• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LAB TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI GERAK PADA TUMBUHAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LAB TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI GERAK PADA TUMBUHAN."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LAB TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH

SISWA SMP PADA MATERI GERAK PADA TUMBUHAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Nindya Sekar Mayuri 0907280

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

NINDYA SEKAR MAYURI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LAB TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH

SISWA SMP PADA MATERI GERAK PADA TUMBUHAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr.Hj.Sri Anggraeni, M.Si. NIP. 19580126 198703 2 001

Pembimbing II,

Kusnadi, S.Pd.M.Si. NIP. 19680509 199403 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

(3)

Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Lab terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains dan Sikap Ilmiah Siswa SMP pada Materi Gerak

pada Tumbuhan

Oleh

Nindya Sekar Mayuri

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Nindya Sekar Mayuri 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(4)

Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Lab Terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Dan Sikap Ilmiah Siswa SMP Pada Materi

Gerak Pada Tumbuhan

ABSTRAK

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran inquiry lab dan pengaruhnya terhadap kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa telah dilakukan di salah satu SMP Negeri di kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inquiry lab dalam meningkatkan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP kelas VIII pada materi gerak pada tumbuhan. Desain penelitian yang digunakan adalah Nonrandomized Control Group, Pretest-Posttest Design. Teknik pengambilan sampling dengan cara Purposive Sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data pretest, posttest, N-gain kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa serta persentase keterlaksanaan sintaks model pembelajaran inquiry lab. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara N-gain kelas kontrol (0,27) termasuk kategori rendah dengan kelas eksperimen (0,44) termasuk kategori sedang. Capaian kemampuan literasi sains pada tiap indikator di kelas eksperimen berdasarkan nilai N-gain adalah mengidentifikasi permasalahan ilmiah (0,32), menjelaskan fenomena ilmiah (0,43) dan menggunakan bukti ilmiah (0,57). Nilai posttest sikap ilmiah antara kelas kontrol dan eksperimen berbeda signifikan. Perbedaan terlihat dari nilai N-gain antara kontrol (0,25) termasuk kategori rendah dan eksperimen (0,32) termasuk kategori sedang dan capaian indikator sikap ilmiah dari rata-rata nilai posttest pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

(5)

The Effect of Inquiry Lab Model to Incresae Student’s Scientific Literacy and Scientific Attitude at Junior High School in Movement of Plant Concept

ABSTRACT

This study was conducted to examine the effect of inquiry lab toward increase student’s scientific literacy and scientific attitude at junior high school. Design of this study was Nonrandomized Control Group, Pretest-Posttest Design with Purposive Sampling. Data was collected in this study through pretest, posttest, and N-gain student’s scientific literacy and scientific attitude. The results showed that there were significantly differences in student’s scientific literacy and scientific attitude between experimental group and control group. N-gain of scientific literacy in control group was 0,27 (low) and in experimental group was 0,44 (moderate), whereas N-gain of scientific attitude in control group was 0,25 (low) and experimental group 0,32 (moderate). Achievement of student’s scientific literacy and scientific attitude in each indicator at experimental group were higher than control group. Thus, this study indicated that inquiry lab is able to increase junior high school’s scientific literacy and scientific attitude.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Asumsi Penelitian ... 7

G. Hipotesis Penelitian ... 7

BAB II. KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI GERAK PADA TUMBUHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LAB ... 8

A. Literasi Sains ... 8

B. Sikap Ilmiah Siswa ... 12

C. Inquiry ... 14

D. Pengukuran Literasi Sains dan Sikap Ilmiah serta Hubungannya dengan Inquiry Lab ... 20

E. Tinjauan Materi Gerak pada Tumbuhan ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Definisi Operasional... 28

B. Metode Penelitian... 29

C. Desain Penelitian ... 29

D. Populasi dan Sampel ... 30

E. Lokasi Penelitian ... 30

(7)

G. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 31

H. Pengolahan Data... 37

I. Prosedur Penelitian ... 40

J. Alur Penelitian ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Keterlaksanaan sintaks model pembelajaran inquiry lab ... 43

B. Kemampuan literasi sains siswa... 46

C. Sikap ilmiah siswa ... 57

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Rekomendasi ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kompetensi ilmiah PISA 2006……… 12

2.2 Aspek sikap dalam PISA 2006………. 14

2.3 Perbedaan jenis inquiry pada level inquiry lab……… 17

2.4 Indikator Inquiry yang termasuk ke dalam indikator literasi sains……….. 21

2.5 Indikator PISA dan SAI II serta irisan diantara keduanya……... 24

2.6 Karakteristik materi gerak pada tumbuhan……… 25

2.7 Deskripsi materi gerak pada tumbuhan……… 25

3.1 Desain penelitian yang digunakan………... 29

3.2 Kisi-kisi instrumen penilaian literasi sains………... 31

3.3 Interpretasi koefisien korelasi………. 32

3.4 Interpretasi koefisien realibilitas……… 32

3.5 Klasifikasi daya pembeda………. 33

3.6 Klasifikasi indeks kesukaran………... 33

3.7 Rekapitulasi analisis butir soal kemampuan literasi sains siswa.. 34

3.8 Kisi-kisi kuesioner sikap ilmiah………. 35

3.9 Rekapitulasi analisis butir soal kuesioner sikap ilmiah………… 36

3.10 Kriteria keterlaksanaan model pembelajaran………... 38

3.11 Kriteria N-gain………. 40

3.12 Cara pemberian skor kuesioner sikap ilmiah……… 40

4.1 Keterlaksanaan tahapan pembelajaran Inquiry lab pada kelas eksperimen……… 44

4.2 Kemampuan literasi sains siswa kelas kontrol dan eksperimen... 46

(9)

kelas kontrol dan eksperimen………... 48

4.4 Rekapitulasi uji statistika data N-gain literasi sains siswa pada

kelas kontrol dan eksperimen………... 51

4.5 Sikap ilmiah siswa kelas kontrol dan eksperimen……… 57

4.6 Rekapitulasi uji statistika data pretest sikap ilmiah siswa pada

kelas kontrol dan eksperimen………... 59

4.7 Rekapitulasi uji statistika data posttest sikap ilmiah siswa pada

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka science assesment PISA 2006……… 10

2.2 Hirarki pembelajaran inquiry serta hirarki pengalaman intelektual

dan sumber pengontrolan pada masing-masing level………... 16

2.3 Time-lapse gravitropisme positif pada akar (a). Time-lapse

gravitropisme negatif pada pucuk (b)………... 26

2.4 Model penyebaran auksin selama proses gravitropisme pada akar….. 27

3.1 Alur penelitian……… 42

4.1 Nilai pretest dan posttest kemampuan literasi sains siswa pada kelas

kontrol dan eksperimen……… 47

4.2 Grafik persentase kategori N-gain literasi sains siswa pada kelas

kontrol dan eksperimen……… 50

4.3 Grafik perbedaan rata-rata N-gain literasi sains pada kelas kontrol

dan eksperimen………. 52

4.4 Grafik capaian tiap indikator literasi sains siswa pada kelas kontrol

dan eksperimen………. 53

4.5 Jawaban siswa dalam mengidentifikasi variabel-variabel penelitian... 54

4.6 Hasil jawaban siswa dalam membuat prediksi………. 55

4.7 Tabel, grafik, dan hasil generalisasi yang dilakukan oleh siswa…….. 56

4.8 Grafik nilai pretest dan posttest sikap ilmiah siswa pada kelas

kontrol dan eksperimen……… 58

4.9 Rata-rata nilai N-gain sikap ilmiah pada kelas kontrol dan

(11)

