• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802012018 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802012018 Full text"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN

KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN PADA PEGAWAI

NEGERI SIPIL GOLONGAN IV DI SALATIGA

Oleh

THOMAS WIDHI NUGROHO 802012018

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN

KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI

NEGERI SIPIL GOLONGAN IV DI SALATIGA

Thomas Widhi Nugroho Enjang Wahyuningrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan adversity

dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil golongan IV di

Salatiga. Subjek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil golongan IV yang akan

pensiun pada tahun 2017-2018 di Salatiga yang berjumlah 40 orang. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

Penelitian ini menggunakan skala adversity response profile (ARP) dari Stoltz dan skala

kecemasan menghadapi pensiun yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan dari

Zung. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis korelasi Product Moment

Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan

antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai

negeri sipil golongan IV di Salatiga, dengan (r= -0,148) dan nilai signifikansi sebesar

0,180 (p>0,05).

Kata kunci: kecerdasan adversity, kecemasan menghadapi pensiun, pegawai

(9)

ii Abstract

The purpose of this study was to determine the relationship between adversity

intelligence with anxiety facing retirement in the civil service class IV in Salatiga. This

research subject is class IV civil servants who will retire in the year 2017-2018 in

Salatiga which numbered 40 people. The sampling technique in this study using

purposive sampling technique. This study uses a scale of adversity response profile

(ARP) of Stoltz and the retirement anxiety scale which is based on the anxiety aspect of

Zung. Data analysis technique used is the Pearson Product Moment Correlation

analysis. The results showed no significant relationship between intelligence adversity

with anxiety facing retirement in the civil service class IV in Salatiga, with (r = -0.148)

and a significance value of 0.180 (p> 0.05).

(10)

1

1

PENDAHULUAN

PNS atau pegawai negeri sipil adalah orang-orang yang bekerja untuk pemerintah

negara Indonesia yang telah memenuhi syarat, diangkat dan telah ditetapkan sesuai

perundang-undangan, bukan mliter dan secara khusus tidak termasuk mereka yang

menjadi pegawai dari aparatur perekonomian negara seperti BUMN atau BUMD

(Zainun, 1990). Menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 35

Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Pola Karir Pegawai Negeri Sipil, bahwa

pangkat golongan pada PNS terbagi menjadi beberapa tingkat, yaitu: 1. Juru:

merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan I/a hingga I/d dengan sebutan

secara berjenjang: Juru Muda (I/a), Juru Muda Tingkat I (I/b), Juru (I/c), dan Juru

Tingkat I (I/d). 2. Pengatur: merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan II/a

hingga II/d dengan sebutan secara berjenjang: Pengatur Muda (II/a), Pengatur Muda

Tingkat I (II/b), Pengatur (II/c), dan Pegatur Tingkat I (II/d). 3. Penata: merupakan

jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan III/a hingga III/d dengan sebutan secara

berjenjang: Penata Muda (III/a), Penata Muda Tingkat I (III/b), Penata (III/a), dan

Penata Tingkat I (III/d). 4. Pembina merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS

Golongan IV/a hingga IV/e dengan sebutan secara berjenjang: Pembina (IV/a), Pembina

Tingkat I (IV/b), Pembina Utama Muda (IV/c), Pembina Utama Madya (IV/d) dan

Pembina Utama (IV/e).

Semua Pegawai Negeri Sipil atau PNS pada dasarnya sudah pasti mengalami

pensiun, tidak terkecuali PNS yang ada di Kota Salatiga khususnya golongan IV.

Menurut hasil wawancara dengan 4 PNS yang mempunyai golongan IV di Salatiga pada

tanggal 16 April 2016, pada umumnya mereka merasa cemas akan masa depannya

(11)

2

2

terhadap masa depan pendidikan anak-anaknya, khawatir dengan pendapatan yang

kurang mencukupi kebutuhan keluarga, merasa tidak diakui dalam lingkungan

masyarakat karena dianggap sudah memasuki usia lanjut, merasa kosong

karenatugasnya telah berhenti sementara secara fisik masih cukup mampu bekerja.

