1
HUBUNGAN ANTARA STIGMA DENGAN EXPRESSED EMOTION PADA KELUARGA PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan dalam Mencapai Keahlian di Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
ALFI SYAHRI RANGKUTI Nomor Registrasi CHS : 20042
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I PROGRAM STUDI KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015
2
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan rasa hormat, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Hubungan Antara Stigma dengan Expressed Emotion pada Keluarga Pasien Skizofrenik”, merupakan salah satu tugas akademik dalam menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran USU Medan.
Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat dr. Harun T.
Parinduri, Sp.KJ(K), dr.Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp.KJ, selaku pembimbing materi dan dr. M. Sopiyudin Dahlan, M.Kes selaku pembimbing metodologi penelitian yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberikan masukan dan ilmu serta waktunya dari awal hingga akhir proses penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr.dr.Elmeida Effendy,M.Ked.K.J.Sp.K.J(K), selaku Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU, guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis akhir ini, yang penuh kesabaran dan ketelitian membimbing dan memberikan masukan- masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
3
3. Prof.dr. Bahagia Loebis, Sp.K.J(K), selaku pembimbing serta guru penulis yang penuh kesabaran membimbing, memberikan pengarahan, masukan-masukan dan memberikan literature- literature yang sangat berharga bagi penulis sehingga tesis akhir ini dapat diselesaikan.
4. dr.H.Harun Thaher Parinduri Sp.K.J(K), selaku pembimbing serta guru penulis, yang banyak memberikan pengarahan, masukan- masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
5. Prof.dr.H.M. Joesoef Simbolon Sp.K.J(K), selaku guru penulis, yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
6. Alm. dr.H. Syamsir BS, Sp.K.J(K), selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis.
7. dr.Raharjo Suparto, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
8. dr. Vita Camellia,M.Ked.K.J.Sp.K.J, selaku Sekretaris departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU, pembimbing dan guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
9. dr. M. Surya Husada,M.Ked.K.J.Sp.K.J, selaku Sekertaris Program Studi Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU dan guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis akhir ini.
10. dr. Mustafa M.Amin,M.Ked.K.J,M.Sc,SpKJ(K), selaku guru penulis yang banyak memberikan bimbingan dan masukan-masukan berharga bagi penulis dalam penyelesaian tesis akhir ini.
11. dr. Dapot P.Gultom, Sp.K.J, M.Kes selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
4
12. dr. Vera Marpaung, Sp.K.J, M.Kes selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
13. Alm.dr.Herlina Ginting Sp.K.J, selaku guru peneulis yang banyak memberikan masukan- masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
14. dr.Mawar Gloria Tarigan, Sp.K.J, selaku guru yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
15. dr.Juskitar, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
16. dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.K.J, selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
17. dr. Machnizar Sentari, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
18. dr. Donald F. Sitompul, Sp.K.J, dr.Rosminta Girsang, Sp.K.J, dr.
Artina R. Ginting, Sp.K.J, Alm.dr.Hj. Sulastri Effendi, Sp.K.J, dr.
Mariati, Sp.K.J, dr. Evawati Siahaan, Sp.K.J, dr. Paskawani Siregar, Sp.K.J, dr. Citra J. Tarigan, Sp.K.J, dr. Adhayani Lubis, Sp.K.J, dr. Yusak P. Simanjuntak, Sp.K.J, dr. Juwita Saragih, Sp.K.J, dr. Evalina Perangin-angin, Sp.K.J, dr. Friedrich Lupini, Sp.K.J, dr. Rudyhard E. Hutagalung, Sp.K.J, dr. Laila S. Sari, Sp.KJ, dr. Victor E. Pinem, Sp.KJ, dr. Siti Nurul Hidayati, Sp.KJ, dr.
Lailan Sapinah Sp.K.J, dr. Silvy Agustina, Sp.K.J, dr. Ira Aini Dania, M.Ked.K.J, Sp.K.J, dr. Mila Astari Harahap, M.Ked.K.J, Sp.K.J, dr.Baginda Harahap, M.Ked.K.J, Sp.K.J, dr. Ricky Wijaya Tarigan, M.Ked.K.J, Sp.K.J, dr. Hanip Fahri, M.Ked.K.J, SpKJ, dr. Lenni C.
Sihite, M.Ked.K.J, SpKJ, dr.Superida Ginting Suka,M.Ked KJ, SpKJ,dr. Andreas Xaverio Bangun,M.Ked.K.J, SpKJ, dr. Dian
5
Budianti Amalina, M.Ked.K.J, SpKJ, dr.Duma M. Ratnawati M.Ked.K.J, SpKJ, dr.Nanda Sari Nuralita, M.Ked.K.J, SpKJ, dr.
Wijaya Taufik Tidji, M.Ked.K.J, SpKJ, dr. Ferdinan Leo Sianturi, M.Ked.KJ, dr. Saulina D. Simanjuntak, M.Ked.K.J, dr. Nauli Aulia Lubis, M.Ked.KJ, sebagai senior yang banyak memberikan bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis dalam mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
19. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, direktur RSU dr. Pirngadi Medan, Direktur RS Tembakau Deli Medan atas izin , kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
20. KA.Biddokes Polda Sumut dan KA.Rumkit Bhayangkara Polda Sumut Medan yang telah memberikan izin, kesempatan, fasilitas dan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
21. Prof.dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD,K-Psi, selaku Kepala Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah menerima dan membimbing penulis selama belajar di stase Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
22. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Syaraf dan dr. Yuneldi Anwar, SpS(K), selaku Ketua Program Studi Departemen Ilmu Penyakit Syaraf serta dr. Khairul Surbakti, SpS, dr.Dina Listyanigrum, SpS, Msi, selaku pembimbing penulis selama belajar di Departemen Ilmu Penyakit Syaraf FK USU.
23. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku Kepala Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU dan dr. Pirma Siburian, Sp.PD-K.Ger, yang telah menerima dan membimbing saya selama belajar di stase Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
6
24. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK USU : dr. Herny T.Tambunan, M.Ked.K.J, dr. M. Yusuf Siregar, M.Ked.K.J, dr.
Tiodoris Siregar, M.Ked.K.J, dr. Endang Sutry Rahayu, M.Ked.K.J, dr. Agussyah Putra, M.Ked.K.J, dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.K.J, dr.
Gusri Girsang, M.Ked.K.J, dr.Dessy Mawar Zalia, M.Ked.K.J, dr.
Dessy Wahyuni, M.Ked.K.J, dr.Susiati, M.Ked.K.J, dr. Annisa Fransiska, M.Ked.K.J, dr. Ritha Mariati ,M.Ked.K.J, dr. Reni Fransiska Barus, M.Ked.K.J, dr. Nining Gilang Sari, M.Ked.K.J, dr.Nazli Mahdinasari Nasution, M.Ked.K.J, dr. Rosa Yunilda , M.Ked.K.J, dr. Arsusi, dr. Andi Syahputra Siregar, dr. Poltak Jeremias Sirait ,M.Ked.K.J, M.Kes, dr. Muhammad Affandy, dr.
Manahap Pardosi ,dr. Novi Prasanti, dr. Endah Tri Lestari, M.Ked.K.J, dr. Deasy Hendriati, M.Ked.K.J, dr. Rona Hanani Simamora, dr.Novita Linda Akbar, dr. Trisna Marni, dr. Catherine Chong, dr. Cindy, dr. Friska Gurning, dr. Andrew, dr. Suniaty, dr.
Dahlia Rosally Turangan, dr. Nurul Utami, dr. Franky Hadinata Sitepu, dr. Arneil Sitepu, dr. Roslinda Damanik, dr. Anastasia Venny Sipayung, dr. Yusuf Wibisono, yang memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis baik dalam pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan master referat ini dan selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
25. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
26. Teman-teman layanan digital perpustakaan USU, Evi Yulifimar S.Sos, Dian Hartati S.Sos, M.Salim A.Md, Hery Satria Nasution yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas selama mengikuti pendidikan spesialis.