4.10 Grafik capaian tiap indikator sikap ilmiah siswa pada kelas kontrol

dan eksperimen……… 62

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas eksperimen…... 74

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas kontrol……….. 78

A.3 LKS praktikum geotropisme……….. 80

B.1 Instrumen kemampuan literasi sains dan kuesioner sikap ilmiah. 87 B.2 Indikator kemampuan literasi sains………... 96

B.3 Indikator sikap ilmiah……… 105

B.4 Lembar observasi sintaks model pembelajaran inquiry lab……... 107

C.1 Rekapitulasi hasil analisis butir soal literasi sains………. 108

C.2 Rekapitulasi hasil analisis butir soal sikap ilmiah………. 109

C.3 Analisis ujicoba soal menggunakan ANATES4……… 110

D.1 Analisis rekapitulasi data hasil penelitian ……… 128

D.2 Uji statistika menggunakan softwere SPSS versi 16.00………… 136

E.1 Hasil LKS praktikum geotropisme siswa……….. 141

E.2 Hasil observasi keterlaksanaan sintaks model pembelajaran inquiry lab……….. 155

F.1 Konsultasi personal dengan Proffesor Carl. J. Wenning………... 161

F.2 Konsultasi LKS praktikum geotropisme……… 163

F.3 Izin penggunaan SAI II……….. 169

G.1 Surat izin penelitian………... 170

(12)

H Dokumentasi kegiatan penelitian………... 172

(13)

1

BAB I

PENDAHULUA N

A. Latar Belakang Penelitian

Sains memiliki peran yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan

manusia, oleh karena itu sains diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia

(science for all) dalam membentuk masyarakat yang melek sains.

Pembelajaran sains bertanggungjawab atas literasi sains peserta didik, karena

itu kualitas pembelajaran sains perlu ditingkatkan agar dapat mencapai taraf

pengembangan yang berkelanjutan (Liliasari,2011).

Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan PISA (Program for

International Student Assessment) sebagai kapasitas untuk menggunakan

pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk

menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan

membantu membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan

terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman,2007). Literasi sains ini

sangatlah penting dimiliki oleh setiap orang, menurut Zuriyani (2011:1)

bahwa “Negara-negara maju sudah membangun literasi sains sejak lama,

yang pelaksanaannya terintegrasi dalam pembelajaran”.

Literasi sains ini juga menurut Wenning (2007) merupakan tujuan utama

dari pendidikan. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam

pendidikan bagi semua siswa. Begitu pentingya literasi sains ini dimiliki oleh

setiap orang, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh jika kita sudah

„melek ‟ sains, tetapi secara berturut-turut, kemampuan literasi sains siswa

Indonesia pada tes PISA yang diikuti oleh siswa berusia 15 tahun, dari tahun

ke tahun adalah pada tahun 2000 Indonesia menduduki peringkat 38 dari 41

negara peserta, pada tahun 2003 peringkat 38 dari 40 negara peserta, tahun

2006 peringkat 50 dari 57 negara peserta, dan tahun terakhir yaitu 2009 adalah

peringkat 60 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata Indonesia dari tahun

(14)

2

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hadinughraha (2012) juga

menunjukkan bahwa hasil capaian siswa SMA dalam merespon soal-soal

literasi sains PISA konten pengetahuan biologi relatif rendah dan memiliki

keyakinan dan kepercayaan diri yang rendah sebagai pembelajar sains.

Berdasarkan hasil tes PISA yang diikuti oleh siswa di Indonesia dan dari

penelitian yang ada, jelas terlihat bahwa kemampuan literasi sains siswa

Indonesia masih sangat rendah.

Proses pembelajaran selama ini masih terlalu berorientasi terhadap

penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan

kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran

yang terlalu berorientasi kepada guru (teacher centered) cenderung

mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan

anak, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan

mencerdaskan kurang optimal (Depdiknas, 2007).

Hal serupa juga diungkapkan oleh Hadinugraha (2012), menurutnya salah

satu penyebab rendahnya capaian literasi sains tersebut adalah karena

pembelajaran biologi ataupun sains lainnya cenderung menekankan aspek

pemahaman berdasarkan ingatan dan sangat jarang membangun kemampuan

analisis (menerjemahkan, menghubungkan, menjelaskan, dan menerapkan

informasi) berdasarkan data ilmiah.

Dalam praktek pembelajaran IPA di banyak SMP di Indonesia cenderung memberikan materi sebagai hafalan. Hampir dipastikan tidak

terjadi pembelajaran yang bernuansa “proses”, yang didalamnya peserta

didik dilatih untuk memformulasikan pertanyaan ilmiah untuk penyelidikan, menggunakan pengetahuan yang diajarkan untuk menerangkan fenomena alam, serta menarik kesimpulan berbasis fakta-fakta yang diamati. Sangat wajar apabila mereka tidak mampu memecahkan masalah yang diberikan pada PISA yang didalamnya sarat penggunaan proses IPA ( Firman, 2007: 22).

Moore dan Sutman (Moore dan Foy,1997) menyusun rangkaian tes yang

dinamakan Scientific Attitude Inventory (SAI) untuk mengukur sikap ilmiah

siswa. Selain mengevaluasi literasi sains PISA juga mengevaluasi sikap, yakni

(15)

3

(Anwer, 2012) salah satu indikator yang diukur dalam sikap terhadap sains

adalah penggunaan sikap ilmiah. Selain itu, hubungan antara sikap terhadap

sains dan sikap ilmiah adalah seseorang yang memiliki sifat seperti para

ilmuwan (memiliki sikap ilmiah) mereka akan mempunyai sikap terhadap

sains yang positif karena aktivitas sains memerlukan sifat-sifat tersebut

(Osman et al.,2007; Zuryani,2011). Oleh karena itu, terdapat irisan antara

sikap terhadap sains dan sikap ilmiah, dan terdapat persamaan antara muatan

indikator sikap terhadap sains PISA dan sikap ilmiah pada SAI.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka diperlukan metode

mengajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk dapat meningkatkan literasi

sains dan sikap ilmiah, karena mengajar sains merupakan mengajar siswa

untuk melakukan observasi dan melakukan eksperimen dengan

mengembangkan sikap ilmiah seperti yang dimiliki oleh para ilmuwan.

Sikap-sikap ilmiah ini akan muncul dari seringnya mereka melakukan

eksperimen-eksperimen terbimbing (Widiarti,2008).

Metode inkuiri cocok diberikan pada pembelajaran sains. Hal tersebut

sesuai dalam BSNP (2006) yang menyatakan bahwa pembelajaran IPA/sains

sebaiknya dilakukan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta

mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Selain itu,

menurut BouJaoude dan Saad (2012), bahwa sains adalah cara berfikir dan

penyelidikan tentang dasar-dasar sains. Dasar-dasar sains ini merupakan

bagian dari literasi sains dan dapat dihubungkan secara langsung dengan

pembelajaran sains berbasis inkuiri.

Metode inkuiri yang dapat diterapkan dalam pembelajaran sains

khususnya biologi adalah metode inkuiri yang bersumber dari Wenning

(2010) yang membaginya menjadi beberapa level. Level Inquiry ini terdiri dari

Discovery Learning, Interactive Demonstrative, Inquiry Lesson, Inquiry lab,

Real-world Application, dan Hypothetical Explanation. Masing-masing level

inkuiri memiliki karakteristik masing-masing. Menurut Brickman et al. (2009)

(16)

4

lab memiliki gain yang signifikan berbeda pada kemampuan literasi sainsnya

dan kemampuan proses sainsnya dibandingkan dengan mahasiswa yang

menggunakan praktikum biasa.

