• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Adult Attachment Styles Pada Para Pasangan Peserta Konseling Pranikah di Gereja "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Adult Attachment Styles Pada Para Pasangan Peserta Konseling Pranikah di Gereja "X" Bandung."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

attachment styles pada para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja ‘X’, Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei.

Penelitian ini dilaksanakan pada populasi responden pria dan wanita peserta konseling pranikah di Gereja “X”, yang ada dalam rentang usia dewasa awal (21-35 tahun), sudah menjalin relasi romantis (berpacaran atau bertunangan) lebih dari satu tahun, dan akan menikah dalam waktu kurang dari enam bulan. Ukuran sampel dalam populasi yang sesuai dengan kriteria adalah 17 pasangan, sehingga total responden untuk penelitian ini adalah 34 orang.

Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data adalah bentuk adaptasi dan dari kuesioner RSQ (Relationship Scale Questionnaire), yang diturunkan dari teori adult attachment styles oleh Bartholomew dan Horowitz (1994). Alat ukur ini terdiri dari 30 item skala rating, yang dapat diturunkan ke dalam 2 dimensi adult attachment style, yaitu dimensi model of self dan model of other. Penghitungan validitas dengan Spearman’s Rho menunjukkan, untuk dimensi model of self validitasitem-item alat ukur RSQ berkisar antara 0.2365, sampai 0.7885 dengan rata-rata 0.5579, sementara untuk dimensi model of other, validitas item-item yang sama berkisar antara 0.2365, sampai 0.7885 dengan rata-rata 0.5333. Dengan demikian, 6 item harus mengalami revisi sebelum dapat digunakan untuk mengambil data. Perhitungan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach menunjukkan hasil 0.856, yang berarti item-item dalam alat tes RSQ memiliki reliabilitas yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan adult attachment fearful terdapat pada 44.12% dari keseluruhan responden, adult attachment secure pada 38.24%, Preoccupied pada 11.76%, dan Dismissing pada 5.88% dari keseluruhan populasi sampel, dan adanya enam bentuk relasi berpasangan, dimana tiap bentuk adult attachment dan relasi berpasangan memiliki perbedaan pada relationship outcomes yang dihayati oleh individu dalam relasi dengan pasangannya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, adalah keberadaan adult attachment style individual dan dalam relasi berpasangan, dengan ciri-ciri relationship outcomes yang berbeda satu sama lain. Saran untuk penelitian lain, adalah untuk menerapkan berbagai metode penelitian (seperti studi longitudinal atau studi kasus) dan teknik analisis data (korelasional dan hubungan) untuk penelitian-penelitian berikutnya, untuk memperkaya hasil penelitian-penelitian berikutnya. Saran untuk para konselor pranikah di Gereja “X” Bandung, untuk menerapkan adult attachment style sebagai materi yang diinformasikan dan digunakan pada para pasangan peserta konseling pranikah dalam bentuk ceramah dan proses konseling.

(2)

Halaman Pengesahan Pembimbing ... ii

Halaman Abstrak ... iii

Halaman Kata Pengantar... iv

Halaman Daftar Isi ... vii

Halaman Daftar Tabel ... x

Halaman Daftar Diagram ... xi

Halaman Daftar Bagan... xii

Halaman Daftar Lampiran...xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

1.5. Kerangka Pemikiran... 12

1.6. Asumsi ... 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 25

2.1. Adult attachment ... 25

2.2.1. Definisi Attachment ... 25

(3)

2.1.2. Perkembangan Attachment dalam kehidupan individu... 28

2.1.2.1.Pada masa balita (infant)... 28

2.1.2.2.Pada masa anak dan remaja... 31

2.1.2.3.Pada masa dewasa (Adult Attachment)... 32

2.1.3. The working model of attachment ... 34

2.1.3.1.Dimensi model of self ... 36

2.1.3.2.Dimensi model of other... 37

2.1.4. Adult Attachment empat kategori dari Bartholomew ... 38

2.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi adult attachment ... 41

2.1.6. Alat ukur RSQ (Relationship Scale Questionnaire) ... 42

2.2. Relasi romantis, pernikahan, dan konseling pranikah... 43

2.2.1. Definisi cinta romantis ... 43

2.2.2. Definsisi pernikahan... 46

2.2.3. Definisi konseling Pranikah ... 47

2.3. Masa Dewasa Awal ... 48

2.3.1. Pandangan mengenai masa dewasa awal ... 48

2.3.2. Tugas Perekembangan masa dewasa awal dari Havighurst ... 48

2.3.3. Fase perkembangan masa dewasa awal dari Levinson ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 52

3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 52

(4)

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 53

3.4. Alat Ukur... 57

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 66

3.6. Teknik Analisis Data... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

4.1. Hasil penelitian... 69

4.1.1. Gambaran populasi berdasarkan Jenis kelamin dan usia ... 69

4.1.2. Gambaran sampel berdasarkan data relasional ... 70

4.1.3. Data adult attachment style perorangan ... 71

4.1.4.Data adult attachment style berpasangan ... 74

4.2. Pembahasan... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 98

5.1. Kesimpulan ... 98

5.2. Saran... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 103

DAFTAR RUJUKAN ... 105

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.Item-item dimensi model of self ... 58

Tabel 3.2. Item-item dimensi model of other ... 58

Tabel 3.3. Kriteria validitas ... 63

Tabel 3.4. perbaikan alat ukur dari hasil validasi RSQ. ... 64

Tabel 3.5. Kriteria Reliabilitas ... 65

Tabel 4.1. Populasi sampel berdasarkan rentang usia... 69

Tabel 4.2.Populasi sampel berdasarkan status hubungan ... 70

Tabel 4.3.Populasi sampel berdasarkan lama hubungan... 70

Tabel 4.4.Adult attachment style pada populasi sampel... 71

Tabel 4.5.Tabulasi silang jenis kelamin dengan adult attachment styles ... 72

Tabel 4.6. Tabulasi silang adult Jenis Kelamin dengan valensi model of self ... 72

Tabel 4.7. Tabulasi silang adult Jenis Kelamin dengan valensi model of other ... 73

(6)

DAFTAR BAGAN

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I: Kuesioner Survey Awal

Lampiran II: Kuesioner pengambilan data

Lampiran III: Validitas, Reliabilitas, dan Revisi Item

Lampiran IV: tabulasi hasil pengambilan data

(8)
(9)

LAMPIRAN I:

(10)

PENGANTAR

Pertama-tama, peneliti mengucapkan Terima Kasih atas kesediaan Saudara/Saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti adalah Mahasiswa Fakultas PSikologi Universitas Kristen Maranatha yang sedang menempuh Tugas Akhir (Skripsi), dan sedang melakukan penelitian mengenai Adult Attachment Style (AAS) pada para pasangan dewasa awal yang mengikuti kegiatan konseling pranikah di gereja saudara.

Pada kesempatan ini, peneliti ingin meminta kesediaan saudara untuk mengisi kuesioner yang tersedia di bawah ini. Atas bantuannya, peneliti infin mengucapkan terima kasih.

Nama:... (inisial)

Jenis Kelamin: P/W (coret yang tidak perlu) Usia:... tahun

Telah berpacaran dengan pasangan saat ini selama:...bulan ...tahun

Apakah saudara merasa memiliki hubungan yang erat dan mendalam dengan Ayah dan Ibu saudara (sebagai orangtua dengan anak) jika dibandingkan dengan hubungan saudara dengan orang-orang lain?

Ya/Tidak

Jika Ya, hal apa yang mendasari hubungan saudara dengan kedua orangtua saudara?...

