vii Universitas Kristen Maranatha Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai Stages of Faith pada Hijabers Community di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei.
Penelitian ini dilaksanakan pada Hijabers Community di Kota Bandung yang ada dalam usia dewasa awal (19-26). Jumlah responden yang diteliti adalah sebanyak 30 orang.
Adapun alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data adalah alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti, Faith Development Test (FDT), yang diturunkan dari teori Faith Development James W. Fowler. Alat ukur ini terdiri dari 55 nomor dimana setiap nomor terdiri dari 2 pernyataan yang harus dipilih salah satunya oleh responden. Perhitungan validitas dengan Pearson dengan validitas item antara 0,310-0,652. Perhitungan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach menunjukkan hasil 0.850, yang berarti item-item dalam alat tes FDT memiliki reliabilitas yang tinggi.
Hasil penelitian penunjukkan bahwa dari 30 Hijabers Community di Kota Bandung memiliki ciri-ciri stage of faith yang paling banyak pada tahap 4-6 (70%) dan ciri-ciri dari stage of faith pada tahap ke 1-3 paling sedikit (30%)
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah rata-rata dari 30 Hijabers Community di kota Bandung memiliki ciri-ciri stage of faith yang paling banyak pada tahapan ke 4-6.
Saran untuk peneliti lain adalah jika ingin meneliti mengenai gambaran stage of faith agar menggunakan alat ukur selain force choice apabila ingin melihat pengaruh aspek-aspek pada tiap tahapn. Saran bagi pihak Hijabers Community, bahwa pihak Hijabers Community
viii Universitas Kristen Maranatha Abstract
This research was conducted to obtain a picture of the stages of faith on Hijabers Community in Bandung City. This research uses descriptive method with survey data collection techniques.
This research was conducted on Hijabers Community in Bandung City with the early adults (19 – 26). The number of respondents is 30 people .
The measurement tool used for data retrieval is a measurement tool made by the researcher, Faith Development Test (FDT), which is derived from the Faith Development Theory by James W. Fowler. The measurement tool consists of 55 numbers which each of them includes two statements that must be selected one by the respondent. Calculation of the validity is using Pearson with the validity of the item between 0.310 – 0.652. The reliability using Alfa Croncbach is 0.850, which means the items on the FDT test tools have high reliability.
Result showed that the characteristics of stages of faith from 30 hijabers community in Bandung City are most at stages 4-6 (70%) and least at stages 1-3 (30%).
The conclusion from the results of this study is an average of 30 hijabers community in Bandung City have most characteristics at stages 4-6.
ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1 Maksud Penelitian ... 9
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 9
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10
1.5 Kerangka Pikir ... 10
x Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Kognitif Jean Piaget ... 19
2.1.1 Definisi Kognitif ... 19
2.1.2 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget ... 20
2.1.3 Struktur Yang Mendasari Pola-Pola Tingkah Laku yang Terorganisir ... 24
2.2 Faith Development Teory ... 25
2.2.1 Definisi Faith ... 25
2.2.2 Tujuh Aspek Struktural Dalam Faith Development ... 26
2.2.3 Tujuh Tahap Faith Development ... 28
2.3 Dewasa Awal ... 34
2.3.1 Pengertian Dewasa Awal ... 34
2.3.2 Perkembangan Pada Masa Dewasa Awal ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 40
3.2Prosedur Penelitian ... 40
3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40
3.3.1 Variabel Penelitian ... 40
3.3.2 Variabel Konseptual ... 41
3.3.3 Definisi Operasional ... 41
3.4Alat Ukur ... 42
3.4.1 Alat Ukur Faith Development Theory (FDT) ... 42
3.4.2 Sistem Penilaian ... 48
3.4.3 Kuesioner Data Pribadi dan Data Penunjang ... 48
3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48
xi Universitas Kristen Maranatha
3.4.4.2 Reliabilitas ... 50
3.5. Populasi Sasaran ... 51
3.5.1 Karakteristik Populasi ... 51
3.6 Teknik Analisis Data ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 53
4.1.1 Gambaran Sampel Berdasarkan Usia ... 53
4.1.2 Gambaran Sampel Berdasarkan Pendidikan ... 53
4.1.3 Gambaran Sampel Berdasarkan Pekerjaan ... 55
4.1.4 Gambaran Sampel Berdasarkan Jumlah Keluarga Yang Menggunakan Jilbab ... 56
4.1.5 Gambaran Sampel Berdasarkan Kegiatan Keagamaan ... 56