Pembelajaran berbasis inkuiri ini juga harus dimulai lebih awal, bahkan

pembelajaran inkuiri harus dimulai ketika seseorang menduduki bangku

Taman Kanak-Kanak dan harus diteruskan di tingkat menengah dan

selanjutnya (Abdelraheem dan Asan, 2006). The National Research Council

(Moore,2009) juga mengungkapkan bahwa siswa di setiap tingkat memiliki

kesempatan yang sama untuk menggunakan inkuiri ilmiahnya dalam

meningkatkan kemampuannya untuk berpikir dan berprilaku.

Untuk itu, dalam rangka mempersiapkan siswa yang memiliki literasi sains

yang tinggi dan untuk mempersiapkan tes PISA di tahun-tahun berikutnya,

maka perlu dilakukan persiapan mulai dari tingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP).

Salah satu materi biologi yang diajarkan di SMP kelas VIII pada

kurikulum KTSP adalah gerak pada tumbuhan, khususnya gerak tropisme

memiliki potensi untuk diajarkan menggunakan inkuiri karena dalam materi

tersebut dapat dilakukan percobaan yang akan merangsang siswa untuk

melakukan inkuiri. Materi gerak pada tumbuhan cukup banyak mengandung

hafalan, jika pembelajaran disampaikan dengan menggunakan metode

konvensional maka tidak akan terjadi proses pembelajaran yang berarti bagi

siswa. Siswa akan merasa kesulitan untuk dapat membedakan jenis-jenis gerak

pada tumbuhan karena jarang mengamati langsung gerak pada tumbuhan

tersebut.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dan dari permasalahan-permasalahan

yang telah diungkapkan, maka muncul suatu keinginan untuk melakukan

penelitian terhadap pengaruh model pembelajaran inquiry lab terhadap

peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP pada

(17)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah peningkatan kemampuan

literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP dengan menggunakan model

pembelajaran inquiry lab pada materi gerak pada tumbuhan?

Rumusan masalah tersebut dijabarkan melalui pertanyaan penelitian berikut :

1. Bagaimanakah keterlaksanaan tahapan model pembelajaran Inquiry lab

pada materi gerak pada tumbuhan?

2. Bagaimanakah kemampuan literasi sains siswa SMP di kelas kontrol yang

menggunakan pembelajaran konvensional dan di kelas eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran Inquiry lab sebelum dan setelah

dilakukan pembelajaran?

3. Bagaimanakah perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains siswa

SMP pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen?

4. Bagaimanakah capaian tiap indikator kemampuan literasi sains siswa pada

kelas kontrol dan eksperimen?

5. Bagamanakah sikap ilmiah siswa SMP di kelas kontrol dan di kelas

eksperimen sebelum dan setelah dilakukan pembelajaran?

6. Bagaimanakah perbedaan peningkatan sikap ilmiah siswa SMP pada kelas

kontrol dengan kelas eksperimen?

7. Bagaimanakah capaian tiap indikator sikap ilmiah siswa SMP pada kelas

kontrol dan eksperimen?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan cakupan yang diteliti tidak terlalu luas,

maka batasan masalah yang akan diuraikan adalah sebagai berikut :

1. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII semester genap tahun

ajaran 2012/2013.

2. Pembelajaran Inquiry lab merupakan pembelajaran inkuiri laboratorium

menurut Wenning (2010). Dalam Inquiry lab ini terdapat tiga level inquiry

(18)

6

dan level inquiry lab yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guided

inquiry lab.

3. Gerak pada tumbuhan yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada

materi tropisme.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peningkatan kemampuan literasi

sains dan sikap ilmiah siswa SMP pada materi gerak pada tumbuhan dengan

menggunakan model pembelajaran inquiry lab.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Bagi Siswa

a. Menjadi model pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami

materi IPA, khususnya pada materi gerak pada tumbuhan.

b. Menanamkan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah yang baik

yang dapat digunakan siswa dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mempersiapkan siswa dalam menghadapai soal-soal literasi sains pada

PISA berikutnya.

2. Bagi Pendidik

a. Memberikan alternatif pembelajaran IPA pada materi gerak pada

tumbuhan.

b. Memberikan informasi tentang kemampuan literasi sains dan sikap

ilmiah siswa SMP kelas VIII.

3. Bagi Peneliti lain

a. Memberikan sumber rujukan untuk melakukan penelitian lainnya yang

serupa agar dapat dikembangkan.

b. Hasil penelitian dapat diajdikan masukan dan bahan pertimbangan

untuk penelitian sejenis pada konsep yang berbeda ataupun bidang

(19)

7

F. Asumsi Penelitian

1. “Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan metode yang banyak digunakan dan metode terbaik dalam mengajarkan sains” (Moore,2009).

2. “Literasi sains dapat dihubungkan secara langsung dengan pembelajaran

sains berbasis inkuiri” (BouJaoude & Saad, 2012).

3. “Berdasarkan literatur tentang literasi sains bahwa guru dianjurkan untuk

menerapkan inkuiri sebagai bagian penting dari pembelajaran” (National Science Education Standards dalam Wenning,2010).

4. ”Pembelajaran IPA sebaiknya secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry)

untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup” (BSNP, 2006).

5. “Pembelajaran berbasis inkuiri dapat melatih siswa untuk memiliki sikap ilmiah” (Hermawati, 2012)

6. “Sikap-sikap ilmiah akan muncul dari seringnya siswa melakukan

eksperimen-eksperimen terbimbing “ (Widiarti,2008).

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini adalah :

H0= Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains dan

sikap ilmiah siswa SMP antara kelas kontrol dan kelas eksperimen pada

materi gerak pada tumbuhan.

H1= Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap

ilmiah siswa SMP antara kelas kontrol dan kelas eksperimen pada materi

(20)

28

BAB III

METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional

1. Pembelajaran Inquiry lab

Pembelajaran inquiry lab yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah salah satu tahapan inquiry dengan metode eksperimen yaitu guided

inquiry. Inquiry lab ini diterapkan dengan eksperimen pada materi gerak

pada tumbuhan yaitu getropisme. Dalam pembelajaran inquiry lab ini,

siswa diberikan masalah oleh guru mengenai pengaruh gravitasi terhadap

arah pertumbuhan akar dan batang, kemudian siswa mengidentifikasi

permasalahan tersebut, memecahkan masalah tersebut dengan merancang

percobaan praktikum geotropisme melalui bimbingan dari guru dengan

cara mengidentifikasi variabel-variabel dalam penelitian/praktikum,

parameter terhadap perngukuran variabel terikat, merancang dan

menyusun alat dan bahan dari percobaan tentang geotropisme,

merencanakan cara mengambil data, dan merencanakan cara menyimpan

data, kemudian siswa melaksanakan percobaan dengan cara menggunakan

alat dan bahan, mengobservasi/mengambil data, menginterpretasi data, dan

menarik kesimpulan tentang pengaruh gravitasi terhadap arah

pertumbuhan akar dan batang, dan pada akhirnya siswa

mengomunikasikan hasil yang diperoleh dan mendiskusikannya dengan

kelompok lain.