Apakah saudara merasakan adanya hubungan yang erat yang mendalam dengan pasangan saudara pada saat ini jika dibandingkan dengan hubungan saudara dengan orang-orang lain?

Ya/Tidak

(11)

Jika saudara diminta membandingkan hubungan saudara dengan orangtua dan hubungan saudara dengan pasangan, pernyataan mana yang lebih menggambarkan perasaan saudara? (pilih salah satu);

a. Bagi saya, hubungan saya dengan kedua orangtua lebih penting jika dibandingkan dengna hubungan dengan pasangan saya

b. Bagi saya, hubungan saya dengan kedua orangtua sama pentingnya jika dibandingkan dengna hubungan dengan pasangan saya

c. Bagi saya, hubungan saya dengan pasangan saya lebih penting jika dibandingkan dengna hubungan dengan kedua orangtua

Berikut ini, adalah gambaran dari empat bentuk hubungan yang biasa orang-orang ungkapkan

ketika mereka berelasi dengan pasangannya.

Berilah penilaian sejauh apa bentuk-bentuk relasi di bawah ini cocok / bersesuaian dengan

bentuk relasi anda dengan pasangan anda, dengan melingkari angka di belakang pernyataan

sebagai berikut;

1:

sangat tidak

sesuai

2:

tidak sesuai

3:

cenderung

tidak sesuai

4:

Usahakan untuk memberikan nilai paling tinggi pada pernyataan yang saudara rasa paling

mewakili perasaan saudara ketika berelasi dengan pasangan saudara.

PERNYATAAN

Mudah bagi saya untuk akrab secara emosional dengan

pasangan saya. Saya merasa nyaman bergantung pada

pasangan saya dan membiarkan mereka bergantung pada diri

saya. Saya tidak merasa kuatir sendirian, atau pasangan saya

tidak menerima saya.

Sangat

Sesuai Sangat sesuai

(12)

saya merasa kurang nyaman dalam berelasi dengan pasangan

saya. Saya menginginkan hubungan yang akrab secara

emosional, tetapi saya merasa kesulitan mempercayai

pasangan saya sepenuhnya, atau bergantung pada diri mereka.

Saya kuatir saya akan melukai diri saya sendiri jika saya

terlalu akrab dengan pasangan saya

Sangat

Sesuai Sangat sesuai

1 2 3 4 5 6

Saya ingin benar-benar akrab secara emosional dengan

pasangan saya, tetapi terkadang saya merasa ia terkadang

terlalu tertutup sehingga tidak dapat seakrab yang saya

inginkan. Saya merasa tidak nyaman tanpa relasi yang akrab,

tetapi terkadang saya kuatir pasangan saya tidak menghargai

saya seperti saya menghargai dirinya.

Sangat

Sesuai Sangat sesuai

1 2 3 4 5 6

saya merasa nyaman tanpa hubungan emosional yang akrab.

Penting bagi saya untuk merasa mandiri dan dapat mencukupi

kebutuhan saya sendiri, dan saya memilih untuk tidak

bergantung pada pasangan saya, atau membiarkan pasangan

saya bergantung pada saya

Sangat

Sesuai Sangat sesuai

1 2 3 4 5 6

(13)

LAMPIRAN II:

(14)

PENGANTAR

Pertama-tama, peneliti mengucapkan Terima Kasih atas kesediaan Saudara/Saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti adalah Mahasiswa Fakultas PSikologi Universitas Kristen Maranatha yang sedang menempuh Tugas Akhir (Skripsi), dan sedang melakukan penelitian mengenai Adult Attachment Style (AAS) pada para pasangan dewasa awal yang mengikuti kegiatan konseling pranikah di gereja saudara.

Pertanyaan-pertanyaan yang saudara akan temui pada bagian-bagian selanjutnya, berhubungan dengan bagaimana Saudara/Saudari berelasi dengan kekasih/pasangan saudara, berhubungan dengan hal-hal yang saudara lakukan dan rasakan ketika berelasi dengannya. Oleh karena itu, peneliti meminta saudara/saudari menjawab semua pertanyaan yang diberikan dengan jujur, sesuai dengan apa yang saudara lakukan dan rasakan pada saat menjalin hubungan dengan pasangan saudara, bukan hal-hal yang dianggap benar atau baik, bukan pula hal-hal yang umum dilakukan oleh orang lain.

Semua jawaban saudara akan dirahasiakan. Hanya peneliti yang akan mengetahui dan mengolah data yang didapat dari saudara/saudari.

Karena itu, sekali lagi, peneliti memohon kerjasama saudara/saudari untuk mengisi kuesioner ini sesuai apa yang saudara/saudari lakukan dan rasakan ketika berelasi dengan pasangan/kekasih saudara/saudari.

(15)

I. Identitas

Harap tulis identitas umum saudara dan kekasih/pasangan saudara saudara :

Identitas Pribadi

Nama (Inisial) : ... Jenis Kelamin : Pria / Wanita (coret yang tidak perlu)

Usia :……… Tahun

Suku Bangsa : ... Tingkat Pendidikan : SD / SMP / SMU / D3 / S1 / S2 (coret yang tidak perlu)

Pekerjaan : ...

Identitas Kekasih/Pasangan

Nama (Inisial) : ... Jenis Kelamin : Pria / Wanita (coret yang tidak perlu)

Usia :……… Tahun

Suku Bangsa : ... Tingkat Pendidikan : SD / SMP / SMU / D3 / S1 / S2 (coret yang tidak perlu)

(16)

II. Relasi dengan Kekasih/ Pasangan

Harap diisi mengenai keterangan-keterangan umum mengenai hubungan saudara dan kekasih/pasangan saudara

Status hubungan : Berpacaran / Bertunangan (coret yang tidak perlu)

Lama hubungan :……….. Tahun ………. Bulan Akan menikah dalam :………... Bulan

Tanggal Pernikahan : ….. / ….. / ….. (isilah dengan tanggal yang telah direncanakan)

Pernahkan saudara/i berpacaran sebelumnya?

Pernah/Belum pernah

Bacalah baik-baik pernyataan di bawah ini, dan berilah penilaian sampai sejauh mana penyataan tersebut menggembarkan diri saudara/i dalam relasi dengan pasangan, dengan melingkari angka di belakan prnyataan sebagai berikut:

SANGAT TIDAK

SETUJU (STS)

TIDAK SETUJU

(TS)

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

A

Saya merasa bertanggung jawab mempertahankan hubungan saya

dengan pasangan sampai akhir hidup saya

STS TS S SS

1 2 3 4

B Saya tidak beanr-beanr yakin dapat berusaha untuk mempertahankan hubungan saya untuk tahun-tahun ke depan

STS TS S SS

1 2 3 4

C Saya ingin hubungan saya dengan pasangan saya dapat bertahan, tidak peduli seberapa banyak saat-saat sulit yang harus kami lalui

STS TS S SS

1 2 3 4

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

D

Saya masih belum dapat memberitahukan rahasia-rahasia dan hal-hal

yang saya anggap sangat pribadi dengna pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

E

Saya merasa pasangan saya benar-beanr mengerti diri saya dan

sebaliknya saya pun benar-benar mengerti dirinya

STS TS S SS

(17)

F Saya dan pasangan saya sering melakukan banyaj aktivitas sehari-hari bersama-sama

STS TS S SS

1 2 3 4

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

G

Secara umum, saya merasa puas dengan hubungan yang saya jalani

dengna pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

H

masih ada banyak hal yangmembuat saya kecewa dalam hubungan

kami

STS TS S SS

1 2 3 4

Berilah penialian sejauh apa saudara/i puas dengan hubungan yang dijalani dengan pasangan saudara:

Sangat tidak puas

Sangat puas

1 2 3 4 5 6

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

i Saya merasa, bahwa pasangan saya menarik secara seksual

STS TS S SS

1 2 3 4

J

Saya merasa ketertarikan seksual dengan pasangan saya membuat

saya merasa bersalah, karena kami belum menikah

STS TS S SS

1 2 3 4

K

Saya menolak melakukan relasi seksual dengan pasangan, meskipun

saya merasa tertarik padanya

STS TS S SS

1 2 3 4

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

L

Saya dapat sepenuhnya percaya pada pasangan saya bahwa ia tidak

akan mendua dalam hubungan kami

STS TS S SS

1 2 3 4

M

Saya merasa sangat cemburu jika melahat pasangan saya bersama

dengan lawan jenisnya, yang tidak ia perkenalkan pada saya

STS TS S SS

1 2 3 4

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

N Saya dapat mengkomunikasikan seluruh perasaan saya dan harapan saya tanpa merasa takut mengalami penolakan dari pasangan saya

STS TS S SS

(18)

O Saya tidak menyampaikan banyak hal pribadi pada pasangan saya, karena saya kuatir ia akan marah atau kecewa karena kata-kata saya

STS TS S SS

1 2 3 4

Relasi dengan Orang Tua

Harap diisi dengan keterangan-keterangan umum mengenai hubungan saudara dengan kedua orang tua saudara

Relasi secara umum

Pilihlah satu kalimat yang saudara anggap paling mewakili perlakuan kedua orangtua saudara secara umum:

PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

Orangtua saya cenderung memberikan kebebasan yang

seluas-luasnya bagi saya untuk menentukan keputusan saya sendiri. Mereka

hampir tidak pernah atau sangat jarang memaraahi atau menegur saya

kerena tindakan salah yang saya lakukan

A

Orangtua saya cenderung mengekang saya, sehingga saya tidak dapat

mengambil keputusan bagi diri saya sendiri. Meleka selalu atau sangat

sering memarahi atau menegur saya jika saya melakukan hal yang

salah

B

Orang tua saya dapat bersikap fleksibel, dimana mereka dapat tegas

saat saya melakukan kesalahan, namun memberi saya kesempatan

untuk dapat mengambil keputusan saya sendiri

C

Orang saya bersikap seolah-olah tidak mau tahu mengenai semua

yang saya lakukan. Mereka cenderung menjaga jaraknya terhadap

saya, sehingga saya sering bingung apa yang harus saya lakukan

(19)

Relasi dengan Ibu

Pilihlah satu kalimat yang paling menggambarkan penghayatan saudara terhadap perlakuan ibu pada diri saudara

PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

Saya merasa mudah akrab dengan ibu saya, dan saya dapat

bergantung pada ibu saya saat saya membutuhkannya. Saya tidak

merasa kuatir akan ditelantarkan atau terlalu dikekang oleh ibu. Saya

merasa nyaman dan aman ketika berelasi dengan ibu saya

A

Saya ingin dekat dengan ibu saya, namun saya merasa ia lerlalu

tertutup, sehingga saya tidak bisa sedekat yang saya inginkan. Saya

terkadang merasa cemas bahwa ibu sebenarnya tidak menyayangi

saya, atau akan meninggalkan saya. Hal itu, membuat saya selalu

ingin berdekatan dengan ibu.

B

Secara umum, saya berusaha menghindari hubungan dengan ibu

saya, atau merasa bingung bagaimana harus bersikap pada ibu saya.

Saya merasa kurang nyaman ketika harus berelasi dengan ibu saya,

atau tidak dapat mempercayai ibu saya sepenuhnya. Saya merasa

takut akan diperlakukan tidak baik atau tidak adil oleh ibu saya, dan

terkadang saya memilih untuk menghindari hubungan dengan ibu saya

(20)

Relasi dengan Ayah

Pilihlah satu kalimat yang paling menggambarkan penghayatan saudara terhadap perlakuan Ayah pada diri saudara

PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

Saya merasa mudah akrab dengan Ayah saya, dan saya dapat

bergantung pada Ayah saya saat saya membutuhkannya. Saya tidak

emrasa kuatir akan ditelantarkan atau terlalu dikekang oleh Ayah.

Saya merasa nyaman dan aman ketika berelasi dengna Ayah saya

A

Saya ingin dekat dengan Ayah saya, namun saya merasa ia lerlalu

tertutup, sehingga saya tidak bisa sedekat yang saya inginkan. Saya

terkadang merasa cemas bahwa Ayah sebenarnya tidak menyayangi

saya, atau akan meninggalkan saya. Hal itu, membuat saya selalu

ingin berdekatan dengan Ayah.

B

Secara umum, saya berusaha menghindari hubungan dengan Ayah

saya, atau emrasa bingung bagaimana harus bersikap pada Ayah

saya. Saya merasa kurang nyaman ketika harus berelasi dengan Ayah

saya, atau tidak dapat mempercayai Ayah saya sepenuhnya. Saya

merasa takut akan diperlakukan tidak baik atau tidak adil oleh Ayah

saya, dan terkadang saya memilih untuk menghindari hubungan

dengan Ayah saya

(21)

Dengan siapa saudara merasa memiliki hubungan yang lebih dekat/erat?

Ibu / Ayah

Apakah saudara memiliki orang-orang lain dalamkehidupan saudara yang lebih akrab daripada hubungan saudara dengan Ibu dan Ayah ketika saudara belum dewasa?

Ada / Tidak ada

Jika ada, mengapa?

... ... ...

Bagaimana hubungan saudara dengan orang tersebut?

(22)

III. Kuesioner RSQ

Bacalah baik-baik pernyataan di bawah ini, dan berilah penilaian sampai sejauh mana pernyataan tersebut menggambarkan perasaan-perasaan anda dalam relasi dengan pasangan anda, dengan melingkari angka di belakang pernyataan sebagai berikut:

SANGAT TIDAK

SETUJU (STS)

TIDAK SETUJU

(TS)

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

1

Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya STS TS S SS

1 2 3 4

2

Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri STS TS S SS

1 2 3 4

3

Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya STS TS S SS

1 2 3 4

4

Saya ingin bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya STS TS S SS

1 2 3 4

5

Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya membiarkan

diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

6 Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab secara emosional dengan pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

7 Saya tidak yakin dapat selalu bergantung pada pasangan saya untuk membantu ketika saya membutuhkannya

STS TS S SS

1 2 3 4

8

Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan

pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

9

Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian STS TS S SS

1 2 3 4

10

Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya STS TS S SS

(23)

11 Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak benar-benar mencintai saya

STS TS S SS

1 2 3 4

12

Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya

sepenuhnya

STS TS S SS

1 2 3 4

13

Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat dengan

saya

STS TS S SS

1 2 3 4

14

Saya menginginkan hubungan emosional yang akrab dengan

pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

15

Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung pada

diri saya

STS TS S SS

1 2 3 4

16

Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti

saya menghargai dirinya

STS TS S SS

1 2 3 4

17

Pasangan saya tidak pernah ada untuk membantu saya ketika saya

membutuhkannya

STS TS S SS

1 2 3 4

18 Hasrat saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya terkadang membuatnya menghindari diri saya

STS TS S SS

1 2 3 4

19 Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri (ketika berelasi dengan pasangan saya)

