• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pengembangan agroindustri mete di kabupaten Wonogiri JURNAL. JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi pengembangan agroindustri mete di kabupaten Wonogiri JURNAL. JURNAL"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI METE

DI KABUPATEN WONOGIRI

Helda Andi Kuncoro 1, Suprapti Supardi 2, Mohamad Harisudin 3

Agribusiness Department, Postgraduate Program of Sebelas Maret University

heldakuncoro89@gmail.com

ABSTRACT

This research has the aim to understand how much revenue, cost, and income of the

Mete’s industrial enterpreneurs in Wonogiri Regency; understanding internal factor and

external factor which may interupting the development of small medium enterprise;

understanding the alternative strategy which may applied in development Mete’s small medium enterprise; and also to understand the priority strategy which is the most effective to

applied in developing the Mete’s small medium enterprise.

According to the results, the average revenue of Mete’s industrial enterpreneurs in 30

days of productions is Rp. 45.981.538. Average cost which lost is Rp. 42.610.613. And the income in one production process is Rp. 3.370.865, so the Mete’s industrial works in Wonogiri

Regency has the prospect to be developed by the government there. Alternative strategies can be applied in developing agro-industry Mete in Wonogiri is Increase the production and quality of the local mete, equipment, to maintain consumer confidence with increasing demand, Increased capital policy and supervision of raw materials for agro-industries mete, Improving the quality and quantity of human resources through the government's development activities in order to maximal potential. The priority strategy which may applied in developing the agro-industrial Mete’s factory in Wonogiri Regency according to the matrix

analysis of the QSP is to improve the productions and the quality of the local Mete’s; equipment; and also to keep the trust of the consumers as in a row as the demand’s

improvements.

Keywords : QSP Matrix analysis, Strategy, Wonogiri’s mete

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki banyak produk

pangan yang diangkat dari jenis pangan lokal

dan diolah secara tradisional. Dengan

berkembangnya produk lokal maka jumlah

dan jenis produk pangan menjadi semakin

banyak jumlahnya (Soleh, 2003 : 6).

Kabupaten Wonogiri sebagai salah

satu daerah yang memiliki berbagai industri

pengolahan pangan khususnyaa mete.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Wonogiri (2008 : 7 )

keberadaan industri pengolahan mete

memiliki potensi sebagai penopang

perekonomian daerah dan penyerapan

tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat pada

Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Komoditas Tanaman Tahunan di Kabupaten Wonogiri, 2013.

(2)

Sektor pertanian merupakan sektor

yang berperan penting dalam perekonomian

Indonesia. Perkebunan sebagai bagian

integral dari sektor pertanian merupakan

sub sektor yang mempunyai peranan penting

dan strategis dalam pembangunan nasional.

Peranannya terlihat nyata dalam

penerimaan devisa negara melalui ekspor,

penyediaan lapangan kerja, pemenuhan

kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

baku berbagai industri dalam negeri,

perolehan nilai tambah dan daya saing serta

optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam

secara berkelanjutan (Herdhiansyah, 2012 :

201)

Tanaman jambu mete menghasilkan

komoditas ekspor yang memiliki nilai jual

yang cukup tinggi dan relatif stabil

dibanding komoditas ekspor Indonesia

lainnya. Selain gelondong dan kacang mete

tanaman tersebut menghasilkan pula minyak

laka dan produk lain yang diolah dari buah

semu (Karmawati, 2008 : 201).

Di suatu klaster industri kecil yang

terdiri dari unit usaha inti dan unit usaha

penunjang, unit usaha inti merupakan

gerbong penghela klaster. Oleh karena itu

mengembangkan usaha inti sehingga

mempunyai keunggulan kompetitif

diharapkan dapat mengembangkan klaster

secara keseluruhan (Widjajani, 2008 : 26)

Potensi IKM di Indonesia sebenarnya

sangat besar. Hanya saja, potensi yang besar

itu belum termaksimalkan. Salah satu

kelemahan dari sektor industri yang

mengelompok (clustered) adalah

bahwamereka cenderung hanya menikmati

keuntungan-keuntungan akibat lokasi

yangsama (external economies). Mereka

belum maksimal memanfaatkan jaringan

untuk bekerjasama (joint action) guna

memecahkan permasalahan-permasalahan

yang mereka hadapi (Maridjan, 2005:4)

Kualitas menjadi kata kunci dalam

industri kecil mete. Pengembangan industri

kecil mete di Kabupaten Wonogiri

memerlukan sinergi dari Pemerintah, APMI,

pengusaha mete. Strategi pengembangan

akan berpengaruh besar dalam menjaga

kelangsungan hidup dan mengatasi

kendala-kendala yang ada pada usaha industri mete.