2. Kemampuan Literasi sains

Kemampuan literasi sains yang dimaksudkan dalam penelitian adalah

nilai yang diperoleh dari perhitungan skor pada tes kemampuan literasi

sains siswa dengan indikator yang diadopsi dari PISA 2006, yaitu

mengidentifikasi masalah/pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena

ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah yang telah dikembangkan oleh

peneliti, di-judgment oleh ahli, dan telah melalui proses validasi dengan

(21)

29

3. Pencapaian Sikap Ilmiah

Pencapaian sikap ilmiah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai

yang diperoleh dari perhitungan skor dari tes sikap ilmiah dengan

indikator yang terpadu, yakni dari PISA 2006 dan SAI II, yaitu dukungan

terhadap inkuiri ilmiah, dukungan terhadap sifat sains, keyakinan diri

sebagai pembelajar sains, dan ketertarikan terhadap sains yang telah

dikembangkan oleh peneliti, di-judgment oleh ahli, dan telah melalui

proses validasi dengan nilai reliabilitas 0,86.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eksperimen semu

(Quasi-Experimental), karena kelompok kontrol maupun eksperimen

dipilih tidak secara random. Pada kelas kontrol pembelajaran yang

diterapkan adalah metode konvensional sedangkan pada kelas eksperimen,

metode yang digunakan adalah model pembelajaran inquiry lab dengan

tipe guided inquiry lab.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dipilih adalah Nonrandomized Control Group,

Pretest-Posttest Design. Dalam rancangan ini digunakan dua kelompok

subjek, yaitu kelompok kontrol dan eksperimen yang dipilih tidak secara

random, keduanya diberikan pretest dan posttest. (Ary et.al., 2010).

Tabel 3.1 Desain penelitian yang digunakan

Sumber : (Ary et.al.,2010)

Keterangan

E: Kelompok eksperimen, diberikan model pembelajaran inquiry lab Group Pretest Independent variabel Posttest

E Y1 X Y2

(22)

30

C: Kelompok kontrol, tidak diberikan model pembelajaran inquiry lab,

menggunakan metode konvensional

X : Variabel bebas, model pembelajaran inquiry lab

Y: Pengukuran terhadap variabel bebas dengan Y1 : Pretest kelompok

kontrol dan eksperimen, Y2 : Posttest kelompok kontrol dan eksperimen

D. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 12

Bandung kelas VIII dan sampel yang diambil terdiri dari dua kelas yang

berbeda, kelas VIII.F merupakan kelas kontrol yang tidak diberikan

perlakuan model pembelajaran inquiry lab tetapi dengan metode

konvensional, sedangkan kelas VIII.E merupakan kelas eksperimen yang

pada pembelajarannya diterapkan model pembelajaran inquiry lab. Kelas

kontrol menggunakan metode konvensional karena pada prakteknya

memang pembelajaran sains diajarkan menggunakan metode ini.

Penentuan sampling menggunakan purposive sampling dengan

pertimbangan bahwa siswa tersebut belum pernah memperoleh materi

gerak pada tumbuhan, memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan

kelas lainnya dan dapat memberikan informasi yang representatif dalam

membantu hasil penelitian (Fraenkel et.al., 2006).

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 12 Bandung semester genap

tahun ajaran 2012/2013.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui tiga buah instrumen yang dipakai, soal

yang diberikan berupa soal pretest dan posttest. Soal tersebut diberikan

kepada kelompok kontrol maupun eksperimen tentang literasi sains dan

sikap ilmiah siswa. Soal yang digunakan baik dalam pretest maupun

posttest untuk sikap ilmiah dan literasi sains sama dan konteks yang

diambil adalah tentang gerak pada tumbuhan dan keterlaksanaan sintaks

pembelajaran Inquiry lab dinilai selama pembelajaran berlangsung. Soal

(23)

31

kontrol maupun eksperimen dan soal posttest diberikan setelah

pembelajaran berlangsung baik untuk kelas kontrol maupun eksperimen .

G. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

1. Instrumen kemampuan literasi sains

Berdasarkan contoh instrumen yang diselenggarakan oleh PISA dalam

Take The Test Sample Questions From OECD’s PISA yang diterbitkan

pada tahun 2009 dan dialihbahasakan oleh Hadinugraha (2012),

peneliti mengembangkan sendiri instrumen tes kemampuan literasi

sains yang disesuaikan dengan konteks dan konten yang sudah dikenali

siswa tentang gerak pada tumbuhan.

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penilaian literasi sains

Indikator umum Indikator khusus No

soal Jumlah soal 1.Identifikasi permasalahan/ pertanyaan ilmiah

1.1 Mengenali permasalahan/pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah

3,14 2

1.2 Mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi ilmiah

15,10 2

1.3 Mengenal ciri khas kunci penyelidikan ilmiah

4,12 2

2.Menjelaskan fenomena ilmiah

2.1 Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan

17,18 2

2.2Mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena secara ilmiah dan memprediksi perubahan

2,5 2

2.3 Mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang tepat

9,13 2

3.Menggunakan bukti ilmiah

3.1 Menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan

6,11 2

3.2 Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan alasan dibalik kesimpulan

1,7 2

3.3 Merefleksikan implikasi sosial dari perkembangan sains dan teknologi

8,16 2

Total 18

Sumber : (OECD,2006)

Penganalisisan butir soal dilakukan dengan cara menguji :

a. Validitas

Sebuah tes dapat dikatakan valid jika sesuai dengan keadaan

(24)

32

(Arikunto,2010). Untuk menghitung validitas instrumen yaitu dengan cara

menghitung koefisien validitas, menggunakan rumus korelasi Product

Moment. Proses uji validitas dibantu dengan menggunakan software

ANATESV4. Untuk melihat validitas dari setiap butir soal dilihat pada

kolom korelasi. Kemudian nilai perhitungan diinterpretasikan

menggunakan Tabel 3.3 berikut ini :

Tabel 3.3 Interpretasi koefisien korelasi

Koefisien Korelasi (r)

Tafsiran

0,80 ≤ r < 1,00 Validitas sangat tinggi 0,60 ≤ r < 0,80 Validitas tinggi

0,40 ≤ r < 0,60 Validitas sedang 0,20 ≤ r < 0,40 Validitas rendah

0,00 ≤ r < 0,20 Validitas sangat rendah (Arikunto,2010)

b. Uji Realibilitas Soal

Sebuah tes dikatakan dapat dipercaya jika dapat memberikan hasil

yang tetap walaupun tes tersebut diberikan secara berulang-ulang. Tes

dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes menunjukkan ketetapan, artinya,

jika kepada siswa-siswa diberikan tes yang serupa pada waktu yang

berbeda maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan yang sama

dalam kelompok (Arikunto,2010). Proses uji reliabilitas dibantu dengan

menggunakan software ANATESV4, kemudian diinterpretasikan

menggunakan kriteria:

Tabel 3.4 interpretasi koefisien realibilitas

Rentang Koefisien Realibilitas Interpretasi

0,80 – 1,00 Sangat tinggi 0,60 – 0,79 Tinggi 0,40 – 0,59 Cukup 0,20 – 0,39 Rendah 0,00 – 0,19 Sangat rendah (Arikunto, 2010)

(25)

33

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang

bodoh (berkemampuan rendah). Proses perhitungan uji daya pembeda

dibantu dengan menggunakan software ANATESV4, kemudian hasil

perhitungannya diinterpretasikan menggunakan kriteria:

Tabel 3.5 Klasifikasi daya pembeda

Rentang daya pembeda Interpretasi

0,00 – 0,20 Jelek 0,21 – 0,40 Cukup 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Baik sekali (Arikunto, 2010)

d. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu

sukar. Soal mudah tidak merangsang siswa untuk meningkatkan

kemampuan memecahkan masalah. Soal sukar akan menyebabkan siswa

putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di

luar jangkauan siswa. oleh karena itu dibutuhkan keseimbangan yaitu

adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara

proporsional. Proses perhitungan tingkat kesukaran dibantu dengan

menggunakan software ANATESV4, kemudian hasil perhitungannya

diinterpretasikan menggunakan kriteria:

Tabel 3.6 Klasifikasi indeks kesukaran

Rentang tingkat kesukaran soal Interpretasi

0,00 – 0,30 Sukar 0,31 – 0,70 Sedang 0,71 – 1,00 Mudah (Arikunto, 2010)

e. Kualitas Pengecoh

Efektivitas pengecoh ini sangat penting, ebuah distraktor atau

pengecoh dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut

(26)

34

memahami suatu konsep atau bahan. Proses perhitungan kualitas pengecoh

dibantu dengan menggunakan software ANATESV4. Data kualitas

pengecoh yang muncul dalam output ANATES diinterpretasikan pada

(27)

35

No. soal

Tingkat

kesukaran Keterangan

Daya

pembeda keterangan

Kualitas pengecoh

Validitas Keterangan Keputusan Reliabilitas

A B C D

1 0,36 Sedang 0,54 Baik Kurang baik Baik Baik 0,40 Cukup Dipakai 0,92

Sangat tinggi

2 0,72 Sedang 0,54 Baik Kurang baik Kurang baik Baik 0,56 Cukup Dipakai

3 0,45 Sedang 0,64 Baik Baik Sangat baik Sangat baik 0,62 Tinggi Dipakai

4 0,50 Sedang 0,67 Baik Sangat baik Baik Sangat baik 0,57 Cukup Dipakai

5 0,82 Mudah 0,50 Baik Baik Baik Baik 0,58 Cukup Dipakai

6 0,67 Sedang 0,72 Baik sekali Baik Baik Kurang baik 0,58 Cukup Dipakai

7 0,63 Sedang 0,83 Baik sekali Baik Baik Baik 0,57 Cukup Dipakai

8 0,60 Sedang 0,64 Baik Baik Baik Buruk 0,46 Cukup Dipakai

9 0,65 Sedang 0,73 Baik sekali Baik Baik Sangat baik 0,63 Tinggi Dipakai

10 0,35 Sedang 0,37 Cukup Baik Sangat baik Baik 0,34 Rendah Dipakai

11 0,36 Sedang 0,67 Baik Sangat baik Baik Sangat baik 0,42 Cukup Dipakai

12 0,42 Sedang 0,36 Cukup Sangat baik Baik Kurang baik 0,35 Rendah Dipakai

13 0,22 Sukar 0,33 Cukup Sangat baik Buruk Buruk 0,45 Cukup Dipakai

14 0,32 Sukar 0,16 Jelek Sangat baik Sangat baik Sangat baik 0,70 Tinggi Dipakai

15 0,50 Sedang 0,73 Baik sekali Baik Sangat baik Baik 0,53 Cukup Dipakai

16 0,52 Sedang 0,91 Baik sekali Buruk Sangaat baik Kurang baik 0,73 Tinggi Dipakai

17 0,42 Sedang 0,64 Baik Kurang baik Baik Buruk 0,58 Cukup Dipakai

18 0,50 Sedang 0,91 Baik sekali Baik Baik Sangat baik 0,70 Tinggi Dipakai

(28)

36

2. Kuesioner sikap yang digunakan adalah kuesioner dengan indikator terpadu yakni

yang berasal dari PISA 2006 dan kuesioner yang telah disusun oleh Dr. Richard

Moore yakni Scientific Attitude Inventory II (1997) yang sesuai dengan definisi sikap

ilmiah dari Bennet (Anwer et.al., 2012) yakni sikap yang berkaitan dengan practical

work. Izin penggunaan SAI II telah diberikan oleh Dr. Moore melalui e-mail

(Lampiran F.3). Kuesioner disusun dalam bentuk skala Likert-5 (sangat setuju, setuju,

netral/ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju). Kisi-kisi kuesioner sikap

ilmiah dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Kisi-kisi kuesioner sikap ilmiah

Indikator

umum Indikator Khusus

No. Soal dan Orientasi Jawaban

Positif Negatif

Dukungan Terhadap

Inkuiri Ilmiah

Menghargai perbedaan pandangan dan pendapat ilmiah (berfikiran terbuka) untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut 3)

4 5

Mendukung penggunaan informasi faktual dan

eksplanasi rasional agar tidak terjadi bias 3) 6 15 Menunjukkan pemahaman bahwa proses yang logis,

kritis dan cermat diperlukan dalam mengambil kesimpulan 3)

16 17

Dukungan terhadap Sifat Sains

Menunjukkan pemahaman bahwa sains memiliki keterbatasan : teori dan prinsip sains adalah tentatif dan mendekati kebenaran serta tidak semua permasalah dapat dapat dijawab oleh sains 1)

18 7

Meyakini bahwa saintis harus memiliki kejujuran intelektual, objektivitas dalam observas. Observasi dan eksperimen adalah dasar dari penerapan sains1)

12 22

Keyakinan diri sebagai pembelajar

sains

Keyakinan dalam menangani persoalan ilmiah secara

efektif 2) 21 14

Keyakinan dalam menangani kesulitan dalam

menyelesaikan masalah2) 1 2

Keyakinan dalam menunjukkan kemampuan ilmiah

yang tinggi2) 3 19

Ketertarikan terhadap

sains

Mengindikasikan keingintahuan tentang sains, isu-isu

sains dan mempraktikan sains3) 13 20

Menunjukkan keinginan untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan keahlian ilmiah, menggunakan beragam sumber dan metode ilmiah3)

8 9

Menunjukkan keinginan untuk mencari informasi dan

memiliki ketertarikan terus-menerus terhadap sains3) 10 11

(29)

37

(Sumber : Moore & Foy, 1997; OECD, 2006)

Keterangan :

1).

Indikator hanya terdapat dari PISA

2).

Indikator hanya terdapat dari SAI II

3).

Indikator ada pada PISA dan SAI II

Sebelum dijadikan sebagai instrumen penelitian, kuesioner diujicoba terlebih dahulu

dan hasil pehitungannya diolah menggunakan bantuan softwere ANATESV4 uraian

untuk menguji tingkat kesukaran,validitas, reliabilitas, dan daya pembeda soal. Dan

hasilnya sebagai berikut :

Tabel 3.9 Rekapitulasi analisis butir soal kuesioner sikap ilmiah siswa

No. soal

Tingkat

kesukaran Keterangan

Daya

pembeda Keterangan Validitas Keterangan Reliabilitas Keputusan

1 0,67 Sedang 0,32 Cukup 0,68 Tinggi 0,86 Dipakai

2 0,54 Sedang 0,36 Cukup 0,51 Cukup Sangat

tinggi Dipakai

3 0,70 Sangat

mudah 0,25 Cukup 0,62 Tinggi Dipakai

4 0,69 Sedang 0,18 Jelek 0,48 Cukup Dipakai

5 0,62 Sedang 0,20 Jelek 0,40 Cukup Dipakai

6 0,67 Sedang 0,40 Cukup 0,65 Tinggi Dipakai

7 0,49 Sedang 0,21 Cukup 0,36 Rendah Direvisi

8 0,75 Mudah 0,16 Jelek 0,48 Cukup Dipakai

9 0,54 Sedang 0,29 Cukup 0,53 Cukup Dipakai

10 0,80 Mudah 0,29 Cukup 0,44 Cukup Dipakai

11 0,62 Sedang 0,20 Jelek 0,45 Cukup Dipakai

12 0,72 Mudah 0,36 Cukup 0,62 Tinggi Dipakai

13 0,73 Mudah 0,27 Cukup 0,52 Cukup Dipakai

14 0,64 Sedang 0,41 Baik 0,61 Tinggi Dipakai

15 0,54 Sedang 0,43 Baik 0,64 Tinggi Dipakai

16 0,71 Mudah 0,23 Cukup 0,50 Cukup Dipakai

17 0,61 Sedang 0,21 Cukup 0,45 Cukup Dipakai

18 0,54 Sedang 0,18 Jelek 0,35 Rendah Direvisi

19 0,57 Sedang 0,09 Jelek 0,36 Rendah Direvisi

20 0,61 Sedang 0,32 Cukup 0,55 Cukup Dipakai

21 0,60 Sedang 0,16 Jelek 0,46 Cukup Dipakai

(30)

38

3. Lembar Observasi, digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan

sintaks pembelajaran Inquiry lab dalam pembelajaran yang dilakukan

oleh peneliti. Observer melakukan pengamatan sintaks pembelajaran

dengan menggunakan sintaks pembelajaran Inquiry lab (Wenning,

2011) dengan tahapan : (1) Observation, (2) Manipulation, (3)

Generalization, (4) Verification, dan (5) Application (Lampiran E.2).

4. Lembar Kerja Siswa (LKS), digunakan untuk membantu dalam

keterlaksanaan proses pembelajaran inquiry lab. Pembuatan LKS ini

juga telah dikonsultasikan dengan Wenning melalui email (Lampiran

F.2).

Instrumen dikembangkan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Membuat instrumen yang disesuaikan dengan fenomena alam yang

dikenal oleh siswa tentang gerak pada tumbuhan dan disesuaikan

dengan indikator literasi sains dan pada PISA 2006 . Untuk sikap

ilmiah disesuaikan dengan indikator PISA 2006 dan SAI (II) (Moore

dan Foy,1997) dan untuk sintaks pembelajaran berdasarkan indikator

dasar dari Wenning (2011).

2. Dilakukan judgment terhadap instrumen yang dibuat oleh dosen ahli

3. Dilakukan uji coba instrument.

4. Dilakukan analisis butir soal literasi sains dan sikap ilmiah.

5. Dilakukan uji instrumen kembali untuk soal yang kurang baik yang

telah direvisi.

H. Pengolahan Data

1. Pengolahan keterlaksanaan sintaks pembelajaran

a. Menghitung skor dari aspek pembelajaran yang dinilai

b. Menghitung persentasi skor yang diperoleh dengan rumus berikut :

Persen keterlaksanaan = � � � � ℎ

� � 100%

c. Menentukan kategori keterlaksanaan model pembelajaran

(31)
[image:31.595.119.510.124.643.2]

39

Tabel 3.10 Kriteria keterlaksanaan model pembelajaran

Persentase Keterlaksanaan(%)

Kategori

81-100 Baik sekali 61-80 Baik 41-60 Cukup 21-40 Kurang

0-20 Kurang sekali (Harahap, 1982)

2. Pengolahan Data Tes Kemampuan Literasi Sains

a. Menghitung skor yang diperoleh siswa

b. Melakukan perhitungan nilai siswa yang dihitung dengan

menggunakan rumus :

N = � � � ℎ skor maksimal 100

c. Melakukan uji statistika

1) Uji Prasyarat

Uji prasyarat merupakan uji awal yang akan menentukan

apakah hipotesis akan dilakukan melalui uji statistik parametrik

ataukah nonparametrik. Uji prasayarat ini terdiri atas dua bagian

yakni uji normalitas dan uji homogenitas. Kedua uji ini akan

dilakukan melalui software statistik SPSS 16.

a. Uji Normalitas; untuk menentukan apakah populasi berdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis dalam pengujian ini adalah :

H0 = data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 = data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi

normal

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi >

0,05 maka H0 diterima, jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0

ditolak.

b. Uji Homogenitas; untuk menentukan apakah asumsi varians

(32)

40

Hipotesis dalam pengujian ini adalah :

H0 = variansi pada setiap kelompok sama (homogen)

H1 = variansi pada setiap kelompok tidak sama (tidak homogen)

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi >

0,05 maka H0 diterima, jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0

ditolak

2) Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang dilakukan yakni melalui uji dua rata-rata

serta membandingkan gain yang ternormalisasi yang diperoleh

pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Jenis uji dua rata-rata

yang digunakan bergantung kepada skala pengukuran variabel,

jenis hipotesis. Jika skalanya berupa skala numerik dan jenis

hipotesisnya adalah komparatif dengan ,membandingkan dua

kelompok yang tidak berpasangan dengan jumlah data ≥ 30 dan

data berdistribusi normal maka dilakukan uji parametrik yaitu uji t

independen, namun jika data tidak berdistribusi normal maka

dilakkan uji Mann-Whitney.

Hipotesis dalam pengujian berikut ini adalah :

H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan

H1 = terdapat perbedaan yang signifikan

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi >

0,05 maka H0 diterima, jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0

ditolak.

d. Menghitung nilai N-gain dengan rumus :

<g> = �2−�1 �−�1 Keterangan :

<g> : N-gain T2 : nilai posttest

(33)
[image:33.595.118.513.116.637.2]

41

Tabel 3.11 Kriteria N-gain

Rentang Kriteria

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≥ g ≥ 0,70 Sedang g < 0,30 Rendah

(Hake, 1999)

3. Pengolahan Data Tes Sikap Ilmiah

a. Menghitung skor yang diperoleh siswa

Analisis kuesioner sikap ilmiah menggunakan skala Likert-5. Berikut

adalah skor yang akan diberikan pada tiap tipe jawaban, sesuai dengan

orientasi jawaban yang diharapkan :

Tabel 3.12 Cara pemberian skor kuesioner sikap ilmiah

Jawaban Responden Soal Berorientasi Jawaban Positif1)

Soal Berorientasi Jawaban Negatif 2)

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Ragu-ragu 3 3

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak Setuju 1 5 Ket :

1)

Soal berorientasi jawaban positif : soal yang diharapkan agar

responeden menjawab dengan jawaban berorientasi positif

2)

Soal berorientasijawaban negatif : soal yang diharapkan agar

responeden menjawab dengan jawaban berorientasi negatif

b. Melakukan perhitungan nilai siswa yang dihitung dengan

menggunakan rumus :

Nilai siswa = � � � ℎ skor maksimal 100

c. Melakukan uji statistika

I. Prosedur Penelitian

Dalam melakukan penelitian terdapat beberapa prosedur penelitian

agar penelitian ini terarah dan mudah dilkukan, tahapan tersebut terdiri

(34)

42

1. Tahap Persiapan

 Studi literatur, mengumpulkan informasi tentang literasi sains, sikap ilmiah, inquiry, inquiry lab, praktikum guided inquiry lab,

eksperimen dalam materi gerak pada tumbuhan, dan geotropisme.  Field study, mengambil informasi ke sekolah tempat penelitian

tantang pembelajaran yang dilakukan, kondisi ruangan kelas, dan

waktu pembelajaran.