7
27. Buat kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan cintai, Alm.
H. B. Rangkuti dan Ibu Hj. N. Nasution, yang telah dengan susah payah membesarkan, mendidik, memberi rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis selama ini. Demikian juga kepada abang dan adik : Kel. Letkol. Inf. Abd. Razak Rangkuti / Eka Fainulliza, SP, Kel. Insan Kamil Rangkuti, SE / Azlina Soraya Lubis, Amd, Kel.
Khairunnisa Rangkuti, SH / M. Ilham, SH, atas dorongan semangat dan doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialis.
28. Buat kedua mertua saya yang sangat penulis hormati dan cintai:
Bapak Alm. H. Diapari Siregar dan Alm. Hj. Siti Amijah Ritonga, buat abang dan kakak ipar yang penulis hormati dan sayangi, Kel.
M. Nasrun Siregar, Kel. Alm. Ibrahim Siregar, Kel. Dra. Netty Daurlina Siregar, Drs. Ikhwanul Arifin Siregar, dan Kel. Elida Soraya Siregar kepada seluruh keponakan-keponakan saya yang telah banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialis.
29. Buat suamiku tercinta : Letkol. Laut (KH), Drs. Ridwan Efendi Siregar, tiada kata yang terindah yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik dan sangat pengertian, terimakasih atas segala doa, dukungan, dorongan semangat, kesabaran dan pengorbanan atas waktu dan material yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
30. Buat kedua buah hati penulis yang tersayang : Nashwa Ismi Siregar, Ghania Fayyaza Siregar, terimakasih atas doa dan dukungan, kesabaran dan kesempatan yang tidak dapat dihabiskan bersama-sama kalian dalam suka cita dan keriangan selama penulis menjalani pendidikan spesialisasi dan menyelesaikan laporan kasus akhir ini.
Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan bermohon semoga Tuhan yang memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga,
8
sahabat dan handaitolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terimakasih.
Medan, Juli 2015
Alfi Syahri Rangkuti
9
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ………. i
Pernyataan ……….. ii
Ucapan terima kasih ……….. iii
Daftar isi ………. x
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xiii
Daftar Lampiran ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 5
I.3. Hipotesis ... 5
I.4. Tujuan Penelitian ... 5
I.4.1. Tujuan Umum ... 5
I.4.2. Tujuan Khusus ... 5
I.5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
II.1. Skizofrenia ... 7
II.2. Pengasuh dalam keluarga ... 8
II.3. Stigma ... 8
II.4. Pengaruh expressed emotion keluarga terhadap pasien skizofrenik ... 11
II.5. Hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada pasien skizofrenik ... 13
II.6. Family Questionnaire (FQ) ... 14
II.7. Family Interview Scale / Stigma Items (SI) dari Schedule for Clinical Assessment in Neuro Psychiatry (SCAN) ... 16
II.8. Kerangka Teori ... 17
II.9. Kerangka Konsep ... 18
10
BAB III. METODE PENELITIAN... 19
III.1. Desain Penelitian ... ... 19
III.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
III.3. Populasi dan sampel Penelitian ... 19
III.4. Besar Sampel ... 20
III.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 21
III.6. Persetujuan setelah penjelasan / Inform Consent ... 21
III.7. Etika Penelitian ... 21
III.8. Cara Kerja ... 22
III.9. Kerangka operasional ... 23
III.10. Idetitifikasi Variabel . ... ... 24
III.11. Definisi Operasional... 24
III.12. Analisis dan Analisa Data ... 25
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 27
BAB V. PEMBAHASAN ... 36
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
VI.1. Kesimpulan ... ... 41
VI.2. Saran ... ... 42
DAFTAR RUJUKAN ... ... 43 DAFTAR LAMPIRAN
11
DAFTAR TABEL
Tabel Definisi Operasional ... 24 Tabel 4.1. Karakteristik Demografik Subjek Penelitian ... 27 Tabel 4.2 Stigma Items pada keluarga pasien skizofrenik ... ... 28 Tabel 4.3 Distribusi karakteristik demografik berdasarkan
kelompok subjek penelitian S ... ... 29 Tabel 4.4 Expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik ... 31 Tabel 4.5 Hubungan antara stigma dengan expressed emotion ... 31 Tabel 4.6 Perbedaan Critical Comments (CC) berdasarkan
karakteristik demografik pada stigma ringan... 32 Tabel 4.7 Perbedaan Critical Comments (CC) berdasarkan
karakteristik demografik pada stigma berat... 33 Tabel 4.8 Perbedaan Emotional Over Involvement (EOI) berdasarkan
karakteristik demografik pada stigma ringan... 34 Tabel 4.9 Perbedaan Emotional Over Involvement (EOI) berdasarkan karakteristik demografik pada stigma berat... 35
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.8. Bagan Kerangka Teori ... 17 Gambar II.9. Bagan Kerangka Konsep ... 18 ...
Gambar III.9. Bagan Kerangka Operasional ... 23 ...
13
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Jadwal Penelitian
2. Lampiran 2 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian 3. Lampiran 3 Persetujuan setelah penjelasan (Inform Consent) 4. Lampiran 4 Data sampel penelitian
5. Lampiran 5 Riwayat hidup peneliti 6. Lampiran 6 Ethical Clearence 7. Lampiran 7 Hasil uji SPSS 8. Lampiran 8 Stigma Items
9. Lampiran 9 Family Questionnare (FQ) 10.Lampiran 10 Tabel data dasar
14
DAFTAR SINGKATAN dan LAMBANG
BLUD RSJ : Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa CC : Critical Comment
EE : Expressed Emotion EOI : Emotional Over Involved FQ : Family Questionnaire
SI dari SCAN : Stigma Items dari Schedule for Clinical Assessment in Neuro Psychiatry
SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas PT : Perguruan Tinggi
SPSS : Statistical Package for Sciences
PANNS : Positive and Negative Syndrome Scale
n : Jumlah sampel
< : lebih kecil
> : lebih besar
15 ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA STIGMA DENGAN EXPRESSED EMOTION PADA KELUARGA PASIEN SKIZOFRENIK
Alfi Syahri Rangkuti, Vita Camellia, Harun Thaher Parinduri
Latar belakang: Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seseorang. Beban keluarga diantaranya hilangnya produktivitas keluarga, gangguan ritme aktivitas keluarga, stigma yang dibebankan masyarakat pada keluarga dan pasien.
Stigma juga menimbulkan reaksi emosional keluarga yang merawat pasien skizofrenik dapat memperburuk komunikasi antar keluarga yang pada akhirnya meningkatkan expressed emotion keluarga pasien. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik
Metode: studi ini merupakan studi cross sectional terhadap 100 keluarga pasien skizofrenik yang datang berobat ke instalasi rawat jalan BLUD RSJ Prof. M. Ildrem Propinsi Sumatera Utara. Tingkat stigma keluarga pasien skizofrenik dengan menggunakan Stigma Items dari Schedule for Clinical Assessment In Neuro Psychiatry (SI dari SCAN), untuk mengetahui expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik menggunakan Family Questionnaire (FQ). Untuk mengetahui hubungan antara stigmaa dengan expressed emotion, serta komponen-komponen yang berperan di dalamnya menggunakan uji Chi Square. Kriteria untuk signifikansi ada tidaknya hubungan adalah dengan menggunakan nilai p < 0,05.
