• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "commit to user BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi perbandingan, pegangan teoritis.13

1. Tentang Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana merupakan bentuk perbuatan dari pelaku tindak pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Apabila seorang Notaris melakukan penyimpangan akan sebuah akta yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu perkara pidana maka Notaris harus mempertanggunjawabkan perbuatannya. Untuk dapat dipidananya si pelaku, diharuskan tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur delik yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Dan dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.

dalam segi falsafah hukum, seorang filosof besar abad ke 20, Roscoe Pound menyatakan bahwa :

one may exact legally and other is legally subjeced to the exaction 14 Pertangungjawaban pidana diartikan Pound adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari seseorang yang telah di rugikan.

13 M.solly lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80

14 Roscoe Po introduction to the philosophy of law

Perbandingan Hukum Pidana.Cet.II, Bandung, Mandar Maju, 2000, hlm. 65

15

(2)

commit to user

Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) berwenang membuat akta otentik, sehubungan dengan kewenangannya tersebut Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat akta otentik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dilakukan secara melawan hukum. Pertanggungjawaban merupakan suatu sikap atau tindakan untuk menanggung segala akibat dari perbuatan yang dilakukan atau sikap untuk menanggung segala resiko ataupun konsekuensinya yang ditimbulkan dari suatu perbuatan.

Pertanggungjawaban itu ditentukan oleh sifat pelanggaran dan akibat hukum yang ditimbulkannya. Secara umum pertanggungjawaban yang biasa dikenakan terhadap Notaris adalah pertanggungjawaban pidana, administrasi dan perdata. Pertanggungjawaban secara pidana dijatuhi sanksi pidana, pertanggungjawaban administrasi dijatuhi sanksi administrasi, dan pertanggungjawaban perdata dijatuhi sanksi perdata. Itu merupakan konsekuensi dari akibat pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan oleh Notaris dalam proses pembuatan akta otentik.

Menentukan adanya suatu pertanggungjawaban secara pidana yang dilakukan oleh seorang Notaris harus dipenuhi tiga syarat, yaitu harus ada perbuatan Notaris yang dapat dihukum yang unsur-unsurnya secara tegas dirumuskan oleh Undang-undang. Perbuatan Notaris tersebut bertentangan dengan hukum, serta harus ada kesalahan dari Notaris tersebut. Kesalahan atau kelalaian dalam pengertian pidana meliputi unsur-unsur bertentangan dengan hukum dan harus ada perbuatan melawan hukum. Sehingga pada dasarnya setiap bentuk pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan Notaris selalu mengandung sifat melawan hukum dalam perbuatan itu.

Mengenai pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig terdapat dua teori yang melandasinya, yaitu: 15

15 Ridwan H.R, Hukum Administarsi Negara, Raja Grafindo persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337

(3)

commit to user

1) Teori fautes personalles

Adalah teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggungjawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

2) Teori fautes de services

Adalah teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini, tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat dan atau kesalahan ringan, berat atau ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.

a. Unsur-unsur Dalam Pertanggungjawaban Pidana

Seseorang atau pelaku tindak pidana tidak akan dimintai pertanggungjawaban pidana atau dijatuhi pidana apabila tidak melakukan perbuatan pidana dan perbuatan pidana tersebut haruslah melawan hukum, namun meskipun dia melakukan perbuatan pidana, tidaklah selalu dia dapat dipidana. Orang yang melakukan perbuatan pidana hanya akan dipidana apabila dia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan.

Menurut Ruslan Saleh, tidaklah ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidak bersifat melawan hukum, maka lebih lanjut dapat pula dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan harus dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka terdakwa haruslah :16

16 Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, Ghalia Indonesia. Jakarta, 1982, hlm. 10

(4)

commit to user

a) Melakukan perbuatan pidana;

b) Mampu bertanggung jawab;

c) Dengan kesengajaan atau kealpaan, dan d) Tidak adanya alasan pemaaf.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, jika ke empat unsur tersebut diatas ada maka orang yang bersangkutan atau pelaku tindak pidana dimaksud dapat dinyatakan mempunyai pertanggungjawaban pidana, sehingga ia dapat dipidana.

Tindakan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan di ancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Namun orang yang melakukan tindak pidana belum tentu dijatuhi pidana sebagaimana yang di ancamkan, hal ini apakah dalam melakukan perbuatan ini orang tersebut mempunyai kesalahan, yang merujuk kepada asas dalam pertanggungjawaban

pidana jika tidak ada kesalahan

Sejarah pembuatan Undang-undang hukum pidana, kesengajaan dirumuskan dalam istilah dengan sengaja atau dengan maksud, tergantung pada cara perumusan tindak pidana, yang pada pokoknya pengertian dari kedua istilah tersebut adalah sama. Menurut kepustakaan, pada umumnya diakui ada tiga corak kesengajaan, yaitu:17

1) Kesengajaan sebagai maksud

Kesengajaan sebagai maksud, perbuatan itu disengaja karena memang dengan maksud mencapai suatu tujuan. Apabila seseorang pada waktu ia melakukan suatu tindakan untuk menimbulkan suatu akibat yang terlarang, menyadari bahwa akibat tersebut pasti timbul ataupun mungkin timbul karena tindakan yang akan atau sedang ia lakukan, sedangkan timbulnya akibat tersebut memang ia kehendaki, maka apabila kemudian benar bahwa akibat tersebut telah timbul karena perbuatannya.18 Dapat dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai

17 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 309

18Ibid; hlm. 312

(5)

commit to user

kesengajaan sebagai maksud terhadap timbulnya akibat yang bersangkutan.