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan

menganalisis pendapatan dan strategi efektif

yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mengembangkan industri kecil mete.

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui besarnya penerimaan, biaya

dan pendapatan pengusaha mete di

Kabupaten Wonogiri.

2. Mengetahui faktor internal dan eksternal

yang dapat mempengaruhi

pengembangan industri kecil mete di

Kabupaten Wonogiri.

3. Mengetahui alternatif strategi yang dapat

diterapkan dalam mengembangkan

industri kecil mete di Kabupaten

Wonogiri.

4. Mengetahui prioritas strategi yang paling

efektif diterapkan dalam

mengembangkan industri kecil mete di

(3)

METODE PENELITIAN A.Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif

analitis yaitu metode yang memusatkan

diri pada pemecahan masalah-masalah

yang ada pada masa sekarang dan pada

masalah-masalah yang aktual. Data yang

dikumpulkan mula-mula disusun,

dijelaskan dan kemudian dianalisis

(Surakhmad, 1994 : 139).

Dalam penelitian ini, karena jumlah

populasi responden agroindustri mete di

Kabupaten Wonogiri relatif kecil dan

mudah dijangkau, maka penulis

menggunakan metode sensus yaitu

dengan mengumpulkan data semua

responden dan diselidiki satu persatu.

B. Metode Penentuan Sampel

1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di

Kabupaten Wonogiri. Penentuan lokasi

kecamatan dan kelurahan dilakukan

secara purposive sampling (sengaja), yaitu berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan

tujuan penelitian (Singarimbun dan

Effendi, 1995 : 155).

Tabel 2. Jumlah Industri Kecil Mete di Kabupaten Wonogiri

No. Kecamatan Unit Usaha

1. Jatisrono 55

2. Ngadirojo 30

3. Jatiroto 15

Sumber : Dinas Perindustrian Koperasi

dan UKM Kabupaten Wonogiri, 2013

2. Metode Penentuan Responden

a. Penentuan Responden Untuk

Analisis Usaha (Penerimaan, Biaya

dan Pendapatan)

Penelitian yang menggunakan

seluruh anggota responden atau

sensus. Penggunaan metode ini

berlaku jika jumlah responden

relatif kecil (mudah dijangkau).

b. Penentuan Informan Untuk

Perumusan Strategi

1) Penentuan Faktor-Faktor Kunci

Strategis

Faktor strategis adalah

faktor-faktor yang dijadikan

sebagai komponen dalam

melakukan perumusan strategi.

(Bungin, 2003 : 45).

Kriterianya yaitu orang

yang mengetahui tentang

agroindustri mete,

berpengalaman, mengetahui

kondisi sekitar, dan lain

sebagainya. Informan kunci yang

dipilih dalam penelitian ini

adalah pemerintah daerah

Kabupaten Wonogiri yaitu dari

Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Wonogiri

sebagai pemangku kepentingan

komoditas perkebunan di

Kabupaten Wonogiri.

2) Informan untuk mendapatkan

(4)

a) Penyedia bahan baku

b) Pedagang mete

c) Konsumen mete

3) Penentuan Bobot dan Nilai Daya

Tarik dalam Matriks QSP

Responden yang bertindak

dalam menentukan bobot dalam

faktor strategi eksternal dan

faktor strategi internal adalah

Pemerintah Daerah yaitu Dinas

Perindustrian, Koperasi dan

UMKM, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan, Asosiasi Petani

Mete Indonesia, dan pengusaha

industri mete di Kabupaten

Wonogiri.

