• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Familydan Community Protective Factor Beserta Aspek-aspeknya Terhadap Resiliency Pada Penderita HIV/AIDS di Yayasan 'X' Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Familydan Community Protective Factor Beserta Aspek-aspeknya Terhadap Resiliency Pada Penderita HIV/AIDS di Yayasan 'X' Jakarta."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh family dan community protective factor beserta aspek-aspeknya terhadap resiliency pada penderita HIV/AIDS di yayasan ‘X’ Jakarta. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang.

Adapun teori yang digunakan adalah teori resiliency dan protective factor dari Bonnie Bennard, 2004. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner family dan community protective factor dan kuesioner resiliency. Validitas alat ukur family dan community peotective factor dengan menggunakan uji korelasi Kaplan, diperoleh 23 item yang dipakai karena memiliki koefisien korelasi lebih dari 0,3. Uji reliabilitasnya dengan menggunakan rumus koefisien realibilitas Alpha Cronbach sebesar 0,821. Validitas alat ukur resiliency dengan menggunakan uji korelasi Kaplan, diperoleh 31 item yang dipakai karena memiliki koefisien korelasi lebih dari 0,3. Uji reliabilitasnya dengan menggunakan rumus koefisien realibilitas Alpha Cronbach sebesar 0,761.

Hasil penelitian diolah dengan teknik analisis regresi dengan program SPSS 14.0 for Windows. Hasil ini memperlihatkan bahwa pengaruh family protective factor terhadap resiliency adalah 0,207, family caring relationship terhadap resiliency adalah 0,230, family high expectation terhadap resiliency adalah 0,018, dan family Oppoortunities for Participation and Contribution terhadap resiliency adalah 0,020. Sedangkan pengaruh community protective factor terhadap resiliency adalah 0,293, community caring relationship terhadap resiliency adalah 0,161, community high expectation terhadap resiliency adalah 0,050, dan community Oppoortunities for Participation and Contribution terhadap resiliency adalah 0,021.

(2)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan...i

Abstrak...ii

Kata Pengantar...iii

Daftar Isi...vi

Daftar Tabel...x

Daftar Bagan...xi

Daftar Lampiran...xii

Bab I. Pendahuluan...1

1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2Identifikasi Masalah...11

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian...11

1.3.1.1Maksud Penelitian...11

1.3.1.2Tujuan Penelitian...11

1.4Kegunaan Penelitian...12

1.4.1.1Kegunaan Ilmiah...12

1.4.1.2Kegunaan Praktis...12

1.5Kerangka Pemikiran...13

1.6Asumsi Penelitian...24

(3)

Universitas Kristen Maranatha

Bab II. Tinjauan Pustaka...26

2.1 Resiliency...26

2.1.1 Pengertian Resiliency...26

2.1.2 Kategori Resiliency...26

2.1.2.1 Social Competence...26

2.1.2.2 Problem Solving...28

2.1.2.3 Autonomy...29

2.1.2.4 Sense of Purpose and Bright Future...30

2.2 Protective Factor...32

2.2.1 Pengertian Protective Factor...32

2.2.2 Kategori Protective Factor...32

2.2.2.1 Caring Relationship...32

2.2.2.2 High Expectation...32

2.2.2.3 Opportunities for Participation and Contribution...33

2.3 Tinjauan Umum HIV/AIDS...37

2.3.1 Pengertian HIV/AIDS...37

2.3.2 Penularan HIV...38

2.3.3 Fase-Fase Penyakit HIV/AIDS...39

2.3.4 Pengobatan HIV/AIDS...40

2.3.5 Terapi HIV/AIDS...41

BAB III. Metodologi Penelitian...43

(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.2 Bagan Rancangan Penelitian...43

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...44

3.4 Alat Ukur...46

3.4.1 Kuesioner Family dan CommunityProtective Factor...46

3.4.1.1 Gambaran alat ukur Family dan Community Protective Factor...47

3.4.1.2 Cara skoring kuesioner Family dan Community Protective Factor...47

3.4.2 Kuesioner Resiliency...48

3.4.2.1 Gambaran alat ukur Resiliency...49

3.4.2.2 Cara skoring kuesioner Resiliency...49

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...50

3.4.3.1 Validitas...50

3.4.3.2 Reliabilitas...51

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...53

3.5.1 Populasi Sasaran...53

3.5.2 Karakteristik Populasi...53

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel...53

3.6 Teknik Analisis Data...53

3.7 Hipotesis statistik...54

BAB IV. Hasil dan Pembahasan...57

(5)

Universitas Kristen Maranatha

4.1.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian...57

4.1.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...57

4.1.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia...58

4.1.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Menderita HIV/AIDS………..….58

4.1.2 Gambaran Pengaruh Family dan Community Protective Factor Beserta Aspek-aspeknya Terhadap Resiliency...59

4.2 Pembahasan...61

BAB V. Kesimpulan dan Saran...69

5.1 Kesimpulan...69

5.2 Saran...70

Daftar Pustaka...71

(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.4.1.1 item alat ukur (data primer)...47

Tabel 3.4.1.2 penilaian item (data primer) ...47

Tabel 3.4.2.1 item alat ukur (data primer) ...48

(7)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(8)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner data pribadi (family dan communityprotective factor) Kuesioner data pribadi (resiliency)

Kisi-kisi alat ukur family dan communityprotective factor Kisi-kisi alat ukur resiliency

(9)
(10)

Universitas Kristen Maranatha

Kata Pengantar

Pendahuluan

Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, dalam

rangka memenuhi syarat kelulusan sarjana psikologi, peneliti menyusun skripsi yang

berjudul ”Pengaruh Family dan CommunityProtective Factor beserta aspek-aspeknya

terhadap Resiliency pada penderita HIV/AIDS di Yayasan’X’ Jakarta” Sehubungan

dengan hal tersebut, maka peneliti memohon kesediaan saudara untuk mengisi lembar

kuesioner berikut.

Saudara diharapkan untuk mengisi lembar kuesioner ini dengan

sejujur-jujurnya sesuai dengan diri saudara. Identitas dan data yang saudara berikan,

akan kami jaga kerahasiannya.

Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya,

(11)

Universitas Kristen Maranatha

Data Pribadi

Identitas

Nama (inisial) :

Jenis kelamin :

Usia :

Lama menderita HIV/AIDS :

Pekerjaan :

Kuesioner Data Pribadi (Protective Factor) Petunjuk Pengisian

Pada halaman berikut ini, saudara akan menemukan beberapa pernyataan

dengan empat pilihan sebagai jawaban. Saudara diminta untuk membaca dan

memahami setiap pernyataan tersebut, kemudian pilihlah salah satu dari keempat

pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan diri pribadi saudara dengan memberi

tanda check (√) pada pilihan saudara tersebut. Tidak ada jawaban yang dianggap baik

atau buruk, benar atau salah, sehingga saudara diminta untuk menjawab sesuai

dengan apa yang saudara hayati mengenai diri saudara sendiri.

(12)

Universitas Kristen Maranatha

1. Saya diterima oleh keluarga apa adanya.

2. Saya memperoleh perhatian dari

keluarga degan baik.

3. Saya memperoleh dukungan keluarga

untuk sembuh.

4. Saya dibantu oleh keluarga dalam menjalani pengobatan.

5. Saya diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam keluarga. 6. Saya dilibatkan dalam pengambilan

keputusan keluarga.

