73 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1PROFIL KEMAMPUAN REPRESENTASI MENTAL PESERTA DIDIK KELAS VII SMP BERDASARKAN GENDER PADA KONSEP BIOLOGI SEL Anatasya Dufa Sabilla1, Sistiana Windyariani1, Billyardi Ramdhan1
1Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Sukabumi Jl. R. Syamsudin, S.H. No.50, Kec. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43113
* email: [email protected]
ABSTRAK
Konsep sel merupakan salah satu konsep yang abstrak, sehingga peserta didik cenderung mengalami kesulitan dalam memahaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan representasi mental dan level – level nya pada peserta didik kelas VII SMP; Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitif melalui modifikasi instrumen tes diagnostik mental (tes benar salah beralasan, simbolik dan gambar) dengan CNET-protocol dalam bentuk lembar kerja (worksheet) melibatkan tiga komponen utama dalam pembentukan representasi mental pada memori kerja, yaitu pembentukan jejaring kausal (causal network), parameter probabilitas (probability parameter), dan parameter kegunaan (utility parameter). Subjek penelitian sebanyak 20 peserta didik kelas VII SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada TDM rata–rata peserta didik termasuk kedalam intuisi dan atau pengalaman. Pada protokol CNET setiap peserta didik memberikan pola dan kualitas representasi yang berbeda pada setiap jenis tes. Perbedaan terlihat sejak peserta didik menetapkan dan mengurutkan elemen informasi serta membentuk jejaring kausal. Hasil ini menggambarkan bahwa representasi yang digunakan dapat mengungkap bagaimana memori kerja peserta didik bekerja dalam membangun repesentasi mental. Level – level kemampuan representasi mental peserta didik dalam penelitian ini menunjukan bahwa level dominan peserta didik berada pada level awal dan intermediet. Untuk laki-laki swasta berada pada level awal dan negeri pada level intermediet 1 sementara perempuan swasta dan negeri pada level intermediet 1. Simpulan Representasi mental merupakan sebuah mode yang digunakan oleh seseorang untuk memahami lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar adalah realita eksternal, dan representasi mental adalah realita internal yang ada pada pikiran manusia. Realita eksternal tidak pernah sama dengan realita internal dikarenakan realita internal merupakan penyederhanaan yang dilakukan oleh pikiran seseorang (baik sadar maupun tidak) terhadap realita eksternal.
Kata kunci: Representasi mental, Tes Dignostik Mental, protokol CNET
ABSTRACTThe concept of cells is one of the abstract concepts, so learners tend to have difficulty understanding it. This study aims to find out how mental representation skills and levels in students of grade VII junior high school; This research method uses descriptive quantifiable through modification of mental diagnostic test instruments (properly reasoned, symbolic and image tests) with CNET-protocol in the form of worksheets involving three main components in the formation of mental representation in working memory, namely causal network formation, probability parameters, and utility parameters; The research subjects were 40 students of grade VII Private and public junior high school consisting of 20 male students and 20 female students. The results showed that on TDM the average learner is included in intuition and or experience. At CNET-protocol each student provides a different pattern and quality representation on each type of test. Differences are seen since learners assign and sort information elements and form causal networks. These results illustrate that the representation used can reveal how the working memory of learners works in building mental representation. The levels of mental representation ability of learners in this study showed that the dominant level of learners was at the initial level and intermediate. For private men are at the initial level and the country at the intermediate level 1 while private and state women at the intermediate level. Conclusion Mental representation is a model used by a person to understand the surrounding environment. The surrounding environment is an external reality, and mental representation is the internal reality that exists in the human mind. External reality is never the same as internal reality because internal reality is a simplification done by one's mind (whether conscious or not) to external reality.
Key words: mental representation; Mental Diagnostic Tests; CNET-protocol
.PENDAHULUAN
.
Gagasan – gagasan tentang representasi didalam pembelajaran biologi telah berkembang pada dekade terakhir dengan kontribusi para peneliti dan para praktisi, khususnya dalam pendidikan biologi. (Soedjoko, 2012). Paradigma abad 21 menuntut suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna.Sejalan dengan hal itu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) merumuskan bahwa paradigma pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Kemdikbud, 2013).
Semakin hari masalah di dunia yang berkaitan dengan sains dan teknologi semakin banyak dan setiap anggota masyarakat dituntut untuk mampu ikut aktif berdiskusi dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah. Masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari sesungguhnya adalah masalah yang kontekstual yang dapat diangkat sebagai stimulan untuk mengajarkan literasi sains kepada siswa. (Windyariani, 2017)
Pemahaman subjek pembelajaran sains khususnya biologi, ditentukan oleh kemampuannya mentransfer dan menghubungkan antara Kemampuan internal dan eksternal. Kemampuan representasi internal ada konfigurasi kognitif individu yang diduga berasal dari perilaku manusia yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan pemecahan masalah. Kemampuan eksternal dapat digambarkan sebagai situasi fisik terstruktur yang dapat dilihat dengan mewujudkan ide - ide fisik (Heuvelen dan Zou. Xl, 2015).