Responden yang digunakan

dalam penentuan nilai daya tarik

dalam matrik QSP adalah dari

Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Wonogiri

yaitu kepala Bidang Perkebunan

selaku pejabat yang menangani

komoditas perkebunan di

Kabupaten Wonogiri

C. Metode Analisis Data 1. Analisis Usaha

a. Biaya Produksi

Nilai total biaya pada usaha

industri kecil mete adalah

penjumlahan dari nilai total biaya

tetap (TFC) dan nilai biaya variabel

(TVC) yang digunakan dalam

kegiatan produksi mete.

Secara matematis menurut

Gasperz (1999 : 86), dapat ditulis

sebagai berikut:

TC = TFC + TVC

Dimana :

TC = biaya total usaha

industri kecil mete (Rupiah)

TFC = total biaya tetap

usaha industri kecil mete (Rupiah)

TVC = total biaya variabel

usaha industri kecil mete (Rupiah)

b. Penerimaan Usaha

Menurut Soekartawi (1995 :

54), penerimaan adalah perkalian

antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual dan biasanya

produksi berhubungan negatif

dengan harga, artinya harga akan

turun ketika produksi berlebihan.

Secara matematis dapat ditulis

sebagai berikut:

TR = Q x P

dimana :

TR = penerimaan total

Q = jumlah produk yang

dihasilkan

P = harga

c. Pendapatan Usaha

Pendapatan (Pd) adalah

selisih antara penerimaan yang

diperoleh dari usaha produksi

dengan semua biaya yang

benar-benar dikeluarkan dalam usaha

agroindustri mete. Secara

matematis dapat dirumuskan

(5)

Pd = TR – TC

2. Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal

Untuk mengidentifikasi kekuatan

dan kelemahan dari faktor internal

serta peluang dan ancaman dari faktor

eksternal dalam mengembangkan

industri kecil mete di Kecamatan

Jatisrono, Jatiroto dan Ngadirojo

Kabupaten Wonogiri.

3. Alternatif Strategi

Untuk merumuskan alternatif

strategi pengembangan industri kecil

mete di Kecamatan Wonogiri

Kabupaten Wonogiri digunakan

analisis Matriks SWOT.

Tabel 3. Matriks SWOT

Strenght (S) yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti, 2006

Penentuan bobot ditentukan

dengan Metode Eckenrode yaitu dengan

melakukan perubahan urutan menjadi

nilai, dimana:

a. Urutan 1 dengan tingkat (nilai) yang

tertinggi

b. Urutan 2 dengan tingkat (nilai)

dibawahnya

Misalkan kita akan menentukan

altematif keputusan dengan beberapa

kriteriakeputusan (misal jumlahnya t

kriteria), maka:

a.

Urutan 1 mempunyai nilai: k- 1

b.

Urutan 2 mempunyai nilai: k-2

c.

dst

Dengan demikian, nilai : jumlah kriteria –

urutan

Formula penentuan bobot :

Untuk e = 1,2,...

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Agroindustri Mete

1. Identitas Responden

Adapun identitas responden

pada usaha agroindustri mete di

Kabupaten Wonogiri dapat dilihat

pada Tabel 11.

Tabel 11. Identitas Responden Pengusaha Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri

No Identitas Responden Rata-Rata

1.

Lama pendidikan formal (tahun) Lama mengusahakan industri mete (tahun) Jumlah anggota keluarga (orang) Jumlah tanggungan keluarga (orang)

48 12 23 5 4

Sumber : Analisis Data Primer (2014)

2. Kegiatan Agroindustri Mete

Tahapan proses produksi

pembuatan mete di Kabupaten

Wonogiri dapat digambarkan dalam

skema berikut ini:

(6)

Gambar 1. Alur Pengolahan Mete Pada Agroindustri Mete Kabupaten Wonogiri

3. Biaya, Penerimaan dan Keuntungan a. Biaya Total

Besarnya biaya yang

dikeluarkan dalam usaha

agroindustri mete di Kabupaten

Wonogiri dapat dilihat pada Tabel

4.

Tabel 4. Rata-rata Biaya yang

Dikeluarkan Pengusaha dalam Melakukan Produksi Mete Selama 1 Bulan

No Uraian Biaya (Rp) Persentase (%) Bahan Bakar (Arang) Plastik

Transportasi Listrik Tenaga Kerja Luar

2.593

Sumber : Analisis Data Primer (2014)

b. Penerimaan

Penerimaan dari usaha

agroindustri mete dapat dilihat

pada Tabel 13.

Tabel 5. Rata-Rata Penerimaan Usaha Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri

No Jenis Penerimaan Fisik(kg) Harga (Rp) Rata-rata (Rp)

1.

Jumlah 45.981.538

Sumber : Analisis Data Primer (2014)

c. Pendapatan

Pendapatan usaha

agroindustri mete di Kabupaten

Wonogiri dapat dilihat dari Tabel

14.

Tabel 6. Rata-rata Pendapatan Usaha Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri

No Uraian Rata-rata (Rp) 1. Penerimaan 45.981.538 2. Biaya Total 41.341.673

Pendapatan 4.639.865

Sumber : Analisis Data Primer (2014)

B. Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri

Analisis strategi bertujuan untuk

menentukan arah tindakan alternatif

terbaik dalam rangka mencapai misi dan

tujuannya. Strategi, tujuan dan misi

ditambah informasi audit eksternal dan

internal untuk memunculkan dan

mengevaluasi berbagai strategi alternatif

(David, 2004 : 320).

1. Analisis Faktor Internal dan Eksternal

a. Analisis Faktor Internal

Analisis faktor internal

untuk agroindustri mete di

Kabupaten Wonogiri.

1) Komitmen Kebijakan

2) Sumber Daya Manusia

3) Fasilitasi Pemerintah

4) Penyuluhan

Menghilangkan kulit ari dengan dipanggang

Pengupasan Kulit Ari

Kacang Mete Kacang mete (masih

terdapat kulit ari) Penjemuran Gelondong Mete

Pencukilan

(7)

5) Koordinasi antar sektoral

b. Analisis Faktor Eksternal

faktor-faktor kunci yang

menjadi peluang dan ancaman

dalam pengembangan agroindustri

mete.

1) Kondisi Perekonomian

2) Sosial dan Budaya

3) Pemasok

4) Konsumen

2. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman

Tabel 7. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalam Pengembangan Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri

Faktor Internal Kekuatan Kelemahan

Komitmen Kebijakan - Adanya program Indikasi

Geografis mete Kabupaten Wonogiri

-Sumber Daya Manusia - - Kekurangan tenaga

pegawai, SDM

pemerintah

Fasilitasi Pemerintah - Bantuan peralatan - Akses permodalan dari

pemerintah terbatas

Penyuluhan - Penyuluhan tentang

limbah mete

- Terbentuknya Asosiasi

Petani mete

-Koordinasi Antar

Sektoral

- Infrastruktur sudah baik - Belum adanya

Pengawasan bahan baku

Faktor Eksternal Peluang Ancaman

Kondisi Perekonomian

- - Kenaikan harga BBM

Sosial dan Budaya - Kepercayaan terhadap

mete dari Wonogiri

- Kesenjangan sosial

Teknologi - Ketersediaan teknologi

Kacip mete, oven

- Perkembangan teknologi

pengolahan mete.

-Pemasok - Kualitas Bahan baku mete

lokal lebih baik

- Kualitas bahan baku

mete luar

Konsumen - Permintaan mete

meningkat

(8)

3. Alternatif Strategi

Strategi mencerminkan

pengetahuan perusahaan mengenai

bagaimana, kapan dan dimana

perusahaan akan bersaing, dengan

siapa sebaiknya bersaing dan untuk

tujuan apa perusahaan harus

bersaing. (Pearce and Robinson, 2008 :

26).

Tabel 8. Alternatif Strategi Matriks SWOT Pengembangan Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri

Kekuatan-S

1.Adanya program Indikasi Geografis mete Kab. Wonogiri

2.Bantuan peralatan 3.Adanya program

penyuluhan limbah mete 4.Terbentuknya asosiasi

petani mete

5.Infrastruktur sudah baik

Kelemahan-W

1. Kekurangan tenaga pegawai, SDM pemerintah. 2. Akses permodalan

pemerintah terbatas 3. Belum adanya

Pengawasan Bahan Baku

Peluang-O

1.Kepercayaan terhadap mete dari Wonogiri 4.Kualitas bahan baku

mete lokal lebih baik 5.Permintaan mete

meningkat

Strategi S-O

1.Meningkatkan produksi

dan kualitas bahan baku mete lokal, peralatan, untuk menjaga

kepercayaan konsumen seiring meningkatnya permintaan. (S1,S2,S5 ,O2,O4,O5).

2.Mengoptimalkan teknologi dan organisasi yang telah ada agar produksi mete berjalan optimal.

(S1,S2,S3,S4,S5,O1,O3,O4,O 5,).

Strategi W-O

1. Peningkatan kebijakan

modal dan pengawasan bahan baku untuk agroindustri mete

(W1,W2, W3,O1,O4,O5) 2. Peningkatan

pengembangan sumber daya manusia pemerintah secara maksimal dalam mendukung

pengembangan agroindustri mete (W1,W3,O2,O3,O4,05)

Ancaman-T

1.Kesenjangan sosial 2.Kenaikan harga BBM 3.Kualitas bahan baku

mete luar jelek

Strategi S-T

1. Mengoptimalkan fungsi organisasi untuk menjaga kualitas dan meningkatkan informasi yang menunjang agroindustri mete

(S3,S4,S5 ,T2,T3).

2. Meningkatkan pengawasan akan bahan baku, biaya produksi dan menjaga kepercayaan konsumen

(S4,S5,T1,T2,T3).

Strategi W-T

1. Meningkatkan kualitas

dan jumlah sumber daya manusia pemerintah melalui kegiatan pembinaan untuk memaksimalkan potensi agroindustri mete

(W3,W4,W5,T3).

2. Memperbaiki jalinan kerja sama antara Dishutbun dan Disperindakop dalam rangka menjaga

(9)

4. Prioritas Strategi

QSPM adalah alat yang

direkomendasikan bagi para ahli strategi

untuk melakukan evaluasi pilihan strategi

alternatif secara objektif, berdasarkan key success factors internal-eksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya(Umar,

2002 : 76).

Penetapan prioritas strategi dari

hasil analisis SWOT dengan matriks QSPM

adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Pengembangan Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri.

Alternatif Strategi

FAKTOR-FAKTOR KUNCI Bobot I II III

AS TAS AS TAS AS TAS

Faktor Kunci Internal

Adanya program IG mete Kab.

Wonogiri 0,1651 4 0,6604 3 0,4953 2 0,3302

Bantuan peralatan 0,1538 4 0,6154 3 0,4615 2 0,3077

Adanya program penyuluhan

limbah mete 0,1013 1 0,1013 4 0,4053 2 0,2026

Terbentuknya Asosiasi Petani Mete 0,1144 3 0,3433 2 0,2289 4 0,4578

Infrastruktur sudah baik 0,1051 3 0,3152 1 0,1051 2 0,2101

Kekurangan tenaga pegawai, SDM

pemerintah 0,0957 2 0,1914 3 0,2871 1 0,0957

Akses permodalan pemerintah

terbatas 0,1407 1 0,1407 2 0,2814 3 0,4221

Belum adanya Pengawasan bahan

baku 0,1238 4 0,4953 3 0,3715 2 0,2477

Total Bobot 1,0000

Faktor Kunci Eksternal

Kepercayaan terhadap mete dari

Wonogiri 0.090 4 0,6447 1 0,1612 3 0,4835

Ketersediaan teknologi Kacip

mete, oven 0.076 4 0,5201 3 0,3901 2 0,2601

Perkembangan teknologi

pengolahan mete 0.083 1 0,1044 4 0,4176 2 0,2088

Kualitas bahan baku mete lokal

lebih baik 0.124 4 0,6447 3 0,4835 2 0,3223

Permintaan mete meningkat 0.117 3 0,3846 2 0,2564 1 0,1282

Kenaikan harga BBM 0.110 3 0,4835 4 0,6447 2 0,3223

Kesenjangan sosial 0.131 1 0,0733 3 0,2198 2 0,1465

Kualitas bahan baku mete luar

jelek 0.048 2 0,1612 3 0,2418 1 0,0806

Total Bobot 1,000

Jumlah Total Nilai Daya Tarik

5,8795 5,4510 4,2263

(10)

a. Meningkatkan produksi dan kualitas

bahan baku mete lokal, peralatan,

untuk menjaga kepercayaan

konsumen seiring meningkatnya

permintaan. (5, 8795).

