• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEGIATAN PRESERVASI BAHAN PUSTAKA TERCETAK (BUKU) PADA DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KOTA PEMATANGSIANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI KEGIATAN PRESERVASI BAHAN PUSTAKA TERCETAK (BUKU) PADA DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KOTA PEMATANGSIANTAR"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEGIATAN PRESERVASI BAHAN PUSTAKA TERCETAK (BUKU) PADA DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN

KOTA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk meraih gelar Sarjana Sains Informasi (S.S.I) dalam Bidang Perpustakaan dan Sains

Informasi

Disusun oleh :

YENNY MAGDALENA BUTAR BUTAR 160709018

PROGRAM STUDI PERPUSTAKAAN DAN SAINS INFORMASI S-1 FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinal dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu kualifakasi tertentu atau dimuat pada media publikasi ini.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulisan dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan kutipan.

Medan, Maret 2021

Yenny Magdalena Butar Butar 160709018

(5)

ABSTRAK

Yenny Magdalena Butar Butar. 2020. Evaluasi Kegiatan Preservasi Bahan Pustaka Tercetak (Buku) Pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar. Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kegiatan preservasi atau pelestarian bahan pustaka tercetak (buku) yang dilakukan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar. Jumlah koleksi yang dimiliki Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar sekitar 33.097 eksemplar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Dalam teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan sebanyak dua orang yaitu kepala dan staf pengelola bahan pustaka tercetak (buku), observasi, serta dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kegiatan preservasi, pemeliharaan bahan pustaka yang dilakukan pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan mengatur suhu ruangan, membersihkan noda dan selalu menjaga kebersihan ruang penyimpanan, mengeratkan cover buku yang terlepas, melakukan sosialisasi kepada pengguna untuk menjaga keutuhan fisik buku, melakukan pengawasan dari CCTV.

Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa masih perlu adanya peningkatan dalam bidang perawatan dan pelestarian bahan pustaka tercetak (buku) serta perlu dilakukan perekrutan sumber daya manusia yang ahli dalam pengelolaan koleksi tercetak agar kegiatan perawatan dan pelestarian berjalan maksimal sehingga koleksi dapat digunaka dalam jangka waktu yang panjang.

Kata Kunci : Preservasi, Pemeliharaan, Bahan Pustaka Tercetak

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta anugerah-Nya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kegiatan Preservasi Bahan Pustaka Tercetak (Buku) Pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar”.

Skripsi ini diselesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains Informasi (S.S.I) dalam bidang Perpustakaan dan Sains Informasi pada Fakultas Ilmu Budaya.

Pada kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua Peneliti, Bapak Oskar Butar Butar dan Ibu Regia Sitorus yang telah memberikan segalanya serta kesabaran menunggu Peneliti untuk wisuda. Kepada satu-satunya saudara kandung laki-laki Peneliti, Tommy Basaraja Butar Butar, terima kasih atas dukungan, doa dan semangat tanpa batas kepada Peneliti.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu keberhasilan penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1. Bapak Dr. Budi Agustono M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dr. Eva Rabita M.Hum , Selaku ketua Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Fakultas Ilmu Budaya.

3. Ibu Dra. Zaslina Zainuddin, M.Pd, selaku dosen Pembimbing sekaligus dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan

(7)

waktu dan kesabaran membimbing Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ishak, S.S., M.Hum, selaku Penguji I yang telah memberikan saran yang bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik lagi.

5. Ibu Laila Hadri Nasution S.Sos.,M.P , selaku Penguji II yang telah memberikan saran yang bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik lagi.

6. Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Perpustakaan dan Science Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik Peneliti selama perkuliahan.

7. Kepada ibu Dra. Neslianita Sinaga selaku Kadiv Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar, yang telah mengizinkan peneliti untuk meneliti bidang pelestarian (preservasi) di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

8. Kepada pengelola perpustakaan bidang pereservasi/pelestarian bahan pustaka, bapak Muhammad Jukri A.Md dan bapak Nur Amin SH yang telah membantu dan memberikan informasi yang dibutuhkan Peneliti dalam penelitian ini.

9. Kepada FILAMOR (Filadelfia Adamina Amora), (Putri Yohana Hutapea, Sena Afrina Simbolon, Natalia Cristauli Lubis, Yemima Atania Surbakti, Devi Lestari Situmorang) yang selalu saling mendoakan, memberi semangat dan dukungan kepada Peneliti.