STS TS S SS

1 2 3 4

20

Saya merasa gelisah ketika pasangan saya terlalu akrab dengan diri

saya

STS TS S SS

1 2 3 4

21

Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal bersama

dengan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

22

Saya lebih memilih untuk tidak membiarkan pasangan saya

bergantung pada saya

STS TS S SS

1 2 3 4

23

Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya STS TS S SS

1 2 3 4

24

Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab dengan

pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

25

Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa akrab

dengannya seperti yang saya harapkan

STS TS S SS

1 2 3 4

26 Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya

STS TS S SS

1 2 3 4

(24)

membutuhkannya 1 2 3 4

28 Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya

STS TS S SS

1 2 3 4

29

Pasangan saya terkadang ingin saya lebih dekat dengan diri mereka,

melebihi batasan yang saya rasa nyaman

STS TS S SS

1 2 3 4

30

Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya STS TS S SS

(25)

LAMPIRAN III:

(26)

(Lampiran 3.1. Validitas alat tes RSQ Dimensi Model of Self)

N o

Pernyataan Item +/-

Korelasi (spearma n’s ρ)

Keputusan

1 Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya

-

0.7459

Diterima

2 Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri

+

0.7069

Diterima

3 Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya

+

0.5233

Diterima

4 Saya ingin bersatu seutuhnya dengan diri pasangan saya

+

0.2643

Ditolak/direvisi

5

Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya membiarkan diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya

-

0.5622

Diterima

6

Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab secara emosional dengan pasangan saya

+

0.7069

Diterima

7

Saya tidak yakin dapat selalu

bergantung pada pasangan saya untuk membantu ketika saya

membutuhkannya

-

0.5428

Diterima

8

Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan pasangan saya

-

0.7588

Diterima

9

Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian

-

0.3239

Diterima

10

Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya

+

0.4041

Diterima

11

Saya terkadang takut pasangan saya tidak benar-benar mencintai saya

-

0.7307

Diterima

12

Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya sepenuhnya

-

0.2638

Ditolak/direvisi

13

Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat dengan saya

-

0.7069

Diterima

(27)

emosional yang akrab dengan pasangan saya

15

Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung pada diri saya

+

0.5738

Diterima

16

Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti saya

menghargai dirinya

-

0.6822

Diterima

17

Saya yakin pasangan saya selalu tidak dapat membantu saat saya sedang butuh bantuannya

-

0.7885

Diterima

18

Keinginan saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya terkadang membuatnya menghindari diri saya

-

0.2896

Ditolak/direvisi

19

Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri, meski saya sedang ada bersama pasangan saya

+

0.6110

Diterima

20

Saya merasa kuatir saat pasangan saya menjadi terlalu akrab dengan diri saya

+

0.6436

Diterima

21

Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal bersama dengan saya

-

0.4495

Diterima

22

Saya lebih memilih untuk tidak

membiarkan pasangan saya bergantung pada saya

+

0.6436

Diterima

23

Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya

-

0.6095

Diterima

24

Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab dengan pasangan saya

-

0.6639

Diterima

25 Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa akrab

-

0.6436

(28)

dengannya seperti yang saya harapkan

26

Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya

+

0.7069

Diterima

27

Saya yakin pasangan saya akan membantu saat saya sedang membutuhkan bantuannya

+

0.6844

Diterima

28

Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya apa adanya

-

0.2365

Ditolak/direvisi

29

Terkadang, pasangan saya ingin saya ingin lebih dekat dengan diri mereka, meski hal itu membuat saya kurang nyaman

+

0.5861

Diterima

30 Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya

+

0.5697

(29)

(Lampiran 3.2. Validitas alat tes RSQ Dimensi Model of Other)

Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya

-

0.4938

Diterima

2

Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri

-

0.655

Diterima

3

Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya

+

0.5826

Diterima

4

Saya ingin bersatu seutuhnya dengan diri pasangan saya

+

0.145

Ditolak/direvisi

5

Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya membiarkan diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya

-

0.5314

Diterima

6

Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab secara emosional dengan pasangan saya

-

0.5278

Diterima

7

Saya tidak yakin dapat selalu

bergantung pada pasangan saya untuk membantu ketika saya

membutuhkannya

-

0.5008

Diterima

8

Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan pasangan saya

+

0.5619

Diterima

9

Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian

-

0.6566

Diterima

10

Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya

+

0.6898

Diterima

(30)

tidak benar-benar mencintai saya

12

Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya sepenuhnya

-

0.5579

Diterima

13

Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat dengan saya

-

0.4771

Diterima

14

Saya menginginkan hubungan

emosional yang akrab dengan pasangan saya

+

0.7074

Diterima

15

Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung pada diri saya

+

0.7074

Diterima

16

Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti saya

menghargai dirinya

+

0.6995

Diterima

17

Saya yakin pasangan saya selalu tidak dapat membantu saat saya sedang butuh bantuannya

-

0.825

Diterima

18

Keinginan saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya terkadang membuatnya menghindari diri saya

+

0.7039

Diterima

19

Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri, meski saya sedang ada

bersamapasangan saya

-

0.422

Diterima

20

Saya merasa kuatir saat pasangan saya menjadi terlalu akrab dengan diri saya

-

0.2909

Ditolak/direvisi

21

Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal bersama dengan saya

-

0.5595

Diterima

22

Saya lebih memilih untuk tidak

membiarkan pasangan saya bergantung pada saya

-

0.2707

(31)

23

Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya

-

0.3463

Diterima

24

Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab dengan pasangan saya

-

0.5657

Diterima

25

Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa akrab

dengannya seperti yang saya harapkan +

0.7074

Diterima

26

Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya

-

0.1395

Diterima

27

Saya yakin pasangan saya akan membantu saat saya sedang membutuhkan bantuannya

+

0.5061

Diterima

28

Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya apa adanya

-

0.5061

Diterima

29

Terkadang, pasangan saya ingin saya ingin lebih dekat dengan diri mereka, meski hal itu membuat saya kurang nyaman

-

0.2866

Ditolak/direvisi

30

Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya

+

0.7074

(32)

(Lampiran 3.3. Reliabilitas alat tes RSQ)

Reliability

Warnings

The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.

Case Processing Summary

N %

Valid 10 100

Excluded(a) 0 0

Cases

Total 10 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .856 30

(33)

(Lampiran 3.4. Revisi alat tes RSQ)

No Pernyataan Model of

Self

Model of Other

1 Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya

(-) (-)

2 Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri

(+) (-)

3

Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya

(+) (+)

4 Saya ingin bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya

(+) (+)

5 Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya

membiarkan diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya (-) (-)

6 Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab

secara emosional dengan pasangan saya (+) (-)

7 Saya tidak yakin dapat selalu bergantung pada pasangan saya

untuk membantu ketika saya membutuhkannya (-) (-)

8 Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan

pasangan saya (+) (+)

9 Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian

(-) (-)

10 Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya

(+) (+)

11 Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak benar-benar

mencintai saya (-) (-)

12 Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya

sepenuhnya (-) (-)

13 Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat

dengan saya (-) (-)

14 Saya menginginkan hubungan emosional yang akrab dengan

pasangan saya (+) (+)

15 Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung

pada diri saya (+) (+)

16 Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti

saya menghargai dirinya (-) (+)

17 Pasangan saya tidak pernah ada untuk membantu saya ketika

saya membutuhkannya (-) (+)

18 Hasrat saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya

terkadang membuatnya menghindari diri saya (-) (-)

19

Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri (ketika berelasi dengan pasangan

saya) (+) (-)

(34)

diri saya

21 Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal

bersama dengan saya (-) (-)

22 Saya lebih memilih untuk tidak membiarkan pasangan saya

bergantung pada saya (+) (-)

23 Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya

(-) (-)

24 Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab

dengan pasangan saya (-) (-)

25 Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa

akrab dengannya seperti yang saya harapkan (-) (-)

26 Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya

(+) (-)

27 Saya tahu pasangan saya akan membantu saya ketika saya

membutuhkannya (+) (-)

28 Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya

(-) (-)

29 Pasangan saya terkadang ingin saya lebih dekat dengan diri

mereka, melebihi batasan yang saya rasa nyaman (-) (-)

30 Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya

(35)

LAMPIRAN IV:

(36)

Lampiran tabulasi gabungan:

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)

Lampiran tabulasi Model of Self:

(44)
(45)

Lampiran tabulasi Model of Other:

(46)
(47)
(48)

Gambaran sampel berdasarkan data Identitas

Lampiran 4.4. Responden berdasarkan suku bangsa

Suku Bangsa Jumlah Persentase

Batak (Sumatara utara) 3 8.82

Jawa 5 14.71

Sunda 9 26.47

Toraja 1 2.94

Keturunan Tionghoa 14 41.18

Minahasa (Sulawasi utara) 2 5.88

Total 34 100.00

Lampiran 4.5. Responden berdasarkan pendidikan

Pendidikan Jumlah Persentase

SMU 7 20.59

D3 5 14.71

S1 21 61.76

S2 1 2.94

Total 34 100.00

Lampiran 4.6. Responden berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Persentase

Wiraswastawan 8 23.53

Karyawan Swasta 24 70.59

Rohaniawan 1 2.94

Tidak Bekerja 1 2.94

(49)

Tabulasi silang adult attachment styles (perorangan)

Lampiran 4.7. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ibu

adult attachment style

dengan Ibu

Lampiran 4.8. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ibu pada responden pria

adult attachment style

Jenis Kelamin: Pria

S (Secure)

dengan Ibu

Lampiran 4.9. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ibu pada responden wanita

adult attachment style

Jenis Kelamin: Wanita

S (Secure)

dengan Ibu

(50)

Anxious-Lampiran 4.10. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ayah

adult attachment style

S (Secure)

Lampiran 4.11. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ayah pada responden pria

adult attachment style

Jenis Kelamin: Pria

S (Secure)

ambivalence 0 0

4

(51)

adult attachment style

Jenis Kelamin: Wanita

S (Secure) P (Preoccupied) F (Fearful)

Lampiran 4.13. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis Pola Asuh

adult attachment style

Jenis Pola Asuh

Lampiran 4.14. tabulasi silang adult attachment style dan suku bangsa

Suku Bangsa

Batak Jawa Tionghoa Sunda Menado Toraja Total

(52)

Fearful 2

Lampiran 4.15. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Komitmen

adult attachment style

S (Secure)

Lampiran 4.16. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Intimasi/Keakraban

adult attachment style

Lampiran 4.17. Tabulasi silang adult attachment style dan Skor Kepuasan

adult attachment style

(53)

25% 33.33%

Lampiran 4.18. tabulasi silang adult attachment style dan Skor ketertarikan seksual

adult attachment style

Lampiran 4.19. tabulasi silang adult attachment style dan Relasi Seksual Premarital

adult attachment style

Lampiran 4.20. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Kecemburuan

adult attachment style

(54)

15.38% 6.66% 50%

Lampiran 4.21. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Kualitas komunikasi

adult attachment style

4.1.4. Ciri-ciri pola relasi berpasangan dari populasi sampel

Secure-Secure(S-S)

Lampiran 4.22. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Secure-Secure

No

(55)

016 PS W 5 5 4 3 2 4 Secure

Secure-Preoccupied / Preoccupied –Secure(S-P) / (P-S)

Lampiran 4.23. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Secure-Preoccupied

No

Inisial Jenis Kelamin

Secure-Fearful / Fearful-Secure(S-F)/(F-S)

(56)

No

Inisial Jenis Kelamin

Secure-Dismissing / Dismissing Secure(S-D) / (D-S)

Lampiran 4.25. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Dismissing-Secure

No

Inisial Jenis Kelamin

Preoccupied – Fearful / Fearful-Preoccupied(P-F) / (F-P)

(57)

No

Inisial Jenis Kelamin

Fearful – Fearful (F-F)

Lampiran 4.27. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Fearful-Fearful

No

(58)
(59)

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam

lingkungannya, dalam berelasi dengan beragam bentuk, intensitas, dan dampak bagi

diri individu tersebut sepanjang rentang kehidupannya.

Saat seorang anak lahir, ruang lingkup relasi sosialnya sempit dan terbatas.

Pada tahun-tahun pertamanya, seorang anak hanya dapat mengenal kedua

orangtuanya (ibu dan ayah), atau tokoh perawat lain yang biasanya merupakan

orang-orang terdekat anak. Pada masa-masa ini, kedua orang-orangtua atau figur pengasuh

berperan penting dalam perkembangan anak, bukan hanya dalam memfasilitasi

perkembangan fisik, namun juga perkembangan sosial, emosional, dan relasionalnya.

Seorang anak akan membentuk suatu keterikatan emosional yang mendalam dengan

kedua orangtua dan/atau figur pengasuhnya, yang dikenal dengan nama attachment.

Dalam wawancara awal dengan lima pasangan (10 orang responden) peserta

konseling pranikah di Gereja “X”, semuanya (100%) mengungkapkan bahwa mereka

menghayati dan merasakan adanya suatu hubungan yang khusus dengan orangtua

mereka, baik ketika masa kanak-kanak, maupun ketika mereka menginjak usia remaja

dan dewasa. Menurut mereka, hubungan tersebut muncul akibat adanya interaksi

(60)

yang terus menerus dengan figur orangtuanya. Sekalipun tiga dari sepuluh (30%)

peserta konseling pranikah yang diwawancarai menjelaskan bahwa hubungan mereka

dengan orangtua tidak berjalan terlalu baik, namun mereka merasa hubungan tersebut

tetap hubungan yang penting dan tidak tergantikan dalam hidup mereka, bahkan

sampai saat ini.

Namun, selain hubungan yang intim dengan orangtua atau figur pengasuh,

seorang individu juga akan menjalin relasi yang intim dengan lebih banyak orang.

Figur-figur seperti saudara, sahabat, kekasih, dan pasangan hidup (suami/istri),

jumlahnya tidak banyak dalam hidup seorang individu, namun dapat memberikan

dampak besar bagi kehidupan individu. Brehms, et al. (2004: 5-6) mengungkapkan

bahwa bentuk relasi yang dekat dan hangat jumlahnya sedikit saja dalam kehidupan

individu, yang menggambarkan bahwa dampak dari kualitas relasi lebih penting

daripada kuantitas relasi yang dijalin individu dalam relasi yang bersifat intim.

Seorang individu bisa saja mengenal banyak orang dalam kehidupannya, namun

hanya beberapa relasi dengan orang-orang tertentu saja yang dapat dihayati individu

sebagai relasi yang dianggap berharga, berarti, dan penting bagi diri individu. Meski

jumlahnya sedikit, namun relasi-relasi ini memiliki dampak yang begitu besar bagi

individu, sebagai sumber dari kegembiraan saat berjalan dengan baik, namun dapat

juga menjadi sumber kesedihan dan rasa sakit saat berjalan dengan buruk (Miller,

2007: 3).

Relasi berpacaran, pertunangan, atau pernikahan, merupakan bentuk-bentuk

(61)

Diistilahkan juga dengan relasi romantis (romantic relationship), kegiatan berpacaran

atau bertunangan banyak ditemui pada individu-individu berusia dewasa. Berbeda

dengan kegiatan berpacaran pada usia remaja, maka kegiatan berpacaran pada masa

dewasa, terutama dewasa awal, lebih ditujukan pada pencarian pasangan hidup. Cox

(1984: 76) mengungkapkan, bahwa pada usia dewasa, maka kegiatan berpacaran

menjadi lebih serius jika dibandingkan dengan masa remaja, karena seseorang lebih

mengarahkan kegiatan berpacaran sebagai usaha untuk memilih pasangan hidup dan

bukan sekedar kegiatan rekreasi atau kesenangan saja. Lebih jauh lagi, Cox (1984:

76, 116) menjelaskan bahwa, bahwa pola perilaku berpacaran dan proses pencarian

pasangan hidup dapat ditempatkan dalam sebuah kontinuum, yang bermula dari titik

pacaran untuk kesenangan sampai pada titik pernikahan sebagai titik puncak atau

kulminasi.

Pernikahan sendiri dianggap sebagai akhir dari relasi berpacaran yang dijalani

individu bersama pasangannya, sekaligus suatu awal dari bentuk relasi romantis baru,

yaitu dalam pernikahan. Cox berpendapat, bahwa pernikahan merupakan bentuk

interaksi manusia yang paling intim, dengan relasi interpersonal antara dua orang,

seorang pria dan seorang wanita sebagai inti relasi (1984: 116). Bagi masyarakat

Indonesia sendiri, pernikahan masih dianggap sebagai hal yang penting dalam

kehidupan individu. Sebagai contoh, Liniawati (2007) mengungkapkan bahwa

masyarakat kita masih melekatkan pernikahan menjadi bagian dari identitas

seseorang, dan hal ini membuat pernikahan merupakan momen yang dianggap paling

(62)

Peneliti telah menyebarkan kuesioner survei awal pada lima pasang pria/wanita

peserta konseling pranikah di Gereja “X”, yang sebelumnya diwawancarai. Salah

satu pertanyaan yang ditanyakan, adalah seberapa penting hubungan yang dijalani

dengan pasangan pada saat ini jika dibandingkan dengan hubungan dengan kedua

orangtua. Hasilnya, tujuh orang responden (70%), menempatkan hubungan mereka

dengan pasangan sama pentingnya dengan hubungan mereka dengan ayah dan ibu, 2

orang (20%) mengungkapkan bahwa hubungan mereka dengan pasangan lebih

penting dari hubungan dengan orangtua, dan 1 responden (10%) mengungkapkan

bahwa hubungan dengan orangtua masih lebih penting dari hubungan dengan

pasangan. Hal ini menggambarkan, bahwa para pasangan peserta konseling pranikah

di Gereja “X” sebagian besar beranggapan bahwa relasi romantis yang dijalani

dengan pasangan dianggap tidak kalah penting, bahkan setara dengan hubungan

mereka dengan orang tuanya. Dalam survey awal, peneliti juga menanyakan

mengenai seberapa penting kehidupan pernikahan bagi diri pria/wanita peserta

konseling pranikah di Gereja “X”, dan harapan-harapan (ekspektasi) apa saja yang

mereka miliki dari kehidupan pernikahan yang akan dijalani bersama pasangan.

Hasilnya, semua (100%) responden menganggap kehidupan pernikahan adalah hal

yang sangat penting dalam kehidupan mereka, dan semua (100%) mengharapkan

kehidupan pernikahan yang langgeng, bahagia, dan dapat bertahan lama. Artinya,

bagi para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja “X”, relasi romantis dan

(63)

oleh individu, mengharapkan relasi yang berjalan baik dari hubungan pernikahan

tersebut.

Ketika membahas mengenai penyebab utama dari relasi berpacaran dan

pernikahan, maka jawaban yang umum diberikan dapat diterjemahkan dalam satu

kata, yaitu cinta (dalam Cox, 1984: 38, Brehms et al., 2002: 219-220, dan Miller,

2007: 244). Dalam survei awal, Peneliti telah bertanya pada dua orang konselor

pranikah di Gereja “X”, Bandung, dan mereka setuju, bahwa sebagian besar (sekitar

90%) dari para pasangan peserta konseling pranikah (baik dengan status berpacaran

maupun bertunangan) mengungkapkan, bahwa cinta merupakan alasan mereka

menjalin dan mempertahankan hubungan dengan pasangannya. Bukan hanya itu,

cinta juga yang menjadi alasan mereka melanjutkan hubungan mereka ke tahap yang

lebih serius, yaitu pernikahan. Hanya sebagian kecil (kurang lebih 10%) dari para

pasangan peserta konseling pranikah mengungkapkan bahwa mereka menikah karena

faktor ekonomi, faktor usia, atau faktor ‘kecelakaan’(hamil karena relasi seksual

premarital). Hal ini menunjukkan, bahwa cinta dapat dianggap sebagai faktor utama

yang membentuk dan mempertahankan relasi romantis.

Namun, relasi romantis yang didasari adanya cinta, belum tentu menjalin

relasi romantis terbebas dari masalah. DR.Sawitri Supardi Sadarjoen, Psik (dalam

Kompas Cybermedia, 2005), mengungkapkan, bahwa pendapat kuno yang

menyatakan bahwa pasangan saling mencintai, maka relasinya akan dengan

sendirinya memuaskan dapat dianggap tidak terbukti lagi. Keberadaan cinta sebagai

(64)

pernikahan, belum tentu menjamin relasi sepasang pria/wanita akan berjalan dengan

baik. Survey awal, menunjukkan bahwa relasi romantis yang dijalin para pasangan

peserta konseling pranikah di Gereja “X” tidak terbebas dari masalah. Dari 10

peserta konseling yang mengisi kuesioner survey awal, 7 responden (70%)

mengungkapkan bahwa mereka pernah mengalami masalah dalam relasinya dengan

pasangan, baik masalah besar maupun kecil. Masalah-masalah yang muncul sendiri,

menurut mereka berhubungan faktor-faktor di dalam relasi itu sendiri, seperti

bagaimana kedua individu berkomunikasi, menjalin keakraban, dan meluangkan

waktu bersama, dibandingkan dengan faktor-faktor lain di luar relasi seperti

dukungan orang tua atau masalah keuangan.

Peneliti mewawancarai dua konselor pranikah di Gereja “X” mengenai

masalah-masalah yang biasa mereka dapat temukan dalam relasi para pasangan

peserta konseling pranikah. Mereka mengungkapkan, bahwa potensi masalah baik

dalam relasi para pasangan secara umum maupun dalam proses konseling seringkali

muncul dari perbedaan antar individu dalam relasi. Sebagai contoh, ketika

memfasilitasi proses konseling, mereka dapat melihat adanya berbagai variasi

individual maupun variasi berpasangan. Ada individu yang terlihat sangat akrab

bersama pasangannya, sehingga hubungan mereka berjalan nyaman dan terbuka, ada

kelihatannya saling tertutup satu sama lain ada pula pasangan-pasangan yang

cenderung menghindari kegiatan bersama pasangannya atau lebih memilih

melakukan berbagai aktivitas sehari-hari terpisah dari pasangannya.