Hasil: terdapat hubungan bermakna antara stigma dengan expressed emotion (p=0,0001). Kekuatan hubungan/Odd ratio (R) yaitu 40.773 dengan IK 95% (12.022-138.286). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara critical comment berdasarkan karakteristik demografik pada stigma ringan dan stigma berat, terdapat perbedaan yang bermakna antara emotional over involved berdasarkan pekerjaan pada stigma ringan (p=0,042), namun tidak terdapat perbedaan bermakna emotional over involved berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan pada stigma ringan. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara emotional over involved berdasarkan karakteristik demografik pada stigma berat.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara stigma dengan expressed emotion. Dan terdapat perbedaan bermakna antara emotional over involved komponen dari expressed emotion berdasarkan pekerjaan pada stigma ringan.
Kata kunci: Pasien Skizofrenik, keluarga pasien skizofrenik, stigma, expressed emotion.
16 ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN STIGMA AND EXPRESSED EMOTION IN SCHIZOPHRENIC PATIENT’S CAREGIVERS
Alfi Syahri Rangkuti, Vita Camellia, Harun Thaher Parinduri
Background: Schizophrenia is a mental disorder that affects all aspects of a person's life. Family expenses including loss of productivity, activity rhythm disorders, stigma imposed on the family and the patient community. Stigma also cause emotional reactions that take care of families of schizophrenic patients can worsen communication between families , which in turn increases the patient's family expressed emotion.
Objective : to determine the relationship between stigma and expressed emotion in schizophrenic patient’s caregivers.
Methods: This is a cross sectional study on 100 families of schizophrenic patients who come for treatment to outpatient at installation BLUD RSJ Prof. M. Ildrem North Sumatera. The level of stigma family schizophrenic patients using the Stigma Items of the Schedule for Clinical Assessment In Neuro Psychiatry (SI from SCAN), to determine expressed emotion in relatives of schizophrenic patients using the Family Questionnaire (FQ).
To determine the relationship between stigma and expressed emotion, as well as the components that play a role in it using Chi Square test. Criteria for the significance of the relationship is to use the value of p < 0.05.
Results: there is a significant relationship between stigma and expressed emotion (p=0.0001). The strength of the relationship / Odd ratio (R) is 40 773 with CI 95% (12022-138286). There were no significant between the critical comments based on the demographic characteristics with low and high stigma, there is a significant between emotional over involvement based work on low stigma (p=0.042), but there were no significant in emotional over involvement based on age, gender, marital status, education with low stigma. There was no significant between emotional over involvement based on the demographic characteristics of the high stigma.
Conclusion: There is a significant relationship between stigma and expressed emotion. And there is a significant between emotional over Involvement components of expressed emotion based work on low stigma.
Key word: schizophrenic patients, schizophrenic patient’s caregivers, stigma, expressed emotion.
17
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Skizofrenia adalah penyakit kronis yang membawa beban berat bagi masyarakat, keluarga, dan pasien.1 Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang bervariasi, tetapi sangat mengganggu, psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari tingkah laku. Manifestasi ekspresi ini bervariasi pada seluruh pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi efek dari penyakit ini selalu berat dan biasanya memiliki jangka waktu yang lama. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mempengaruhi orang- orang dari semua kelas sosial. Baik pasien dan keluarganya sering mengalami perawatan yang buruk dan pengucilan sosial karena ketidaktahuan yang luas tentang gangguan tersebut.2
Skizofrenia merupakan gangguan otak berat yang dapat berlangsung seumur hidup. Gangguan ini menimbulkan kesulitan bagi orang tersebut untuk memahami perbedaan antara pengalaman nyata dan tidak nyata., berfikir logis, memiliki respons emosional yang sesuai dengan budaya, dan untuk berperilaku tepat dalam situasi sosial. Tidak hanya pasien dengan skizofrenia yang sangat menderita karena penyakit ini, tetapi juga anggota keluarga mereka.3 Meskipun fenomenologinya menarik, patofisiologi dan etiologi skizofrenia masih belum jelas, dan orang dengan penyakit ini mengalami penderitaan yang berat. Kurangnya pengetahuan yang kritis tentang fungsi otak mendasari ketidakmampuan kita untuk menjelaskan target molekul untuk perawatan definitif atau strategi pencegahan yang rasional.4
Skizofrenia adalah penyakit mental yang serius yang membebani secara individu, keluarga mereka, dan masyarakat. Meskipun faktor biologis sangat penting untuk pemahaman skizofrenia, faktor sosial juga memainkan peran dalam menentukan hasil pada gangguan ini.5
18
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seseorang. Hingga saat ini penanganan pasien ini masih belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, penyebabnya antara lain masih terdapatnya stigma dalam keluarga dan masyarakat. Pasien skizofrenia banyak yang mengalami perlakuan diskriminatif, isolasi sosial dan keterbatasan aktivitas.6
Dampak dari skizofrenia bagi individu yang terkena, keluarga, dan masyarakat pada umumnya adalah sangat besar. Beban keluarga di antaranya hilangnya produktivitas keluarga, gangguan ritme aktivitas keluarga, stigma yang dibebankan masyarakat pada keluarga dan pasien.
Stigma ini kadangkala menimbulkan reaksi emosional keluarga yang merawat pasien skizofrenik dapat memperburuk komunikasi antar anggota keluarga yang pada akhirnya meningkatkan expressed emotion keluarga pasien. Sebuah penelitian yang dilakukan di Malaysia tahun 2010, menyatakan bahwa 80% dari caregiver yang menyediakan perawatan rutin merasa terbeban hubungannya dengan keluarga, 71% melaporkan sering terjadi ketegangan komunikasi di antara anggota keluarga. Stigma terhadap gangguan mental tersebut seringkali merupakan barrier besar.
