EWENANGAN PENGADILAN NEGERI DAN PENGADILAN AGAMA DALAM
MENGESEUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL
DIHUBUNGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999
TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGETA
O
UNDANG-UNDANG PERADILAN AGAMA
Mohammad Fahad Riyadi
110110080120
Abstrak
adan Arbitrase Syariah Nasional (asyarnas) merupakan badan arbitrase di Indonesia yang menangani sengketa ekonomi syariah. Putusan asyarnas bersifat final dan mengikat sehingga para pihak harus menaati putusan asyarnas. Pada faktanya putusan asyarnas tidak selalu ditaati para pihak secara sukarela, sehingga perlu dimintakan eksekusi ke pengadilan yang berwenang. Pasal 61 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Pasal 49 huruf (i) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, menyatakan secara tegas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama memiliki kewenangan yang sama dalam mengeksekusi putusan asyarnas sehingga menimbulkan dualisme kewenangan dalam pelaksanaan eksekusi putusan asyarnas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengadilan manakah yang berwenang dalam mengeksekusi putusan asyarnas serta kendala-kendala yang dialami dalam pelaksanaan eksekusi.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisa dan meneliti tugas akhir ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan data utama berupa data sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan. Dengan spesifikasi penelitian berupa deskriptif analitis dan metode analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif.