NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
LISA SETYANINGRUM
K 100090098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
EVALUASI TERAPI PASIEN DIABETES MELITUS GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RS X KLATEN TAHUN 2011
EVALUATION OF THERAPY FOR DIABETES MELLITUS GERIATRIC INPATIENT AT RS X KLATEN 2011
Lisa Setyaningrum*#, Nurul Mutmainah*
*Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A YaniTromolPos 1, PabelanKartasura Surakarta 57102
#E-mail: lisasetya17@yahoo.com
ABSTRAK
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak terjadi pada geriatri. Pada proses menua terjadi penurunan fungsi sel-sel β pankreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran obat diabetes melitus pada pasien DM geriatri di Instalasi Rawat Inap RS X Klaten tahun 2011 dan mengetahui ketepatan penggunaan obat berdasarkan Pedoman Terapi dari PDT 2007 dan PERKENI. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Data diperoleh dari bagian rekam medik sebanyak 70 pasien. Data yang diambil sesuai dengan kriteria inklusi yaitu pasien DM dengan usia ≥ 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta. Evaluasi terapi yang dilakukan meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat pasien. Hasil penelitian dari 70 pasien diabetes melitus geriatri ditemukan gambaran penggunaan obat yang banyak digunakan yaitu insulin actrapid (31,43%), insulin novorapid (22,86%) dan OHO golongan sulfonilurea (glikazid) (10,00%). Dari hasil evaluasi ditemukan 100% memenuhi kriteria tepat indikasi, 91,42% tepat obat, 78,55% tepat dosis dan 95,71% tepat pasien.
Kata kunci :Diabetes Melitus, Geriatri, Evaluasi Terapi
ABSTRACT
91,42% drug appropriate, 78,55% dose appropriate and 95,71% patient appropriate.
Keywords: DiabetesMellitus, Geriatrics, Evaluation Of Therapy
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang banyak terjadi pada
lansia (Dellasega dan Yonushonis, 2007). Akibat proses menua terjadi penurunan
fungsi sel-sel β pankreas. Prevalensinya meningkat pada usia ≥ 60 tahun (Funk,
2011). Menurut penelitian, 10%lansia yang berusia diatas 60 tahun menderita DM
tipe 2 (Tjay & Rahardja, 2007). DM tidak dapat disembuhkan melainkan hanya
bisa di kontrol kadar gula darahnya(Funk, 2011).
Pemberian obat pada lansia perlu mendapatkan perhatian khusus karena
pasien lansia mengalami kemunduran fungsi organ yang mempengaruhi aspek
farmakokinetik obat yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Setelah obat diabsorpsi, obat melewati hati dan dimetabolisme, apabila terdapat
kemunduran fungsi hati, kadar obat dalam darah semakin meningkat. Fase
distribusi dipengaruhi oleh cairan tubuh, massa otot, peredaran darah.
Mengecilnya massa hati dan proses menua dapat mempengaruhi metabolisme
obat. Menurunnya fungsi ginjal pada proses menua mempengaruhi ekskresi obat
sehingga harus dilakukan penyesuaian dosis (Supartando, 2007).
Gejala khas yang menyertai DM yaitu mudah lapar (polifagia), banyak
minum (polidipsi), sering buang air kecil (poliuria). Pengobatan DM geriatri
terdiri dari terapi non farmakologi dan farmakologi. Terapi farmakologi diberikan
apabila terapi non farmakologi gagal mengendalikan kontrol glukosa darah.
(Suyono, 2007).
Prevalensi DM tipe 2 pada lansiasemakin meningkat yaitu 95%,
pengobatan yang diberikan mengalami kesulitan karena komplikasi yang diderita.
Tujuan dari penatalaksanaan DM yaitu menurunkan mortalitas dan morbiditas.
