• Tidak ada hasil yang ditemukan

RASIONALITAS URGENSI BERAGAMA BAGI MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "RASIONALITAS URGENSI BERAGAMA BAGI MANUSIA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

RASIONALITAS URGENSI BERAGAMA BAGI MANUSIA Oleh : Muhammad Syarif

(Dosen Fakultas Agama Islam-Universitas Serambi Mekkah) ABSTRAK

Agama merupakan risalah yang disampaikan Tuhan kepada para nabi sebagai ajaran yang dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata hidup, mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Kebutuhan manusia terhadap agama didasari oleh beberapa faktor dominan, yaitu fitrah, kekurangan dan kelemahan manusia dan tantangan yang dihadapinya.

Urgensi agama bagi manusia merangkap dalam kehidupan individu yang meliputi agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan, sarana untuk mengatasi prustasi, mengatasi ketakutan dan untuk memuaskan keingintahuan. Sedangkan dalam kehidupan masyarakat meliputi fungsi edukatif, penyelamat, perdamaian, sosial kontrol, pemupuk solidaritas, tranformatif dan fungsi kreatif.

Oleh karena itu agama adalah paket yang sangat dan amat dibutuhkan oleh manusia

.

Kata Kunci: Manusia, Urgensi, Beragama.

A. PENDAHULUAN

Agama merupakan hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

Manusia membutuhkan agama karena lemah dan memiliki banyak keterbatasan.

Manusia memerlukan sosok yang kuat di atas segalanya sebagai tempat bersandar yaitu Tuhan (Allah Swt). Karena keterbatasan manusia mencakup semua aspek terutama yang berkaitan dengan spiritual dan metafisik, manusia mencari sumber yang dianggap akurat, yaitu agama.

(2)

Demikian pentingnya pengetahuan dan eksistensi agama dalam kehidupan, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama.

Tidak saja di massa premitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah demikian maju dan berkembang.

Ada beberapa alasan mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia di antaranya; pertama, agama merupakan sumber moral. Kedua, agama sebagai petunjuk kebenaran. Ketiga, agama sumber informasi metafisika. Keempat, agama sebagai pembimbing rohani manusia.

Namun demikian, dari sekian banyak fungsi agama ada yang lebih penting untuk dikaji yaitu peran agama di dalam kehidupan manusia.

Untuk memahami tingkat urgensi agama bagi manusia kiranya perlu diketahuai lebih dulu eksistensi manusia dan kebutuhan-kebutuhannya di satu pihak, dan kemudian dikaitkan dengan peran yang bisa difungsikan oleh agama terhadap pemenuhan kebutuhan itu pada pihak lain. Berpijak dari hal ini kiranya dapatlah dikemukakan sejumlah pertanyaan: siapakah manusia? Apa sebabnya manusia beriman dan beragama? Apa faktor pendorong manusia beragama, mempercayai realitas yang tidak dilihatnya? dan sebagainya.

B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Agama

Secara sederhana pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminologi). Pengertian agama dari sudut kebahasaan akan sangat mudah diartikan dari pada pengertian dari sudut istilah, karena pengertian dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subyektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefenisikan agama.

(3)

Agama memilik arti penting bagi manusia agar tidak tersesat di dalam menjalani kehidupan di dunia. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan yang Maha Kuasa (Allah Swt), tata peribadatan dan tata kaidah yang bertalian erat dengan pergaulan antara manusia dengan sesama manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan itu.1

Definisi lain menyebutkan bahwa kata “agama” berasal dari bahasa Sanskrit “a” yang berarti "tidak" dan “gama ” yang berarti "pergi", tetap ditempat, diwarisi turun temurun dalam kehidupan manusia.2 Dalam hal ini, ternyata agama memang mempunyai sifat seperti itu.

Siti Galzaba memberikan definisi bahwa agama ialah kepercayaan kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam bentuk ritus, kultus, dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan dokrin tertentu. Karena dalam definisi yang dikemukakan di atas terlihat kepercayaan yang diungkapkan dalam agama itu masih bersifat umum, Gazalba mengemukakan definisi agama Islam, yaitu kepercayaan kepada Allah Swt yang direalisasikan dalam bentuk peribadatan, sehingga membentuk Taqwa berdasarkan al-Quran dan Sunnah.3

Selanjutnya, definisi sebagai suatu peraturan tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.4

1Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hal. 18.

2Harun Nasution, Islam Dilihat dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979), hal. 9.

3Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1978), hal. 103.

4Abuddin Natta, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), hal.

121.

(4)

Karena terlalu banyaknya pengertian tentang agama yang dikemukakan oleh para ahli, maka Harun Nasution, agama dapat diberi defenisi sebagai berikut:

a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi,

b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia, c. Mengikat diri kepada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan

pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia,

d. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu,

e. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib,

f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini sumber pada suatu kekuatan gaib,

g. Pemujaan terhadap kekuatan yang gaib yang timbul dari perasaan yang lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dari dalam alam sekitar manusia,

h. Agama yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.5

Selanjutnya defenisi agama sebagai peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk menjalankan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturanya tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.