7. Saya dijauhi oleh keluarga.

8. Keluarga bersikap tidak peduli terhadap saya.

9. Saya tidak memperoleh dukungan

keluarga untuk menjalani pengobatan. 10. Saya tidak memperoleh perhatian

keluarga dalam proses pengobatan. 11. Saya tidak pernah dilibatkan dalam

pengambilan keputusan keluarga. 12. Saya tidak dibiarkan oleh keluarga

untuk memberikan masukkan. 13. Saya diperhatikan oleh orang-orang

terdekat.

14. Saya dapat diterima oleh orang-orang sekitar.

15. Saya memperoleh dukungan dari orang orang sekitar untuk sembuh.

16. Saya memperoleh perhatian dari orang-orang sekitar dalam menjalani proses pengobatan.

17. Saya dilibatkan oleh orang-orang sekitar dalam kegiatan apapun. 18. Saya dilibatkan dalam pengambilan

(13)

Universitas Kristen Maranatha

19. Saya diperlakukan tidak adil oleh orang di sekitar.

20. Saya dijauhi oleh orang-orang sekitar. 21. Saya tidak mendapatkan semangat dari

orang-orang sekitar untuk sembuh. 22. Saya dibiarkan berjuang sendiri untuk

bangkit dari keadaan ini.

(14)

Universitas Kristen Maranatha

Kuesioner Data Pribadi (Resiliency) Petunjuk Pengisian

Pada halaman berikut ini, saudara akan menemukan beberapa pernyataan dengan empat pilihan sebagai jawaban. Saudara diminta untuk membaca dan memahami setiap pernyataan tersebut, kemudian pilihlah salah satu dari keempat pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan diri pribadi saudara dengan memberi tanda check (√) pada pilihan saudara tersebut. Tidak ada jawaban yang dianggap baik atau buruk, benar atau salah, sehingga saudara diminta untuk menjawab sesuai dengan apa yang saudara hayati mengenai diri saudara sendiri.

Selamat bekerja!

1. Saya mendengarkan nasehat-nasehat yang diungkapkan oleh orang lain.

2. Saya bersedia menjelaskan penyebab

penyakit ini kepada orang lain.

3. Saya dengan senang hati bertukar cerita dengan sesama penderita.

4. Saya bisa menerima penyebab penyakit yang saya derita.

5. Saya berusaha menyelesaikan setiap

masalah secara mandiri.

6. Saya tidak memiliki jalan keluar dari permasalahan ini.

7. Saya senang berbagi pengalaman dengan orang lain mengenai penyakit ini.

8. Saya dapat berdiri di atas kemampuan sendiri.

9. Saya berusaha disiplin dalam menjalani pengobatan.

10. Saya yakin dengan langkah-langkah

pengobatan yang saya jalani.

11. Saya dapat menikmati hidup dengan baik. 12. Saya memiliki banyak rencana untuk

(15)

Universitas Kristen Maranatha

13. Saya dapat melakukan kegiatan yang disukai.

14. Saya mengisi keseharian dengan sesuatu yang berarti.

15. Saya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan karena penyakit ini.

16. Saya tidak menanggapi saran-saran yang disampaikan oleh orang-orang disekitar. 17. Saya tidak ingin orang lain mengetahui

penyakit yang diderita.

18. Saya tidak menerima perhatian dari keluarga karena penyakit ini.

19. Saya sulit menerima kenyataan ini.

20. Saya sulit untuk merencanakan langkah-langkah penyembuhan dari penyakit ini. 21. Saya sering menyerah saat menemui jalan

buntu terhadap masalah saya.

22. Apabila memiliki masalah, saya cenderung tidak melibatkan bantuan orang lain.

23. Saya merasa hidup ini tidak ada gunanya. 24. Saya bertumpu pada inisiatif orang di

lingkungan untuk menjalani pengobatan. 25. Saya menjalani pengobatan tanpa hasil

yang jelas.

26. Saya memahami penderitaan orang lain yang terjangkit penyakit serupa.

27. Saya cenderung membiarkan hari berlalu tanpa aktivitas yang bermakna.

28. Saya pasrah dengan keadaan ini.

29. Saya sulit melupakan penyakit saya,

walaupun melakukan kegiatan yang

disukai.

30. Saya tidak berharap banyak untuk sembuh. 31. Saya menjauh dari Tuhan karena penyakit

(16)

Universitas Kristen Maranatha Kisi-kisi alat ukur Family dan Community Protective Factor

variabel aspek indikator Item positif Item negatif

(17)
(18)

Universitas Kristen Maranatha Kisi-kisi alat ukur Resiliency

Variabel Aspek Indikator Item Positif Item Negatif

(19)

Universitas Kristen Maranatha

• Internal locus of control and initiative

• Self efficacy and mastery

(20)
(21)

Universitas Kristen Maranatha VALIDITAS RESILIENCY

Spearman's

rho keputusan resiliency_01 0.309756 TERIMA resiliency_02 0.640629 TERIMA resiliency_03 0.353561 TERIMA resiliency_04 0.455534 TERIMA resiliency_05 0.385754 TERIMA resiliency_06 0.395999 TERIMA resiliency_07 0.413222 TERIMA resiliency_08 0.472636 TERIMA resiliency_09 0.423452 TERIMA resiliency_10 0.589719 TERIMA resiliency_11 0.484904 TERIMA Resiliency_12 0.428558 TERIMA resiliency_13 0.528583 TERIMA resiliency_14 0.35521 TERIMA resiliency_15 0.539785 TERIMA resiliency_16 0.327902 TERIMA resiliency_17 0.382789 TERIMA resiliency_18 0.389701 TERIMA resiliency_19 0.466429 TERIMA resiliency_20 0.310534 TERIMA resiliency_21 0.436645 TERIMA resiliency_22 0.390251 TERIMA resiliency_23 0.325783 TERIMA resiliency_24 0.412212 TERIMA resiliency_25 0.399875 TERIMA resiliency_26 0.38535 TERIMA resiliency_27 0.504515 TERIMA resiliency_28 0.366832 TERIMA resiliency_29 0.576373 TERIMA resiliency_30 0.34145 TERIMA resiliency_31 0.404237 TERIMA

RELIABILITAS

(22)

Universitas Kristen Maranatha VALIDITAS PROTECTIVE FACTOR

Spearman's rho keputusan Prot_fact01 0.34512 TERIMA Prot_fact02 0.489029 TERIMA Prot_fact03 0.639283 TERIMA Prot_fact04 0.374452 TERIMA Prot_fact05 0.442574 TERIMA Prot_fact06 0.416908 TERIMA Prot_fact07 0.402213 TERIMA Prot_fact08 0.317979 TERIMA Prot_fact09 0.347679 TERIMA Prot_fact10 0.322673 TERIMA Prot_fact11 0.317955 TERIMA Prot_fact12 0.332177 TERIMA Prot_fact13 0.359255 TERIMA Prot_fact14 0.675649 TERIMA Prot_fact15 0.360027 TERIMA Prot_fact16 0.37618 TERIMA Prot_fact17 0.400873 TERIMA Prot_fact18 0.342973 TERIMA Prot_fact19 0.346297 TERIMA Prot_fact20 0.346297 TERIMA Prot_fact21 0.344831 TERIMA Prot_fact22 0.307172 TERIMA Prot_fact23 0.349553 TERIMA

RELIABILITAS

(23)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(24)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(25)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(26)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(27)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(28)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(29)

Universitas Kristen Maranatha

(30)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(31)

Universitas Kristen Maranatha

(32)

Universitas Kristen Maranatha

Regression

[DataSet2]

(33)

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.