(8)

10. Kepada sahabat seperjuangan Sri Utari, Crisna Agave Togatorop, Emia Yuni Nadeta Barus, Mayria Trifani Ginting yang telah memberikan semangat kepada peneliti.

11. Kepada kakak Asriyanti Gultom, abang Patalpas Butar Butar, kakak Rutchi Manik, Yosua Butar Butar yang telah memberikan saran, doa dan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Kepada seluruh angkatan 2016 terima kasih atas kebersamaan, semangat serta persaudaraan yang terjalin.

13. Kepada seluruh keluarga besar Ikatan Ilmu Perpustakaan dan Informasi S1 (IMPUS) terimakasih atas doa dan semangatnya kepada Peneliti.

Peneliti berharap dan berdo’a semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Anugerah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan.

Oleh karena itu, Peneliti mengharapkan adanya masukan yang positif untuk memperbaiki skripsi ini selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, September 2020 Yenny Magdalena Butar Butar

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN TEORI ... 7

2.1 Perpustakaan Umum ... 7

2.1.1 Pengertian Perpustakaan Umum ... 7

2.1.2 Fungsi Perpustakaan umum ... 8

2.2 Bahan Pustaka ... 9

2.2.1 Pengertian Bahan Pustaka... 9

2.2.2 Jenis Koleksi Bahan Pustaka ... 9

2.3 Preservasi Bahan Pustaka ... 10

2.3.1 Pengertian Preservasi Bahan Pustaka ... 10

2.3.2 Tujuan Preservasi Bahan Pustaka ... 12

2.3.3 Fungsi Preservasi Bahan Pustaka ... 13

2.3.4 Proses kegiatan preservasi Bahan Pustaka ... 14

2.3.5 Metode Preservasi Bahan Pustaka ... 15

2.4 Faktor Perusak Internal dan Eksternal Bahan Pustaka... 17

2.4.1 Faktor Perusak Internal ... 17

2.4.2 Faktor Perusak Eksternal ... 20

2.5 Upaya Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka ... 23

2.6 Upaya Memperbaiki Koleksi yang Rusak ... 25

2.7 Kendala yang Dihadapi Dalam Preservasi Bahan Pustaka ... 28

2.8 Pemeliharaan Bahan Pustaka ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Sumber Data ... 33

3.2.1 Data Primer ... 33

3.2.2 Data Sekunder ... 34

3.3 Daftar Nama Informan ... 34

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1 Observasi (pengamatan) ... 34

3.4.2 Wawancara ... 35

(10)

3.4.3 Dokumentasi ... 35

3.5 Instrumen Penelitian ... 35

3.5.1 Pedoman wawancara ... 35

3.5.2 Dokumentasi ... 36

3.6 Teknik Analisis Data ... 36

3.6.1 Data Reduction ( Peringkasan Data )... 36

3.6.2 Data Display ( Penyajian Data ) ... 37

3.6.3 Conclusion Drawing ( Verivikasi) ... 37

3.6.4 Catatan Observasi ... 37

3.7 Pengecekan Keabsahan Data (Validity of Data) ... 37

3.7.1 Triangulasi Metode ... 37

3.7.2 Triangulasi Antar Peneliti ... 38

3.7.3 Triangulasi Sumber Data ... 38

3.7.4 Triangulasi Teori ... 38

3.8 Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Karakteristik Informan ... 40

4.2 Kategori ... 40

4.2.1 Preservasi Bahan Pustaka Tercetak (Buku) ... 40

4.2.2 Metode Preservasi Bahan Pustaka ... 42

4.2.3 Faktor Penyebab Keruakan Bahan Pustaka Tercetak ( Buku) ... 43

4.2.4 Upaya Pencegahan kerusakan Bahan Pustaka ... 44

4.2.5 Upaya Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar memperbaiki Bahan Pustaka ... 46

4.2.6 Kendala yang dihadapi Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar ... 46

4.2.7 Pemeliharaan Bahan Pustaka yang dilakukan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar... 47

4.3 Rangkuman Hasil Penelitian ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 57

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Nama Informan ... 34

Tabel 4.1 Karakteristik Informan ... 40

Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Penelitian ... 49

Tabel 1 Jam Layanan Perpustakaan ... 70

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Organisasi Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar ... 67

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara ... 57

Lampiran 2 : Hasil Transkip Wawancara... 59

Lampiran 3 : Dokumentasi ... 71

Lampiran 4 : Surat Penelitian ... 76

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Perpustakaan ialah salah satunya fokus info yang pada prosesnya terdapat kegiatan penghimpunan, pengelolahan, pelestarian, pengawetan, dan pelayanan.

Salah satu kegiatan pokok perpustakaan adalah melakukan pelestarian, menjaga keutuhan bahan pustaka, pemeliharaan dan merawat semua koleksi perpustakaan, supaya tetap dalam kondisi yang baik, sempurna, memadai untuk dipakai, serta tidak lenyap, baik karena penggunaannya maupun karena usianya.

Perpustakaan dikenal seperti tempat untuk membaca, mencari ilmu pengetahuan, dan mencari refrensi. Pustakawan yang selalu didefinisikan selaku pegawai yang berkedudukan akan penyelenggaraan dan merawat berbagai koleksian monografi. Pada perpustakaan terdapat koleksi bahan pustaka yang merupakan komponen terpenting dalam memberikan informasi baik tercetak maupun nontercetak.

Koleksi bahan pustaka pada perpustakaan biasanya tercipta dari bahan kertas yang murah sobek, rusak serta terkena noda. Rusaknya bahan pustaka timbul karena penyebab manusia yang tidak dapat menjaga buku tersebut ataupun faktor dari buku itu sendiri, adanya perbedaan suku ruangan, kelembapan udara, binatang-binatang perusak buku seperti kutu buku, kotoran serangga dan lainnya yang dapat merusak buku. Intensitas cahaya pada ruangan tempat koleksi bahan pustaka juga berpengaruh dalam kerusakan bahan bacaan. Rusaknya bahanan

(15)

bacaan bisa timbul didalam ukuran besar jika terjadi murka alam (misalnya air bah, kebakaran) dan lainnya.

Pelestarian (preservation) menuruti pengertian yang dibagikan International Federation of Library Association (IFLA), meliputi segala segi tindakan pelestarian bahan bacaan, finansial , tenaga kerja, mekanisme juga teknisi, dan simpanannya. Sasaran preservasi bahan bacaan adalah mengabadikan buatan kebiasaan hasil manusia, baik berbentuk informasi yang terkandung didalamnya ataupun wujud dari bahan pustaka tersebut.

Di Indonesia, upaya perawatan dokumen tertulisnya tengah kurang mendapatkan ketertarikan, sebenarnya upaya ini sepatutnya dilakukan makin bijaksana memandang cuaca tropis yang tak bermanfaat bagi keabadian koleksinya. Oleh karena itulah, perpustakaan haruslah melakukan perawatan bahan bacaan yang telah hancur. Perawatan akan bahan bacaan mesti dilaksanakan oleh perpustakaan sebab untuk melindungi kelayakan bahan pustaka agar selalu siap digunakan pengguna perpustakaan.

Koleksi bahan perpustakaan sangatlah penting terhadap perpustakaan, berartinya preservasi bahan pustaka pada perpustakaan memicu penulis terpaut untuk meneliti macam mana preservasi bahan pustaka yang dilakukan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar. Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar memiliki koleksi sebanyak 32.000 koleksi dengan judul koleksi sebanyak 17.237 serta jumlah eksemplar bahan perpustakaan sebanyak 33.097 dan memiliki konten digital sebanyak 29.

(16)

Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar telah melakukan kegiatan preservasi tetapi masih dalam tahap sederhana. Dalam usaha preservasi koleksi bahan pustaka pastinya pula wajib memiliki kolaborasi dan dukungan dari seluruh bagian pengelola perpustakaan, disamping itu juga keadaan retensinya sesuai dan kemahiran yang dipunyai bagi seluruh pegawai perpustakaan khususnya dibidang pemeliharaan koleksi bahan pustaka.

Pada awal pengamatan yang dilaksanakan oleh peneliti di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar, peneliti melihat koleksi yang terdapat di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar beluman dikelola serta dilestarikannya secara optimal, dan juga itu bisa diamati dari sejumlah koleksi yang telah rusak serta masih konsisten dipakai oleh pemustakanya. Di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar terdapat tulisan dalam buku yang tampak tidak jelas, sebagian sampul buku telah rusak dan juga lenyap serta terlihat berabu dan banyak buku rusak yang telah dikumpulkan oleh pegawai perpustakaan berjumlah 741 eksemplar yang sebagian dimasukkan ke karung dan sebagian dimasukkan ke ruang referensi, kemudian dilakukan perbaikan.

