4 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemampuan Membaca Permulaan
2.1.1 Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan Anak Usia Dini
Membaca adalah suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan. Hal ini dapat diartikan membaca sebagai proses berfikir untuk memahami teks yang dibaca. (Dalman, 2013).
Sedangkan Klien, dkk (Rahim, 2007) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup (1) suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks atau pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. (2) strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika membaca. (3) interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks.
Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemukan beberapa tujuan yang ingin dicapainya. Kemampuan membaca permulaan merupakan suatu kesatuan yang terpadu mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan dengan bunyi, maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan (Dhieni, 2005).
2.1.2 Manfaat Membaca
Membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Setiap aspek kehidupan yang melibatkan kegiatan membaca. Disamping itu, kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-hari manusia. (Rahim, 2007). Dengan membaca anak akan memiliki wawasan yang luas dan terbiasa menggunakan otak dan imajinasinya sehingga anak akan menjadi orang dewasa yang berilmu dan memiliki cara pandang yang luas.
2.1.3 Prinsip-prinsip Pembelajaran Membaca Anak Usia Dini
Prinsip pembelajaran membaca yang dimaksud adalah prinsip pembelajaran untuk menimbulkan kebiasaan dan minat baca pada anak usia dini. Pembelajaran membaca seharusnya paralel dengan bahasa alami anak. Materi yang diberikan untuk
5
pembelajaran membaca sebaiknya utuh dan bermakna. Artinya, sebaiknya anak-anak diberikan materi dalam bentuk lengkap, seperti bahasa yang komunikatif.
Pembelajaran bahasa seharusnya diintegrasikan dengan subjek dan keahlian lainnya seperti ilmu pengetahuan alam, studi-studi sosial dan meteri membaca seharusnya terpusat pada pengetahuan sehari-hari (Santrock, 2002). Dalam mengajarkan membaca harus memperhatikan prinsip pembelajaran anak usia dini.
Prinsip pembelajaran belajar membaca yang dimaksud adalah membiasakan anak membaca sejak dini, dengan materi yang bermakna serta terpusat pada pengetahuan sehari-hari sehingga anak lebih mudah untuk memahaminya, kegiatan membaca yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan minat yang sesuia dengan karakteristik anak, maka anak lebih mudah dibimbing untuk kegiatan membaca yang selanjutnya.
2.1.4 Tujuan Membaca
Menurut Rahim (2007), Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan satu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Tujuan membaca tersebut antara lain adalah: (1) Kesenangan, (2) Menyempurnakan membaca nyaring, (3) Menggunakan strategi tertentu, (4) Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, (5) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, (6) Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, (7) Mengkonfirmasi atau menolak prediksi, (8) Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks.
2.1.5 Ciri-ciri Anak Mampu Membaca Permulaan
Menurut Soejono (Lestary, 2004) hal-hal yang harus dikuasai siswa dalam pengajaran membaca permulaan secara umum, yaitu:
1) Mengenalkan siswa pada huruf-huruf dalam abjad sebagai tanda suara atau tanda bunyi.
2) Melatih ketrampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara.
6
3) Pengetahuuan huruf-huruf dalam abjad dan ketrampilan menyuarakan wajib untuk dapat dipraktikkan dalam waktu singkat ketika siswa belajar membaca lanjut.
Tahap membaca permulaan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Sessiani, 2007) berupa huruf konsonan yang harus dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf-huruf ini, ditambah dengan huruf-huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan, sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa, yang harus dikuasai dalam membaca permulaan adalah penguasaan kode alfabetik, dimana pembaca hanya sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem, dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata.
2.1.6 Tahap Perkembangan Kemampuan Membaca Anak
Masjidi (2007) mengatakan bahwa tingkatan-tingkatan membaca anak berdasarkan usia dan pengalaman pendidikannya, dapat dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu.
1. Tingkat 0: pre-reading dan pseudo-reading (usia 6 tahun ke bawah)
Anak akan berpura-pura membaca cerita ketika anak membuka buku-buku yang sudah pernah dibacakan orang tua. Tapi anak belum mengetahui apa sebenarnya membaca itu.
2. Tingkat 1: membaca awal (initial reading) dan decoding (usia 6-7 tahun)
Pada tingkatan ini anak sudah dapat menghubungkan antara suara dengan huruf, kata-kata tertulis dengan lisan. Anak sudah bisa membaca buku dengan teks yang sederhana dan pendek.
