(study empir is pada kantor akuntan publik di Semar ang)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
EKO WALUYO 0813010111 / FE / EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”
J AWA TIMUR
PENGARUHNYA TERHADAP PROFESIONALISME AUDITOR
(study empir is pada kantor akuntan publik di Semar ang)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 J ur usan Akuntansi
Diajukan Oleh :
EKO WALUYO 0813010111 / FE / EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN” J AWA TIMUR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN,
PENGALAMAN, INDEPENDENSI AUDITOR PENGARUHNYA TERHADAP
PROFESIONALISME AUDITOR “(Studi Empir is pada Kantor Akuntan Publik
di Semarang, J awa Tengah)
Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi
Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil maupun
materiil, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Rahman A.Suwaidi, Msi Selaku Wakil Dekan I Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi. Selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Dosen
selama menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa
Timur.
6. Kepada Ayahanda dan Ibunda serta adik-adikku Dewi Wulansari dan Tri Agung
Sulistiyo tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril ataupun material.
7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi
terselesainya skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam skripsi ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti sangat berharap saran dan kritik
membangun dari pembaca dan pihak lain.
Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Surabaya, Mei 2012
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN UJ IAN SKRIPSI ... …….. i
KATA PENGANTAR ... …….. ii
DAFTAR ISI ... ……. iv
DAFTAR TABEL ... ……. ix
DAFTAR GAMBAR ... …….. xi
DAFTAR LAMPIRAN ... ……… xii
ABSTRAKSI ... …….. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang………... 11.2. Rumusan masalah ……….. 5
1.3. Tujuan penelitian ………. 5
1.4. Manfaat penelitian ……….. 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ……… 72.2. Landasan Teori ………. 12
2.2.1. Pengertian Pemeriksaan Akuntansi ………..… 12
2.2.2. Etika Professional ……….. 14
2.2.3. Pendidikan ………. 15
2.2.3.1. Pengertian Pendidikan ……….. 15
2.2.3.2. Pentingnya Pendidikan ………... 16
v
2.2.3.5. Jalur Pendidikan Akuntan di Indonesia ………... 20
2.2.4. Pengalaman ………... 23
2.2.4.1. Pengertian Pengalaman ………. 23
2.2.5. Independensi Auditor ………..……… 24
2.2.5.1. Definisi Independensi Auditor ………..……… 24
2.2.5.2. Pentingnya Independensi Auditor ………..……….. 26
2.2.5.3. Aspek Independensi ………...……… 29
2.2.5.4. Factor-faktor yang Mempengaruhi Akuntan Publik ………. 30
2.2.6. Profesionalisme …………...………. 31
2.2.6.1. Definisi Profesionalisme ………..………. 31
2.2.6.2. Syarat dan Ciri Profesionalisme ………...…. 36
2.2.6.3. Factor Pendukung Profesionalisme ……… 37
2.2.7. Pendidikan, Pengalaman, Independensi Auditor Pengaruhnya Terhadap Profesionalisme Auditor ………...………. 38
2.2.8. Teori-teori yang Melandasi Pendidikan, Pengalaman, Independensi Auditor Pengaruhnya Terhadap Profesionalisme Auditor ………. 40
2.2.8.1. Teori Pendukung Pendidikan ……..……… 40
2.2.8.2. Teori Pendukung Pengalaman …….………..………. 41
2.2.8.3. Teori Pendukung Indepeendensi …..……….. 43
2.2.8..4. Teori Pendukung Profesionalisme ………..……….. 44
2.3. Kerangka Pikir …………..………. ……….. 45
2.4. Hipotesis ………..……….. 46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Devinisi Opersional dan Pengukuran Variabel …….……… 47
3.1.1. Definisi Operasional ………..……… 47
vi
3.2. Teknik Penentuan Sampel ……..………. 51
3.3. Teknik Pengumpulan Data ……….……… 53
3.3.1. Jenis Data ……..……….……… 53
3.3.2. Sumber Data …..………... 53
3.3.3. Pengumpulan Data ………. 53
3.4. Uji Validitas, Reliabilitas, dan Normalitas ………. 53
3.4.1. Uji Validitas ………...……… 53
3.4.2. Uji Reliabilitas ………... 54
3.4.3. Uji Normalitas ……… 54
3.5. Uji Asumsi Klasik ……….. 55
3.6. teknik analisis ……… 58
3.6.1. Uji Regresi Linier Berganda ……… 58
3.6.2. Uji F ………. 59
3.6.3. Uji t ………... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Profesi Akuntan Publik ……… 61
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 62
4.2.1.Tabulasi Jawaban Responden Variabel Pendidikan (X1) ……… 62
4.2.2. Tabulasi Jawaban Responden Variabel Pengalaman (X2) ………. 63
4.2.3. Tabulasi Jawaban Responden Variabel Independensi Auditor (X3) ……. 64
4.2.4. Tabulasi Jawaban Responden Variabel Profesionalisme Auditor (Y) ….. 65
4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ……….. 66
4.3.1. Uji Validitas ……….. 66
vii
4.4. Analisis Regresi Linier Berganda ……….. 71
4.4.1. Uji Normalitas ……….. 71
4.4.2.Uji Asumsi Klasik ……… 71
4.4.3.Persamaan Regresi Linier Berganda ……… 73
4.4.4. Uji Kecocokan Model (Uji F) ... 75
4.4.5. Uji t ... 76
4.5. Uji Hipotesis ……….. 77
4.5.1. Hipotesis Ke-1 ……….……….. 77
4.5.2. Hipotesis Ke-2 ………... 77
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 78
4.6.1. Implikasi ……….... 83
4.6.2. Perbedaan Hasil Penelitian Dahulu Dengan Penelitian Sekarang ………. 84
4.6.3. Keterbatasan Penelitian ……….. 84
BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ……….. 86
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang ..… 12
Tabel 4.1 tabulasi jawaban responden variabel pendidikan(X1) ...…. 63
Tabel 4.2 tabulasi jawaban responden variabel pengalaman (X2) ...… 64
Tabel 4.3 tabulasi jawaban responden variabel independensi auditor (X3)…. 64 Tabel 4.4 tabulasi jawaban responden variabel profesioanlisme Auditor (Y) ... 66
Tabel 4.5. hasil uji validitas pada variabel pendidikan (X1) ... 68
Tabel 4.6. hasil uji validitas pada variabel pengalaman (X2) ... 68
Tabel 4.7. Hasil uji Validitas padaVariabel independensi Auditor (X3) putaran ke-1 ... 69
Tabel 4.8. hasil uji validitas pada Variabel independensi Auditor (X3) putaran ke-2 ... 70
Tabel 4.9 hasil uji validitas pada variabel profesionalsme Auditor (Y) putaran pertama ... 70
Tabel 4.10 hasil uji validitas pada variabel profesionalisme auditor (Y) putaran ke dua ... 71
Tabel 4.11 Hasil uji reliabilitas ... 72
Tabel 4.12 Hasil uji Normalitas ... 72
Tabel 4.13. Hasil Uji Multikolinieritas ... 73
ix
Tabel 4.15 Hasil uji regresi linier berganda……….. 75
Tabel4.16 Hasil uji F ……… 76
Tabel 4.17 Hasil uji t ……… 78
Tabel 4.18. Nilai r2 parsial …... 79
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran kuesioner
Lampran 1 rekapitulasi jawaban Responden
Lampiran 2 output uji validitas dan reliabilitas variabel Pendidikan (X1)
Lampiran 3 output Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Pengalaman (X2)
Lampiran 4 output Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel independensi auditor (X3)
Lampiran 5 output Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel profesionalisme Auditor (Y)
Lampiran 6 input data
Lampiran 7 output uji Normalitas
PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI SEMARANG
Oleh :
Eko Waluyo
Abstrak
Akuntan publik memiliki posisi yang strategi baik dimata manajemen maupun dimata pemakai laporan keuangan. namun demikian masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan terhadap profesi akuntan publik karena adanya pembekuan KAP dari yang melakukan pelanggaran dari pemerintah . Berdasarkan latarbelakang teresebut, maka penelitian ini bertujuan membuktikan secara empiris pendidikan, pengalaman, independensi auditor pengaruhnya terhadap profesionalisme auditor. Dan untuk membuktikan faktor dominan yang mempengaruhi profesionalisme auditor.
