rssN
{693-9654
Jurnal
Kesehatan Komunitas
lndonesia
GAMBARAN TUMBUH KEMBANG DAN STATUS GIZI BALITABAWAH GARIS MERAH
Hana Ariyani, Acep Solihat
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN
SEIF
EFFICACY DENGAN PERAWATANDIRI I.ANSI,A H IPERTENSI
Leya lndah Permatasari', Mamat Lukman', Supriadiu
ANATISIS
KEBI,ASAANMAKAN YANG
MENYEBABKAN PENINGKATAN KADARASAT URAT
Nur Lina', Andik Setiyono'
FAKTOR PERSEPSI
DAN
DUKUNGAN ISTERIYANG
BERHUBUNGAN DENGANPARTISIPASI KB PRIA
Siti Novianti, Rian Arie Gustaman
DATPAK KONSELTNG GIZI PADA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA
BALIrAGIzl
KURANGSri Mayrati, Lilik Hidayanti
FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERHASILAN PROGRAM SAN ITASI TOTAL B E RBAS IS MASYARAKAT (STB M) D I KOTA TAS I KMALAYA
Teguh Priatno, Soesilo Zauhar,lmam Hanafi
FAKTOR.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS TIDUR PASIEN
DI
RUANG INTENSIFYesy Pusparini, Kusman lbrahim,Ayu Prawesti
7.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIKUALITAS TIDUR PASIEN DI RUANG INTENSIF
Yesy
Pusparinil,
Kusman lbrahim2,Ayu
Prawesti,
AbstrakPerawatan di ruang intensif sering menimbulkan pengalaman negatif yang
akan menjadi pengalaman khusus bagi pasien. Pengalaman negatif yang
sdring dialami oleh pasien adalah gangguan tidur.Gangguan tidur pada
pasien kritis dapat menimbulkan berbagai dampak yang serius bagi pasien. Literature
review
ini
ditujukanuntuk
mengetahui faktor-faktor yangberhubungan
dengan kualitas
tidur
pasien
di
ruang
perawatanintensif.Berdasarkan review, penulis menemqkan
4
faktor utama yangmempengaruhi kualitas tidur pasien yaitu faktor pasien, lingkungan, tindakan
keperawatan pada malam haridan medikasi. Kata kunci: kualitas tidur, ruang intensif
Abstract
Treatment in intensive care often lead to negative experiences that will be a
special experience for the patient. Negative experiences are experienced by
patients is sleepd is order. Sleepd is ordersin critically patient scan cause a
variety of serious consequences for the patient. This literature reviewaimed
to identify many factors associated with sleep quality of patients in intensive
care. Based on the review, the authors found fourmain factors that affect the
quality of sleep of patients that patient factors, environmental, nursing action at night and medication
Key words : quality ofsleep, intensif'care
PENDAHULUAN
lntensive Care lJnit (lCU)
merupakanbagian
dari
rumah sakit
yangmandiri, dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera atau
penyulit -penyulit
yang
mengancam nyawaatau
potensial mengancam nyawadengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversibel (KMK,2010).
Pengalaman
pasien selama
perawatan
di
ruang
intensif
meliputipengalaman positif dan negatif.Pengalaman positif yang dirasakan oleh pasbn
adalah rasa aman
dan
dilindungi.Pengalamannegatif yang
dirasakan olerl pasien timbul dari masalah yang sering dialami oleh pasien yang dirawat di ruarg intensifyaitu rasa takut,
kecemasan, gangguan kognitif,dan
perasaanff*
nyaman seperti nyeri, cemas dan gangguan tidur (Stein & McKinley,
200O)-StrI
mengenai pengalaman pasien dirawatdi
ruang intensifmenunjul*an
seBHI
'TRSUP DR. Hasan Sadikin Bandung
2
Universitas Padjadjaran Fakultas Keperawat*r Bandung.
120h
dirau
tidur r
pada
dek*
peEnterset
hanyra
tahap
terjad
SEcirA
setiryr
KUATI
memr
pasien malanrr
1.
F#
Ial.(20$
merupd
merasa berupa r
I
jantungdengan kardiolog
untuk
mkompens
kesulitan sehingga mempeQg
periode
ti
REM nren
Jurnal Kesehatan Komunitas lndonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
12o/o
ftsponden
menyatakan bahwa masalahyang paling
dirasakan selama dirawat di ruang intensif adalah waktu yang terlalu pendek untuk beristirahat dantidur (Hofhui, 2008). Cooper
et al
(2000) menyebutkan bahwa s/eep disruptionpada pasien kritis telah dikenali sebagai
misalah
serius setama lebih dari duadekade.Hilton (2006) meneliti mengenai kuantitas dan kualitas tidur pasien di unit perawatan kritis respirasi (n=9) dengan menggunakan EEG. Durasi tidur pasien
tersebut berada dalam rentang
6
menit hingga 13.3jam
sehari.Tidur
malamhanya dialami
oleh 50%
responden.Tidur
lebih didominasi olehtidur
NREMtahap
l,
sementaratahap
lain
mengalami gangguan. Gangguanyang
nyataterjadi pada tahap
lll
danlv
yang hanya berlangsung selama4.7%
dan 10.so/o,secara normal seharusnya tahap tersebut terjadi sebanyak 30% hingga 35% dari setiap siklusnya.
KUALITAS TIDUR PASIEN DI RUANG INTENSIF
Berdasarka
n
literature reviewyang penulislakukan,
ada4
faktor
yangmempengaruhi kualitas
tidur
pada pasiendi
ruangrawat
intensif yaitu faktorpasien
itu
sendiri,faktor
lingkungan,faktor
intervensi keperawatan pada shift malam dan faktor medikasi,1.
Faktor PasienKondisi
fisik dan
psikologis pasien dapat mempengaruhitidur. Lee
etal.(2008) menyimpulkan
hasil
penelitiannya
bahwa
rasa tidak
nyamanmerupakan
salah satu faktor
penyebab gangguantidur
dimana
seseorangmerasa gelisah dan sulit untuk dapat tidur nyenyak. Rasa
tidak
nyaman dapat berupa nyeri, demam, perasaan sesak, dan kelelahan fisik yang berat.Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada pasien di ruang perawatan
jantung intensif adalah sesak atau
dyspnea,nyeri yang khas
berhubungandengan kondisi
iskemiaotot jantung
ataupunnyeri post tindakan
intervensikardiologi
serta
kelelahanyang
diakibatkan karena ketidakmampuan jantunguntuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan, sehingga
tubuh
melakukankompensasi dengan meningkatkan heart
rafe (HR)
dan respirafionrafe
(HR),kesulitan untuk tidur, dan orang yang pilek akan mengalami masalah pernafasan
sehingga sulit untuk tidur (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2004).Kelelahan dapat
mempengaruhi pola tidur seseorang.Semakin letih seseorang, semakin pendek
periode
tidur
REM (paradoksikal) pertama.saat seseorang beristirahat, periodeFaktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas
Tidur
PasienDi
Ruang
lntensif Yesy Pusparini, Kusman lbrahim, Ayu Prawestiadanya suatu hubungan yang positif dyspnea (sesak) dan Fatique (kelelahan)
(r=0.43, p<0.001) dan kesulitan tidur (r= 0.39), p< 0.001). Sedangkan hubungan antara kelelahan dengan kesulitan tidur positif tetapi tidak signifikan (r=0.19).
Nyeri dan perasaan tidak nyaman membatasi kedalaman tidur dan sering
menyebabkan
perode terjaga
dari
tidurnya.Nyeri
terjadi
karena
adanyarangsafgan
dan
reseptor (nosiseptor).Nosiseptor merupakan ujung-ujung sarafbebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin.Nyeri pada pasien
yang dirawat di ruang perawatan intensif berhubungan dengan nyeri dada akibat
proses penyakit pada jantung dan nyeri post tindakan intervensi koroner maupun
pembedahan. Menurut Alwi (2007), nyeri dada angina merupakan gejala kardinal pasien dengan sindroma koroner akut. Nyeri dada angina biasanya terletak pada
substernal atau retrosternal dan prekordial.Sifat rasa nyeri seperti ditekan, rasa
terbakar,
ditindih benda berat,
ditusuk, diperasdan
dipelintir.Biasanya nyerimenjalar
ke
lengan
kiri,
dapat
juga
ke
leher,
rahang
bawah,
gigi,punggung/interskapula,
perut
dan
lengan
kanan.Nyeripasien miokard
infarkberkaitan dengan iskemia yang mengakibatkan terkumpulnya asam laktat dalam jaringan.
Menurut Potter & Perry (2005), usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri,
perhatian,
kecemasan,
keletihan
dan
pengalaman sebelumnya
dapatmempengaruhi respon dan persepsi nyeri. Sehingga indikator untuk mengetahui
intensitas nyeri yang paling penting adalah laporan pasien mengenai nyeri yang dirasakannya.