Keluarga yang memiliki anggota dengan gangguan mental sering mengalami berbagai emosi seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa marah, frustasi, rasa malu, dan perasaan tidak berguna. Stigma terhadap penderita juga kerap membuat keluarga menyembunyikan anggota keluarga tersebut, atau bahkan mengasingkan mereka. 7
Di Indonesia belum ada angka prevalensi yang pasti tentang stigmatisasi, namun berdasarkan data masih banyak keluarga dan masyarakat yang menganggap skizofrenia sebagai penyakit yang memalukan dan membawa aib bagi keluarga. Keberadaan pasien di masyarakat dianggap sering meresahkan, dengan perilaku yang cenderung mengakibatkan tindak kekerasan dan mengganggu tetangga.6
Penelitian yang dilakukan di Etiopia memperlihatkan 75%
responden mengalami stigma akibat adanya anggota keluarga yang
19
menderita skizofrenia. Penelitian tersebut juga memperlihatkan 42%
responden gelisah akibat diperlakukan berbeda. Masyarakat Etiopia sendiri sangat percaya bahwa skizofrenia terjadi akibat dirasuki oleh roh jahat atau roh nenek moyang.6,8 Sitgmatisasi juga terjadi di Hongkong, dimana pasien gangguan jiwa sering disalahartikan, mereka dianggap suka kekerasan, bunuh diri, tidak dapat diterka dan tidak mampu membuat keputusan rasional. Pearson tahun 1998 melaporkan, hasil penelitiannya di Cina menunjukkan bahwa stigma sangat tinggi di Negara tersebut, terlihat 80% orang yang menderita gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan. Sing Lee pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitiannya di Jepang bahwa pada masyarakat tersebut juga memperlihatkan stigmatisasi yang kuat terhadap skizofrenia.6
Pada onset awal skizofrenia, anggota keluarga dari penderita gangguan ini sering mengalami reaksi syok, distress, penolakan, kemarahan atau ketakutan. Diagnosis awal dapat menjadi dampak besar pada anggota keluarga karena mereka sadar akan stigma dan pandangan negatif yang akan melekat pada mereka. Keluarga juga mungkin menyadari kemungkinan bahwa skizofrenia dapat mengubah kehidupan mereka yang menderita penyakit itu. Suatu studi telah menunjukkan bahwa proporsi yang signifikan dari pasien skizofrenia yang kembali ke rumah keluarga. Keluarga-keluarga ini selalu melanjutkan perawatan ini dan dukungan dari mereka sangat penting, walaupun pasien yang tidak tinggal dengan keluarga mereka. Anggota keluarga dapat menjadi sumber penting dari umpan balik untuk individu dengan skizofrenia. Faktor sosial dan lingkungan seperti stigma, beban perawatan dan expressed emotion diantara anggota keluarga akan berdampak pada pasien dan ini menjadi dasar keberhasilan mereka ketika dirawat jalan. Intinya, hubungan keluarga tetap penting dimana keluarga dapat menjadi efek negatif atau positif untuk kesejahteraan penderita dengan skizofrenia, tergantung pada kualitas hubungan.9
Pasien skizofrenik yang dirawat inap, yang kembali pada lingkungan keluarga yang ditandai dengan tingginya tingkat kritikan,
20
keterlibatan emosional yang berlebihan, atau permusuhan (disebut sebagai expressed emotion yang tinggi) lebih cenderung mengalami kekambuhan dibandingkan dengan pasien skizofrenik yang kembali pada keluarga yang ditandai dengan expressed emotion yang rendah.5,10,11 Ekspresi ditetapkan sebagai pengukuran empiris yang dapat dipercaya sebagai beberapa aspek emosional kehidupan keluarga. Konsep expressed emotion didasarkan pada bagaimana keluarga pasien psikiatri secara spontan berbicara tentang pasien. Dalam dekade terakhir, studi tentang expressed emotion telah dilakukan pada berbagai sampel pasien, dan status ekspresi emosi pada umumnya telah terbukti menjadi prediktor yang baik bagi kekambuhan gangguan psikiatri. Misalnya, risiko terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenik setelah dirawat pada keluarga yang memiliki expressed emotion yang tinggi dua kali lebih besar dibandingkan pada pasien dengan expressed emotion keluarga yang rendah.11
Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa expressed emotion memprediksikan hasil antara pasien dengan skizofrenia. Para peneliti Inggris melaporkan bahwa gaya keluarga tertentu dikarakteristikkan dengan tingginya pengaruh expressed emotion pada perjalanan penyakit skizofrenia. Expressed emotion tinggi, menurut para penulis ini, menyebabkan peningkatan probabilitas eksaserbasi gejala atau kekambuhan. Intervensi keluarga dengan fokus pada expressed emotion telah menunjukkan dampak positif pada perjalanan penyakit skizofrenia.
Mengingat bahwa penelitian stres relatif sebagai konsekuensi dari penyakit, masalah dan beban hidup dengan penderita skizofrenia yang cukup besar, penelitian masalah kerabat sendiri masih terbatas.9
Pada penelitian Michael dan kawan-kawan di Cina pada tahun 2002 menunjukkan bahwa anggota keluarga dengan stigma sedang sampai berat efeknya terhadap kehidupan pasien diatas 3 bulan sebanyak 60% responden, dan pada kehidupan dari anggota keluarga 28% dari responden. Efek stigma pada pasien dan anggota keluarga signifikan lebih besar jika responden dengan expressed emotion pada tingkat yang tinggi.12
21
Saat ini di Sumatera Utara belum pernah ada yang melakukan penelitian tentang stigma keluarga terhadap anggota keluarga yang keluarganya menderita skizofrenia.
Berdasarkan hal tersebut maka melalui penelitian ini ingin diketahui apakah terdapat hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik yang datang berobat jalan pada di BLUD RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Propinsi Sumatera Utara, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan informasi terhadap klinisi dan keluarga pasien skizofrenik.
I.2. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik ?
I.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik
I.4. Tujuan penelitian I.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik
I.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik demografik subjek penelitian 2. Untuk mengetahui stigma keluarga pasien skizofrenik.
3. Untuk mengetahui distribusi karakteristik demografik berdasarkan stigma.
4. Untuk mengetahui expressed emotion keluarga pasien skizofrenik.
22
5. Untuk mengetahui perbandingan dimensi expressed emotion berdasarkan karakteristik demografik pada keluarga yang mengalami stigma.
6. Untuk mengetahui perbedaan Critical comment (CC) berdasarkan karakteristik demografik pada stigma ringan
7. Perbedaan Critical comment (CC) berdasarkan karakteristik demografik pada stigma berat
8. Untuk mengetahui perbedaan Emotional Over Involvement (EOI) berdasarkan karakteristik demografik pada stigma berat
9. Untuk mengetahui perbedaan Emotional Over Involvement (EOI) berdasarkan karakteristik demografik pada stigma ringan.
I.5. Manfaat penelitian 1. Bidang pendidikan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara stigma dengan expressed emotion keluarga pada pasien skizofrenik.
2. Bidang penelitian
Hasil studi ini juga dapat dilanjutkan untuk bahan studi selanjutnya yang sejenis atau penelitian ini dijadikan sebagai bahan acuan.
3. Bidang pelayanan kesehatan
Dengan mengetahui adanya hubungan antara stigma dengan expressed emotion keluarga pasien skizofrenik dapat membantu klinisi untuk memberikan informasi dan masukan terhadap keluarga pasien skizofrenik.
23
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Skizofrenia
Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang abnormal atau sangat tidak teratur (termasuk katatonia), dan simtom negatif. Skizofrenia berlangsung selama minimal 6 bulan dan mencakup setidaknya 1 bulan dari simtom fase aktif.13 Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling berat. Risiko seumur hidup sekitar 0,5-1%, dan karena onsetnya dini dan kecenderungan untuk kronik menyebabkan prevalensi penyakit ini relative tinggi.
Ketidakmampuan terutama disebabkan gejala negatif dan defisit kognitif, yang merupakan gambaran yang memiliki dampak yang lebih besar pada fungsi jangka panjang dibandingkan dari delusi dan halusinasi yang dramatis serta sering menyebabkan kekambuhan. Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit tersebut cukup besar, dan dampak pada penderita dan keluarga mereka cukup buruk.14
Prevalensi skizofrenia adalah sama pada laki-laki dan perempuan.
Tetapi, awitan dan perjalanan penyakit berbeda berdasarkan jenis kelamin. Awitan terjadi lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan.
Lebih dari setengah dari semua pasien skizofrenik laki-laki, tetapi hanya sepertiga dari semua pasien skizofrenik perempuan, yang pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa sebelum usia 25 tahun. Usia puncak awitan adalah 10 sampai 25 tahun untuk laki-laki, dan 25 sampai 35 tahun untuk perempuan. Awitan skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau setelah usia 60 tahun sangatlah jarang. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa laki- laki lebih cenderung mengalami gangguan gejala negatif daripada perempuan, dan perempuan lebih cenderung memiliki fungsi sosial yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Secara umum, hasil akhir terhadap pasien skizofrenik perempuan lebih baik daripada pasien skizofrenik laki- laki. Ketika awitan terjadi setelah usia 45 tahun, gangguan ini disebut sebagai awitan lambat.2 Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia
24
adalah 0.3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah mengalami skizofrenia.15
II.2. Pengasuh dalam keluarga
Pengasuh dapat didefinisikan dalam berbagai cara. Pengasuh bervariasi dalam hubungan mereka kepada penerima pelayanan (bisa pasangan, anak, profesional), mereka mungkin pengasuh primer atau sekunder dimana mereka dapat tinggal bersama dengan penerima pelayanan atau terpisah. Namun, satu hal yang umum adalah bahwa pengasuhan meliputi pemberian dukungan dan bantuan untuk anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam penelitian ini , pengasuhan termasuk memberikan dukungan dan bantuan untuk keluarga anggota dengan skizofrenia.9
Pada studi lima Negara di Eropa melaporkan bahwa keluarga untuk pengasuh pasien skizofrenia menghabiskan waktu rata-rata antara 6 sampai 9 jam per hari dalam memberikan dukungan. Sebuah studi dari 408 keluarga di Amerika Serikat pada anggota keluarga dengan gangguan mental (80% dengan skizofrenia) menunjukkan bahwa pemberian perawatan menghabiskan sebagian waktu luang mereka selama 67 jam per bulan.9
II.3. Stigma
Kata stigma berasal dari bahasa Inggris yang artinya label atau tanda. Dalam kaitannya dengan skizofrenia, yang dimaksud dengan stigma adalah label dari masyarakat yang memandang negatif penyakit skizofrenia. Mereka menganggap apabila salah seorang anggota keluarganya menderita skizofrenia, hal ini merupakan aib bagi keluarga.