3. Tingkat 2: konfirmasi dan kelancaran (usia 7-8 tahun)
Pada tingkat ini kemampuan membaca sudah mengalami peningkatan.
Perbendaharaan kata yang diperoleh juga semakin bertambah.
4. Tingkat 3: membaca untuk belajar (usia 9-8 tahun)
Pada tingkatan ini membaca sudah dapat digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.Membaca juga menjadi bagian dari ketrampilan berbahasa terutama kegiatan menulis.
7 5. Tingkat 4: kompleksitas (usia 14-17 tahun)
Pada tingkatan ini anak sudah mampu membaca buku yang lebih kompleks dalam sudut pandang bentuk beragam. Kemampuan dalam memahami bacaan juga meningkat.
6. Tingkat 5: kontruksi dan rekonstruksi (usia 18 tahun keatas)
Pada tingkatan ini, anak sudah mampu mengembangkan kemampuan membacanya untuk tujuan anak sendiri. Anak akan dapat mengembangkan kemampuan membacanya dengan cepat dan efektif. Dengan demikian tujuan membaca dapat digunakan untuk kepentingan pribadi atau pekerjaan.
2.1.7 Cara Menumbuhkan Minat Baca Anak
Banyak sekali metode atau cara yang dapat digunakan dalam menumbuhkan minat baca dan mencintai buku pada anak sejak dini. Masjidi (2007), mengatakan ada beberapa metode atau cara yang dapat menumbuhkan minat baca pada anak antara lain : (1) Membiasakan membaca buku sejak anak dalam kandungan, (2) Biasakan membaca buku setelah anak lahir, (3) Meminta anak menceritakan ulang, (4) Mengajak anak ke toko buku atau perpustakaan, (5) Membeli buku yang sesuai dengan minat atau hobi anak, (6) Mengatur manajeman keuangan untuk membeli buku, (7) Perpustakaan keluarga, (8) Saling bertukar buku, (9) Beri penghargaan untuk menambah semangat membaca, (10) Jadikan buku sebagai hadiah, (11) Jadikan kegiatan membaca sebagai kebiasaan anda setiap hari, (12)Membuat buku sendiri, (13) Menempatkan buku pada tempat yang mudah dijangkau, (14) Menunjukkan tingginya penghargaan kita kepada buku dan kegiatan membaca.
2.1.8 Faktor Penghambat Minat Baca Anak
Mengenalkan membaca pada anak sangat penting. Dengan membaca anak akan memiliki wawasan yang luas dan terbiasa menggunakan otak dan imajinasinya sehingga anak akan menjadi pemuda yang berilmu dan memiliki cara pandang yang luas dan mendalam. Oleh karena itu, menumbuhkan minat membaca pada anak harus dilakukan sedini mungkin. Banyak hambatan dan rintangan yang harus dihadapi dalam mengenalkan kegiatan membaca. Masjidi, (2007) menyatakan beberapa faktor
8 yang menghambat minat baca anak antra lain:
1) Lingkungan keluarga
a) Orang tua tidak suka membaca dan tidak memberi contoh b) Kurang waktu orang tua bersama anak
c) Televisi dan video game
d) Temperamen orang tua yang keras 2) Lingkungan di luar keluarga
a) Lingkungan pergaulan anak b) Harga buku yang mahal 2.2 Media Gambar
2.2.1 Pengertian Media Gambar
Kata media berasal dari bahasa latin medius, dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pembawa pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media gambar adalah media yang hanya dapat dilihat. Jenis media visual/gambar merupakan media yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar. Media gambar terdiri atas media yang dapat diproyeksikan dan media yang tidak dapat diproyeksikan (Latif, dkk 2013)
Melalui gambar dapat ditunjukkan kepada pembelajar suatu tempat, orang, dan segala sesuatu dari daerah yang jauh dari jangkauan pengalaman pembelajaran sendiri. Deale (dalam Surtikanti, 2011) mengatakan bahwa gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar dengan lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkrit atau pengalaman langsung, misalnya guru akan menjelaskan terjadinya gunung berapi, maka pembelajaran akan lebih mudah menagkap gambar daripada uraian guru dengan kata-kata selain dapat menggambarkan berbagai hal, gambar lebih mudah diperoleh dari majalah, koran, buletin dan lain-lain.