Hubungan
antara nyeri
dan
kualitastidur sangat
kompleks. MenurutKozier
Erb,
Bermandan Snyde(2004),
nyeridapat
menimbulkan penurunankapasitas vital paru, FRC dan timbulnya hipoksemia sehingga tubuh melakukan
kompensasi dengan meningkatkan frekuensi nafas untuk memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh. Nafas yang pendek ini dapat mengganggu tidur.Hasil penelitian Maryana (2011), skor intensitas nyeri pada pasien sindrom koroner akut di ruang
CICU dan UGD adalah
8
(3 orang) dan 3 (4 orang).Setelah mendapatkan terapifarmakologi
(nitrat, beta
bloker,ACE
inhibitordan
antiplatelet)2
orang
skornyerinya menjadi
7
dan
5
orang dengan
skor
intensitas
nyeri 2.Hal
ini menguatkan bahwa pemberian terapi farmakologi tersebut sangat penting untukmeningkatkan aliran darah koroner, mengurangi beban jantung dan mengurangi konsumsi oksigen.
kead
psiko meng berda baln*r yang
takut I
merU
MUIrcT
dirm
rasa
t
kardb
dada
i
sehingtahapa
dari
sr,menint
diungka
mengr*
self
ry
pasien.I jantung
pada ke
kelompo dibandiry
c
sekresi mengakit
lebih seri
penelitian
akan mer Penelitian
CABG.Pa
Jurnal Kesehatan Komunitas lndqnesia Vol; 10. No, 2 September 2014
Morton (2013) mengungkapkan bahwa pasien-pasien
yang
mengalamikeadaan kritis tidak hanya mengalami masalah dalam fisiologisnya, tetapi juga psikososial, perkembangan
dan
proses spiritualnya. Cemas adalah ketakutanmengenai sesuatu yang akan terjadi dan diikuti oleh perasaan tidak jelas, tak berdaya, isolasi
dan
perasaantak
aman (Stuart, 2012). Stuart menambahkan bahwa cemas adalah suatu emositanpa obyek spesifik dan pengalaman individu,
yang sifatnya subyektif.Cemas sering
sulit
dibedakan dengantakut.
Perasaantakut pada situasi yang mengancam akan membuat seseorang secara otomatis
menghindar. Namun
pada saat
kondisi tersebuttidak dapat
dihindari, makamuncul perasaan cemas (Chen, 2006).Sumber kecemasan pada pasien yang dirawat di ruang intensif dapat berupa penyakit yang diderita, perasaan kesepian,
rasa
takut
mengenaiajal,
lingkungan yang asing (Mortondkk,
2013).Penyakit kardiovaskularsering
menimbulkangejala yang dating tiba-tiba seperti
nyeridada hebat, sesak dan sinkop.Kondisi tersebut tidak dapat lagi untuk dihindari, sehingga kemudian muncul perasaan cemas.
Teori
State-TraitAnxiety
Spielberger's (1966) mengungkapkan bahwatahapan perasaan (cognitively appraised) terancam atau kondisi bahaya dimulai
dari
suatu
stimulus
baik
internal maupun external,
dan
pada
puncaknya menimbulkan reaksi state anxiefy. Cemad adalah emosi yang relatif mudah untukdiungkapkan,
dan
seseorangyang
mengalamicemas dapat secara
akuratmengukur level kecemasan mereka sendiri (Grinker, 1966). Dengan demikian
se/f
reportakan
cemas
dapat
digunakan
untuk
mengkaji
sfafe
anxiety pasien.Penelitian yang dilakukan oleh Widaryati (2011)di
ruang rawat intensifjantung
RSUP Dr.HasanSadikin
pada42
pasienSKA,
intensitas kecemasanpada kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok kontrol karena pada
kelompok intervensi
jumlah
respondenwanita
lebih banyak yaitu
10
orang dibandingkan dengan kelompok kontrol (Torang).cemas
dan depresi dapat mengganggu tidur. cemasakan meningkatkansekresi
norephinephrineyang akan
menstimulasi
sistem
saraf
sehinggamengakibatkan tidur NREM tahap
lV
dan tidur REM menjadi lebih sedikit, danlebih sering terbangun (Kozier, 2004). Gallagher
&
McKinley (2007) melakukanpenelitian pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi CABG. pasien yang
akan menjalani operasi
ini
biasanya mengalami kecemasan yang lebih tinggi.Penelitian
dilakukan
untuk
mengetahuiprediktor kecemasan
pada
pasien CABG.Pasien GABG diukur skala kecemasannya dengan menggunakan (HADS)t
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas
Tidur
PasienDi
Ruang /nfensif Yesy Pusparini, Kusman lbrahim, Ayu Prawestisebelum operasi, Sebelum pulang dan setelah sepuluh hari pulang dari rumah
sakit,
Total
respondenyang
mengikuti seluruhfase
penelitian berjumlah 130orang. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa rata-rata pasien memiliki
tingkat kecemasan yang rendah di semua fase penelitian.Level kecemasan pada
ambang batas klinis (skor HADS
> 8)
terjadi pada sebelum pembedahan dansebeluir
pulang
dari
rumah
sakit.