Pentingnya representasi ini menunjukan bahwa memori, pikiran dan penalaran tanpa bantuan eksternal, semuanya akan terbatas dan sulit untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan. Sebuah representasi eksternal adalah jenis bantuan luar kepada seseorang sehingga dapat membantu orang lain dalam pemecahan masalah. Representasi eksternal biasanya mengacu pada kemampuan verbal yaitu kemampuan seseorang
74 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1dalam mengorganisasikan dan membentuk cara konsep – konsep suatu materi sebagai struktur-struktur dalam memori, kemampuan visual yaitu kemampuan seseorang dalam pembayangan mental terhadap suatu objek dan kemampuan simbolik yaitu kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan ide- ide dalam bentuk yang benaeka ragam.
Untuk dapat mendukung kompetensi tersebut , salah satu kemampuan yang harus dimiliki adalah kemampuan representasi mental.
Penelitian representasi mental dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi karena representasi mental dapat menginformasikan bagaimana seseorang memahami suatu konsep, seperti konsep evolusi oleh Begrrow, E. P. & Nehm, R. H( 2012), mikroorganisme, biologi sel oleh Hamdiyati, Y., Sudargo, F., et al (2018) dan genetika oleh T Jalmo & T Suwandi (2018). Namun, penelitian yang mengungkapkan representasi mental peserta didik SMP, baik negeri maupun swasta mengenai konsep biologi sel belum dilaporkan. Karena, sel merupakan konsep yang mendasari pemahaman peserta didik untuk memahami konsep - konsep biologi selanjutnya, seperti anatomi, histologi, genetika, fisiologi, bioteknologi, dan lain sebagainya.
Konsep materi sel terdapat pada kelas VII SMP. Siswa SMP/MTs adalah siswa yang berada fase dimana pada saat pembelajaran, guru diharuskan dimulai dari hal yang konkrit ke abstrak. Oleh karena itu, model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pembelajaran kontekstual. (Ramdhan, Billyardi &Yuliant Asrii &, 2020)
Adanya masalah yang telah disebutkan diatas, maka peneliti melakukan penelitian mengenai kemampuan representasi mental pada konsep biologi sel melalui modifikasi instrumen Tes Diagnostik Mental (TDM) dengan instrumen Casual Network Elicitation Technique (CNET). Tes Diagnostik Mental (TDM) merupakan tes untuk mendiagnosa kelemahan - kelemahan peserta didik dalam menjawab pertanyaan yang disajikan berupa tes benar salah beralasan, tes simbolik dan tes gambar. Casual Network Elicitation Technique (CNET). Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana kemampuan representasi mental dan level – level kemampuan representasi mental peserta didik kelas VII SMP di Kabupaten Sukabumi.
Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan desain penelitian survei. Subjek dari penelitian ini merupakan peserta didik kelas VII SMP di Kabupaten Sukabumi sebanyak 40 orang yang terdiri atas 20 peserta didik laki – laki dan 20 peserta didik perempuan.
Untuk mendapatkan data yang diharapkan maka teknik pengumpulan dalam penelitian ini menggunakan intrumen tes diagnostik mental yang disajikan pada tabel 1, tes Casual Network Elicitation Technique (CNET) dan untuk mengetahui level – level kemampuan representasi mental peserta didik merupakan reduksi dari hasil tes diagnostik mental dan CNET berdasarkan kategori yang telah ditentukan pada tabel 3.
Peserta didik diberikan soal Tes Diagnostik Mental (TDM) berupa tes benar salah beralasan sebanyak 7 soal, tes simbolik sebanyak 3 soal dan tes gambar sebanyak 2 soal untuk melihat/mendignosis kelemahan – kelemahan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Kemudian data diakumulasikan tiap soal dihitung proporsi kategori representasi mental dari setiap jenis tes dan dianalisis secara deskriptif menggunakan persentase.
Hasil dari jawaban tersebut dikategorikan pada tipe model mental, yakni intuisi, pengalaman, atau ilmiah seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Kemudian, data tersebut disajikan dalam bentuk diagram batang.
Selanjutnya peserta didik diberikan pertanyaan tambahan dalam bentuk lembar kerja protocol wawancara dengan menggunakan instrumen Casual Network Elicitation Technique (CNET) untuk menggambarkan representasi mental peserta didik. Pedoman wawancara CNET disajikan pada tabel 2. Representasi mental peserta didik dilihat dari bagaimana peserta didik tersebut menentukan dan mengurutkan elemen infromasi tersebut yang ada pada gambar dan bagaimana jejaring kausal yang terbentuk antar elemen informasi tersebut. Kemudian data diakumulasikan tiap soal dihitung proporsi kategori representasi mental dari setiap jenis tes dan dianalisis secara deskriptif menggunakan persentase. Hasil dari jawaban tersebut dikategorikan pada setiap tingkatan, yakni tingkatan 1, tingkatan 2, tingkatan 3 dan tingkatan 4.