Penataan buku pada rak koleksi buku juga tidak rapi, banyak buku yang diletakkan diatas buku yang disusun berdiri. Kurangnya pencahayaan pada ruangan serta pendingin ruangan (AC dan kipas angin) membuat buku mudah rusak. Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar menggunakan rak kayu yang saat ini kondisinya sudah banyak yang rusak karena habis dimakan oleh rayap dan akan merusak bahan pustaka.

(17)

Kondisi tesebut membuat peneliti untuk membuat penelitian tentang bagiamana preservasi bahan pustaka yang dilaksanakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

Berlandaskan latar belakang serta persoalan yang sudah dipaparkan diatas maka peneliti tertarik menetapkan judul skripsi “Evaluasi Kegiatan Preservasi Bahan Pustaka Tercetak (Buku) Pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan persoalan pada pengkajian ini ialah :

1. Bagaimana kegiatan preservasi bahan bacaan tercetak (Buku) pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar?

2. Apakah yang menjadi faktoran penyebabnya kerusakan bahan bacaan tercetak (Buku) di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar?

3. Kendala apakah yang dialami saat mengerjakan preservasi bahan pustaka tercetak (Buku) oleh staf perpustakaan pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar?

1.3. Tujuan Penelitian

Sasaran yang hendak digapai pada pengkajian ini adalah t:

1. Guna mengenal kegiatan preservasi bahan pustaka tercetak (buku) pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

(18)

2. Guna mengenal faktor-faktoran pemicu kehancuran bahan bacaan tercetak (buku) pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

3. Guna memahami hambatan apa saja yang dialami ketika melakukan preservasi bahan pustaka tercetak (buku) pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dihendaki dalam pengkajian ini ialah : a. Manfaat teoritis

Menjadi pedoman serta bahan anjuran di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar tentang preservasi bahan pustaka tercetak (buku) yang baik.

b. Manfaat praktis

1. Menjadi bahan ajaran oleh pustakawan ataupun pengurus perpustakaan terkhususnya didalam bidang pelestarian bahan bacaan diperpustakaan.

2. Untuk Pengkaji Lainnya, hasil pengkajian ini dinantikan bisa menjadi bahanan rujukan oleh peneliti-peneliti selanjutnya serta ditujukan kepada peneliti selanjutnya dapat membenahi dan memaksimalkan kekurangannya didalam penelitian ini.

3. Bagi Pengkaji, guna menambahkan wawasan dan

(19)

pustaka tercetak (buku) yang dilakukan pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup di dalam pengkajian ini ialah :

1. Preservasi, 2. Pemeliharaan, 3. Bahan Pustaka tercetak (Buku)

(20)

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Perpustakaan Umum

2.1.1 Pengertian Perpustakaan Umum

Perpustakaan konvensional merupakan suatu tatanan perpustakaan yang menyajikan saluran yang tak terhingga bagi pangkal dayanya perpustakaan dan fasilitas bebas pada penduduk di lingkungan atau area tersendiri, yang dibantu sepenuhnya atau sebagian dari anggaran penduduk (Reitz sebagaimana yang dikutip dalam buku Hasugian,2009). Perpustakaan konvensional mempunyai pekerjaan yang terlampau ekstensif mengenai pengadaan saluran info ke masyarakat.

Menyadari berartinya perpustakaan konvensional selaku perpustakaan masyarakat umum, maka UNESCO (badan PBB yang beroperasi didalam bidang edukasi dan kultur) menyampaikan bahwa perpustakaan konvensional selaku wadah mencerdaskan hidupan warga negara. Ketika tahun 1972 UNESCO merilis Manifesto Perpustakaan umum yang mengungkapkan bahwasannya perpustakaan umumnya wajib bebas untuk seluruh manusia minus mengecualikan ragam kulitnya, gender, umur, agama dan ras.

Sasaran perpustakaan konvensional didalam manifesto Unesco (Sulistyo-Basuki, 1993) yaitu :

1) Membagikan peluang kepada masyarakat untuk membaca bahan bacaan yang bisa mendukung mengikatkan mereka ke sisi hidup yang terbaik.