(65)

menjalin relasi dengan pasangannya. Artinya, pengetahuan mengenai perbedaan

individual dalam berelasi, akan sangat membantu dalam berjalannya proses

konseling, karena mempelajari perbedaan individual dari para peserta konseling

pranikah, para konselor dapat melihat berbagai kecenderungan dalam diri individu

dan dalam interaksi dengan pasangannya

Cinta, sebagai dasar dari relasi romantis, pada dasarnya merupakan sebuah

proses attachment, yaitu keterikatan emosional yang erat antara individu dengan

pasangannya (Hazan dan Shaver, 1987:511-512). Umumnya, ketika seorang individu

berelasi dengan pasangannya, mereka merasakan adanya keterikataan emosional

dengan pasangannya, yang memunculkan dan mempertahankan relasi romantis dalam

pacaran, pertunangan, dan pernikahan. Dalam perspektif ini, cinta merupakan

perwujudan attachment pada masa dewasa antara seorang individu dengan

pasangannya, yang ditandai adanya kesamaan ciri-ciri umum dengan relasi

attachment dengan orangtua. Ternyata, pada para pasangan konseling pranikah, ciri-ciri relasi attachment, seperti usaha untuk menjaga kedekatan, menghindari

perpisahan, dan perasaan tidak nyaman ketika harus berpisah dengan pasangan,

muncul pada semua (100%) responden.

Kim Bartholomew, mengembangkan kembali konsep mengenai attachment

dan berbagai variasi individual yang dapat muncul pada masa dewasa dengan

mengungkapkan keberadaan dua dimensi di dalam diri setiap individu yang

mempengaruhi attachment pada masa dewasa dalam relasi dengan pasangan

(66)

bervalensi positif atau negatif. Kombinasi dari dua dimensi ini dapat memunculkan 4

variasi dalam adult attachment style. Berbagai bentuk adult attachment style dapat

ditemukan pada relasi para pasangan pranikah di Gereja “X”, Bandung. Untuk

survey awal, Peneliti memberikan kuesioner pada para responden survei awal, dan

menemukan keberadaan adult attachment style yang berbeda-beda pada para

responden. Dari hasil pengolahan kuesioner survei awal tersebut, peneliti

menemukan, 50% (5 orang) yang memiliki adult attachment style Secure, 20% (2

orang) memiliki attachment style Preoccupied, 20% (2 orang) memiliki attachment

style Fearful, dan 10% (1 orang) memiliki attachment style Dismissing. Artinya, terdapat berbagai bentuk adult attachment pada para pria/wanita peserta konseling

pranikah di Gereja “X”, Bandung dalam relasi romantis mereka dengan pasangannya.

Perbedaan antara adult attachment style individu dengan pasangannya juga

memperlihatkan ciri relasi sepasang pasangan individu tersebut. Para konselor

mengungkapkan, bahwa mereka tidak pernah menemukan adanya satu pasangan yang

sama dengan pasangan lainnya, baik dari cara-cara mereka ketika berelasi, kualitas,

maupun masalah-masalah yang dihadapi para pasangan tersebut. Hal imi muncul

karena adult attachment style seorang individu akan berinteraksi dengan adult

attachment style yang dimiliki pasangannya dan akan mempengaruhi pola-pola relasi mereka secara keseluruhan.

Konseling pranikah, adalah momen yang tepat untuk mempelajari berbagai

variasi individual ini dan melakukan berbagai langkah-langkah praktis untuk

(67)

memasuki kehidupan pernikahan. Menurut DR. Sawitri Superdi Sadarjoen, Psik

(dalam Kompas Cybermedia, 2005) Konseling pranikah dapat menjadi salah satu

alternatif untuk mendorong para pasangan yang akan menikah, untuk memusatkan

perhatian pada masalah proses perkembangan interrelasi yang baik, dan secara

berlanjut merawat relasi yang baik tersebut dengan hasil interaksi yang memuaskan.

Dalam pengertian ini, Konseling persiapan pernikahan bertujuan untuk

mempersiapkan dan menolong individu, pasangan-pasangan, bahkan kadang-kadang

anggota keluarga yang lain untuk menciptakan suasana pernikahan yang bahagia

(Sabda.org, 2003). Gereja “X”, Bandung merupakan salah satu institusi mayarakat

yang melaksanakan kegiatan Konseling Pranikah secara rutin. Dalam konseling

pranikah yang diadakan di Gereja “X”, Bandung, maka proses ini difasilitasi oleh

Gereja sebagai lembaga keagamaan yang berpatokan pada ajaran Yesus Kristus

sebagai dasar dari kehidupan berumah tangga. Sebagai salah satu Gereja dengan

jumlah jemaat yang cukup besar di Bandung, kegiatan konseling pranikah di Gereja

“X”, Bandung berjalan rutin dengan 3-6 pasangan yang menerima pemberkatan

pernikahan setiap bulannya. Karena itu, keberadaan konseling pranikah di Gereja

“X”, Bandung dapat digunakan sebagai sarana untuk mengenali dan mengembangkan

pengertian mengenai perbedaan individual ketika berelasi dengan pasangannya.

Adult attachment style, dapat menjadi salah satu alternatif potensial untuk mengenali berbagai variasi maupun dampak dari adult attachment style yang

berbeda-beda dalam hubungan pria/wanita peserta konseling pranikah. Selain itu,

(68)

digunakan untuk meningkatkan kualitas hubungan, dengna memanfaatkan sarana

konseling. Hal-hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

deskriptif mengenai adult attachment style pada para pasangan peserta Konseling

Pranikah di Gereja “X”, Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari peneliitan ini, ingin diketahui bagaimanakah adult attachment style pada

para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Penelitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran mengenai

bentuk-bentuk adult attachment style pada para pasangan peserta konseling pranikah

di Gereja “X”, Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai adult

attachment styles pada para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja “X”, yang muncul dari dimensi model of self dan model of other dalam diri individu dan

kaitannya dengan faktor-faktor lain, seperti pengalaman attachment dengan figur

(69)

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman mengenai

teori adult attachment style pada usia dewasa awal, dalam bidang Psikologi

Sosial dan Psikologi Perkembangan

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan bagi

peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai adult attachment

styles.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Bagi para konselor pranikah di Gereja “X”, Bandung

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para konselor pranikah di

Gereja “X”, Bandung untuk memfasilitasi proses konseling melalui

pengenalan dan pemahaman mengenai berbagai variasi individual dan

interaksi/relasi berpasangan sehubungan dengan adult attachment style yang

dimiliki para individu peserta konseling.

2. bagi masyarakat umum

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat

secara umum mengenai perbedaan individual dan berpasangan dari adult

(70)

1.5. Kerangka Pemikiran

Attachment, secara umum diartikan sebagai suatu ikatan afeksional yang erat pada individu-individu tertentu (yang disebut figur attachment) dalam lingkungan

sosialnya, dan umum digunakan dalam untuk antara relasi anak dengan figur

pengasuhnya, terutama figur ibu dan ayah. Pengalaman pria/wanita peserta konseling

pranikah di Gereja “X”, Bandung dalam relasi dengan figur attachment utama dalam

kehidupannya (terutama ibu dan ayah), merupakan hal yang penting, karena

pengalaman-pengalaman tersebut akan membentuk suatu kecenderungan internal

yang bersifat umum ketika ia menjalin relasi dengan individu-individu lain ketika

menjalin relasi yang intim.

Bowbly (1969), memproposisikan attachment sebagai bentuk relasi yang

menjadi karakteristik manusia sejak seorang individu lahir sampai ia meninggal

(‘from the cradle to the grave’). Bentuk relasi attachment sesungguhnya tidak hilang

seiring perkembangan individu, namun menetap dan menjadi ciri individu tersebut

ketika ia menjalin relasi yang intim, baik dalam setting keluarga (dengan ibu, ayah,

dan saudara), maupun di luar setting keluarga (dalam persahabatan dan relasi

romantis. Kecenderungan individual yang unik dan berkesinambungan ini, menurut

Bowbly (1982; 1988) terjadi karena adanya keberadaan the working model of

attachment dalam diri individu. Ia menjelaskan, bahwa the working model of attachment merupakan representasi mental internal yang dimiliki seorang individu terhadap dirinya sendiri dan tokoh lain (yaitu para figur attachment) dalam relasi.