Seringkali keberadaan pasien skizofrenik sering dirahasiakan dan disembunyikan, bahkan dikucilkan dan tidak dibawa berobat ke dokter.
Pada beberapa daerah di Indonesia, sebagian pasien skizofrenik bahkan sampai dipasung. Selain dari hal tersebut, sebagian keluarga dan masyarakat masih menganggap bahwa skizofrenia merupakan gangguan
25
atau penyakit yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak rasional atau supranatural. Sebagai contoh, ada anggapan bahwa orang yang menderita skizofrenia ini dianggap sebagai orang gila yang disebabkan oleh guna-guna, teluh, kemasukan setan, kemasukan roh jahat, melanggar larangan atau tabu dan lain-lain.6
Keluarga dari pasien skizofrenik mengalami pengalaman negatif oleh efek dari stigma yang terkait dengan penyakit mental. Dalam masyarakat kita, penyakit mental kadang-kadang ditafsirkan sebagai tanda kelemahan. Beberapa orang masih percaya skizofrenia disebabkan oleh pengasuhan anak yang buruk dan merupakan kesalahan keluarga.
Lainnya berfikir bahwa sakit mental hanya perlu untuk “mendapatkan lebih” dan melanjutkan hidup mereka. Ini sangat sulit bagi seseorang yang peduli pada penderita skizofrenia. Penyakit mental berbeda dari penyakit fisik. Ketika anda melihat orang-orang yang sakit secara fisik, anda akan menawarkan untuk membantu mereka dengan membuka pintu atau membawa belanjaan mereka. Anda berasumsi bahwa penyakit mereka bukan karena kesalahan mereka. Penyakit mental, terutama skizofrenia, biasanya akan menjadi jelas bagi orang lain karena seseorang bertindak
“ganjil”. Bukannya mencoba untuk membantu, kebanyakan orang malah menjaga jarak dan ingin mengabaikan orang dengan skizofrenia.
Akibatnya, perawat penderita skizofrenia dapat diasingkan dan dibuat merasa bersalah dan sendirian.16
Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma skizofrenia, yaitu:6 1. Sikap keluarga dan masyarakat yang menghindar
Kebanyakan orang tidak bias menerima penyimpangan perilaku seperti tertawa dan bicara tanpa sebab, mengumpulkan benda-benda aneh.
Penyimpangan persepsi dan pikir seperti halusinasi, depersonalisasi, derealisasi, waham. Penyimpangan emosi seperti marah tanpa sebab, labil, apatis, dan sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan seperti ini dianggap aneh dan label negatif serta tidak dianggap sebagai tanda atau gejala suatu penyakit. Masyarakat umumnya baru melihat penyimpangan fisik sebagai penyakit.
26 2. Kekambuhan
Sering terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia yang diakibatkan oleh ketidakteraturan berobat menyebabkan masyarakat mempunyai anggapan bahwa skizofrenia memang tidak dapat disembuhkan, sehingga sekali orang melabelnya maka seterusnya label tersebut melekat. Mereka beranggapan bahwa pasien skizofrenia memang tidak perlu dibawa ke rumah sakit untuk diobati karena akan sia- sia padahal untuk berobat memerlukan biaya yang besar.
3. Aktivitas pasien
Pasien skizofrenik sering mengalami permasalahan yang mengganggu hidupnya, diantaranya :
- Aktivitas hidup sehari-hari (activity daily living) - Hubungan interpersonal
- Harga diri yang rendah - Motivasi
4. Faktor budaya
Masalah stigma terhadap mereka yang menderita skizofrenia sebenarnya adalah sangat umum, dan sudah lama diakui mempengaruhi pengobatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee pada tahun 2002, tentang stigma skizofrenia dan problem antar kebudayaan pada Negara Timur, ditemukan kenyataan bahwa pasien skizofrenik masih banyak yang tidak mendapatkan perawatan formal karena mahalnya biaya perawatan. Banyak diantaranya dirantai di tiang listrik di jalanan, di kandangkan, dipukul bahkan pada lokakarya Asia Pasifik yang ke-III di Thailand tahun 2001 dikatakan bahwa di sebuah pulau di Asia pasien skizofrenik dilemparkan dari rumah dengan harapan akan dimakan harimau.
Indonesia sebagai Negara kepulauan dan beragam kebudayaan, ternyata di beberapa daerah stigma sangat kuat sehingga pasien sering dikucilkan, dikandangkan, dipasung atau dibawa berobat ke dukun dan paranormal. Daerah lain seperti Bali, ternyata stigma skizofrenia ini berbeda, karena masyarakat di Bali punya pandngan yang bias dianggap
27
proporsional terhadap terminilogi “gila”. Kreatifitas berkesenian malahan lebih banyak dilihat dari aspek kegilaannya, yang secara fisik sering dilihat sebagai sosok yang eksentrik, berambut gondrong, pakaian sengaja dibuat compang-camping, mengenakan aksesoris sebanyak-banyaknya dan tingkah laku aneh yang lain dari orang kebanyakan dan lain-lain.
5. Faktor edukasi
Faktor edukasi sangat berpengaruh terhadap keberadaan stigma.
Ketidaktahuan masyarakat tentang skizofrenia menyebabkan menetapnya stigma. Anggapan bahwa penyebab skizofrenia adalah adanya kekuatan supranatural sehingga menyebabkan kesulitan untuk menerima pengobatan modern di Etiopia. Di Cina akibat ketidaktahuan juga menyebabkan pasien skizofrenik sering dikucilkan, dikandangkan, dipasung dan di diskriminasi. Kurangnya edukasi dan informasi menyebabkan keluarga tidak memahami perilaku pasien baik gejala positif atau gejala negatif dan sering mengakibatkan lamanya penderita dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai. Namun sebaliknya, pemberian edukasi seperti di Canada terbukti menurunkan tingkat stigma.
II.4. Pengaruh expressed emotion keluarga terhadap pasien skizofrenik
Banyak faktor yang terlibat dalam kekambuhan skizofrenia. Salah satu faktor kontribusi yang secara konsisten ditemukan berhubungan dengan kekambuhan adalah emosional di dalam lingkungan rumah yang ditunjukkan oleh anggota keluarga pasien skizofrenik yang disebut sebagai expressed emotion. Secara umum, expressed emotion mengukur suasana emosional di dalam lingkungan rumah berdasarkan indeks adanya sikap kritis/ critical comments (CC), perilaku bermusuhan, dan keterlibatan emosional yang berlebihan (emotional over involvement {EOI})/ sikap yang mengganggu ketika keluarga berbicara tentang pasien
28
dalam sebuah wawancara yang dilakukan selama pasien di rawat di rumah sakit jiwa.17
Expressed emotion merupakan pengukuran dari sikap keluarga terhadap pasien psikotik dan juga terhadap emosional lingkungan dari keseluruhan pasien. Konsep expressed emotion diperkenalkan pada studi yang dilakukan oleh Brown dan kawan-kawan, dimana expressed emotion terbukti memiliki pengaruh pada kekambuhan pasien skizofrenik. Nilai prediktif expressed emotion dikonfirmasikan dalam studi replikasi dilakukan oleh Vaughn dan Leff. Beberapa respons emosi negatif diungkapkan oleh keluarga, seperti permusuhan, kritikan dan keterlibatan emosional yang berlebihan, yang mendalam pada kasus penyakit mental yang disebabkan stigma sosial dan prilaku psikotik yang tidak terduga, secara signifikan berhubungan dengan kekambuhan pada pasien psikotik.17
Sejumlah penelitian telah dilakukan yang melibatkan tidak hanya pasien skizofrenik tetapi juga pasien dengan bentuk-bentuk psikosis, seperti gangguan afektif dan gangguan makan. Expressed emotion yang tinggi merupakan faktor risiko untuk kekambuhan dalam berbagai kondisi psikopatologis.18
Expressed emotion ditetapkan sebagai pengukuran empiris yang dapat dipercaya sebagai beberapa aspek emosional kehidupan keluarga.
Konsep expressed emotion didasarkan pada bagaimana keluarga pasien psikiatri secara spontan berbicara tentang pasien. Keluarga diklasifikasikan memiliki expressed emotion yang tinggi jika mereka memberikan komentar kritis lebih dari jumlah ambang yang ditentukan atau menunjukkan adanya tanda-tanda permusuhan atau ditandai keterlibatan emosional yang berlebihan.10,11 Dalam dekade terakhir, studi tentang expressed emotion telah dilakukan pada berbagai sampel pasien, dan status expressed emotion pada umumnya telah terbukti menjadi mempercepat kekambuhan gangguan psikiatri. Misalnya, risiko terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia setelah dirawat pada keluarga yang memiliki expressed emotion yang tinggi dua kali lebih besar dibandingkan
29
pada pasien dengan expressed emotion keluarga yang rendah.11,19 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Solomon dan kawan-kawan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa expressed emotion yang tinggi berhubungan dengan sikap pasien terhadap kepatuhan pengobatan dan kontak sosial.10
Penelitian yang luas terhadap expressed emotion telah mampu menunjukkan dengan baik bahwa fenomena ini sebagai prediktor yang handal dan kuat terhadap berbagai kekambuhan gangguan yang bervariasi selain skizofrenia, termasuk gangguan mood, gangguan makan, alkohol, depresi, serta penyakit fisik. Bagaimanapun juga, sedikitnya pemahaman tentang mekanisme dan proses ini mempunyai hubungan yang konsisten antara expressed emotion dan kekambuhan. Penelitian telah memberikan beberapa bukti dimana expressed emotion merupakan cerminan dari pola perilaku transaksional antara pasien dan gaya koping keluarga, dan menunjukkan hubungan dua arah.10 Sebuah tinjauan pada 13 studi baru-baru ini yang meneliti hubungan antara expressed emotion dan atribusi dari pengasuh tentang perilaku pasien mendukung kesimpulan bahwa keyakinan pengasuh memainkan peran penting dalam proses kekambuhan dalam cara yang bervariasi. Oleh karena itu, informasi yang valid dari pendapat tersebut tampaknya penting untuk mengembangkan intervensi edukasi keluarga tentang seluk beluk dan kesukaran terhadap pengasuhan skizofrenia yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka secara spesifik.19
II.5. Hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada pasien skizofrenik12
Bekerja pada expressed emotion mengasumsikan bahwa tentang tingginya expressed emotion pasien di antara anggota keluarga mencerminkan pola interaksi dalam keluarga yang menyebabkan stres pada pasien. Expressed emotion telah diteliti terutama sebagai prediksi terhadap kekambuhan pasien; link untuk konstruksi lainnya seperti stigma, belum dieksplorasi.
30
Stigma, sebagai sikap sosial yang negatif diarahkan terhadap individu dan keluarga, mungkin hubungan stres lebih lanjut dalam sistem keluarga dan dengan demikian memperbesar tingginya tingkat expressed emotion yang diungkapkan oleh keluarga. Sebaliknya, tingkat expressed emotion anggota keluarga dapat mempengaruhi persepsi dan respon mereka terhadap stigma dan diskriminasi. Misalnya, kerabat dengan rendahnya expressed emotion, yang tidak terlalu cemas dalam respon mereka terhadap penyakit pasien, mungkin cenderung memandang stigma dengan cara yang kurang mengancam dan berbahaya bagi pasien atau keluarga; kerabat dengan expressed emotion yang tinggi, yang menanggapi penyakit pasien dengan cara yang sangat cemas dan takut,mungkin akan mengalami stigma yang lebih akut.
Temuan yang paling luar biasa dari studi ini adalah hubungan yang sangat kuat antara expressed emotion tinggi dan laporan efek dari stigma pada keduanya yaitu pasien dan keluarga. Setelah mengontrol untuk berbagai variabel prediktif, tingkat expressed emotion dari responden tetap menjadi prediktor besar yang paling penting dirasakan pengaruh stigma terhadap kehidupan pasien dan anggota keluarga lainnya.
II.6. Family Questionnaire (FQ)
Meskipun banyak usaha untuk mengukur stres pada pengasuh pasien skizofrenia, beberapa penulis telah mengeksplorasi korelasi antara penilaian keluarga dengan simtom dan tingkah laku stres psikologis dan beban yang mereka alami. Quinn dan kawan-kawan mengusulkan bahwa FQ memberikan penilaian yang dibutuhkan untuk mengukur perbedaan dimensi terhadap stres dalam merespons simtom pada pasien skizofrenik.20
FQ merupakan skala laporan diri (selft-report scale) untuk menilai expressed emotion; dikembangkan dan divalidasi oleh Wiedemanna, Raykia, Feinsteinb, dan Hahlwegc departemen psikiatri dan psikoterapi dari Universitas Tubingen, di Jerman. Pengembangan versi awal pada FQ
31
dilakukan oleh para ahli klinis yang berpengalaman, disusun berdasarkan pernyataan anggota keluarga penderita skizofrenia, mengenai interaksi dan cara bersosialisasi dalam keluarga. Kuesioner ini diperkenalkan pertama sekali pada tahun 2001 dan terdiri dari 130 pertanyaan, selanjutnya pada tahun 2002 mengalami pemampatan menjadi 30 butir dan pada akhirnya versi yang terbaru terdiri dari 20 pertanyaan. Di dalam FQ terdapat empat pilihan jawaban yang memungkinkan mulai dari tidak pernah/sangat jarang = 0; jarang = 1; sering = 2; hingga sangat sering= 3.
Nilai titik potong (cut of score) pada FQ adalah 23 (expressed emotion rendah ≤ 23 < (expressed emotion tinggi).21
Instrumen ini telah divalidasi di Indonesia oleh Nurtantri pada tahun 2005, dimana akurasi pengukuran FQ terhadap seseorang yang mempunyai expressed emotion tinggi adalah sebesar 94.3%. Sensitivitas alat ukur ini adalah sebesar 95.5% dengan spesifisitas 93.8%.21
Pengembangan versi akhir FQ terdiri dari 20 butir pertanyaan, yang mencakup 2 dimensi (domain) yang berbeda dari expressed emotion keluarga pasien skizofrenik, yaitu: kritik/ critical comments dan keterlibatan emosional yang berlebihan/ emotional over involvement. Critical comments didasari oleh isi dan/atau intonasi suara. Kata-kata yang menyatakan kritik apabila keluarga tidak menyukai, tidak menyetujui atau sikap/ perilaku yang menampakkan kemarahan. Emotional over involvement didasari oleh terdapatnya respons emosional yang berlebihan terhadap penyakit pasien, ditandai dengan pengorbanan diri yang tidak biasa dan perilaku sayang/ setia yang berlebihan, atau memberikan perlindungan yang sangat berlebihan. Hasil dari analisis faktor menunjukkan 2 underlying construct dari ke 20 butir pertanyaan FQ.