2) Menyajikan dasar informasi yang pesat, akurat, serta ekonomis untuk warga, terkhusus informasi tentang pokok yang bermanfaat untuk pengguna juga yang terbaru didalam lingkungan masyarakatnya.

(21)

3) Menopang masyarakat guna memajukan kemahiran yang dipunyai sehingga yang berkaitan bakal berguna untuk masyarakat sekelilingnya, sepanjang kemahiran itu bisa ditumbuhkan menggunakan pendukung bahan pustaka.

4) Berbuat serupa agent cultural, maksudnya perpustakaan konvensional adalah pokok penting hidupan budayanya untuk warga setempat.

Dari dua penjelasan diatas simpulannya yaitu, perpustakaan konvensional merupakan perpustakaan yang menyajikan koleksi bahan pustaka untuk masyarakat umum, terbuka bagi semua orang untuk dapat memanfaatkan perpustakaan, serta menyediakan akses yang tidak terbatas pada semua masyarakatguna kepentingan refrensi.

2.1.2 Fungsi Perpustakaan Umum

Perpustakaan umumnya mempunyai fungsi secara luas yaitu sebagai berikut :

a) Fungsi Pendidikan

Perpustakaan kerap disangkutkan pada buku, sebaliknya buku kerap dikaitkan pada aktivitas pembelajaran serta proses belajar merupakan bagian dari jagat pendidikan. Perpustakaan memberikan koleksi bahan bacaan, baik tercetak maupun elektronik yang dapat membantu pelajar untuk meningkatkan daya belajar atau mendukung kegiatan pembelajaran.

b) Fungsi Penelitian

Dalam aktivitas penelitian sepenuhnya membutuhkan pelayanan perpustakaan. Perpustakaan memfasilitasikan bahan perpustakaan (penyediaan materi) guna kepentingan penelitian. Kegiatan penelitian dikerjakan oleh pengguna perpustakaan, mulai dari para pelajar hingga ke peneliti.

c) Fungsi Informasi

Perpustakaan menyajikan berbagai informasi tentang koleksinya.

Perpustakaan juga menyediakan koleksi bahan rujukan yang dipakai untuk membagikan informasi degan kencang, akurat, serta ekonomis.

d) Fungsi Kultural

Perpustakaan umum berfungsi untuk menempatkan koleksi khasanah budaya bangsa, dalam bentuk tercetak maupun bentuk

(22)

elektronik. Perpustakaan berkedudukan dalam menaikkan kualitas dan apresiasi budaya dari masyarakat sekitarnya. Perpustakaan memperkenalkan koleksi bahan pustaka yang dimiliki dengan melakukan kegiatan seperti menggelar festival, pertunjukkan keelokkan daerah, menyediakan bahan wacana untuk anggota perpustakaan, serta mendongeng bagi kanak-kanak.

e) Fungsi Rekreasi

Perpustakaan menyediakan koleksi teks umum, serta karya fiksi contohnya novel, cerpen, kumpulan puisi serta lainnya. Koleksi bacaan tersebut yang digunakan untuk sarana hiburan. Selain koleksinya sebagai fungsi rekreasi, fasilitas perpustakaan juga termasuk dalam fungsi rekreasi bagi perngguna perpustakaan.

2.2 Bahan Pustaka

2.2.1 Pengertian Bahan Pustaka

Yulia (1995: 3) mengungkapkan bahwa, “Bahan bacaan merupakan teks, buku- buku. Sebagaimana pendapat Bafadal (2001: 24) mengemukakan bahwa,

“Bahan pustaka merupakan salah satu koleksi perpustakaan yang berwujud terbitan cetak semacam buku teks (buku tamu), buku fisik dan rujukan yang dihimpun, dikelolah dan disimpankan guna di suguhkan kepada pengguna untuk melengkapi keperluan informasi”.

Diantara pendapat tersebut, bisa tarik simpulan maka bahan bacaan adalah salah satu koleksi perpustakaan seperti kitab, buku-buku, karya cetak, yang disediakan pada pengguna guna memenuhi keperluan informasi.