Penatalaksanaan DM yang tidak tepat menyebabkan tidak tercapainya kontrol
glukosa darah sehingga akan menyebabkan komplikasi(Muhcid dkk.,
2005).Hiperglikemi pada lansia meningkatkan resiko komplikasi mikrovaskuler,
Menurut WHO, Indonesia menempati peringkat ke-5 sedangkan Amerika
menduduki peringkat ke-6 di dunia sebagai negara dengan penderita DM,
(Suyono, 2007). Penelitian yang dilakukan di Indonesia, bahwa penderita DM
semakin meningkat terutama dikota-kota besar. Penelitian di Jakarta terjadi
kenaikan penderita DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun
1993 dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 12,8%(Suyono, 2007).
Penelitian sebelumnya tentang Evaluasi Ketepatan Pemilihan Obat Pasien
DM tipe 2 di Instalasi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari-Juli
2009 diperoleh hasil ketepatan pemilihan obat yaitu tepat indikasi 100%, tepat
obat 89,4%, tepat dosis 85% dan tepat pasien 89,7% (Faningrum, 2010).Ketepatan
Pemilihan Obat Pada Pasien DM Geriatri di Instalasi Rawat Inap RS PKU
Muhammadiyah Surakarta tahun 2009 disimpulkan bahwa obat aman 84,84%,
obat efektif 78,78%, dan kombinasi obat tepat 6,06% (Ardiana, 2011). Perbedaan
penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Faningrum (2010) yaitu
penelitian yang akan dilakukan terdapat batasan usia yaitu ≥ 60 tahun sedangkan
penelitian yang sudah dilakukan tidak ada batasan usia.
Semakin tingginya angka kejadian DM terutama pada pasien geriatri,
maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Instalasi Rawat Inap RS X Klaten
tahun 2011 untuk mengetahui pengobatan dan mengevaluasi terapi yang diberikan
dibandingkan dengan standar. Hasil dari penelitian dapat menjadi pertimbangan
bagi tenaga medis untuk lebih teliti dalam memberikan obat, sehingga tercapai
kontrol glukosa darah dan mencegah komplikasi yang ditimbulkan.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental atau observasional
yaitu penelitian yang dilakukan hanya melihat data-data yang sudah ada, tanpa
melakukan intervensi. Penelitian ini dirancang secara deskriptif dan pengumpulan
data dilakukan secara retrospektif untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi
penggunaan obat antidiabetes pada pasien geriatri yang didiagnosa DM yang
Definisi Operasional
Definisi operasional yang akan dilakukan antara lain:
1. Gambaran pengobatan adalah gambaran obat yang diberikan pada pasien DM
geriatri diRS X Klaten tahun 2011.
2. Evaluasi terapi adalah penilaian terhadap kegiatan pemberian terapi pemilihan
obat yang meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis pada
pasien DM geriatri.
3. Tepat indikasi adalah kesesuaian pemberian obat sesuai dengan diagnosis yang
diderita pasien.
4. Tepat pasien adalah pemilihan obat tidak dikontraindikasikan dengan keadaan
pasien.
5. Tepat obat adalah pemilihan obat sesuai dengan algoritme terapi Pedoman
Diagnosis dan TerapiRS X Klaten.
6. Tepat Dosis adalah pemberian obat yang meliputi besaran dosis, frekuensi
pemberian dan aturan pakai sesuai pedoman PERKENI tahun 2006.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan adalah lembar pengumpulan datadan buku Pedoman
Diagnosis dan TerapiRS X Klaten tahun 2007 dan Pedoman PERKENI tahun
2006. Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan rekam medis pasien DM
geriatri di Instalasi Rawat Inap RS X Klaten tahun 2011.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis DM di
Instalasi Rawat InapRS X Klaten tahun 2011.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis DM yang
memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian yaitu:Pasien yang
didiagnosis DM dengan usia ≥ 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta,
pasien mendapat obat antidiabetik.
Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling
yaitu sampel yang diambil memenuhi kriteria inklusi.