Mereka merasa bingung karena tidak memiliki pekerjaan atau usaha sampingan untuk

tetap memperoleh penghasilan. PNS dengan golongan IV ketika masih aktif bekerja

akan mendapatkan gaji yang besar dan tunjangan. Berbeda dengan kondisi mereka

setelah pensiun, mereka hanya akan mendapatkan gaji pensiun dan tidak menerima

tunjangan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan pada PNS golongan IV

yang akan mengalami pensiun. Kecemasan dalam menghadapi pensiun ini juga dapat

berdampak negatif seperti menurunnya semangat kerja, merasa frustasi dengan beban

hidup karena merasa akan pensiun, dan merasa tidak percaya diri.

Pensiun merupakan masa ketika seseorang diberhentikan dari pekerjaannya

sesuai dengan batas usia pensiun yang telah ditetapkan dalam aturan pensiun yaitu usia

56 tahun sedangkan untuk pengajar saat sampai usia 60 tahun. Menurut Hurlock (2006)

usia 56-60 tahun adalah termasuk dalam kategori usia lanjut.

Di tahap ini sebenarnya seseorang masih cukup produktif namun kenyataannya

mereka harus tetap memasuki masa pensiun. Oleh karena itu, masa pensiun dianggap

sebagai ancaman terhadap kehidupan seseorang di masa yang akan datang sehingga

dapat menimbulkan kecemasan. Begitu pula dengan PNS yang akan menghadapi masa

pensiun tidak jarang akan mengalami kecemasan. Maramis (1995) menyatakan bahwa

kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran, yang timbul karena

(12)

3

3

Kecemasan menghadapi pensiun dapat diartikan suatu keadaan atau perasaan

tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena khawatir, bingung, tidak pasti

akan masa depannya, dan belum siap menerima kenyataan akan memasuki masa

pensiun dengan segala akibatnya baik secara psikologis maupun secara fisiologis (Zung,

1971). Menurut Briil dan Hayes (1981) kecemasan menghadapi masa pensiun adalah

perasaan khawatir, takut, dan prihatin akan hilangnya identitas sosial, penghasilan,

karier, interaksi sosial, dan perasaan berarti pada diri individu. Kecemasan merupakan

keadaan atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan yang dicirikan dengan perasaan

tegang, keadaan dan kekhawatiran kerena tergiatnya atau terbangkitnya sistem syaraf

otonom. Husada (1991) mengatakan kecemasan disebabkan tekanan dari dalam diri

seseorang yang merasa takut akan terjadinya sesuatu hal yang tidak layak, dan ini

berhubungan dengan harga dirinya, individu yang mengalami kecemasan hanya

mengenai konflik secara samar-samar dan hanya menyadari suatu keadaan yang

menakutkan.

Menurut Titaningsih (2010), salah satu determinan yang diasumsikan berperan

terhadap kecemasan adalah kecerdasan adversity. Artinya jika seseorang memiliki

kecerdasan adversity maka angka kecemasan dapat ditekan. Stoltz (2000) berpendapat

bahwa di antara banyak kekuatan yang dimiliki oleh individu, salah satunya adalah

seberapa jauh individu mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan individu

untuk mengatasi kesulitan. Untuk mencapai kesuksesan dalam hidup, diantaranya

ditentukan oleh tinggi rendahnya kecerdasan adversity yang dimiliki oleh setiap orang.

Kecerdasan adversity sebagai bentuk respon individu terhadap kesulitan dan

pengendalian terhadap respon yang konsisten tidak terlepas dari bagaimana individu

(13)

4

4

(2000) kecerdasan adversity adalah kecerdasan seseorang untuk mengambil keputusan

dalam bertindak sehingga ia mampu bertahan dan berusaha mengatasi kesulitan,

kemudian akan mendorongnya untuk berusaha mencapai keberhasilan di masa yang

akan datang. Stoltz (2000) menambahkan, kecerdasan adversity adalah kemampuan

untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan.

Kemampuan ini diperlukan karena menyangkut keyakinan diri setiap individu dalam

menghadapi masalah atau kesulitan.

Kecerdasan adversity memiliki aspek-aspek yang dapat memberikan gambaran

mengenai ketangguhan individu dalam menghadapi hambatan atau kegagalan dan dapat

memprediksi apakah ia tetap terkendali dalam menghadapi situasi atau keadaan yang

sulit (Pranandari, 2008). Secara garis besar konsep kecerdasan adversity terdapat

beberapa manfaat yang dapat diperoleh, kecerdasan adversity merupakan indikasi atau

petunjuk tentang seberapa tabah seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan.

Kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar kapabilitas seseorang

dalam menghadapi setiap kesulitan hidup dan ketidakmampuannya dalam menghadapi

kesulitan. Kecerdasan adversity memperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan,

kinerja, serta potensinya, dan siapa yang tidak. Kecerdasan adversity dapat

memperkirakan siapa yang putus asa dalam menghadapi kesulitan dan siapa yang akan

bertahan (Stoltz, 2000).

Stoltz (2000) mengatakan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk

bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika

hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang

tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi,

(14)

5

5

dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai

(15)

6

6

TINJAUAN PUSTAKA

Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun

Kecemasan menghadapi pensiun dapat diartikan suatu keadaan atau perasaan

tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena khawatir, bingung, tidak pasti

akan masa depannya, dan belum siap menerima kenyataan akan memasuki masa

pensiun dengan segala akibatnya baik secara psikologis maupun secara fisiologis (Zung,

1971). Menurut Briil dan Hayes (1981) kecemasan menghadapi masa pensiun adalah

perasaan khawatir, takut, dan prihatin akan hilangnya identitas sosial, penghasilan,

karier, interaksi sosial, dan perasaan berarti pada diri individu. Menurut Schaie dan

Willis (1991) kecemasan menghadapi pensiun adalah gambaran negatif tentang masa

pensiun, seperti tidak dapat bertemu dengan teman-teman, banyak waktu luang yang

terbuang, dana pensiun dan tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga

sehingga seseorang akan merasa tertekan dengan keadaan tersebut. Dari pengertian

diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi pensiun adalah perasaan

seseorang yang takut, khawatir, bingung dalam menghadapi pensiun karena merasa

belum siap akan masa depannya, hilangnya status sosial dalam masyarakat, dana

pensiun atau tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan setelah pensiun, dan segala

bentuk akibatnya baik secara fisiologis maupun psikologis.

Menurut Zung (1971) kecemasan memiliki dua aspek, yaitu:

a. Psikologis, artinya kecemasan yang berwujud gejala kejiwaan seperti tegang,

bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan perasaan tidak menentu atau

gelisah.

b. Fisiologis, artinya kecemasan sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala

(16)

7

7

jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar dan

perut mual.

Pradono & Esterlita (2010) membagi penyebab kecemasan menghadapi masa

pensiun kedalam beberapa faktor, sebagai berikut:

a. Faktor Fisik

kekuatan dan daya ingat yang semakin menurun membuat individu merasa

dirinya tidak dibutuhkan lagi sehingga timbul kecemasan.

b. Faktor Sosial

tidak adanya dukungan dari masyarakat perihal penghargaan terhadap kerjanya

membuat individu merasa tidak berguna.

c. Faktor Ekonomi

Berkurangnya penghasilan pokok dan tambahan yang biasanya diperoleh

dianggap sebagai beban sehingga muncul reaksi kecemasan pada individu

tersebut.

Kecerdasan Adversity

Konsep kecerdasan adversity dikemukakan pertama kali oleh Stoltz (2000)

dengan istilah adversity quotient (AQ). Menurut Stoltz (2000) adversity quotient

merupakan teori sekaligus ukuran bermakna dan merupakan seperangkat instrumen

yang telah diasah untuk membantu seseorang supaya tetap gigih dalam menghadapi

berbagai tantangan. Penggunaan kata quotient mengarah kepada hasil pengukuran yang

sudah dikelompokkan menurut suatu norma-norma psikodiagnostik. Sehingga lebih

tepat kemudian digunakan istilah adversity intelligence (kecerdasan adversity) untuk

menunjuk konsep adversity. Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adversity menurut

(17)

8

8

sehingga ia mampu bertahan dan berusaha mengatasi kesulitan, kemudian akan

mendorongnya untuk berusaha mencapai keberhasilan di masa yang akan datang.