Stresor tertinggi penyebab
kecemasansebelum
pembedahanadalah
menunggu pembedahan(mean
2.02)., stresortertinggi setelah pembedahan adalah perasaan terasing
jauh dari
rumah dan pekerjaan (mean 1.63)dan
stresortertinggi
setelah pulangdari
rumah sakitadalah perasaan nyeri
dan
tidak nyaman (mean 0.96).
Penelitianini
juga menunjukkantidak ada perbedaan
stressor yang signifikan antara respondenpria dan wanit
(p<0.001). Prediktor kecemasan sebelum pembedahan adalahwanita, konsentrasi
saat
harus menunggu operasi, nyeridan
ketidaknyamananserta
riwayatgaya hidup.
Prediktor kecemasansetelah
pembedahan adalahpenggunaan
anxyolitic, antidepresan, kecemasan sebelum prosedur
dankesulitan
tidur
di
tempat tidur yang asing.
Sedangkan prediktor kecemasansetelah pulang
dari
rumah Sakit meliputi kecemasan yang sudah ada sebelum prosedur operasi, perasaan nyeri dan"ketidaknyamanan'2. Faktor Lingkungan
Bihari., et al. (2012) membagi dua faktor yang mempengaruhi tidur pada pasien
di ruang rawat intensif yaitu faktor lingkungan dan faktor non lingkungan. Faktor
lingkungan
dalam
penelitiannya
terdiri
dari
suara'
cahaya,
intervensikeperawatan, pemeriksaan diagnostik, pengukuran tanda-tanda vital, flebotomi, pemberian obat-obatan, alarm bedside monitor, pulse oximetry, suara berbicara,
alarm
infuse pump, nebulizer, Suara telepon petugas, televisi, telepon ruangandan
alarm ventilator. Sedangkan yang termasuk dalamfaktor non
lingkungan adalah karakteristik pasien , nyeri, dan obat yang digunakan oleh pasien selamadirawat, terutama obafobatan yang mempengaruhi kualitas tidur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa suara adalah dimensi lingkungan yang paling mengganggu
kualitas tidur pasien di ruang intensif.
Penelitian mengenai
suara
di
ruang intensif sudah
banyakdilakukan.Suara tersebut dapat bersifat kontinyu, fluktuatif maupun intermiten.
Level suara yang direkomendasikan oleh
wHo
tidak lebih dari 30dB(A) dan padamalam hari harus
di
bawah 4odB(A).sulra
benda yang jatuh ke lantai memilikibesar
pend
respo masa Wood
per€il yaitu I
SUEfA
penti
meqgr Pertgil (SPLI r
seflhg
merEil
alarm 1
tet+d
diuhr
rdideqt
maho
perUfi
Kjaer. i1
emergg
dB(c)
f
jika
dil
agak
sa
Hal
ini
rventilatq
berbeda mengene
s
secara E
psikologft
sistem
sJurnal Kesehatan Komunitas lndonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
besaran
92
db(A),suara
nebulizer80
dB(A). Hofhuiet al
(2008) melakukan penelitian mengenai pengalaman pasien selama dirawat di ruang intensif.Dari 50respoden, sebanyak
24
orang memiliki masalah dengan tidurnya.Penyebab darimasalah tersebut adalah suara (45o/o), perasaan takut (25%)
dan
Nyeri (19%).Wood and Falk menemukan bahwa 10% hingga 17o/o suara yang timbul
di
unitperawatdn intensif berada dalam level yang dapat menyebabkan pasien terjaga,
yaitu lebih dari 70 decibels. Menurut Kahn, Cook, Carlisle
et al
(1998) proporsisuara
di
ruang
intensif sebagian
besar
dihasilkan
oleh
perilaku
sepertipembicaraan dan televisi.
Lawson, Thompson, Saunders, Saiz
et
al.(2010) melakukan penelitianmengenai intensitas
suara
dan
evaluasi kebisingandi
unit
perawatan kritis.Pengukuran suara dilakukan melalui 3 fase.Fase pertama, sound pressure level (SPL) alarm dari setiap peralatan diukur didalam ruang perawatan pasien.Atat di
setting
pada level suara
maksimum,minimum
dan
setting interim
untukmenentukan rentang level suara yang dapat diterima oleh pasien. Pada fas€ 2,
alarm yang sama ditempatkan diruangan yang bersebelahan
dan
pengukurantetap dilakukan di tempat semula. Fase yang ketiga, ambient noisedi ruang ICU
diukur dalam
waktu
10
hingga24
jam untuk menentukansuara yang
seringdidengar oleh pasien sehari-hari dan melihat variasi level suara pada siang dan
malam hari. Penelitian dilakukan
di
PortlandVA
Medical Center (N=152), danpengukur
level suara
menggunakan sound levelmeter
(SLM)dari
Bruel danKjaer. Hasilnya alarm bedside monitor mempunyai levet 73.3d8(C) pada setelan
emergensi,
73.1 dB(c)
pada setelan sedang,dan
pada setelan maximum g0dB(C) jika diukur didalam ruang pasien sendiri, Level suara menjadi lebih rendah
jika diukur pada ruang yang bersebelahan dengan pintu tertutup (69 dB(c)) dan
agak sedikit lebih tinggi apabila pintu tersebut dalam kondisi terbuka ( 75dB(C)).
Hal
ini
serupa dengan suara yang
ditimbulkanoleh alarm infus pump
danventilator. Pada
fase
3,
diketahui bahwa fluktuasisuara
dalam24 jam
tidakberbeda
secara
sistematik.Hal
ini
dapat
diartikanbahwa level suara
tidak mengenaljam makan, jadwal tidur regular, perubahan shift, dan jam berkunjung.Suara bising
didefinisikan sebagai suara-suarayang tidak
diinginkan,secara subyektif mengganggu dan dapat menimbulkan stres fisiologis maupun
psikologis
(wenham
&
Pittard,2oog).
Eksposuroleh suara dapat
mentrigersistem
saraf
simpatis
yang
kemudian meningkatkan
kerja jantung
dann
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas
Tidur
PasienDi
Ruang /nfensff Yesy Pusparini, Kusman lbrahim, Ayu Prawestimempengaruhi
fungsi
otot-otot pernafasan (Freedman, Gazendam, Levan., eta1.2001; Ely, lnouye, Bernard, 2001).
Dimensi
lain dari
lingkunganyang dapat
mempengaruhi kualitas tidur adalah cahaya dan temperatur (Bihariet al.,
2012). Cahaya merupakan faktor eksternalyang
penting dalam mempengaruhi tidur. Cahaya mempengaruhijaminternaf
melalui
sel
sensitif
cahayayang ada pada retina mata. Sel-sel
inimenginformasikan pada otak mengenai siang dan malam, hingga kemudian pola
tidur
kita
terbentuk.Sinar lampu
yang
terlalu
terang dapat
menyebabkangangguan
tidur
dan
menghambatsekresi melatonin.
Tidak
ada
batasantemperatur
yang baku
untuk
meningkatkankualitas
tidur
karena
tingkatkenyamanan temperatur berbeda-beda pada
tiap
individu.Temperatur rendahdipercaya
dapat
mengganggutidur,
sebaliknyasuhu yang lebih tinggi
dapatmeningkatkan kualitas
tidur.rofal S/eep
Iime
(TST) secara
maksimal dapatdicapai pada kondisi
thermoneutralitydimana
regglasi temperature dikontrolmelalui
insensible
heat
/oss tanpa tubuh
melakukan metabolisme
untukmemproduksi panas
tubuh.
Thomsonet
al. (2012) merancang panduan desainunit perawatan intensif baik untuk bangunan baru maupun bangunan lama yang
direnovasi. Thomson
dan
rekan-rekannya melakukantelaah
dari
berbagailiteratur
yang relevandan
mencari opini para pakar baik dari anggota komitemaupun di luar anggota untuk mendapatkan rekomendasi desain unit perawatan
intensif yang paling baik bagi proses penyembuhan, efisien dan efektif. Elemen
dari
lingkunganyang menyembuhkan
terdiridari
materialdan
finishing yangmengurangi
suara berisik,
meminimalisasig/are,
mendukungkontrol
infeksi,mencegah terjadinya injuri, furnitur dan dekorasi yang dapat mengurangi stres,
mendayagunakan
cahaya
alami,
pemandanganalam. Desain yang
optimaldiharapkan dapat membantu mengurangi medicat
effor,
meningkatkan outcome pasien, mengurangi masa rawat, meningkatkan dukungan sosial dan mengurangi3. Faktor lntervensi Keperawatan pada Shift Malam
lntervensi keperawatan pada
shift
malam didugatelah
banyak mempengaruhikualitas
tidur
pasien. lnterupsi pada tidur tahap tertentu akan membuat pasienyang terjaga
memulai kembali tidurnyadari tahap
I
bahkan pada
beberapa pasien tidak mudah untuk dapat segera tidur kembali setelah terjaga.
'+,.+a--r--Menrn
yang
end&z
adaldr
4.F*
the
t*
pemtstf.i
L
3.