Pada Januari 2006, UNAIDS sebagai badan PBB yang menangani penanggulangan

penyakit AIDS dan HIV (Joint United Programme on HIV/AIDS) bekerjasama

dengan WHO (World Health Organization), badan PBB untuk kesehatan dunia,

memperkirakan AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali

diakui pada tanggal 5 juni 1981. Oleh karena itu, penyakit ini merupakan salah satu

wabah paling mematikan dalam sejarah (www.wikipedia.indonesia.com).

Penderita HIV/AIDS sendiri dikenal dengan sebutan ODHA (Orang dengan

HIV/AIDS). Berdasarkan data subdit AIDS dan IMS (Infeksi Menular Seksual) Dit

P2ML Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa secara kumulatif kasus AIDS

berdasarkan provinsi dengan jumlah paling banyak ditemukan di DKI Jakarta dan

selama bulan Januari – Juni 2007 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di

tanah air telah mencapai 584 orang dan AIDS 1.496 orang, kasus terbesar adalah

dengan menggunakan jarum suntik, serta mereka yang melakukan hubungan seksual

tanpa kondom (Yayasan Pelita Ilmu. September 2007. Majalah Support, hlm 42).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh manusia untuk

(34)

Universitas Kristen Maranatha AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome atau Acquired

Immunodeficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat

menurunnya kekebalan tubuh selama 5 sampai 10 tahun atau lebih. Sistem kekebalan

tubuh menjadi lemah dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Lemahnya sistem

kekebalan tubuh ini menjadi penyebab mengapa suatu penyakit bisa menjadi lebih

parah daripada biasanya. Namun demikian orang yang tertular HIV tidak berarti

langsung jatuh sakit. Seseorang dapat hidup dengan HIV dalam tubuhnya selama

bertahun-tahun lamanya tanpa merasa sakit atau mengalami gangguan yang serius

(www.kafe.gauli.com).

HIV dapat menular melalui cairan tubuh, seperti darah, air mani, cairan

vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Transmisi ini dapat terjadi melalui

hubungan seksual (vaginal, anal, maupun oral) yang tidak terlindung (tanpa kondom),

dengan orang yang telah terinfeksi HIV. Bisa juga melalui jarum suntik, tindik, tato,

narkoba yang tidak steril, mendapat transfusi darah yang mengandung virus HIV,

pertukaran HIV antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin atau menyusui, serta

kontak lain dengan salah satu cairan tubuh tertentu (www.aidsindonesia.or.id)

Faktor yang berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA, antara lain

karena masyarakat masih menganggap bahwa penularan HIV/AIDS berkaitan dengan

perilaku menyimpang seperti hubungan dengan sesama jenis, penggunaan obat

terlarang yang menggunakan jarum suntik, seks bebas, dan pilihan moral yang buruk,

sehingga seseorang bisa terinfeksi HIV/AIDS. Keadaan ini membuat adanya suatu

(35)

Universitas Kristen Maranatha yang diberi stigma negatif biasanya dianggap sampah masyarakat dan memalukan.

Sebagai akibatnya mereka dipermalukan, dihindari, ditolak, diasingkan, dan

didiskriminasikan. Stigma seperti inilah yang seringkali membuat ODHA tidak mau

membuka diri karena merasa malu yang amat sangat, rasa bersalah, dan rasa tidak

berharga bagi yang menyandangnya (www.aidsindonesia.or.id).

Stigma sosial yang disebabkan oleh HIV/AIDS lebih berat dibandingkan

stigma sosial akibat kondisi yang disebabkan penyakit lainnya yang sama-sama dapat

menyebabkan kematian. Stigma sosial ini bahkan memiliki akibat yang luas, di luar

akibat langsung yang disebabkan oleh penyakit tersebut (www.wikipedia.

indonesia.com). Penderita HIV/AIDS di Indonesia sering dianggap aib sehingga

dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada

keluarga dan lingkungan disekitar penderita. Penderita HIV/AIDS pada umumnya

mengalami gangguan kejiwaan seperti stres, kecemasan, depresi bahkan ada yang

sampai memiliki keinginan untuk bunuh diri (Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari,

Psikiater. 2006. Global Effect HIV/AIDS dimensi psikoreligi. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia).

ODHA harus mempunyai daya tahan hidup yang tinggi terhadap tekanan yang

mereka alami agar dapat bertahan dalam menghadapi stigma masyarakat dan dapat

menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik akibat kekebalan tubuhnya yang melemah

sehingga mudah tertular penyakit lain. Mereka juga harus mempunyai daya juang dan

semangat hidup yang tinggi untuk menghadapi keadaannya agar tidak mudah putus

(36)

Universitas Kristen Maranatha Ketahanan ini adalah kekuatan dalam diri individu untuk menerima keadaan yang ada

dan berjuang untuk menyikapinya dengan baik yang disebut dengan resilient.

Resilient sendiri didalam bidang psikologi dikenal sebagai kemampuan seseorang

untuk bangkit kembali dari tekanan hidup, belajar, dan mencari elemen positif dari

lingkungannya untuk membantu kesuksesan proses beradaptasi dengan segala

keadaan dan mengembangkan seluruh kemampuannya, walau berada dalam kondisi

hidup tertekan baik secara eksternal maupun internal (Henderson dan Milstein, 2003).

Demikian pula halnya dengan ODHA di Yayasan ‘X’ Jakarta, ditengah situasi yang

menekan sehubungan dengan terinfeksinya tubuh dengan virus HIV dan menghadapi

stigma masyarakat tentang penyakit ini maka para ODHA harus tetap mampu

membina relasi sosial dengan orang-orang disekitarnya, mampu mengungkapkan

masalahnya kepada orang lain serta berusaha untuk menyelesaikan masalahnya

dengan baik, dapat menerima keadaannya dirinya dan tetap menjalankan aktivitasnya

secara mandiri dan bertanggungjawab, memiliki harapan akan masa depan dan tidak

mudah putus asa dengan penyakit yang dideritanya.

ODHA membutuhkan resiliency untuk tetap dapat memiliki semangat hidup

dalam menjalani kehidupannya yang sekarang dan tetap menjalani pengobatan agar

dapat mempertahankan hidupnya, misalnya mereka tetap melakukan aktivitasnya

seperti biasa, tetap berkarya, selalu berpikir optimis serta tidak putus dengan

keadaannya sekarang. Sebaliknya jika ODHA memiliki resiliency yang rendah maka

(37)

Universitas Kristen Maranatha memiliki keyakinan untuk sembuh, tidak menjalani pengobatan dengan teratur, dan

tetap terpuruk dalam keadaannya.

Seberapa besar resiliency yang dimiliki para penderita HIV/AIDS di Yayasan

‘X’ Jakarta tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhinya atau disebut sebagai

protective Factor. Protective factors secara langsung atau tidak langsung akan

mencerminkan kualitas dari orang-orang atau lingkungan yang menentukan

munculnya perilaku yang lebih positif dalam situasi yang menekan (Bennard, 2004).

Terdapat tiga aspek protective factor, yaitu caring relationship, high expectation, dan

opportunities for participation and contribution. Secara konseptual protective factor

bersifat eksternal dan dapat bersumber dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, namun

yang paling berpengaruh bagi para ODHA yaitu di dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari ODHA sudah tidak bersekolah.