Menurut Stoltz (2000), kecerdasan adversity terdiri dari empat dimensi, yaitu:

a. Control (C). Dimensi ini ditunjukan untuk mengetahui seberapa banyak kendali

yang dapat individu rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan

kesulitan. Hal yang terpenting dari dimensi ini adalah sejauh mana individu

dapat merasakan bahwa kendali tersebut berperan dalam peristiwa yang

menimbulkan kesulitan seperti mampu mengendalikan situasi tertentu dan

sebagainya.

b. Origin dan Ownership (O2). Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang

menimbulkan kesulitan (origin) dans ejauh mana individu menganggap dirinya

mempengaruhi sebagai penyebab dan asal-usul kesulitan seperti penyesalan,

pengalaman dans ebagainya (ownership).

c. Reach (R). Dimensi ini mengajukan pertanyaan sejauh mana kesulitan yang

dihadapi akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu seperti

hambatan akibat panik, hambatan akibat malas, dan sebagainya.

d. Endurance (E). Dimensi ini dapat diartikan ketahanan yaitu dimensi yang

mempertanyakan dua hal yang berkaitan yaitu berapa lamakah kesulitan akan

berlangsung dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Wahyuni, n.d) dalam

penelitiannya menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara Adversity

Quotient dengan Kecemasan Menghadapi Masa Depan.Hal tersebut juga didukung

(18)

9

9

mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Adversity

dengan Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja. Selain itu penelitian lain yang dilakukan

oleh (Lutviandi, 2009) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan menghadapi ujian nasional (UNAS). Maka

dari hasil penelitian diatas, peneliti ingin meneliti apakah terdapat hubungan antara

Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun pada PNS

Golongan IV di Salatiga?

Hipotesis: Ada hubungan negatif antara Kecerdasan Adversity dengan

Kecemasan Menghadapi Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil Golongan IV di Salatiga.

Semakin tinggi tingkat kecerdasan adversity, semakin rendah tingkat kecemasan

(19)

10

10

METODE PENELITIAN Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil golongan IV di

Salatiga yang akan menghadapi pensiun yang berjumlah 49 orang. Berdasarkan

populasi Pegawai Negeri Sipil golongan IV di Salatiga yang akan menghadapi pensiun,

maka penulis mengambil sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 orang yang

disesuaikan dengan pertimbangan waktu dan sumber daya yang ada serta telah

memenuhi syarat pengambilan sampel dari populasi terkecil yaitu 30 (Azwar, 2004).

Alat Ukur Penelitian

a. Skala kecerdasan adversity

Kecerdasan adversity diukur dengan menggunakan skala Adversity Response

Profie (ARP) yang telah diujicobakan pada responden di lebih dari 51 negara dan

menunjukkan sifatnya yang universal dan mudah diaplikasikan di berbagai budaya.

Dalam studi yang diselenggarakan oleh ahli psikometri independen yang telah dilatih di

Educational Testing Service (ETS) di Amerika Serikat, ARP menunjukkan reliabilitas

yang tinggi. Reliabilitas yang diukur dengan alpha cronbach menunjukkan skor 0,91

yang berarti sangat reliabel digunakan dalam pengukuran kecerdasan adversity. Dalam

analisis formal terhadap hasil-hasil skala ARP mengungkapkan bahwa instrumennya

merupakan tolok ukur yang valid untuk mengukur bagaimana orang merespon

kesulitan. Melalui tes ulangan dan tes lanjutan, ARP menunjukkan hasil yang sangat

konsisten. Skala ARP ini disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan adversity

menurut Stoltz (2000), yaitu: a) Control b) Origin c) Ownership d) Reach dan e)

(20)

11

11

b. Skala kecemasan menghadapi masa pensiun

Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan menghadapi masa

pensiun menggunakan Zung anxiety self-assessment scale yang dirancang oleh Zung

(1971) yang telah diadaptasi oleh Yulia (2015). Skala kecemasan menghadapi masa

pensiun ini berjumlah 20 item yang terdiri dari 13 item favorable dan 7 item

unfavorable. Selanjutnya alat ukur yang digunakan diuji kembali dengan uji daya

diskriminasi item dan reabilitas. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan

reabilitas skala kecemasan menghadapi pensiun diperoleh hasil 13 item yang dinyatakan

valid yang berarti terdapat 7 item yang gugur. Daya diskriminasi item dengan koefisien

korelasi item totalnya bergerak antara (0,821-0,959). Maka skala kecemasan

menghadapi pensiun ini tergologong reliabel. Skala kecemasan pensiun ini disusun

berdasarkan aspek-aspek kecemasan menghadapi pensiun menurut Zung (1971), yaitu:

a) psikologis dan b) fisiologis.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan adalah purposive sampling dengan melihat karakteristik

tertentu, yaitu :

1. Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai golongan IV.