Hasil jawaban peserta didik berdasarkan TDM dan CNET tersebut dikategorikan pada level – level kemampuan representasi mental. Yaitu representasi awal, representasi intermediet 1, representasi intermediet 2, representasi konsesus dan representasi target. Seperti yang disajikan pada tabel 3. Kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk diagram batang. Selanjutnya data tersebut dikategorikan berdasarkan gender. Hasil dari pengumpulan data, diperoleh sejumlah data yang akan memberikan jawaban terhadap problematik penelitian. Dalam pengolahan data dilakukan beberapa langkah kegiatan mengolah data yang berkaitan dengan tabulasi, menghitung dan menafsirkan data yaitu :
Seleksi data yaitu Setelah seluruh data terkumpul, penulis melakukan penyelesaian, apakah data yang terkumpul itu dapat diolah atau tidak. Memisahkan data mana yang dapat digunakan dan data mana yang tidak dapat digunakan.
Tabulasi data yaitu dalam kegiatan tabulasi data, penulis melakukan tiga langkah, yaitu kegiatan membuat atau menyediakan lajur-lajur table yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan, memasukan setiap alternatif jawaban dari setiap item pertanyaan dan setiap responden dan langkah ketiga yaitu kegiatan menghitung frekuensi alternative jawaban dari setiap item dan alternatif jawaban. Menghitung alternatif jawaban Untuk memperoleh kesimpulan penelitian, penulis menetapkan Teknik perhitungan prosentase. Artinya setiap alternatif jawaban pada setiap item dihitung frekuensinya dan diolah dengan cara membandingkan jumlah frekuensi jawaban responden pada setiap item dengan jumlah reponden dikalikan seratus persen. Rumus yang digunakan untuk menghitung data adalah sebagai berikut Sugiyono,(2017) :
P = F X 100%
N
Keterangan : P = prosentase yang dicari F = frekuensi (jawaban responden) N = Number of cases (banyaknya responden).
Tabel 1. Tipe model mental beserta indiaktor tiap jenis tes diganostik mental
Jenis TDM Tipe model mental Skor
Benar Salah Beralasan Tipe I (Intuisi) = T1 7 – 15
Tipe II (Pengalaman) = T2 25 – 16
Tipe III (Ilmiah) = T3 35 – 26
Simbolik Tipe I (Intuisi) = S1 15 – 65
Tipe II (Pengalaman) = S2 66 – 100
Tipe III (Ilmiah) S3 110 – 150
75 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1Gambar Tipe I (Intuisi) = G1 20 – 80
Tipe II (Pengalaman) = G2 86 – 155
Tipe III (Ilmiah) = G3 155 – 200
Diadaptasi dari Hamid (2016).
Tabel 2. Pedoman wawancara CNET
Komponen Indikator worksheet Indikator Pembelajaran Subjek
Informasi awal kecenderungan representasi internal
Mengetahui informasi awal mengenai kemampuan represantasi mental
Peserta didik
Tipe Soal
Tes Benar Salah Beralasan Membandingkan sel prokariotik dan sel eukariotik
Peserta didik
Tes Simbolik Membuat diagram perbedaan dan persamaan fungsi organel sel
Peserta didik
Tes Gambar Membuat gambar organel sel hewan dan sel tumbuhan
Peserta didik
Evaluasi
Desain pembelajaran mengetahui, model, metode dan startegi pembelajaran yang digunakan guru
Guru
Hasil belajar Mengetahui hasil bejalar peserta didik Guru
Refleksi mengetahui padangan guru terhadap
kemampuan representasi mental peserta didik
Guru
Tabel 3. Level – level Kemampuan representasi mental
Level – level Kemampuan RM Indikator
Representasi awal Model yang belum terbentuk adalah model mental yang sudah dibawa oleh seseorang sejak lahir, atau model mental yang terbentuk karena informasi dari lingkungan yang salah, atau konsep dan gambar struktur yang dibuat sama sekali tidak dapat diterima secara keilmuan, atau peserta didik sama sekali tidak memiliki konsep
Representasi intermediet 1 model mental yang sudah mulai terbentuk atau konsep dan penjelasan yang diberikan mendekati kebenaran keilmuan dan gambar struktur yang dibuat tidak dapat diterima atau sebaliknya
Representasi intermediet 2 model mental peserta didik yang ditandai dengan konsep yang dimiliki peserta didik dan gambar struktur yang dibuat mendekati kebenaran keilmuan
Representasi Konsesus model mental yang dapat dikategorikan sebagai model mental konsensus, yaitu ditandai dengan penjelasan/konsep yang dimiliki peserta didik dapat diterima secara keilmuan dan gambar struktur yang dibuat mendekati kebenaran, atau sebaliknya penjelasan/konsep yang dimiliki belum dapat diterima dengan baik secara keilmuan, tetapi gambar struktur yang dibuat tepat
Representasi Target Model mental yang ditandai dengan konsep/penjelasan dan gambar struktur yang dibuat peserta didik tepat secara keilmuan