4.1.6 Gambaran Sampel Berdasarkan Usia Responden Menggunakan Jilbab . 57 4.2 Hasil Penelitian ... 57
4.2.1 Gambaran Umum Stages Of Faith Sampel ... 57
4.2.2 Tabulasi Silang Usia Dengan Gambaran Stages Of Faith ... 58
4.2.3 Tabulasi Silang Pendidikan Dengan Stages Of Faith ... 58
4.3 Pembahasan ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 64
5.2 Saran ... 64
5.2.1 Saran Teoritis ... 64
5.2.2 Saran Praktis ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi - Kisi Alat Ukur ... 35
Tabel3.2 Rumus Validitas Alat Ukur ... 42
Tabel3.3 Kategori Kriteria Penilaian Reliabilitas ... 43
Tabel3.4 Rumus Pemfungsian Stages Of Faith ... 44
Tabel4.1 Populasi Sampel Berdasarkan Rentang Usia ... 46
Tabel4.2 Populasi Sampel Berdasarkan Pendidikan TK ... 46
Tabel4.3 Populasi Sampel Berdasarkan Pendidikan SD ... 47
Tabel 4.4 Populasi Sampel Berdasarkan Pendidikan SMP ... 47
Tabel 4.5 Populasi Sampel Berdasarkan Pendidikan SMA ... 47
Tabel 4.6 Populasi Sampel Berdasarkan Pendidikan Perguruan Tinggi ... 48
Tabel 4.7 Populasi Sampel Berdasarkan Pekerjaan ... 48
Tabel 4.8 Populasi Sampel Berdasarkan Anggota Keluarga Yang Menggunakan Jilbab .. 49
Tabel 4.9 Kegiataan Keagamaan Responden ... 49
Tabel 4.10Usia Menggunakan Jilbab ... 50
Tabel 4.11Gambaran Stages of Faith Pada Responden ... 50
Tabel 4.12Tabulasi Silang Usia Dengan Gambaran Stages Of Faith ... 51
xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Tabel Data Mentah
Lampiran II Hasil Utama Stages Of Faith Lampiran III Perhitungan Statistik
Lampiran IV Kuesioner
Lampiran V Kisi-kisi Alat Ukur
Lampiran VI Pengenalan Tentang Lokasi Penelitian Lampiran VII Biodata Peneliti
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak dilahirkan, manusia telah dianugerahkan potensi untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu yang adikodrati (supernatural). Manusia dimanapun berada dan bagaimanapun mereka hidup, baik kelompok maupun individu terdorong untuk melakukan pengabdian kepada Yang Maha Tinggi (Jalaludin, 2002). Berdasarkan hasil riset dan observasi, ahli psikologi berpendapat bahwa pada diri manusia terdapat keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Keinginan dan kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan kodrati berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan. Hal tersebut terbentuk dalam kegiatan kerohanian dipercaya merupakan suatu rangkaian pengalaman spiritual yang dapat meningkatkan kepekaan diri, menempatkan diri pada posisi dan sudut pandang orang lain, serta upaya identifikasi terhadap figur Tuhan yang diyakini sebagai Pengasih dan Penolong (Ramayulis, 2007: 26).
Kegiatan kerohanian dapat diterima oleh setiap orang, salah satunya adalah melalui institusi keagamaan yang mereka anut. Agama mengacu pada institusi, dogmatis, dan aturan-aturan. Agama sebagai salah satu pranata sosial dalam masyarakat memiliki ajaran-ajaran yang bekerja melalui pikiran dan nurani setiap pemeluknya dan memungkinkan pemeluknya membangun sistem nilai sendiri yang menjadi pedoman bagi hidupnya (Snyder, 2000).
Universitas Kristen Maranatha abad ke- 13, maka tidak mudah untuk kebudayaan Islam diterima oleh masyarakat Indonesia, yaitu budaya penggunaan jilbab oleh wanita yang menganut agama Islam di Indonesia.
Jilbab di dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah khumur, sebagaimana terdapat dalam surat An-Nuur ayat 31: “Hendak mereka menutupkan khumur (jilbabnya) ke dadanya.”
Dalil Al-Qur’an lainnya yang menjelaskan mengenai wajibnya wanita berjilbab adalah dalam surat Al-Ahzab : 59 yang artinya
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”
Ayat di atas telah memberikan batasan yang jelas tentang pakaian yang harus dikenakan oleh wanita muslimah, yaitu wajib menutup seluruh tubuhnya kecuali apa yang dikecuali oleh syariat (yang dimaksud dalam hal ini adalah wajah dan dua telapak tangan). Ketetapan syari’at ini tidak lain adalah untuk melindungi, menjaga, serta membentengi wanita dari laki-laki yang bukan mahramnya.
Adapun pedoman lain yang mengharuskan wanita muslimah untuk menggunakan jilbabnya terdapat dalam Al- Quran surat Al-A’raf (7) ayat 2 dimana isinya adalah “ Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian yang indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, agar mereka selalu ingat.”
3
Universitas Kristen Maranatha yang dipakai lapisan kedua oleh wanita dan semua pakaian wanita. Wanita dikatakan berjilbab apabila membungkus atau menutupi seluruh tak terkecuali wajah, tidak tipis, tidak berbau harum atau sejenisnya, tidak untuk bermewah-mewahan atau memamerkan dan tidak menyerupai kaum laki-laki.