Faktor ke-1 mempunyai korelasi yang kuat pada butir-butir pertanyaan 3, 5, 9, 13, 17, dan 19, yang sesuai dengan butir pertanyaan pada komponen EOI. Faktor ke-2 mempunyai korelasi yang kuat pada butir-butir pertanyaan 2, 4, 12, dan 16 yang sesuai dengan butir pertanyaan pada komponen CC.
32
II.7. Family Interview Scale / Stigma Items (SI) dari Schedule for Clinical Assessment in Neuro Psychiatry (SCAN)
Family Interview Scale / SI dari SCAN adalah merupakan suatu alat ukur untuk melakukan skrining terhadap stigma yang dialami oleh anggota keluarga yang salah satu anggotanya menderita gangguan skizofrenia yang diciptakan oleh Shibre, Negash dan Kullgren dari Departemen Psikiatri Universitas Umea, di Umea Swedia. Alat ukur ini merupakan pengembangan dari versi SCAN yang diciptakan oleh Sartorius dan Janca pada tahun 1996 yang dikembangkan sebagai bagian dari penelitian WHO tentang perjalanan penyakit dan akibat skizofrenia yang secara khusus perhatian diberikan kepada stigma dan atribut-atributnya.6
Alat ukur ini terdiri dari 9 dimensi yaitu self esteem (SI 2, SI 3 dan SI 5), stereotype (SI 7), discrimination (SI 1 dan SI 9), shame (SI 11), blame (SI 8 dan SI 14), isolation (SI 10), avoidance (SI 6), depression (SI 13), help (SI 4 dan SI 12). Keseluruhannya terdiri dari 14 pertanyaan yang berkenaan dengan stigma yang mungkin mempengaruhi keluarga pasien skizofrenik, setiap butir stigma dinilai dengan 4 titik skala dimulai dari tidak sama sekali mendapat angka 0, kadang-kadang mendapat angka 1, sering mendapat angka 2 dan sangat sering mendapat angka 3.
Berkenaan dengan stigma untuk menaksir atau memperkirakan respon distribusi stigma, skor hitungan stigma dihitung dengan meringkas semua respons positif yang lebih besar dari 0 untuk masing-masing dari 14 butir.
Hasilnya adalah : skor 0 untuk tidak ada stigma; skor 1≤ 4 untuk stigma ringan; skor > 4 untuk stigma berat.6
33 II.8. Kerangka Teori
Stigma
• Expressed Emotion
• Sikap keluarga dan masyarakat
• Kekambuhan
• Aktifitas pasien
• Faktor budaya
• Edukasi
34 II.9. Kerangka Konsep
Pasien skizofrenik
Keluarga pasien skizofrenik
Stigma Ringan
≤ 4
Family Questionnaire
≤ 23
Stigma Berat
> 4
Family Questionnaire
> 23
- Critical comments - Emotional Over Involvement
- Critical Comments - Emotional Over Involvement
- Critical Comments - Emotional Over Involvement
- Critical Comments - Emotional Over Involvement
35
BAB III. METODE PENELITIAN
III. 1. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan studi analitik komparatif dengan pendekatan cross-sectional. Kelompok I adalah keluarga pasien skizofrenik dengan stigma ringan, sedangkan kelompok II adalah keluarga pasien dengan stigma berat.
III.2. Tempat dan Waktu
1. Tempat penelitian : Instalasi rawat jalan BLUD RSJ.
Prof.Dr.M.Ildrem Provinsi Sumatera Utara.
2. Waktu Penelitian : 10 Maret 2015 - 30 Juni 2015
III.3. Populasi dan sampel penelitian 1. Populasi target
Anggota keluarga pasien skizofrenik.
2. Populasi terjangkau
Anggota keluarga yang membawa pasien skizofrenik berobat ke Instalasi Rawat Jalan BLUD RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara periode 10 Maret 2015 – 30 Juni 2015.
3. Sampel penelitian
Anggota keluarga yang membawa pasien skizofrenik berobat ke Instalasi Rawat Jalan BLUD RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4. Cara pengambilan sampel
Non probability sampling jenis consecutive sampling, yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian ini sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.22
36 III.4. Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah:23 n1 = n2 = �𝑧𝑧𝑧𝑧 �2𝑃𝑃𝑃𝑃+ 𝑧𝑧𝑧𝑧 �𝑃𝑃1𝑃𝑃1+ 𝑃𝑃2𝑃𝑃2
𝑃𝑃1−𝑃𝑃2 �2
= �1,96 √2𝑥𝑥 0,43𝑥𝑥 0,57+0,84 √0,58𝑥𝑥 0,42+0,28 𝑥𝑥 0,72
0,58−0,28 �2
= 41,5 = 50
Keterangan :
Zα = deviat baku α = 1,96 Zβ = deviat baku β = 0,84
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya = 28%
= 0,28
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,28 = 0,72
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement Peneliti = 58 % = 0,58
Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,58 = 0,42
P1 – P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna = 0,58 – 0,28 = 0,3
P = proporsi total = (P1 + P2 ) / 2 = (0,58 + 0,28) / 2
= 0,43
Q = 1 – P = 1 – 0,43 = 0,57
Kesimpulan :
Perhitungan besar sampel yang memberikan jumlah besar sampel minimal untuk studi ini masing-masing kelompok 50 subjek, dengan demikian besar sampel untuk studi ini ditetapkan sebanyak 100 subjek.
37 III.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi : Anggota keluarga
1. Anggota keluarga yang merawat pasien skizofrenik dan tinggal serumah dengan pasien dan berinteraksi dengan pasien sekurang- kurangnya 10 jam perminggu dalam waktu minimal selama 6 bulan.
2. Berusia antara 18 - 60 tahun 3. Pendidikan minimal SMP 4. Bersedia ikut dalam studi
Pasien skizofrenik :
1. Pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria diagnosis PPDGJ III 2. Telah memasuki fase stabil pengobatan
3. Berusia 20-40 tahun 4. Memiliki kartu BPJS gratis
Kriteria eksklusi :
1. Keluarga pasien skizofrenik yang menderita gangguan psikiatri 2. Keluarga pasien skizofrenik yang memiliki riwayat penyakit
medis yang tidak memungkinkan untuk mengasuh/merawat pasien skizofrenik (misalnya : stroke, dll)
III.6. Persetujuan setelah penjelasan/Informed Consent
Semua subyek akan diminta mengisi persetujuan secara tertulis untuk ikut serta dalam penelitian ini setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas.
III.7. Etika Penelitian
Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
38 III.8. Cara Kerja
• Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
• Keluarga pasien dan pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria inklusi mengisi persetujuan secara tertulis setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas, dan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian.
• Selanjutnya keluarga pasien skizofrenik diminta untuk mengisi kuesioner Stigma Items dari Schedule for clinical Assessment In Neuro Psychiatry (SI dari SCAN) untuk menilai stigma yang dialami oleh keluarga yang merawat pasien skizofrenik, kemudian akan dilanjutkan mengisi kuesioner Family questionnaire untuk menilai expressed emotion keluarga pasien skizofrenik.
• Pemeriksaan dilakukan secara self report dengan cara mengisi kuesioner yang diberikan kepada keluarga pasien.
• Setelah semua data terkumpul akan dilakukan pengolahan dan analisis data serta disajikan dalam bentuk tabel.