4-5./
I
6.I
7.(
8.(
Lt
10. F
I
betaUd
dan
gag
lambats
digunaka
fase
REImenguril
jangka
&insomnia.l
dan merre
menyebd
mempengt secara
tlt
terapimorl
Jurnal Kesehatan Komunitas lndonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
Menurut Bihari
et
al. (2012) intervensi keperawatan merupakan aktivitas perawatyang paling
banyak
mengganggu
kualitas tidur.Pada
pasien
denganendotracheal
tube
(ETD
prosedur
keperawatanyang
paling
mengganggu adalahtracheal suctiomng (Hofhui, 2008).,
4. Faktor Medikasi
Menurut Opie and Gersh (2001) dalam bukunya yang berjudul Drugs for
the
Heaft,
10
obat yang
paling sering digunakan
pada
pasien
denganpermasalahan jantung adalah:
1.
agen B-blocking2.
Nitrat3.
Calcium Channel Blocker4.
Diuretik5.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors, angiotensin-ll
receptorblockers (ARBs) dan aldosterone antagonist.
6.
Digitalis, inotropic akut, dan dilator inotropic7.
Obat-obat antihipertensi8.
Obat-obat antiaritmiaL
Agen antitrombotik: lnhibitor Platelet, antikoagulan dan fibrinolitik10. Penurun kadar lemak dan anti atherosklerotik
Medikasi pada pasien dengan masalah kardiovaskular seperti golongan
beta bloker yang sering digunakan dalam penatalaksanaan tekanan
darah
tinggidan gagal jantung kongestif berefek mengurangi
fase
REM,
tidur gelombanglambat
serta
meningkatkantidur di
siang hari.Alpha
bloker yangjuga
seringdigunakan dalam terapi tekanan darah tinggi berkontribusi terhadap penurunan
fase
REMdan
meningkatkan tidurdi
siang hari.Golongan antidepresan dapat mengurangitidur pada fase REM dan dapat menyebabkan gangguan tidur dalamjangka
lama.Antidepresangolongan
ssRls
bahkan
dapat
meningkatkan insomnia.Golongan hipnotik dapat mempengaruhi tahaplll
dan lV tidur
NREMdan menekan tidur REM. Golongan narkotik juga dapat menekan tidur REM dan
menyebabkan sering terbangun dan menyebabkan rasa kantuk.obat penenang
mempengaruhi tidur REM. Amfetamin dan antidepresan menurunkan tidur REM secara tidak normal.Pasien
-
pasien di Ruang CICU hampir selalu mendapatkanterapimorfin dan atau
diazepam,
t
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas
Tidur
PasienDi
Ruang
lntensff Yesy Pusparini, Kusman lbrahim, Ayu PrawestiGolongan sedasi merlyebabkan pasien menjadi tidur, namun tidur akibat
pengaruh sedasi berbeda dengan tidur secara fisiologis (Weinhouse & Watson,
2009) meskipun keduanya menyebabkan respon
yang
samayaitu
penurunanrespon terhadap stimulus eksternal, penurunan
tonus
otot dan
depresi respiratori.Perbedaannya jika tidur dipengaruhi oleh irama sirkadian maka sedasidipengryuhi
oleh dosis obat yang
diberikan. Padatidur
normalakan
terlihatperubahan gelombang
EEG pada tiap tahap tidur,
sedangkanpada
sedasigelombang yang muncul atipikal dan tidak dapat dikelompokkan ke tahapan tidur
normal. Berdasarkan mekanisme kerjanya, sedasi dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu golongan GABA agonis dan o-2-agonis.
GABA agonis berinteraksi dengan GABA reseptor untuk meningkatkan
inhibisi
terhadap system
saraf
pusat.Obat-obatyang
termasuk golongan iniadalah benzodiazepine
dan
propofol.Golonganini
direkomendasikan sebagai pilihan pertama sedasi di ruang perawatan intensif.Pada perekaman EEG sedasiGABA agonis menyebabkan penurunan
tidur REM,
menekantidur SWS
dan meningkatkan gelombang tidur NREM tahap ll.Dexmedetomidin merupakan agen o-2-agonis dan hanya tersedia dalam
bentuk
parenteral.Obatini
bekerja
pengikat
reseptor pada
locus
ceruleussehingga
mengurangi pelepasan norepinephrinedan
kemudian merangsangVLPO yang menghalangi
jalur
'bangun'.Pada perekaman EEG nampak terjadipenurunan gelombang tidur REM, peningkatan tidur SWS dan peningkatan tidur NREM
tahap ll.Secara
klinistidur
dibawah pengaruh sedasi o-2-agonis lebih alami dibandingkan dengan GABA agonis (Weinhouse & Watson, 2009).Golongan opioid merupakan analgesik yang memiliki efek sedasi karena
obat
ini
mempengaruhijalur
bangundi
pontothalamik. Pada penggunaan obatini, gelombang SWS menurun 30% hingga 500/o, dan tahap
ll
NREM meningkat. Menurut Weinhouse and Watson (2009), meskipun penggunaan obat ini memilikiefek terhadap arsitektur
tidur,
namun golongan
ini
memiliki manfaat
yangsignifikan untuk mengurangi nyeri pada pasien.
