• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori yang Relevan

1. Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial)

Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Jatmiko, 2006 dalam Arum 2012). Menurut Bandura (1977) dalam Jatmiko (2006), proses dalam pembelajaran sosial meliputi:

a) Proses perhatian (attentional) b) Proses penahanan (retention) c) Proses reproduksi motorik

d) Proses penguatan (reinforcement)

Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan.

Sedangkan proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model (Bandura, 1977 dalam Jatmiko, 2006).

(2)

(Jatmiko, 2006 dalam Arum 2012) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Seseorang juga akan taat pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya. Terkait dengan proses penguatan, dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model, tampaknya cukup relevan apabila dihubungkan dengan pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan pajak.

2. Teori kepatuhan wajib pajak

Menurut Chaizi (2004: 134) secara garis besar, teori tentang kepatuhan pajak wajib digolongkan dalam teori paksaan (Compulsory Compliance) dan teori konsensus (Voluntary Compliance).

a. Teori Paksaan (Compulsory Compliance)

Menurut teori paksaan, orang akan mematuhi hukum karena adanya unsure paksaan dari kekuasaan yang bersifat legal dari penguasa.

Teori ini didasarkan asumsi bahwa paksaan fisik sebagai monopoli penguasa adalah dasar terciptanya suatu ketertiban untuk hukum.

Jadi, unsur sanksi merupakan faktor yang menyebabkan orang mematuhi hukum

(3)

b. Teori Konsensus (Voluntary Compliance)

Pada teori konsensus, dasar ketaatan hukum terletak pada penerimaan masyarakat terhadap suatu sistem hukum yaitu sebagai legalitas hukum.

B. Kepatuhan Wajib Pajak

1. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut kamus umum bahasa Indonesia (1995 : 1013), istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan dapat diartikan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kewajiban pajak tersebut berupa tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dalam dua tahun terakhir, tidak mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda, dan membayar pajak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hak pajak yang dimaksud adalah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (Nurmantun, 2003 dalam Theresia, 2008).

Kepatuhan Wajib Pajak menurut Nurmanto (2005) dalam Shiva (2011), didefinisikan sebagai salah satu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Ada dua macam kepatuhan :

(4)

a. Kepatuhan formal, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai ketentuan Undang – Undang perpajakan.

b. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substansif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan ini dan jiwa Undang – Undang Perpajakan Kepatuahan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.

2. Patuh Dalam Perhitungan

Semua wajib pajak berdasarkan self assesment system, wajib pajak diberikan wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab untuk menghitung pajak yang akan dibayar sendiri. Kita diwajibkan untuk menghitung dengan benar pajak terutang yang harus dibayar.

Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk masing – masing Wajib Pajak :

1) Rp. 24.300.000 ( dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri wajib pajak orang pribadi.

2) Rp. 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk wajib pajak yang kawin.

3) Rp. 24.300.000 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.

(5)

4) Rp. 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap tambahan anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

3. Patuh Dalam Pembayaran

Setelah wajib pajak mengerjakan tugas pertama yaitu menghitung sendiri pajak terutangnya, dalam tahap selanjutnya wajib pajak melakukan langkah – langkah pembayaran pajak terutangnya :

1) Wajib Pajak harus mengambil formulir SSP (Surat Setoran Pajak) dari KPP (Kantor Pelayanan Pajak) atau bisa juga membeli formulir SSP di tempat – temapat yang menjual SSP tersebut.

2) Kemudian Wajib Pajak mengisi Surat Setoran Pajak dengan benar, jelas, dan lengkap serta menandatangani Surat Setoran Pajak tersebut Pasal 4 ayat (1) UU KUP.

3) Setelah itu Surat Setoran Pajak dibawa ke bank yang melayani pembayaran pajak ataupun ke kantor pos.

4) Saat selesai melakukan pembayaran, kita akan diberikan bukti pembayaran.

(6)

4. Patuh Dalam Pelaporan

Kepatuhan pelaporan dapat ditunjukkan dengan melaporkan pajak terutang sebelum batas waktu yang telah ditentukan :

a. SPT – Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. Batas waktu penyampaiannya paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.

b. SPT – Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak, Batas waktu penyampaiannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.

