attachment styles pada para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja ‘X’, Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei.
Penelitian ini dilaksanakan pada populasi responden pria dan wanita peserta konseling pranikah di Gereja “X”, yang ada dalam rentang usia dewasa awal (21-35 tahun), sudah menjalin relasi romantis (berpacaran atau bertunangan) lebih dari satu tahun, dan akan menikah dalam waktu kurang dari enam bulan. Ukuran sampel dalam populasi yang sesuai dengan kriteria adalah 17 pasangan, sehingga total responden untuk penelitian ini adalah 34 orang.
Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data adalah bentuk adaptasi dan dari kuesioner RSQ (Relationship Scale Questionnaire), yang diturunkan dari teori adult attachment styles oleh Bartholomew dan Horowitz (1994). Alat ukur ini terdiri dari 30 item skala rating, yang dapat diturunkan ke dalam 2 dimensi adult attachment style, yaitu dimensi model of self dan model of other. Penghitungan validitas dengan Spearman’s Rho menunjukkan, untuk dimensi model of self validitasitem-item alat ukur RSQ berkisar antara 0.2365, sampai 0.7885 dengan rata-rata 0.5579, sementara untuk dimensi model of other, validitas item-item yang sama berkisar antara 0.2365, sampai 0.7885 dengan rata-rata 0.5333. Dengan demikian, 6 item harus mengalami revisi sebelum dapat digunakan untuk mengambil data. Perhitungan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach menunjukkan hasil 0.856, yang berarti item-item dalam alat tes RSQ memiliki reliabilitas yang tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan adult attachment fearful terdapat pada 44.12% dari keseluruhan responden, adult attachment secure pada 38.24%, Preoccupied pada 11.76%, dan Dismissing pada 5.88% dari keseluruhan populasi sampel, dan adanya enam bentuk relasi berpasangan, dimana tiap bentuk adult attachment dan relasi berpasangan memiliki perbedaan pada relationship outcomes yang dihayati oleh individu dalam relasi dengan pasangannya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, adalah keberadaan adult attachment style individual dan dalam relasi berpasangan, dengan ciri-ciri relationship outcomes yang berbeda satu sama lain. Saran untuk penelitian lain, adalah untuk menerapkan berbagai metode penelitian (seperti studi longitudinal atau studi kasus) dan teknik analisis data (korelasional dan hubungan) untuk penelitian-penelitian berikutnya, untuk memperkaya hasil penelitian-penelitian berikutnya. Saran untuk para konselor pranikah di Gereja “X” Bandung, untuk menerapkan adult attachment style sebagai materi yang diinformasikan dan digunakan pada para pasangan peserta konseling pranikah dalam bentuk ceramah dan proses konseling.
Halaman Pengesahan Pembimbing ... ii
Halaman Abstrak ... iii
Halaman Kata Pengantar... iv
Halaman Daftar Isi ... vii
Halaman Daftar Tabel ... x
Halaman Daftar Diagram ... xi
Halaman Daftar Bagan... xii
Halaman Daftar Lampiran...xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 10
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... 10
1.4. Kegunaan Penelitian ... 11
1.5. Kerangka Pemikiran... 12
1.6. Asumsi ... 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 25
2.1. Adult attachment ... 25
2.2.1. Definisi Attachment ... 25
2.1.2. Perkembangan Attachment dalam kehidupan individu... 28
2.1.2.1.Pada masa balita (infant)... 28
2.1.2.2.Pada masa anak dan remaja... 31
2.1.2.3.Pada masa dewasa (Adult Attachment)... 32
2.1.3. The working model of attachment ... 34
2.1.3.1.Dimensi model of self ... 36
2.1.3.2.Dimensi model of other... 37
2.1.4. Adult Attachment empat kategori dari Bartholomew ... 38
2.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi adult attachment ... 41
2.1.6. Alat ukur RSQ (Relationship Scale Questionnaire) ... 42
2.2. Relasi romantis, pernikahan, dan konseling pranikah... 43
2.2.1. Definisi cinta romantis ... 43
2.2.2. Definsisi pernikahan... 46
2.2.3. Definisi konseling Pranikah ... 47
2.3. Masa Dewasa Awal ... 48
2.3.1. Pandangan mengenai masa dewasa awal ... 48
2.3.2. Tugas Perekembangan masa dewasa awal dari Havighurst ... 48
2.3.3. Fase perkembangan masa dewasa awal dari Levinson ... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 52
3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 52
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 53
3.4. Alat Ukur... 57
3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 66
3.6. Teknik Analisis Data... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69
4.1. Hasil penelitian... 69
4.1.1. Gambaran populasi berdasarkan Jenis kelamin dan usia ... 69
4.1.2. Gambaran sampel berdasarkan data relasional ... 70
4.1.3. Data adult attachment style perorangan ... 71
4.1.4.Data adult attachment style berpasangan ... 74
4.2. Pembahasan... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 98
5.1. Kesimpulan ... 98
5.2. Saran... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 103
DAFTAR RUJUKAN ... 105
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.Item-item dimensi model of self ... 58
Tabel 3.2. Item-item dimensi model of other ... 58
Tabel 3.3. Kriteria validitas ... 63
Tabel 3.4. perbaikan alat ukur dari hasil validasi RSQ. ... 64
Tabel 3.5. Kriteria Reliabilitas ... 65
Tabel 4.1. Populasi sampel berdasarkan rentang usia... 69
Tabel 4.2.Populasi sampel berdasarkan status hubungan ... 70
Tabel 4.3.Populasi sampel berdasarkan lama hubungan... 70
Tabel 4.4.Adult attachment style pada populasi sampel... 71
Tabel 4.5.Tabulasi silang jenis kelamin dengan adult attachment styles ... 72
Tabel 4.6. Tabulasi silang adult Jenis Kelamin dengan valensi model of self ... 72
Tabel 4.7. Tabulasi silang adult Jenis Kelamin dengan valensi model of other ... 73
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I: Kuesioner Survey Awal
Lampiran II: Kuesioner pengambilan data
Lampiran III: Validitas, Reliabilitas, dan Revisi Item
Lampiran IV: tabulasi hasil pengambilan data
LAMPIRAN I:
PENGANTAR
Pertama-tama, peneliti mengucapkan Terima Kasih atas kesediaan Saudara/Saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti adalah Mahasiswa Fakultas PSikologi Universitas Kristen Maranatha yang sedang menempuh Tugas Akhir (Skripsi), dan sedang melakukan penelitian mengenai Adult Attachment Style (AAS) pada para pasangan dewasa awal yang mengikuti kegiatan konseling pranikah di gereja saudara.
Pada kesempatan ini, peneliti ingin meminta kesediaan saudara untuk mengisi kuesioner yang tersedia di bawah ini. Atas bantuannya, peneliti infin mengucapkan terima kasih.
Nama:... (inisial)
Jenis Kelamin: P/W (coret yang tidak perlu) Usia:... tahun
Telah berpacaran dengan pasangan saat ini selama:...bulan ...tahun
Apakah saudara merasa memiliki hubungan yang erat dan mendalam dengan Ayah dan Ibu saudara (sebagai orangtua dengan anak) jika dibandingkan dengan hubungan saudara dengan orang-orang lain?
Ya/Tidak
Jika Ya, hal apa yang mendasari hubungan saudara dengan kedua orangtua saudara?...
Apakah saudara merasakan adanya hubungan yang erat yang mendalam dengan pasangan saudara pada saat ini jika dibandingkan dengan hubungan saudara dengan orang-orang lain?