Jalannya Penelitian
1. Tahap persiapan: Pembuatan surat ijin penelitian di RS X Klaten.
2. Tahap pengambilan data: Data diambil dari kartu rekam medik pasien DM
yang memenuhi kriteria inklusi di Instalasi Rawat Inap RSX Klaten tahun 2011
yang dilakukan secara retrospektif.
3. Tahap pengolahan data: Data yang diperoleh dari data rekam medik kemudian
di kelompokan berdasarkan: umur, diagnosis, GDS, obat yang diberikan,
frekuensi pemberian, aturan minum dan obat lain.
Tahap analisis
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang ditampilkan dalam
bentuk tabel yang memuat jumlah dan persentase dari data yang diambil:
1. Perhitungan karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia kemudian
dibandingkan.
2. Perhitungan tingkat kesesuaian terapi yang meliputi:Persentase tepat indikasi,
tepat obat, tepat dosis dantepat pasien. Persentase dihitung dari jumlah kasus
yang tepat dibagi banyaknya kasus yang diteliti dikalikan 100%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Proses pengumpulan data dilakukan dengan melakukan penelusuran data
pasien dari data kartu rekam medis pasien rawat inapRS X Klaten tahun 2011.
Data selama satu tahun didapat sampel sebanyak 70 pasien DM berdasarkan
kriteria inklusiyaitu pasien DM dengan atau tanpa penyakit komplikasi dan
penyerta dan usia≥ 60 tahun. Data yang diambil meliputi umur, jenis kelamin,
diagnosis, GDS, nama obat, dosis obat, frekuensi pemberian, obat lain.
Karakteristik Pasien
1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin, usia dan penyakit komplikasi
dan penyerta
Data pasien DM geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten tahun 2011
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, usia, penyakit komplikasi dan
penyerta.Persentase penderita DM geriatri pada pasien perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan pasien laki-laki (tabel 1). Hal tersebut bukan berarti bahwa
perempuan lebih beresiko menderita DM. Faktor resiko DM yaitu keturunan, gaya
DM geriati banyak terjadi pada usia 60-74 tahun. DM banyak terjadi
dengan bertambahnya usia, puncaknya pada usia 60-69 tahun (Subramaniam &
Gold, 2005). Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi DM. Akibat
proses menua terjadi kemunduran fungsi organ sehingga penyakit degeneratif
khususnya DM akan mudah terjadi (Dellasega & Yonushonis, 2007).
Tabel 1. Distribusi pasien diabetes melitus geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin, usia, penyakit komplikasi dan penyerta.
Keterangan Jumlah Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki - laki 29 41,43
Perempuan 41 58,57
Usia
60-74 59 84,29
75-90 9 12,86
>90 2 2,86
Penyakit komplikasi
CKD 10 14,38
Ulkus-Pedis 7 10,00
Stroke 7 10,00
Coma 7 10,00
CHF 6 8,57
Hiperlipid 5 7,14
KAD 1 1,43
Penyakit penyerta
Gangguan hati 4 5,71
Vertigo 2 2,86
PPOK 1 1,43
Hiperglikemi mempunyai hubungan yang erat terjadinya aterosklerosis
yang selanjutnya akan menyebabkan penyakit vaskuler perifer, stroke dan
penyakit jantung. Pembentukan HbA1c menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil yang mendorong terjadinya komplikasi
mikrovaskuler(Muchid dkk., 2005).Gula darah yang tinggi menyebabkan ginjal
dipaksa bekerja keras, pada akhirnya terjadi kebocoran sehingga protein dapat
lolos melalui urinatau disebut dengan albuminuria (ADAa, 2012). DM merupakan penyebab utama gagal ginjal stadium akhir (Atkins & Zimmet, 2010).