Adanya caring relationship dari keluarga dan masyarakat yang diwujudkan melalui

perhatian dan kepedulian yang diberikan oleh orang-orang yang signifikan, seperti

orang tua, saudara, teman-teman senasib, dan para pengurus yayasan sehingga ODHA

merasa nyaman dan tenang berada di dekat orang-orang yang selalu mendukung,

merespon, dan mendengarkan permasalahan mereka. Adanya high expectation dari

keluarga dan masyarakat yang diwujudkan melalui sikap kepercayaan yang diberikan

oleh anggota keluarga, teman-teman senasib, dan para pengurus yayasan akan

kekuatan yang dimiliki ODHA dan selalu memberikan harapan yang positif agar

ODHA mampu bangkit kembali dari tekanan yang dialaminya. Adanya opportunities

(38)

Universitas Kristen Maranatha seperti mengajak ODHA untuk terlibat dalam berbagai kegiatan dan aktivitas yang

ada di lingkungannya, kesempatan untuk dapat berpartisipasi seperti dalam

pengambilan keputusan, kesempatan menjadi pemimpin, seperti membuat berbagai

ketrampilan sebagai hasil karya dari para ODHA, mengadakan acara-acara peduli

AIDS bersama para remaja dan warga setempat, dan mengajarkan kemandirian dalam

berbagai kegiatan.

Menurut peneliti AIDS dari Universitas Gottingen Jerman Thomas Stodulka MA, banyak penderita yang masih enggan dan malu mengakui bila dirinya positif HIV/AIDS. Perasaan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari para ODHA “Karena ODHA memerlukan waktu yang lama untuk mengerti akan masalahnya dan menerimanya sebagai suatu kenyataan,” ujar Thomas Stodulka MA, Rabu (12/12) dalam diskusi ‘The Anthropology of AIDS a Matter of Life and Death?’Berdasarkan pengalamannya, perasaan ”malu” begitu menguat di lingkungan ODHA yang akan mempengaruhi identitas mereka, terutama pada keluarga dan sanak saudara,” ujar Thomas Stodulka (www.ugm.ac.id). Kebanyakan orang yang menerima berita bahwa mereka dijangkit HIV/AIDS akan merasa terkejut dan sukar menerima hakikat ini.

Perasaan yang normal selepas menerima berita tersebut seseorang akan merasa sedih,

risau, cemas, dan malu (www.fuguh.wordpress.com).

Dari survey yang dilakukan, jarang sekali ada orang yang mengakui dirinya

terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan mereka merasa malu untuk menceritakan

mengenai penyakitnya kepada orang lain, mereka takut kalau dihina, dikucilkan, dan

(39)

Universitas Kristen Maranatha mereka menjadi stress dan frustasi sehingga menghambat aktivitasnya dalam

melakukan apapun termasuk bergaul dengan orang lain. Namun dengan sikap dari

keluarga dan teman-teman dekatnya yang peduli dan mendukung mereka, akhirnya

lama-lama mereka menjadi tegar dalam menghadapi kehidupannya, lambat laun dapat

menerima kondisi tersebut, memiliki harapan akan masa depannya, dan mulai menata

kembali kehidupannya dengan positif (www.okzone.com/sikap menghadapi hivaids).

Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 penderita HIV/AIDS di yayasan ’X’

Jakarta, 100% mengatakan bahwa pada saat mereka tertular HIV/AIDS mereka

merasa shock berat, takut, malu untuk menceritakan penyakitnya kepada orang lain,

dan bingung apa yang harus mereka lakukan. Keadaan tersebut menyebabkan mereka

menunjukkan perilaku-perilaku tertentu seperti menjadi murung, lebih tertutup dalam

bergaul, sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain, mudah tersinggung dengan

perkataan orang lain, malas untuk beraktivitas, dan malas untuk melakukan

pengobatan karena menurut mereka hal tersebut akan sia-sia. Namun dengan adanya

perhatian dan dukungan yang terbesar dari keluarga seperti orang tua, sanak saudara,

dan orang-orang di sekitar seperti yang telah dijelaskan di halaman berikutnya

akhirnya sebagian besar dari mereka dapat menerima dengan ikhlas keadaannya yang

sekarang, memiliki harapan akan masa depannya, dan berusaha untuk semangat

dalam menjalani kehidupannya sebagai ODHA sedangkan yang lainnya kurang

memiliki semangat dalam menjalani kehidupannya dan kurang memiliki harapan

(40)

Universitas Kristen Maranatha Melalui hasil wawancara juga didapat bahwa 7 dari 10 ODHA (70%)

mengatakan bahwa mereka memperoleh perhatian dari keluarga besar terutama orang

tuanya, teman-teman senasib, dan para pengurus yayasan yang diwujudkan melalui

sikap kasih sayang, kesabaran, selalu mendengarkan keluhan-keluhan yang ODHA

rasakan, dan sering mengantarkan mereka untuk melakukan pengobatan. Sedangkan 3

dari 10 ODHA (30%) mengatakan merasa kurang perhatian dari anggota keluarga dan

teman-teman seperti jarang mengantarkan ODHA untuk melakukan pengobatan,

jarang mendengarkan keluhan-keluhan yang ODHA rasakan karena anggota keluarga

sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan masih ada perlakuan diskriminasi

yang mereka terima dari keluarganya, seperti alat makan dan kamar mandi yang

dipisahkan dengan anggota keluarga yang lain (caring relationship).

Terdapat 6 dari 10 ODHA (60%) mengatakan bahwa mereka mendapatkan

dukungan dan semangat dari keluarga terutama orang tua, teman-teman senasib, dan

para pengurus yayasan yang diwujudkan melalui pemberian dorongan dan kata-kata

agar mereka tidak mudah menyerah dengan penyakitnya dan mereka terus

memberikan support bagi ODHA agar mereka dapat menghadapi kehidupannya

sekarang dengan lebih positif. Sedangkan 4 dari 10 ODHA (40%) mengatakan bahwa

mereka kurang merasakan dukungan dan semangat dari keluarga, karena orang tua

mereka sibuk dengan pekerjaannya sehingga mereka jarang memberikan support

kepada ODHA untuk menjalani kehidupannya sekarang (high expectation).

Terdapat 5 dari 10 ODHA (50%) mengatakan bahwa meskipun mereka

(41)

Universitas Kristen Maranatha tetap melibatkan mereka di berbagai kegiatan dan aktivitas serta memberikan

kesempatan kepada mereka untuk bertanggungjawab dan otonomi, seperti tetap

mengikutsertakan mereka dalam acara 17 Agustusan bersama remaja dan warga

setempat dan memberikan kesempatan kepada ODHA untuk menyelesaikan dan

membuat keputusan terhadap masalahnya sendiri. Sementara 5 dari 10 ODHA (50%)

merasa bahwa sejak dirinya menderita HIV/AIDS, keluarga dan teman-temannya

tidak melibatkan mereka di berbagai kegiatan dan aktivitas serta kurang memberikan

kesempatan kepada ODHA untuk bertanggungjawab dan otonomi, karena mereka

beranggapan ODHA sebagai orang yang lemah dan tidak dapat membuat keputusan

yang baik. (opportunities for participation and contribution).

Terdapat 6 dari 10 ODHA (60%) mengatakan bahwa mereka tetap bisa

berelasi sosial dengan baik dan menjalani aktivitas seperti biasa tetapi waktunya lebih

dibatasi, seperti tetap membuat berbagai macam ketrampilan tangan, bekerja,

mengantar anak sekolah, dan membantu teman-teman ODHA yang membutuhkan

dukungan dan semangat. Sedangkan 4 dari 10 ODHA (40%) mengatakan bahwa

mereka sekarang membatasi kontak sosial dengan orang-orang disekitarnya karena

merasa malu dengan penyakit yang dideritanya (social competence).

Selain itu, terdapat 6 dari 10 ODHA (60%) mengatakan bahwa apabila

mereka memiliki masalah yang berhubungan dengan penyakitnya, mereka mampu

untuk menceritakannya kepada keluarga dan para pengurus yayasan. Sedangkan 4

(42)

Universitas Kristen Maranatha mengungkapkan masalah yang berhubungan dengan penyakitnya kepada keluarga

dan teman-temannya (problem solving).

Terdapat 6 dari 10 ODHA (60%) mengatakan bahwa mereka dapat menjalani

aktivitasnya dengan baik dan mandiri tanpa tergantung dengan keluarganya karena

merasa tubuhnya masih kuat, seperti membuat ketrampilan tangan kemudian dijual ke

pasaran untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari dan membantu keluarga untuk

membiayai pengobatannya. Sedangkan 4 dari 10 ODHA (40%) sisanya mengatakan

bahwa mereka merasa sendirian dan lemah sehingga sangat menggantungkan

hidupnya kepada keluarga untuk selalu ditemani kemanapun mereka pergi

(autonomy).

Selain itu, terdapat 5 dari 10 ODHA (50%) mengatakan bahwa mereka

memiliki keyakinan untuk sembuh, memiliki harapan untuk dapat melakukan sesuatu

yang bermanfaat untuk orang lain dan masa depannya kelak. Sedangkan 5 dari 10

ODHA (50%) mengatakan bahwa mereka tidak memiliki harapan untuk masa

depannya, kurang memiliki keyakinan untuk sembuh, dan mereka cenderung untuk

pasrah terhadap penyakit yang dideritanya (sense of purpose).

Ketiga protective factor (caring relationship, high expectations, dan

opportinities for participation and contribution) dapat memberikan pengaruh

terhadap resiliency yang dimiliki ODHA dalam menjalin relasi sosial dengan orang

lain (social competence), menyelesaikan masalah dan mengungkapkannya kepada

orang lain (problem solving), dapat menerima keadaan dirinya dan tetap melakukan

(43)

Universitas Kristen Maranatha memiliki motivasi yang tinggi untuk memperbaiki keadaannya, memiliki optimisme,

dan harapan akan masa depannya(sense of purpose).

Berdasarkan data hasil survey awal di atas, didapatkan 70% ODHA

mendapatkan perhatian dari keluarga besar terutama orang tuanya, teman-teman

senasib, dan para pengurus yayasan (caring relationship), 60% ODHA mendapatkan

dukungan dan semangat dari keluarga terutama orang tua, teman-teman senasib, dan

para pengurus yayasan (high expectation), dan 50% ODHA mendapatkan kesempatan

untuk berpartisipasi di dalam lingkungannya dan mendapatkan kesempatan untuk

bertanggungjawab serta otonomi (opportunities for participation and contribution).

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ODHA memiliki protective factor yang

positif.

Sebanyak 60% ODHA tetap bisa berelasi sosial dengan baik dan menjalani

aktivitasnya seperti biasa tetapi dengan syarat waktunya lebih dibatasi (social

competence), 60% ODHA mampu untuk menceritakan masalah yang berhubungan

dengan penyakitnya kepada keluarga, teman, dan para pengurus yayasan (problem

solving), 60% ODHA dapat menerima keadaannya dirinya dan tetap dapat

menjalankan aktivitasnya secara mandiri dan bertanggungjawab (autonomy), dan

50% ODHA memiliki motivasi yang tinggi untuk memperbaiki keadaannya,

optimisme, dan memiliki harapan akan masa depannya (sense of purpose), sehingga

dapat dikatakan bahwa ODHA memiliki protective factor yang positif, maka

penghayatan akan kemampuan untuk bertahan atau bangkit kembali dari situasi yang

(44)

Universitas Kristen Maranatha tertarik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh family dan community protective

factor terhadap resiliency pada penderita HIV/AIDS di Yayasan ’X’ Jakarta.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana pengaruh family dan community

protective factor beserta aspek-aspeknya terhadap resiliency pada penderita

HIV/AIDS di Yayasan ’X’ Jakarta.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud diadakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran

mengenai family dan community protective factor beserta aspek-aspeknya terhadap

resiliency pada penderita HIV/AIDS di Yayasan ’X’ Jakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa kuat

pengaruh family dan community protective factor beserta aspek-aspeknya terhadap

(45)

Universitas Kristen Maranatha

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Memberikan masukan kepada peneliti lain yang berminat meneliti lebih lanjut

tentang pengaruh family dan community protective factor beserta

aspek-aspeknyaterhadap resiliency pada penderita HIV/AIDS.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi bagi penderita HIV/AIDS khususnya di Yayasan ’X’

Jakarta, mengenai pengaruh family dan community protective factors beserta

aspek-aspeknya terhadap resiliency serta aspek-aspeknya sehingga mereka

dapat memahami bahwa untuk dapat menerima keadaan dan menyesuaikan

diri dengan penyakit yang dideritanya diharuskan resiliency.

- Memberikan informasi kepada Psikolog, Terapis, Dokter, dan para ahli lainnya

mengenai derajat resiliency penderita HIV/AIDS yang berbeda-beda sehingga

mereka dapat memahami kondisi pasien dan bisa memberikan konseling

mengenai tekanan yang mereka alami akibat penyakit tersebut.

- Memberikan informasi kepada keluarga, dan lingkungan sekitar agar dapat

memberikan perhatian dan semangat kepada penderita HIV/AIDS khususnya

di Yayasan ’X’ Jakarta agar mereka dapat bertahan dengan penyakitnya dan

(46)

Universitas Kristen Maranatha

1.5Kerangka Pemikiran

Penderita HIV/AIDS dikenal dengan sebutan ODHA (Orang dengan

HIV/AIDS). HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh manusia untuk

melawan segala penyakit yang datang. Virus HIV juga adalah virus penyebab AIDS.

AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome atau Acquired

Immunodeficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat

menurunnya kekebalan tubuh selama 5 sampai 10 tahun atau lebih. Sistem kekebalan

tubuh menjadi lemah dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Lemahnya daya tahan

tubuh tadi, apabila tertular virus penyakit yang lain, kesehatannya bisa menjadi lebih

parah daripada biasanya. Orang yang tertular HIV tidak berarti langsung jatuh sakit.

Seseorang dapat hidup dengan HIV dalam tubuhnya selama bertahun- tahun lamanya

tanpa merasa sakit atau mengalami gangguan yang serius (www.kafegauli.com).

HIV dapat menular melalui cairan tubuh, seperti darah, air mani, cairan

vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Transmisi ini dapat terjadi melalui

hubungan seksual ( vaginal, anal, maupun oral) yang tidak terlindung (tanpa

kondom), dengan orang yang telah terinfeksi HIV, jarum suntik, tindik, tato, narkoba

yang tidak steril, mendapat transfusi darah yang mengandung virus HIV, pertukaran

HIV antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin atau menyusui, serta kontak lain

dengan salah satu cairan tubuh tertentu.

Penderita HIV/AIDS bisa dianggap sebagai situasi yang adversity bagi orang

(47)

Universitas Kristen Maranatha stigma negatif dan diskriminasi di masyarakat terhadap para penderita HIV/AIDS.

Masyarakat masih menganggap bahwa penularan HIV/AIDS berkaitan dengan

perilaku menyimpang dan pilihan moral yang buruk. ODHA yang diberi stigma

negatif biasanya dianggap sampah masyarakat dan memalukan untuk alasan tertentu

dan sebagai akibatnya mereka dipermalukan, dihindari, ditolak, diasingkan, dan

diskriminasikan. Stigma inilah yang dikatakan sebagai situasi yang menekan,

sehingga membuat ODHA tidak mau membuka diri, karena merasa malu, cemas,

sedih, dan sukar untuk menerima kenyataan ini (www.aidsindonesia.or.id).

Dalam konteks resiliency, ODHA memiliki kebutuhan psikologis, yaitu needs

for belonging and affiliation, a sense of competence, felling of autonomy, safety, and

meaning. Kebutuhan ini bisa terpenuhi apabila ODHA merasa keluarga dan

komunitasnya memberikan protective factor berupa caring relationship, high

expectations, dan opportunities for participation and contribution. Oleh karena itu

ODHA harus bisa bangkit dengan cara menghayati protective factor yang diberikan

oleh keluarga dan komunitas dalam kehidupan yang menekan. Kemampuan

seseorang untuk dapat beradaptasi di tengah situasi yang menekan, banyak halangan,

dan rintangan disebut resiliency (Benard, 1991).

Resiliency merupakan kemampuan seseorang untuk dapat bangkit kembali

dari tekanan hidup, belajar, dan mencari elemen positif dari lingkungannya untuk

membantu kesuksesan proses adaptasi dengan segala keadaan dan mengembangkan

seluruh kemampuannya walau berada dalam suatu kondisi hidup tertekan baik secara

(48)

Universitas Kristen Maranatha resiliency memiliki empat aspek yaitu social competence, problem solving,

autonomy, dan sense of purpose.

Social competence merujuk pada kemampuan sosial mencakup karakteristik,

kemampuan, dan tingkah laku yang diperlukan untuk membentuk hubungan dan

kedekatan yang positif untuk orang lain. Social competence pada ODHA diwujudkan

melalui proses komunikasi yang dilakukan mereka kepada orang-orang yang ada di

sekitarnya, misalnya mengobrol dengan teman-teman mengenai kehidupannya

ataupun aktivitas-aktivitasnya.

Aspek yang kedua adalah problem solving skills. Problem solving skills

merujuk pada kemampuan individu untuk dapat berpikir kreatif dan fleksibel

terhadap suatu masalah, membuat rencana dan tindakan apa yang akan dilakukan

dalam menghadapi masalah. Problem solving skills pada ODHA diwujudkan melalui

usaha untuk menceritakan dan mengungkapkan masalah yang dihadapinya kepada

orang lain saat menghadapi masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri dan

berusaha untuk mencari solusi alternatif yang lain.

Aspek yang ketiga adalah autonomy. Autonomy merujuk pada kemampuan

individu untuk bertindak secara mandiri atas lingkungannya. Autonomy pada ODHA diwujudkan melalui sikap untuk dapat menerima keadaan dirinya dan tetap

melakukan semua aktivitas-aktivitasnya secara mandiri dan bertanggungjawab.

Aspek yang keempat adalah sense of purpose. Sense of purpose merujuk pada

kekuatan untuk mengarahkan goal secara optimis mengenai keberadaan dirinya.

(49)

Universitas Kristen Maranatha dirinya untuk menjalani kehidupan yang positif dan lebih baik lagi. Agar menjadi

optimal maka resiliency harus memperlihatkan keempat aspek tersebut di dalam

kehidupan sehari-hari.

Kemampuan resiliency berkaitan erat dengan bagaimana penghayatan ODHA

terhadap faktor-faktor eksternal yang berfungsi sebagai protective factor bagi

kehidupannya. Faktor-faktor yang termasuk protective factor adalah caring

relationship, high expectations, dan opportinities for participation and contribution.

Ketiga protective factors bersumber dari lingkungan remaja, yaitu keluarga, sekolah,

dan masyarakat (Benard, 2004). Namun yang paling berpengaruh bagi para ODHA

yaitu di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, karena sebagian besar dari

ODHA sudah tidak bersekolah.

Caring relationship dalam keluarga diwujudkan melalui pola pengasuhan

yang berempati, hangat, dan mendukung ODHA. High expectations dalam keluarga

diwujudkan dengan keyakinan yang positif dalam diri orang tua bahwa ODHA akan

sukses dan berhasil dalam melakukan apapun. Opportinities for participation and

contribution dalam keluarga diwujudkan dengan memberi kesempatan kepada ODHA

tersebut untuk bertanggungjawab dan otonomi.

Caring relationship di masyarakat diwujudkan melalui perhatian dan

dukungan yang diberikan oleh significant person kepada ODHA. High expectations

di masyarakat diwujudkan melalui pemberian dorongan dan kata-kata yang dapat

membangun ODHA akan kemampuan yang dimilikinya oleh significant person.

(50)

Universitas Kristen Maranatha memberikan kesempatan kepada ODHA tersebut untuk berperan serta dalam

melakukan aktivitas-aktivitas yang ada di masyarakat.

Seiring dengan hal-hal tersebut, maka ODHA yang mendapat Caring

relationship yang bersumber dari keluarga seperti menerima ODHA dengan tulus,

mendengarkan permasalahan yang ODHA rasakan, mengingatkan ODHA untuk

meminum obatnya secara rutin, mengantarkan ODHA untuk berobat ke dokter yang

diberikan oleh orang tua dan saudara kandung maka akan berpengaruh terhadap

resiliency mereka. Hal ini dapat terlihat dalam perilaku ODHA seperti mereka

mampu untuk berkomunikasi sosial dengan orang-orang disekitar mereka, seperti

orang tua, keluarga besar, dan saudara kandung (social competence), mampu

mengungkapkan masalah yang sedang dihadapi ODHA kepada orang tua dan saudara

kandung (problem solving), mereka dapat menerima kondisi diri apa adanya

(autonomy), dan mereka juga memiliki harapan akan masa depannya (sense of

purpose).

ODHA yang mendapat high expectation yang bersumber dari keluarga seperti

kepercayaan yang positif bahwa ODHA akan sukses, semangat agar ODHA selalu

mengerjakan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan dorongan agar ODHA

yakin dengan kemampuannya dan tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya yang

diberikan oleh orang tua dan saudara kandung maka akan berpengaruh terhadap

resiliency mereka. Hal ini terlihat dalam perilaku ODHA seperti mampu membina

hubungan yang positif dengan orang-orang disekitarnya, seperti orang tua, saudara

(51)

Universitas Kristen Maranatha jalan keluar terhadap masalah yang ada (problem solving), mampu melihat diri

sendiri secara positif dan kuat serta yakin terhadap kekuatan dirinya dalam

melakukan sesuatu (autonomy), memiliki motivasi yang tinggi untuk memperbaiki

keadaannya dengan lebih positif dan memiliki harapan akan masa depannya (sense of

purpose).

ODHA yang mendapat opportinities for participation and contribution yang

bersumber dari keluarga seperti memberikan kesempatan kepada ODHA untuk

melakukan aktivitasnya secara mandiri dan bertanggungjawab, kesempatan dalam

mengambil keputusan terhadap masalahnya dan berusaha untuk menyelesaikan

masalah tersebut dengan baik maka akan berpengaruh terhadap resiliency mereka.

Hal ini terlihat dalam perilaku ODHA seperti mampu berelasi sosial dengan percaya

diri terhadap orang-orang disekitarnya (social competence), mampu menyelesaikan

masalahnya sendiri dan mencari alternatif yang terbaik untuk masalah yang ada

(problem solving), yakin terhadap kekuatan dirinya dalam melakukan sesuatu dengan

baik (autonomy), dan memiliki optimisme akan masa depannya (sense of purpose).

ODHA yang mendapatkan caring relationship yang bersumber dari

komunitas seperti memberikan dukungan dengan saling bertukar pikiran mengenai

penyakit tersebut, mendengarkan permasalahan yang ODHA hadapi dan memberikan

solusi atas masalah tersebut yang diberikan oleh teman-teman senasib dan para

pengurus yayasan maka akan berpengaruh terhadap resiliency mereka. Hal ini dapat

terlihat dalam perilaku ODHA seperti mampu membina hubungan dan memberikan

(52)

Universitas Kristen Maranatha lain rasakan (social competence), mampu mengungkapkan masalah kepada orang lain

(problem solving), mampu menerima diri apa adanya (autonomy), memiliki motivasi

dan perasaan positif untuk mencapai harapan masa depan (sense of purpose).

ODHA yang mendapatkan high expectation yang bersumber dari komunitas

seperti sikap kepercayaan akan kemampuan yang dimiliki ODHA, harapan bahwa

ODHA dapat mengembangkan kemampuannya, memberikan semangat dan dorongan

kepada ODHA agar selalu mengerjakan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh

yang diberikan oleh teman-teman senasib dan para pengurus yayasan maka akan

berpengaruh terhadap resiliency mereka. Hal ini terlihat dalam perilaku ODHA

seperti mampu berkomunikasi sosial dan membina hubungan yang positif dengan

orang lain (social competence), mengetahui apa yang harus dilakukan apabila terjadi

masalah dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving), yakin

akan kemampuan dirinya dalam melakukan aktivitas apapun (autonomy), dan

memiliki kekuatan dalam mengarahkan harapan akan masa depannya secara optimis

(sense of purpose).

ODHA yang mendapatkan opportinities for participation and contribution

yang bersumber dari komunitas seperti kepedulian dalam memberikan kesempatan

kepada ODHA untuk berperan serta dalam kegiatan apapun yang diadakan di

lingkungannya tanpa mempermasalahkan penyakit yang sedang dihadapi serta

bersikap adil terhadap ODHA dan orang-orang di sekitarnya maka akan berpengaruh

terhadap resiliency mereka. Hal ini terlihat dalam perilaku ODHA seperti mampu

(53)

Universitas Kristen Maranatha terhadap orang-orang disekitar mereka (social competence), mengetahui apa yang

harus dilakukan apabila terjadi masalah dan mampu menyelesaikan masalahnya

sendiri (problem solving), mampu melihat diri sendiri secara positif dan kuat

(autonomy), dan memiliki motivasi yang tinggi untuk memperbaiki keadaannya

dengan lebih positif dan memiliki harapan akan masa depannya (sense of purpose).

Sedangkan ODHA yang tidak mendapat caring relationship yang bersumber

dari keluarga sepertisikap orang tua yang tidak peduli dengan keadaan ODHA, tidak

menerima ODHA dengan hangat dan tulus, tidak mau mendengarkan permasalahan

yang ODHA rasakan, dan ada perlakuan diskriminasi maka akan berpengaruh

terhadap resiliency mereka. Hal ini terlihat dalam perilaku ODHA seperti kesulitan

dalam berelasi sosial dan kurang peduli dengan apa yang orang lain, seperti orang tua

dan keluarga besar (social competence), tidak mampu mengungkapkan masalah

tentang penyakitnya kepada orang tua dan saudara kandung (problem solving), tidak

dapat menerima keadaannya dirinya, melihat dirinya negatif dan lemah (autonomy),

dan tidak memiliki harapan akan masa depannya (sense of purpose).

ODHA yang tidak mendapatkan high expectation yang bersumber dari

keluarga seperti rasa ketidakpercayaan bahwa ODHA akan sukses, tidak memberikan

semangat dan dorongan yang diberikan oleh orang tua dan saudara kandung maka

akan berpengaruh terhadap resiliency mereka. Hal ini terlihat dalam perilaku ODHA

seperti sulit dalam berelasi sehingga menjadi orang yang tertutup dan cenderung

menjaga jarak dengan orang lain (social competence), kurang mampu mengetahui apa

(54)

Universitas Kristen Maranatha orang yang lemah dan tidak memiliki keyakinan terhadap kekuatan dirinya dalam

melakukan sesuatu (autonomy), kurang memiliki motivasi yang tinggi untuk

memperbaiki keadaannya dengan lebih positif (sense of purpose).

ODHA yang tidak mendapatkan opportinities for participation and

contribution yang bersumber dari keluarga seperti tidak memberikan kesempatan

kepada ODHA untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri dan bertanggungjawab

maka akan berpengaruh terhadap resiliency mereka. Hal ini terlihat dalam perilaku

ODHA seperti kurang mampu berelasi sosial dengan orang lain dan cenderung

menjaga jarak dengan orang-orang disekitar, (social competence), kurang mampu

mencari jalan keluar terhadap masalah yang ada (problem solving), sukar menerima

kondisi diri apa adanya dan tidak yakin terhadap kekuatan dirinya dalam melakukan

sesuatu (autonomy), dan kurang memiliki optimisme akan masa depannya (sense of

purpose).

ODHA yang tidak mendapatkan caring relationship yang bersumber dari

komunitas khususnya teman-teman senasib dan para pengurus yayasan seperti

menghindari ODHA, tidak mau mendengarkan permasalahan yang ODHA hadapi,

dan bersikap tak acuh kepada ODHA maka akan berpengaruh terhadap resiliency

mereka. Hal ini dapat terlihat dalam perilaku ODHA seperti menjadi orang yang

tertutup dan cenderung menjaga jarak dengan orang lain (social competence), kurang

mampu mengungkapkan masalah yang sedang dihadapi kepada orang lain (problem

solving), kurang mampu menerima diri apa adanya dan menilai diri negatif

(55)

Universitas Kristen Maranatha ODHA yang tidak mendapatkan high expectation yang bersumber dari

komunitas seperti sikap ketidakpercayaan akan kemampuan yang dimiliki ODHA,

tidak memberikan dukungan dan dorongan yang diberikan oleh teman-teman senasib

dan para pengurus yayasan maka akan berpengaruh terhadap resiliency mereka. Hal

ini terlihat dalam perilaku ODHA seperti tidak mampu membina hubungan yang

positif dengan orang lain (social competence), kurang mengetahui apa yang harus

dilakukan apabila terjadi masalah dan kurang mampu menyelesaikan masalahnya

sendiri (problem solving), tidak yakin akan kemampuan dirinya dalam melakukan

aktivitas apapun (autonomy), dan kurang memiliki motivasi yang tinggi untuk

memperbaiki keadaannya dengan lebih positif dan kurang memiliki harapan akan

masa depannya (sense of purpose).