(Park, 2016)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan representasi mental disini adalah kemampuan peserta didik dalam menemukan informasi dan mengkomunikasikannya dalam bentuk verbal maupun non verbal (sunyono, 2015). Hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data tes diagnostik mental konsep sel sebanyak 12 soal dari 7 indikator berupa 3 jenis soal yaitu berupa tes benar salah beralasan sebanyak 7 soal, tes simbolik sebanyak 3 soal dan tes gambar sebanyak 2 soal untuk melihat/mendignosis kelemahan – kelemahan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Selanjutnya peserta didik diberikan pertanyaan tambahan dalam bentuk lembar kerja protocol wawancara dengan menggunakan instrumen Casual Network Elicitation Technique (CNET) untuk menggambarkan representasi mental peserta didik sebagai berikut :
Kemampuan representasi mental pada Tes Diagnostik Mental
Kemampuan representasi mental peserta didik SMP di Kabupaten Sukabumi kelas VII SMP swasta dan Negeri disajikan pada Gambar 1. Hasil pengisian 7 indikator soal representasi mental yang didistribusikan kedalam 7 soal benar salah beralasan, 3 soal tes simbolik dan 2 soal tes gambar terlihat bahwa persentase tertinggi pada tes soal benar salah beralasan adalah tipe Intuisi sebanyak 75% pada peserta didik swasta dan tipe pengalaman sebanyak 65%pada peserta didik negeri, tes simbolik pada peserta didik swasta adalah tipe pengalaman sebanyak 75% dan pada peserta didik negeri adalah tipe pengalaman juga yaitu sebanyak 50%, terakhir tes gambar pada peserta didik swasta adalah tipe pengalaman sebanyak 60% dan pada peserta didik negeri adalah tipe intuisi sebanyak 70 %. Hal ini menunjukan bahwa representasi mental peserta didik termasuk dalam tipe intuisi dan atau pengalaman. Terlihat dari pemahaman peserta didik lebih mengutarakan ide dengan didasarkan pada analogi dengan basis pengalaman sehari–hari dan atau intuisi yang dimilikinya. Tipe tes peserta didik tersebut selaras dengan temuan Hamdiyati, et al ,
76 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1(2018) Tipe intuisi adalah Memilih jawaban disertai ide yang dituliskan tanpa dasar konseptual yang kuat, dan bukan merupakan produk dari pengalaman. Tipe pengalaman adalah Memilih jawaban disertai ide yang dituliskan didasarkan pada interpretasi subjektif yang mengacu pada dasar pengalaman.
Gambar 1. Hasil Tes Diagnostik Mental
Untuk mengetahui gambaran mental yang dilakukan peserta didik dalam memproses informasi dari representasi eksternalnya maka dilakukanlah tes lanjutan dalam bentuk lembar kerja (Worksheet) protokol wawancara CNET.
Kemampuan representasi mental pada Casual Network Elicitation Technique (CNET)
Gambar 1. Hasil Casual Network Elicitation Technique (CNET)
Hasil analisis data penelitian ini difokuskan untuk mendapatkan gambaran bagaimana representasi mental peserta didik dari hasil TDM.
Lembar kerja dikembangkan dari serangkaian instrumen TDM menjadi lembar kerja protokol wawancara berdasarkan jenis – jenis tes soalnya dengan subjek penelitian guru dan peserta didik. (tabel 2). Ketika menjawab pertanyaan peserta didik diminta untuk menetapkan elemen informasi dari soal tersebut, mengurutkan elemen tersebut serta mendeskripsikan jejaring kausal antar elemen tersebut. Hasil analisis terhadap 3 lembar kerja utama yang terdapat pada soal TDM dan 2 lembar kerja tambahan sebagai pendukung ditemukan banyak pola representasi mental yang terbentuk.
Hampir setiap peserta didik menunjukan pola representasi mental yang berbeda. Perbedaan pola representasi mental ini umumnya terlihat pada jejaring kausal antar elemen informasi. Oleh karena itu, pengelompokan representasi mental lebih didasarkan pada penetapan dan pengurutan elemen informasi. Berdasarkan ketetapan elemen yang disebutkan dan ketepatan urutan elemen tersebut terdapat 4 tingkatan pola Representasi mental.
Tingkatan 1. Peserta didik dapat menyebutkan seluruh informasi yang ada pada soal , baik pada soal tes benar salah, simbolik maupun tes gambar dan mengurutkan elemen informasi dengan benar, urutan salah dasar pengurutan tidak logis jumlah hubungan yang ditemukan berhubungan uraian tidak ditemukan. Pada tingkatan ini peserta didik swasta diisi oleh 33% peserta didik swasta dan 27 % peserta didik negeri dengan nilai rata – rata parameter kegunaan 4 Artinya, 33% peserta didik swasta dan 27 % peserta didik negeri itu dapat mengungkap informasi pada gambar sebesar 25%.
Tingkatan 2. Peserta didik menyebutkan seluruh informasi yang ada pada soal , baik pada soal tes benar salah, simbolik maupun tes gambar dan mengurutkan elemen informasi dengan benar, urutan benar dasar pengurutan tidak logis jumlah hubungan yang ditemukan berhubungan uraian terdapat hubungan benar. Pada tingkatan ini diisi oleh 42% peserta didik swasta dan 32% peserta didik negeri . Dengan nilai rata – rata parameter kegunaan 6. Artinya, 42% peserta didik swasta dan 32% peserta didik negeri itu dapat mengungkap informasi pada gambar sebesar 50%.