Ya/Tidak
Jika saudara diminta membandingkan hubungan saudara dengan orangtua dan hubungan saudara dengan pasangan, pernyataan mana yang lebih menggambarkan perasaan saudara? (pilih salah satu);
a. Bagi saya, hubungan saya dengan kedua orangtua lebih penting jika dibandingkan dengna hubungan dengan pasangan saya
b. Bagi saya, hubungan saya dengan kedua orangtua sama pentingnya jika dibandingkan dengna hubungan dengan pasangan saya
c. Bagi saya, hubungan saya dengan pasangan saya lebih penting jika dibandingkan dengna hubungan dengan kedua orangtua
Berikut ini, adalah gambaran dari empat bentuk hubungan yang biasa orang-orang ungkapkan
ketika mereka berelasi dengan pasangannya.
Berilah penilaian sejauh apa bentuk-bentuk relasi di bawah ini cocok / bersesuaian dengan
bentuk relasi anda dengan pasangan anda, dengan melingkari angka di belakang pernyataan
sebagai berikut;
1:
sangat tidak
sesuai
2:
tidak sesuai
3:
cenderung
tidak sesuai
4:
Usahakan untuk memberikan nilai paling tinggi pada pernyataan yang saudara rasa paling
mewakili perasaan saudara ketika berelasi dengan pasangan saudara.
PERNYATAAN
Mudah bagi saya untuk akrab secara emosional dengan
pasangan saya. Saya merasa nyaman bergantung pada
pasangan saya dan membiarkan mereka bergantung pada diri
saya. Saya tidak merasa kuatir sendirian, atau pasangan saya
tidak menerima saya.
Sangat
Sesuai Sangat sesuai
saya merasa kurang nyaman dalam berelasi dengan pasangan
saya. Saya menginginkan hubungan yang akrab secara
emosional, tetapi saya merasa kesulitan mempercayai
pasangan saya sepenuhnya, atau bergantung pada diri mereka.
Saya kuatir saya akan melukai diri saya sendiri jika saya
terlalu akrab dengan pasangan saya
Sangat
Sesuai Sangat sesuai
1 2 3 4 5 6
Saya ingin benar-benar akrab secara emosional dengan
pasangan saya, tetapi terkadang saya merasa ia terkadang
terlalu tertutup sehingga tidak dapat seakrab yang saya
inginkan. Saya merasa tidak nyaman tanpa relasi yang akrab,
tetapi terkadang saya kuatir pasangan saya tidak menghargai
saya seperti saya menghargai dirinya.
Sangat
Sesuai Sangat sesuai
1 2 3 4 5 6
saya merasa nyaman tanpa hubungan emosional yang akrab.
Penting bagi saya untuk merasa mandiri dan dapat mencukupi
kebutuhan saya sendiri, dan saya memilih untuk tidak
bergantung pada pasangan saya, atau membiarkan pasangan
saya bergantung pada saya
Sangat
Sesuai Sangat sesuai
1 2 3 4 5 6
LAMPIRAN II:
PENGANTAR
Pertama-tama, peneliti mengucapkan Terima Kasih atas kesediaan Saudara/Saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti adalah Mahasiswa Fakultas PSikologi Universitas Kristen Maranatha yang sedang menempuh Tugas Akhir (Skripsi), dan sedang melakukan penelitian mengenai Adult Attachment Style (AAS) pada para pasangan dewasa awal yang mengikuti kegiatan konseling pranikah di gereja saudara.
Pertanyaan-pertanyaan yang saudara akan temui pada bagian-bagian selanjutnya, berhubungan dengan bagaimana Saudara/Saudari berelasi dengan kekasih/pasangan saudara, berhubungan dengan hal-hal yang saudara lakukan dan rasakan ketika berelasi dengannya. Oleh karena itu, peneliti meminta saudara/saudari menjawab semua pertanyaan yang diberikan dengan jujur, sesuai dengan apa yang saudara lakukan dan rasakan pada saat menjalin hubungan dengan pasangan saudara, bukan hal-hal yang dianggap benar atau baik, bukan pula hal-hal yang umum dilakukan oleh orang lain.
Semua jawaban saudara akan dirahasiakan. Hanya peneliti yang akan mengetahui dan mengolah data yang didapat dari saudara/saudari.
Karena itu, sekali lagi, peneliti memohon kerjasama saudara/saudari untuk mengisi kuesioner ini sesuai apa yang saudara/saudari lakukan dan rasakan ketika berelasi dengan pasangan/kekasih saudara/saudari.
I. Identitas
Harap tulis identitas umum saudara dan kekasih/pasangan saudara saudara :
Identitas Pribadi
Nama (Inisial) : ... Jenis Kelamin : Pria / Wanita (coret yang tidak perlu)
Usia :……… Tahun
Suku Bangsa : ... Tingkat Pendidikan : SD / SMP / SMU / D3 / S1 / S2 (coret yang tidak perlu)
Pekerjaan : ...
Identitas Kekasih/Pasangan
Nama (Inisial) : ... Jenis Kelamin : Pria / Wanita (coret yang tidak perlu)
Usia :……… Tahun
Suku Bangsa : ... Tingkat Pendidikan : SD / SMP / SMU / D3 / S1 / S2 (coret yang tidak perlu)
II. Relasi dengan Kekasih/ Pasangan
Harap diisi mengenai keterangan-keterangan umum mengenai hubungan saudara dan kekasih/pasangan saudara
Status hubungan : Berpacaran / Bertunangan (coret yang tidak perlu)
Lama hubungan :……….. Tahun ………. Bulan Akan menikah dalam :………... Bulan
Tanggal Pernikahan : ….. / ….. / ….. (isilah dengan tanggal yang telah direncanakan)
Pernahkan saudara/i berpacaran sebelumnya?