“Ada beberapa alasan wanita untuk berjilbab yaitu sebagai ciri-ciri wanita muslim,
mendapat pahala, terlihat cantik dan berakhlak, terhindar dari godaan pria yang bukan mahramnya, menjaga aurat, melindungi kulit dari sinar matahari, dan kebanggaan menjadi wanita muslim” (Satriya, 2013). “Adapun alasan - alasan yang menyebabkan keharusan perempuan
untuk berjilbab menutupi auratnya. Yang pertama adalah alasan filosofis yang berpusat pada kecenderungan ke arah perjuangan melawan kenikmatan dalam rangka melawan nafsu manusiawi. Kedua adalah alasan keamanan, misalnya agar istri cantik tidak dirampas orang lain. Ketiga alasan ekonomi, yaitu perempuan diberi pakaian tertutup dan dilarang pergi ke luar rumah agar-laki-laki (suami/ayah) dapat mengeksploitasinya dengan menjadi pelayan bagi kepentingan laki-laki. Keempat alasan peradaban manusia dengan rujukan Al-Qur’an” (Shihab, 2005).
Jilbab adalah identitas wanita Islam, mahkota yang harus di junjung tinggi. Jika seorang wanita telah memutuskan untuk berjilbab, maka ia harus siap dengan segala konsekuensinya. Siap menjaga sikap dan perilakunya. Sebab, jika seorang wanita berjilbab melakukan hal-hal yang tidak semestinya, maka yang dituding bukan hanya diri wanita itu, tetapi jilbab dan Islam. Contohnya, jika seorang wanita berjilbab merokok di tempat umum, maka masyarakat akan berkata “Kok pakai jilbab merokok ?” Jilbab dan Islam mendapat kesan negatif.
Universitas Kristen Maranatha wanita berjilbab menjaga jati diri dan martabat sebagai seorang wanita muslimah dengan sebaik-baiknya. Tidak memperlakukan sesuka hati dan membuat peraturan sendiri. Ada yang berjilbab awalnya karena merasa mendapat hidayah, namun dalam perjalanan hidupnya ketika merasa kecewa dengan apa yang dialaminya, lalu jilbab pun dilepaskan. Jika ada seorang wanita berjilbab tetapi akhlaknya buruk, berarti wanita itu hanya sekedar ‘mengetahui’ belum
‘memahami’.
Jilbab merupakan fenomena yang belum lama muncul ke permukaan Indonesia. Isu jilbab di Indonesia mulai marak di awal tahun 1990. Hal tersebut semakin nyata jika melihat jumlah perempuan berjilbab di Indonesia yang semakin meningkat. Kini setelah semakin jauh dari era orde baru, jumlah perempuan berjilbab menjadi hal yang sangat lumrah. Jilbab sendiri merupakan fenomena yang kompleks yang tidak ada habis-habisnya untuk dikaji dan diteliti. Hal ini dapat terjadi karena kaum muslim hidup berdasarkan pola yang berirama antara ruang dan waktu, dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam segala aspek kehidupan. Orang Indonesia yang cenderung dinamis menjadi alasan semakin banyaknya penggunaan jilbab di dalam banyak lapisan kehidupan.
Semakin dinamisnya orang Indonesia, membuat perilaku pemakaian jilbab menjadi hal yang menarik untuk dieksplorasi dan dikembangkan. Berbagai seni dan kreasi dalam memodifikasi cara memakai jilbab mulai berkembang pada akhir tahun 2000-an. Hal tersebut dipelopori oleh kalangan muda yang terimbas dari dampak globalisasi yang membuat akses internet menjadi hal mudah sehingga memungkinkan seseorang melihat keadaan di luar negeri termasuk gaya memakai jilbab di luar negeri.
5
Universitas Kristen Maranatha atau jilbab) dan ada hampir di tiap kota di Indonesia. Adapun dampak positif dari komunitas hijabers yaitu menambah citra positif di masyarakat umum mengenai wanita pengguna hijab itu telah merambah ke dunia fashion dimana hijabers menjadi pusat dunia fashion hijab. Tidak hanya dari sisi pengguna tetapi juga muncul perancang-perancang busana hijab dan peluang berbisnis menjadi semakin terbuka lebar. Namun disamping itu dampak negatifnya adalah jadi semakin berkurang mengenai keyakinan yang mereka pegang mengenai jilbab yang digunakannya.
Fenomena berjilbab yang saat ini dikenal sebagai dunia hijab kian marak di kalangan masyarakat khususnya wanita muslimah yang tergabung dalam suatu komunitas hijabers. Komunitas Hijabers dapat dikatakan menjadi penggagas penggunaan jilbab dan busana muslim
yang gaya, trendi, cantik dan segar. Berkat mereka pula, jilbab dilirik anak muda yang
menggemari dunia mode. Kemunculan komunitas hijabers pada tahun 2011 dirasakan banyak
aspek, tidak saja mempengaruhi pemakai hijab, tapi juga membuat peluang bisnis busana muslim
terbuka lebar.
Salah satunya adalah Hijabers Community kota Bandung. Komunitas ini didirikan
pertama kali pada tanggal 14 Februari 2011 yang bernama Forum Annisa Bandung. Hijabers
Community ini pada mulanya terdiri dari 12 komite dan berkembang menjadi 20 orang lalu 30
orang dan pada akhirnya menjadi 100 orang dan 50 orang diantaranya yang aktif mengikuti
seluruh kegiatannya. Forum Annisa Bandung ini pertama kali memiliki visi misi yaitu untuk
mengadakan pengajian rutin saja. Namun pada bulan Maret 2011, Forum Annisa Bandung ini
berubah nama menjadi Hijabers Community Bandung (HCB).