Komplikasi ulkus juga banyak diderita oleh pasien. Ulkus merupakan
komplikasi DM yang mudah terjadi yang disebabkan oleh pengontrolan gula
darahyang buruk sehingga mengakibatkan peningkatan infeksi bakteri (Brashers,
2008). Hipertensi pada DM merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler, strokedan panyakit ginjal (Berrahoet al, 2012). Stroke pada DM
terjadi karena tingginya kadar gula darah, tekanan darah, dan hiperlipidemia
terkontrol (Pyke, 2013). KAD terjadi sebagai akibat dari defisiensi insulin absolut
muapun relatif dan ditandai dengan hiperglikemi dan ketonuria (Raghavan, 2012).
Gambaran Penggunaan Obat
1. Obat antidiabetik
Penatalaksanaan DM geriatri yang tepat dapat menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas. Pada awalnya untuk menurunkan kadar gula darah
sebagian penderita mendapatkan terapi non farmakologi, tetapi jarang berhasil
sehingga dibutuhkan terapi farmakologi (Kartodarsono, 2012).
Tabel 2. Distribusi obat antidiabetes pada pasien diabetes melitus geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten tahun 2011.
Keterangan Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Obat tunggal Glikazid 7 10,00
Gliquidon 2 2,86
Metformin 5 7,14
Actrapid(Short-acting) 22 31,43
Novorapid(Rapid-acting) 16 22,86
Obat kombinasi Glikuidon + metformin 2 2,86
Glikazid + metformin 4 5,71
Glibenklamid + metformin + glukobay 1 1,43
Metformin + actrapid(Short-acting) 2 2,86
Glimepirid + actrapid(Short-acting) 1 1,43
Gliquidon + actrapid(Short-acting) 1 1,43
Glimepirid + novorapid(Rapid-acting) 1 1,43
Glikazid + novorapid(Rapid-acting) 3 4,29
Novorapid(Rapid-acting) + actrapid(Short-acting) 1 1,43 Novorapid(Rapid-acting) + levemir(Long-acting) 1 1,43
Novomix (70% aspart protamin/30% aspart) 1 1,43
Jumlah 70 100
Sulfonilurea bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin oleh sel β
pankreas (Suherman, 2008). Glikazid merupakan sulfonilurea yang mempunyai
kerja singkat sehingga tidak menimbulkan hipoglikemi sehingga
direkomendasikan untuk pasien lansia (Lee, 2009). Terapi kombinasi diberikan
apabila monoterapi gagal mengontrol kadar gula darah. Terapi kombinasi OHO
harus dipilih dari golongan yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Kombinasi OHO dapat diberikan maksimal 3 macam OHO atau 2 macam OHO
dengan insulin. Jika dengan kombinasi OHO dan insulin kontrol gula darah belum
tercapai maka diberikan terapi insulin intensif (Soegondo, 2008).
Kombinasi glikazid dengan metformin dapat memperbaiki kadar gula
darah yang lebih baik. Kombinasi sulfonilurea, metformin dan acarbose dapat
menurunkan kadar gula darah sebesar 20-30mg/dL (Sugiarto, 2012). Pemberian
terapi insulin sedini mungkin lebih baik bila terapi dengan OHO kontrol gula
2. Obat lain
Obat lain diberikan pada pasien DM geriatri untuk memperbaiki keadaan
pasien dari penyakit komplikasi dan penyerta. Sebagian besar pasien mendapatkan
elektrolit NaCl 0,9% yang berfungsi untuk mengganti kehilangan cairan.
Tabel 3. Distribusi obat lain pada pasien DM geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten tahun 2011.