2) Kesengajaan sebagai kepastian

Perbuatan seseorang dilandasi oleh suatu kesadaran bahwa akibat lain yang tidak dikehendakinya pasti akan terjadi, maka terhadap timbulnya akibat lain tersebut ia mempunyai suatu kesengajaan yang dilandasi akan kepastian (tentang timbulnya akibat lain daripada akibat yang memang ia kehendaki).19

3) Kesengajaan sebagai kemungkinan

Kesengajaan sebagai kemungkinan, jika seseorang melakukan perbuatan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh Undang- undang telah menyadari kemungkinan akan timbulnya suatu akibat yang lain daripada akibat yang memang ia kehendaki. Apabila kemungkinan yang ia sadari itu menjadi kenyataan, maka terhadap kenyataan tersebut, ia dikatakan mempunyai suatu kesengajaan sebagai kemungkinan.20

Tidak ada alasan pemaaf juga merupakan suatu syarat dari adanya kesalahan. Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan dari terdakwa. Oleh Undang-undang sendiri dalam beberapa ketentuan ada dirumuskan, hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan pidana, yang telah mencocoki rumusan delik tidak dipidana. Alasan-alasan ini lazim disebut dengan alasan yang menghapuskan pidana.

Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah sebagai berikut:21 1) Mampu bertanggungjawab

Pertanggungjawaban pidana menjurus pada pemidanaan petindak, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Pertanggungjawaban pidana

19Ibid; hlm. 313

20 Ibid; hlm 31

21 Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, Mahakarya Rangkang Offset Yogyakarta, 2012, hlm. 75

(6)

commit to user

tersebut dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak.

2) Kesalahan

Kesalahan dianggap ada apabila dengan sengaja atau karena kelalaian telah melakukan perbuatan yang menimbulkan keadaan atau akibat yang dilarang oleh hukum pidana dan dilakukan dengan mampu bertanggungjawab. Menurut Moeljatno kesalahan dan kelalaian seseorang dapat diukur dengan apakah pelaku tindak pidana itu mampu bertanggungjawab, yaitu bila tindakannya memuat 4 (empat) unsur:22 a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum)

b. Diatas umur tertentu mampu bertanggungjawab

c. Mempunyai satu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa)

d. Tidak adanya alasan pemaaf

b. Tanggung Jawab Notaris

Menurut Hans Kelsen konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum.

Pertanggungjawaban pidana, dalam istilah asing disebut juga criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak.

Perbuatan pidana menunjuk kepada dilarangnya perbuatan. Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, yaitu asas yang menentukan bahwa suatu perbuatan adalah terlarang dan diancam pidana barang siapa yang melakukannya.

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas

22 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm.164

(7)

commit to user

kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan.23

Setiap pekerjaan dan jabatan akan selalu dibarengi dengan hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Tanggung jawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.24 Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung jawab dapat diartikan juga dengan bertindak tepat tanpa perlu diperingatkan.

Sedangkan bertanggung jawab merupakan sikap tidak tergantung dan kepekaan terhadap orang lain. Dapat diartikan juga bahwa tanggung jawab merupakan kesadaran yang ada pada diri seseorang bahwa setiap tindakannya akan berpengaruh terhadap orang lain ataupun pada dirinya sendiri.

Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tetapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik

23 Nawawi Arief Barda. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2001, hlm. 23

24 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan us Besar

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php

(8)

commit to user

kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana25

Syarat-syarat elemen yang harus ada dalam delik kealpaan yaitu:

1) Tidak mengadakan praduga-praduga sebagaimana diharuskan oleh hukum, adapun hal ini menunjuk kepada terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak benar. Kekeliruan terletak pada salah pikir/pandang yang seharusnya disingkirkan. Terdakwa sama sekali tidak punya pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal mana sikap berbahaya.

2) Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum, mengenai hal ini menunjuk pada tidak mengadakan penelitian kebijaksanaan, kemahiran/usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan yang tertentu/dalam caranya melakukan perbuatan.26

Hans Kelsen membagi pertanggungjawaban menjadi 4 (empat) macam, yaitu: 27

1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri.

2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.

3. Pertanggungjawaban berdasarkan atas kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian.

4. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Konsep pertanggungjawaban ini apabila dikaitkan dengan jabatan Notaris, maka Notaris dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan dan

25 Ibid; hlm. 48

26Ibid; hlm. 49

27Hans Kelsen, Terjemahan Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, Nuansa & Nusamedia, Bandung, 2006, hlm. 140

(9)

commit to user

kelalaiannya dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat dihadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang.

Ruang lingkup pertanggungjawaban notaris meliputi kebenaran materil atas akta yang dibuatnya. Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh Undang-undang. Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materil dibedakan menjadi empat poin, yaitu :28

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yang dibuatnya, konstruksi yuridis yang digunakan dalam tanggung jawab perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yang dibuat oleh notaris adalah konstruksi perbuatan melawan hukum.

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya, mengenai ketentuan pidana tidak diatur di dalam Undang-undang Jabatan Notaris namun tanggung jawab notaris secara pidana dikenakan apabila notaris melakukan perbuatan pidana. UUJN hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap UUJN, sanksi tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Terhadap notarisnya sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa teguran hingga pemberhentian dengan tidak hormat.

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya, Tanggung jawab notaris disebutkan dalam Pasal 65 UUJN yang menyatakan bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris.

28 Abdul Ghofur Anshori, op.cit., hlm. 16

(10)

commit to user

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris.

Pelanggaran terkait dengan kode etik notaris adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anggota perkumpulan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris. Yang melanggar ketentuan kode etik disiplin organisasi.

Ruang lingkup dari kode etik berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan organisasi Ikatan notaris Indonesia maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Terkait dengan sanksi sebagai bentuk upaya penegakan kode etik notaris atas pelanggaran kode etik didefinisikan sebagai suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana upaya dan alat pemaksa ketaatan dan displin notaris. Sanksi dalam kode etik notaris dituangkan dalam pasal 6 yang menyatakan bahwa sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik dapat berupa teguran, peringatan, schorsing pemecatan sementara dari keanggotaan perkumpulan, pemecatan dari perkumpulan dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.