Sampel yang digunakan sebanyak 18 KAP yang berjumlah 30 auditor yang menjadi responden yang ada di semarang. Pengambilan sampel ini menggunakan teknik sensus. Variabel yang digunakan sebanyak 4 variabel yaitu pendidikan(X1),
pengalaman (X2), independensi Auditor(X3) sebagai variabel bebas dan
profesionalisme auditor (Y) sebagai variabel terikat yang dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier bereganda dengan menggunakan uji hipotesis uji F dan uji t
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa pendidikan(X1) secara parsial tidak berpengaruh terhadap profesionalisme
Auditor(Y), sedangkan pengalaman(X2), Independensi Auditor(X3) secara parsial
berpengaruh pada profesionalisme Auditor (Y).
1.1. Latar belakang
Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat saat ini memicu
persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam
usaha untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap bertahan dalam
menghadapi persaingan tersebut terus dilakukan oleh para pengelola
perusahaan. Salah satu kebijakan yang sering ditempuh oleh pihak perusahaan
adalah melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ke tiga
yaitu akuntan publik.
profesi akuntan publik telah banyak diakui oleh berbagai kalangan.
Kebutuhan dunia usaha, pemerintah dan masyarakat inilah yang memicu
perkembangan tersebut.dari profesi akuntan publik, masyarakat mengaharapkan
penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan
oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Namun demikian
masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan terhadap profesi akuntan
publik. Dalam pelaksanaan praktik jasa auditing yang dilakukan oleh akuntan
publik, sebagian masyarakat masih meragukan tigkat profesionalisme yang
dimiliki oleh para Auditor KAP, yang selanjutnya berdampak pada keraguan
masyarakat terhadap pemberian opini Akuntan publik. Ini dapat dibuktikan
dengan adanya kasus pada tahun 2009 yaitu tentang pembekuan izin kantor
pelanggaran terhadap Standart Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam
pelaksanaan audit atas laporan keungan konsolidasi PT. Datascrip dan anak
perusahaan tahun 2007. Akuntan Publik Dadi Muchidin juga dikenakan sanksi
pembekuan selama tiga bulan. Hal ini disebabkan karena KAP Dadi Muchidin
telah dibekukan sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 71 ayat (3) peraturan
Menteri keuangan bahwa izin AP pemimpin KAP dibekukan apabila izin KAP
dibekukan yang tertuang berdasarkan KMK Nomor: 1140/KM.1/2009. KAP
Abdulrahman Hasan Salipu juga dibekukan, hal ini disebabkan karena yang
bersangkutan melanggar ketentuan pasal 44 ayat (3) peraturan menteri
keuangan nomor 17/PMK.01/2008 yakni tidak memelihara kertas kerja dan
dokumen pendukung lainya selama 10 tahun. Selain itu pada tanggal 15 April
2009, AP Drs. Nasrul Amri dikenakan sanksi pembekuan berdasarkan KMK
Nomor: 354/KM.1/2009, pengenaan sanksi ini disebabkan AP tersebut
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pembatasan masa pemberian jasa
terhadap PT. Angkasa Wijaya Sentosa, PT. Merpati Internet Mandiri, serta PT.
Korra Antarlestari.(w w w .okezone.com). Dan masih banyak lagi kasus yang
terkait KAP akibat pelanggaran terhadap Standart Profesional Akuntan Publik
(SPAP). Dan untuk diluar negeri terjadinya kasus yang berskala besar di
Amerika Serikat yang sampai sekarang masih cukup menarik perhatian
masyarakat seperti kasus Enron yang menimbulkan berbagai keraguan di
kalangan masyarakat tentang profesionalisme Auditor.
Kejadian-kejadian tersebut menyebabkan timbulnya keraguan atas
dengan standart yang telah ditentukan oleh (SPAP). Sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk mengetehui hal-hal apa saja yang mempengaruhi sikap dan
perilaku tersebut dan seberapa kuat pengaruh itu. Setelah itu barulah dapat
diambil untuk mencapai perilaku yang diinginkan.
Pendidikan dan pengalaman, baik pengetahuan dan keahlian dari
seorang auditor, dan element dalam manajement letter (fee, schedule and team)
juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku profesionalisme
akuntan (Colbert, 1989; Bonner & Lewis, 1990; Wards et al, 1999; Tan & Ha,
1999; Deddy, 2009). Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan
yang lebih (Crist, 1993) dalam Deddy(2009). Seseorang yang melakukan
pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikaun hasil
yang lebih baik dari pada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan yang
cukup dalam tugasnya. Bonner dan Walker (1994) mengatakan bahwa
peningkatan pegetahuan yang muncul dari pelatihan formal sama bagusnya
dengan yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena itu pengalaman
kerja telah dipandang sebagai suatu faktor yang penting dalam memprediksi
kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah satu
persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan publik (SK Menkeu no.
43/kmk.017/1997).
Profesionalisme juga menjadi syarat bagi seseorang yang ingin menjadi
auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor
akan semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung
tentang kompleksitas organsasi modern. Hastuti et al (2003) dalam Deddy
(2009) mengatakan bahwa gambaran tentang profesionalisme seorang auditor
tercermin dalam lima hal yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban social,
kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi,dan hubungan dengan
rekan seprofesi.
Auditor mengakui kewajibanya untuk jujur tidak hanya kepada
manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur, investor, dan
calon investor sebagai pihak ketiga yang akan meletakkan kepercayaan atas
laporan auditor independen. Dan ini menurut auditor untuk lebih independen
dalam melaksanakan tugasnya, karena seorang akuntan publik tidak dapat
memberikan pendapat yang objektif jika ia tidak independen. Untuk diakui oleh
pihak lain sebagai orang yang independen, auditor harus bebas dari setiap
kewajibanya terhadap klien dan tidak mempunyai sesuatu kepentingan dengan
kliennya, baik itu manajemen perusahaan maupun pemilik perusahaan.
Penelitian ini dimotivasi dengan masih banyaknya kasus yang terjadi
pada auditor KAP, baik itu mengenai profesionalisme, independensi dan
lainnya. Selain itu penelitian ini dibuat untuk mengetahui pengaruh pendidikan
auditor yang dalam hal ini dibuat untuk mengetahui pengaruh pendidikan
auditor yang dalam hal ini adalah pendidikan profesi Akuntansi (PPAK),
pengalaman dan independensi auditor terhadap tingkat profesionalisme ,
mengingat beberapa tahun belakangan ini profesi auditor kerap dikaitkan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tema dari penelitian ini dapat
diambil judul sebagai berikut : “ Pendidikan, Pengalaman, dan
Independensi Auditor Pengaruhnya Ter hadap Profesionalisme Auditor
Pada Kantor Akuntan Publik” (study empiris pada Kantor Akuntan
Publik di Semarang)
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah pendidikan, pengalaman dan independensi auditor berpengaruh
terhadap profesionalisme auditor ?