SIMPULAN
Tidur
merupakan masalahyang sering dialami oleh pasien
di
ruangperawatan intensif.Hal
ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor kondisipasien
itu
sendiri, faktor
lingkungan perawatan,faktor
pemberian intervensikeperawatan pada shift malam dan faktor medikasi.Faktor-faktor tersebut hampir
selah akhin
hal
tr
meru
Biftai
Dehct
ffi
Elerg
,I
Frzia
Freefr
I
Freeilr
Gabor,.
,l
Galvan,
( I
I
Guyton,
'l
Hays
R
(fi
Hidayd,
d
Jurnal Kesehatan Komunitas lndonesia Vol' 10. No' 2 September 2014
selalu
Secara bersama-sama mempengaruhi kualitastidur
pasien dan
padaakhirnya dapat meningkan morbiditas dan lama rawat pasien' Untuk mencegah
hal tersebut diperlukan intervensi untuk memodifikasi faktor-faktor yang dapat
menurunkan kualitas tidur pasien.
,
DAFTAR PUSTAKA
Bihari, S., McEvoy, R. D., Matheson, E., Kim, S., lVoo-dman, R'
J',
& Bersten' A'-";--''
O'. <iOlZl."Factors affecting sleep quality of patients in intensive care unit.
Joirnat
'of
ctinical s/eep
medicine:JCSM: official publication
of
theAmerican Academy of S/eep Medicine, S(3)' 301.
Bourne,
R. S.,
&
Mills,G. H.
(2004). Sleep disruptionin
criticallyill
patients-pharm acolog ical considerations. Anaesfhesia, 59(4), 37 4'384.
Delves,
J.
(2OOg). Sleep deprivation inthe
intensive careunit.
HNE Handover:ForNurses and Midwives, 2(1).
Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Dirjen Petayanan Medik Depkes
Rl.(2006). Standar Pelayanan Keperawatan di lCU. Depkes Rl
Everson,C.
&
Toth,L. (2000).
Systemic bacterialinvasion induced
by
sleepdeprivation. American Joumal
of
Physiology'Regulatory, lntegrative andCo m p a f ative P sych ology, 27 8(4), 905-9 1 6.
Frazier,
S.K.,
et
al.
(2002). Critical
Care
Nurses Assesment
of
PatientsAnxiety:Reliance
on
Physiological and behavioral Parameters. AmJ
Crit Care 2002;11:57-64.Freedman, N. S., Kotzer, N., & Schwab, R. J. (1999).Patient perception of sleep
quality and etiology of sleep disruption in the intensive care unit.American
journal of respiratory and critical care medicine, 159(4), 1 155-1 162.
Freedman, N.S., Gazendam, J., Levan L et al. (2001). Abnormal Sleep or Wake
Cycles and The Effect of Environmental Noise on Sleep Disruption in The lntensive Care Unit.
Ameican
Journal Respiratory critical Care Medicine.163:451-7.
Gabor,J., Cooper,
A. &
Hanly,P. (2001). S/eep disruptionin the
intensive careunit. Current Opinion in Critical Care,7(1),21'27.
Galvan,J.P., Martinez,M.R., Martinez, M.J.C.
(2010).
Retiabitity and Vatidity of aShorf
Versionof the
STAI Anxiety Measurement Scalein
RespiratoryP atie nts. Arch iv os D e Bron con e u m ol og i a. Spain, Elsevier Espana'
Guyton,A.C.,
&
Hall,J.E.
(1997).Buku
Aiar Fisiologi Kedokteran.(Setiawan, l,Trans). Jakart: EGC.
Hays R.D, Kallich J.D, Mapes D.L, Coons S.J, Amin N, Carter W.B, Kamberg C (1997). Kdney Desease Quality of Life Short Form, Version 1.3: A Manual for Use and Scoring.Santa Monica,
CA:MND.
Hidayat,A.
A. A.
(2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia:Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta:SalEba
Medika:Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas
Tidur
PasienDi
Ruang
lntensif Yesy Pusparini, Kusman lbrahim, Ayu PrawestiHilton,
B.
(1976). Quantityand
qualityof
patients'sleep and
sleep-disturbing factorsin
a
respiratory intensivecare
unit.Journalof
advanced nursing,7(6),453-468.
Hofhuis, Jose.,ef
a/. (2008).