Tingkatan 3. Peserta didik menyebutkan seluruh informasi yang ada pada soal , baik pada soal tes benar salah beralasan, simbolik maupun tes gambar dan mengurutkan elemen informasi dengan benar, urutan benar/salah dasar pengurutan tidak logis jumlah hubungan yang ditemukan berhubungan uraian terdapat hubungan benar. Pada tingkatan ini diisi oleh 18% peserta didik swasta dan 37% peserta didik negeri . Dengan nilai
77 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1rata – rata parameter kegunaan 8, Artinya, 18% peserta didik swasta dan 37% peserta didik negeri itu dapat mengungkap informasi pada gambar sebesar 75%.
Tingkatan 4 . Peserta didik menyebutkan seluruh informasi yang ada pada soal , baik pada soal tes benar salah alasan, simbolik maupun tes gambar dan mengurutkan elemen informasi dengan benar, urutan benar dasar pengurutan logis jumlah hubungan yang ditemukan berhubungan uraian terdapat hubungan. Pada tingkatan ini diisi oleh 3% peserta didik swasta dan 5% peserta didik negeri. Dengan nilai rata – rata parameter kegunaan 10. Artinya, 3% peserta didik swasta dan 5% peserta didik negeri itu dapat mengungkap informasi pada gambar sebesar 95%.
Hasil analisis dan pengelompokan pola Representasi mental peserta didik tersebut menunjukan bahwa ketepatan dalam menetapkan dan mengurutkan elemen informasi menjadi dasar dari pola representasi mental yang terbentuk. Ketidak tepatan dalam menetapkan elemen dan urutan elemen informasi berkaitan dengan jejaring kausal yang terbentuk. Hal ini tampak dari besarnya nilai parameter probabilitas yang diperoleh peserta didik. Selain itu, rata - rata nilai parameter probabilitas yang tidak dapat mencapai angka maksimal 12 , yaitu berkisar antara 3 – 10 (Tabel 4) mencerminkan kurangnya kemampuan peserta didik dalam membentuk jejaring kausal antar elemen informasi. Hal tersebut bisa terjadi disebabkan pembentukan jejaring kausal peserta didik dalam memahami konsep pada tes simbolik. Artinya jejaring ini terbentu karena fungsional dan posisional pada setiap soal.
Nilai parameter probabilitas yang rendah adalah bukti representasi mental peserta didik tidak dapat mengungkap seluruh informasi yang ada pada gambar, sekalipun peserta didik tersebut sudah tepat dalam menyebutkan dan mengurutkan elemen-elemen yang ada pada gambar.
Tabel 4. Nilai parameter probabilitas
Jenis soal Tingkatan Parameter Probabilitas
Benar salah beralasan
1 3
2 5
3 7
4 9
Simbolik
1 3
2 5
3 7
4 9
Gambar
1 4
2 6
3 8
4 10
Lembar kerja untuk mengukur representasi mental pada penelitian ini, sebagaimana originalnya pada CNET-Protocol didasarkan pada bagiamana peserta didik dapat membentuk jejaring kausal. Dengan cara ini dapat diketahui bagaimana peserta didik dapat menetapkan dan mengurutkan elemen informasi penting yang terkait dengan konsep yang terkandung dalam gambar serta dapat melihat bagaimana konstruksi jejaring kausal yang terbentuk sebagai indikator dari pengetahuan dan kinerja memori kerja peserta didik. Pembentukan jejaring kausal erat kaitannya dengan kinerja memori kerja dalam mengolah informasi yang diterima dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki sesuai stimulus yang diberikan.
Perbedan pengetahuan awal peserta didik menyebabkan adanya perbedaan pada jejaring kausal yang terbentuk. Hal ini berdampak pada munculnya perbedaan pola Representasi mental peserta didik. Cheng, M. M. W., & Gilbert, J. K., (2015) menegaskan bahwa seseorang tidak dapat merepresentasikan informasi dalam gambar tanpa mengenal dan memahami elemen informasi yang terkandung di dalamnya. Hal ini sejalan dengan temuan Kalyuga, 2012) bahwa kemampuan seseorang untuk merepresentasikan informasi pada gambar berhubungan dengan besarnya pengetahuan atau skema kognitif yang ada didalam memori jangka panjang.
Selain hal tersebut diatas, perbedaan pola Representasi mental peserta didik yang ditemukan pada gambar yang sama dapat terjadisebagai dampak dari adanya variasi kinerja dari memori kerja. Kinerja memori kerja ini berbeda dari satu individu dengan individu lainnya Conway, et all (2015). Dengan demikian, perbedaan pengetahuan peserta didik tentang suatu gambar dan perbedaan kinerja memori kerja peserta didik ini memungkinkan adanya perbedaan pemahaman ketika peserta didik membaca gambar.