2. Dari ketiga variable diatas, mana yang paling dominan mempengaruhi
profesionalisme auditor ?
1.3. Tujuan penelitian
1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pendidikan, pengalaman, dan
independensi auditor terhadap profesionalisme auditor.
2. Untuk membuktikan factor mana yang paling dominan yang mempengaruhi
1.4. Manfaat penelitian
a) Bagi kantor akuntan publik dan Ikatan Akuntansi Indonesia
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pengembangan profesi akuntan
publik dan memberikan kontribusi kepada auditor tentang bagaimana
meningkatkan profesionalisme.
b) Bagi Akademisi
Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti lain dengan materi yang
berhubungan dengan penelitian ini. Serta sebagai Dharma Bhakti terhadap
Perguruan tinggi khususnya fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur.
c) Bagi peneliti
Dengan penelitian ini dapat dijadikan suatu perbandingan antara teori yang
selama ini peneliti dapatkan di bangku perkuliahan dengan kenyataan yang
2.1. Hasil Penelitian Ter dahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain yang
dapat dipakai sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini antara lain :
1) Herliansyah dan Ilyas (SNA 9, 2006)
Judul :
“ pengaruh pengalaman auditor terhadap penggunaan bukti tidak relevan
dalam Auditor judgment”
Perumusan masalah :
Apakah pengalaman auditor mempengaruhi kemampuan auditor terhadap
penggunaan bukti tidak relevan dalam auditor judgment?
Kesimpulan :
pengalaman mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap judgment
auditor. Auditor berpengalaman (petner dalam manajer) tidak berpengaruh
oleh adanya informasi tidak relevan dalam membuat goin concern judgment.
Penelitian ini meneguhkan bahwa efek dilusi terdapat pada profesi auditor.
Penelitian ini juga menemukan bahwa metode experiment dengan
menggunakan kontak persen tidak berbeda hasilnya dengan yang dilakukan
peneliti dengan demikian, maka modifikasi metode experiment
2) Wahyudi dan Mardiyah (SNA 9, 2006)
Judul :
“Pengaruh profesionalisme Auditor Terhadap Tingkat Materialitas dalam
pemeriksaan Laporan Keuangan”
Perumusan masalah :
1. Apakah pengabdian pada profesi dapat mempengaruhi tingkat
materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan?
2. Apakah kewajiban social dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam
pemeriksaan laporan keuangan ?
3. Apakah kemandirian dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam
pemeriksaan laporan keuangan
4. Apakah hubungan dengan rekan seprofesi dapat mempengaruhi tingkat
materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan ?
5. Apakah kepercayaan profesi dapat mempengaruhi tingkat materialitas
dalam pemeriksaan laporan keuangan?
6. Apakah profesionalisme auditor yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban
social, kemandirian, keprcayaan profesi, dan hubungan dengan rekan
seprofesi dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam pemeriksaan
Kesimpulan :
1. Hasil penelitian bahwa pengabdian pada profesi mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat materialitas.
2. Hasil penelitian bahwa kewajiaban social tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat materialitas.
3. Hasil penelitian bahwa kepercayaan pada profesi mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap tiingkat materialitas.
4. Hasil penelitian bahwa kemandirian pada profesi mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat materialitas.
5. Hasil penelitian bahwa hubungan dengan sesame rekan seprofesi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas.
6. Hasil penelitian dari analisa berganda menunjukkan 4 variabel yang
secara berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas yaitu
variable pengabdian pada profesi (X1), kemandirian (X3), kepercayaan
profesi (X4), dan hubungan dengan sesama rekan seprofesi (X5).
Sedangkan variable kewajiban social (X2) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat materialitas.
3) Alim, dkk (SNA X, 2007)
Judul ;
“ Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan
Perumusan Masalah :
1. Apakah kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit?
2. Apakah interaksi antara kompetensi dan etika auditor mempunyai
pengaruh terhadap kualitas audit ?
3. Apakah interaksi antara kompetensi dan etika auditor mempunyai
pengaruh terhadap kualitas audit?
4. Apakah pengaruh interaksi antara independensi dan etika auditor
mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit?
Kesimpulan :
Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kompetensi
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa
kualitas auditor memliki kompetensi yang baik dimana kompetensi tersebut
terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan.
Sementara itu, interaksi kompetensi dan etika auditor tidak
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian ini juga
menemukan bukti empiris bahwa independensi berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas audit.
4) Haryadi (2009)
Judul :
“ Pengaruh Pendidikan, Pengalaman, dan Independensi Auditor Terhadap
Perumusan Masalah :
1. Apakah pendidikan, pengalaman, dan independensi auditor
berpengaruh terhadap profesionalisme auditor?
2. Dari ketiga variable diatas, mana yang paling dominan mempengaruhi
profesionalisme auditor?
Kesimpulan :
1. Model regresi linier berganda yang dihasilkan adalah cocok untuk
mengetahui pengaruh pendidikan (X1), pengalaman (X2), dan
independensi auditor (X3) terhadap profesionalisme auditor (Y)
2. Hasil uji t menunjukkan bahwa independensi auditor (X) berpengaruh
signifikan terhadap profesionalisme auditor (Y), sedangkan pendidikan
(X1) dan pengalaman (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap
profesionalisme auditor (Y), sehinnga hipotesis penelitian ini :
a. Hipotesis ke-1 yang menyatakan bahwa pendidikan, pengalaman,
dan independensi berpengaruh terhadap profrsionalisme auditor
KAP di Surabaya, tidak teruji kebenaranya.
b. Hipotesis ke-2 yang menyatakan bahwa pengalaman berpengaruh
lebih dominan terhadap profesionalisme auditor KAP, tidak teruji
Tabel 2.1. perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang
No Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1. Herliansy dan kewajiban siosial tidak berpengaruh terhadap
penelitian secara empiris juga menemukan bahwa (X2) dan pendidikan (X1) tidak berpengaruh secara
2.2 Landasan Teori
2.2.1.Pengertian Pemeriksaan Akuntansi
Mulyadi (2001: 9) mendefinisikan auditing secara umum sebagai
suatu proses sistematik untuk suatu proses dan mengevaluasi bukti secara
obyektif mengenai pernyataan- pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan- pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Ditinjau dari sudut akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan
(examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, dan hasil usaha atau organisasi tersebut.
Menurut Arens (2004 : 15) Auditing adalah pengumpulan serta
pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria
yang telah ditetapkan . Auditing harus harus ditetapkan oleh seseorang yang
kompeten dan independen.
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa auditing
merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
atau menguji kebenaran secara obyektif atas informasi laporan keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan suatu keputusan.sementara tujuan audit atas laporan keuangan
adalah untuk memberikan pendapat (opini) tentang laporan keuangan apakah
telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standart Akuntansi Keuangan
(SAK). Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik akan
digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan
keputusan, dan dalam hal ini auditor dituntut untuk benar-benar independen
dalam memberikan opini tentang laporan keuangan tentang laporan
keuangan tersebut, sehingga dengan demikian profesi akuntan publik adalah
profesi kepercayaan masyarakat. untuk itu, Akuntan Publik dituntut untuk
melaksanakan tugasnya secara professional.