Kelas Terapi Nama Obat Jumlah Persentase (%)
Antibiotik (Sefalosporin)
Ceftriaxon 19 27,14
Cefotaxime 3 4,29
Ceftazidim 1 1,43
Ceftriaxon 1 1,43
Cefadroxil 1 1,43
Antibiotik (Makrolida) Azytromicin 1 1,43
Antibiotik (Quinolone) Ciprofloxazin 1 1,43
Antibiotik (Metronidazol) Metronidazol 16 22,86
Neurotropic Piracetam 2 2,86
NSAID Meloxicam 1 1,43
Paracetamol 8 11,43
Asam mefenamat 2 2,86
Aspilet (Aspirin) 3 4,29
Ketorolac 6 8,57
Novalgin (Metamizol) 2 2,86
Ekspektoran Ambroxol 3 4,29
Antitrombotik Clopidrogrel 1 1,43
Antikoagulan Enoxaparin 1 1,43
Antiangina ISDN 1 1,43
Obat jantung Digoksin 1 1,43
Antitukak Radin (Ranitidin) 43 61,43
Sukralfat 2 2,86
Omeprazol 1 1,43
Antasid 5 7,14
Antiemetik (Antagonis serotonin) Ondansetron 7 10,00
Metoclopramide 1 1,43
Antihipertensi (ACEI) Lisinopril 2 2,86
Ramipril 1 1,43
Captopril 16 22,86
Antihipertensi (CCB) Amlodipin 8 11,43
Nifedipin 1 1,43
Herbesser (Diltiazem-HCL) 1 1,43
Antihipertensi (ARB) Valsartan 15 21,43
Telmisartan 1 1,43
Diuretik Furosemid 9 12,86
Statin (Kolesterol) Simvastatin 1 1,43
Asam urat Allopurinol 1 1,43
Cerebral activator Citicolin 10 14,29
Obat Diare Attapulgit 3 4,29
Flunarizin 4 5,71
Histamin Betahistin 1 1,43
Bronkodilator Salbutamol 1 1,43
Aminofilin 1 1,43
Penggunaan obat terbanyak kedua adalah ranitidin (obat antitukak)
lambung. Selain itu obat yang banyak digunakan yaitu antibiotik. Antibiotik yang
paling banyak digunakan adalah ceftriaxon yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis dinding sel bakteri (Priyanto, 2008).
Evaluasi Terapi Pada Pasien Diabetes Melitus Geriatri Di Instalasi Rawat InapRS X Klaten tahun 2011.
Evaluasi terapi dilihat dari aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan
tepatpasien yang dilakukan dengan membandingkan penggunaan obat antidiabetik
pada pasien DM dengan pedoman PDTRS X Klaten dan Pedoman PERKENI
tahun 2006.
1. Tepat indikasi
Tepat indikasi adalah pemberian obat sesuai dengan diagnosis dan sudah
terbukti manfaat terapinya (WHO, 2012). Pada penelitian dari 70 kasus pada
pengobatan pasien DM geriatri di instalasi rawat inapRS X Klaten tahun
2011diperoleh hasil 100% tepat indikasi karena pemberian obat antidiabetika
sesuai dengan hasil pemeriksaan GDS≥ 200 mg/dl (PDT RS, 2007).
2.Tepat obat
Tepat obat adalah ketepatan pemilihan obat dengan mempertimbangkan
keamanan dan manfaat obat sudah terbukti (WHO, 2012) dan memiliki efek terapi
yang sesuai dengan penyakit yang diderita (DEPKES, 2008). Pada penelitian ini
dikatakan tepat obat jika pemilihan obat merupakan obat pilihan utama yang
paling aman untuk geriatri yang sesuai dengan PDT RS.
Tabel 4. Persentase Ketidaktepatan Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten Tahun 2011 Menurut PDT RS.
No. Kasus
Obat yang
diberikan Alasan ketidaktepatan Jumlah
Persentase
Tujuan terapi dapat tercapai apabila menghindari pemilihan obat
antidiabetik yang tidak tepat (Muchid dkk., 2005). Obat pilihan pertama yang
diindikasikan untuk pasien DM geriatri pada keadaan stres berat (operasi besar,
Hasil dari 70 kasus DM geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten tahun 2011
terdapat ketidaktepatan penggunaan obat 8,58% dan tepat obat 91,42%.