Pernah/Belum pernah
Bacalah baik-baik pernyataan di bawah ini, dan berilah penilaian sampai sejauh mana penyataan tersebut menggembarkan diri saudara/i dalam relasi dengan pasangan, dengan melingkari angka di belakan prnyataan sebagai berikut:
SANGAT TIDAK
SETUJU (STS)
TIDAK SETUJU
(TS)
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
A
Saya merasa bertanggung jawab mempertahankan hubungan saya
dengan pasangan sampai akhir hidup saya
STS TS S SS
1 2 3 4
B Saya tidak beanr-beanr yakin dapat berusaha untuk mempertahankan hubungan saya untuk tahun-tahun ke depan
STS TS S SS
1 2 3 4
C Saya ingin hubungan saya dengan pasangan saya dapat bertahan, tidak peduli seberapa banyak saat-saat sulit yang harus kami lalui
STS TS S SS
1 2 3 4
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
D
Saya masih belum dapat memberitahukan rahasia-rahasia dan hal-hal
yang saya anggap sangat pribadi dengna pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
E
Saya merasa pasangan saya benar-beanr mengerti diri saya dan
sebaliknya saya pun benar-benar mengerti dirinya
STS TS S SS
F Saya dan pasangan saya sering melakukan banyaj aktivitas sehari-hari bersama-sama
STS TS S SS
1 2 3 4
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
G
Secara umum, saya merasa puas dengan hubungan yang saya jalani
dengna pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
H
masih ada banyak hal yangmembuat saya kecewa dalam hubungan
kami
STS TS S SS
1 2 3 4
Berilah penialian sejauh apa saudara/i puas dengan hubungan yang dijalani dengan pasangan saudara:
Sangat tidak puas
Sangat puas
1 2 3 4 5 6
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
i Saya merasa, bahwa pasangan saya menarik secara seksual
STS TS S SS
1 2 3 4
J
Saya merasa ketertarikan seksual dengan pasangan saya membuat
saya merasa bersalah, karena kami belum menikah
STS TS S SS
1 2 3 4
K
Saya menolak melakukan relasi seksual dengan pasangan, meskipun
saya merasa tertarik padanya
STS TS S SS
1 2 3 4
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
L
Saya dapat sepenuhnya percaya pada pasangan saya bahwa ia tidak
akan mendua dalam hubungan kami
STS TS S SS
1 2 3 4
M
Saya merasa sangat cemburu jika melahat pasangan saya bersama
dengan lawan jenisnya, yang tidak ia perkenalkan pada saya
STS TS S SS
1 2 3 4
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
N Saya dapat mengkomunikasikan seluruh perasaan saya dan harapan saya tanpa merasa takut mengalami penolakan dari pasangan saya
STS TS S SS
O Saya tidak menyampaikan banyak hal pribadi pada pasangan saya, karena saya kuatir ia akan marah atau kecewa karena kata-kata saya
STS TS S SS
1 2 3 4
Relasi dengan Orang Tua
Harap diisi dengan keterangan-keterangan umum mengenai hubungan saudara dengan kedua orang tua saudara
Relasi secara umum
Pilihlah satu kalimat yang saudara anggap paling mewakili perlakuan kedua orangtua saudara secara umum:
PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
Orangtua saya cenderung memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya bagi saya untuk menentukan keputusan saya sendiri. Mereka
hampir tidak pernah atau sangat jarang memaraahi atau menegur saya
kerena tindakan salah yang saya lakukan
A
Orangtua saya cenderung mengekang saya, sehingga saya tidak dapat
mengambil keputusan bagi diri saya sendiri. Meleka selalu atau sangat
sering memarahi atau menegur saya jika saya melakukan hal yang
salah
B
Orang tua saya dapat bersikap fleksibel, dimana mereka dapat tegas
saat saya melakukan kesalahan, namun memberi saya kesempatan
untuk dapat mengambil keputusan saya sendiri
C
Orang saya bersikap seolah-olah tidak mau tahu mengenai semua
yang saya lakukan. Mereka cenderung menjaga jaraknya terhadap
saya, sehingga saya sering bingung apa yang harus saya lakukan
Relasi dengan Ibu
Pilihlah satu kalimat yang paling menggambarkan penghayatan saudara terhadap perlakuan ibu pada diri saudara
PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
Saya merasa mudah akrab dengan ibu saya, dan saya dapat
bergantung pada ibu saya saat saya membutuhkannya. Saya tidak
merasa kuatir akan ditelantarkan atau terlalu dikekang oleh ibu. Saya
merasa nyaman dan aman ketika berelasi dengan ibu saya
A
Saya ingin dekat dengan ibu saya, namun saya merasa ia lerlalu
tertutup, sehingga saya tidak bisa sedekat yang saya inginkan. Saya
terkadang merasa cemas bahwa ibu sebenarnya tidak menyayangi
saya, atau akan meninggalkan saya. Hal itu, membuat saya selalu
ingin berdekatan dengan ibu.
B
Secara umum, saya berusaha menghindari hubungan dengan ibu
saya, atau merasa bingung bagaimana harus bersikap pada ibu saya.
Saya merasa kurang nyaman ketika harus berelasi dengan ibu saya,
atau tidak dapat mempercayai ibu saya sepenuhnya. Saya merasa
takut akan diperlakukan tidak baik atau tidak adil oleh ibu saya, dan
terkadang saya memilih untuk menghindari hubungan dengan ibu saya
Relasi dengan Ayah
Pilihlah satu kalimat yang paling menggambarkan penghayatan saudara terhadap perlakuan Ayah pada diri saudara
PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
Saya merasa mudah akrab dengan Ayah saya, dan saya dapat
bergantung pada Ayah saya saat saya membutuhkannya. Saya tidak
emrasa kuatir akan ditelantarkan atau terlalu dikekang oleh Ayah.
Saya merasa nyaman dan aman ketika berelasi dengna Ayah saya
A
Saya ingin dekat dengan Ayah saya, namun saya merasa ia lerlalu
tertutup, sehingga saya tidak bisa sedekat yang saya inginkan. Saya
terkadang merasa cemas bahwa Ayah sebenarnya tidak menyayangi
saya, atau akan meninggalkan saya. Hal itu, membuat saya selalu
ingin berdekatan dengan Ayah.
B
Secara umum, saya berusaha menghindari hubungan dengan Ayah
saya, atau emrasa bingung bagaimana harus bersikap pada Ayah
saya. Saya merasa kurang nyaman ketika harus berelasi dengan Ayah
saya, atau tidak dapat mempercayai Ayah saya sepenuhnya. Saya
merasa takut akan diperlakukan tidak baik atau tidak adil oleh Ayah
saya, dan terkadang saya memilih untuk menghindari hubungan
dengan Ayah saya
Dengan siapa saudara merasa memiliki hubungan yang lebih dekat/erat?
Ibu / Ayah
Apakah saudara memiliki orang-orang lain dalamkehidupan saudara yang lebih akrab daripada hubungan saudara dengan Ibu dan Ayah ketika saudara belum dewasa?
Ada / Tidak ada
Jika ada, mengapa?
... ... ...
Bagaimana hubungan saudara dengan orang tersebut?