2.2.2. Etika pr ofesi
Menurut Agoes (2004) dalam Deddy (2009 : 17) setiap profesi yang
memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik,
yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral yang mengatur tentang
perilaku. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan
adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis
oleh para pelaku bisnsis.
Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral
yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini
yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati
oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan
merupakan alat kepercayaaan bagi masyarakat luas.
2.2.3. Pendidikan
2.2.3.1. Pengertian pendidikan
Menurut Notoatmojo (1992 : 27) menyatakan bahwa pendidikaan
(formal) didalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan
kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan.
Widjaya (1986: 75) dalam Deddy (2009) menyatakan bahwa
pendidikan adalah suatu usaha untuk membina kemampuan atau
mengembangkan kemampuan berfikir para pegawai, meningkatkan
kemampuan mengeluarkan gagsan-gagasan para pegawai sehingga mereka
dapat menunaikan tugs kewajiban dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu
waktu yang diperlukan untuk pendidik lebih lama dan sifatnya lebih normal
Begitu juga pendidikan yang dalam hal ini adalah pendidikan profesi
akuntansi. Profesi akuntan biasanya sering dianggap sebagai salah satu
bidang profesi seperti bidang lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia
(IDI). Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki beberapa syarat sehingga
masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan profesi
tersebut, mempercayai hasil kerjanya yaitu salah satunya menempuh
pendidikan setelah sarjana (S1) selama dua semester untuk mendapatkan
Keputusan Mendiknas Nomor 179/U/2001 menyebutkan Pendidikan
Profesi Akuntansi adalah pendidikan tambahan pada pendidikan tinggi
setelah program sarjana Ilmu Ekonomi program studi Akuntansi. Pendidikan
profesi akuntansi bertujuan menghasilkan lulusan yang menguasai keahlian
bidang profesi akuntansi dan memberikan kompensasi keprofesian
akuntansi.
2.2.3.2. Pentingnya pendidikan
Menurut Notoatmodjo (1992 : 30) menyebutkan pentingnya
pendidikan bagi suatu organisasi atau instansi antara lain adalah :
1. Sumber daya manusia atau karyawan yang menduduki suatu jabatan
organisasi, belum tentu mempunyai kemampuan yang sesuai dengan
persyaratan yang diperlukan dalam jabatan tersebut. Hal ini terjadi karena
sering seseorang menduduki jabatan tertentu bukan karena
kemampuanya, melainkan karena tersedianya informasi. Oleh sebab itu
karyawan atau atau staf baru ini perlu penambahan kemampuan yang
mereka perlukan, disinilah peran penting pendidikan untuk mengingatkan
kemampuan.
2. Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, jelas akan mempengaruhi
suatu organisasi aatau instansi. Oleh sebab itu, jabatan-jabatan yang dulu
belum diperlukan, sekarang diperlukan. Kemampuan orang yang akan
menempati jabatan tersebut kadang-kadang tidak ada. Dengan demikian,
maka diperlukan penambahan atau peningkatan kemampuan yang
3. Promosi dalam suatu organisasi atau instansi adalah keharusan, apabila
organisasi itu mau berkembang. Pentingnya promosi bagi seseorang
adalah salah satu reward dan insentive (ganjaran dan perangsang).
Adanya ganjaran dan perangsang yang berupa promosi dapat
meningkatkan produktivitas kerja bagi seorang karyawan.
Kadang-kadang kemampuan seorang karyawan yang akan dipromosikan untuk
menduduki jabatan tertentu ini masih belum cukup. Untuk itulah maka
diperlukan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan tersebut.
4. Di dalam masa pembangunan ini organisasi-organisasi atau
instansi-instansi baik pemerintah maupun swasta merasa terpanggil untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi para karyawan agar diperoleh
efektivitas dan efisien kerja sesuai dengan masa pembangunan.
Pentingnya pendidikan seperti diuraikan diatas, bukanlah
semata-mata bagi karyawan atau pegawai yang bersangkutan, tetapi juga
keuntungan bagi organisasi. Karena dengan adanya pendidikan tersebut
berarti meningkatkan pula kemampuan atau keterampilan para karyawan dan
selain itu akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan otomatis
organisasi atau instansi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan.
2.2.3.3. Tujuan pendidikan
Menurut Notoatmojo (2002: 41) tujuan pendidikan pada dasarnya
adalah suatu deskripsi dari pengetahuan, sikap, tindakan, penampilan, dan
sebagainya yang diharapkan akan dimiliki sasaran pendidikan pada periode
Menurut Notoatmojo (2003: 42) tingkatan tujuan pendidikan
dikategorikan menjadi empat tingkatan, yaitu :
1. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan ini merupakan tingkatan yang tertinggi. Pada tujuan
ini digambarkan harapan masyarakat atau Negara tentang ciri-ciri seorang
manusia yang dihasilkan oleh proses pendidikan atau manusia terdidik.
Seperti Indonesia tujuan pendidikan nasionalya adalah termaktub dalam
GBHN yakni, membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan
rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kreativitas dan tanggung jawab, menyuburkan sikap demokrsi,
mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
2. Tujuan Institusional.
Tiap tingkat dan jenis lembaga pendidikan, mengembangkan tujuan
institusional. Isinya adalah tingkah laku yang bagaimanakah yang
diharakan oleh lembaaga pendidikan itu akan menghasilkan
manusia-manusia yang diinginkan dengan pengertian bahwa tujuan institusional ini
harus mendukung tujuan pendidikan nasional.
3. Tujuan Antara(Intermediet Obyektive).
Tujuan pendidikan ini bersifat mengantari tujuan institusional dan tujuan
instruksional. Isinya masih agak luas, tapi sudah mengarah kepada
tiap-tiap bidang ilmu pengetahuan. Karena tujuan ini sudah mengarah pada
4. Tujuan bidang ilmu pengetahuan diberikan dalam waktu yang panjang
dan rumusan tujuan kurikulum masih sangat umum untuk digunakan bagi
pemilihan bahan-bahan pelajaran. Karena itu sebagai jembatan atau alat
untuk mempermudah pemilihan bahan-bahan pengajaran perlu
dirumuskan dalam bentuk yang lebih baik khusus yang taraf
instruksional. Adapun fungsi tujuan instruksional, antara lain :
• Membantu para pengajar / pelatih untuk memilih isi / topik pengajaran
yang relevan.
• Membantu proses pengintegrasian kurukilum baik secara instruksional
maupun kurikulum.
• Membantu para pengajar / pelatih mengarah pada proses pengajaranya.
• Mengarahkan dan memberi gambaran pada sasaran tentang apa yang
akan mereka peroleh dari pendidikan.
2.2.3.4. Pendidikan Auditor
setiap profesi mempunyai identitas, pranata pengetahuan, yang
berbeda , kode etik, dan karakteristik yang jelas. Pada tingkat perguruan
tinggi, pendidikan orang-orang yang ingin menjadi akuntan publik harus
luas, bebas, dan ilmiah. Disamping menguasai ilmu-imu yang disyaratkan
untuk studi dengan titik berat akuntansi, seorang akuntan yang benar-benar
berbicara dan menulis dengan baik, menarik dan meyakinkan(Holmes &
Burns, 1993 : 49).