C. Pengetahuan Pajak

Pengetahuan Wajib Pajak berhubungan erat dengan kepatuhan pajak.

Pengetahuan perpajakan merupakan pemahaman Wajib Pajak mengenai hukum, undang – undang, tata cara perpajakan yang benar. Menurut Nurmantu ( dalam Lidya, 2010), semakin tinggi tingkat pendidikan Wajib Pajak maka semakin mudah bagi mereka untuk memahami peraturan perpajakan, termasuk memahami sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan. Namun rumitnya peraturan perpajakan mengakibatkan tidak semua Wajib Pajak yang berpendidikan tinggi memahami dan mengetahui peraturan perpajakan, sehingga tingkat pengetahuan dan pemahaman

(7)

mengenai hukum dan tata cara perpajakan menjadi rendah (Eriksen dan Fallan, 1996 dalam Muchsin 2013).

Pengetahuan sebagian besar masyarakat akan masalah perpajakan masih dinilai sangat kurang. Hal ini disebabkan belum masuknya pengetahuan pajak dalam kurikulum pendidikan nasional dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang dimulai dari pengenalan hingga penguasaan materi sebagai pelajaran wajib (kecuali untuk tingkat dan jurusan pendidikan tertentu) dianggap sebagai titik awal masalah penyebab ketidaktahuan masyarakat akan pengetahuan pajak, sehingga menyebabkan ketidakpedulian mereka terhadap pajak dan akhirnya negara dan masyarakat itu sendiri yang akan dirugikan.

Wajib pajak yang mengetahui fungsi pajak dan peran pajak untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat, mereka tidak akan ragu terhadap perkara mengenai unsur pajak yang sifat memaksa dan kontraprestasi. Mereka secara sadar diri akan patuh membayar pajak melalui sistem dan peraturan yang berlaku, karena telah mengetahui bagaimana alur penerimaan pajak tersebut akan berjalan, hingga manfaat membayar pajak tersebut dapat dirasakannya meskipun secara tidak langsung, sebagai contoh, jalanan yang selalu diaspal jika rusak, telah menjadi lebih baik kondisinya, sehingga setiap hari dapat dilalui semua orang dengan nyaman. Itu salah satu manfaat kecil dari pajak yang seharusnya diketahui seluruh masyarakat, khususnya wajib pajak. Seseorang yang tidak berpengetahuan tentang pajak, akan menilai semua fasilitas yang telah mereka gunakan di negeri ini

(8)

merupakan tanggung jawab pemerintah, tanpa mereka berpikir dari mana dana untuk mewujudkan semua fasilitas itu. Dengan demikian, wajib pajak yang memiliki pengetahuan tentang perpajakan, akan mengimplementasikan pengetahuannya tersebut dengan suatu sikap patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.

Pengetahuan wajib pajak mengenai aturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku diharapkan akan meningkatkan kepatuhan pajak. Informasi yang dimiliki oleh wajib pajak akan mempengaruhi mereka terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin banyak informasi yang mereka ketahui maka akan membantu mereka untuk bisa memberikan tanggapan. Namun dengan banyaknya informasi yangdiperoleh dari media dapat menimbulkan yang negatif dari wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan wajib pajak yang kurang mendapat informasi biasanya akan biasa saja. Karena mereka tidak terlalu mengetahui duduk persoalannya maka mereka akan tetap memberikan opini positif. Pada akhirnya tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh wajib pajak akan mempengaruhi keputusan mereka untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur tinggi rendahnya pengetahuan perpajakan oleh wajib pajak, maka dapat diketahui melalui sebagai berikut :

a. Pengetahuan wajib pajak terhadap unsur pajak b. Pengetahuan wajib pajak terhadap fungsi pajak c. Pengetahuan wajib pajak terhadap peran pajak

(9)

d. Pengetahuan wajib pajak terhadap sistem perpajakan yang berlaku

Doli dan Khoiru (2009) dalam Winah (2013) mengindikasikan tingkat pengetahuan perpajakan melalui pemahaman terhadap peraturan serta kebijakan perpajakan, pemahaman akan kewajiban dalam menyampaikan SPT, serta pemahaman akan adanya sanksi pajak dalam hal keterlambatan dalam menyampaikan SPT. Widyawati dan Nurlis (2010) dalam Winah (2013) menambahkan indikasi pengetahuan tentang perpajakan melalui pengukuran pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak melalui sosialisasi, serta pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak melalui training.