 Pembuatan proposal penelitian, bimbingan dengan dosen pembimbing, seminar proposal, dan revisi proposal penelitian  Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

Lembar Kerja Siswa (LKS)

 Penyusunan tes kemampuan literasi sains, sikap ilmiah, dan lembar observasi keterlaksanaan sintaks model pembelajaran inquiry lab  Judgment instrumen kepada dosen pembimbing dan dosen ahli  Instrumen tes kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah diujicoba

pada siswa yang pernah mendapatkan materi gerak pada tumbuhan  Analisis butir soal instrumen dan dilakukan revisi

 Pengulangan uji coba instrumen 2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pretest untuk kelompok kontrol dan eksperimen Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran inquiry lab

pada kelas eksperimen dan

 Pelaksanaan pembelajaran konvensional di kelas kontrol  Pelaksanaan posttest untuk kelompok kontrol dan eksperimen 3. Tahap Penarikan kesimpulan

 Analisis dan mengolah data hasil penelitian menggunakan statistika

(35)

43

 Penyusunan laporan peneitian.

[image:35.595.112.491.117.698.2]

J. Alur Penelitian

(36)
(37)

67

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap peningkatan

kemampuan literasi sains, diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan

pembelajaran inquiry lab dapat meningkatkan kemampuan literasi sains

siswa SMP kelas VIII dan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan

statistika bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol yang

menggunakan pembelajaran konvensional dengan kelas eksperimen yang

menggunakan pembelajaran inquiry lab. Capaian pada tiap indikator literasi

sains, yaitu mengidentifikasi permasalahan ilmiah, menjelaskan fenomena

ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah pada kelas eksperimen juga

meningkat setelah dilakukan pembelajaran inquiry lab.

Sikap ilmiah siswa berdasarkan perhitungan statistika diperoleh hasil

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol yang

menggunakan pembelajaran konvensional dengan kelas eksperimen yang

menggunakan pembelajaran inquiry lab dan capaian indikator sikap ilmiah

pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah dapat terjadi

karena pada tahap inquiry lab yang terdiri dari Observation, Manipulation,

Generalization, Verification, dan Application dapat mengembangkan

kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi yang ingin

disampaikan kepada beberapa pihak, yaitu :

1. Kepada peneliti selanjutnya

a. Sangat menarik untuk melakukan penelitian terhadap tahapan

pembelajaran inquiry lab dan menghubungkannya dengan

(38)

68

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan

penelitian selanjutnya tentang inquiry lab dan pengaruhnya

terhadap literasi sains dan sikap ilmiah dalam tingkatan sekolah

yang berbeda atau mata pelajaran sains lainnya.

2. Kepada guru

a. Kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah dapat dijadikan hal

yang penting untuk diukur dan dijadikan dasar untuk

mengembangkan kemampuan sains siswa.

b. Model pembelajaran inquiry lab dapat diimplementasikan dalam

proses belajar mengajar, karena dapat meningkatkan kemampuan

literasi sains dan sikap ilmiah siswa.

3. Kepada pemerintah

Pemerintah dapat benar-benar mengimplementasikan model inquiry

(39)

69

DAFTAR PUSTAKA

Abdelraheem, A & Asan, A. (2006). “The Effectiveness of Inquiry-Based Technology Enhanced Collaborative Learning Environment”. International Journal of Technology in Teaching and Learning, 2,(2), 65-87.[Online].Tersedia:http://www.sicet.org/journals/ijttl/issue0602/Ahmed %20ASan%20Vol2%20Issue3.pdf.[15 November 2012]

Akcay,H.,Yager,R.E.,Iskander,S.M., & Turgut,H. (2010). “Change in student beliefs about attitudes toward science in grades 6-9.” Asia-Pacific Forum

on Science Learning and Teaching”, 11(1). 1-10. [Online]. Tersedia :

http://www.ied.edu.hk/apfslt/v11_issue1/akcay/akcay2.htm. [18 Januari 2013]

Anwer,M., Iqbal,H.M., & Harrison,C.(2012). “Students Attitude Towards Science: A Case of Pakistan “. Pakistan Journal of Social and Clinical Psychology. 9,(2), 3-9. . [Online]. Tersedia : http://www.gcu.edu.pk/FullTextJour/PJSCS/2012/1.pdf .[18 Januari 2013]

Arikunto,S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ary,D., Jacobs,L.C., Sorensen,C., & Razavieh, A. (2010). Introduction to Research in Education (8th.ed). Belmont : Wadsworth.

Blancaflor, E.B.,& Masson,P.H.(2003). Plant Gravitropism. Unraveling the Ups and Downs of a Complex Process.Plant Physiology. 133,1677–1690.

[Online]. Tersedia :

http://www.plantphysiol.org/cgi/doi/10.1104/pp.103.032169. [8 Juli 2013]

BouJaoude, S & Saad, R.(2012). “The Relationship between Teachers’ Knowledge and Beliefs about Science and Inquiry and Their Classroom Practices”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,2012,8(2),113-128. [Online]. Tersedia: http: //www.ejmste.com/v8n2/EURASIA_v8n2_Saad.pdf .[14 Desember 2012]

Brickman,P., Gormally,C., Amstrong,N., & Hallar,B. (2009).” Effects of Inquiry-based Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence”. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning,3,(2). 1-23. [Online]. Tersedia:http://www.georgiasouthern.edu/ijsotl. [14 Desember 2012]

BSNP.(2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan:Jakarta.

(40)

70

Chamberlain. (2012). Inquiry and Scientific Inquiry. [Online]. Tersedia: http://www.sagepub.com/upm-data/24393_chamberlain_chapter1.pdf. [14 Desember 2012]

Colburn, A. (2000). An Inquiry Primer. Science Scope. [Online]. Tersedia:http://www.experientiallearning.ucdavis.edu/module2/el2-60-primer.pdf.[14 Desember 2012]

Depdiknas.(2007). Naskah akademik kajian kurikulum mata pelajaran IPA. Jakarta: Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional.

Echols,J.M & Shadly,H. (2000). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Ekohariadi. (2009). “Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Literasi Sains Siswa Indonesia Berusia 15 Tahun”. Jurnal Pendididikan Dasar, 10,(1),28-41. [Online]. Tersedia: isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101092841.pdf.[24 November 2012]

Fathurrohman, P &Suryana,A.( 2012). Guru Professional. Bandung : Refika Aditama.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional 2006. Jakarta : Balitbang Depdiknas

Firn,R.D. (2009). Gravitropism. [Online]. Tersedia : http://www.york.ac.uk/res/firn/web/tropisms/html/gravitropism.html. [8 Juli 2013]

Fraenkel,J.R., Wallen, N.E., & Hyun,H.H.(2012). How to design and evaluate research in education (8th.ed). New York: McGraw-Hill.

Friml,J. (2002). Endocytosis and recycling in plants. [Online]. Tersedia : http://www.psb.ugent.be/auxin-projects/286-endocytosis-and-recycling-in-plants.[8 juli 2013]

Gibson, H.L. & Chase,C. (2002). “Longitudinal Inmpact of an Inquiry-Based Science Program on Middle School Students’ Attitude Toward Science”.Educational Resourches Information Center. 86,693 – 705.