Visi dari Hijabers Community Bandung ini adalah mendalami ilmu agama, sebagai wadah
silaturahmi, menonjolkan citra positif muslimah muda, dan menyempurnakan kewajiban. Adapun
Universitas Kristen Maranatha mempersatukan semua kelompok atau individu wanita khususnya muslimah di Bandung dan
sekitar, hijab adalah wajib hukumnya namun Hijabers Community bukan sekolah agama,
mensosialisasikan hijab sebagai kewajiban yang menyenangkan bagi seluruh muslimah dan
merangkul semua yang sedang atau dalam proses berhijab.
Kegiatan yang diadakan di Hijabers Community ini adalah pengajian bulanan dimana
merupakan kegiatan komunitas ini yang rutin dilakukan, charity atau bakti sosial yang dilakukan
pada saat terjadi hujan lebat di daerah Bandung dan Hijabers Community Bandung ini berusaha
untuk terus aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan bernilai positif.
Kegiatan lain yang pernah dilakukan yaitu, hijab and beauty class, hijab tutorial,
talkshow, konser amal HCB, pengajian akbar dan HCB road to school. HCB juga pernah
mengikuti shooting “Karimah” di stasiun televisi Trans 7, kemudian shooting “Hijab Staiista” di
TV9 Malaysia. HCB juga membuka kegiatan open recruitment for new committe dimana
kegiatan ini dilakukan utuk melibatkan anggota dari Hijabers Community Bandung untuk turut
menjadi pengurus Hijabers Community Bandung.
Setelah wawancara yang dilakukan, diantara anggota-anggota Hijabers Community
memiliki keyakinan yang berbeda dalam menggunakan jilbab. Sebagian besar diantaranya
anggota hijabers Community dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan dalam menggunakan
jilbab. Sebagian kecil sudah didasarkan atas kesadaran diri dalam menggunakan jilbab. Hal ini
memiliki karakteristik yang berbeda pada setiap individunya dimana dapat mempengaruhi tingkat
keyakinan pada Hijabers Community yang berbeda pula.
7
Universitas Kristen Maranatha tinggi yang memiliki daya untuk mempersatukan segala pengalaman dunia, dan dengan demikian memberikan arti pada seluruh hubungan, konteks, pola-pola kehidupan sehari-hari, serta pada pengalaman akan masa lampau dan masa mendatang. Pada umumnya faith dikaitkan dengan keyakinan pada Tuhan. Faith juga tidak harus selalu tertuju pada Tuhan atau sosok makhluk
lainnya tetapi bisa juga keyakinan terhadap sains atau kemanusiaan.
Fowler membagi tahapan perkembangan keyakinan menjadi tujuh tahap, yaitu tahap
primal faith dimana merupakan tahap keyakinan awal yang elementer yang ditandai oleh rasa
percaya dan setia kepada semua orang dan lingkungan yang mengasuh bayi. Tahap intuitive
projective faith terjadi pada usia 3-7 tahun. Dimana di tahap pertama ini dunia pengalaman sudah
mulai disusun oleh pengalaman inderawi dan kesan-kesan emosional yang kuat, namun diangkat
ke dalam imajinasi. Pada tahap ini anak mulai aktif bertanya, mereka kesulitan dalam
membedakan kenyataan dan fantasi. Anak memahami atau membayangkan Tuhan sebagai tokoh
yang dikaguminya. Tahap mythic-literal faith yang terjadi pada usia 7 – 12 tahun. Pada tahap ini yang paling berperan dalam perkembangan iman anak adalah kelompok atau institusi
kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok pembinaan agama, sekolah
atau kelompok sekolah yang berfungsi sebagai sumber pengajaran iman. Pengajaran paling
mengena jika disampaikan dalam bentuk kisah-kisah yang bernuansa rekaan. Tuturan pengajaran
melalui kisah rekaan cenderung diterima. Tahap synthetic – conventional faith terjadi pada usia
12-20 tahun. Pada tahap ini muncul kemampuan kognitif baru, yaitu operasi-operasi formal,
dimana remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola pengambilan
perspektif antar pribadi secara timbal balik. Memiliki kemampuan menyusun gambaran percaya,
termasuk kepada Tuhan. Interpersonal yang ada membuat dunia ini menjadi hidup dan individu
Universitas Kristen Maranatha Pada Tahap individuatif reflective terjadi pada usia 20 tahun keatas. Dalam tahap ini
ditandai adanya reflektif kritis atas semua pendapat, keyakinan dan nilai lama. ‘Individuatif’, saat
inilah manusia tidak semata-mata bergantung pada orang lain, tetapi sadar akan tanggung jawab
dan komitmen. Tahap conjuction faith terjadi pada usia 35 tahun keatas. Tahap ini ditandai oleh
suatu keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan, paradoks dan
ambiguitas dalam hidupnya. Tahap ini melibatkan kemampuan untuk terus bersama sebagai cara
untuk mengungkapkan suatu kesadaran baru bahwa kebenaran lebih beragam dan kompleks
dibanding yang sebelumnya diyakini. Seseorang di tahap ini artinya dirinya mulai terbuka
terhadap perbedaan keyakinan namun tetap komitmen terhadap keyakinannya. Tahap
universalizing faith terjadi pada usia 45 tahun keatas. Dimana gaya hidup langsung berakar pada
kesatuan dengan Tuhan, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang terdalam. Ada rasa
keutuhan dan keinginan untuk bertindak berdasarkan apa yang baik bagi semua orang. Mereka
memiliki mimpi dan akan bertindak dengan komitmen yang mendalam. Seseorang menerima
perbedaan keyakinan namun bahkan lebih dari itu yaitu keinginan untuk menolong tanpa
berpandang bulu yaitu tanpa melihat suku ataupun agama.