III. Kuesioner RSQ
Bacalah baik-baik pernyataan di bawah ini, dan berilah penilaian sampai sejauh mana pernyataan tersebut menggambarkan perasaan-perasaan anda dalam relasi dengan pasangan anda, dengan melingkari angka di belakang pernyataan sebagai berikut:
SANGAT TIDAK
SETUJU (STS)
TIDAK SETUJU
(TS)
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
1
Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya STS TS S SS
1 2 3 4
2
Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri STS TS S SS
1 2 3 4
3
Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya STS TS S SS
1 2 3 4
4
Saya ingin bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya STS TS S SS
1 2 3 4
5
Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya membiarkan
diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
6 Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab secara emosional dengan pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
7 Saya tidak yakin dapat selalu bergantung pada pasangan saya untuk membantu ketika saya membutuhkannya
STS TS S SS
1 2 3 4
8
Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan
pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
9
Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian STS TS S SS
1 2 3 4
10
Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya STS TS S SS
11 Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak benar-benar mencintai saya
STS TS S SS
1 2 3 4
12
Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya
sepenuhnya
STS TS S SS
1 2 3 4
13
Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat dengan
saya
STS TS S SS
1 2 3 4
14
Saya menginginkan hubungan emosional yang akrab dengan
pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
15
Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung pada
diri saya
STS TS S SS
1 2 3 4
16
Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti
saya menghargai dirinya
STS TS S SS
1 2 3 4
17
Pasangan saya tidak pernah ada untuk membantu saya ketika saya
membutuhkannya
STS TS S SS
1 2 3 4
18 Hasrat saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya terkadang membuatnya menghindari diri saya
STS TS S SS
1 2 3 4
19 Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri (ketika berelasi dengan pasangan saya)
STS TS S SS
1 2 3 4
20
Saya merasa gelisah ketika pasangan saya terlalu akrab dengan diri
saya
STS TS S SS
1 2 3 4
21
Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal bersama
dengan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
22
Saya lebih memilih untuk tidak membiarkan pasangan saya
bergantung pada saya
STS TS S SS
1 2 3 4
23
Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya STS TS S SS
1 2 3 4
24
Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab dengan
pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
25
Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa akrab
dengannya seperti yang saya harapkan
STS TS S SS
1 2 3 4
26 Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya
STS TS S SS
1 2 3 4
membutuhkannya 1 2 3 4
28 Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya
STS TS S SS
1 2 3 4
29
Pasangan saya terkadang ingin saya lebih dekat dengan diri mereka,
melebihi batasan yang saya rasa nyaman
STS TS S SS
1 2 3 4
30
Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya STS TS S SS
LAMPIRAN III:
(Lampiran 3.1. Validitas alat tes RSQ Dimensi Model of Self)
N o
Pernyataan Item +/-
Korelasi (spearma n’s ρ)
Keputusan
1 Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya
-
0.7459
Diterima
2 Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri
+
0.7069
Diterima
3 Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya
+
0.5233
Diterima
4 Saya ingin bersatu seutuhnya dengan diri pasangan saya
+
0.2643
Ditolak/direvisi
5
Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya membiarkan diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya
-
0.5622
Diterima
6
Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab secara emosional dengan pasangan saya
+
0.7069
Diterima
7
Saya tidak yakin dapat selalu
bergantung pada pasangan saya untuk membantu ketika saya
membutuhkannya
-
0.5428
Diterima
8
Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan pasangan saya
-
0.7588
Diterima
9
Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian
-
0.3239
Diterima
10
Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya
+
0.4041
Diterima
11
Saya terkadang takut pasangan saya tidak benar-benar mencintai saya
-
0.7307
Diterima
12
Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya sepenuhnya
-
0.2638
Ditolak/direvisi
13
Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat dengan saya
-
0.7069
Diterima
emosional yang akrab dengan pasangan saya
15
Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung pada diri saya
+
0.5738
Diterima
16
Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti saya
menghargai dirinya
-
0.6822
Diterima
17
Saya yakin pasangan saya selalu tidak dapat membantu saat saya sedang butuh bantuannya
-
0.7885
Diterima
18
Keinginan saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya terkadang membuatnya menghindari diri saya
-
0.2896
Ditolak/direvisi
19
Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri, meski saya sedang ada bersama pasangan saya
+
0.6110
Diterima
20
Saya merasa kuatir saat pasangan saya menjadi terlalu akrab dengan diri saya
+
0.6436
Diterima
21
Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal bersama dengan saya
-
0.4495
Diterima
22
Saya lebih memilih untuk tidak
membiarkan pasangan saya bergantung pada saya
+
0.6436
Diterima
23
Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya
-
0.6095
Diterima
24
Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab dengan pasangan saya
-
0.6639
Diterima
25 Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa akrab
-
0.6436
dengannya seperti yang saya harapkan
26
Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya
+
0.7069
Diterima
27
Saya yakin pasangan saya akan membantu saat saya sedang membutuhkan bantuannya
+
0.6844
Diterima
28
Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya apa adanya
-
0.2365
Ditolak/direvisi
29
Terkadang, pasangan saya ingin saya ingin lebih dekat dengan diri mereka, meski hal itu membuat saya kurang nyaman
+
0.5861
Diterima
30 Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya
+
0.5697
(Lampiran 3.2. Validitas alat tes RSQ Dimensi Model of Other)
Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya
-
0.4938
Diterima
2
Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri
-
0.655
Diterima
3
Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya
+
0.5826
Diterima
4
Saya ingin bersatu seutuhnya dengan diri pasangan saya
+
0.145
Ditolak/direvisi
5
Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya membiarkan diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya
-
0.5314
Diterima
6
Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab secara emosional dengan pasangan saya
-
0.5278
Diterima
7
Saya tidak yakin dapat selalu
bergantung pada pasangan saya untuk membantu ketika saya
membutuhkannya
-
0.5008
Diterima
8
Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan pasangan saya
+
0.5619
Diterima
9
Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian
-
0.6566
Diterima
10
Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya
+
0.6898
Diterima
tidak benar-benar mencintai saya
12
Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya sepenuhnya
-
0.5579
Diterima
13
Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat dengan saya
-
0.4771
Diterima
14
Saya menginginkan hubungan
emosional yang akrab dengan pasangan saya
+
0.7074
Diterima
15
Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung pada diri saya
+
0.7074
Diterima
16
Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti saya
menghargai dirinya
+
0.6995
Diterima
17
Saya yakin pasangan saya selalu tidak dapat membantu saat saya sedang butuh bantuannya
-
0.825
Diterima
18
Keinginan saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya terkadang membuatnya menghindari diri saya
+
0.7039
Diterima
19
Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri, meski saya sedang ada
bersamapasangan saya
-
0.422
Diterima
20
Saya merasa kuatir saat pasangan saya menjadi terlalu akrab dengan diri saya
-
0.2909
Ditolak/direvisi
21
Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal bersama dengan saya
-
0.5595
Diterima
22
Saya lebih memilih untuk tidak
membiarkan pasangan saya bergantung pada saya
-
0.2707
23
Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya
-
0.3463
Diterima
24
Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab dengan pasangan saya
-
0.5657
Diterima
25
Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa akrab
dengannya seperti yang saya harapkan +
0.7074
Diterima
26
Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya
-
0.1395
Diterima
27
Saya yakin pasangan saya akan membantu saat saya sedang membutuhkan bantuannya
+
0.5061
Diterima
28
Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya apa adanya
-
0.5061
Diterima
29
Terkadang, pasangan saya ingin saya ingin lebih dekat dengan diri mereka, meski hal itu membuat saya kurang nyaman
-
0.2866
Ditolak/direvisi
30
Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya
+
0.7074
(Lampiran 3.3. Reliabilitas alat tes RSQ)
Reliability
Warnings
The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.