Perbedaan Representasi mental juga dapat terjadi karena ketika peserta didik membaca gambar ada dua pusat pengolahan informasi yang digunakan dalam memori kerja, yaitu pusat pengolahan informasi visual (mental visual) dengan pusat pengolahan informasi verbal (mental verbal) Paivio, (2017). Pusat pengolahan informasi visual digunakan ketika peserta didik berusaha mengolah informasi visual yang ada pada gambar, sedangkan pusat informasi verbal digunakan ketika peserta didik berusaha membentuk jejaring kausal dan mengimplementasikannya dalam bentuk narasi (verbal). Sementara itu, perbedaan pola representasi mental pada soal tes diduga ada kaitannya dengan keterlibatan pusat pengolahan informasi ketiga, yaitu pusat pengolahan informasi spasial (mental spasial). Hal ini senada dengan temuan Sima et al. (2013), dimana ketika seseorang dihadapkan pada gambar spasial, pemrosesan hubungan spasial hanya terjadibila representasi mental visual sudah dilibatkan, tetapi ketika seseorang dihadapkan pada gambar konvensi representasi, mental spasial tidak terlibat. Sebagian besar peserta didik masih kurang dalam menggunakan sistem pengolahan informasi yang melibat sistem mental spasial, menyebabkan representasi mental peserta didik yang kurang baik ketika membaca gambar
Level – Level Kemampuan Representasi Mental
Setelah mengetahui hasil tes diagnostik mental peserta didik dan bagaimana peserta didik menentukan dan menetapkan jejaring kausal yang terbentuk, maka dapat diketahui Level – level kemampuan representasi mental yang terbentuk. (Gambar 3). Munculnya level – level Kemampuan representasi mental peserta didik tergambar dari kemampuan dalam menginterpretasikan ketiga sub varibel kemampuan representasi mental yaitu
78 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1verbal , simbolik dan visual yang dapat dilihat dari jawaban – jawaban peserta didik dari TDM dan CNET. Hasil analisis data menunjukan bahwa level – level kemampuan representasi mental pada peserta didik swasta pada level awal dan negeri pada level intermediet 1.
Gambar 3. Level – level kemampuan representasi mental
Kemampuan representasi mental yang dimiliki peserta didik dibentuk akibat asimilasi dari representasi internal yang dimiliki peserta didik dengan representasi eksternal yang didapatnya dari lingkungan. Hasil protokol wawancara CNET terhadap guru menunjukan bahwa pendekatan pembelajaran kepada peserta didik hanya bersifat kontekstual penyajian materi didominasi oleh penyajian secara verbal, hanya sedikit dalam bentuk visual apalagi simbolik. Terlihat dari hasil belajar peserta didik yang unggul adalah konsep materi yang dijelaskan secara verbal. Tetapi, sedikit sekali peserta didik memkanai konsep tersebut . Artinya peserta didik hanya menghafal tanpa makna dan belum bisa mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya.
Lowe (2015) meyakini bahwavisual-verbal dapat membantu peserta didik yang memiliki pengetahuan awal (prior knowledge) rendah untuk lebih dapat memahami fenomena yang disampaikan. Hal ini terbukti dari hasil analisis data, level kemampuan representasi mental terjadi pada level intermediet. Pembelajaran yang dapat mengkondisikan peserta didik untuk aktif berpikir tersebut merupakan pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dikemukakan oleh Hartono (2015, dalam Puspita, 2016). Hal ini juga didukung oleh teori pengkodean ganda (dual coding theory) oleh Paivio (2017) bahwa informasi diproses melalui dua channel yang independent, yaitu channel verbal seperti teks dan suara, dan channel visual seperti diagram, animasi, dan gambar. Penelitian lebih lanjut berkaitan dengan dual coding theory yang dilakukan oleh Sutrisno (2017) mengindikasikan bahwa dengan memilih perpaduan media yang sesuai, hasil belajar dari seseorang dapat ditingkatkan. Sebagai contoh, informasi yang menggunakan kata-kata (verbal) dan ilustrasi visual yang relevan memiliki kecenderungan lebih mudah dipelajari dan dipahami daripada informasi yang menggunakan teks saja, suara saja, perpaduan teks dan suara, atau ilustrasi saja.
Efek dari gabungan mode-mode representasi tersebut mengandung arti bahwa setiap mode mengalikan kompleksitas makna yang dicapai; setiap mode berinteraksi dan berkontribusi terhadap makna dari konsep yang dipelajari yang berasal dari mode yang lain. Interaksi mode tersebut dapat mengambil bentuk pengertian yang berbeda: kadang-kadang mode yang berbeda dapat membawa arti yang sama, kadang - kadang berbeda dari makna, dan bahkan kadang - kadang juga bertentangan. Contoh dimana kita menemukan informasi bertentangan yang disediakan oleh mode yang berbeda adalah representasi dari ukuran sel. Representasi diagramatik tidak bisa melakukan pembenaran dengan ukuran yang tepat suatu sel dibandingkan dengan sebuah sel secara keseluruhan. Semua diagram dalam buku teks sekolah tampaknya membesar - besarkan ukuran sel. Namun demikian, data numerik (mode simbolik) atau analogi verbal (mode verbal, seperti analogi antara ukuran relati bola tenis dan lapangan sepak bola dibandingkan dengan sel) yang bisa lebih akurat menggambarkan ukuran sel. Perlu dicatat bahwa walaupun informasi yang dinyatakan dalam mode visual tidak konsisten dengan modus lain, yang penting adalah bahwa peserta didik harus memahami sifat representasi multimodal, dan mampu berhubungan antar berbagai mode representasi sampai pada pemahaman yang bermakna dari konsep - konsep ilmiah (Cheng, & Gilbert, 2015).