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 orang, 8 diantaranya mulai muncul
kesadaran tentang diri, sadar bahwa menggunakan jilbab merupakan keinginan dari dirinya tidak
semata-mata bergantung dari orang lain dan memiliki komitmen dan tanggung jawab atas
keinginannya tersebut. Dua (2) diantaranya masih dipengaruhi oleh lingkungan dalam
menggunakan jilbab. Bahwa keyakinan mereka menggunakan jilbab itu dipengaruhi oleh
9
Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa setiap anggota Hijabers Community memiliki
motivasi yang berbeda dalam menggunakan jilbab, dimana hal tersebut dapat dijelaskan melalui
gambaran stages of faith dari Hijabers Community di kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran stages of faith pada Hijabers
Community di kota Bandung
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai stages of faith pada Hijabers Community di kota Bandung.
1.3.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai stages of faith dari
Hijabers Community di kota Bandung berdasarkan tahapan-tahapan primal faith,
intuitive-projective faith, mythic-literal faith, synthetic conventional faith, individuative-reflective,
conjunctive faith dan universalizing faith.
Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini memiliki kegunaan teoritis yaitu
Memberikan informasi bagi bidang psikologi spiritual mengenai tahapan-tahapan
perkembangan keyakinan secara kognitif (stages of faith).
Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan
mengenai stages of faith.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada setiap anggota hijabers community mengenai alasan
pribadi menggunakan jilbab.
Memberikan informasi kepada organisasi mengenai pemetaan stages of faith dan
pengembangannya.
1.5 Kerangka Pikir
11
Universitas Kristen Maranatha termasuk pada Hijabers Community di kota Bandung. Pada umumnya faith dikaitkan dengan keyakinan Hijabers Community kepada Tuhan. Stages of faith dari Hijabers Community merupakan gambaran mengenai tahapan perkembangan imannya.
Rentang usia Hijabers Community Bandung berusia antara 19 – 26 tahun. Stages of faith dari Hijabers Community ini dipengaruhi oleh dua faktor eksternal dan faktor internal. Salah satu faktor internal yang dimiliki Hijabers Community adalah usia. Menurut Piaget perkembangan kognitif Hijabers Community Bandung berada pada tahap operasional formal. Pada tahap ini, perkembangan kognitif formal operational Hijabers Community di kota Bandung mulai meningkat, mereka sudah mulai berpikir secara abstrak, logis dan idealis. Demikian juga dalam hal memandang agama, hijabers mulai berusaha memahami ajaran bersifat abstrak, mulai merefleksikan, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai keyakinan. Menurut Fowler pun perkembangan usia dapat mempengaruhi tahapan keyakinan yang dimilikinya. Semakin tua usia seseorang maka semakin tinggi tingkat keyakinan yang dimilikinya.
Selain faktor internal, Hijabers Community Bandung juga memiliki faktor eksternal yaitu pengalaman hidup yang signifikan. Adapun pengalaman hidup yang signifikan perkembangan struktural hijabers community tidak hanya disebabkan oleh kematangan biologis dan tidak hanya dihasilkan oleh proses belajar. Ditinjau dari perspektif kognitif, perkembangan Hijabers
Community merupakan hasil interaksi struktural lingkungan. Sebuah tahap menjadi mantap
Universitas Kristen Maranatha Fowler (20004) mengemukakan terdapat tujuh aspek struktural dalam tahap kepercayaan eksistensial. Ketujuh aspek struktural dapat mengidengtifikasi ciri-ciri dominasi khas tahap faith
development Hijabers Community di kota Bandung. Timbulnya tahap tertentu bergantung pada
tingkat perkembangan silang antara tujuh aspek faith development.
Ketujuh aspek struktural yang dimiliki oleh Hijabers Community tersebut adalah aspek A, “Bentuk Logika” yaitu Hijabers Community memandang faith itu bukan merupakan suatu
perasaan yang tidak rasional, tetapi sebagai faith knowing yang bersifat holistik dan integratif. Dalam aspek ini dititikberatkan seluruh pola formal pemikiran dan penalaran yang pada tahap kognitif tertentu tersedia bagi pribadi. Agar pola operasional yang terintegrasi dari suatu tahap kepercayaan muncul, maka tingkatan operasi kognitif seharusnya dikembangkan. Perkembangan cara-cara menentukan kebenaran dan jenis intuitif-imajinatif menuju jenis yang lebih kritis-logis memainkan peran besar. Logika Hijabers Community ini mulai dari tidak dapat membedakan realitas dan persepsinya sendiri sampai memiliki kemampuan untuk berpikir sintesis.
Aspek kedua yaitu aspek B “Pengambilan Peranan”, Hijabers Community memandang
bahwa keyakinan bukanlah urusan pribadi serba privat semata-mata sebab berkembangnya kepercayaan pribadi sangatlah bergantung dari orang-orang lain. Perspektif keyakinan Hijabers
Community diambil alih atau sekurang-kurangnya sangat dipengaruhi oleh perspektif keyakinan
orang lain, seperti orang tua, dan teman-teman. Pengambilan peranan pada Hijabers Community ini mulai dari melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain sampai mengekspresikan pengambilan peranan tersebut dengan rasa solidaritas dan mengorbankan dirinya demi kepentingan orang lain.
Aspek C, “Bentuk Pertimbangan Moral” merupakan tahap-tahap pertimbangan moral
13
Universitas Kristen Maranatha melihat berbagai hubungan penting antara tahap-tahap pertimbangan moral dan tahap-tahap keyakinan. Fowler mengemukakan suatu teori mengenai diri dan pribadi. Menurut Fowler, tahap keyakinan bukan merupakan tahap terakhir dan metaforis yang memahkotai seluruh perkembangan moral. Pertimbangan moral pada Hijabers Community itu mulai dari melakukan sesuatu berdasarkan konsekuensi dan tindakannya sampai memiliki moralitas yang lebih tinggi yang meliputi pengorbanan diri. Pertimbangan moral Hijabers Community ini mulai dari adanya punishment dari
Aspek D, “Batas-batas Kesadaran Sosial”. Aspek ini memiliki hubungan dengan aspek “Pengambilan Peranan”. Yang dipusatkan pada aspek ini adalah pada soal konstitusi identitas diri
dalam suatu dunia sosial. Batas-batas kesadaran pada Hijabers Community ini mulai dari dibatasi oleh keluarga sampai bersifat universal, mulai terbuka dan mengevaluasi perspektif dari orang lain.
Aspek E, “Tempat Autoritas” menyangkut soal apa dan siapa yang diakui dan diterima
pada Hijabers Community sebagai instasi autoritas bagi sang pribadi. Dalam keyakinan serta loyalitas serta komitmen terhadap sumber otoritas tersebut, hijabers community menyusun sendiri dan menemukan harkat diri serta martabat mulianya sebagai manusia. Tempat autoritas pada
Hijabers Community mulai dari eksternal autoritas yang dependen sampai autoritas tersebut
diinternalisasikan ke dalam dirinya. Mereka menggunakan jilbab mulai dari atas dasar dorongan keluarga sampai kepada pengorbanan dirinya demi kepentingan manusia sebagai makhluk Tuhan. Aspek F,”Bentuk Koherensi Dunia”, menekan bagaimana Hijabers Community
Universitas Kristen Maranatha suatu pandangan dunia yang semakin komprehensif dan integral. Hal ini terlihat mulai dari komunitas muslimah berjilbab memandang dunia masih menyatu dengan dirinya sampai koherensi Hijabers Community terhadap dunia bersifat uiversal dan memiliki dimensi yang mendalam.
Aspek G,”Fungsi Simbol” menyangkut soal perkembangan kemampuan menggunakan
dan memahami simbol. Fowler menguraikan bagaimana di aspek ini dalam berbagai tahap pada
Hijabers Community menggunakan dan menanggapi seluruh simbol dan mitos serta bagaimana
hal itu ditafsirkan. Fungsi simbol Hijabers Community mulai dari tidak dapat membedakan simbol antara fantasi dan realitas sampai kekuatan generatif dari simbol direalisasikan.
Dalam ketujuh aspek tersebut, dapat diketahui mengenai gambaran dari stages of faith dalam Hijabers Community. Fowler mengemukakan 7 tahap faith development. Tahap-tahap tersebut adalah primal faith yaitu tahap kepercayaan awal yang elementer yang ditandai oleh rasa sang bayi, nserta pada gambaran kenyataan yang paling akhir dan mendasar. Dalam penelitian ini tahap ini tidak diikutsertakan karena semua orang dianggap sudah mampu melewati tahap ini.
Tahap yang pertama adalah intuitive-projective faith. Pada tahap ini dunia pengalaman Hijabers Community sudah mulai disusun oleh pengalaman inderawi dan kesan-kesan emosional
yang kuat, namun diangkat ke dalam imajinasi. Pada tahap ini Hijabers Community mulai aktif
bertanya, mereka kesulitan dalam membedakan kenyataan dan fantasi. Keyakinan mereka dalam
menggunakan jilbab mengambil pola dari apa yang dekat dari dirinya, seperti orang-tua. Mereka
menggunakan jilbab karena melihat atau meniru dari ibunya.
Tahap yang kedua adalah mythic-literal faith. Pada tahap ini yang paling berperan dalam
perkembangan iman Hijabers Community adalah kelompok atau institusi kemasyarakatan yang
15
Universitas Kristen Maranatha yang berfungsi sebagai sumber pengajaran iman. Pengajaran paling mengena jika disampaikan
dalam bentuk kisah-kisah yang bernuansa rekaan. Tuturan pengajaran melalui kisah rekaan
cenderung diterima. Pada tahap ini, keyakinan Hijabers Community dalam menggunakan jilbab
ditentukan oleh teman dan institusinya.
Tahap yang ketiga adalah synthetic conventional faith ketika seseorang di dalam Hijabers
Community memasuki masa remaja. Pada tahap ini remaja dapat menyusun gambaran diri yang
baru yang dibangun dalam ketergantungannya kepada orang-orang lain yang berarti baginya.
Seorang di Hijabers Community yang berada di tahap ini sedang mencari identitas dirinya
berdasarkan lingkungan dimana mereka tumbuh. Oleh sebab itu, dalam memilih kepercayaan,
mereka akan sangat bergantung pada aturan di lingkungan. Di tahap ini ada kemungkinan anggota komunitas berjilbab ini masih goyah dengan apa yang dilakukannya.
Tahap keempat yaitu individuative-reflective faith. Pada tahap ini muncul suatu kesadaran
tentang identitas diri yang khas dan otonomi. Hijabers community mulai mengajukan pertanyaan
kritis mengenai keseluruhan nilai, pandangan hidup, keyakinan kepercayaan dan komitmen yang
sampai saat itu bersifat tidak diucapkan. Pada tahap ini Hijabers Community mulai dapat
mengambil keputusan sendiri mengenai kepercayaan yang mereka anut tanpa dipengaruhi oleh
Universitas Kristen Maranatha Tahap kelima adalah conjunctive faith. Pada tahap ini batas diri, kepribadian dan
pandangan hidup yang telah ditetapkan dengan jelas menjadi kabur dan seakan kosong. Hijabers
Community ini menyadari bahwa ia bukanlah semata-mata ego rasional yang memiliki sifat
sewenang-wenang dan satu dimensional, tapi berakar dalam suatu lapisan psikis yang mendalam.
Pada tahap ini Hijabers Ccommunity menjadi merasa sungguh-sungguh peka terhadap segala
macam paradoks, pertentangan dan kontradiksi yang ingin dipersatukannya. Seseorang di
komunitas ini menjadi semakin toleran terhadap ambiguitas dan paradoks dan mulai bisa
menerima perbedaan yang ada. Mereka mulai melihat orang lain bukan hanya dari
kepercayaannya saja tetapi melihat orang lain sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki
kebebasan dalam menganut kepercayaan. Seseorang di komunitas ini memandang orang lain
yang berbeda keyakinan dengan terbuka, mereka menerima perbedaan keyakinan yang ada. Pada
tahapan ini, seseorang di Hijabers Community sudah mulai menerima perbedaan yang ada. Perbedaan dimana ada yang tidak sesuai dengan dirinya. Bahwa beragam adalah merupakan hal yang utama yang harus dihargai. Pada tahapan ini Hijabers Community menghargai teman-temannya yang berbeda keyakinan dengannya dan bersikap toleransi terhadap perbedaan.
Tahap terakhir adalah universalizing faith. Seseorang di komunitas ini gaya hidup
langsung berakar pada kesatuan dengan Tuhan, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang
terdalam. Seseorang di tahap ini memiliki rasa keutuhan dan keinginan untuk bertindak
berdasarkan apa yang yang baik bagi semua orang. Memiliki mimpi dan akan bertindak dengan
komitmen yang mendalam. Di tahapan ini, Hijabers Community tidak hanya menghargai
perbedaan keyakinan yang ada tetapi juga ikhlas membantu orang lain yang berbeda keyakinan
dengan dirinya dan apa yang dilakukan adalah semata-mata sebagai sesama makhluk Tuhan.
17
Universitas Kristen Maranatha kebaikan, membantu kepada yang membutuhkan serta berani mengorbankan dirinya demi
kepentingan orang lain yang juga sebagai makhluk ciptaan Tuhan tanpa memandang perbedaan
suku dan agama.
Ketujuh tahap ini dibedakan dan diidentifikasikan Fowler menurut tendensi
perkembangan tertentu, mulai dari struktur yang sederhana dan belum teridentifikasikan menuju
struktur yang lebih kompleks dan terdiferensi. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
Universitas Kristen Maranatha
Hijabers Community di
Kota Bandung
Stage of Faith
Internal Usia
Eksternal Pengalaman
Hidup
Aspek struktural Logika
Pegambilan peranan Pertimbangan moral
Batas-batas kesadaran sosial Tempat autoritas
Bentuk koherensi dunia Fungsi simbol
Stage 1 intuitive-projective faith
Stage 2 mythi -literal faith
Stage 3 synthetic conventional faith
Stage 4 individuative reflective
Stage 5 conjunctive faith
19
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian
Hijabers Community di Kota Bandung berada pada salah satu dari tahapan Faith
Development, Intuitive Projective Faith, Mythic – Literal Faith, Sintetic Conventional
Faith, Individuatitive-Reflective, Conjunctive Faith dan Universalizing Faith.
Tahap 0 (Primal Faith) tidak diukur dalam penelitian ini karena Hijabers Community di
Kota Bandung diasumsikan telah melewati tahapan ini.