Seorang akuntan publik paling tidak harus berijazah sarjana muda,
dan kalau bisa gelar sarjana. Hampir semua kantor akuntan publik yang
besar hanya mau menerima orang-orang yang sesudah sarjana. Pendidikan
formal akan memberi kemampuan untuk bisa lulus ujian akuntan publik
yang didasarkan pada pengetahuan akademis. Banyak bidang keahlian
profesional mensyaratkan pendidikan yang lebih tinggi.
2.2.3.5. J alur Pendidikan Akuntan di Indonesia
Sebelum adanya program PPAK (sebelum tahun 2001), di Indonesia
ada dua jalur untuk mendapatkan gelar akuntan dengan nomor register yang
tertuang dalam artikel Benny dan Yuskar (2006 : 8) , yaitu :
1. Fakultas Ekonomi Negeri
Bagi mereka yang ingin menjadi akuntan sekaligus berhak memakai gelar
akuntan (AK) dapaat memasuki jalur fakultas Ekonomi Negeri yang telah
mempunyai jurusan akuntansi seperti : UI Jakarta, UGM Yogyakarta,
UNPAD Bandung, UNDIP Semarang, USU Medan, UNIBRAW Malang,
UNISYAH Aceh, dan lain-lain.
Untuk berhak memakai gelar akuntan, mereka yang telah lulus Sarjana
Ekonomi jurusan Akuntansi dapat membuat permohonan tertulis kepada
panitia persamaan ijazah akuntan disertai ijazah sarjana dan pasfoto
Proses permohonan ini adalah untuk mendapatkan nomor register Negara
dari panitia persamaan ijazah Akuntan. Dengan keluarnya nomor register
ini maka otomatis sarjaana Ekonomi yang bersangkutan berhak memakai
gelar akuntan dengan nomor register yang diberikan.
2. Fakultas Ekonomi Swasta
Untuk mendapatkan gelar akuntan, seorang yang kuliah di Fakultas
Ekonomi Swasta memiliki beberapa perbedaan dengan lulusan Fakultas
Ekonomi Negeri. Kalau FE Negeri dapat langsung meminta register maka
lulusan FE Swasta harus melalui beberapa tahap sesuai dengan SK
Direjen Pendidikan Tinggi No 28/ Dikti Kep/1986 tanggal 6 juli 1986,
sebagai berikut :
a. Sarjana Ekonomi Negara
Untuk menjadi sarjana Ekonpmi Negaraa maka seorang Alumni FE
Swasta memiliki jalur berbeda yang didasarkan pada status Perguruan
Tinggi yang bersangkutan, apakah terdaftar, diakui atau disamakan.
Perbedaan antra status diatas sebenarnya hanya terletak pada
pengujiannya, kalau status prguruan tinggi yang bersangkutan
terdaftar, pengujiannya 50% berasal dari perguruan yang
bersangkutan, selebihnya dari kopertis. Kalau statsunya diakui,
pengujianya 75% dari perguruang tinggi yang bersangkutan,
selebihnya dari kopertis. Kalau statusnya disamakaan, pengujiannya
ujian Negara untuk sarjana ekonomi maka yang bersangkutan berhak
mengikuti Ujian Negara Akuntansi.
b. Ujian Negara Akuntansi
Ujian Negara Akuntansi (UNA) diselenggarakan oleh Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan melalui konsorsium Ilmu Ekonomi
dengan bimbingan Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan ijazah
Akuntansi. Dalam UNA ini dilakukan dengan dua tingkat yaitu :
1) UNA Dasar
UNA dasar dapat diikuti oleh mereka yang berpendidikan Fakultas
Ekonomi Swasta jurusan Akuntansi minimal terdaftar pada
kopertis dengan kualifikasi minimal 110 sks dengan indeks
prestasi (IP) minimal 2 dan nilai rata-rata C unuk mata kuliah
yang diujikan.
2) UNA profesi
UNA profesi dapat diikuti oleh mereka yang sudah lulus UNA
dasar dan sudah lulus ujian Negara Sarjana Ekonomi jurusan
Akuntansi.
Kurikulum pendidikan profesi akuntansi paling sedikit 20 satuan
kredit semester (sks) dan paling banyak 40 sks yang ditempuh 2
sampai dengan 6 semester.
Mereka yang berhak memakai gelar akuntan harus mendaftar ke
Departemen Keuangan untuk mendapat Nomor register. Untuk bisa
harus memenuhi beberapa syarat yang ditentukan Departemen
Keuangan, antara lain : berpengalaman di KAP minimal 3 tahun
setara 4.000 jam. Mempunyai beberapa staf, mempunyai kantor yang
cukup representative dan lain-lain ( Benny dan Yuskar, 2006 : 8).
Mulai awal tahun 1998, untuk memperoleh ijin praktek, terlebih
dahulu harus lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP), yang
diselenggarakan atas kerjasama IAI dan Departemen Keuangan.
2.2.4. Pengalaman
2.2.4.1. Pengertian pengalaman
Menurut Lynton (1984 : 122), pengalaman adalah sesuatu yang
pribadi, yang intern. Pengalaman merupakan kesimpulan oleh seorang
peserta tertentu atas suatu keejadian, arti yang diberikan olehnya kepada
kejadian itu, arti yang ia masukkan dan cernakan
Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seorang
dari peristiwa-peristiwa yang dialami dalam perjalanan hidupnya (Anoraga,
1995 : 47). Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pengalaman
sejak kecil turut membentuk perilaku orang yang bersangkutan dalam
kehidupan organisasinya
Pengalaman sebagai salah satu variable yang sering digunakan dalam
berbagai penelitian. Marinus, Wray (1997) dalam Herliansyah dan Ilyas
(2006:4), menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur
tugas (jobs). Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas
yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk
melakukan yang terbaik
2.2.5. Idependensi Auditor
2.2.5.1. Definisi independensi auditor
Independensi merupakan aspek yang unik bagi profesi akuntan
publik. Akuntan publik tidak hanya berpihak pada klien saja akan tetapi juga
kepada pihak ketiga selaku pemakai laporan keuangan klien. Hal ini sama
dengan bahwa akuntan publik tidak boleh berpihak kepada kliennya, pihak
ketiga, dan kepada dirinya sendiri. Independensi dalam melaksanakan
pemeriksaan merupakan tulang punggung akuntan publik profesional.
Independensi adalah sikap mental yang memiliki arti tidak mudah
dipengaruhi dan tidak memihak pada kepentingan siapapun. Walaupun
seorang auditor memiliki keahlian teknis yang sempurna, apabila tidak
disertai dengan sikap independen, maka auditor tersebut akan kehilangan
sikap tidak memihak yang justru sangat penting dalam mempertahankan
pendapatnya. Independensi adalah salah satu faktor yang menentukan
kredibilitas pendapat auditor.
Kode etik akuntan tahun 1994 dalam Deddy (2009) menyebutkan
bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan
publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan
Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang menganggu
independensi akuntan publik, yaitu:
1) Akuntan publik memiliki mutual dan conflicting interest dengan klien.
2) Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri.
3) Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien.
4) Bertindak sebagai penasehat (advocate) dari klien.
Ini akan menganggu independensi akuntan publik jika memiliki hubungan
bisnis, keuangan, dan manajemen atau karyawaan dengan klienya.