Berkaitan dengan konteks representasi, bentuk representasi verbal dan visual menjadi penting dalam pembelajaran untuk mengkonstruksi representasi mental peserta didik. Representasi mental adalah kode atas informasi yang harus diingat. Menurut teori pemerosesan informasi bahwa informasi yang diterima melalui panca indera kemudian dikodekan sesuai dengan cara alami individu tersebut berpikir. Kode inilah yang kemudian disimpan dalam bentuk memori. Ketika individu yang bersangkutan membutuhkan informasi tersebut dalam proses mengingat, maka ia perlu memanggil kembali kode tersebut dan melakukan proses pengkodean ulang. Dengan demikian, pengingatan dan pemahaman terhadap suatu objek membutuhkan representasi mental. Oleh karena itu, dalam mencapai pemahaman yang lebih luas, maka menggabungkan berbagai mode representasi eksternal akan memperkecil kesalahan dalam penyederhanaan realita eksternal. Pada pembelajaran sains (khususnya biologi), menggabungkan representasi verbal, simbolik dan visual untuk membangun keterampilan merepresentasikan mode makroskopik, (sub) mikroskopik, dan simbolik menjadisangat penting. Hal ini sesuai dengan gagasan Solso, et al, (2012) yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan istimewa untuk mengkategorisasikan (artinya secara mental merepresentasikan) objek-objek dunia fisik, (seperti hewan dan tumbuhan) melalui pembayangan mental dan merepresentasikannya secara visual. Dengan kemampuan tersebut, manusia memiliki kemampuan untuk memprediksi dinamika objek yang dihadapi, sehingga berhasil beradaptasi dengan objek tersebut.
Representasi visual diartikan sebagai perumpamaan atau pembayangan mental terhadap suatu objek. Pembayangan mental didefinisikan sebagai suatu representasi mengenai objek atau peristiwa yang tidak eksis pada saat terjadinya proses pembayangan Solso, et al, (2012). Hasil - hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kemampuan representasi mental dalam pembelajaran akan membantu peserta didik dalam membentuk model mental sebagai pendekatan terhadap realita eksternal.
Disamping itu, pembelajaran dengan kemampuan representasi mental dapat membangun pengetahuan prosedural dan konseptual, bila dalam pembelajaran dilakukan visualisasi yang menarik untuk konsep - konsep pada level (sub) mikroskopik dan ada prosedur dalam
79 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1mentransformasi dari level makroskopik ke simbolik dan/atau ke (sub) mikroskopik atau sebaliknya. Hal ini dipandang penting untuk diperhatikan oleh pengajar biologi agar dapat menyediakan media visual yang sesuai dengan pengetahuan dan kinerja memori kerja peserta didik, sehingga dapat menekan beban kognitif dan meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Representasi Mental Berdasarkan Gender
Hasil analisis data ditinjau dari perbedaan gender dapa dilihat pada beberapa gambar berikut. Gambar 5 memperlihatkan kemampuan representasi menta; peserta didik swasta dan negeri berdasarkan gender berdasarkan level – level kemampuan representasi mental. Pada laki – laki maupun perempuan termasuk kedalam level intermediet 1 tetapi dengan jumlah persentasenya lebih dominan perempuan.
Menurut Fakih, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki ataupun perempuan yang dikontruksi secara sosial dan kultural, misalnya perempuan dikenal lemah-lembut, emosional, keibuan, laki-laki rasional, kuat, jantan, dan perkasa.Gender hasil kontruksi budaya tersebut, yang diciptakan oleh manusia, yang sifatnya tidak tetap, yang berubah dari waktu ke waktu dapat dialihkan dan dipertukarkan menuurt waktu, tempat, dan budaya setempat dari satu jenis kelamin kepada jenis kelamin lainnya.
Gambar 4. Representasi mental Berdasarkan gender
Menurut Gurian (dalam Muhibin, 2011) menjelaskan, perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan. Laki –laki dan perempuan terletak pada ukuran bagian-bagian otak, bagaimana bagian itu berhubungan serta cara kerjanya. Perbedaan mendasar antara kedua gender tersebut adalah : Perbedaan spasial pada laki-laki cenderung berkembang dan memiliki spasial yang lebih kompleks seperti kemampuan perancangan mekanis, pengukuran penentuan arah abstraksi dan memanipulasi benda-benda fisik, kemudain perbedaan cerbal daerah korteks laki-laki lebih bbanyak tersedut untuk melakukan fungsi-fungsi spasial dan cenderung memberi porsi sedikit untuk korteksnya memproduksi dan menggunakan kata-kata.
Kumpulan saraf yang menghubungkan otak kiri-kanan atau corpus collosum otak laki-laki lebih kecil ¼ dari otak perempuan. Jika otak laki-laki menggunakan belahan otak kanan, otak perempuan bisa memaksimalkan keduanya. Itulah mengapa perempuan lebih banyak bicara dari laki-laki.