2.2.2 Kelebihan Media Gambar
Sadiman dkk, (2002) mengatakan ada beberapa kelebihan media gambar, antara lain adalah:
9
1) Sifatnya konkrit; gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata
2) Gambar juga dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa: anak-anak di bawa ke objek/ peristiwa tersebut. Untuk itu gambar dapat mengatasinya. Peristiwa- peristiwa yang terjadi di masa lampau, kemarin, atau bahkan semenit yang lalu kadang-kadang tak dapat kita lihat seperti apa adanya. Gambar atau foto amat bermanfaat dalam hal ini
3) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau penampang daun tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dan itu bisa disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar
4) Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga mencegah atau membetulkan kesalah pahaman
5) Murah harganya dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus
Sudjana dan Rivai,(2001) menyatakan ada beberpa kelebihan yang dapat diperoleh dari gambar dalam hubungannya dengan kegiatan belajar- mengajar, antara lain :
1) Mudah dimanfaatkan di dalam kegiatan belajar -mengajar, karena praktis tanpa memerlukan perlengkapan apa-apa.
2) Harganya relatif lebih murah dari pada jenis media pengajaran lainnya, dan cara memperolehnya pun mudah sekali tanpa perlu mengeluarkan biaya.
3) Gambar bisa dipergunakan dalam banyak hal, untuk berbagai jenjang pengajaran dan berbagai disiplin ilmu. Mulai daru TK sampai dengan perguruan tinggi.
4) Gambar dapat menerjemahkan konsep atau gagasan yang abstrak menjadi lebih realistik.
2.2.3 Kelemahan Media Gambar
Gambar memiliki berbagai kelemahan menurut Surtikanti (2011) ada beberapa kelemahan media gambar antara lain adalah :
10
1) Kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar.
2) Gambar mati adalah gambar dua dimensi, untuk menunjukkan dimensi yang ketiga (kedalam benda) harus digunakan satu seri gambar dari objek yang sama tetapi sisi yang berbeda.
3) Tidak dapat menunjukkan gerak.
4) Pembelajar tidak selalu mengetahui bagai mana membaca (menginterprestasi) gambar.
Selain pendapat diatas, Sudjana dan Rivai (2001) menyatakan kelemahan media gambar antara lain:
1) Beberapa gambar sudah cukup memadai akan tetapi tidak cukup besar ukurannya bila dipergunakan untuk tujuan pengajaran kelompok besar, kecuali bila mana diproyeksikan melalui proyektor opek.
2) Gambar adalah berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan bentuk sebenarnya yang berdimensi tiga kecuali bilamana dilengkapi dengan beberapa seri gambar untuk obek yang sama.
3) Gambar bagai manapun indahnya tetap tidak memperlihatkan gerak seperti halnya gambar hidup. Namun demikian, beberapa gambar fotografik seri yang disusun secara berurutan dapat memberikan kesan gerak.
2.2.4 Manfaat Menggunakan Media Gambar Untuk Kemampuan Membaca Permulaan Anak
Media gambar dalam pembelajaran memiki manfaat sebagai berikut:
1) Menimbulkan daya tarik bagi pembelajaran. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat serta perhatian pembelajar.
2) Mempermudah pengertian pembelajaran. Suatu penjelasan yang sifatnya abstrak dapat dibantu dengan gambar sehingga pembelajaran lebih mudah memahami apa yang dimaksud.
3) Memperjelas bagian-bagian yang penting. Melalui gambar, dapat diperbesar bagian yang penting atau yang kecil sehingga dapat diamati lebih jelas.
4) Meningkatkan suatu uraian panjang. Uraian tersebut mungkin dapat ditunjukkan
11 dengan sebuah gambar saja (Surtikanti, 2011).
2.2.5 Kriteria Dalam Memilih Gambar
Dalam memilih media gambar dalam pemanfaatan media pembelajaran sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Harus autentik. Gambar tersebut harus jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya.
2) Sederhana. Komposisinya hendaklah cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok gambar.
3) Ukuran relative. Gambar dapat memperbesar atau memperkecil objek/benda sebenarnya.
4) Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang baik tidaklah menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi memperlihatkan aktivitas terentu.
5) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Walaupun dari segi mutu kurang, gambar karya siswa sendiri seringkali lebih baik.
Tidak semua gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai ( Sadiman dkk, 2002). Sudjana dan Rivai (2001) mengatakan ada beberapa kriteria dalam memilih gambar-gambar yang memenuhi persyaratan bagi tujuan pengajaran. Dalam hal ini guru hendaknya menetapkan kegunaan-kegunaan gambar yang secara relatif memadai, dan memilihnya yang terbaik untuk tujuan khusus pengajaran. Ada lima kriteria untuk tujuan pengajaran, yaitu:
Pertama gambar itu harus cukup memadai, artinya pantas untuk tujuan pengajaran, yaitu harus menampilkan gagasan bagian informasi atau satu konsep jelas yang mendukung tujuan serta kebutuhan pengajaran. Disamping itu gambar hendaknya realistik dan hidup, pewarnaan yang bagus, dan harus cukup besar sehingga rinciannya bisa diamati untuk dipelajari. Dalam hal itu, untuk memilih gambar perlu memperhitungkan kesesuaiannya dengan tingkat usia siswa.
Kedua, gambar-gambar itu harus memenuhi persyaratan artistik yang
12
bermutu. Gambar yang baik itu cukup memenuhi faktor-faktor komposisi yang baik, pewarnaan yang baik, teknik yang baik pula. Ketiga, gambar untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan jelas. Gambar yang tajam dan kontras mempunyai kelebihan, dikarenakan ketepatan dan rinciannya menggambarkan kenyataan secara lebih baik.
Yang tidak kurang pentingnya adalah besarnya gambar, sehingga tampak jelas keseluruh siswa.
Keempat, validitas gambar, yaitu apakah gambar itu benar atau tidak digunakan dalam pengajaran karena ada beberapa gambar yang tidak ideal untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Kelima, memikat perhatian kepada anak- anak.Memikat perhatian anak cenderung pada hal-hal yang diminatinya, yaitu terhadap benda-benda yang akrab dengan kehidupan mereka. Jadi gambar-gambar yang nyata dan hidup itulah yang mempunyai pusat minat yang baik, dan hal-hal yang sangat akrab dengan kehidupan para siswa merupakan gambar yang memikat.
2.3 Kajian Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal, akan tetapi pada umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini bertujuan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Penelitian mengacu pada penelitian terdahulu yang relevan. Dengan penelitian yang akan dilaksanakan saat ini. Berikut ini penelitian yang relevan :
Mulyadi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar di SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Selo Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010”. Diperoleh hasil bahwa melalui model pembelajaran kooperatif guru dapat meningkatkan proses pembelajaran membaca permulaan dan kemampuan membaca permulaan siswa kelas 1 SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali semester 1 tahun 2009/2010 meningkat.
Dewi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Kartu Kata Bergambar pada Anak Kelompok B di TK Masyithoh Kedung Sari Kulon Progo”. Diperoleh hasil bahwa media kartu
13
bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan di TK Masyithoh.
Wulandari (2014) dalam penelitiannya “Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Menggunakan Media Kartu Kata Bergambar Untuk Anak Kelompok B di TK Arjuna Dayu Gadingsari Sanden Bantul”. Dari penelitian itu diperoleh hasil bahwa media kartu bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak kelompok B TK Arjuna Dayu Gadingsari Sanden Bantul.
Ketiga penelitian tersebut menggambarkan bahwa melalui media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak. Oleh karena itu peneliti menggunakan media kartu bergambar untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada kelompok B TK Kanisius Gendongan Salatiga.
2.4 Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Pikir KONDISI
AWAL
Guru/peneliti:
Belum menggunakan Media gambar dalam pembelajaran
Anak/yang diteliti:
Kemampuan
membaca permulaan anak masih 21,05%
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
Mengunakan media Gambar dalam Pembelajaran
Pada Siklus 1, 2, dst sampai mencapai target yang ditentukan
Melalui media gambar Kemampuan membaca Anak meningkat
14 2.5 Hipotesis
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah "Melalui Media Gambar Kemampuan Membaca Permulaan Pada Kelompok B TK Kanisius Gendongan Salatiga Meningkat”.