Dari beberapa defenisi tersebut di atas, dapat diambil karakteristik agama sebagai berikut:

a. Unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk yang bertacam-macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk benda-benda yang memiliki kekuatan misterius, ruh atau jiwa yang terdapat dalam benda- benda yang memiliki kekuatan misterius (dewa). Kepercayaan akan adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam paham agama.

Tiap-tiap agama kecuali Budaisme yang asli dan beberapa agama yang lain berdasar atas kepercayaan pada suatu kekuatan gaib, dan cara tiap- tiap hidup manusia yang percaya pada agama di dunia ini amat rapat hubunganya dengan kepercayaan tersebut,

5Harun Nasution, Islam Dilihat..., hal. 9-10.

(5)

b. Unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan yang baik itu kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. Hubungn baik ini selanjutnya diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingatnya, melaksanakan segala perintahnya dan menjaihi larangannya.

c. Unsur respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon tersebut dapat mengambil rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-agama monoteisme. Selanjutnya respon tersebut dapat pula mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.

d. Unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengajarkan ajaran agama yang dersangkutan, tempat-tempat tertuntu, peralatan untuk menyelenggarakan ibadah dan sebagainya.6

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa agama merupakan ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun-temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi berikutnya dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan dan kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.

Dari kesimpulan tersebut dapat dijumpai lima aspek yang terkandung dalam agama. Pertama aspek asal-usul, yaitu yang berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari hasil pemikiran manusia seperti agama ardi atau agama kebudayaan. Kedua aspek tujuan, yaitu untuk memberi tuntunan hidup agar bahagia di dunia dan di akhirat. Ketiga aspek ruang lingkupnya yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib, keyakinan manusian bahwa kesejahteraan di dunia ini dan kehidupan di akhirat tergantung pada

6Harun Nasution, Islam Dilihat..., hal. 11.

(6)

adanya hubungan yang baik dengan dengan kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional dan adanya yang dianggap suci. Keempat aspek pemasyarakatanya, yaitu disampaikan secara tutun-temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya, dan kelima aspek sumbernya, yaitu kitab suci.

2. Perlunya Agama Bagi Manusia

Manusia terdiri atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani dan secara otomatis kedua unsur tersebut memiliki kebutuhan sendiri. Kebutuhan jasmani dipenihi oleh sains dan teknologi, sedangkan kebutuhan rohani dipenuhi oleh kebutuhan agama dan moralitas. Apabila kedua kebutuhan tersebut telah terpenuhi, menurut agama, ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Bahkan agama menekankan bahwa kebahagiaan rohani itu lebih penting dari kebahagiaan materi. Kebahagiaan materi menurut agama, bersifat sementara dan akan mudah hancur, sedangkan kebahagiaan rohani bersifat abadi.7 Maka terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Latar belakang fitrah manusia

Fitrah manusia dalam bentuknya yang murni, selaras dengan hukum alam. Ia mempersembahkan diri, parsah dan tunduk kepada Tuhannya, sepasrah dan setunduk segala sesuatu dan setiap yang bernyawa. Maka setiap orang yang menyimpang dari hukum illahi, bukan saja ia bertabrakan dengan alam, melainkan juga dengan fitrah yang ada dalam dirinya. Akibatnya ia akan sengsara, gelisah, galau dan bingung.

Manusia kini dihadapkan dengan kekosongan jiwa. Jiwanya kosong akan hakikat iman serta aturan illahi. Dan fitrahnya yang murni tidak dapat bertahan lama dengan sesuatu yang hampa. Aturan illahi inilah

7Amsal Bahtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal.

254.

(7)

yang sanggup mengharmonisasikan gerakannya dengan gerak alam tempat ia hidup.8

Nabi diutus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah diikat kepada fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat di atas kertas, tidak pula diucapkan dengan lidah, melainkan terukir dengan penciptaan Allah yang terukit dalam kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan di setiap permukaan hati murni serta di dalam perasaan batiniah. Adanya setiap manusia dilahirkan atas dasar beragama Islam, karena Allah telah mengadakan dialog dengan semua roh manusia sejak manusia pertama sampai manusia yang bakal lahir diakhir zaman kelak. Sebelum diciptakanya jasad, Allah telah meminta kesaksian roh di dalam alam arwah. Dan semua roh manusia itu sudah sama-sama memberikan kesaksianya. Kesaksian dan pengakuan roh- roh semacam itu dapat di baca dalam al-Qur'an surat Al-A’raf ayat 172, yaitu:

Artinya:

“Dan ingatah tatkala Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh-roh mereka seraya Allah berkata: Bukankah aku Tuhanmu? mereka menjawab: Ya, (Engkau Tuhan kami) kami bersaksi (kami lakukan yang demikian itu) agar nanti dihari kiamat kami tidak mengatakan: sesungguhnya kami lupa tentang hal ini (tidak diberi peringatan)”. (QS. Al-'Araf: 72)

Mengapa Allah meminta kesaksian lebih dahulu terhadap roh-roh atas dirinya sebelum diciptakan? Terdapat dua alasan untuk menjawab pertanyaaan tersebut, yaitu:

1) Agar manusia tidak beralasan dan lupa, karena Roh suci itu, tidak bisa lupa

2) Agar manusia tidak melemparkan kesalahan kepada nenek moyangnya yang telah mempersekutukan Allah dengan Tuhan lainya.

Karena Roh nenek moyangnya, cucu, dan anaknya itu sudah sama- sama memberi kesaksian di hadapan Allah. Roh itulah yang di tiupkan

8Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islami, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003), hal. 20.

(8)

oleh Allah kedalam jasad manusia setelah sempurna kejadianya setelah berumur 4 bulan dalam kandungan ibunya.

Terdapat tiga bukti bahwa Roh manusia itu sudah pernah mengadakan perjanjian dengan allah, yaitu: 1) Adanya rasa takut dan harap, 2) Adanya rasa estetika, dan 3) Adanya rasa berTuhan.

Menurut ilmu sosiologi, fitrah tersebut dinamakan hasrat bergaul.

Di antara hasrat-hasrat tersebut, yaitu: a) Hasrat ingin bergaul, b) Hasrat ingin mengetahui, c) Hasrat ingin memberi tahu, d) Hasrat ingin patuh, dan e) Hasrat ingin dihormati.

Adanya hasrat itulah setiap manusia, bagaimana jeleknya, tetap akan merasa malu bila dikatakan jelek. Manusia bagaimana kecil dan hinanya dalam pandangan masyarakat pasti tidak mau dihina dan direndahkan.

Bukti bahwa manusia merupakan mahluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti historis dan antropologis diketahui pada manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhanya, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka sembah itu terbatas pada data hayalan. Mereka misalnya memperTuhankan pada benda-benda alam yang menimbulkan kesan misterius atau mengagumkan. Pohon kayu yang usianya sudah ratusan tahun tidak tumbang dianggap memiliki kekuatan misterius dan selanjutnya mereka perTuhankan. Kepercayaan demikian itu kemudian dinamakan agama dinamisme.

Kekuatan misterius tersebut diganti istilah ruh atau jiwa yang memiliki karakter dan kecenderungan baik dan buruk yang selanjutnya dinamkan agama animisme. Ruh yang memiliki karakter tersebut mereka personofikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak dan selanjutnnya dianamakan agama politeisme.

(9)

Kenyataan ini menunjukan bahwa manusia memiliki potensi berTuhan. Namun karena potensi tersebut tidak diarahkan, maka mengambil bentuk bermacam-macam yang keadaanya serba relatif. Dalam keadaan itulan diutus para Nabi kepada mereka untuk menginformasikan bahwa Tuhan yang mereka cari itu adalah Allah yang memiliki sifat-sifat sebagaimana juga dinyatakan dalam agama yang di sampaikan Nabi. Untuk itu, jika manusia ingin mendapatkan keagamaan yang benar haruslah melalui bantuan para Nabi. Para Nabi menginformasikan bahwa Tuhan yang menciptakan mereka dan wajib di sembah adalah Allah. Dengan demikian sebutan Allah adalah Tuhan, bukanlah hasil karya ciptaan manusi dan bukan pula hasil seminar, penelitian dan lain sebagainya. Sebutan nama Allah bagi Tuhan adalah disampaikan oleh Tuhan sendiri.

Melalui beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa latar belakang perlunya manusia terhadap agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi ini tentunya memerlukan bimbingan, pengarahan dan pengembangan dan seterusnya mengenalkan agama kepadanya.

b. Kelemahan dan kekurangan manusia

Manusia adalah mahluk berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya adalah mencari jawaban, mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Jadi manusia adalah makhluk mencari kebenaran. Manusia terdiri dari dua unsur, jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut berasal dari bahasa Arab yaitu roh dan jasad. Roh bisa diartikan nyawa atau jiwa, jasad berarti tubuh atau raga, sehingga bisa disebut jiwa raga. Masalah jasad tubuh atau raga, sudah diketahui oleh manusia. Sedangkan masalah roh, nyawa atau jiwa, ilmu pengetahuan belum berhasil mengetahui hakikatnya. Allah sendiri telah menyatakan ketidakmampuan manusia untuk mengetahui masalah roh tersebut. Surat al-Isra’ ayat 85 yaitu;

(10)

Artinya:

"Mereka menanyakan engkau tentang roh. Katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit sekali. (QS. Al- Ira': 85)

Berdasarkan ayat tersebut terkandung pengertian bahwa; a) Hakikat roh, hanya diketahui oleh Allah, b) Manusia sejak dulu, belum mengetahui hakikat roh tersebut, dan c) Ilmu pengetahuan tersebut belum/tidak akan mampu menyingkap rahasia roh itu.9

Berarti, manusia belum mampu menyingkap hakikat dirinya. Atau dengan kata lain, manusia belum mengetahui hakikat manusia itu sendiri.