3.Tepat dosis
Tepat dosis merupakan kesesuaian pemberian dosis obat yang meliputi
takaran dosis, frekuensi, dan rutepemberian (DEPKES, 2008) menurut standar
PERKENI. Dosis pemberian insulin tepat jika dikombinasikan dengan OHO dosis
insulin <30U/hari (Soegondo, 2006).
Tabel 5. Persentase Ketidaktepatan Dosis OHO Pada Pasien Diabetes Melitus Geriatri Di Instalasi Rawat Inap RS X Klaten tahun 2011
No.
PERKENI Alasan ketidaktepatan Jumlah %
49 Gliquidon 30 1x 30-120 2-3x Frekuensi pemberian
kurang
Tabel 6. Persentase Ketidaktepatan Dosis Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus Geriatri Di Instalasi Rawat Inap RS X Klaten tahun 2011
No.
2007 ketidak-Alasan tepatan
Evaluasi ketepatan dosis OHO disesuaikan dengan pedoman
PERKENI. Ketidaktepatan dosis OHO (tabel 5) disebabkan karena frekuensi
pemberian yang kurang atau lebih. Pada tabel 5 dan 6 dapat disimpulkan bahwa
terdapat ketidaktepatan dosis OHO sebesar 5,72%.
Evaluasi pemberian dosis insulin diberikan berdasarkan PDT RS X
berdasarkan kadar gula darah pasien. Ketidaktepatan dosis insulin disebabkan
karena dosis pemberian kurang dan lebih. Penggunaan insulin untuk pasien DM
geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten tahun 2011 terdapat ketidaktepatan
dosis 15,73%. Total ketidaktepatan dosis OHO dan insulin yaitu 21,45%.
4. Tepat pasien
Tepatpasien yaitu penggunaan obat yang tidak kontraindikasi dengan
keadaan pasien dan harus memperhatikan komplikasi dan keadaan lanjut usia
(DEPKES, 2008).
Tabel 7. Persentase Ketidaktepatan Pasien Pada Pasien Diabetes Melitus Geriatri di instalasi rawat inap RS X Klaten tahun 2011 Menurut PDT RS.
No.
Kasus Jenis obat Alasan Jumlah
Persentase (%) 69 Glikazid Golongan sulfonilurea harus hindari penggunaanya pada pasien
DM geriatri dengan gagal ginjal berat. 2 2,86
10
40 Metformin Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal. 1 1,43
Jumlah 8 4,29
Metformin dikontraindikasikan pada kasus no.40 dengan ClCr 5,25
ml/mnt (stage 5) karena menyebabkan asidosis laktat.Berdasarkan tabel 7
diperoleh hasil evaluasi tepat pasien dari 70 kasus DM geriatri di instalasi rawat
inap RS X Klaten tahun 2011 didapatkan kasus tidak tepat pasien sebesar 4,29%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dari rekam medik instalasi rawat
inap RS X Klaten tahun 2011 pasien DM geriatri tahun 2011 dapat disimpulkan:
1. Obat antidiabetik yang banyak digunakan pada pasien DM geriatri yaitu insulin
actrapid 31,43%, insulin novorapid 22,86% dan OHO golongan sulfonilurea
yaitu glikazid 10,00% dari 70 kasus.
2. Penggunaan Obat antidiabetik:100% tepat indikasi, 91,42% tepat obat, 78,55%
tepat dosis, 95,71% tepat pasien.
SARAN
1. Untuk peneliti selanjutnya: perlu dilakukan penelitian prospektiftentang
evaluasi terapi pasien diabetes melitus geriatri.
2. UntukRumah Sakit X Klaten: perlu dilakukan penelitian tentanghubungan
antara ketepatan pemberian obat terhadap keberhasilan terapi dari penggunaan
DAFTAR ACUAN
ADAa, 2012, Kidney Disease (Nephropathy), http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/kidney-disease-nephropathy.html, diakses tanggal 20 November 2012.