ODHA yang tidak mendapatkan opportinities for participation and

contribution yang bersumber dari komunitas seperti tidak memberikan kesempatan

kepada ODHA untuk berperan serta dalam kegiatan apapun yang diadakan di

lingkungannya karena alasan penyakit tersebut maka akan berpengaruh terhadap

resiliency mereka. Hal ini terlihat dalam perilaku ODHA seperti kurang mampu

berkomunikasi sosial sehingga menjadi orang yang tidak mau membuka diri, sulit

memberikan respon yang positif kepada orag lain (social competence), kurang

mampu mengetahui apa yang harus dilakukan apabila terjadi masalah dan kurang

mampu menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving), melihat diri sendiri

(56)

Universitas Kristen Maranatha untuk memperbaiki keadaannya dengan lebih positif dan kurang memiliki harapan

akan masa depannya (sense of purpose).

Berdasarkan paparan diatas, maka diturunkan skema kerangka berpikir berikut ini:

rs

rs

Skema 1.5 Kerangka Pemikiran

(57)

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi Penelitian

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat ditarik sejumlah asumsi

sebagai berikut:

- Setiap orang memiliki protective factor yang bersumber dari keluarga dan

orang-orang sekitar beserta aspek-aspeknya dalam derajat yang

berbeda-beda.

- Protective factor yang bersumber dari keluarga dan komunitas beserta

aspek-aspeknya dapat mempengaruhi resiliency penderita HIV/AIDS dalam

derajat yang berbeda-beda pula.

1.7Hipotesis Penelitian

- Terdapat pengaruh antara familyprotective factor terhadap resiliency pada

penderita HIV/AIDS di Yayasan ‘X’ Jakarta.

- Terdapat pengaruh antara community protective factor terhadap resiliency

pada penderita HIV/AIDS di Yayasan ‘X’ Jakarta.

- Terdapat pengaruh antara caring relationship yang bersumber dari

keluarga terhadap resiliency pada penderita HIV/AIDS di Yayasan ‘X’

Jakarta.

- Terdapat pengaruh antara high expectation yang bersumber dari keluarga

(58)

Universitas Kristen Maranatha - Terdapat pengaruh antara opportunities for participation and contribution

yang bersumber dari keluarga terhadap resiliency pada penderita

HIV/AIDS di Yayasan ‘X’ Jakarta.

- Terdapat pengaruh antara caring relationship yang bersumber dari

komunitas terhadap resiliency pada penderita HIV/AIDS di Yayasan ‘X’

Jakarta.

- Terdapat pengaruh antara high expectation yang bersumber dari

komunitas terhadap resiliency pada penderita HIV/AIDS di Yayasan ‘X’

Jakarta.

- Terdapat pengaruh antara opportunities for participation and contribution

yang bersumber dari komunitas terhadap resiliency pada penderita

(59)

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh family dan comunity protective

factor terhadap resiliency pada 30 penderita HIV/AIDS di yayasan ‘X’ Jakarta, dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Family dan community protective factor memiliki pengaruh yang rendah

terhadap resiliency pada penderita HIVAIDS di yayasan ‘X’ Jakarta.

2. Penghayatan ODHA pada aspek-aspek family dan community protective

factor memiliki pengaruh yang rendah terhadap resiliency untuk bertahan dan

bangkit dalam situasi yang menekan yaitu penyakit HIV/AIDS.

3. Dari ketiga aspek family dan community protective factor yang paling

mempengaruhi resiliency pada pendertia HIV/AIDS di yayasan ‘X’ Jakarta

adalah aspek caring relationship. Ini berarti ODHA menghayati bahwa

mereka sedang memiliki masalah yang besar sehingga ODHA lebih

membutuhkan perhatian, kasih sayang, kepedulian, dan dukungan dari

keluarga khususnya orang tua dan komunitas khususnya teman-teman senasib

dan para pengurus yayasan agar ODHA bisa bertahan dan bangkit dari situasi

atau keadaan yang menekan dan memperbaiki keadaannya dengan lebih

(60)

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diajukan beberapa saran:

-Bagi peneliti-peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian

lanjutan mengenai pengaruh family dan community protective factor beserta

aspek-aspeknya terhadap resiliency pada penderita HIV/AIDS, disarankan

untuk menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor lain di luar family dan

community yang dapat mempengaruhi resiliency mereka.

-Bagi ODHA, disarankan agar lebih menghayati family dan community

protective factor yang didapatkan supaya resiliency mereka menjadi kuat.

-Bagi keluarga khususnya orang tua dan lingkungan sekitar khususnya

teman-teman senasib dan para pengurus yayasan, disarankan agar dapat terus

memberikan perhatian dan semangat kepada ODHA agar mereka dapat

bertahan dengan penyakitnya dan bangkit kembali.

-Bagi keluarga dan lingkungan di sekitarnya, disarankan agar lebih

memahami kondisi ODHA dan bisa memberikan konseling mengenai

(61)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 2004. What We Have Learned. San Francisco: WestEd.

Graziano, M, Anthony dan Raulin, L, Michael. 2000. Research Methods A Process of Inquiry. Needhan Heights, MA: Allyn and Bacor.

Hawari, Prof. Dr. dr. H. Dadang. 2006. Global Effect HIV/AIDS Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

M. Nurs. (Hons), Dr Nursalam dan Dian Kurniawati, Ninuk, S. Kep. Ns. 2007.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Siegel, Sidney. 1997. Statistika Non Parametik. Jakarta: PT Gramedia.

Sugiono, 2007. Statistika untuk Penelitian. Edisi kesebelas. Bandung.

Yayasan Spiritia. 2004. Hidup Dengan HIV/AIDS, Pasien Berdaya, Pengobatan HIV/AIDS. Jakarta: Yayasan Spiritia.

(62)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://www.channels.dal.net/gim/aids/aids.html

www.bloggaul.com/dedy_sup/readblog/77957/hiv-aids

http://www.aidsindonesia.or.id

http://www.ugm.ac.id?link=dtl&id=2641

ypi.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=46&Itemid=133

http://www.suara.aids.com

http://www.kafe.gauli/penyakit-hiv-atau-aids.com

Referensi

Dokumen terkait

Judul Penelitian : Peningkatan kompetensi gambar teknik pada siswa kelas X paket keahlian teknik instalasi pemanfaatan tenaga listrik melalui model pembelajaran project

pekerjaan dan keluarga yang dialami dokter jaga wanita berada dalam intensitas yang kuat dan berlangsung dalam periode waktu yang panjang sehingga dokter jaga wanita

relatif kesempatan kerja di sektot- Pertanian akan berkurang. (terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja di

Penagihan kepada penunggak pinjaman sangat penting bagi keberlangsungan program. Dengan penagihan yang dilaksanakan secara maksimal maka dapat mengembalikan kembali dana

Hasil pengujian Notch filter yang telah dilakukan oleh Hanapi Gunawan pada skripsinya berjudul “Alat Untuk Memperagakan Irama Denyut Jantung Sebagai Bunyi dan

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI ≥ 1 tahun, pemberian vitamin A, berat lahir, status imunisasi, pemberian MP-ASI, status gizi, pendidikan

SEKOLAH PASCA SAWANA INSTITUT PERTAMAN

[r]