Namun yang harus diketahui hakikat manusia adalah masalah rohnya.

Maka roh akan dihadapkan dengan pengetahuan agama apa yang seharusnya dianut oleh manusia ini. Apabila tidak memiliki pegangan maka akan hanyut dibawa gelombang propaganda. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa manusia dilahirkan atas dasar fitrah. Fitrah dalam artian mamiliki sifat-sifat yang baik, sifat-sifat ketuhanan atau beragama.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi yang diraiwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, yaitu:

Artinya:

“Dari Abu Hurairah r.a berkata: bersabda Nabi Saw. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari).10

Setelah Abu Huraira menbacakan hadits tersebut, beliau mengatakan bacalah firman Allah yaitu:

Artinya:

9Abubakar Muhammad, Membangun Manusia Seutuhnya Menurut Al-Quran, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1988), hal. 23.

10Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, Juz I, (Mesir: Maktabah al Husaini, t.t), hal. 240.

(11)

"Fitrah Allah, yang di atas fitrah itulah Allah menciptakan manusia tidak ada perubahan bagi ciptaan Allah tersebut (Ar-Rum: 30).

Ditambahkan bahwa kita diilhami oleh potensi agar manusia melalui jiwa menangkap makna kebaikan dan keburukan. Namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia labih kuat dari pada isyarat negatifnya. Sifat-sifat yang cenderung kepada keburukan yang ada pada diri manusia itu antara lain berlaku dzalim (aniaya), dalam keadaan susah payah (kabad), suka melampaui batas (anid), sombong (kubbar), ingkar dan lain sebagainya. Karena itu manusia dituntut agar memelihara kesucian jiwanya dan tidak mengotorinya. Untuk dapat menjaga kesucian jiwanya, manusia harus mendekatkan diri kepada Tuhannya dengan bimbingan dan disinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama.

c. Tantangan manusia

Latar belakang perlunya agama adalah karena manusia dalam kehidupanya selalu dihadapkan dengan tentangan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam adalah hawa nafsu yang mempengaruhi jasad dan berpengaruh pada tugas jiwa dalam menguasai emosi, perasaan dan sikap sentimentilnya.

Semua perbuatan yang dilakukan bersifat kehendak, pasti akan dilakukan dengan proses berfikir. Proses tersebut biasanya disertai beberapa langkah strategi dan terkadang strategi itu harus dilaksanakan secara keseluruhan. Akan tetapi dalam sebuah keadaan, strategi itu dilaksanakan hanya sebagian saja. Terdapat beberapa langkah dalam berfikir; Langkah pertama; dalam berfikir adalah merasakan bahwa setiap masalah pasti ada solusinya. Langkah kedua; menentukan masalah yang sedang dihadapi. Langkah ketiga; memikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh sebagai strategi untuk diselesaikan. Langkah keempat;

(12)

menimbang solusi yang tepat. Langkah kelima; mengambil satu dari sekian banyak solusi yang ada untuk dijadikan solusi akhir.

Langkah-langkah tersebut akan berjalan di dalam jiwa manusia seakan ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Allah berfirman dalam al-Quran, yang artinya; dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan dalam hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya lebih dari urat lehernya.11

Banyak unsur yang masuk ketika terjadi dialog dalam diri manusia, kemudian jiwa akan mementukan kehendaknya dalam nenentukan pilihan tertentu sehingga dalam diri manusia terdapat keinginan yang sangat kuat untuk mendapatkan kehendaknya tersebut. Semua ini akan berlalu dengan sangat cepat malalui rangkayan fisiologi, yaitu melalui rangkayan otak dan jasad manusia, lalu lahirlah sebuah perbuatan. Perbuatan yang tidak didasari oleh pemahaman agama tentu akan membawa manusia melebihi sikap hewani, karena didasari oleh hawa nafsu dan bisikan syaitan.

3. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang Maha Kuasa (adi kodrati) menyertai seluruh ruang lingkup kehidupan manusia baik dalam kehidupan individu, masyarakat, materil, spiritual, duniawi, ukhruawi. Tidak ada satu ruangpun dalam kehidupan manusia yang tidak dijamah oleh ajaran agama. Meski manusia ditujukan pada dunia yang tidak dapat dilihat akhiratnya, namun agama juga melibatkan diri dalam masalah- masalah kehidupan sehari hari.

a. Fungsi agama dalam kehidupan individu

1) Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan

Dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai bagi kehidupan manusia, nilai ini dijadikan acuan dan sekaligus sebagai petunjuk. Agama

11Departemen Agama, Al-Qurannul Karim dan Terjemahnya, (Bandung:

Diponegoro, 1995), Al-Qaff, Ayat, 16.