Case Processing Summary
N %
Valid 10 100
Excluded(a) 0 0
Cases
Total 10 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items .856 30
(Lampiran 3.4. Revisi alat tes RSQ)
No Pernyataan Model of
Self
Model of Other
1 Saya merasa sulit bergantung pada diri pasangan saya
(-) (-)
2 Sangat penting bagi saya untuk merasa mandiri
(+) (-)
3
Saya merasa mudah akrab secara emosional dengan pasangan saya
(+) (+)
4 Saya ingin bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya
(+) (+)
5 Saya kuatir saya akan menyakiti diri saya sendiri jika saya
membiarkan diri saya terlalu akrab dengan pasangan saya (-) (-)
6 Saya merasa nyaman meski tidak memiliki hubungan yang akrab
secara emosional dengan pasangan saya (+) (-)
7 Saya tidak yakin dapat selalu bergantung pada pasangan saya
untuk membantu ketika saya membutuhkannya (-) (-)
8 Saya benar-benar sangat ingin akrab secara emosional dengan
pasangan saya (+) (+)
9 Saya merasa kuatir jika saya harus sendirian
(-) (-)
10 Saya merasa nyaman bergantung pada pasangan saya
(+) (+)
11 Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak benar-benar
mencintai saya (-) (-)
12 Saya merasa kesulitan untuk mempercayai pasangan saya
sepenuhnya (-) (-)
13 Saya merasa kuatir jika pasangan saya berusaha terlalu dekat
dengan saya (-) (-)
14 Saya menginginkan hubungan emosional yang akrab dengan
pasangan saya (+) (+)
15 Saya merasa nyaman membiarkan pasangan saya bergantung
pada diri saya (+) (+)
16 Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti
saya menghargai dirinya (-) (+)
17 Pasangan saya tidak pernah ada untuk membantu saya ketika
saya membutuhkannya (-) (+)
18 Hasrat saya untuk bersatu sepenuhnya dengan pasangan saya
terkadang membuatnya menghindari diri saya (-) (-)
19
Sangat penting bagi diri saya untuk merasa saya dapat mencukupi diri saya sendiri (ketika berelasi dengan pasangan
saya) (+) (-)
diri saya
21 Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak ingin tinggal
bersama dengan saya (-) (-)
22 Saya lebih memilih untuk tidak membiarkan pasangan saya
bergantung pada saya (+) (-)
23 Saya merasa kuatir akan ditinggalkan oleh pasangan saya
(-) (-)
24 Sampai batas tertentu, saya merasa tidak nyaman ketika akrab
dengan pasangan saya (-) (-)
25 Saya merasa pasangan saya tertutup, sehingga saya tidak bisa
akrab dengannya seperti yang saya harapkan (-) (-)
26 Saya lebih memilih untuk tidak bergantung pada pasangan saya
(+) (-)
27 Saya tahu pasangan saya akan membantu saya ketika saya
membutuhkannya (+) (-)
28 Saya merasa kuatir pasangan saya tidak menerima saya
(-) (-)
29 Pasangan saya terkadang ingin saya lebih dekat dengan diri
mereka, melebihi batasan yang saya rasa nyaman (-) (-)
30 Saya merasa cukup mudah akrab dengan pasangan saya
LAMPIRAN IV:
Lampiran tabulasi gabungan:
Lampiran tabulasi Model of Self:
Lampiran tabulasi Model of Other:
Gambaran sampel berdasarkan data Identitas
Lampiran 4.4. Responden berdasarkan suku bangsa
Suku Bangsa Jumlah Persentase
Batak (Sumatara utara) 3 8.82
Jawa 5 14.71
Sunda 9 26.47
Toraja 1 2.94
Keturunan Tionghoa 14 41.18
Minahasa (Sulawasi utara) 2 5.88
Total 34 100.00
Lampiran 4.5. Responden berdasarkan pendidikan
Pendidikan Jumlah Persentase
SMU 7 20.59
D3 5 14.71
S1 21 61.76
S2 1 2.94
Total 34 100.00
Lampiran 4.6. Responden berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Jumlah Persentase
Wiraswastawan 8 23.53
Karyawan Swasta 24 70.59
Rohaniawan 1 2.94
Tidak Bekerja 1 2.94
Tabulasi silang adult attachment styles (perorangan)
Lampiran 4.7. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ibu
adult attachment style
dengan Ibu
Lampiran 4.8. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ibu pada responden pria
adult attachment style
Jenis Kelamin: Pria
S (Secure)
dengan Ibu
Lampiran 4.9. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ibu pada responden wanita
adult attachment style
Jenis Kelamin: Wanita
S (Secure)
dengan Ibu
Anxious-Lampiran 4.10. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ayah
adult attachment style
S (Secure)
Lampiran 4.11. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis attachment dengan Ayah pada responden pria
adult attachment style
Jenis Kelamin: Pria
S (Secure)
ambivalence 0 0
4
adult attachment style
Jenis Kelamin: Wanita
S (Secure) P (Preoccupied) F (Fearful)
Lampiran 4.13. tabulasi silang adult attachment style dan Jenis Pola Asuh
adult attachment style
Jenis Pola Asuh
Lampiran 4.14. tabulasi silang adult attachment style dan suku bangsa
Suku Bangsa
Batak Jawa Tionghoa Sunda Menado Toraja Total
Fearful 2
Lampiran 4.15. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Komitmen
adult attachment style
S (Secure)
Lampiran 4.16. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Intimasi/Keakraban
adult attachment style
Lampiran 4.17. Tabulasi silang adult attachment style dan Skor Kepuasan
adult attachment style
25% 33.33%
Lampiran 4.18. tabulasi silang adult attachment style dan Skor ketertarikan seksual
adult attachment style
Lampiran 4.19. tabulasi silang adult attachment style dan Relasi Seksual Premarital
adult attachment style
Lampiran 4.20. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Kecemburuan
adult attachment style
15.38% 6.66% 50%
Lampiran 4.21. tabulasi silang adult attachment style dan Skor Kualitas komunikasi
adult attachment style
4.1.4. Ciri-ciri pola relasi berpasangan dari populasi sampel
Secure-Secure(S-S)
Lampiran 4.22. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Secure-Secure
No
016 PS W 5 5 4 3 2 4 Secure
Secure-Preoccupied / Preoccupied –Secure(S-P) / (P-S)
Lampiran 4.23. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Secure-Preoccupied
No
Inisial Jenis Kelamin
Secure-Fearful / Fearful-Secure(S-F)/(F-S)
No
Inisial Jenis Kelamin
Secure-Dismissing / Dismissing Secure(S-D) / (D-S)
Lampiran 4.25. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Dismissing-Secure
No
Inisial Jenis Kelamin
Preoccupied – Fearful / Fearful-Preoccupied(P-F) / (F-P)
No
Inisial Jenis Kelamin
Fearful – Fearful (F-F)
Lampiran 4.27. tabel rekapitulasi skor relationship outcomes dengan responden Fearful-Fearful
No
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan
orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam
lingkungannya, dalam berelasi dengan beragam bentuk, intensitas, dan dampak bagi
diri individu tersebut sepanjang rentang kehidupannya.
Saat seorang anak lahir, ruang lingkup relasi sosialnya sempit dan terbatas.
Pada tahun-tahun pertamanya, seorang anak hanya dapat mengenal kedua
orangtuanya (ibu dan ayah), atau tokoh perawat lain yang biasanya merupakan
orang-orang terdekat anak. Pada masa-masa ini, kedua orang-orangtua atau figur pengasuh
berperan penting dalam perkembangan anak, bukan hanya dalam memfasilitasi
perkembangan fisik, namun juga perkembangan sosial, emosional, dan relasionalnya.
Seorang anak akan membentuk suatu keterikatan emosional yang mendalam dengan
kedua orangtua dan/atau figur pengasuhnya, yang dikenal dengan nama attachment.
Dalam wawancara awal dengan lima pasangan (10 orang responden) peserta
konseling pranikah di Gereja “X”, semuanya (100%) mengungkapkan bahwa mereka
menghayati dan merasakan adanya suatu hubungan yang khusus dengan orangtua
mereka, baik ketika masa kanak-kanak, maupun ketika mereka menginjak usia remaja
dan dewasa. Menurut mereka, hubungan tersebut muncul akibat adanya interaksi
yang terus menerus dengan figur orangtuanya. Sekalipun tiga dari sepuluh (30%)
peserta konseling pranikah yang diwawancarai menjelaskan bahwa hubungan mereka
dengan orangtua tidak berjalan terlalu baik, namun mereka merasa hubungan tersebut
tetap hubungan yang penting dan tidak tergantikan dalam hidup mereka, bahkan
sampai saat ini.
Namun, selain hubungan yang intim dengan orangtua atau figur pengasuh,
seorang individu juga akan menjalin relasi yang intim dengan lebih banyak orang.
Figur-figur seperti saudara, sahabat, kekasih, dan pasangan hidup (suami/istri),
jumlahnya tidak banyak dalam hidup seorang individu, namun dapat memberikan
dampak besar bagi kehidupan individu. Brehms, et al. (2004: 5-6) mengungkapkan
bahwa bentuk relasi yang dekat dan hangat jumlahnya sedikit saja dalam kehidupan
individu, yang menggambarkan bahwa dampak dari kualitas relasi lebih penting
daripada kuantitas relasi yang dijalin individu dalam relasi yang bersifat intim.