2.2.2 Jenis Koleksi BahanPustaka

Yulia (1995: 3) mengungkapkan bahwa macam bahan bacaan yang terliput didalam antologi perpustakaan adalah:

1. Karya cetak

(23)

Karya cetak merupakan buatan gagasan orang yang diciptakan berwujud cetak berupa :

a. Buku

b. cetakan berserial 2. Karya noncetak

Karya tidak dicetak merupakan buatan gagasan orang yang dijabarkan tak pada wujud nyata misalnya buku ataupun majalah, sebaliknya pada bentukan lainnya contohnya rekam suara, rekam video, rekam gambar, dan lainnya. Terminologi lain yang digunakan pada bahan bacaan ini merupakan bahan non buku, atau juga bahan pandang dengar, yang terkandung didalam rupa bahan bacaan ini yaitu:

a. Rekam suara

b. Film juga kaset video c. Bahan grafika.

d. Bahan kartografi, yang tergolong dalam macam ini antara lain peta, atlas, bola dunia, foto udara dan sebagainya.

3. Bentuk mikro

Bentuk mikro adalah terminologi yang dipakai guna membuktikan seluruh bahan bacaan yang mengenakan alat film serta tak bisa dituturkan dengan penglihatan normal sebaliknya wajib menggunakan media yang dinamakannya micro- reader. Bahan bacaan ini dikelompokkan spesifik. Tak ditunjukan dalam bahan noncetak kondisi tersebut dikarenakan informasi yang terliput didalamnya mencangkup bahan tertera berupa majalah, koran dan lainnya. Terdapat tiga jenis wujud mikro yang kerap selaku koleksi perpustakaan yakni:

a. Mikrofilm, bentuknya mikro didalam lilitan film, terdapat sebagian kadar filmnya itu16 mm, serta 35mm.

b. Mikrofis, bentuknya mikro didalam lembar film dengan kadar 105 mm dan 148 mm (standarnya) juga 75 mm x 125mm.

c. Micropaque, bentuknya mikro dimana informasi dicap ke dalam kertas yang berkilau tidak menembusi sinar.

Kapasitasnya sebanyak mikrofis.

d. Ciptaan didalam wujud elektronik seperti tersedianya teknologi informasi, jadi informasi bisa dijabarkan ke sarana elektronik contohnya pita magnetis serta cakram atau disc. Guna bacanya dibutuhkan perangkat keras alat berupa komputer, CD-ROM, player dan lainnya.

2.3 Preservasi Bahan Pustaka

2.3.1 Pengertian Preservasi Bahan Pustaka

Di dalam kaidah Indonesia, terminologi pelestarian (preservasi) bersumber dari bahasan Sansekerta, lestari (preservate) yang artinya terurus.

(24)

Rachman (2016) mendalilkan itu, bahwa “Pelestarian tidak hanya terkait dengan perbaikan fisik, tetapi itu adalah upaya pelestarian konten intelektual, yang melibatkan lingkungan manajemen (kebijakan dan strategi), peningkatan pencatatan informasi metode dan teknik (konservasi dan restorasi), lalu manusia dalam pengembangan kompetensi (pustakawan) dalam membina juga memelihara informasi bahan media ataupun perpustakaan dari beragam faktor kerusakan."

Sebaliknya di dalam kaidah Inggris, sebutan pelestarian dikenal dengan preservation yang mempunyai kata awal preserve. Maksudnya dengan preservasi bisa menjaga bahan bacaan yang tersedia sehingga bahan bacaan bisa awet.

Seluruh komponen pengelolaannya, keuangannya, penyimpanannya, peralatan bantunya, kepegawaian, atau metodelogi yang dipakai untuk lestarikan bahan bacaan, dokumentasi, arsip, sekaligus informasi yang didalamnya.

Terminologi preserve berasal dari cakap Latin, prae dan servare. Prae artinya ‘sebelum’ , dan servare artinya to save, guna mengamankan. Maka disatukan, menjadi sebutan preserve bisa diartikan sebagai usaha guna melindungi dari kehancuran.

Eden dalam Walker (2013) menyampaikan bahwasannya pelestarian adalah suatu penilaian manajerial dan finansialnyadibuat guna melambatkan kehancuran juga memanjangkan keterpakaian koleksi (bahan pustaka) guna tanggung kesiapan jalur yang berkesinambungan. Menurut Internasional Encylopedia of information and Library Science (2003:p.158 seperti dikutip oleh Yeni budi rahman,2017) menjelaskan bahwa pengertian pelestarian adalah

(25)

kegiatan yang diterapkan untuk mengamankan dan merawat objek pelestarian, supaya bisa tahan lama dan awet.

Dari beberapa penjelasan diatas, jadi dapat simpulan bahwa aktivitas pelestarian (preservasi) bukan hanya semata-mata perbaikan dalam fisik saja, melainkan melambangkan suatu cara perlindungan isi intelegent yang mencangkup manajemen pelestarian (kebijakan dan strategi), metodenya juga cara pembetulan rekam informasi (konservasi dan restorasi), dan pengajaran sumber – sumber daya manusianya (pustakawan) dalam melihara serta mengamankan media informasi ataupun bahan bacaan dari beragam faktor pemusnah dan kebinasaan.

2.3.2 Tujuan Preservasi Bahan Pustaka

Sasaran inti dalam preservasi bahan bacaan yaitu mengupayakan supaya koleksi bahan pustaka senantiasa bersedia dan siap digunakan. Perihal ini bisa dikerjakan dengan lestarikan wujud fisik bahan pustakanya sendiri, melestarikan isi informasi dengan sarana lainnya (alih media) contohnya mikrofilm, mikrofish, foto reproduksi dan fotocopy, atau juga melestarikan keduanya, yakni wujud fisik serta kandungan informasi.

Adapun sasaran pelestarian bahan pustakanya adalah:

a) Mengamankan nilai informasi yang di dalam sebilang bahan bacaan ataupun dokumen.

b) Mengamankan wujud fisik bahan bacaan atau juga dokumen.

c) Menangani hambatan kurang ruang

d) Memacu prosedur temu balik ataupun pencarian serta pencapaian informasi.

e) Mempertahankan keelokan serta keapikan bahan bacaan

(26)

f) Menghindari koleksi perpustakaan dari kehancuran karena penggunaannya yang lalai oleh mahasiswanya (Ibrahim, 2014:37).

2.3.3 Fungsi Preservasi Bahan Pustaka

Seperti yang dikatakan Martoatmodjo Karmidi dalam bukunya Pelestarian Bahan Pustaka (1993:6) bahwa, “fungsi pelestarian bahan pustaka yaitu melindungi supaya koleksi perpustakaan tak dirusak dari orang – orang yang tidak konsekuen dalam menggunakan bahan pustaka tersebut, binatang serangga, ataupun jamur yang mewabah pada buku-buku yang diletakkan di ruangan yang lembab”.

Bila diringkaskan maka pelestarian mempunyai beberapa fungsi yakni berikut ini :

1. Fungsi melindungi.

Bahan bacaan dijaga dari serbuan insekta, manusia, jamur, panas matahari, air dan lainnya. Dengan pelestarian yang rapih serangga serta hewan mini tak bakal bisa mengenai dokumen.

Manusia tak bakal keliru dalam menindak serta menggunakan bahan bacaan. Jamuran tak bakal pernah bertumbuh, juga cahaya mentari dan humiditas udara di perpustakaan tentu murah diperiksa.

2. Fungsi pengawetan.

Melalui perawatan secara baik, bahan bacaan jadi tahan lama digunakan, serta di inginkan makin banyak pembaca bisa memakai bahan pustakanya itu.

3. Fungsi kesehatan.

Melalui pelestarian yang rapi serta bahan bacaan jadi bersih, terbebas dari abu, jamur, hewan penghancur, asal dan sangkar dari bermacam penyakit, jadi pengguna juga pustakawan tetap sehat. Pemustaka makin antusias baca serta memakai perpustakaan.

4. Fungsi pendidikan.

Pengguna perpustakaan serta pustakawan seorang diri wajib berlatih seperti apa caranya menggunakan serta juga merawatkan dokumen. Pengguna wajib taat, tak menenteng makanan dan minuman ke dalam perpustakaan, tak menodai

(27)

bahan bacaan ataupun ruang perpustakaan. Mengajarkan pemakai juga pustakawan individual guna berdisiplinkan tinggi dan memandang kejernihan.

5. Fungsi kesabaran.

Perawatan bahan bacaan bagaikan merawatkan baby atau lansia, sehingga wajib penyabar. Sebagaimana kita dapat melekatkan buku bolong, bersihin limbah hewat mini juga limbah tuma buku dengan rapi jika kita tak sabaran. Menghapuskan kotoran dari bahan bacaan membutuhkan tingkatan kesabaran yang meningkat.