(71)

merupakan dasar dari pembentukan the working model. Pengalaman-pengalaman

yang dialami seorang individu ketika ada dalam interaksi dengan figur pengasuhnya

akan membentuk belief dan harapannya terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan

relasi yang terjadi sebagai suatu kesatuan fungsi dalam kognisi individu yang akan

menuntun seseorang secara tak sadar ketika ia berperilaku (Bowbly, 1988). Secara

umum, pengalaman attachment individu dengna orangtua tidak dapat lepas dari latar

belakang budaya yang dimiliki individu, dan pola asuh yang diterapkan orangtua.

The working model of attachment ini sendiri, bekerja sebagai sebuah sistem motivasional yang akan memunculkan perilaku attachment saat individu berada

dalam suatu setting sosial dimana ia menjalin relasi yang intim dengan orang-orang

lain dalam kehidupannya.

Terdapat dua dimensi dalam the working model of attachment. Pertama, adalah

dimensi model of self, yaitu merupakan kecenderungan penilaian individu terhadap

dirinya sendiri, yaitu ia merasa dirinya layak mendapatkan keamanan dan

perlindungan dari figur attachment di saat ia membutuhkan. Yang kedua, adalah

dimensi model of other, yang merupakan kecenderungan penilaian individu mengenai

figur attachment, yaitu ia merasa orang tersebut akan bertindak secara responsif dan

menolong di saat individu mengalam ancaman. Simpson dan Rholes (2004)

menyebut working model yang muncul dari relasi primer dengan figur pengasuh

utama sebagai general working model of attachment, dan menjadi kecenderungan

umum individu ketika menjalin relasi yang intim sepanjang hidupnya, sementara

(72)

(termasuk dengan pasangan pada saat ini), memiliki suatu sistem working model yang

unik dan khas untuk setiap relasi, yang disebut relation-specific working model of

attachment. Baik General working model maupun relationship-specific working model memiliki dimensi model of self dan model of other masing-masing.

Adult attachment yang dijalin oleh individu peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung dengan pasangannya, merupakan relasi attachment yang

dipengaruhi oleh relationship-specific working model. Relasi attachment ini sendiri

dirasakan dan dihayati oleh para pria/wanita peserta konseling pranikah sebagai cinta.

Hal ini sesuai dengan pendapat Bowbly (1980), bahwa pembentukan suatu ikatan

pada relasi attachment yang bersifat romantis dapat dideskripsikan sebagai proses

jatuh cinta, usaha untuk menjaga ikatan tersebut sebagai mencintai seseorang, dan

kehilangan diri pasangan adalah kedukaan bagi individu. Dalam relationship-specific

working model yang ada dalam relasi romantis, maka pengalaman romantis dengan pasangan sebelumnya, dapat membentuk kecenderungan individu untuk menjalin

relasi romantis dengan pasangan pada saat ini.

Interaksi antara kedua bentuk the working model of attachment ini

memungkinkan bentuk relasi attachment dengan figur pengasuh utama yang

berkesinambungan (sama) maupun berbeda dengan bentuk adult attachment style

individu terhadap pasangannya. Kesinambungan dan perubahan yang dapat terlihat

dari hubungan antara Adult attachment antara pria/wanita peserta konseling pranikah

di Gereja “X”, Bandung dengan pasangannya dengan pengalaman attachment di masa

(73)

model modulasi, adult attachment dan variasi bentuk (styles) yang akan diteleiti

dalam penelitian ini merupakan relasi attachment yang dipengaruhi oleh

relationship-specific working model of attachment dalam diri individu (Simpson dan Rholes, 2004). Dalam model modulasi ini, general working model of attachment merupakan

kecenderungan dasar individu ketika individu peserta konseling pranikah menjalin

hubungan yang akrab, namun hasil dari relasi (relationship outcomes) tersebut diatur

(dimodulasi) oleh sistem relationship-specific working model.

Hasil dari relasi (relationship outcomes), adalah penghayatan individu

mengenai aspek-aspek yang muncul dari relasi attachment antara dirinya dengan

pasangan. Secara umum, relationship outcomes dalam penelitian ini dibagi menjadi

enam aspek, yaitu derajat komitmen, intimasi (keakraban), kepuasan hubungan, relasi

seksual, kecemburuan, dan kualitas komunikasi, sebagai data penunjang.

Relationship outcomes yang positif dalam hubungan dengan pasangan akan mendorong komponen relationship-specific working model dalam diri individu

menjadi lebih positif, sementara Relationship outcomes yang negatif dapat

menurunkan kualitas relationship-specific working model, keduanya akan membawa

perubahan pada adult attachment style yang dimiliki individu pada pasangannya.

Peran relationship outcomes sendiri dalam relasi bersifat timbal balik dengan Adult

attachment yang dimiliki para pria/wanita peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung dengan pasangannya. Penghayatan yang muncul dari relasi adult

(74)

dengan pasangannya, sementara penghayatan individu terhadap hasil dari relasi juga

dapat membawa perubahan terhadap adult attachment style yang dimiliki individu.

Kim Bartholomew (1991, 1998), membahas berbagai variasi pada adult

attachment dengan mengkombinasikan dua dimensi dari relationship-specific working model dalam diri individu, yaitu model of self dan model of other. Model of self, adalah derajat penilaian para individu peserta Konseling Pranikah di Gereja “X”, Bandung terhadap dirinya, yaitu sejauh apa ia menganggap dirinya layak menerima

kasih sayang dan bantuan dari pasangannya (self worthiness), saat ia

membutuhkannya. Sementara, model of other merupakan derajat penilaian para

individu peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung terhadap diri

pasangannya, yaitu sejauh apa ia menganggap pasangannya dapat diandalkan untuk

memberi bantuan dan kenyamaan saat ia membutuhkannya. Kedua dimensi tersebut,

dapat dilihat dalam dua derajat/valensi, yaitu positif dan negatif, sehingga jika

dikombinasikan, dapat muncul empat kategorisasi attachment pada masa dewasa.

Empat kategori yang muncul dari dua dimensi dan dua derajat tersebut, adalah Secure

(S), Preoccupied (P), Fearful (F), dan Dismissing (D) (Bartholomew, 1991, 1998). Adult attachment Secure (S), mengindikasikan perasaan layak untuk dicintai dalam diri individu, adanya harapan bahwa pasangannya secara umum menerima dan

bersikap responsif terhadap dirinya. Pria/wanita dewasa awal peserta bimbingan

pranikah dengan adult attachment style ini memiliki pengalaman attachment yang

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Ibnu Syamsi (1994: 124) mendefinisikan pengarahan merupakan kegiatan pimpinan yang berupa pemberian bimbingan atau petunjuk kepada bawahan

[r]

Dari 32 UPBJJ, 26 diantaranya menyelenggarakan program D-2 PGSD. Sebagaimana diuraikan di muka, salah satu sumber tenaga edukatif program D-2 PGSD adalah guru-guru yang

[r]

Gambar 3.9 Uji berat jenis tanah dengan Erlenmeyer (Sumber : Foto di Laboratorium Mekanika Tanah JPTS

Sebelum mengajar atau sebelum melaksanakan proses pembelajaran dikelas ada beberapa hal yang harus di persiapkan antara lain menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Skripsi ini dilatar belakangi oleh pengamatan penulis terhadap beberapa faktor yang mendukung terhadap keberhasilan sebuah tim bola tangan. Penulis beranggapan

The findings showed that the pupils‟ needs to be fulfilled in learning English are introducing English at the early stage, coping English language in the classroom and the