Seorang individu bisa saja mengenal banyak orang dalam kehidupannya, namun
hanya beberapa relasi dengan orang-orang tertentu saja yang dapat dihayati individu
sebagai relasi yang dianggap berharga, berarti, dan penting bagi diri individu. Meski
jumlahnya sedikit, namun relasi-relasi ini memiliki dampak yang begitu besar bagi
individu, sebagai sumber dari kegembiraan saat berjalan dengan baik, namun dapat
juga menjadi sumber kesedihan dan rasa sakit saat berjalan dengan buruk (Miller,
2007: 3).
Relasi berpacaran, pertunangan, atau pernikahan, merupakan bentuk-bentuk
Diistilahkan juga dengan relasi romantis (romantic relationship), kegiatan berpacaran
atau bertunangan banyak ditemui pada individu-individu berusia dewasa. Berbeda
dengan kegiatan berpacaran pada usia remaja, maka kegiatan berpacaran pada masa
dewasa, terutama dewasa awal, lebih ditujukan pada pencarian pasangan hidup. Cox
(1984: 76) mengungkapkan, bahwa pada usia dewasa, maka kegiatan berpacaran
menjadi lebih serius jika dibandingkan dengan masa remaja, karena seseorang lebih
mengarahkan kegiatan berpacaran sebagai usaha untuk memilih pasangan hidup dan
bukan sekedar kegiatan rekreasi atau kesenangan saja. Lebih jauh lagi, Cox (1984:
76, 116) menjelaskan bahwa, bahwa pola perilaku berpacaran dan proses pencarian
pasangan hidup dapat ditempatkan dalam sebuah kontinuum, yang bermula dari titik
pacaran untuk kesenangan sampai pada titik pernikahan sebagai titik puncak atau
kulminasi.
Pernikahan sendiri dianggap sebagai akhir dari relasi berpacaran yang dijalani
individu bersama pasangannya, sekaligus suatu awal dari bentuk relasi romantis baru,
yaitu dalam pernikahan. Cox berpendapat, bahwa pernikahan merupakan bentuk
interaksi manusia yang paling intim, dengan relasi interpersonal antara dua orang,
seorang pria dan seorang wanita sebagai inti relasi (1984: 116). Bagi masyarakat
Indonesia sendiri, pernikahan masih dianggap sebagai hal yang penting dalam
kehidupan individu. Sebagai contoh, Liniawati (2007) mengungkapkan bahwa
masyarakat kita masih melekatkan pernikahan menjadi bagian dari identitas
seseorang, dan hal ini membuat pernikahan merupakan momen yang dianggap paling
Peneliti telah menyebarkan kuesioner survei awal pada lima pasang pria/wanita
peserta konseling pranikah di Gereja “X”, yang sebelumnya diwawancarai. Salah
satu pertanyaan yang ditanyakan, adalah seberapa penting hubungan yang dijalani
dengan pasangan pada saat ini jika dibandingkan dengan hubungan dengan kedua
orangtua. Hasilnya, tujuh orang responden (70%), menempatkan hubungan mereka
dengan pasangan sama pentingnya dengan hubungan mereka dengan ayah dan ibu, 2
orang (20%) mengungkapkan bahwa hubungan mereka dengan pasangan lebih
penting dari hubungan dengan orangtua, dan 1 responden (10%) mengungkapkan
bahwa hubungan dengan orangtua masih lebih penting dari hubungan dengan
pasangan. Hal ini menggambarkan, bahwa para pasangan peserta konseling pranikah
di Gereja “X” sebagian besar beranggapan bahwa relasi romantis yang dijalani
dengan pasangan dianggap tidak kalah penting, bahkan setara dengan hubungan
mereka dengan orang tuanya. Dalam survey awal, peneliti juga menanyakan
mengenai seberapa penting kehidupan pernikahan bagi diri pria/wanita peserta
konseling pranikah di Gereja “X”, dan harapan-harapan (ekspektasi) apa saja yang
mereka miliki dari kehidupan pernikahan yang akan dijalani bersama pasangan.
Hasilnya, semua (100%) responden menganggap kehidupan pernikahan adalah hal
yang sangat penting dalam kehidupan mereka, dan semua (100%) mengharapkan
kehidupan pernikahan yang langgeng, bahagia, dan dapat bertahan lama. Artinya,
bagi para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja “X”, relasi romantis dan
oleh individu, mengharapkan relasi yang berjalan baik dari hubungan pernikahan
tersebut.
Ketika membahas mengenai penyebab utama dari relasi berpacaran dan
pernikahan, maka jawaban yang umum diberikan dapat diterjemahkan dalam satu
kata, yaitu cinta (dalam Cox, 1984: 38, Brehms et al., 2002: 219-220, dan Miller,
2007: 244). Dalam survei awal, Peneliti telah bertanya pada dua orang konselor
pranikah di Gereja “X”, Bandung, dan mereka setuju, bahwa sebagian besar (sekitar
90%) dari para pasangan peserta konseling pranikah (baik dengan status berpacaran
maupun bertunangan) mengungkapkan, bahwa cinta merupakan alasan mereka
menjalin dan mempertahankan hubungan dengan pasangannya. Bukan hanya itu,
cinta juga yang menjadi alasan mereka melanjutkan hubungan mereka ke tahap yang
lebih serius, yaitu pernikahan. Hanya sebagian kecil (kurang lebih 10%) dari para
pasangan peserta konseling pranikah mengungkapkan bahwa mereka menikah karena
faktor ekonomi, faktor usia, atau faktor ‘kecelakaan’(hamil karena relasi seksual
premarital). Hal ini menunjukkan, bahwa cinta dapat dianggap sebagai faktor utama
yang membentuk dan mempertahankan relasi romantis.
Namun, relasi romantis yang didasari adanya cinta, belum tentu menjalin
relasi romantis terbebas dari masalah. DR.Sawitri Supardi Sadarjoen, Psik (dalam
Kompas Cybermedia, 2005), mengungkapkan, bahwa pendapat kuno yang
menyatakan bahwa pasangan saling mencintai, maka relasinya akan dengan
sendirinya memuaskan dapat dianggap tidak terbukti lagi. Keberadaan cinta sebagai
pernikahan, belum tentu menjamin relasi sepasang pria/wanita akan berjalan dengan
baik. Survey awal, menunjukkan bahwa relasi romantis yang dijalin para pasangan
peserta konseling pranikah di Gereja “X” tidak terbebas dari masalah. Dari 10
peserta konseling yang mengisi kuesioner survey awal, 7 responden (70%)
mengungkapkan bahwa mereka pernah mengalami masalah dalam relasinya dengan
pasangan, baik masalah besar maupun kecil. Masalah-masalah yang muncul sendiri,
menurut mereka berhubungan faktor-faktor di dalam relasi itu sendiri, seperti
bagaimana kedua individu berkomunikasi, menjalin keakraban, dan meluangkan
waktu bersama, dibandingkan dengan faktor-faktor lain di luar relasi seperti
dukungan orang tua atau masalah keuangan.