Experiencesof
Criticallylll
PatientsinThe
tCu. Department of lntensive Care Erasmus Medical center. Rotterdam.Honkus, V. L. (2003). Sleep deprivation in critical care units. Critical care nursing guafterly, 26(3), 179-191.
Hsu, S. M., Ko, W. J., Liao, W. C., Huang, S. J., Chen, R. J., Li, C. Y., & Hwang,
S.
L.
(2010). Associationsof
exposureto
noisewith
physiological andpsychological outcomes
among
post-cardiac
surgery
patients
inlCUs, C/inrbs, 65(1 0), 985-989.
Kahn DM, Cook TE, Cartisle CC
et al.
(1998). ldentification and modification ofenvironmental noise in an ICU setting.Chesf 1998;1 14:S3S-40.
Kozier,
Erb,
Berman&
snyder,
2004.(2004). Fundamentalof
Nursing. Unitedstates
of America:Pearson education lnc.Lengas, E. (2012). The effect
of
sleep qualttyand
sleep quantityon
concussionassessmenf (Doctoral dissertation,
THE
uNlvERslry
oF
NORTH. CAROL|NA AT CHAPEL HILL).
Leodux,
s
(2008).
The
effecfs
of
s/eep
Deprivation
on
Brain
andBehavior. http://serendio. brvn mawr. edu/exchanqe/node/1 690.
Lusk,B& Lash,A. (2005).
The stress
response, psychoneuroimmunology, and stress among ICU patients. Dimensionsof
Respiratory and Critical CareNursing, 24(1), 25-31
Makic, M.B.F.,
Rauen,C., Watson,R.,&
Poteet,A.W.(2014).
Examining theEvidence
to
Guide Practice:
ChallengingPractice
Habits.Association American Critical Care Nurse Journal,34 (2)28-40.Morton.,Fontaine,D., Hudak,C.,
&
Gallo,B.
(2008).
Keperawatan
Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC.olson,
D.,et al
(2001). Quite time:a
nursing interventionto
promote sleep in neurocritical care units. American Journal of Critical Care,10(2),l4-lB.
Opie, L.H. & Gersh,B.J. (2005). Drugs for the Hearl.Pennsylvania: Elsevier lnc.
Parthasarathy,
S.,
&
Friese,R.
(2012). Sleep, circadian rhythms,and
criticalillness. S/eep, 35(8), 1029.
Patel,M., Chipman,J.,Carlin.B.W.,& Shade,D. (2008).
Sleep
in
lntensive Care Unit Setting . Critical care nursingquaterly,3l
(4), 309-318.Potter, P.A.,
&
Perry,A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika.Stein-Parbury
J,
McKinley
S
(2000).
Patients' experiencesof
being
in
anintensive
care unit:
A
select literature review:American Journal Criticat Care 9(1):20-27.Stuart, G.W.
(2012).
Principles and Practiceof
Psychiatric Nursing.l0hEdition. Chapter 16:244.Suwartika, l.(2012).Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian lnsomnia
Pada
Pasien yang dirawatdi
RuanQ Perawatan Jantunglntensif
RSUPWeinh
Weinh
\Mdry
It
Ir
K
Wenha
E
Thompc S(
iT
Ulrich. n
fr
Pq
j
DnHasan
sadikin
Bandung.
Tesis
Magister
Keperawatan,
tidak dipublikasikan, Universitas Padjadjaran Bandung'weinhouse,
G.
L.,
&
schwab, R.
J.
(2006). Stggpil
!h"
criticallyill
patient.SIEEP.NEW YORK THEN WESTCHESIER-, 29(5),707 ,
weinhouse, Gerald
L.,
schwab,
RichardJ.,
Watson, PL.,
Patil,N', Vaccaro,g. pAndharipande,P.,et
at.
IZOOS;. Benchto-bedside review: Delirium inICU'
patienis-importanceoi
Sleep deprivation. Critical
Care,
13:234 (doi:10.1 186/cc8131)Widaryati.2O11. Pengaruh lntervensi Mendengarkan Bacaan Alquran terladap
intensitas
Kec6masan Pasien SindromaKoroner
Akutdi
Ruang Rawattntensif Jantung RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung.
lesis.
MagisterKeperawatan, tidak dipublikasikan, Universitas Padjadjaran Bandung.
Wenham,
T.,
&
Pittard,A,
(2009).lntensivecare unit
environment.Continuing Educationin
Anaesthesia, Critical Care & Pain,9(6), 178-183'Jurnal Kesehatan Komunitas lndonesia Vol' 10' No. 2 September 2014
Ulrich, R., Linden, O., Etinge
J.
1993. Effectsof
Exposureto
Nature and AbstracPictures
on
Patients recovering
from
open heart
surgery.