Definisi independensi dalam CPA handbook menurut E.B. Wilkok
dalam Alim, dkk (2007:8) adalah merupakan standart auditing yang penting
karena opini akuntan independen bertujuan menambah kredibilitas laporan
keuangan yang disajikan oleh manjemen. Menurut Mautz dan Sharaf
(1993:246) dalam Alim, dkk (2007:8) menyatakan jika akuntan tersebut
tidak independen terhadap klienya maka opininya tidak memberikan
tambahan apapun. Mulyadi dan Puradireja (1998:25) memberikan definisi
independensi lebih jelas dengan mengemukakan “berarti bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain”.
Dalam Standart Professional Akuntan Publik (1994:220.1-220.2)
disebutkan bahwa setiap sikap independen, diartikan sebagai sikap yang
tidak mudah dipengaruhi karena akuntan publik melaksanakan pekerjaanya
untuk kepentingan umum. Akan tetapi independen dalam hal ini tidak berarti
mengadili secara tidak memihak dengan tetap menyadari kewajibanya untuk
selalu bertindak jujur, tidak hanya kepada manajemen dan pemilik
perusahaan tetapi juga kepada pihak lain yang berkepentingan dengan
laporan keuangan .
Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam
bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap
auditor. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental
independen, tetapi ia harus menghindari keadaan-keadaan yang dapat
mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Dengan demikian,
disamping auditor harus benar-benar independen, ia masih juga harus
menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat bahwa ia benar-benar
independen.
2.2.5.2.Pentingnya Independensi Auditor
Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada
manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur, investor,
calon investor yang meletakan kepercayaan atas laporan auditor independen.
Independensi harus dipandang sebagai salah satu cirri auditor yang
penting, karena akuntan publik tidak dapat memberikan pendapat yang
obyektif jika ia tidak independen. Kepercayaan masyarakat umum atas
independensi sikap auditor sangat penting bagi perkembangan profesi
akuntan publik. Kepercayaan orang akan menurun, jika terdapat bukti bahwa
sebagai peran yang independen, ia (auditor) harus bebas dari setiap
kewajiban terhadap klienya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan
klienya, baik itu manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Sebagai
contoh, seorang auditor yang mengaudit perusahaan dan sekaligus menjabat
sebagai direktur perusahaan tersebut, meskipun ia melakukan keahlianya
dengan jujur, namun sulit untuk mengharapkan masyarakat
mempercayainya sebagai orang yang independen. Masyarakat akan menduga
bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor independen
selama auditnya dipengaruhi oleh kedudukanya sebagai anggota direksi.
Demikian juga halnya, seorang auditor yang mempunyai kepententingan
keuangan cukup besar dalam perusahaan yang diauditnya, mungkin ia benar-
benar tidak memihak dalam menyatakan pendapatnya atas laporan keungan
tersebut. Namun, bagaimanapun juga masyarakat tidak akan percaya, bahwa
ia bersikap jujur dan tidak memihak. Auditor independen tidak hanya
berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus
pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan
sikap independenya.
Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik akuntan
Indonesia agar profesi menjaga dirinya dari kehilangan persepsi
independensi dari masyarakat. Sepanjang persepsi independensi ini
dimasukan ke dalam aturan etika, hal ini akan mengikat auditor independen
Alasan kenapa begitu banyak pihak yang menggantungkan
kepercayaan mereka terhadap kelayakan laporan keuangan berdasarkan
laporan auditor adalah karena harapan mereka untuk mendapatkan suatu
pandangan yang tidak memihak. Bukan hanya penting bagi akuntan publik
untuk memelihara sikap mental independen dalam memenuhi tanggung
jawab mereka, tetapi juga bahwa pemakai laporan keuangan menaruh
kepercayaan terhadap independensi tersebut. (Arens dan Lobbecke ;
1996:84)
Independensi akuntan merupakan persoalan sentral dalam
pemenuhan kriteria objektivitas dan keterbukaan. Dalam peraturan 101 Kode
Perilaku Profesional American Institute Of Certified Public Accountant
(AICPA) yang di muat dalam artikel suryaningtias (2007:38) tentang
independensi mengatakan bahwa anggota dalam praktik publik harus
bersikap independen dalam melaksanakan jasa profesionalnya seperti
disyaratkan menurut standart yang disusun oleh lembaga-lembaga yang
dibentuk oleh dewan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa independensi sangat
penting bagi profesi akuntan publik:
1. Merupakan dasar bagi akuntan publik untuk merumuskan dan
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperikasa. Apabila
akuntan publik tetap memelihara independensi selama melaksanakan
menambah kreadibilitasnya dan dapat diandalkan bagi puhak yang
berkepentingan.
2. Karena profesi akuntan publik merupakan profesi yang memegang
kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika
terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang
dalam menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen.
2.2.5.3. Aspek Independensi
Menurut Halim (2001:21) dalam ratnadi (2005:4) membagi dalam
tiga aspek independensi auditor antara lain :
1. Independence in Fact (Independensi dalam fakta)
Yakni auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang
erat dalam objektivitas.
2. Independence in Apperance (Independensi dalam penamlpilan)
Artinya pandangan pihak lain terhadap cirri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukanya sedemikian
rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan
objektivitas. Meskipun auditor telah menjalankan audit dengan baik
secara independen dan objektif, pendapat yang dinyatakan melalui
laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor
indenpenden bila ia tidak mampu mempertahankan independensi dalam
penampilan. Oleh karena itu, independensi dalam penampilan sangat
3. Independence in Competence (Independensi dari sudut keahlianya)
Artinya auditor yang awam dalam electronic data processing system
tidak memenuhi independensi keahlian bila ia mengaudit perusahaan
yang pengolahan datanya menggunakan sistem informasi
terkomputerisasi. Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat
dengan kecakapan professional auditor.
2.2.5.4. Faktor-Faktor Yang Mempengar uhi Independensi Akuntan Publik
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor
independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publlik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa
independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan
masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan oleh mereka yang
berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi independen
tersebut.
Menurut Shockley (1981) dalam Alim, dkk (2007:9)
mengkategorikan tiga faktor yang merusak independensi seorang auditor,
yaitu:
1. Pemberian jasa konsultasi kepada klien.
Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan juga
jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manjemendan perpajakan
serta jasa akuntansi seperti penyusunan laporan keuangan. Adanya dua
terhadap klienya dipertanyakan yang nantinya mempengaruhi kualitas
audit.
2. Persaingan antar KAP
Persaingan antar Kantor Akuntan Publik (KAP) semakin besar, KAP
semakin bertambah banyak, sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak
sebanding dengan pertumbuha KAP. Terlebih lagi banyak perusahaan
yang banyak melakukan merger atau akuisisi dan akibat krisis ekonomi
di Indonesia banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan.
Sehingga oleh karena itu KAP akan lebih sulit mendapatkan klien baru
sehingga KAP enggan klien yang sudah ada.
3. Ukuran KAP
AICPA menggolongkan kantor akuntan ke dalam 2 golongan yaitu
1)Kantor Akuntan Publik besar. 2) Kantor Akuntan Publik kecil.
Menurut AICPA, kantor akuntan publik besar adalah kantor akuntan
yang telah melaksanakan audit pada perusahaan go publik, sedangkan
kantor akuntan kecil adalah kantor akuntan yang tidak melaksanakan
audit pada perusahaan go public (Supriyono,1990:58)
Mautz dan Sharaf berpendapat bahwa kantor akuntan publik besar
lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang kecil, hal
ini disebabkan oleh beberapa alasan : (1) untuk kantor akuntan publik besar,
hilangnya satu klien tidak begitu mempengaruhi pendapatanya, (2) kantor
dengan departemen yang memberika jasa bukan audit sehingga dapat
mengurangi akibat negatif terhadap independensi akuntan publik.