Ketersediaan bahan baku

menjadi salah satu kendala dalam

proses produksi karena keterbatasan

bahan baku yaitu gelondong mete.

Ketersediaan bahan baku gelondong

mete terbatas sehingga harga bahan

baku gelondong mete cukup mahal.

Pengusaha harus tetap berproduksi

untuk melangsungkan usahanya. Oleh

karena itu, pengusaha membeli

gelondong mete dari pedagang

pengumpul gelondong mete yang

berasal dari dalam kota Wonogiri

maupun dari NTT. Kualitas gelondong

mete berbeda pada saat sedang

musim dan pada saat tidak

musimnya. Kualitas gelondong mete

di Kabupaten Wonogiri (lokal) dengan

luar Kabupaten Wonogiri yaitu

gelondong mete dari Sumbawa juga

berbeda, baik dari segi bentuk dan

rasanya. Gelondong mete dari

Sumbawa lebih besar tetapi rasanya

tidak begitu enak, sedangkan mete

dari Kabupaten Wonogiri bentuknya

tidak terlalu besar tetapi rasanya enak

dan banyak yang menyukainya.

Dinas Kehutanan dan

Perkebunan terus berupaya

meningkatkan produksi mete lokal

wonogiri dengan kegiatan optimasi

lahan dengan pemberian bibit mete

lokal, pupuk organik bagi petani mete

mengingat pohon mete lokal di

Wonogiri berumur tua sehingga

produktivitasnya menurun. Upaya lain

adalah dengan pengadaan peralatan

untuk agroindustri mete berupa alat

kacip mete, oven, lantai jemur.

Perkembangan teknologi pengolahan

mete membuat Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Wonogiri

bekerjasama dengan Balai Alat Mesin

Perkebunan Provinsi Jawa Tengah

berupaya terus berinovasi. Inovasi

peralatan pengolahan mete salah

satunya dengan perubahan teknologi

kacip mete. Kacip mete yang dibuat

tersebut mampu mengacip 3

gelondong mete sekaligus dengan

cepat tanpa memecah kacang mete

didalamnya. Kacip mete pada

agroindustri Wonogiri kebanyakan

masih tradisional sehingga dengan

perbaruan peralatan pengolahan

diharapkan dapat meningkatkan

efisien waktu dan biaya produksi.

Dalam upaya melindungi kualitas

bahan baku mete lokal, Dinas

Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Wonogiri dalam rencana

tahun 2015 melakukan indikasi

geografis mete yang berkerjasama

dengan UII dan Dirjen HAKI Jawa

Tengah. Indikasi geografis adalah

suatu tanda yang menunjukkan

(11)

asal suatu barang, yang karena faktor

lingkungan geografis termasuk faktor

alam, faktor manusia, atau kombinasi

dari kedua faktor tersebut, yang

memberikan ciri, karakteristik,

reputasi atau kualitas tertentu pada

barang yang dihasilkan. Tanda yang

digunakan sebagai indikasi geografs

dapat berupa etiket atau label yang

dilekatkan pada barang yang

dihasilkan. Tanda tersebut dapat

berupa nama tempat, daerah, atau

wilayah, kata, gambar, huruf, atau

kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

Indikasi geografis dapat memberikan

manfaat memperjelas identifikasi

produk dan menetapkan standar

produksi dan proses, menjamin

kualitas produk indikasi geografis

sebagai produk asli sehingga

memberikan kepercayaan pada

konsumen.

b. Peningkatan kebijakan modal dan

pengawasan bahan baku untuk

agroindustri mete (5, 4510).