Akta otentik yang dibuat oleh notaris tak jarang dipermasalahkan oleh salah satu pihak atau oleh pihak lain karena dianggap merugikan kepentingannya, baik itu dengan pengingkaran akan isi, tandatangan maupun kehadiran pihak di hadapan notaris, bahkan adanya dugaan dalam akta otentik tersebut ditemukan keterangan palsu. Hal ini dimungkinkan dengan begitu banyaknya jenis akta otentik yang dapat dibuat oleh notaris.

Menurut G.H.S.Lumban Tobing akta Notaris dibedakan atas 2 (dua) bentuk, yaitu:29

a. Akta yang dibuat oleh Notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten). Akta jenis ini di antaranya akta berita acara

29 G.H.S. Lumban Tobing, op.cit, hlm. 51-52

(11)

commit to user

rapat pemegang saham, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian.

b. Akta yang dibuat di hadapan Notaris atau yang dinamakan akta partij (partij akten). Akta jenis ini di antaranya akta jual beli sewa menyewa, akta perjanjian kredit dan sebagainya.

Perbedaan dari kedua akta ini terletak pada cara membuatnya, yakni pada partij akta Notaris tidak pernah memulai inisiatif, sedangkan pada ambtelijk akta, notaris bertindak secara aktif dengan melihat, mendengar dan menyaksikan sendiri apa yang dialaminya dan kemudian dituangkan dalam sebuah akta Berita Acara. akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij (partij akten). Partij akta adalah akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas pada akta ini adalah adanya komparisi yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat akta.30

Untuk lebih jelasnya perbedaan di antara kedua golongan akta dapat dilihat dari bentuk akta tersebut, yaitu mengenai keharusan adanya tanda tangan pada akta partij. Undang-undang mengharuskan bahwa akta partij akan kehilangan otentisitasnya maka harus ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan atau setidak-tidaknya di dalam akta itu diterangkan apa yang menjadi alasan tidak ditanda tanganinya akta itu oleh pihak atau para pihak yang bersangkutan, misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf atau tangannya lumpuh, keterangan mana harus dicantumkan oleh notaris dalam akta itu dan keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagai ganti tanda tangan. Dengan demikian untuk akta partij penanda tanganan oleh para pihak merupakan suatu keharusan.

Untuk Ambtelijke akta atau akta pejabat tanda tangan tidak merupakan keharusan bagi otentisitas dari akta itu. Tidak menjadi soal apakah orang- orang yang hadir itu menolak untuk menanda tangani akta itu. Pada pembuatan Berita Acara Rapat orang yang hadir kemudian meninggalkan

30 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, op.cit, hlm.109

(12)

commit to user

rapat sebelum akta itu ditanda tangani, maka cukup notaris menerangkan di dalam akta, bahwa para anggota yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menanda tangani akta itu dan dalam hal ini akta itu tetap merupakan akta otentik.

Pembedaan yang dimaksud di atas penting, dalam kaitannya dengan pemberian pembuktian sebaliknya terhadap isi akta itu. Terhadap kebenaran isi dari akta pejabat tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu. Pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh akan kepalsuannya dengan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan menurut sesungguhnya dalam akta itu, akan tetapi keterangan itu adalah tidak benar. Artinya terhadap keterangan yang diberikan itu diperkenankan pembuktian sebaliknya.

Dilihat dari kekuatan pembuktian akta ini maka dapat dilihat jelas perbedaannya, yaitu:

1. Partij Akta

a. Hanya berlaku pada ke dua belah pihak serta orang-orang yang mendapatkan hak daripadanya.

b. Terhadap orang lain (pihak ketiga) akta tersebut tidak mempunyai kekuatan bukti yang sempurna, penilaiannya diserahkan pada Hakim.

2. Ambtelijke Akta

a. Mempunyai kekuatan sebagaimana keterangan resmi dari notaris/pejabat yang bersangkutan ialah keterangan tentang apa yang dialaminya sendiri.

b. Akta ini berlaku untuk semua orang

Mengenai tindakan pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh Notaris dalam hal akta yang dibuat dihadapannya atau partij akta diatur di dalam Pasal 84 UUJN, yaitu tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Pasal 41, 44, 48, 49, 50, 51 dan 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi

(13)

commit to user

batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris.

Pembuatan partij akta pada prinsipnya merupakan perbuatan yang bersifat formil, sehingga notaris dalam menjalankan kewajibannya terikat pada persyaratan dan mekanisme yang ditentukan dalam Undang-undang nomor 2 Tahun 2014. Sedangkan perbuatan hukum yang termuat dalam partij akta pada prinsipnya merupakan perbuatan yang bersifat material yang terikat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perbuatan hukum yang termuat dalam suatu partij akta pada umumnya berbentuk perjanjian sebagai hasil kesepakatan para pihak. Apabila Notaris melakukan pelanggaran pada waktu membuat akta partij, maka perbuatan hukum yang termuat dalam akta tersebut hanya akan menjadi akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan akan kembali menjadi akta otentik apabila para pihak mengakui di muka sidang akan kebenaran atas isi dan tanda tangan di dalam akta. Akta yang dibuat oleh Notaris hendaknya mengandung unsur-unsur kebenaran, kelengkapan, kejelasan dan keabsahan.

Sebagai manusia biasa, maka seorang notaris tidak terlepas dari kekhilafan atau kesalahan, maka dari itu dapat saja terjadi notaris melakukan pelanggaran terhadap kewenangannya atau kewajibannya pada waktu membuat akta. Dengan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh notaris maka berdampak terhadap akta yang dibuatnya.

Hubungan kode etik notaris dan Undang-undang Jabatan Notaris memberikan arti terhadap profesi notaris itu sendiri. UUJN dan kode etik notaris menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugasnya, selain harus tunduk pada UUJN juga harus taat pada kode etik profesi serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi (Ikatan Notaris Indonesia atau INI) maupun terhadap negara. Abdul Kadir Muhammad, Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus bertanggung jawab, artinya :31

31Ibid, hlm. 49

(14)

commit to user

1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar.

Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya.

2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu, artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak para pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada.

Notaris menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.

3. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.

Notaris bukan tukang membuat akta atau orang yang mempunyai pekerjaan membuat akta, tetapi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya didasari atau dilengkapi berbagai ilmu pengetahuan hukum dan ilmu-ilmu lainnya yang harus dikuasai secara terintegrasi oleh notaris dan akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris mempunyai kedudukan sebagai alat bukti, dengan demikian notaris harus mempunyai capital intellectual yang baik dalam menjalankan tugas jabatannya. Pemeriksaan terhadap notaris kurang memadai jika dilakukan oleh mereka yang belum mendalami dunia notaris, artinya mereka yang akan memeriksa notaris harus dapat membuktikan kesalahan yang dilakukan notaris secara benar sesuai Undang-undang Jabatan Notaris dan bukan menggunakan kekuasaan dan kepentingan untuk pihak tertentu saja.

Bentuk suatu pertanggungjawaban seorang Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik harus dapat dipertanggungjawabkan dengan penuh tanggungjawab serta memuat rasa keadilan bagi pihak-pihak yang dirugikan dan terhadap Notaris itu sendiri.

Pertanggungjawaban mutlak (absolute responsibility), prinsip tanggung jawab mutlak adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang bersangkutan dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur kesalahan atau tidak, dalam hal ini pelakunya dapat dimintakan tanggung jawab secara hukum, meskipun dalam melakukan perbuatannya itu pelaku tidak melakukannya dengan sengaja dan tidak pula mengandung unsur kelalaian, kekurang hati-

(15)

commit to user

hatian atau ketidakpatutan. Karena itu, tanggung jawab mutlak sering juga disebut dengan tanggung jawab tanpa kesalahan.32

Lawrence Meir Friedman dalam hubungannya dengan sistem hukum, menyebutkan adanya beberapa komponen unsur hukum sebagai berikut:33

1. Sistem hukum mempunyai struktur. Sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya.

2. Sistem hukum mempunyai substansi, yaitu berupa aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.

3. Sistem hukum mempunyai komponen budaya hukum, yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum itu sendiri, seperti kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya.

Semua komponen tersebut merupakan pengikat sistem hukum itu ditengah kultur bangsa secara keseluruhan. Seseorang menggunakan hukum, dan patuh atau tidak terhadap hukum sangat tergantung kepada kultur hukumnya. Oleh karena itu, saat ini hukum bukan hanya dipakai untuk mempertahankan pola-pola hubungan serta kaidah-kaidah yang telah ada.

Hukum yang diterima sebagai konsep modern memiliki fungsi untuk melakukan suatu perubahan sosial.

Apabila notaris dalam menjalankan profesinya tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ada tentunya keadilan bagi para pihak yang aktanya dibuat dihadapan notaris tersebut tidak akan tercapai. Persengketaan antara para pihak dapat terjadi meskipun notaris dalam pembuatan suatu akta telah memenuhi ketentuan yang berlaku, hal ini bukan dikarenakan kesalahan notaris tersebut tetapi dikarenakan para pihak dalam pembuatan akta tersebut tidak memberikan keterangan sesuai dengan kenyataan yang ada dan seringkali notaris juga harus ikut bertanggungjawab atas hal tersebut. Oleh karena itu, notaris yang merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan

32Munir Fuady, Perbuatan melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2005, hlm. 173

33 Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, PT.Tata Nusa, Jakarta, 2001, hlm.7-8

(16)

commit to user

perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian, keadilan dan ketertiban hukum. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan sejumlah hak asasi yang bersifat mutlak, tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Hak-hak tersebut antara lain:34

a. Hak untuk hidup b. Hak untuk tidak disiksa

c. Hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani d. Hak beragama

e. Hak untuk tidak diperbudak

f. Hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum g. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

Hukum dapat dirasakan dan diwujudkan dalam bentuk yang paling sederhana yaitu, peraturan perundang-undangan. Dalam bentuk yang lebih rumit, wujud hukum tersebut dikendalikan oleh sejumlah asas-asas, doktrin, atau filosofi hukum, yang diakui oleh sistem hukum secara universal.35

Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan proses peradilan yang adil dan tidak memihak. Oleh karena kekuasaan ini perlu dibatasi agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut:36

1. Pengakuan dan Perlindungan atas Hak Asasi Manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum, budaya, dan lain sebagainya;

2. Peradilan yang bebas, tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan lain apapun;

3. Menjunjung tinggi asas legalitas.

Beberapa hal itulah yang harus ada dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi hukum. Pengakuan serta perlindungan atas Hak Asasi Manusia menjadi salah satu poin penting dalam hidup bernegara. Asas

34 ibid

35 OC.Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana, cetakan I, PT. Alumni Bandung, 2006, hlm. 104-105

36 Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Cetakan III, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 121

(17)

commit to user

legalitas merupakan asas yang digunakan untuk menentukan suatu perbuatan termasuk dalam kategori perbuatan pidana yang merupakan terjemahan dari principle of legality. Istilah yang sering digunakan oleh para pakar hukum adalah nullum delictum nullapoena sina praevia lege, yang artinya tidak ada tindak pidana, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu. Oleh karena itu asas legalitas merupakan asas yang essensial di dalam penerapan hukum pidana.

Pasal I ayat (1) KUHP mencantumkan asas legalitas sebagai berikut:

-ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan

Menurut Fuller dalam ajarannya yaitu yang terkenal dengan Principle of Legality, 37 terdiri dari:

1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc;

2. Peraturan yang dibuat itu harus diumumkan;

3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut;

4. Peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti;

5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain;

6. Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan;

7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering berubah-rubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi;

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari.