ADAb, 2012, Stroke, http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/ stroke.html, diakses tanggal 20 November 2012.
Ardiana, T. S., 2011, Kajian Ketepatan Pemilihan Obat Pasien Diabetes Melitus Geriatri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2009,
Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Atkins, R. C., & Zimmet, P. Z., 2010, Diabetic Kidney Disease: Act Now or Pay Later, Med J Aust, 192 (5): 272-274.
Berraho, M., Achhab, Y., Benslimane, A., Rhazi, K., Chikri, M., Nejjari, C., 2012, Hypertension And Type 2 Diabeties: A Cross-Sectional Study in Marocco (EPIDIAM Study), Pan Africa Medical Journal, 11:52.
Brasher, V. L., 2008, Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen,
diterjemahkan oleh Kuncara & Yulianti, 167-163, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Dellasega, C. & Yonushonis, E. M., 2007, Diabetes Melitus Pada Lansia, Dalam Stanley, M. S. & Beare, P. G. (eds.), Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi Kedua, diterjemahkan oleh Juniarti & Kurnianingsih, S., 199-200, 202-203, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
DEPKES, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan, 6-8, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan DepKes RI, Jakarta.
Faningrum, K. W., 2010, Evaluasi Ketepatan Pemilihan Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari-Juli 2009, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Funk, J.L., 2011, Penyakit Pankreas Endokrin, Dalam McPhee, S. J., & Ganong, W.F. (eds.), Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., & Dany, F., 569-571, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lee, F. T., 2009, Advances in Diabetes Theraphy in the Elderly, J Pharm Pract Res, 39: 63-7.
Muchid, A., Umar, F., Ginting, M. N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R.,dkk, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus, Direktorat Bina Farmasi Dan Alat Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Oiknine, R., & Mooradian, AD, 2003, Drug Therapy of Diabetes in the Elderly, Editor: Robert, L.,Biomedicine and Pharmacotherapy, 57(5-6): 231-239.
PDT RS, 2007, Pedoman Diagnosis dan Terapi, 73-76, Direktorat Jendral Pelayanan Medik RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten.
PERKENI, 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endrokrin Indonesia, Jakarta.
Priyanto, 2008,Farmakologi Dasar, Lilian Batubara (eds.), 167-168, Penerbit Leskonfi, Jakarta.
Pyke, D. A., 2013, Diabetic Ketosis And Coma, J Clin Path, 22, suppl, 2, 57-65.
Raghavan, V. A., 2012, Diabetic Ketoacidosis, Medscape.
Soegondo, S., 2007, Prinsip Pengobatan Diabetes, Insulin dan Obat Hipoglikemik Oral; Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. (eds.),
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, 119-125, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Stolar, M., 2010, Glicemic Control and Complications In Type 2 Diabetes Mellitus, The American Journal of Medicine, 123, S3-S11.
Subramaniam, I., & Gold, J., 2005, Diabetes Mellitus in Elderly-An Overview,
Journal of Indian Academyof Geriatrics, 2: 77-81.
Sugiarto., 2012, The Role Of Metformin From Diagnosis to Advance Stage of The Disease, Editor: Hardiman, J., Kartodarsono, S., Sugiarto, Arifin,
Clinical And Basic Science, Global Chakkengens In Prevention And Treatment of Endocrinology Disease, 192-193,Perkumpulan Endrokrin Indonesia, Surakarta.
Suyono, S., 2007, Diabetes Melitus di Indonesia, Dalam Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M., & Setiati, S. (eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jilid III, 1852-1854, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay, T. H., & Rahardja, S. K., 2007, Obat-Obat Penting (Khasiat Penggunaan dan EfekSampingnya), Edisi IV, Cetakan Pertama, 696-703, PT. Elek Media Komputindo, Jakarta.