Dalam agroindustri mete tidak

mungkin dapat dilaksanakan tanpa

dukungan modal dengan kata lain

suatu usaha agar dapat diwujudkan

perlu dukungan modal yang cukup

tetapi bila permodalan yang

mendukungnya tidak mencukupi,

maka dalam pelaksanaannya akan

mengalami kesulitan bahkan mungkin

mengalami kegagalan. Salah satu

kendala yang dihadapi para

pengusaha dalam menjalankan usaha

agroindustri mete di Kabupaten

Wonogiri yaitu permodalan. Pelaku

agroindustri mete menggunakan

modal sendiri untuk memulai

usahanya. Dalam agroindustri mete

dibutuhkan modal yang relatif besar,

alternatif memeperoleh modal adalah

dengan meminjam kepada bank untuk

modal maupun menambah modal

usaha sendiri. Bunga yang diberikan

oleh bank cukup tinggi sehingga

pengusaha mete menanggung biaya

pengembalian modal beserta bunga

yang cukup besar pula. Hal ini sangat

menyulitkan apabila akan

berkecimpung dalam usaha

agroindustri mete. Untuk

meningkatkan akses permodalan

Dinas Disperindagkop Kabupaten

Wonogiri berupaya mempermudah

akses agroindustri mete memperoleh

pinjaman. Upaya tersebut dapat

dilihat dengan mempermudah ijin

pendirian koperasi mete di Kabupaten

Wonogiri. Koperasi mete tersebut

bergerak dalam simpan pinjam

sehingga memberikan akses bagi

pelaku industri mete dalam

memperoleh pinjaman untuk

usahanya ataupun untuk mendirikan

usaha agroindustri mete. Namun

demikian hingga sekarang ini jumlah

koperasi mete di Kabupaten Wonogiri

(12)

agroindustri mete mendapatkan

modal dari koperasi mete tersebut.

Dalam agroindustri mete, bahan

baku merupakan faktor yang penting

karena sebagian besar biaya produksi

adalah bahan baku. Bahan baku mete

sebagian besar diperoleh dari NTT

dan sebagian kecil dari mete lokal

Wonogiri. Bahan baku mete dari NTT

tidak terawasi dengan baik. Kriteria

gelondong mete yang baik memiliki

kadar air kurang dari 5%, sedangkan

bahan baku mete dari NTT melebihi 5

% sehingga harus dijemur 2-3 hari

terlebih dahulu. Hingga sekarang ini

belum pengawasan dari

Disperindagkop terkait bahan baku

karena kekurangan pegawai. Asosiasi

Petani Mete juga memiliki peran

dalam pengawasan bahan baku mete.

Perbaikan kebijakan sangat

diperlukan untuk pengembangan

agroindustri mete mengingat masih

adanya keluhan dari pihak pengusaha

dan konsumen. Selama ini, kebijakan

untuk pengembangan agroindustri di

Kabupaten Wonogiri Kabupaten

Wonogiri belum optimal. Diharapkan

ada peran dan kerjasama dari

Disperindagkop dan APMI dalam

mengawasi bahan baku mete.

c. Meningkatkan kualitas dan jumlah

sumber daya manusia pemerintah

melalui kegiatan pembinaan untuk

memaksimalkan potensi agroindustri

mete (4, 2263).

Kualitas dan jumlah sumber

daya manusia pemerintah kurang

memadai untuk mendukung

pengembangan agroindustri mete di

Kabupaten Wonogiri. Dalam

meningkatkan agroindustri mete

diperlukan banyak hal dari segi bahan

baku hingga sarana prasarana. Dinas

Kehutanan dan Perkebunan dan

Disperindagkop terus berupaya

melindungi dan meningkatkan

agroindustri mete agar semakin kuat.

Disisi lain, jumlah dan kualitas tenaga

kerja tidak mencukupi untuk

menyentuh semua agroindustri mete

sehingga perkembangan agroindustri

mete belum teroptimalkan. Dengan

kondisi tersebut, pemerintah daerah

Provinsi Jawa Tengah diharapkan

dapat memberikan pelatihan dan

pembinaan untuk meningkatkan

kualitas SDM pegawai pemerintahan.

Perlunya perekrutan staff baru yang

berkualitas dan difokuskan terhadap

industri mete di mengingat

pengembangan yang belum maksimal

selama ini. Pembinaan rutin terhadap

sumberdaya manusia pemerintah

sangat juga diperlukan sehingga dapat

meningkatkan kualitas.

Strategi terbaik yang dapat

diterapkan dalam mengembangkan

agroindustri mete di Kabupaten

Wonogiri adalah Meningkatkan produksi

dan kualitas bahan baku mete lokal,

(13)

konsumen seiring meningkatnya

permintaan dengan nilai TAS (Total Atractive Score) sebesar 5,8795.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerimaan rata-rata yang diperoleh

pengusaha Mete selama 30 hari proses

produksi sebesar Rp 45.981.538. Biaya

total rata-rata yang dikeluarkan

pengusaha sebesar Rp 41.341.673.