Tujuan yang ingin dicapai dari asas legalitas itu sendiri adalah memperkuat kepastian hukum, menciptakan suatu keadilan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Prof Sudikno Mertokusumo menyatakan asas hukum tak hanya mempengaruhi hukum positif, namun dalam banyak hal tak menutup

37 Jaye Ellis & Alison FitzGerald, The Precautionary Principle in InternationalLaw:

Lessons from Fuller's Internal Morality , Mcgill Law Journal, Vol 49, 2004, hlm.786-793

(18)

commit to user

kemungkinan asas hukum itu dapat membentuk system chek and balance.

Dalam artian asas hukum itu sering menunjukkan pada kaidah yang berlawanan. Hal itu menunjukkan adanya sifat saling mengendalikan dan membatasi yang akan menciptakan keseimbangan. Jabatan notaris adalah jabatan yang membawa sebagian kewibawaan Negara, khusus di bidang keperdataan warga Negara. Untuk menjadi orang yang dikecualikan dari prinsip equality before the law, tentu saja harus memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu yang di buat sesuai standar pemenuhan nilai-nilai sebagai nobile person, nobile officium (orang yang terhormat, jabatan yang terhormat).

Sebagaimana diketahui bahwa terhadap para notaris diadakan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. Peran Majelis Pengawas sangat penting bagi terlaksananya pengawasan yang berkualitas dan proposional yang menjamin kepastian hukum, perlindungan hukum dan ketertiban hukum bagi notaris maupun masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan dalam hal ini harus disertai dengan fungsi pembinaan dan perlindungan, karena tanpa pembinaan dan perlindungan, maka pengawasan akan tidak berarti bagi notaris.

Fungsi pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah dapat dilihat dalam pasal 70 Undang-undang Jabatan Notaris yang mana diharapkan akan memperkecil bahkan menghilangkan kesalahan dalam perilaku dan pelaksanaan jabatan notaris. Sedangkan mengenai fungsi perlindungan lebih dikaitkan dengan azas praduga tidak bersalah (Presumption of innocence).

Notaris dalam memberikan pelayanannya hanyalah merupakan pihak yang menuangkan keinginan para pihak yang menghadap kepadanya, bukan kehendak dirinya sendiri dan bersikap netral atau tidak berpihak kepada salah satu penghadap.

(19)

commit to user

c. Sanksi Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban Notaris

Sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu tindakan yang dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan hukum. Sanksi yang ditujukan terhadap Notaris juga merupakan sebagai penyadaran, bahwa Notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana tercantum dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris. Menurut Hans Kelsen, penganut Positivisme Hukum, hukum identik dengan Undang- Undang, sehingga tiada hukum diluar Undang-Undang.38 Di samping itu pemberian sanksi terhadap Notaris juga untuk melindungi masyarakat dari tindakann Notaris yang dapat merugikan. Sanksi tersebut juga untuk menjaga martabat lembaga kepercayaan karena apabila Notaris melakukan pelanggaran, dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Notaris.

Secara individu sanksi terhadap notaris merupakan sesuatu nestapa dan pertaruhan dalam menjalankan tugas jabatannya. Sanksi-sanksi sebagai pertanggungjawaban Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya adalah sebagai berikut:

1) Aspek Tanggung gugat Keperdataan

Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang terjadi karena wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum.

Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris dari gugatan para penghadap apabila akta yang bersangkutan hanya mempunyai pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta batal demi hukum.

2) Aspek Tanggung jawab Administratif

38 Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-pokok Filsafat Hukum : Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, 1995, Jakarta, hlm. 213

(20)

commit to user

Terhadap Notaris yang telah melakukan pelanggaran hukum, dapat juga dijatuhkan sanksi administrasi yang meliputi:

a. Paksaan pemerintahan

Paksaan pemerintah sebagai tindakan yang nyata atau dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan Undang- undang.

b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi)

Sanksi yang digunakan dengan mencabut atau menarik kembali suatu keputusan atau ketetapan yang menguntungkan, dengan mengeluarkan ketetapan baru. Sanksi ini diterapkan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga terjadi pelanggaran Undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.

c. Pengenaan denda administratife

Sanksi administrasi bagi Notaris yang melakukan kesalahan dapat dilihat di dalam Pasal 85 UUJN ditentukan ada lima jenis sanksi administratife, yaitu:

1) Teguran lisan 2) Teguran tertulis

3) Pemberhentian sementara 4) Pemberhentian dengan hormat 5) Pemberhentian tidak hormat d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah

Ditujukan kepada yang melanggar peraturan perundang-undangan tertentu dikenakan sejumlah uang tertentu berdasarkan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan, kepada pemerintah diberikan wewenang untuk menerapkan sanksi tersebut.

(21)

commit to user

UUJN mengatur bahwa ketika notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi. Sanksi tersebut berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan notaris, dan sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa, baik sebelumnya dalam Peraturan Jabatan Notaris, dan sekarang dalam UUJN dan Kode Etik Notaris, dan tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap notaris.39

Sanksi terhadap Notaris menunjukkan notaris bukan sebagai subjek yang kebal terhadap hukum.Terhadap Notaris dapat dijatuhi sanksi perdata dan administrative, juga dapat dijatuhi sanksi etika dan sanksi pidana. Sanksi etika dapat dijatuhkan terhadap Notaris, karena Notaris melakukan pelanggaran terhadap Kode etik Jabatan Notaris. Sanksi tersebut dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan Notaris, bahwa sanksi tertinggi dari Majelis Kehormatan Notaris ini berupa pemberhentian secara tidak hormat atau secara hormat dari keanggotaan Organisasi Jabatan Notaris.