2.2.6. Profesionalisme
2.2.6.1. Definisi pr ofesionalisme
Dalam pengertian umum, sesorang dikatakan professional jika
memenuhi tiga kriteria yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas
di bidangnya, melaksanakan sesuai tugas atau profesi dengan menetapkan
standar baku di bidang professional yang bersangkutan dan menjalankan
tugas profesinya dengan memenuhi etika profesi yang telah diterapkan
(Herawanty dan Susanto, 2008:3)
Menurut pendapat Jusup (1997) dalam Herawaty dan Kurnia (2008),
kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit professional meningkat
jika profesi menetapkan standart kerja dan prilaku yang dapat
mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap mengupayakan
profesionalisme yang tinggi.
Sebagai profesional, auditor mempunyai kewajiban untuk memenuhi
aturan prilaku yang spesifik, yang menggambarkan suatu sikap atau hal-hal
yang ideal. Kewajiban tersebut berupa tanggungjawab yang bersifat
fundamental bagi profesi untuk memantapkan jasa yang ditawarkan. Seorang
yang profesional mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena
diasumsikan bahwa seorang profesional mempunyai kepintaran, dan
profesionalisme auditor menjadi hal yang penting karena auditor merupakan
aset penting kantor KAP dimana auditor itu bekerja sebagai indikator
keberhasilan KAP. Diharapkan auditor yang mempunyai profesionalisme
yang tinggi mampu memberikan kontribusi yang baik bagi KAP dan
memberikan pelayanan yang optimal bagi klienya.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya wadah bagi
akuntan profesional Indonesia menerbitkan buku yang berjudul Standart
Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang di dalamnya terdapat lima tipe
standart professional yang mengatur jasa yang dihasilkan oleh akuntan
publik. Dan disamping kelima macam standard tersebut, buku Standard
Profesional Akuntan Publik juga berisi tentang aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik, yaitu:
1) Standard Auditing
Dalam standard ini menekankan kualitas personal yang penting yang
harus dimiliki oleh seorang auditor berupa keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup, sikap mental independen, menjalankan audit dengan
menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Komite Standard Profesional Akuntan Publik (Komite SPAP) IAI
bertanggung jawab untuk menerbitkan standard auditing. Standard ini
disebut sebagai Pernyataan Standard Auditing PSA (sebelumnya disebut
sebagai NPA atau PNPA). Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut
sebagai SAS (Statement on Auditing Standard) yang dikeluarkan oleh
1 Agustus 1994 pengurus pusat IAI telah mengesahkan sejumlah
pernyataan standard auditing (sebelumnya disebut sebagai norma
pemeriksaan akuntan – NPA).
2) Standard Atestasi
Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statement on Standard for Atestasion
Engagement. IAI sendiri mengeluarkan beberapa pernyataan standard
atestasi pada 1 Agustus 1994, pernyataan ini mempunyai fungsi ganda,
pertama, sebagai kerangka yang harus diikuti oleh badan penetapan
standard yang ada standard IAI untuk mengembangkan standard yang
terinci mengenai, jenis jasa atestasi yang spesifik. Kedua, sebagai
kerangka pedoman bagi para bagi para praktisi bila tidak terdapat atau
belum ada standard spesifik seperti itu.
3) Standard Jasa Akuntansi Dan Review
Standard ini memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi jasa
akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standard ini
dirinci dalam bentuk Pernyataan Standard Jasa Akuntansi dan Review
(PSAR). Termasuk di dalam Pernyataan Standard Jasa Akuntansi dan
Review (IPSAR) dan IPSAR ini akan memberikan jawaban atas
pertanyaan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang
dimuat dalam PSAR sehingga merupakan perluasan lebih lanjut
berbagai ketentuan dalam PSAR.
Standard ini memberikan panduan bagi akuntan publik di dalam
penyediaan jasa konsultasi bagi masyarakat. Dalam jasa konsultasi, para
praktisi menyajikan temuan, simpulan, dan rekomendasi. Sifat dan
lingkup pekerjaan jasa konsultasi ditentukan oleh perjanjian praktisi dan
klienya.
5) Standard pengendalian mutu
standard ini memberikan panduan bagi kantor Akuntan publik di dalam
melaksanakan pengendalian mutu jasa yan dihasilkan oleh kantornya
dengan mematuhi berbagai standard yang diterbitkan oleh Dewan
Standard Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik yang diterbitkan Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan
Akuntansi Indonesia.
Standard professional tersebut akan mengikat auditor professional untuk
menurut pada ketentuan profesi dan memberikan acuan dalam melaksanakan
pekerjaanya dari awal sampai akhir.
Menurut wahyudi dan mardiyah (2006:5) dalam Deddy (2009)
mengatakan bahwa seorang auditor bisa dikatakan professional apabila telah
memenuhi dan mematuhi standard-standard kode etik yang telah ditetapkan
oleh IAI, yaitu:
1) Prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI yaitu standard ideal dari
perilaku etis yang tela ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi
2) Peraturan perilaku seperti standard minimum perilaku etis yang
ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan.
3) Interprestasi peraturan perilaku tidak merupakan suatu keharusan, tetapi
para praktisi harus memahaminya.
4) Ketetapan etika, seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap
memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya,
walaupun auditor dibayar oleh klienya.
2.2.6.2. Syarat dan Ciri Profesional
Kinerja jasa profesional yang dihasilkan oleh profesi sangat
tergantung kecermatan dan keseksamaan anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya. Menurut Halim (1997:19) seorang auditor harus menggunakan
seluruh kemampuan, kompetensi, dan keahlianya dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, auditor memerlukan pengalaman yang luas, dan
telah memperoleh pendidikan yang memadai termasuk pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan.
Menurut Carey, 1970: Loeb, 1978 dalam Deddy (2009) syarat dan cirri
tertentu dari profesi adalah:
1) Pengetahuan yang diperlukan diperoleh dengan cara mengikuti
pendidikan yang teratur dan dibuktikan dengan tanda atau ijzah keahlian
2) Jasa yang diberikan dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki monopoli
dalam memberikan pelayanan.
3) Memiliki organisasi yang mendapat pengakuan masyarakat atau
pemerintah dengan perangkat kode etik untuk mengatur anggotanya
serta memiliki budaya profesi.
4) Suatu ciri yang membedakan dengan perusahaan yakni tidak mengejar
keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi lebih mengutamakan
pelayanan dengan memberikan jasa yang bermutu dengan balas jasa
yang setimpal.
Selain dari persyaratan umum yang dijelaskan diatas untuk menjadi
akuntan harus lebih dulu mendapatkan ijin kerja yang dikeluakan oleh
Departemen Keuangan. Dan ijin kerja hanya dapat diberikan bila dianggap
yang bersangkutan telah cakap untuk melaksanakan fungsi akuntan publik
dengan meneliti pengalaman yang bersangkutan. Pengetahuan teori yang
diperoleh dalam proses pendidikan dianggap tidak cukup untuk melakukan
fungsi sebagai akuntan publik. Pengalaman yang relevan merupakan modal
yang sangat penting untuk melakukan fungsi sebagai akuntan publik
(auditor).