2. Pegawai Negeri Sipil yang akan menghadapi masa pensiun di tahun 2017-2018.

Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian akan diolah menggunakan

bantuan program komputer SPSS Statistics 16.0for windows.

Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson.

Keseluruhan analisis data pada penelitian ini dikerjakan dengan analisis data komputer

(21)

12

12

HASIL PENELITIAN A.Uji asumsi

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui

ada atau tidaknya korelasi antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi

masa pensiun pada PNS golongan IV di Salatiga. Namun, sebelum dilakukan uji

korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis

statistik parametrik atau non parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan

skala kecemasan menghadapi pensiun (K-S-Z = 0,625, nilai sig. 0,829

(p>0,05) menunjukkan data-data normal dan skala kecerdasan adversity

(K-S-Z = 0,561, nilai sig.0,911 (p>0,05) menunjukkan data-data berdistribusi

normal.

2. Uji Linearitas

Dari hasil uji linearitas menunjukkan tidak adanya hubungan linear antara

kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada

pegawai negeri sipil golongan IV di Salatiga diperoleh nilai sign sebesar

(22)

13

13

B. Analisa Deskriptif Tabel 1

Statistik Deskriptif Skala KecerdasanAdversity dengan Kecemasan Menghadapi Masa PensiunPada Pegawai Negeri Sipil Golongan IV di Salatiga

NO. Skala N Min Max M SD

1.

Kecerdasan

Adversity 40

92 178 126,35 16,45

2. Kecemasan pensiun 28 51 67,75 7,82

Tabel 1 merupakan statitik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap variabel.

Peneliti kemudian membagi skor skala kecerdasan adversity menjadi 5 kategori mulai

dari “nilai 1” hingga “nilai 5” dan skor skala kecemasan menghadapi pensiun menjadi 4

kategori mulai dari “tidak pernah” hingga “sangat sering”. Interval skor untuk setiap

(23)

14

Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean SD

1. 168 ≤ x≤ 200

x = skor Kecerdasan Adversity

Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kecerdasan adversity diatas

dapat dilihat bahwa 1 subjek memiliki skor kecerdasan adversity yang berada pada

kategori sangat tinggi dengan persentase 2,5 %, 8 subjek yang memiliki skor

kecerdasan adversity yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 20%, 28

subjek yang memiliki skor kecerdasan adversity yang berada pada kategori sedang

dengan persentase 70%, 3 subjek yang memiliki skor kecerdasan adversity yang

berada pada kategori sedang dengan persentase 7,5%. Berdasarkan rata-rata sebesar

126,35 dapat dikatakan bahwa rata-rata kecerdasan adversity berada pada kategori

(24)

15

15 Tabel 3

Kriteria Skor Kecemaasan Menghadapi Masa Pensiun

No.

Interval Kategori Frekuensi Presentase

x = skor kecemasan menghadapi pensiun

Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kecemasan menghadapi

pensiun diatas dapat dilihat bahwa 23 subjek yang memiliki skor kecemasan

menghadapi pensiun yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase

57,5%, 16 subjek memiliki skor kecemasan menghadapi pensiun yang berada pada

kategori tinggi dengan persentase 40%, 1 subjek memiliki skor kecemasan

menghadapi pensiun yang berada pada kategori rendah dengan presentase 2,5%.

Berdasarkan rata-rata sebesar 65,75 dapat dikatakan bahwa rata-rata kecemasan

menghadapi pensiun berada pada kategori sangat tingi dengan standard deviasi 6,7.

Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecerdasan adversity pada

kategori tinggi, sedangkan rata-rata kecemasan menghadapi pensiun partisipan

(25)

16

16

Uji Korelasi

Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang

diperoleh berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear, dengan

menggunakan uji product moment dari Pearson.