D. Penyuluhan Pajak

Penyuluhan merupakan salah satu teknik yang sangat penting di antara teknik – teknik bimbingan lainnya, didefinisikan sebagai proses menolong orang supaya dapat mengatasi persoalan – persoalannya dan menambah penyesuaian dirinya melalui wawancara serta sifat – sifat hubungan yang lain antara orang dengan orang, misalnya dengan membuat orang yang ditolong tadi dapat merasa bebas dan senang. Dengan adanya penyuluhan, yng diharapkan dapat terjadi adalah perubahan dari diri manusia dari segi pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya. Sasaran dari penyuluhan adalah penyebaran informasi yang bermanfaat dan praktis bagi masyarakat tertentu (Vivien, 2005 dalam Muchsin 2013).

(10)

Kegiatan sosialisasi/penyuluhan memegang peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sistem self assessment yang dianut dalam administrasi perpajakan Indonesia memberikan kepercayaan yang besar kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya meliputi mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajaknnya.

Kepercayaan yang besar ini membutuhkan prasyarat yaitu wajib pajak harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak dengan nomor SE- 99/PJ/2011 tentang Pedoman Pembentukan Tim Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, Dijelaskan bahwa definisi penyuluhan perpajakan adalah sebagai berikut :

Penyuluhan perpajakan adalah suatu upaya dan proses memberikan informasi perpajakan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan, informasi perpajakan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat, dunia usaha, aparat, serta lembaga pemerintah maupun non-Pemerintah agar terdorong untuk paham, sadar, peduli dan berkontribusi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Tujuan diadakannya penyuluhan perpajakan berasarkan SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman penyusunan rencana kerja dan laporan kegiatan penyuluhan perpajakan unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, adalah

“masyarakat yang paham dan sadar memenuhi kewajiban perpajakannya.”

Dalam mengadakan penyuluhan perpajakan diperlukan pembentukan tim penyuluhan perpajakan, dalam SE-99/PJ/2011 tentang Pedoman

(11)

Pembentukan Tim Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, disebutkan definisinya sebagai berikut :

Tim Penyuluhan Perpajakan adalah satuan tugas yang dibentuk berdasarkan keputusan pimpinan unit kerja vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan mempunyai tugas dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan penyuluhan perpajakan.

Tim penyuluhan yang dibentuk oleh Kantor Pelayanan Pajak terdiri dari beberapa Tenaga Penyuluh Perpajakan, Berdasarkan SE-99/PJ/2011 tentang Pedoman Pembentukan Tim Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak disebutkan definisinya sebagai berikut:

Tenaga Penyuluh Perpajakan adalah semua pejabat/pelaksana pada lingkup Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan pejabat/pelaksana pada lingkup Kanwil DJP atau KPP yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Kanwil DJP atau Kepala KPP sebagai anggota Tim Penyuluhan Perpajakan.

Berdasarkan SE-99/PJ/2011, Pembentukan tim penyuluhan perpajakan di tingkat Kantor Pelayanan Pajak memiliki ketentuan sebagai berikut :

1. Kepala KPP membentuk Tim Penyuuhan Perpajakan setiap tahun dan dilakukan paling lambat minggu pertama Januari dengan format sebagaimana Lampiran III;

2. Anggota Tim Penyuluhan Perpajakan dipilih dari pejabat/pelaksana di lingkungan KPP, tidak termasuk pegawai pada KP2KP;

3. Tim bertanggung jawab menyusun rencana kerja penyuluhan mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan tetap berkoordinasi dengan Bidang P2Humas Kanwil DJP;

4. Tim Penyuluhan Perpajakan disusun dengan struktur sebagaimana Lampiran IV atau V;

5. Tim bertanggung jawab melaksanakan tugas selama periode satu tahun;

6. Tim bertugas menjalankan rencana kegiatan penyuluhan KPP;

7. Tim bertugas memenuhi undangan penyuluhan yang dilakukan oleh pihak ketiga;

8. Tim melaksanakan tugas sosialisasi/penyuluhan yang diinstruksikan oleh Kantor Pusat DJP dan/atau Kanwil DJP.

(12)

Dalam rangka mencapai tujuan penyuluhan maka kegiatan penyuluhan dibagi menjadi tiga macam yaitu kegiatan penyuluhn bagi calon wajib pajak, penyuluhan bagi wajib pajak baru, dan penyuluhan bagi wajib pajak terdaftar.

Penjelasan mengenai ketiga fokus penyuluhan perpajakan berdasarkan SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman penyusunan rencana kerja dan laporan kegiatan penyuluhan perpajakan unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, adalah sebagai berikut :

Penyuluhan bukan merupakan sebuah upaya atau proses yang bersifat reaktif dan tidak terencana melainkan harus disusun secara sistematis sehingga dapat dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi dengan baik.

Dalam rangka mencapai tujuan penyuluhan maka kegiatan penyuluhan dibagi kedalam tiga fokus penyuluhan, sebagai berikut :

1. Kegiatan Penyuluhan bagi Calon Wajib Pajak Merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan untuk membangun kesadaran (awareness) tentang perpajakan kepada para calon Wajib Pajak, meliputi :

a. Kegiatan penyuluhan yang dimaksudkan untuk menjaring Wajib Pajak Baru apabila secara potensi subjek pajak dimaksud sudah memilki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

b. Kegiatan penyuluhaan yang bersifat sebagai “investasi jangka panjang” apabila subjek pajak yang diberikan penyuluhan masih belum memiliki penghasilan di atas PTKP (contoh:

mahasiswa/pelajar).

2. Kegiatan Penyuluhan bagi Wajib Pajak Baru Merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman (understanding) dan kepatuhan untuk memenuhi kewajiban perpajakan (willingness to comply) bagi para Wajib Pajak Baru.

Adapun definisi WP Baru adalah WP Orang Pribadi/Badan yang terdaftar sejak awal tahun sebelumnya yang :

a. Belum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pertama kali;

b. Belum melakukan pembayaran/penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pertama kali dengan Surat Setoran Pajak (SSP).

3. Kegiatan Penyuluhan bagi Wajib Pajak Terdaftar Merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan kepada Wajib Pajak yang telah

(13)

terdaftar di luar kategori WP Baru. Penyuluhan ini dimaksudkan untuk menjaga komitmen (commitment) WP untuk terus patuh.

Ketiga fokus penyuluhan (Calon WP, WP Baru dan WP Terdaftar) harus dijalankan oleh setiap unit kerja. Khusus unit kerja di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, Kanwil DJP WP Besar dan seluruh KPP Madya diberikan keleluasaan untuk melakukan/tidak melakukan penyuluhan bagi Calon WP dan WP Baru. Pemberian proporsi (bobot) rencana penyuluhan terhadap ketiga fokus penyuluhan diserahkan kepada masing – masing unit kerja vertikal. Pemberian proporsi (bobot) dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum skala prioritas penyuluhan di masing – masing unit kerja.

Terkait pengaturan pelaksanaan penyuluhan atas ketiga fokus penyuluhan diatas, maka dikategorikan menjadi :

a. Penyuluhan bersifat nasional merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam rangka mengamankan agenda/target/tujuan Direktorat Jenderal Pajak secara nasional. Ciri kegiatan penyuluhan dengan tema yang ditetapkan oleh Kantor Pusat DJP sebagai kegiatan penyuluhan yang bersifat nasional. Tata cara pelaksanaan kegiatan ini diatur lebih lanjut dengan surat edaran/surat Direktur Jenderal Pajak atau surat Direktur P2Humas;

b. Penyuluhan bersifat lokal merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam rangka mengamankan agenda/target/tujuan dari unit vertikal DJP (Kanwil DJP/KPP). Kegiatan penyuluhan dengan skala lokal ini dilakukan sesuai kebutuhan masing – masing unit kerja.

Berdasarkan SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman penyusunan rencana kerja dan laporan kegiatan penyuluhan perpajakan unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, kegiatan penyuluhan perpajakan dapat dibagi menjadi 2 cara yaitu:

a. Penyuluhan Langsung

Penyuluhan Langsung adalah kegiatan penyuluhan perpajakan dengan berinteraksi langsung antara lain: seminar, workshop, bimbingan teknis, kelas pajak dan sebagainya.

1) Kelebihan dari metode ini adalah penyampaian materi yang lebih detail dan pemahaman peserta atas materi penyuluhan yang baik karena terlibat langsung dalam bentuk diskusi/tanya-jawab secara langsung;

2) Kekurangan metode ini adalah jumlah peserta yang terbatas; dan 3) Kegiatan ini snagat baik jika tujuan penyuluhannya adalah

membantu Wajib Pajak dalam memahami aspek teknis perpajakan seperti tata cara penghitungan pajak dan pelaporannya.

(14)

b. Penyuluhan Tidak Langsung

Penyuluhan Tidak Langsung adalah kegiatan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat dengan tidak atau sedikit melakukan interaksi dengan peserta. Contoh kegiatan penyuluhan tidak langsung antara lain : kegiatan penyuluhan melalui radio/televisi, penyuluhan melalui penyebaran buku/booklet/leaflet perpajakan.

1) Kekurangan metode ini adalah kegiatan penyuluhan yang relatif singkat sehingga materi penyuluhan yang diberikan cenderung bersifat umum dan tidak dapat dipastikan bahwa seluruh masyarakat yang melihat atau mendengar paham atas materi tersebut;

2) Kelebihan metode ini adalah jumlah masyarakat yang dapat didedukasi melalui metode ini sangat luas; dan

3) Metode ini sangat baik untuk membangun kepedulian masyarakat akan pentingnya pajak bagi negara dan masyarakat. Pemilihan media penyuluhan selanjutnya dituangkan pada tabel Rencana Penyuluhan, kolom 6 sesuai dengan Lampirn V Surat Edaran ini. Pemilihan media dilakukan berdasarkan kajian atau pemahaman bahwa suatu media dipilih agar informasi perpajakan dapat diterima oleh audience sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Ilustrasi berikut ini memberikan gambaran tentang keunggulan dan kelemahan dari media berdasarkan perbandingan keluasan jangkauan dan kedalaman materi penyuluhan sebagai berikut :

Jenis Media Penyuluhan Keluasan Jangkauan

Kedalaman Materi PENYULUHAN

LANGSUNG

Seminar/workshop/kelas pajak

Sedang Tinggi (detail) PENYULUHAN TIDAK

LANGSUNG

Radio Luas Sedang

TV Luas Rendah (Umum)

E. Kualitas Pelayanan

Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada

(15)

Wajib Pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Paradigma baru yang menempatkan aparat pemerintah sebagai abdi negara dan masyarakat (Wajib Pajak) harus diutamakan agar dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik. Pelayanan merupakan fungsi pertama dari Ditjen Pajak. Pelayanan pajak terbagi tiga yaitu pelayanan NPWP, pelayanan keberatan Wajib Pajak, dan pelayanan restitusi (Hamdan, 2002 dalam Muchsin 2013).

Kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan dari sebuah barang atau jasa untuk memenuhi atau melampaui pengharapan dan kebutuhan dari pelanggan (Puspopranoto, 2006). Dengan kata lain, Heizer dan Reder (2001) dalam Purwoko (2008) mengatakan bahwa kualitas adalah ability of a product or service to meet customer needs. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu.

Pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun (Tumiwa, 2006) dalam Nur (2012).

Kegiatan pelayanan tidak hanya dilakukan oleh perusahaan – perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, tetapi juga dilakukan oleh instansi pemerintah yang memiliki kaitan dengan kegiatan public service atau yang berhubungan dengan kepentingan umum. Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan suatu pihak yang menawarkan manfaat kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud namun dapat dirasakan baik buruknya melalui penilaian apakah hal yang

(16)

ditawarkan memenuhi atau melampaui harapan dan kebutuhan dari pihak lain tersebut.

Pengertian pelayanan menurut Kotler (2005:83) dalam Listiana, et al (2013) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Sehingga pelayanan pajak merupakan suatu kegiatan yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak untuk memberikan kepuasan atas melayani kebutuhan Wajib Pajak.

Penyediaan pelayanan yang berkualitas merupakan keniscayaan yang harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara negara sesuai tuntutan dan perkembangan masyarakat. Pada dasarnya keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat merupakan salah satu indikator penting dalam menyelenggarakan tugas – tugas pemerintah dan pembangunan (Marsono, 2009) dalam Nur (2012). Dalam kaitannya dengan instansi pemerintah yang memiliki kegiatan public service atau yang berhubungan dengen kepentingan umum, Ditjen Pajak harus mampu memberikan pelayanan pajak yang optimal kepada wajib pajak sehingga wajib pajak merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.

Beberapa permasalahan yang masih menyertai dalam penyelenggaraan kegiatan public service harus segera ditangani agar tercapainya pelayanan yang optimal. Permasalahan tersebut menurut Marsono (2009) dalam Nur

(17)

(2012), diantaranya berkenaan dengan prosedur yang tidak jelas, berbelit – belit, waktu penyelesaian yang tidak menentu, dan tata cara yang kurang tepat, hingga sikap dan perilaku petugas pelayanan yang tidak mengindahkan etika sebagai “pelayan masyarakat”, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Parasuraman dkk. (1994) dalam Sumadi (2005) terdapat lima indikator yang digunakan dalam menilai suatu kualitas pelayanan, yaitu :

a. Kehandalan (Reliability)

Kehandalan merupakan kemampuan untuk memberikan jasa seperti yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya sesuai yang diharapkan pelanggan tercermin dari ketepatan waktu, layanan yang sama untuk semua orang dan tanpa kesalahan.

b. Ketanggapan (Responsiveness)

Instansi berupaya untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat. Jika mengalami kegagalan dengan cepat menangani kegagalan tersebut secara profesional (responsive)

c. Jaminan (Assurance)

Yaitu pengetahuan, keramahan, dan kemampuan para karyawan dalam melaksanakan tugas secara spontan yang menjamin kinerja yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat.

d. Empati (Emphaty)

Berusaha memahami keinginan pelanggan dengan memberikan perhatian atau sentuhan secara ikhlas kepada setiap pelanggan.

(18)

e. Wujud Fisik (Tangibility)

Berusaha harus bisa memberikan bukti awal kualitas pelayanan yang tercermin dari penampilan fasilitas fisik yang dapat diandalkan.

F. Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Landasan hukum mengenai sanksi perpajakan diatur dalam Perpajakan. Sanksi perpajakan dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang – Undang Ketentuan Umum Perpajakan.

Adapun konsep dari sanksi perpajakan menurut Mardiasmo (2011 : 59) menyatakan bahwa :

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Dalam Undang – undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.

(19)

1. Sanksi Admininstrasi

Mardiasmo (2011 : 59) mengartikan “sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.” Jadi yang dimaksud dengan sanksi administrasi merupakan pembayaran atas kerugian kepada negara dan pembayaran atas kerugian ini dapat berup denda, bunga, dan kenaikan.

1) Jenis Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga). Adapun jenis – jenis sanksi menurut Devano dan Rahayu (2006 : 198) dalam Nur (2012) adalah sebagai berikut :

a) Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

b) Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

c) Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.

Dalam pelaksanaan pengenaan sanksi ini Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan besarnya tarif sanksi yang dapat diberikan kepada wajib pajak dan penetapan besarnya tarif sanksi ini tentunya telah dilakukan dengan pertimbangan – pertimbangan yang matang.

(20)

Ketentuan besarnya tarif sanksi administrasi diatur dalam Undang – Undang Perpajakan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh aparat pajak, sehingga mereka tidak menetapkan sanksi sewenang – wenang dan yang pada akhirnya justru memberatkan bahkan mungkin merugikan wajib pajak.

2) Perubahan Sanksi Denda Administrasi atas Keterlambatan atau Tidak Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT)

2. Sanksi Pidana

Pengertian sanksi pidana menurut Mardiasmo (2011 : 59) adalah sebagai berikut :

Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat ukur terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.