Selanjutnya memori otak permpuan lebih besar daripada laki-laki, inlah mengapa persentase permpuan pada level intermediet 1 lebih besar.
Kesimpulan
Representasi mental pada Tes Diagnostik mental Rata – rata peserta didik kelas VII SMP teridentifikasi memiliki tipe intuisi dan atau pengalaman terlihar dari pemahaman peserta didik lebih mengutarakan ide dengan didasarkan pada analogi dengan basis pengalaman sehari – hari dan atau intuisi yang dimilikinya. Persentase tertinggi pada TDM benar salah beralasan sebanyak 75 % pada tipe intuisi, pada TDM simbolik sebanyak 75 % pada tipe pengalaman dan pada TDM gambar sebanyak 65 % pada tipe pengalaman. Selanjutnya hasil penelitian protokol CNET menunjukan bahwa peserta didik belum mampu mengungkap semua informasi penting yang ada pada gambar. Lemahnya peserta didik dalam membangun Representasi mental berkaitan dengan besarnya pengetahuan yang telah ada dalam memori jangka panjang dan kinerja memori kerja yang melibatkan sistem mental verbal, visual, dan spasial. Level – level kemampuan representasi mental peserta didik dalam penelitian ini menunjukan bahwa level dominan peserta didik berada pada level awal dan intermediet. Untuk laki-laki swasta berada pada level awal dan negeri pada level intermediet 1 sementara perempuan swasta dan negeri pada level intermediet 1.
Referensi
Arends, Richard. (2012). Learning to Teach. Tenth Edition. New York: McGrawHill Education Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta.
Beggrow, E. P., & Nehm, R. H. (2012). Students’ Mental Models of Evolutionary Causation: Natural Selection and Genetic Drift. Evolution: Education and Outreach, 5, 429–444.
Cheng, M. M. W., & Gilbert, J. K. (2014). Students’ Visualization of Diagrams Representing the Human Circulatory System: The Use of Spatial Isomorphism and Representational Conventions. International Journal of Science Education, 31(1).
https://doi.org/10.1080/09500693.2014.969359
Conway, A. R. A., et al (2015). Variation in Working Memory: An Introduction. Oxford University Press.
80 |
J u r n a l B i o e d u c a t i o n , V o l . 8 , N o 2 , A u g u s t 2 0 2 1Hamdiyati, Y., Sudargo, F., Fitriani, A., & Rachmatullah, A. (2018). Changes in Prospective Biology Teachers’ Mental Model of Virus through Drawing- Writing Test:An Application of Mental Model-Based microbiology course. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 7.
https://doi.org/https://doi.org/10.15294/jpii.v7i3.14280
Heuvelen, A. Van, & Zou, X. (2015). Multiple Representations of Work-Energy Processes. American Journal of Physics, 69(2).
https://doi.org/https://doi.org/10.1119/1.1286662
Jalmo, T., & Suwandi, T. (2018). Biology Education Students’ Mental Models on Genetic Concepts. Journal of Baltic Science Education, 17, 474–
485.
Kalyuga, S. (2012). Schema Acquisition and Source of Cognitive Load (J. L. Plass, R. Moreno, & R. Bruken (eds.)). University of New South Wales.
https://doi.org/https://doi.org/10.1017/CBO9780511844744.005
Litbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013: Pergeseran Paradigma. Kemdikbud.
https://litbang.kemdikbud.go.id/index-berita-kurikulum/243-kurikulum-2013-pergeseran-paradigrma-belajar-abad-21 Lowe, R.K. (2015). Beyond “Eye-Candy”: Improving Learning with Animations. Yrama Widya.
Paivio, A. (2017). Mental representations: A Dual Coding Approach. Oxford University Press.
Park, E. J. (2016). Student Perception and Cenceptual Development as Represented by Student Mental Models of Atomic Structure. The Ohio State University.
Sima, J. F., Schultheis, H., & Barkowsky, T. (2013). Difference Between Spatial and Visual Mental Representations. Frontiers in Psychology, 4, 1–
15. https://doi.org/https://doi.org/10.3389/fpsyg.2013.00240
Soedjoko, E. (2012). Perkembangan Representasi Mental Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Aljabar. Lembaga Ilmu Kependidikan, 38.
Solso, R. L., MacLin, O. H., & MacLin, M. K. (2012). Cognitive Psychology, 8th Edition. Pearson Education Inc.
Sutrisno, J (2017). Peranan Multimedia dalam Pembelajaran.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV.
Windyariani, S. (2018). Kemampuan Literasi Sains Siswa SD pada Konteks Melestarikan Capung. Biosfer: Jurnal Pendidikan Biologi, 10(1), 17–21.
https://doi.org/https://doi.org/10.21009/biosferjpb.10-1.3
Yulianti, A., & Ramdhan, B. (2020). Eksperimentasi Pembelajaran Kontekstual Berbasis Hands-On terhadap Kemampuan Psikomotor. Report of Biological Education, 1, 15–20.