(13)

menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikap dan berperilaku agar sejalan dengan keyakinan yang dianutnya.

2) Agama sebagai sarana untuk mengatasi prustasi

Manusia memerlukan kebutuhan hidup seperti makan, pakaian dan istirahat dan seks sampai kebutuhan psikis, keamanan ketenteraman, persahabatan, penghargaan dan kasih sayang, maka seseorang akan memuaskan kebutuhan tersebut, namun apabila tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan yang disebut prustasi.

3) Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan

Ketakutan ini sangat penting dalam psikologi agama, Ketakutan tanpa objek tentu akan membingungkan manusia, sedangkan yang ada objek mudah diatasi dengan memberantas atau memerangi objek tersebut, tetapi biasanya ketakutan yang tidak mempunyai objek ini sulit diteliti namun biasa dilihat dari gejala-gelanya, umpamanya gejala malu, rasa bersalah, takut kecelakaan, rasa bingung dan takut mati. Untuk mengatasi ketakutan tersebut orang biasanya menbutuhkan tempat perlindungan, dari rasa takut, misalkan disaat terjadi gempa atau tsunami, di mana sebagian orang berduyun-duyun pergi rumah ibadah untuk minta pertolongan dan perlindungan kepada yang Maha Kuasa.12

4) Agama sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan

Agama mampu memberikan kesukaran intelektual-kognitif, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keingininan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan yaitu dari mana manusia datang dan apa tujuan manusia hidup, dan mengapa manusia ada dan kemana manusia kembali setelah mati. Kebanyakan orang tidak dapat menerima bahwa sesungguhnya kehidupannya tanpa tujuan hanya sia-sia saja.

Ketidaktahuan manusia akan segala persoalan orientasi kehidupan itu dapat ditemukan jawabannya dalam agama yang tegasnya lebih tegas dari filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dipandang dari segi psikologi dapat dikatakan agama memberikan sumbangan istimewa kepada manusia dengan mengarakan diri pada Tuhan. Agama dapat menjadikan manusia merasa aman dalam hidupnya, kesadaran akan hal seperti itu dapat menimbulkan tingkah laku keagamaan.

12Elisabeth K. Nottingham, .Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Rajawali, 1985), hal. 95.

(14)

b. Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat

Masalah agama tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat, karena agama itu sendiri diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain sebagai berikut:

1) Berfungsi edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran yang harus dipatuhi, ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur tersebut mempunyai latar belakang mengarahkan, bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang terbaik menurut ajaran bagama masing-masing.13

2) Berfungsi penyelamat

Dimanapun manusia berada, selalu menginginkan dirinya selamat, keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan agama. Keselamatan yang diberikan agama meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat, dan dalam hal ini penganut haruslah mengenal sesuatu yang di sebut supernatural.

3) Sebagai perdamaian

Seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama, rasa bersalah dan berdosa dapat hilang dari batin apabila seseorang yang bersalah telah menebus dosanya dengan cara bertaubat.14

4) Berfungsi sebagai sosial kontrol

Para penganut agama, sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya terkait batin dalam tuntunan baik secara bindividu maupun kelompok dan ajaran agama dianggap penganutnya sebagai norma- norma dalam kehidupan, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas baik secara individu maupun kelompok.

5) Berfungsi sebagai pemupuk solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan memiliki kesamaan dalam satu kesatuan dalam iman dan kepercayaan, rasa kesatuan ini dapat menimbulkan solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, kadang dapat membina persaudaraan yang kokoh, pada beberapa agama dapat diwujudkan dalam bentuk harga menghargai dalam agama.

13M. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Peterjemah, Ahmad Rofi’

Utsman, (Bandung: Pustaka, 1985), hal. 72.

14Harun Nasution, Filsafat dan Mitisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 45.

(15)

6) Berfungsi tranformatif

Ajaran agama dapat merubah kehidupan seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai ajaran agama yang dianutnya.

Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu kadang kala mampu mengubah kesetiaannya kepada adat dan norma yang dianutnya sebelum itu.

7) Fungsi kreatif

Ajaran agama mendukung segalah usaha manusia bukan saja bersifat ukhrawi melainkan juga bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan dengan ikhlas karena Allah, tentu merupakan ibadah.