2.2.6.3. Faktor-Faktor Pendukung Profesionalisme
Martin dan Schinzinger dalam Dipohusodo (1996:36) mengemukakan
1) Mencapai standard prestasi dalam pendidikan, kemampuan atau
kreatifitas kerja. Seorang disebut profesional karena memiliki keahlian
di bidang tertentu. Keahlian tersebut bisa didapatkan dengan mengikuti
pendidikan formal seperti mengikuti pendidikan berkelanjutan di
perguruan tinggi maupun pendidikan informal melalui kursus-kursus,
pelatihan, seminar, loka karya, bahka bisa juga didapatkan dari
pengalaman kerja. Pada kenyataanya kata profesional telah memperoleh
konotasi positif, paling tidak berasal dari pengakuan masyarakat atas
pentingnya serta sulitnya mendapatkan keterampilan dan pengetahuan.
2) Bersedia menerima tanggung jawab moral terhadap masyarakat,
konsumen pelanggan, sejawat, atasan maupun bawahan, sebagai bagian
dari kewajiban profesionalnya meski dalam bentuk yang paling
mendasar sekalipun. Dengan kata lain, seorang yang profesional harus
berusaha keras menjaga kepercayaan masyarakat secara umum terhadap
profesional profesi pada umumnya dan profesional pribadi pada
khususnya. Seorang profesional harus pandai-pandai dalam
mempertimbangkan kewajibanya terhadap masyarakat, konsumen, rekan
sejawat, atasan dan bawahan, serta sesamanya jika terjadi konflik
kepentingan diantara kewajiban-kewajiban itu. Yang paling penting
dalam hal ini adalah memegang dan menumbuhkan rasa percaya di
2.2.7. Pendidikan, Pengalaman Dan Independensi Pengaruhnya Ter hadap
Pr ofesionalisme Auditor
Bagi seorang auditor selain harus mengikuti pendidikan tertentu juga
bekal pendidikan yang dimiliki dapat membantu dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan sehingga pendidikan memiliki hubungan dengan produktivitas
atau kemampuan kerja.berarti dengan pendidikan yang tinggi maka semakin
tinggi pula produktivitas atau kemampuan kerja pegawai dalam
menyelesaikan tugasnya. Apabila seorang pegawai mampu untuk
menyelesaikan berarti pegawai tersebut memiliki keahlian dan ketrampilan.
Dengan demikian pendidikan akan mempengaruhi keahlian atau
profesionalisme seorang pegawai, sehingga seorang yang profesional harus
mengikuti pendidikan tertentu yang sesuai dengan profesinya. Demikian
juga dengan seorang auditor harus mengikuti pendidikan di bidang akuntansi
karena dengan pendidikan di bidang akuntansi seorang auditor akan
memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam kaitanya untuk
melaksanakan tugas audit.
Di samping pendidikan, pengalamanlah yang memberikan nyata
performance seorang dalam meniti karir. Menurut Bonner & Lewis (1990)
dalam oleh Noviari,dkk (2005:167), pengalaman membentuk seorang
menjadi bijaksana baik itu pengalaman yang baik maupun yang buruk,
karena dia pernah merasakan bagaimana fatalnya melakukan kesalahan,
nikmatnya menemukan pemecahan masalah dan bagaimana menemukan
tersebut. Pengalaman yang di peroleh oleh seorang auditor akan bisa
meningkatkan keahlian dan ketrampilan dalam melakukan pemeriksaan yang
erat kaitanya dengan profesionalisme seorang auditor. Di samping itu,
lamanya seorang bekerja sebagai auditor menjadi bagian yang penting yang
mempengaruhi sikap profesionalisme, karena dengan bertambahnya waktu
bekerja bagi seorang auditor, tentu saja akan diperoleh berbagai hal hal baru
yang menyangkut dengan praktek-prektek audit, dan bagaimana menghadapi
masalah-masalah selama proses audit.
Selain pendidikan dan pengalaman yang di jelaskan di atas, sikap
independensi juga merupakan salah satu tulang punggung bagi akuntan
publik (auditor). Karena independensi merupakan salah satu ciri yang sangat
penting dan nantinya akan berpengaruh terhadap pendapat yang akan
diberikan mengenai laporan keuangan suatu perusahaan. Kepercayaan
masysarakat umum atas independensi sikap auditor sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan
menurun jika terdapat bukti bahwa sikap independensi auditor ternyata
berkurang.
2.2.8. Teori - Teori Yang Melandasi Pendidikan, Pengalaman, Dan
Independensi Auditor Pengaruhnya Ter hadap Pr ofesionalisme Auditor
2.2.8.1 Teori Pendukung Pendidikan
Teori ini bertitik tolak dari psikologi asosiasi yang dipelopori oleh, J.
atau tanggapan melalui penginderaan terhadap perangsang di luar dari suatu
objek tertentu. Kesan-kesan itu berasosiasi satu sama lain yang membentuk
mental atau kesadaran manusia bertambah kuat asosiasi tersebut semakin
kuat pula kesan-kesan itu berada dalam jiwa. Kesan-kesan itu dapat
ditungkapkan kembali dengan mudah bila tertanam dengan kuat dalam ruang
kesadaran. Sebaliknya, bila kesan-kesan itu lemah maka akan lebih mudah
dilupakan.
Belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat indra yang
disampaikan dalam bentuk perangsang dari luar. Cara belajar yang baik yaitu
dengan cara memperbanyak hapalan dan menggunakan hukum
asosiasi-reproduksi. Faktor ingatan sangat diutamakan dalam proses belajar, karena
dalam ingatan itu tersimpan pengetahuan yang telah dipelajari (J. Horbart)
dalam Hamalik (1993:50). Dengan pengetahuan yang dimiliki ini seseorang
akan mampu untuk melaksanakan tugasnya dan pengetahuan ini dapat
diperoleh dengan cara mengikuti pendidikan tertentu yang dibuktikan
dengan tanda atau ijazah keahlian (Regar, 1993:8). Karena tanpa pendidikan
tertentu seseorang tidak akan dapat menguasai, memahami dan menerapkan
pengetahuan yang didapatnya yang akan menentukanya menjadi seorang
yang profesional.
2.2.8.2 Teori Pendukung Pengalaman
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian
tersebut tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal tetapi banyak dari
Murphy dan Wright (1984) yang dikutip oleh Elfarini (2007) dan
diadaptasi oleh Deddy (2009) memberikan bukti empiris bahwa seseorang
yang berpengalaman dalam bidang substantif memiliki banyak hal yang
tersimpan dalam ingatanya. Semakin banyak pengalaman seseorang di
bidangnya, maka hasil pekerjaanya semakin akurat dan lebih banyak
mempengaruhi memori tentang struktur kategori yang rumit.
Pengalaman akan menciptakan struktur pengetahuan yang terdiri atas
suatu sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak pengetahuan ini
tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan
pengalaman langsung masa lalu. Pengalaman auditor dapat memperoleh
pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuanya. Auditor yang
berpengalaman yang akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan struktur
memori lebih baik dibandingkan auditor yang tidak berpengalaman.
Menurut Christ (1993) dalam Herliansyah dan Ilyas (2006)
pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih.
Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak
memiliki pengetahuan yang cukup dalam tugasnya. Boner dan Walker
(1994) dalam Herliansyah dan Ilyas (2006:5), mengatakan bahwa
peningkatan pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal sama bagusnya
dengan yang di dapat dari pengalaman khusus. Oleh pengalaman kerja
pengalaman kerja dipandang sebagai suatu faktor penting dalam