Menurut ketentuan dalam Undang – Undang Perpajakan ada tiga macam sanksi pidana, yaitu denda pidana, kurungan dan penjara. Adapun penjelasan macam sanksi pidana sebagai berikut :

1) Denda Pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana

(21)

dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

2) Pidana Kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama – lamanya sekian.

3) Pidana Penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan perpajakan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada wajib pajak.

Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur atau ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (Mardiasmo, 2011 : 62).

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Alifa dan Rasmini (2012). Mereka melakukan penelitian mengenai pengaruh kesadaran, penyuluhan, pelayanan, dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP

(22)

Pratama Denpasar Barat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Variabel bebas yang digunakan adalahpengaruh kesadaran, penyuluhan, pelayanan, dan sanksi perpajakan.

Variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Hasil penelitian Alifa dan Rasmini (2012) adalah diketahui bahwa kesadaran wajib pajak, penyuluhan, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan secara simultan dan parsial berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Denpasar Barat.

Muchsin (2013) melakukan penelitian mengenai kajian empiris tentang pengaruh pengetahuan wajib pajak, penyuluhan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan di Kota Padang. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kausatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Variabel bebas yang digunakan adalah pengaruh pengetahuan wajib pajak, penyuluhan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan pemeriksaan pajak. Variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak badan. Hasil penelitian Muchsin (2013) adalah diketahui bahwa pengetahuan wajib pajak, penyuluhan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan di Kota Padang.

Winah (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan pajak, penyuluhan pajak, persepsi atas pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Tigaraksa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis

(23)

regresi linear berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah pengaruh pengetahuan pajak, penyuluhan pajak, presepsi atas pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan. Variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian Winah (2013) adalah diketahui bahwa pengetahuan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, penyuluhan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, persepsi atas pemeriksaan pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan sanksi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Arissawarasty (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh penyuluhan perpajakan, pelayanan fiskus, dan persepsi wajib pajak orang pribadi atas pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Jakarta Kembangan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah pengaruh penyuluhan perpajakan, pelayanan fiskus, dan persepsi wajib pajak orang pribadi atas pemeriksaan pajak. Variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian Arissawarasty (2013) adalah diketahui bahwa penyuluhan Perpajakan, Pelayanan Fiskus, dan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi atas pemeriksaan Pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta kembangan.

(24)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Tahun Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian 2012 Alifa Nur

Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini

Pengaruh kesadaran, penyuluhan, pelayanan, dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Denpasar Barat.

Secara simultan dan parsial menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak, penyuluhan, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Denpasar Barat.

2013 Muchsin Ihsan Pengaruh pengetahuan

wajib pajak,

penyuluhan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan di Kota Padang.

Pengetahuan wajib pajak, penyuluhan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan di Kota Padang.

2013 Winah Dwi Lestari

Pengaruh pengetahuan pajak, penyuluhan pajak, persepsi atas pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (studi kasus di

KPP Pratama

Tigaraksa)

Pengetahuan pajak, penyuluhan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, persepsi atas pemeriksaan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

2013 Arissawarasty Ratih P

Pengaruh penyuluhan perpajakan, pelayanan fiskus dan persepsi wajib pajak orang

pribadi atas

pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama jakarta kembangan

Penyuluhan Perpajakan, Pelayanan Fiskus, dan Persepsi Wajib Pajak

Orang Pribadi atas pemeriksaan Pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi

(25)

H. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh PengetahuanPajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pengetahuan pajak dapat menumbuhkan sikap positif Wajib Pajak jika mereka paham betul atas isi Undang – Undang perpajakan yang sering kali mengalami perubahan. Apabila Wajib Pajak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar, penghitungan pajak sesuai dengan pajak terutang yang ditanggung oleh Wajib Pajak, penyetoran pajak (pembayaran) secara tepat waktu sesuai yang ditentukan, dan pelaporan atas pajaknya ke kantor pajak setempat oleh Wajib Pajak, maka semua ketentuan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan baik oleh Wajib Pajak (Ekawati dan Endro, 2008 dalam Muchsin 2013). Berdasarkan hal tersebut, maka diduga :

