konsepsi-konsepsi yang mereka miliki, dimana
penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu proses refleksi diri.
113
a. Peningkatan penguasaan materi ajar berbasis Imtaq melalui
kegiatan-kegiatan seminar,pelatihan dan kegiatan-kegiatan lainnya.
b. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai suatu bahan kajian dalam
menetapkan program materi pelatihan dan pengajaran berbasis Imtaq yang
berdasar pada kebutuhan guru di lapangan.
3. Kepada Dinas Pendidikan dan Lembaga terkait
Kualifikasi dan latar belakang pendidikan seorang guru hendaknya
menjadi perhatian pihak Dinas Pendidikan dan lembaga terkait untuk lebih
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di kabupaten kuningan.
4. Kepala Kanwil Kementrian Agama
Pendidikan seorang guru hendaknya menjadi perhatian pihak kantor
wilayah kementrian agama untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikan khususnya di kabupaten kuningan dan umumnya di wilayah kerja
kementrian agama Propinsi Jawa Barat, karena dengan adanya guru yang
sesuai dengan mata pelajarannya dan mempunyai kemampuan dalam imtaq
akan lebih baik dalam memberikan pembelajaran di madrasah.
Penguasaan materi berbasis Imtaq hendaknya menjadi perhatian
bersama, terlebih bagi guru madrasah/guru yang ada dalam pembinaan
departemen Agama. Penguasaan materi berbasis Imtaq akan memberikan
dampak yang baik bagi perkembangan moral siswa di madrasah, selain
kecerdasan Intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual dapat
114
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning Teaching
and Assesing. New York : Addison Wesley longman, Inc.
Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Akhwan,M. (2008). Pengembangan Madrasah Sebagai Pendidikan Untuk Semua. Jurnal Pendidikan Islam El Tarbawi. Jogyakarta.
Azizoglu, N., Alkan, M & Geban, O. (2006). Undergraduate Pre-Service
Teachers’ Understanding and Misconception of Phase Equilibrium.
Journal of Chemical Education, 83.(6).947-953.
Berg, v.d.E. (1991). Miskonsepsi Siswa dan Remediasi. Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.
Budiastra. (2007). Hasil evaluasi sebagai bahan untuk menyusunan
Pembelajaran. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Republik Indonesia.
Dahar,RW. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Darajat Zakiah, (1995). Metode Khusus Pengajaran Agama slam. Jakarta. Bumi Aksara.
Daryanto. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Depag….., (1989). Al Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya. Mahkota.
Depag….., (1995). Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Departemen Agama Repubrik Indonesia.
Darajat. (1995). Pembinaan Akhlak Siswa-siswi Madrasah, Jurusan Pendidikan
Agama. Islam Fakultas tarbiyah UIN Sunan kalijaga. Yogyakarta.
Djahiri, A. Kosasih. (1995). Dasar-dasar Umum Metodologi dan Pengajaran
Nilai-Moral PVCT. Bandung: Laboratorium Pengajaran PMP IKIP
115
Fitriyani. (2007). Peningkatan Kualitas Pembelajaran MIPA pada Pendidikan
Khusus dalam Asian Physics Symposium (APS). Bandung
Furhan, A.(2005). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hamalik,O. (2000). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hasan, S. et al. (1999). Misconception and the Certainty of Response Index (CRI).
Journal Physics Education, 34(5):294-299.
Hasan Langgulung.(1998). Strategi Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan
Kualitas Sumber Daya .Bandung: Grafindo Media Pratama.
Harahap, B.(1983). Supervisi Pendidikan Yang Dilaksanakan Oleh Guru, Kepala
Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta. Damai Jaya.
Husni Rahim.(2007). Belajar tiada henti : Karakteristik Madrasah
http://husnirahim.blogspot.com/2007/12/karakteristik-madrasah-husni-rahim.html
Ibayati.(2000).Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Univ. Pendidikan Indonesia.
Bandung
Idris, Z. (1981). Dasar-dasar Kependidikan. Padang : Angkasa Raya.
Kam-Wah & Lee, L. (1999). A.Comparison of University Lecturers’ and
Perservice Teachers Understanding af a Chemical Reaction at the Particulat Level. Journal of Chemical Education, 76 (7).1008-1012.
Kikas, E. (2004). Teachers Conception and Misconception Concerning Three
Natural Phenomena. Journal of Reseeach in Science
Teaching.41(5).432-448.