Sanksi pidana terhadap Notaris harus dilihat dalam rangka menjalankan tugas jabatan Notaris, artinya dalam pembuatan atau prosedur pembuatan akta harus berdasarkan kepada aturan hukum yang mengatur hal tersebut, yaitu Undang-undang Jabatan Notaris. Jika semua tatacara pembuatan akta sudah ditempuh suatu hal yang tidak mungkin secara sengaja Notaris melakukan suatu tindak pidana yang berkaitan dengan akta tersebut. Jika Notaris terbukti melakukan pelanggaran dan dijatuhi sanksi tersebut diatas, dapat dijadikan dasar Notaris yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya (pasal 9 ayat (1) UUJN atau diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya (Pasal 12 UUJN), seperti:

1. Sanksi Perdata, berupa:

a. Dalam proses pailit atau penundaan pembayaran (pasal 9 ayat (1) huruf a UUJN)

b. Dinyatakan pailit beradasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 12 huruf a UUJN).

39 Habib Adjie III, op.cit., hlm. 25

(22)

commit to user

2. Sanksi Pidana, berupa dijatuhi pidana penjara beradasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (Pasal 13 UUJN).

3. Sanksi Kode Etik, berupa:

a. Melakukan perbuatan tercela (Pasal 9 ayat (1) huruf c UUJN) b. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat

jabatan Notaris (Pasal 12 huruf c UUJN).

4. Sanksi Administrative, berupa:

a. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan (Pasal 9ayat (1) huruf d UUJN).

b. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan (Pasal 12 huruf d UUJN).

Pemeriksaan atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dengan melihat aspek lahiriah, formal dan materiil akta Notaris, dan pelaksanaan tugas jabatan notaris sesuai wewenang Notaris, disamping berpijak pada aturan hukum yang mengatur tindakan pelanggaran yang dilakukan Notaris, juga perlu dipadukan dengan realitas praktik Notaris.

2. Tentang Notaris

Istilah Notaris pada dasarnya berasal dari kata (bahasa latin), yaitu nama yang diberikan pada orang-orang Romawi di mana tugasnya menjalankan pekerjaan menulis atau orang-orang yang membuat catatan pada masa itu. Hampir selama seabad lebih, eksistensi notaris dalam memangku jabatannya didasarkan pada ketentuan Reglement Of Het Notaris Ambt In Nederlandsch No. 1860 : 3 yang mulai berlaku 1 Juli 1860. Dalam kurun waktu itu, Peraturan Jabatan Notaris mengalami beberapa kali perubahan. Notaris telah memiliki Undang-Undang tersendiri dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang kemudian saat ini terjadi beberapa perubahan dalam pasal-pasal Undang- undang Jabatan Notaris, yaitu dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor

(23)

commit to user

2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Berdasarkan sejarah, Notaris adalah seorang pejabat Negara/pejabat umum yang dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum.

Menurut G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian Notaris yaitu Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.40

Menurut Habib Adjie, Notaris merupakan suatu jabatan publik yang mempunyai karakteristik yaitu sebagai Jabatan, artinya UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk Undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.41

Pengertian Notaris terdapat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 1 ayat (1) yaitu, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasar Undang-undang lainnya. Memperhatikan uraian Pasal 1 Undang-Undang tersebut, dapat dijelaskan bahwa Notaris adalah:

a. Pejabat Umum

40 G.H.S. Lumban Tobing, op.cit., hlm. 31.

41 Habib Adjie I, op.cit., hlm. 32-34.

(24)

commit to user

b. Berwenang membuat akta

c. Otentik

d. Ditentukan oleh Undang-undang

Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.42

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.43

Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Jabatan merupakan suatu subyek hukum yakni pendukung hak dan kewajiban. Agar suatu jabatan dapat berjalan maka jabatan tersebut disandang oleh subjek hukum lainnya yaitu orang. Orang yang diangkat untuk melaksanakan jabatan disebut pejabat. Suatu jabatan tanpa ada pejabatnya, maka jabatan tersebut tidak dapat berjalan. Bahwa sistem hukum di Indonesia bersumber pada falsafah Pancasila. Hans Kelsen dalam teorinya reine rechtslehre atau ajaran murni tentang hukum, menjelaskan bahwa di dalam berlakunya hukum, hukum harus bersumber pada hukum yang kedudukannya lebih tinggi. Ajaran murni tentang hukum dari Hans Kelsen melahirkan stufenbou theory yang menempatkan grundnorm (norma dasar) sebagai dasar hukum tertinggi.

Jabatan Notaris merupakan jabatan yang keberadaannya dikehendaki guna mewujudkan hubungan hukum di antara subyek-subyek hukum yang bersifat perdata. Notaris sebagai salah satu pejabat umum mempunyai

42 Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Cetakan kedua, PT.

Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2011, hlm. 159

43 Habib Adjie III, op.cit., hlm.13

(25)

commit to user

peranan penting yang dipercaya oleh Pemerintah dan masyarakat untuk membantu Pemerintah dalam melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya, mengingat akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat. Notaris sebagai salah satu penegak hukum karena notaris membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian.

Para ahli hukum berpendapat bahwa akta notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi, yang dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan oleh notaris dalam aktanya adalah benar.44

Dalam Pasal 2 Undang-undang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, sedangkan untuk dapat diangkat sebagai Notaris harus dipenuhi persyaratan dalam Pasal 3 Undang- undang Jabatan Notaris yang baru, antara lain :

1. Warga Negara Indonesia;

2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. Berumur paling sedikit 27;

4. Sehat jasmani dan rohani

5. Berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris;

44 Dalam Putri A.R (Liliana Tedjosaputro, Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana), PT.Sofmedia, Medan, 2011, hlm. 4

(26)

commit to user

8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Pemerintah menghendaki notaris sebagai pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam membantu membuat perjanjian, membuat akta beserta pengesahannya yang juga merupakan kewenangan notaris. Meskipun disebut sebagai pejabat umum, namun Notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kepegawaian.