Tabel 4

Hasil Uji Korelasi antara Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan Pensiun

Aq kecemasan

Hasil dari uji korelasi menunjukkan tidak adanya korelasi antara kecerdasan

adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil

golongan IV di Salatiga, r = 0,148 dengan nilai sign sebesar 0,180 (p>0,05). Hal ini

berarti hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan negatif antara kecerdasan

adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil

golongan IV di Salatiga tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(26)

17

17

PEMBAHASAN

Hasil uji korelasi pada penelitian ini menunjukkan skor (r= 0,148) dengan

signifikansi sebesar 0,180 (p>0,05), yang berarti tidak ada korelasi antara kecerdasan

adversity dan kecemasan pada PNS gologan IV yang menghadapi masa pensiun. Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutviandi (2009),

yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient

dengan Kecemasan menghadapi ujian nasional (UNAS). Di sisi lain hasil penemuan

dari penelitian ini mendukung penelitian (Wahyuni, n.d) dalam penelitiannya yang

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan

Kecemasan Menghadapi Masa Depan. Hal tersebut juga didukung dengan penelitian

yang dilakukan oleh (Titaningsih, 2010) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan

Menghadapi Dunia Kerja.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kecerdasan adversity ada dalam

kategori sedang dengan rata-rata sebesar 126,5. Sedangkan kecemasan menghadapi

pensiun berada pada kategori sangat tinggi dengan rata-rata 65,75. Menurut Stoltz

(2000) kecerdasan adversity yang tergolong pada kategori sedang berarti bahwa subjek

lumayan baik dalam menempuh liku-liku hidup sepanjang segala sesuatunya berjalan

lancar. Namun subjek mungkin mengalami penderitaan yang tidak perlu akibat

kemunduran-kemunduran yang lebih besar, atau mungkin menjadi kecil hati dengan

menumpuknya beban frustasi dan tantangan-tantangan hidup. Dari penjelasan diatas

dapat diartikan bahwa individu yang memiliki kecerdasan adversity sedang masih dapat

(27)

18

18

adalah tantangan dalam menghadapi masa pensiun. Hal ini dapat membuat individu

mengalami kecemasan mengenai kehidupannya setelah pensiun.

Newman dan Newman (1999) mengatakan bahwa bagi beberapa orang, pensiun

merupakan beban yang tidak diharapkan. Mereka merasa pesimis dan merasa tidak

berguna karena kehilangan pekerjaan. Pensiun lebih dimaknai sebagai suatu kehilangan

daripada suatu kesempatan baru atau kebebasan. Pandangan seseorang mengenai

pensiun menurut Unger dan Crawford (1992) ada dua, yakni pandangan positif dan

negatif. Seseorang yang memiliki pandangan positif memaknai pensiun sebagai suatu

kebebasan setelah sekian tahun bekerja, kesempatan yang cukup baik untuk bepergian

atau berlibur, melakukan hobi, dan memanfaatkan waktu luang. Sebaliknya, seseorang

yang memiliki pandangan negatif memaknai pensiun sebagai keadaan yang

membosankan, penarikan diri, dan kemungkinan besar munculnya perasaan tidak

berguna. Pandangan negatif seperti ini yang dapat menimbulkan emosi-emosi negatif

sehingga akan mengarahkan seseorang pada kecemasan menghadapi masa pensiun.

Selain itu karakteristik PNS dimungkinkan bisa memicu timbulnya kecemasan.

Karakteristik PNS menurut Daryanto (2007) PNS memiliki karakteristik kerja seperti

bekerja sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh aturan, kerja rutin, cenderung

menunggu perintah dari atasan, hidupnya terjamin sampai tua karena akan mendapatkan

uang pensiun, status sosial tinggi di masyarakat, dan resiko di PHK kecil. Walaupun

sudah mendapatkan uang pensiun tetapi uang pensiun tidak sebesar gaji yang mereka

dapatkan sewaktu masih bekerja. Selain itu, dulu mereka memiliki jabatan, pekerjaan,

dan status. Saat pensiun mereka sudah tidak memilikinya lagi. Davidoff (1991)

mengungkapkan bahwa orang yang mengalami kecemasan ini biasanya mempunyai

(28)

19

19

dan kurang percaya diri. Menurut Beck (2011) seseorang yang memiliki kecerdasan

emosi yang baik, akan lebih mampu mengatur emosinya sehingga dapat meminimalisasi

(29)

20

20

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang hubungan antara

kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada PNS golongan

IV di Salatiga, maka dapat disimpulkan :

1. Tidak ada hubungan antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi

masa pensiun pada PNS golongan IV di Salatiga.

2. Rerata PNS golongan IV yang akan menghadapi pensiun memiliki tingkat

kecerdasan adversity pada kategori sedang dan kecemasan menghadapi pensiun

pada kategori sangat tinggi.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan

hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi PNS yang akan menghadapi pensiun

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi mengenai hubungan

antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun,

sehingga dapat membantu subjek yang mengalami kecemasan menghadapi

pensiun yang berorientasi pada peningkatan kecerdasan adversity sebagai

salah satu komponen untuk mengurangi kecemasan terhadap kemungkinan

buruk yang akan terjadi di masa depan setelah pensiun.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian berdasarkan

perbedaan pangkat atau golongan PNS yang akan menghadapi pensiun agar

(30)

21

21

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2004). Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Beck, J. (2011). Cognitive Behavior Therapy Basic and Beyond. Second Edition. The Guilford Press. New York. London.

Brill, P.L & Hayes, J.P. (1981). Taming Your Turmoil: Managing the Transtition of Adult Life. Eagle Wood Cliffs: Pretice-Hall, Inc.

Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Davidoff, L.L. (1991). Psikologi Suatu Pengantar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Dewi, A.K. (2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi denganKecemasan Menghadapi Masa Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil. Skripsi. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Hurlock, E.B. (2006). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Husada. (1991). Gangguan Kecemasan. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP.

Lutviandi, E.M. (2009). Hubungan Adversity Quotient dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UNAS). Skripsi. Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Maramis, W. F. (1995). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Universitas Airlangga

Newman, B.M & Newman, P.R. (1999). Development Trought Life A Psycologycal Approach. Revised Edition. Illiois: The Dorsey Press.

Pradono & Esterlita. (2010). Hubungan antara penyesuaian diri dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil di propinsi daerah istimewa Yogyakarta. Naskah publikasi. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Pranandari, K. (2008). Kecerdasan Adversitas Ditinjau Dari Pengatasan Masalah Berbasis Permasalahan Dan Emosi Pada Orang Tua Tunggal Wanita.

(31)

22

22

Stoltz, P.G. (2000). Turning obstacles into opportunities. Jakarta: Grasindo. Titaningsih, A. (2010). Hubungan antara Kecerdasan Adversity dengan

Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta. Hal 1-9.

Unger, R & Crawford, M. (1992). Women and Gender A Ferminist Psychology. New York: McGraw-Hill, Inc

Wahyuni, E.S. (n.d). Hubungan Adversity Quotient dengan Kecemasan Menghadapi Masa Depan pada Remaja Jalanan yang Tinggal di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Wonorejo Surabaya. Skripsi.

Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. Hal 1-7.

Zainun, B. (1990). Administrasi dan Manajemen Kepegawaian Pemerintah Negara Indonesia.Jakarta: Haji Masagung, hal 3.

Zung, W.W.K. (1971). A rating instrument for anxiety disorder. Psychosomatics,

Gambar

Tabel 1 merupakan statitik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap variabel.
Tabel 2 Kriteria Skor Kecerdasan Adversity
Tabel 3 Kriteria Skor Kecemaasan Menghadapi Masa Pensiun
Tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Kenyataan yang terjadi di dunia nyata, di dunia maya ada banyak hal yang berhubungan dengan seksualitas dan kekerasan. Gambar- gambar, video, atau bentuk apa pun bahkan bisa

Menetapkan : PERATURAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN TENTANG PEMBERIAN TALI ASIH DAN / ATAU SANTUNAN UANG DUKA BAGI APARATUR PEMERINTAHAN DESA,

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan bahan perekat tepung tapioka dalam pembuatan pakan ikan dari bahan baku yaitu, bulu ayam, ampas tahu, dan ikan rucah

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGANGKATAN DOSEN TETAP NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI

d. Konsesi, merupakan suatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi tugas pemerintah, namun oleh pemerintah

Sehubungan telah berakhirnya masa sanggah untuk Paket Pekerjaan Pengawasan Pengembangan Bandar Udara Tiom dengan Kode Lelang 4212041, maka bersama ini Pokja 03 Biro Layanan

[r]

sebagian besar status balita di posyandu desa Tayuban adalah baik dengan pengetahuan ibu tinggi yaitu sebanyak 45 orang (56,25%), sedangkan status gizi balita kurang