• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional baik di sektor tradisional maupun modern, khususnya pada masyarakat yang sedang beralih dari satu kebiasaan kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa akibat (Silalahi dan Silalahi, 1995). Akibat tersebut tentunya menimbulkan kerugian pada manusia, peralatan, material maupun lingkungan (Soeripto, 2008). Berbagai macam bahaya faktor-faktor lingkungan kerja yang timbul sebagai akibat penerapan teknologi proses produksi menurut jenisnya dibagi menjadi faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis, faktor ergonomi dan faktor psikis.

Debu merupakan faktor kimia yang bersifat partikel padat yang dipancarkan/dihasilkan oleh proses alami atau proses mekanis seperti pemecahan, penghalusan, penggilingan, pukulan ataupun peledakan, pemotongan serta penghancuran bahan. Menghirup debu terlalu banyak dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru dan penyakit yang disebut pneumokoniosis.

Data prevalensi pneumokoniosis bervariasi pada tiap negara di dunia. Data SWORD di Inggris tahun 1990-1998 menunjukkan kasus pneumokoniosis sebesar 10%. Di Kanada, kasus pneumokoniosis pada tahun 1992-1993 sebesar 10%, sedangkan data di Afrika Selatan tahun 1996-1999 sebesar 61% (Meredith dan

(2)

Blanc, 2002). Jumlah kasus kumulatif pneumokoniosis di Cina dari tahun 1949-2001 mencapai 569.129 (Liang, dkk, 2003). Di Amerika Serikat, kematian akibat pneumokoniosis tahun 1968-2004 mengalami penurunan, pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 2.531 kasus kematian (Center for Disease Control and Prevention, 2004). Data prevalensi pneumokoniosis nasional di Indonesia belum ada. Data yang ada adalah penelitian-penelitian berskala kecil pada berbagai industri yang berisiko terjadi pneumokoniosis. Dari beberapa penelitian tersebut oleh Pandu dalam Rasmin (2008) menemukan prevalensi pneumokoniosis bervariasi dengan penelitian pada pabrik pisau baja yaitu sebesar 5% gambaran radiologis diduga pneumokoniosis.

Penelitian yang telah dilakukan Jacobsen, dkk, (2008) yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru akibat kerja berupa debu terhadap pekerja industri furnitur selama 6 tahun dimana para pekerja perempuan yang terpapar debu kayu mengalami percepatan penurunan fungsi paru disertai dengan gejala klinis.

Sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari yang terletak di Kampung Krengseng, Dusun Kalirandu, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam proses produksinya menggunakan bahan baku berupa besi dan kayu. Perajin pisau yang berjumlah 31 orang dibagi menjadi 3 kelompok untuk memudahkan proses produksi pisau yaitu 7 orang untuk proses menggerinda, 9 orang untuk proses finishing, dan 15 orang untuk proses tangkai yang diantaranya juga berperan sebagai pemasaran produk pisau ke berbagai wilayah. Jenis besi yang digunakan sebagai bahan baku adalah besi logam, besi

(3)

baja, dan besi stainless, sedangkan kayu yang digunakan untuk gagang pisau adalah kayu jati, klepu, jemetri, dan kayu sengon.

Pada awal proses produksi, plat besi dipotong sesuai dengan kebutuhan dan di gerinda. Proses ini dilakukan berulang sebanyak dua sampai tiga kali. Kemudian, untuk menghasilkan plat besi yang berkilau, dilakukan proses pengamplasan dengan mesin amplas atau slep. Setelah itu, plat siap dibakar dengan mesin blower. Sedangkan pengolahan gagang dan sarung pisau yang berbahan kayu menggunakan mesin bor, bubut dan pisau ukir/serut. Hasil produksi digabungkan setelah masing-masing proses produksi menghasilkan barang berupa mata pisau, cincin dan gagang pisau.

Pengolahan plat besi menjadi pisau dengan menggunakan mesin gerinda dan penggunaan mesin bor pada proses tangkai serta pengolahan sarung pisau yang menggunakan mesin bubut dalam proses finishing merupakan proses produksi yang menghasilkan debu. Debu terhirup merupakan risiko kerja yang berhubungan dengan gangguan fungsi pernapasan di tempat kerja. Debu terhirup merupakan partikel debu “Airborne” yang dapat terhirup dan dapat mencapai daerah bronchiole sampai dengan alveoli. Debu ini berbahaya jika tertimbun di dalam alveoli yang merupakan daerah pertukaran gas di dalam sistem pernafasan (Ruzer dan Harley, 2005). Upaya pengendalian terhadap adanya debu dari proses produksi yang dilakukan selama ini adalah dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa masker yang tidak selalu dipatuhi oleh pekerja. Hasil wawancara peneliti dengan 10 pekerja pada tanggal 26 Oktober 2013, disebutkan bahwa adanya keluhan respirasi berupa batuk dan sesak nafas dengan rata-rata

(4)

masa kerja 24 tahun yang apabila keadaan ini diabaikan dapat meningkatkan risiko penyakit akibat kerja berupa gangguan fungsi paru akibat dari debu terhirup pada saat bekerja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah. Rumusan masalah dalam studi “Paparan Debu Terhirup Terhadap Hasil Tes Fungsi Paru Pada Pekerja Sentra Perajin Pisau “Rukun Karya Lestari” di Kabupaten Bantul”:

1. Apakah paparan debu terhirup merupakan faktor risiko terjadinya gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul?

2. Apakah umur merupakan faktor risiko terjadinya gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul? 3. Apakah masa kerja merupakan faktor risiko terjadinya gangguan tes fungsi

paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul?

4. Apakah status gizi merupakan faktor risiko terjadinya gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul?

5. Apakah kebiasaan merokok merupakan faktor risiko terjadinya gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul?

(5)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil tes fungsi paru akibat paparan debu terhirup selama bekerja dengan menggunakan metode pemeriksaan kapasitas paru pada pekerja sentra perajin pisau “Rukun Karya Lestari” di Kabupaten Bantul dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu umur, masa kerja, status gizi, dan kebiasaan merokok.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui besar risiko “kadar debu terhirup” terhadap gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul.

b. Mengetahui besar risiko “umur” terhadap gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul. c. Mengetahui besar risiko “masa kerja” terhadap gangguan tes fungsi paru

pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul.

d. Mengetahui besar risiko “status gizi” terhadap gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul.

e. Mengetahui besar risiko “kebiasaan merokok” terhadap gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul.

(6)

f. Mengetahui besar risiko kadar debu terhirup, umur, masa kerja, status gizi, dan kebiasaan merokok dengan gangguan tes fungsi paru pada pekerja sentra perajin pisau Rukun Karya Lestari di Kabupaten Bantul.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Industri

Diharapkan melalui penelitian ini didapatkan informasi pengaruh paparan debu terhirup terhadap tes fungsi paru yang dapat berakibat terjadinya gangguan fungsi paru sebagai tindak lanjutnya dapat direncanakan upaya pengendalian, pencegahan dan perbaikan agar dapat menurunkan tingkat risiko gangguan fungsi paru seminimal mungkin.

2. Bagi Pekerja

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam kaitannya dengan bahaya debu terhirup di lingkungan kerja terhadap tes fungsi paru serta tindakan pengendaliannya, sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas dan derajat kesehatan tenaga kerja secara optimal.

3. Bagi peneliti

Mendapatkan pengalaman langsung dalam hal merencanakan penelitian, melaksanakan penelitian dan mengetahui proses kerja yang memiliki lingkungan kerja berupa debu terhirup dalam pengaruhnya terhadap tes fungsi paru.

(7)

4. Bagi Minat Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi sebagai data dasar dalam penelitian di bidang keselamatan dan kesehatan kerja khususnya kajian mengenai pengaruh paparan debu terhirup terhadap tes fungsi paru.

E. Keaslian Penelitian

1. Mengkidi (2006). Gangguan fungsi paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur fungsi paru karyawan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gangguan fungsi paru dan variabel bebas dalam penelitian ini adalah masa kerja, status gizi, kadar debu total, lama paparan, penggunaan APD, suhu, kelembaban. Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti adalah tempat penelitian, variabel bebas dan subjek penelitian.

2. Budiono (2007). Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil di Kota Semarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pekerja, karakteristik pekerjaan, dan kadar debu terhisap dengan kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di kota Semarang. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik pekerja, karakteristik pekerjaan, dan kadar total partikel terhisap dan variabel terikat

(8)

adalah gangguan fungsi paru. Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti adalah tempat penelitian, variabel bebas dan subjek penelitian.

3. Sucipto (2007). Hubungan Pemaparan Partikel Debu Pada Pengolahan Batu Kapur Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru (Studi Kasus di Desa Karangdawa, Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal). Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pemaparan partikel debu, tingkat penurunan kapasitas fungsi paru dan hubungan pemaparan partikel debu pada pengolahan batu kapur terhadap penurunan kapasitas fungsi paru. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Variabel bebas pada penelitian ini adalah partikel debu kapur dan variabel terikatnya adalah penurunan fungsi paru dengan variabel pengganggu yaitu umur, jenis kelamin, status gizi, olahraga, penggunaan masker dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti adalah tempat penelitian, variabel bebas dan subjek penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

and Procedures Involved in Bible Translating. Universitas Sumatera Utara.. “Toward a Science of Translating, With Special Reference To Principles and Procedures Involved in

Ekstrak metabolit sekunder isolat GP11 yang diperoleh digunakan untuk pengujian antibakteri terhadap bakteri uji (patogen) dengan menggunakan difusi

Kedua, hasil scoring risiko yang telah dan mungkin terjadi menunjukan 19% risiko yang ada pada koperasi simpan pinjam berada pada level high, 59% risiko yang terdapat

Remote sensing is a suitable tool for estimating the spatial variability of crop canopy characteristics, such as canopy chlorophyll content (CCC) and green

iii Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar,

Beberapa upaya untuk mengatasi hal ini telah dilakukan oleh pengelola skill laboratory Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta berupa

Untuk itu perlu untuk menganalisis kaitan antara status gizi dan pola makan dengan fungsi paru pada pasien PPOK di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

Hal ini sejalan dengan pendapat dari Powers (Tarigan, 1985: 19) yang mengemukakan bahwa salah satu faktor penunjang keberhasilan berbicara seseorang yaitu dengan