Peneliti mewawancarai dua konselor pranikah di Gereja “X” mengenai
masalah-masalah yang biasa mereka dapat temukan dalam relasi para pasangan
peserta konseling pranikah. Mereka mengungkapkan, bahwa potensi masalah baik
dalam relasi para pasangan secara umum maupun dalam proses konseling seringkali
muncul dari perbedaan antar individu dalam relasi. Sebagai contoh, ketika
memfasilitasi proses konseling, mereka dapat melihat adanya berbagai variasi
individual maupun variasi berpasangan. Ada individu yang terlihat sangat akrab
bersama pasangannya, sehingga hubungan mereka berjalan nyaman dan terbuka, ada
kelihatannya saling tertutup satu sama lain ada pula pasangan-pasangan yang
cenderung menghindari kegiatan bersama pasangannya atau lebih memilih
melakukan berbagai aktivitas sehari-hari terpisah dari pasangannya.
menjalin relasi dengan pasangannya. Artinya, pengetahuan mengenai perbedaan
individual dalam berelasi, akan sangat membantu dalam berjalannya proses
konseling, karena mempelajari perbedaan individual dari para peserta konseling
pranikah, para konselor dapat melihat berbagai kecenderungan dalam diri individu
dan dalam interaksi dengan pasangannya
Cinta, sebagai dasar dari relasi romantis, pada dasarnya merupakan sebuah
proses attachment, yaitu keterikatan emosional yang erat antara individu dengan
pasangannya (Hazan dan Shaver, 1987:511-512). Umumnya, ketika seorang individu
berelasi dengan pasangannya, mereka merasakan adanya keterikataan emosional
dengan pasangannya, yang memunculkan dan mempertahankan relasi romantis dalam
pacaran, pertunangan, dan pernikahan. Dalam perspektif ini, cinta merupakan
perwujudan attachment pada masa dewasa antara seorang individu dengan
pasangannya, yang ditandai adanya kesamaan ciri-ciri umum dengan relasi
attachment dengan orangtua. Ternyata, pada para pasangan konseling pranikah, ciri-ciri relasi attachment, seperti usaha untuk menjaga kedekatan, menghindari
perpisahan, dan perasaan tidak nyaman ketika harus berpisah dengan pasangan,
muncul pada semua (100%) responden.
Kim Bartholomew, mengembangkan kembali konsep mengenai attachment
dan berbagai variasi individual yang dapat muncul pada masa dewasa dengan
mengungkapkan keberadaan dua dimensi di dalam diri setiap individu yang
mempengaruhi attachment pada masa dewasa dalam relasi dengan pasangan
bervalensi positif atau negatif. Kombinasi dari dua dimensi ini dapat memunculkan 4
variasi dalam adult attachment style. Berbagai bentuk adult attachment style dapat
ditemukan pada relasi para pasangan pranikah di Gereja “X”, Bandung. Untuk
survey awal, Peneliti memberikan kuesioner pada para responden survei awal, dan
menemukan keberadaan adult attachment style yang berbeda-beda pada para
responden. Dari hasil pengolahan kuesioner survei awal tersebut, peneliti
menemukan, 50% (5 orang) yang memiliki adult attachment style Secure, 20% (2
orang) memiliki attachment style Preoccupied, 20% (2 orang) memiliki attachment
style Fearful, dan 10% (1 orang) memiliki attachment style Dismissing. Artinya, terdapat berbagai bentuk adult attachment pada para pria/wanita peserta konseling
pranikah di Gereja “X”, Bandung dalam relasi romantis mereka dengan pasangannya.
Perbedaan antara adult attachment style individu dengan pasangannya juga
memperlihatkan ciri relasi sepasang pasangan individu tersebut. Para konselor
mengungkapkan, bahwa mereka tidak pernah menemukan adanya satu pasangan yang
sama dengan pasangan lainnya, baik dari cara-cara mereka ketika berelasi, kualitas,
maupun masalah-masalah yang dihadapi para pasangan tersebut. Hal imi muncul
karena adult attachment style seorang individu akan berinteraksi dengan adult
attachment style yang dimiliki pasangannya dan akan mempengaruhi pola-pola relasi mereka secara keseluruhan.
Konseling pranikah, adalah momen yang tepat untuk mempelajari berbagai
variasi individual ini dan melakukan berbagai langkah-langkah praktis untuk
memasuki kehidupan pernikahan. Menurut DR. Sawitri Superdi Sadarjoen, Psik
(dalam Kompas Cybermedia, 2005) Konseling pranikah dapat menjadi salah satu
alternatif untuk mendorong para pasangan yang akan menikah, untuk memusatkan
perhatian pada masalah proses perkembangan interrelasi yang baik, dan secara
berlanjut merawat relasi yang baik tersebut dengan hasil interaksi yang memuaskan.
Dalam pengertian ini, Konseling persiapan pernikahan bertujuan untuk
mempersiapkan dan menolong individu, pasangan-pasangan, bahkan kadang-kadang
anggota keluarga yang lain untuk menciptakan suasana pernikahan yang bahagia
(Sabda.org, 2003). Gereja “X”, Bandung merupakan salah satu institusi mayarakat
yang melaksanakan kegiatan Konseling Pranikah secara rutin. Dalam konseling
pranikah yang diadakan di Gereja “X”, Bandung, maka proses ini difasilitasi oleh
Gereja sebagai lembaga keagamaan yang berpatokan pada ajaran Yesus Kristus
sebagai dasar dari kehidupan berumah tangga. Sebagai salah satu Gereja dengan
jumlah jemaat yang cukup besar di Bandung, kegiatan konseling pranikah di Gereja
“X”, Bandung berjalan rutin dengan 3-6 pasangan yang menerima pemberkatan
pernikahan setiap bulannya. Karena itu, keberadaan konseling pranikah di Gereja
“X”, Bandung dapat digunakan sebagai sarana untuk mengenali dan mengembangkan
pengertian mengenai perbedaan individual ketika berelasi dengan pasangannya.
Adult attachment style, dapat menjadi salah satu alternatif potensial untuk mengenali berbagai variasi maupun dampak dari adult attachment style yang
berbeda-beda dalam hubungan pria/wanita peserta konseling pranikah. Selain itu,
digunakan untuk meningkatkan kualitas hubungan, dengna memanfaatkan sarana
konseling. Hal-hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
deskriptif mengenai adult attachment style pada para pasangan peserta Konseling
Pranikah di Gereja “X”, Bandung.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari peneliitan ini, ingin diketahui bagaimanakah adult attachment style pada
para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Penelitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran mengenai
bentuk-bentuk adult attachment style pada para pasangan peserta konseling pranikah
di Gereja “X”, Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai adult
attachment styles pada para pasangan peserta konseling pranikah di Gereja “X”, yang muncul dari dimensi model of self dan model of other dalam diri individu dan
kaitannya dengan faktor-faktor lain, seperti pengalaman attachment dengan figur
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoretis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman mengenai
teori adult attachment style pada usia dewasa awal, dalam bidang Psikologi
Sosial dan Psikologi Perkembangan
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan bagi
peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai adult attachment
styles.
1.4.2. Kegunaan Praktis
1. Bagi para konselor pranikah di Gereja “X”, Bandung
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para konselor pranikah di
Gereja “X”, Bandung untuk memfasilitasi proses konseling melalui
pengenalan dan pemahaman mengenai berbagai variasi individual dan
interaksi/relasi berpasangan sehubungan dengan adult attachment style yang
dimiliki para individu peserta konseling.
2. bagi masyarakat umum
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat
secara umum mengenai perbedaan individual dan berpasangan dari adult
1.5. Kerangka Pemikiran
Attachment, secara umum diartikan sebagai suatu ikatan afeksional yang erat pada individu-individu tertentu (yang disebut figur attachment) dalam lingkungan
sosialnya, dan umum digunakan dalam untuk antara relasi anak dengan figur
pengasuhnya, terutama figur ibu dan ayah. Pengalaman pria/wanita peserta konseling
pranikah di Gereja “X”, Bandung dalam relasi dengan figur attachment utama dalam
kehidupannya (terutama ibu dan ayah), merupakan hal yang penting, karena
pengalaman-pengalaman tersebut akan membentuk suatu kecenderungan internal
yang bersifat umum ketika ia menjalin relasi dengan individu-individu lain ketika
menjalin relasi yang intim.