Kurniawati, L (2000). Konsepsi Siswa Madrasah Aliyah Tentang Sistem
Reproduksi Manusia. Tesis. PPS UPI Bandung.
Kruse dan Reohrig. (2005). Kontrol Mutu Hasil
116
Kwen (2006). COOPERATIVE LEARNING: Studi Deskriptif pada Mata Kuliah
Strategi Belajar Mengajar di Jurusan PMPKN.UPI. Bandung
Maemunah, S & Lewin, K.M. (1993). Insight Into Science Education : Planning andPolicy Priorities In Malaysia. Laporan Kajian Bersama Kemetrian
Pendidikan Malaysia dan Internasional Institute for Educational Planning, UNESCO.Paris: IIPP’s Printshop.
Makmun, SA. (1999). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran
Modul. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Muammer, C. & Alipasa, A. (2005). A Comparison of Level of Understanding of Eight-Grade Students and Science Student Teachers Related to Selected Chemistr Concepts. Journal of Research in Science Teaching, 42. (6). 638-667.
Muhibbin Syah, (1999). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Nurhasanah. (1993).Makalah Hasil Penelitian dalam Karya Ilmiah Pada Guru
Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta.
Purnamasari, (2001). Identifikasi Kesalahan dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi SMU Kelas III Pada Konsep Sel Serta Pengaruhnya Terhadap Pemahaman Siswa. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Redjeki, S. (2006). Tuntutan Profesionalisme Guru Sains Berkaitan dengan
Pemberlakuan Kurikulum 2006. Makalah diseminarkan pada Seminar
Nasional Pendidikan IPA III. SPS UPI. Bandung.
Rustaman, N.Y. & Widodo, A. (2001). Konsepsi Calon Guru Biologi Tentang IPA, Belajar dan Mengajar. Jurnal Pengajaran MIPA. FPMIPA-UPI
Sanusi, A.(1999). Pemikiran Ulang Mengembangkan Pendidikan Nilai
berdasarkan Imtaq. Makalah Sosialisasi Kurikulum 1994 untuk Kepala
Madrasah se Jawa Barat. FKIP UNINUS. Maret 1999.
Sitompul,A. (2007). Kompetensi Guru Biologi Sekolah Menengah Atas Dalam
117
Suderajat, H. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung : CV. Cipta Cekas Grafika.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Sukmadinata, N.Sy. (1997). Pengembagan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung. Rosdakarya.
Sunaryo. (2006). Penelitian dan Pengembangan serta Menerapkan Hasil
Pembelajaran. Bandung. Angkasa
Suryadi, A & Mulyana, W. (1993). Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan
Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta : Cardimas Metropole.
Sutisna,O.(1985). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis Untuk Praktek
Profesional. Bandung: Angkasa.
Shulman. (1987).Pendekatan Expertise dlm Bantek.Pusat Kurikulum - Balitbang
Depdiknas / www.puskur.net.
Tafsir, A. (1999b). Pengembangan Wawasan Pendidikan Agama Islam di
Madrasah Aliyah. Makalah disampaikan pada Workshop dan Sosialisasi
Kurikulum Madrasah Aliyah 1994 Bagi Kepala Madrasah di Jawa Barat. Tanggal 20 Maret 1999.
Tilaar. 2004. Pradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tn (1998). Menuju Sains Prenatal : Majalah Inovasi Edukatif. Volume VI.1998.
Wahyudi. (2002). Tinjauan Aspek Budaya pada Pembelajaran IPA : Pentingnya
kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal. Tersedia : http//www.depdiknas.go.id/jurnal/43/wahyudi.html
Wallace, J.D & Mintzes, J.J. (1990). The Concept Map As A Research Tool: Exploring Coceptual In Biology. Journal of Research In Science. 27 (10): 1033-1052
Wardiman D., (1995). Nilai-nilai Agama dalam Pendidikan; Tinjauan
Implementasi Inovasi Edukatif. Majalah Mahasiswa IKIP Bandung. Edisi
118
Widodo, A (2006). Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA-UPI.
Yudianto, S.A. (2006). Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai. Bandung: Mughni Sejahtera.
Yudianto, S.A. (2009). Dimensi Pendidikan Nilai Dalam Model-model Sains –
Biologi Untuk Pembelajaran Manusia. Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Yudianto, S.A.,Y. Saeful Hidayat dan Dwi Kustianti (1998). Biologi Bernuansa
Islam Dengan Pendekatan Keterampilan Proses. Buku Pegangan Guru