Ibadah tersebut ada yang bercorak ritual seperti shalat, puasa dan sebagainya dan ada juga yang bercorak non ritual seperti gotong- royong, menyantuni fakir miskin, membangun rumah sakit dan lain sebagainya.15

Dengan demikian, fungsi agama bagi manusia merangkap fungsi dalam kehidupan individu yang meliputi agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan, sarana untuk mengatasi prustasi, mengatasi ketakutan dan untuk memuaskan keingintahuan. Sedangkan fungsi agama dalam kehidupan masyarakat meliputi fungsi edukatif, penyelamat, perdamaian, sosial kontrol, pemupuk solidaritas, tranformatif dan fungsi kreatif

binaan dan pengembangan potensi yang dimiliki siswa secara optimal. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu: untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Kecerdasan, keterampilan, memupuk rasa kebangsaan, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan negara dan bangsa.

Dalam upaya membina dan mengembangkan potensi agar ia mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensinya dituntut upaya

15Muhammad Ali Qadir, Biologi Islam, Alih bahasa, Rusydi Malik, (Padang:

Al Hidayah, 1981), hal. 27.

(16)

kreatif dari siswa sendiri agar ia dapat mengikuti program-program yang dilaksanakan di sekolah. Prinsip-prinsip yang menjadi landasan utama dalam pelaksanaan manajemen kesiswaan menurut Gunawan (2007:12) adalah:

a) Siswa harus diperlakukan sebagai subjek dan bukan objek, sehingga ia harus didorong untuk berperan serta dalam perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka.

b) Setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal.

Berhubung kondisi siswa yang beragam, ditinjau dari aspek fisik, intlektual, sosial ekonomi, minat dan lain-lain maka diperlukan wahana kegiatan yang beragam sebagai wadah pengembangan potensinya.

c) Pembelajaran harus dapat mengembangkan motivasi siswa. Siswa akan termotivasi untuk belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan.

d) Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah efektif dan psikomotor.

Pengembangan potensi siswa yang hanya menitikberatkan pada aspek kognitif akan menghasilkan output yang tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dunai kerja. Dengan penekanan pada aspek kognitif saja dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotor dikhawatirkan outputnya hanya mengetahui pengetahuan sementara sikap dan kepribadiaannya kering dari nilai-nilai spiritual.

4. Hak dan Kewajiban Siswa

Dalam prinsip-prinsip dasar manajemen kesiswaan telah ditegaskan bahwa siswa adalah subjek bukan objek pendidikan saja. Artinya, siswa-siswa harus dipandang sebagai anggoata masyarakat sekolah. Sebagai anggota masyarakat sekolah tentu mereka memiliki sejumlah hak dan kewajiban.

Hak sebagai anggota masyarakat sekolah adalah: 1) Menerima Pelajaran; 2) Mengikuti kegiatan yang diadakan sekolah; 3) Menggunakan semua fasilitas yang ada; 4) Memperoleh bimbingan; 5) Memperoleh

(17)

penghargaan; 6) Memperoleh pelayanan administrasi, dan lain-lain (Gunawan, 2007:24). Hak-hak ini harus mampu diterapkan oleh guru sebagai komponen utama dalam proses pembelajaran, demi terciptanya kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh Sanjaya (2009:227), sebagai berikut:

Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut, dan menyenangkan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran yang menyenangkan (enjoyful learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan menata ruang yang apik dan menarik, melalui pembelajaran yang hidup dan bervariasi, dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.

Melalui pembelajaran yang menyenangkan, maka hasil belajar juga akan optimal. Di samping itu, siswa akan termotivasi untuk belajar dengan lebih giat dan melaksanakan berbagai kewajibannya dengan baik. Kewajiban- kewajiban yang harus dilaksanakan oleh siswa menurut Gunawan (2007:25) antara lain: “Hadir pada waktunya; 2) Mengikuti pelajaran dengan tertib; 3) Mengikuti ujian, atau kegiatan-kegiatan lain yang ditentukan oleh sekolah; 4) Mentaati tata tertib dan peraturan yang berlaku, dan sebagainya.” Inti dari pengelolaan manajemen kesiswaan adalah upaya agar siswa dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban serta mendapatkan hak-haknya selaku anggota masyarakat sekolah. Hak dan kewajiban itu terangkum dalam serangkaian kegiatan yang telah ditetapkan di dalam program sekolah.

5. Kegiatan-kegiatan Manajemen Kesiswaan

Lebih lanjut, Gunawan (2007:9) membagi kegiatan manajemen kesiswaan adalah upaya agar siswa dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban serta mendapatkan hak-haknya selaku anggota masyarakat sekolah. Hak dan

(18)

kewajiban itu terangkum dalam serangkaian kegiatan yang telah ditetapkan di dalam program sekolah.

1. Kegiatan-kegiatan di luar kelas adalah:

a. Penerimaan siswa (murid) baru meliputi:

1) Penyusunan panitia beserta program kerjanya.

2) Pendaftaran calon peserta didik.

3) Penyeleksian berdasarkan NEM dan daya tampung sekolah.

4) Pengumuman calon siswa yang diterima dan cadangan.

5) Registrasi atau pendaftarn ulang calon siswa yang diterima.

b. Pencatatan Siswa baru dalam Buku Induk dan Buku Klapper.

1) Format buku Induk dan Buku Klapper (lampiran) 2) Data yang diisi (keterangan siswa dan orang tua) siswa 3) Kelengkapan data akta kelahiran, dll.

4) Buku Klapper mengutamakan pengisian berdasarkan abjad.

(1) Pembagian seragam sekolah beserta kelengkapannya, seragam praktikum, seragam pramuka dan tata tertib penggunaannya.

(2) Pembagian kartu anggota OSIS dan Tata Tertib Sekolah.

(3) Pembinaan peserta didik, dan pembinaan kesejahteraan peserta didik meliputi:

(a) Kesejahteraan mental/ spiritual (BP, tempat shalat, dsb).

(b) Kesejahteraan fisik (UKS, keamanan sekolah, dsb).

(c) Kesejahteraan akademik (perpustakaan, lab, bimbingan, dll).

(d) Organisasi (OSIS, PMR, Koperasi, dsb).

(e) Kegiatan ekstrakurikuler (pengembangan bakat dan minat).

(f) Rekreasi, pertandingan persahabatan, dsb.

c. Kegiatan-kegiatan di dalam kelas

1) Penataan kondisi kelas untuk PBM (fisik, non fisik, ketertiban).

2) Menciptakan interaksi belajar-mengajar yang positif.

3) Perhatian guru terhadap dinamika kelompok belajar.

4) Pemberian pengajaran remedial.

(19)

5) Pelaksanaan presensi secara kontinu.

6) Pelaksanaan jadwal pelajaran secara tertib.

7) Perhatian guru terhadap pelaksanaan tata tertib kelas.

8) Pembentukan pengurus kelas.

9) Penyediaan alat/media belajar yang sesuai kebutuhan.

10) Penyediaan alat penunjang belajar.

Pelaksanaan semua kegiatan manajemen kesiswaan yang telah dikemukakan di atas bersifat fleksibel artinya dapat disesuaikan dengan kondisi siswa di sekolah masing-masing. Ada sejumlah kegiatan lain yang sangat penting dalam manajemen kesiswaan yaitu:

a) Pembinaan Kesiswaan

Tujuan yang ingin dicapai melalui pembinaan siswa adalah agar siswa tumbuh dan berkembang sesuia dengan tujuan pendidikan nasional dan untuk meningkatkan peran serta dan inisiatif para siswa dalam menjaga dan membina sekolah. Keberhasilan pembinaan siswa sangat ditentukan oleh faktor jalur atau wadah sebagai wahana untuk melaksanakan pembinaan dan substansi atau materi yang dijadikan bahan pembinaan benar-benar bermanfaat dalam membina pola pikir sikap dan perilaku siswa.

b) Menangkal Kenakalan Remaja

Agar para siswa tidak terjerumus dalam tindakan yang dikenal dengan sebutan kenakalan remaja, guru dan kepala sekolah dituntut untuk menciptakan kondisi sekolah yang mampu menangkal kenakalan remaja sehingga tidak merasuki pikiran siswa.

Dalam kehidupan sekolah sering terjadi tawuran antar siswa, kecanduan narkoba, menonton film yang tidak mendidik, minum minuman keras berjudi dan sebagainya. Jika guru telah memahami cara dan jalur untuk menangkal perbuatan tercela tersebut maka siswa akan terhindar dari kenakalan remaja.

Upaya menangkal kenakalan remaja sangat penting dewasa ini mengingat masalah kenakalan remaja sudah merambah para siswa di berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Salah satu jalur yang sangat efektif untuk menangkal kenakalan remaja adalah dengan pendekatan agama.

(20)

c) Mekanisme Pembinaan Siswa di SMP

Pembinaan kesiswaan mempunyai nilai strategis, di samping sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembinaan sumber daya manusia untuk masa depan. Sasarannya adalah siswa sekolah pertama (SMP), yang berada dalam suatu periode usia yang ditandai dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil, agresivitas yang tinggi dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembinaan siswa terutama di SMP ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian antara lain:

1) Cara pengelompokan

Pengelompokan siswa yang paling awal adalah pengelompokan dalam kelas, yaitu ketika siswa mulai mengikuti pelajaran. Ada dua cara yang selama ini ditempuh dalam pengelompokan di kelas yaitu pegelompokan homogen dan pengelompokan heterogen. Pada pengelompokan secara homogen para siswa yang kemampuannya sama atau mendekati ditempatkan dalam satu kelas. Sedangkan pengelompokan yang heterogen kemampuan siswa yang ditempatkan dalam satu kelas berbeda- beda. Jika pola ini diterapkan maka sekolah merancang wahana untuk proses sosialisasi di luar kelas, serta mengontrol pelaksanaannya.