Hijabers Community di Kota Bandung dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi Stages of faith pada Hijabers Community di Kota
Bandung adalah usia dan faktor eksternal yang mempengaruhi Stages of faith pada
Hijabers Community adalah pengalaman hidup.
Stages of faith Hijabers Community akan dilihat melalui tujuh aspek struktural, yaitu
Aspek Logika, Aspek Pengambilan Peranan, Aspek Pertimbangan Moral, Aspek
Batas-batas Kesadaran Sosial, Aspek Tempat Otoritas, Aspek Bentuk Koherensi Dunia dan
64 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai stages of faith terhadap 30 orang Hijabers
community di kota Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebagian besar dari Hijabers Community di kota Bandung memiliki stages of faith yang tinggi.
2. Faktor-faktor yang memiliki keterkaitan dengan stages of faith yaitu usia dan pendidikan TK.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:
5.2.1 Saran Teoritis
65
Universitas Kristen Maranatha 2. Peneliti mengungkapkan bahwa ada keterkaitan antara stages of faith dan usia. Bagi peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara usia dan stages of faith.
3. Peneliti mengungkapkan bahwa terdapat keterkaitan antara stages of faith dan yang menempuh pendidikan TK islam. Bagi peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara stages of faith dan yang menempuh pendidikan TK.
4. Peneliti menggunakan alat ukur force choice, dimana memiliki keterbatasan yaitu responden tidak dapat memilih jawaban diluar dari pilihan yang ada. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai gambaran stages of faith disarankan untuk menggunakan skala untuk mengetahui derajat dari stages of faith.
5. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai gambaran stages of faith disarankan untuk menggunakan metode kualitatif atau studi kasus untuk mengetahui dinamika dari stages of faith.
5.2.2 Saran Praktis
1. Bagi Hijabers community yang memiliki ciri- ciri stages of faith tahap 4 - 6 disarankan untuk tetap dapat menjadi model, memotivasi dan teladan bagi anggota hijabers lain yang memiliki ciri stage of faith di tahap 1-3 mengenai penggunaan jilbab.
STUDI DESKRIPTIF MENGENAI STAGES OF FAITH PADA HIJABERS COMMUNITY DI KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung
Oleh :
GIANDIETA PUTRI WAHENDARSO NRP : 0730163
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG
v
Puji syukur peneliti persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya skripsi ini dapat terselesaikan.
Adapun skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Mengenai STAGES OF
FAITH PADA HIJABERS COMMUNITY DI Kota Bandung” ini dibuat sebagai
persyaratan tugas akhir untuk dapat menempuh sidang sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung dan diharapkan dapat membantu responden serta penelitian kedepannya.
Berbagai kendala yang dihadapi oleh peneliti dapat dilalui berkat dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Si.,Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
2. Robert O. Rajagukguk Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan dan masukkan kepada peneliti. Peneliti juga mengucapkan banyak terima kasih atas waktu yang telah diluangkan serta dukungan semangat serta kepercayaan yang diberikan kepada peneliti selama menyelesaikan skripsi ini.
vi
4. Para responden survey yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancara dan mengisi kuesioner, serta sudah memberikan banyak informasi kepada peneliti.
5. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada peneliti selama mengerjakan penelitian ini, baik dalam bentuk moral dan materi.
6. Heda Kaelani, S.Psi, terima kasih untuk waktunya dalam mengajarkan peneliti menghitung validitas dan reliabilitas.
7. Mahasiswa S-2 terima kasih untuk waktunya dalam berdiskusi mengenai penelitian ini.
8. Kepada seluruh teman dan pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendoakan, mendukung serta membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan, baik dari segi isi maupun dari segi penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan untuk penelitian yang lebih baik lagi ke depannya.
Akhir kata peneliti berharap agar proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak – pihak lain yang membutuhkan. Terima kasih.
Bandung, Juni 2016
67 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Cremers, Agus. (1995). Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan menurut James W. Fowler. Sebuah
Gagasan Baru dalam Psikologi Agama. Yogyakarta : Kasinius
Fowler, James. W, Heinz Streib dan Barbara Keller. (2004). Manual For Faith
Development Research. Atlanta, Georgia : ISBN TBA
Jalaluddin. (2002). Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ramayulis, (2004). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Santrock, John. W.( 1995). Life-Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Edisi
Kelima. Jakarta : Erlangga.
Siregar, Syofian. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan Perbandingan Perhitungan Manual dan SPSS. Jakarta : Prenadamedia Group.
Snyder, C. R. (2000). Hypothesis: There is Hope. Dalam C. R. Snyder (Ed). Handbook of Hope: Theory, Measures, and Application (pp. 3-21). San Diego, CA: Academic Press.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
68 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Renattasha. Studi Deskriptif Terhadap Stages of Faith Pada Pemimpin Kelompok Sel Mahasiswa di Gereja ‘X’ Kota Bandung. 2011.
https://id-id.facebook.com/notes/mimbar-dakwah-islam/jilbab-sebagai-peneguh-iman-bukan-sekedar-trend-pakaian/354678700816/
http://repository.upi.edu/6364/4/S_PSI_0907155_Chapter1.pdf