H1 : Pengetahuan Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

2. Pengaruh Penyuluhan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Penyuluhan merupakan suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan sarananya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan sasaran. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal (Pudji, 2007 dalam Alifa dan Rusmini 2012). Penyuluhan perpajakan atau sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya Direktur Jenderal Pajak khususnya KPP untuk memberikan

(26)

pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang- undangan perpajakan. Adanya sosialisasi perpajakan diharapkan akan tercipta partisipasi yang efektif dimasyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban sebagai wajib pajak dalam memenuhi perpajakannya (Deni, 2006 dalam Alifa dan Rusmini 2012). Deni (2009) Ari (2011) dalam Alifa dan Rusmini (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyuluhan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga:

H2 : Penyuluhan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

3. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dalam suatu produk atau jasa menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan yang telah ditentukan atau yang telah bersifat laten (Sumadi, 2005dalam Alifa dan Rusmini 2012 ). Menurut Boediono (2003) dalam (Supadmi, 2009), pelayanan ialah proses bantuan kepada orang lain dengan kiat-kiat tertentu yang memerlukan hubungan interpersonal sehingga tercipta keberhasilan dan kepuasan. Supadmi (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pelayanan yang berkualitas merupakan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dan dalam batas memenuhi standar pelayanan yang bisa dipertanggung jawabkan serta

(27)

dilakukan secara terus-menerus. Penelitian yang dilakukan oleh Agus (2006) dan Putra (2011) dalam Alifa dan Rusmini (2012) menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga :

H3 : Kualitas Pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

4. Pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti atau ditaati atau dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009:57 dalam Alifa dan Rusmini 2012). Dalam undang-undang perpajakan terdapat dua jenis sanksi, berupa sanksi pidana dan administrasi. Sanksi pidana ialah sanksi berupa siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.

Sedangkan sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian negara, khususnya yang berupa denda, bunga, dan kenaikan. Sanksi perpajakan dikenakan kepada wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi perpajakannya. Sanders, et al (2008) dan Yadnyana (2010) dalam Alifa dan Rusmini (2012)dalam penelitiannya menyatakan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan hal tersebut, maka diduga:

(28)

H4 : Sanksi Perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

I. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini akan berusaha dijelaskan mengenai pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas. Kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Skema Kerangka Konseptual

H1

H2

H3

H4 Pengetahuan

Pajak (X1)

Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi (Y) Penyuluhan

Pajak (X2)

Kualitas Pelayanan (X3)

Sanksi Perpajakan (X4)

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

– UDP menyediakan mekanisme untuk mengirim pesan-pesan ke sebuah protokol lapisan aplikasi atau proses tertentu di dalam sebuah host dalam jaringan yang menggunakan TCP/IP. Header

Dalam kontek pembangunan masyarakat multikultural selain meningkatkan mutu bangsa agar sejajar dengan bangsa lain pendidikan juga berperan sebagai perekat diantar perbedaan

Waktu kecil Muhammad Thahir Jalaluddin menempuh pendidikan dasar hanya sampai kelas III Sekolah Rakyat, karena ia harus meninggalkan kampung halamannya menuju

pemain yang terlibat yaitu minimal dua pemain, dan memuat prosedur.. dan aturan permainan Mul-mulan hingga hasil kalah dan menang dalam permainan. b) Keahlian

Berdasarkan gambar 9 di atas, dapat dilihat jika bidak dalam kondisi berhenti di kotak A dan Kotak B, maka, sedangkan bidak lawan (yang berada di kotak C) telah berada

Dalam formula itu dituturkan tentang sejarah asal-usul diciptakan dan diturunkannya beras oleh Tuhan untuk kelangsungan hidup umat manusia di dunia ini. Lebih dari itu, di

Namun tidak seperti ambang biasa yang bisa mengalami tekanan akibat gaya lendutan, struktur ini memiliki elemen elemen berbentuk baji yang sangat efisen menahan gaya desak

Untuk keperluan klinik, pengetahuan mengenai letak arteri ini penting guna mengetahui keadaan pembuluh darah yang mengurus kaki. Selain itu, patut diingat pula bahwa pada kaki