Pendapatan rata-rata yang diterima oleh

pengusaha Mete dalam satu kali proses

produksi yaitu Rp 4.639.865 sehingga

usaha Mete di Kabupaten Wonogiri

memiliki prospek untuk dikembangkan

oleh pemerintah Kabupaten Wonogiri.

2. Alternatif strategi yang dapat diterapkan

dalam mengembangkan agroindustri Mete

di Kabupaten Wonogiri adalah :

a. Meningkatkan produksi dan kualitas

bahan baku mete lokal, peralatan,

untuk menjaga kepercayaan

konsumen seiring meningkatnya

permintaan.

b. Peningkatan kebijakan modal dan

pengawasan bahan baku untuk

agroindustri mete.

c. Meningkatkan kualitas dan jumlah

sumber daya manusia pemerintah

melalui kegiatan pembinaan untuk

memaksimalkan potensi.

3. Prioritas strategi yang dapat diterapkan

dalam mengembangkan agroindustri Mete

di Kabupaten Wonogiri berdasarkan

analisis matriks QSP adalah Meningkatkan

produksi dan kualitas bahan baku mete

lokal, peralatan, untuk menjaga

kepercayaan konsumen seiring

meningkatnya permintaan (5,8795).

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. 2003.Analisis Data Penelitian Kualitatif.Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

David, F R. 2004. Manajemen Strategis Konsep-Konsep.PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta

Dinas Perindustrian Koperasi dan UKM. 2011.

Kelompok Industri Kecil, Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Wonogiri. Disperinkop dan UKM.Wonogiri

Gasperz, V. 2000. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. PT. Gramedia. Jakarta.

Herdhiansyah. 2012. Strategi Pengembangan Potensi Wilayah Agroindustri Perkebunan Unggulan. Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 201–209

Karmawati, 2008. Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya. Jurnal Perspektif Vol. 7 No. 2 / Desember 2008.

Maridjan .2005. Mengembangkan Industri Kecil Menengah melalui Pendekatan Kluster. Jurnal INSAN Vol 7 No 3, Desember 2005

Pearce, A.J dan Robinson, B.R.

2008.Manajemen Strategis Edisi 10. Salemba Empat. Jakarta

Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta Soekartawi. 1993. Analisis Usahatani.

UI-Press. Jakarta

(14)

Dalam Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 6 Januari 2003. Departemen Pertanian Badan

Penelitian dan Pengembangan

Pertanian (BPTP). Jawa Timur

Surakhmad, W. 1994.Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. CV Tarsito. Bandung

Syamsul, M. 2003. Teknik – teknik Kuantitatif untuk Manajemen.PT. Gamedia Widiasarana Indonesia. Jakarta

Umar, H. 2002. Strategic Management in Action.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Gambar

Tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 3. Matriks SWOT
Tabel 5. Rata-Rata Penerimaan Usaha Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri
Tabel 7. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalam Pengembangan Agroindustri Mete di Kabupaten Wonogiri
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan pendekatan Economic Value Added EVA menghasilkan nilai yang baik untuk kinerja keuangan sub sektor property & real estate periode 2015-2017 karena

Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dihubungkan dengan keterangan Terdakwa dan fakta hukum dipersidangan terungkap bahwa pada tanggal 20 Desember

Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel Tiga Cinta, Ibu karya Gus Tf Sakai memperlihatkan permasalahan identitas berupa kebingungan identitas (identity confusion)

Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut variabel kualitas produk, kepercayaan merek, dan word of mouth terhadap variabel keputusan keputusan

Sebanyak 63 persen (19 orang) dari pengunjung yang datang menyatakan bahwa mereka baru melakukan satu kali kunjungan ke Wisata Agro Tambi dan 13 persen menyatakan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri atas Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sektor perekonomian yang dominan dan pertumbuhan ekonomi

d. Selain Bahan Kimia, dalam Laboratorium juga terdapat peralatan yang terbuat dari gelas, bahan gelas tersebut mudah pecah dan pecahannya dapat melukai