Bowbly (1969), memproposisikan attachment sebagai bentuk relasi yang
menjadi karakteristik manusia sejak seorang individu lahir sampai ia meninggal
(‘from the cradle to the grave’). Bentuk relasi attachment sesungguhnya tidak hilang
seiring perkembangan individu, namun menetap dan menjadi ciri individu tersebut
ketika ia menjalin relasi yang intim, baik dalam setting keluarga (dengan ibu, ayah,
dan saudara), maupun di luar setting keluarga (dalam persahabatan dan relasi
romantis. Kecenderungan individual yang unik dan berkesinambungan ini, menurut
Bowbly (1982; 1988) terjadi karena adanya keberadaan the working model of
attachment dalam diri individu. Ia menjelaskan, bahwa the working model of attachment merupakan representasi mental internal yang dimiliki seorang individu terhadap dirinya sendiri dan tokoh lain (yaitu para figur attachment) dalam relasi.
merupakan dasar dari pembentukan the working model. Pengalaman-pengalaman
yang dialami seorang individu ketika ada dalam interaksi dengan figur pengasuhnya
akan membentuk belief dan harapannya terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan
relasi yang terjadi sebagai suatu kesatuan fungsi dalam kognisi individu yang akan
menuntun seseorang secara tak sadar ketika ia berperilaku (Bowbly, 1988). Secara
umum, pengalaman attachment individu dengna orangtua tidak dapat lepas dari latar
belakang budaya yang dimiliki individu, dan pola asuh yang diterapkan orangtua.
The working model of attachment ini sendiri, bekerja sebagai sebuah sistem motivasional yang akan memunculkan perilaku attachment saat individu berada
dalam suatu setting sosial dimana ia menjalin relasi yang intim dengan orang-orang
lain dalam kehidupannya.
Terdapat dua dimensi dalam the working model of attachment. Pertama, adalah
dimensi model of self, yaitu merupakan kecenderungan penilaian individu terhadap
dirinya sendiri, yaitu ia merasa dirinya layak mendapatkan keamanan dan
perlindungan dari figur attachment di saat ia membutuhkan. Yang kedua, adalah
dimensi model of other, yang merupakan kecenderungan penilaian individu mengenai
figur attachment, yaitu ia merasa orang tersebut akan bertindak secara responsif dan
menolong di saat individu mengalam ancaman. Simpson dan Rholes (2004)
menyebut working model yang muncul dari relasi primer dengan figur pengasuh
utama sebagai general working model of attachment, dan menjadi kecenderungan
umum individu ketika menjalin relasi yang intim sepanjang hidupnya, sementara
(termasuk dengan pasangan pada saat ini), memiliki suatu sistem working model yang
unik dan khas untuk setiap relasi, yang disebut relation-specific working model of
attachment. Baik General working model maupun relationship-specific working model memiliki dimensi model of self dan model of other masing-masing.
Adult attachment yang dijalin oleh individu peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung dengan pasangannya, merupakan relasi attachment yang
dipengaruhi oleh relationship-specific working model. Relasi attachment ini sendiri
dirasakan dan dihayati oleh para pria/wanita peserta konseling pranikah sebagai cinta.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bowbly (1980), bahwa pembentukan suatu ikatan
pada relasi attachment yang bersifat romantis dapat dideskripsikan sebagai proses
jatuh cinta, usaha untuk menjaga ikatan tersebut sebagai mencintai seseorang, dan
kehilangan diri pasangan adalah kedukaan bagi individu. Dalam relationship-specific
working model yang ada dalam relasi romantis, maka pengalaman romantis dengan pasangan sebelumnya, dapat membentuk kecenderungan individu untuk menjalin
relasi romantis dengan pasangan pada saat ini.
Interaksi antara kedua bentuk the working model of attachment ini
memungkinkan bentuk relasi attachment dengan figur pengasuh utama yang
berkesinambungan (sama) maupun berbeda dengan bentuk adult attachment style
individu terhadap pasangannya. Kesinambungan dan perubahan yang dapat terlihat
dari hubungan antara Adult attachment antara pria/wanita peserta konseling pranikah
di Gereja “X”, Bandung dengan pasangannya dengan pengalaman attachment di masa
model modulasi, adult attachment dan variasi bentuk (styles) yang akan diteleiti
dalam penelitian ini merupakan relasi attachment yang dipengaruhi oleh
relationship-specific working model of attachment dalam diri individu (Simpson dan Rholes, 2004). Dalam model modulasi ini, general working model of attachment merupakan
kecenderungan dasar individu ketika individu peserta konseling pranikah menjalin
hubungan yang akrab, namun hasil dari relasi (relationship outcomes) tersebut diatur
(dimodulasi) oleh sistem relationship-specific working model.
Hasil dari relasi (relationship outcomes), adalah penghayatan individu
mengenai aspek-aspek yang muncul dari relasi attachment antara dirinya dengan
pasangan. Secara umum, relationship outcomes dalam penelitian ini dibagi menjadi
enam aspek, yaitu derajat komitmen, intimasi (keakraban), kepuasan hubungan, relasi
seksual, kecemburuan, dan kualitas komunikasi, sebagai data penunjang.
Relationship outcomes yang positif dalam hubungan dengan pasangan akan mendorong komponen relationship-specific working model dalam diri individu
menjadi lebih positif, sementara Relationship outcomes yang negatif dapat
menurunkan kualitas relationship-specific working model, keduanya akan membawa
perubahan pada adult attachment style yang dimiliki individu pada pasangannya.
Peran relationship outcomes sendiri dalam relasi bersifat timbal balik dengan Adult
attachment yang dimiliki para pria/wanita peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung dengan pasangannya. Penghayatan yang muncul dari relasi adult
dengan pasangannya, sementara penghayatan individu terhadap hasil dari relasi juga
dapat membawa perubahan terhadap adult attachment style yang dimiliki individu.
Kim Bartholomew (1991, 1998), membahas berbagai variasi pada adult
attachment dengan mengkombinasikan dua dimensi dari relationship-specific working model dalam diri individu, yaitu model of self dan model of other. Model of self, adalah derajat penilaian para individu peserta Konseling Pranikah di Gereja “X”, Bandung terhadap dirinya, yaitu sejauh apa ia menganggap dirinya layak menerima
kasih sayang dan bantuan dari pasangannya (self worthiness), saat ia
membutuhkannya. Sementara, model of other merupakan derajat penilaian para
individu peserta konseling pranikah di Gereja “X”, Bandung terhadap diri
pasangannya, yaitu sejauh apa ia menganggap pasangannya dapat diandalkan untuk
memberi bantuan dan kenyamaan saat ia membutuhkannya. Kedua dimensi tersebut,
dapat dilihat dalam dua derajat/valensi, yaitu positif dan negatif, sehingga jika
dikombinasikan, dapat muncul empat kategorisasi attachment pada masa dewasa.
Empat kategori yang muncul dari dua dimensi dan dua derajat tersebut, adalah Secure
(S), Preoccupied (P), Fearful (F), dan Dismissing (D) (Bartholomew, 1991, 1998). Adult attachment Secure (S), mengindikasikan perasaan layak untuk dicintai dalam diri individu, adanya harapan bahwa pasangannya secara umum menerima dan
bersikap responsif terhadap dirinya. Pria/wanita dewasa awal peserta bimbingan
pranikah dengan adult attachment style ini memiliki pengalaman attachment yang