Notaris terikat dengan peraturan jabatan pemerintah, notaris tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh gaji dari honorarium atau fee dari kliennya.45 Oleh karena itu, bukan saja notaris yang harus dilindungi tetapi juga para konsumennya, yaitu masyarakat pengguna jasa notaris.46

Notaris sebagai pejabat publik, dalam pengertian mempunyai wewenang dengan pengecualian, dengan mengkategorikan notaris sebagai pejabat publik, dalam hal ini publik yang bermakna hukum. Notaris sebagai pejabat publik tidak berarti sama dengan Pejabat Publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-masing Pejabat Publik tersebut.

Notaris sebagai Pejabat Publik produk akhirnya yaitu akta otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian.47

Seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus memiliki keterampilan profesi di bidang hukum juga harus dilandasi dengan tanggungjawab dan moral yang tinggi serta pelaksanaan terhadap tugas jabatannya maupun nilai-nilai dan etika, sehingga dapat menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan hukum dan kepentingan masyarakat.

Notaris dalam melaksanakan tugasnya secara profesional harus menyadari

45Abdul Ghofur Anshori, op.it. hlm.16

46Suhrawardi K. Lubis. 2006. Etika Profesi Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, ,hlm.34.

47 Habib Adjie II, op.cit.hlm.31

(27)

commit to user

kewajibannya, bekerja sendiri, jujur, tidak berpihak dan penuh rasa tanggungjawab dan memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umum (public). Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh pada Kode Etik Jabatan Notaris, sebab tanpa itu harkat dan martabat profesionalisme akan hilang.

Menurut Abdulkadir Muhammad, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus seperti sebagai berikut:48

a. Notaris dituntut melakukan perbuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak- pihak yang berkepentingan karena jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu, artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya. Notaris harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.

c. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.

Adanya Jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak agar dituangkan dalam bentuk akta otentik untuk dijadikan sebagai alat bukti yang berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa tindakan hukum tertentu wajib dibuat dalam bentuk akta otentik. Aturan hukum Jabatan Notaris di Indonesia, dari pertama kali banyak mengalami perubahan dan bermacam-macam. Dari beberapa aturan hukum yang ada, kemudian dimasukkan kedalam satu aturan hukum, yaitu UUJN. Misalnya tentang pengawasan, pengangkatan dan pemberhentian Notaris. Dengan lahirnya UUJN maka telah terjadi unifikasi hukum dalam pengaturan Notaris di Indonesia dan Undang-Undang Jabatan

48 Abdul Ghofur Anshori, op.cit., hlm. 49

(28)

commit to user

Notaris merupakan hukum tertulis sebagai alat ukur bagi keabsahan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Mengenai pengangkatan Notaris ditentukan dalam Pasal 3 Undang-undang Jabatan Notaris yang ditambah lagi syarat sebagaimana tersebut dalam Bab II Pasal 2 ayat (1) dan Tata Cara Pengangkatan Notaris diatur dalam Bab III, Pasal 3-8 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.HT.03.01 Tahun 2006. Pengertian Jabatan harus berlangsung terus menerus dapat diberlakukan kepada notaris, meskipun seseorang sudah pensiun dari jabatannya sebagai notaris, atau dengan berhentinya seseorang sebagai notaris, maka berhenti pula kedudukannya sebagai notaris. Sedangkan notaris sebagai jabatan, akan tetapi ada akta-akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris yang sudah pensiun tersebut akan tetap diakui dan akan disimpan (sebagai suatu kesinambungan) oleh notaris pemegang protokolnya. Notaris tidak dapat melakukan tindakan apapun, seperti merubah isi akta, tapi yang dapat dilakukannya yaitu merawat dan mengeluarkan salinan atas permintaan para pihak yang namanya tersebut dalam akta atau para ahli warisnya. Umur yuridis akta notaris bisa sepanjang masa, sepanjang aturan hukum yang mengatur jabatan notaris masih ada, dibandingkan dengan umur biologis Notaris sendiri yang akan berakhir karena Notaris meninggal dunia. Notaris sebagai pejabat publik mempunyai karakteristik sebagai berikut:49

1. Sebagai Jabatan

Undang-undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi dibidang pengaturan jabatan notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk Undang- undang yang mengatur jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan notaris di Indonesia harus mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan

49 Habib Adjie I, op.cit. hlm. 82

(29)

commit to user

tertentu) serta sifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian, jika seorang pejabat (notaris) melakukan tindakan tidak diluar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Wewenang notaris tercantum dalam UUJN Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3). Menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN, wewenang notaris adalah membuat akta, bukan membuat surat seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau membuat surat lain, seperti Surat Keterangan Waris (SKW). Pasal 15 ayat (3) UUJN merupakan wewenang yang akan ditentukan kemudian berdasarkan aturan hukum lain akan datang kemudian (ius consituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika notaris melakukan perbuatan di luar wewenangnya, maka produk atau akta notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan.Pihak yang dirugikan oleh tindakan notaris tersebut, maka notaris dapat digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri.

3. Diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

Dalam Undang-undang Jabatan Notaris Pasal 2 menentukan bahwa notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti notaris menjadi subordinasi (bawahan) dari yang mengangkatnya, yaitu pemerintah. Dengan demikian notaris menjalankan tugas jabatannya bersifat mandiri, tidak memihak siapa pun, tidak tergantung siapa pun (independen), yang dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.

4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya

(30)

commit to user

Notaris walaupun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.

5. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat

Kehadiran notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga notaris mempunyai tanggungjawab untuk melayani masyarakat yang dapat menggugat secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Notaris selaku pejabat umum merupakan organ Negara yang diperlengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian kekuasaan Negara untuk membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata. Wewenang yang melekat pada jabatan Notaris sifatnya khusus, yaitu membuat akta otentik.

Otentisitas dari akta notaris bersumber dari pasal 1 ayat (1) Undang- undang Jabatan Notaris, yaitu notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena Undang-undang menerapkan demikian, tetapi karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 1868 KUH Perdata.GHS. Lumban Tobing mengemukakan :50

Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan satu akta yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan door) notaris (sebagai pejabat umum).