Pengelompokan secara heterogen menjadikan kemampuan siswa antar kelas relatif sebanding. Cara ini memudahkan siswa bersosialisasi di kelas, tetapi guru perlu menerapkan strategis pembelajaran yang efektif untuk kondisi kelas yang heterogen.

2) Kenaikan Kelas

Menetapkan kenaikan kelas seorang siswa harus dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku secara konsisten. Menaikkan siswa yang seharusnya tidak naik akan menyulitkan siswa yang bersangkutan, guru dan bahkan sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah harus dapat menerapkan peraturan naik kelas secara konsisten serta menyakinkan hal itu kepada guru, orang tua siswa dan pihak-pihak yang terkait lainnya.

3) Pembinaan Disiplin

Disiplin mengandung pengertian pengembangan diri sendiri pada peserta didik yang timbul sendiri dari kesadaran diri tanpa paksaan. Tujuan dari pembinaan disiplin siswa adalah: untuk

(21)

mendorong siswa menjadi matang pribadinya dan berubah dari sifat ketergantungan ke arah tidak ada ketergantungan, mencegah timbulnya persoalan. Persoalan disiplin dalam menciptakan situasi dan kondisi pembelajaran dapat dilakukan dengan mengikuti segala ketentuan atau peraturan yang ada dengan penuh perhatian.

Dengan kedisiplinan akan tercipta suatu keteraturan dan kenyamanan dalam proses pembelajaran.

Pendidikan agama merupakan salah satu upaya pembina disiplin para siswa. Sebagai contoh adalah pelaksanaan shalat lima waktu. Pemahaman siswa tentang shalat dan pelaksanaannya secara konsisten dan tepat waktu akan mempengaruhi perilaku siswa dalam seluruh aspek kehidupannya. Disiplin yang ia tanamkan pada dirinya ketika melaksanakan shalat akan mewarnai seluruh perilaku dalam kehidupannya.

4) Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan-kegiatan siswa di luar jam pelajaran, yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah, dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, memahami keterkaitan bakat dengan minat, serta dalam rangka meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan para siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, berbudi pekerti luhur, dan sebagainya.

C. PENUTUP

Agama merupakan suatu kebutuhan dasar setiap manusia, munculnya berbagai perasaan dalam diri manusia yang bersifat khayali dan imajiner, menjadi modal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu agama atau kepercayaaan.

Agama muncul dari adanya kepercayaan-kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap suci dan menempati berbagai aspek dalam kehidupan manusia yang akhirnya suatu agama atau kepercayaan dapat melekat dan mengambil peranan penting pada seorang individu atau masyarakat.

Fungsi agama bagi manusia merangkap fungsi dalam kehidupan individu yang meliputi agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan, sarana untuk

(22)

mengatasi prustasi, mengatasi ketakutan dan untuk memuaskan keingintahuan.

Sedangkan fungsi agama dalam kehidupan masyarakat meliputi fungsi edukatif, penyelamat, perdamaian, sosial kontrol, pemupuk solidaritas, tranformatif dan fungsi kreatif.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, Juz I, Mesir: Maktabah al Husaini, t.t.

Abubakar Muhammad, Membangun Manusia Seutuhnya Menurut Al-Quran, Surabaya: Al-ikhlas, 1988.

Abuddin Natta, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 2012.

Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islami, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003.

Amsal Bahtiar, Filsafat Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Departemen Agama, Al-Qurannul Karim dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 1995.

Elisabeth K. Nottingham, .Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: Rajawali, 1985.

Harun Nasution, Islam Dilihat dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979.

---, Filsafat dan Mitisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Muhammad Ali Qadir, Biologi Islam, Alih bahasa, Rusydi Malik, Padang: Al Hidayah, 1981.

M. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Peterjemah, Ahmad Rofi’ Utsman, Bandung: Pustaka, 1985.

Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.

Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

Referensi

Dokumen terkait

kumulasi keberlanjutan pada tingkat dunia dengan menggunakan asumsi bahwa eksploitasi yang dilakukan akan semakin efisien, maka Indonesia tergolong Negara yang

meneliti orang yang sering menggunakan kartu kredit dalam bertransaksi untuk. mengetahui proses keputusan pembelian menggunakan kartu kredit dan

[r]

Padang lamun menjadi habitat bagi banyak organisme laut, diantaranya epifit yang hidup berasosiasi dengan lamun dengan cara menempel pada rhizoma, batang dan daun lamun..

Hasil dari penelitian menunjukkan: (1) Kualitas butir berdasarkan validitas isi memiliki nilai diatas kriteria, maka dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi antar

Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya

Sayangnya ibu dari anak autis di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul masih merasa iri dengan orang lain yang tidak mempunyai anak autis hal ini terlihat dari

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pembelajaran melalui penggunaan media gambar kartun dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas V MI