[Online]. Tersedia :

http://www.gb.nrao.edu/~sheather/new%20lit/effect%20of%20OST/longitu dinalimpact.pdf.[30 Juli 2013]

(41)

71

Hake, R. (1999). “Analyzing Change/Gain Score”. [Online]. Tersedia : http//www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [20 Juni 2013]

Harahap, N. (1982). Teknik Penilaian Hasil Belajar. Jakarta : Bulan Bintang.

Hayat,B dan Yusuf, S. (2010). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hermawati, N.M. (2012). “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Penguasaan Konsep Biologi dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Ditinjau dari Minat Belajar Siswa”. Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha. 5(2), 1-30. 21-24 [Online]. Tersedia: http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_ipa/article/view/488. [3 Januari 2012].

Humaira, M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry melalui Discovery Learning terhadap Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran Lingkungan. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Liliasari. (2011). Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa Melalui Pembelajaran. Makalah Seminar Nasional UNNES. [Online]. Tersedia: http:// liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah-Semnas-UNNES-2011.Liliasari.pdf. [7 Januari 2013]

Moore, R.W. & Foy,H.R. (1997).”The Scientific Attitude Inventory: A Revision (SAI II)”.Journal of Research in Science Teaching, 34,(4), 327–336 . [Online].Tersedia:http://wiki.biologyscholars.org/@api/deki/files/519/=sci entific_attitude_survey.pdf .[23 Oktober 2012]

Moore, R.W.(moorerw@muchio.edu).(2012, 13 Desember). Permission for SAI II. E-mail kepada Tika rohayati(skywalkeraddict@gmail.com)

Moore,M.A. (2009). Can Guided Inquiry Based Labs Improve Performance In Data Analysis And Conclusion Synthesis In Sixth Grade Life Science?.

Online [Tersedia] : http:

//etd.fcla.edu/CF/CFE0002807/Moore_Melonie_A_200908_MED.pdf. [18 Januari 2013]

National Resource Council. (2001). Inquiry and National Sceience Education Standards Guide for Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://books.nap.edu/html/inquiry_addendum/. [12 Desember 2012]

OECD.(2006). Assessing Scientific, Reading and Mathematical Literacy A

Framework for PISA 2006. [Online].

(42)

72

OECD.(2009). Take The Test Sample Questions from OECD’s Assessments.

Tersedia: [Online ] :

www.oecd.org/pisa/pisaproducts/pisa2006/41943106.pdf. [21 September 2012]

.(2010), PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do – Student Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume I). [Online]. Tersedia:http://dx.doi.org/10.1787/9789264091450-en.[14 Desember 2012]

Osbourne,J., Simon,S., & Collins,S. (2003). Attitudes towards Science: A Review of the Literature and its Implications. [Online]. Tersedia : http: //eprints.ioe.ac.uk/652/1/Osborneeta2003attitudes1049.pdf [18 Januari 2013].

Osman, K., Iksan,Z.H., & Halim,L.(2007). “Sikap Terhadap Sains Dan Sikap Saintifik Di Kalangan Pelajar Sains”. Jurnal Pendidikan, 32(3),39-60.

Paidi. (2011).Peningkatan Scientific Skill Siswa Melalui Implementasi Metode Guided Inquiry Pada Pembelajaran Biologi di SMAN 1 Sleman. Online.

[Tersedia] :

staff.uny.ac.id/sites/default/files/Guided%2520Inquiry%2520and%2520Sc ientific%2520Skill-%2520Paidi%2520UNY.pdf. [14 Desember 2012]

Patil G.V. (2011). “A Comparative Study of Scientific Attitude about secondary and Higher secondary level Students”. International Referred Research

Journal, 2,(24)24-26. [Online]. Tersedia:.

http://www.ssmrae.com/admin/images/216c5cb5711800becd57bcdf6337b 6d7.pdf. [20 Januari 2013]

Perwana, A.S. (2011). Analisis sikap ilmiah siswa SMP pada pembelajaran fisika yang menggunakan metode praktikum. Skripsi Pendidikan Fisika FPMIPA UPI. [Online]. Tersedia: repository.upi.edu.[29 Juni 2013]

Pitafi, A.I & Farooq, M.(2012). “Measurement of Scientific Attitude of Secondary School Students In Pakistan”. Academic Research International, 2(2),379-393. [Online]. Tersedia :www.journals. savap.org.pk.[20 Januari 2013]

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang : IKIP Malang (UM) Press.

(43)

73

Wasis & Irianto ,S.Y. (2008). Ilmu pengetahuan alam SMP dan Mts kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Wenning, C. J. (2005). “Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical Practices and Inquiry Processes”. Journal of Physics Teacher Education Online. 2,(3), 3-11. [Online]. Tersedia: http://www.phy.ilstu.edu . [20 September 2012]

.(2006). “A generic model for inquiry-oriented labs in postsecondary introductory physics”. Journal of Physics Teacher Education Online. 3(3), 24-33. [Online]. Tersedia: http://www.phy.ilstu.edu. [22 Januari 2013]

. (2007). “Assessing inquiry skills as a component of scientific literacy”. Journal of Physics Teacher Education Online, 4(2), 21-24.. [Online]. Tersedia:http://www.phy.ilstu.edu . [21 September 2012]

. (2010). “Levels of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning Sequences to Teach Science”, Journal of Physics TeacherEducation Online, 5 (3)11-20. [Online]. Tersedia:http://www.phy.ilstu.edu . [21 September 2012]

. (2011). “The Levels of Inquiry Model of Science Teaching”. Journal of Physics TeacherEducation Online, 6,(2), 2-9. [Online]. Tersedia:http://www.phy.ilstu.edu . [21 September 2012]

. (wenning@phy.ilstu.edu). (2013,25 Februari).Consultation. E-mail kepada Nindya Sekar Mayuri(nin_hejo@yahoo.com)

. (wenning@phy.ilstu.edu). (2013,6 Maret).Consultation. E-mail kepada Nindya Sekar Mayuri(nin_hejo@yahoo.com)

Widiarti,Y.(2008).”Metode Eksperimen sebagai Pembenuk Sikap Ilmiah Siswa Sekolah Dasar pada Pengajaran Sains Wahana Sekolah Dasar”,16 (2),124

-133. [Online]. Tersedia:.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/16208124132_0854-8293.pdf. [7 Januari 2013]

Yunita, F.,Fakhrudin, Z. dan Nor,M. (2012). Hubungan antara sikap ilmiah siswa dengan hasil belajar fisika di kelas XI IPA MA Negeri Kampar. [Online]. Tersedia:http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1508/1/Jurnal% 20Frima%20Yunita.pdf. [17 juni 2013]

Gambar

Tabel
Gambar  Halaman
Grafik capaian tiap indikator sikap ilmiah siswa pada kelas kontrol
Tabel 3.1 Desain penelitian yang digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format surat permohonan perpanjangan Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau

Dengan metode ekuitas, investasi pada entitas asosiasi diakui di laporan posisi keuangan konsolidasian sebesar biaya perolehan dan selanjutnya disesuaikan untuk

Masalah penelitian ini adalah mengungkapkan seberapa besar pengaruh kualitas layanan guru dan kepemimpinan transformasional kepala sekolah baik secara parsial maupun

Deskripsi Umum tentang Pengaruh Kualitas Layanan guru dan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah terhadap Mutu Sekolah Dasar di Kota Cilegon .....

Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.. Jakarta: Departemen

LAPORAN DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP KABUPATEN GRESIK TAHUN 2016.

dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama.. akan dihasilkan pada bidang

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan berdasarkan 5