50 GHS. Lumban Tobing, op.cit. hlm. 51

(31)

commit to user

Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang dihadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu dihadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh notaris dalam suatu akta otentik. Akta yang sedemikian dinamakan akta yang dibuat dihadapan ( ten overstaan) notaris.51

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa jika notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa pembuatan akta notaris telah sesuai dengan aturan hukum, sebagaimana hal-hal yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka kedudukan notaris tetap bukan sebagai pihak atau yang turut serta melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi hukum pidana atau sebagai tergugat atau turut tergugat dalam perkara perdata. Hal ini dikarenakan notaris berada di luar para pihak atau bukan pihak dalam akta tersebut.

Menurut Undang-undang Jabatan Notaris yang dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka notaris dapat dikenai sanksi berupa sanksi perdata, administrasi dan kode etik notaris. Ada kalanya dalam praktek ditemukan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi perdata atau administrasi atau kode etik, tapi ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris dengan dasar notaris telah membuat surat palsu atau memalsukan akta.

Aspek-aspek formal akta notaris dapat saja dijadikan dasar atau batasan untuk memidanakan notaris, sepanjang aspek-aspek formal tersebut terbukti secara sengaja (dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan oleh notaris yang bersangkutan dan para pihak/penghadap) bahwa akta yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dijadikan suatu alat melakukan suatu tindak pidana atau dalam pembuatan akta pihak atau akta relaas dan notaris secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama dengan para pihak yang

51 Ibid

(32)

commit to user

bersangkutan melakukan atau membantu melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum.

Perbedaan akta otentik dan akta yang dibuat dibawah tangan adalah:

a. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, Pasal 38 UUJN ayat (2) berbunyi Awal akta atau Kepala akta memuat judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris, sedangkan akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian.

b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan Hakim, sedangkan akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.

c. Kemungkinan hilang akta yang dibuat dibawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik.

Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1870 KUHPerdata. Ia memberikan di antara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat/dinyatakan dalam akta ini. Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi Hakim itu merupakan bukti wajib.

Akta dibawah tangan bagi Hakim merupakan bukti bebas yang artinya bahwa akta itu benar mempunyai kekuatan pembuktian materiil (Pasal 1875 KUHPerdata, karena akta dibawah tangan baru mempunyai kekuatan bukti materiil setelah dibuktikan kekuatan formilnya. Sedang kekuatan pembuktian formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui kebenaran isi dan cara pembuktian akta itu.

a. Tugas dan Wewenang Notaris

Menurut Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris, seorang notaris diberi kewenangan dalam menjalankan jabatannya. Seorang notaris diberi wewenang untuk membuat akta otentik megenai semua perbuatan, perjanjian

(33)

commit to user

dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang mana dengan adanya wewenang yang diberikan oleh Undang-undang, maka hal tersebut menjadi dasar seorang notaris melaksanakan tugasnya. Seorang notaris mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan profesinya, tugas seorang notaris yang utama adalah membuat akta-akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata.

Menurut Lumban Tobing bah

ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau akta-

52

Notaris juga memberikan nasihat hukum dan penjelasan mengenai peraturan perundang-undangan kepada pihak yang bersangkutan. Hakikat tugas notaris selaku pejabat umum ialah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan hukum antara pihak yang secara manfaat dan mufakat meminta jasa notaris yang pada dasarnya adalah sama dengan tugas hakim yang memberikan keadilan di antara para pihak yang bersengketa. Dalam konstruksi hukum Kenotariatan, salah satu tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan atau tindakan penghadap/para penghadap kedalam bentuk akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. Bahwa notaris tidak memihak tetapi mandiri dan bukan sebagai salah satu pihak dan tidak memihak kepada mereka yang berkepentingan. Itulah sebabnya dalam menjalankan tugas dan jabatannya selaku pejabat umum terdapat ketentuan Undang-undang yang demikian ketat bagi orang tertentu, tidak diperbolehkan sebagai saksi atau sebagai pihak berkepentingan pada akta yang dibuat dihadapannya. Notaris menjalankan kewajibannya tidak terlepas dari kecenderungan menyimpang atau menyeleweng. Profesional hukum yang tidak bertanggung jawab melakukan pelanggaran dalam menjalankan profesinya karena lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau golongannya.53

Tugas pokok notaris ialah membuat akta otentik. Adapun kata otentik itu menurut Pasal 1870 KUHPerdata memberikan kepada pihak-pihak yang

52 Ibid; hlm. 37

53 Abdul Kadir Muhammad, op.cit., hlm. 66

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan serat sabut kelapa pada adukan beton memungkinkan akan terbentuknya ikatan atau jaring-jaring pada permukaan beton dan bila beton menjadi kering maka

Muller (2016, hlm.318) mengatakan antara usaha PAS adalah menukar rentak pendekatannya dengan mengalukan budaya popular ke dalam parti tersebut. Hiburan dan kesenian

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang tingkat kondisi vacuum di scruber dan suhu RBDPO di pre stripper terhadap PFAD yang dihasilkan..

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian di atas, peneliti tertarik untuk mencobakan model CIRC ini di kelas IX MTs Mathla’ul Anwar sehingga dapat diketahui

Proses pengorganisasian program relokasi Pedagang Kaki Lima ke shelter Taman Menteri Supeno dilakukan pembagain tugas antara pihak Dinas Pasar Kota Semarang Bidang PKL

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan yang dialami oleh pemain PS Tamsis Bima adalah senam vitalisasi otak yaitu sebuah latihan fisik yang bertujuan

Penegak hukum dalam penelitian ini adalah mereka yang bertugas sebagai penyidik, jaksa, pengacara, dan hakim. Mereka memiliki tugas masing-masing tapi saling berhubungan

Hasil : Hasil analisis dari 5 pasien dengan faktor risiko sedang untuk mengalami PONV (score 3 pada skala Apfel) yang mendapatkan tindakan pengelolaan mencegah