39 III.9. Kerangka Operasional
• Keluarga Pasien Skizofrenik
• Pasien Skizofrenik Karakteristik Demografik :
Umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, hubungan dengan pasien
Kriteria Eksklusi
Keluarga Pasien Skizofrenik
Informed Consent
Familly Questionnaire
≤ 23
Analisis data Kriteria
Inklusi
Stigma Ringan
≤ 4
Stigma Berat
> 4
Family Questionnaire
> 23
Critical Comments
Emotional Over Involvement
Critical Comments
Emotional Over Involvement
40 III.10. Identifikasi variabel skizofrenia
Variabel bebas : Stigma keluarga pasien skizofrenik dan karakteristik demografik
Variabel tergantung : Expressed emotion keluarga yang dinilai dengan skala FQ
III.11. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat ukur dan cara ukur
Hasil ukur Skala 1 Expressed
emotion
kesatuan dari emosi, sikap, dan perilaku yang diekspresikan oleh keluarga (caregiver) terhadap pasien skizofrenik.21
Kuesioner FQ
Skor ≤ 23 : EE rendah
Skor > 23 : EE tinggi
Ordinal
2 Stigma Items dari SCAN
Alat ukur untuk melakukan skrining terhadap stigma yang dialami oleh anggota keluarga yang salah satu anggotanya
menderita gangguan skizofrenia
Kuesioner SI dari SCAN
Skor ≤ 4 : stigma ringan;
Skor > 4 : stigma berat
Ordinal
3 Family questionnaire
kuesioner yang dirancang untuk menilai ekspresi emosi pada anggota keluarga pasien skizofrenia, berupa skala pelaporan diri (self report scale).21
Kuesioner FQ
Skor ≤ 23 : EE rendah
Skor > 23 : EE tinggi
Ordinal
4 Fase stabil fase pengobatan dimana pasien telah berada dalam keadaan
mempertahankan remisi,
meminimalkan risiko dan konsekuensi relaps, dan mengoptimalkan fungsi dan proses recovery.24 Pasien telah melewati fase
PANSS Fase ini ditandai oleh semua skor PANSS adalah ≤ 3,24
Ordinal
41 akut pengobatan (4- 8 minggu) dan fase stabilisasi (minimal 6 bulan).
5 Status perkawinan
Dibedakan atas masih dalam ikatan perkawinan
(menikah), dan tidak dalam ikatan
perkawinan (janda/duda, atau tidak menikah)
Kuesioner, wawancara
1. Menikah 2. Tidak menikah
Nominal
6 Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
Kuesioner, wawancara
1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal 7 Umur lamanya hidup sejak
lahir yang
dinyatakan dalam satuan tahun.
Kuesioner, tahun
1. 18-30 2. 31-40 3. 41-50 4. 51-60
Ordinal
8 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan formal tertinggi yang dicapai.
Kuesioner, ijazah
1. SMP 2. SMA 3. Perguruan
Tinggi
Ordinal
9 Anggota keluarga pasien skizofrenik
keluarga pasien skizofrenik yang bertindak sebagai pengasuh, perawat, atau pengawas serta penyedia kebutuhan bagi anggota
keluarganya yang menderita
skizofrenia.17
Kuesioner, wawancara
1. Ayah kandung 2. Ibu kandung 3. Suami/ Istri 4. Saudara
kandung
5. Anak/ Saudara lain
Nominal
10 Pekerjaan Kegiatan yang ditujukan untuk mendapatkan uang
Kuesioner, wawancara
1. Bekerja 2. Tidak bekerja
Nominal
III.12. Analisis dan penyajian data
Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut : (1) Editing, merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data yang diperoleh melalui wawancara ; (2) Koding, adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban yang ada menurut jenisnya; (3) Tabulasi, adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel berdasrkan variable yang diteliti; (4) Analisis data, adalah pengolahan dan analisis statistik dari data yang diperoleh dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu program
42
Statistical Package for Social Sciences (SPSS). Untuk mengetahui karakteristik sosiodemografik yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, pekerjaan yang berhubungan dengan stigma pada keluarga pasien skizofrenik digunakan uji Chi Square. Kriteria untuk signifikansi ada tidaknya hubungan yang bermakna adalah dengan menggunakan nilai p < 0,05.22
43
BAB IV. HASIL PENELITIAN
Sebanyak 100 subjek keluarga pasien skizofrenik Instalasi Rawat Jalan di RSJ Prof.dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara, diikutsertakan dalam studi ini. Pemilihan sampel secara consecutive sampling periode 1 Maret 2015 – 30 Juni 2015.
Tabel 4.1. Karakteristik demografik subjek penelitian
Karakteristik demografik Jumlah ( n = 100 ) % Umur ( tahun )
- 18 - 30 7 7
- 31 - 40 13 13
- 41 - 50 21 21
- 51 - 60 59 59
Jenis Kelamin
- Laki-laki 27 27
- Perempuan 73 73
Status Perkawinan
- Kawin 80 80
- Tidak Kawin 20 20
Pekerjaan
- Bekerja 79 79
- Tidak Bekerja 21 21
Pendidikan
- SMP 38 38
- SMA 38 38
- PT 24 24
Hubungan dengan pasien
- Ayah kandung 12 12
- Ibu kandung 34 34
- Suami/ istri 22 22
- Saudara kandung 24 24
- Anak/ Saudara lain 8 8
44
Tabel 4.1. Memperlihatkan bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah pada kelompok umur 51 – 60 tahun sebanyak 59 orang yaitu 59%, berjenis kelamin perempuan sebanyak 73 orang yaitu 73%, yang kawin sebanyak 80 orang yaitu 80%, yang bekerja sebanyak 79 orang yaitu 79%, dan tingkat pendidikan SMP dan SMA sebanyak 38 orang yaitu 38%, ibu kandung sebanyak 34 orang yaitu 34%
Tabel 4.2. Stigma items pada keluarga pasien skizofrenik
Stigma Items Jumlah (n=100) %
Ringan 50 50
Berat 50 50
Total 100 100
Tabel 4.2. memperlihatkan bahwa stigma pada keluarga skizofrenik yang diikutsertakan pada studi ini adalah stigma ringan sebanyak 50 orang yaitu 50%, dan stigma berat sebanyak 50 orang yaitu 50%.
45
Tabel 4.3. Distribusi karakteristik demografik berdasarkan kelompok subjek penelitian
NO Karakteristik demografik
Stigma ringan n ( % )
Stigma berat n ( % )
p
1 Umur : 0,393*
18 – 30 tahun 4 (8) 3 (6)
31 – 40 tahun 6 (12) 7 (14)
41 – 50 tahun 15 (30) 6 (12) 51 – 60 tahun 25 (50) 34 (68)
2 Jenis Kelamin : 0,184**
Laki - laki 11 (22) 16 (32)
Perempuan 39 (78) 34 (68)
3 Status Perkawinan : 0,402**
Kawin 39 (78) 41 (82)
Tidak kawin 11 (22) 9 (18)
4 Pekerjaan : 0,50**
Bekerja 40 (80) 39 (78)
Tidak bekerja 10 (20) 11 (22)
5 Pendidikan : 0,423**
SMP 16 (32) 22 (44)
SMA 20 (40) 18 (36)
PT 14 (28) 10 (20)
6 Hubungan dengan
pasien
0.714*
- Ayah kandung 4(8) 8(16)
- ibu kandung 16(32) 18(36)
- Suami/ istri 10(2) 10(2)
- Saudara kandung 16(32) 10(2)
- Anak/saudara lain 4(8) 4(8)
Ket :* uji Kolmogorov Smirnov, ** uji Chi Square
Pada tabel 4.3. memperlihatkan bahwa pada kelompok umur 18-30 tahun stigma ringan sebanyak 4 orang yaitu 8%; pada kelompok umur 31- 40 tahun paling banyak dijumpai stigma berat sebanyak 7 orang yaitu 14%; pada kelompok umur 41 – 50 tahun paling banyak dijumpai stigma ringan sebanyak 15 orang yaitu 30%; pada kelompok umur 51-60 tahun stigma berat sebanyak 34 orang yaitu 68%.