6. Fungsi sosial.

Pelestarian tak dapat dilakukan oleh individual. Pustakawan wajib mengikutsertakan pengguna perpustakaan guna konsisten merawat bahan pustaka dan perpustakaan. Dedikasi yang tinggi wajib dialokasikan oleh setiap orang, guna keperluan serta tahan lama bahan bacaan.

7. Fungsi ekonomi.

Melalui pelestarian yang bijak, bahan bacaan jadi lebih tahan lama. Finansial bisa irit. Banyaknya macam ekonomis lain yang berkaitan pada pelestarian bahan bacaan.

8. Fungsi keindahan.

Melalui pelestarian yang rapi, penyusunan bahan bacaan yang teratur, perpustakaan telihat jadi makin elok jadi tambah daya tarik kepada penggunanya.

2.3.4 Proses Kegiatan Preservasi Bahan Pustaka

Berdasarkan buku pedoman pelestarian bahan pustaka, proses pelestarian adalah sebagai berikut:

a. Perbaikan lingkungan bahan pustaka merupakan kegiatan pencegahan guna mengurangi dampak faktor-faktor yang bisa menodai kertas seperti pengaturan intesitas cahaya, intesitas suhu kelembapan, faktor kimia, faktor biota, dan faktor kebakaran serta faktor bencana alam;

b. Bersihkan abu adalah salah satunya kualifikasi pada melestarikan bahan bacaan yaitu kejernihan, yang artinya di dalam tempat penyimpanan wajib terbebas dari debu kotoran;

(28)

c. Fumigasi adalah suatu aktivitas pengasapan yang dimaksudkan guna preventif, memulihkan serta memurnikan bahan pustaka;

d. Deadifikasi kertas adalah guna memurnikan asam yang tengah menodai kertas serta memberikan bahan penopang guna mengamankan kertas dari efek asam yang asalnya dari luar;

e. Menghilangkan sellotape dengan pelarut organik. Bahan perekat pada sellotape dapat merusak kertas sehingga harus dihilangkan karena mengakibatkan kertas yang ditempelkan dengan sellotape ini dapat merubah warna menjadi kuning kecoklatan;

f. Mengilangkan noda. Noda ini bisa muncul dari berbagai hal berupa berasal dari minyak, tinta yang luntur, dan sebagainya;

g. Mengelantang kertas merupakan guna menghapuskan bercak serta warna kecoklatan yang timbul karena dampak faktor kimia, biota, serta kelembapan udara;

h. Perbaikan bisa dilaksanakan dengan cara menambal, menyambung, laminasi, enkapulasi, serta penjilidan dan perbaikan.

2.3.5 Metode Preservasi Bahan Pustaka

Strategi preservasi bahan pustaka yang dilakukakn oleh pustakawan adalah dengan melihat kondisi fisik koleksi di bagian layanan yaitu jumlah koleksi yang banyak, sebagian buku yang terlantar serta tidak bersusun secara sistematis dan

(29)

juga buku-buku yang nampak hancur dikarenakan keliman dan debu yang melekat, sehingga warnanya berganti menjadi kecoklatan.

Pelestarian/tindakan yang dikerjakan dengan cara sebagai berikut:

1. Aktivitas yang sifatnya pencegahan yang mencangkup dalam perawatan bahan bacaan, pengasapan serta ubah informasi juga perbuatan yang sifatnya kuratif yaitu penjilidan bahan pustaka, dan sampul buku;

2. Implementasi di lapangan untuk pelaksanaan strategi yang sudah ada dalam hal ini yaitu, untuk tindakan preventif terdiri dari pelestarian fisik berupa pemberian kapur barus, fumigasi dan pencegahan dari faktor manusia seperti pengawasan menggunakan kamera CCTV dan bentuk himbauan yang diberikan oleh pustakawan yakni anjuran dan untuk pelestarian informasi terdiri dari alih media sedangkan tindakan kuratif yaitu dilakukannya restorasi bahan pustaka dengan melakukan penjilidan dan penyampulan buku;

3. Aktifitas lainnya yang dikerjakan pustakawan terikat dengan tugas pokok serta fungsi setiap pegawai

Berdasarkan Feather memilah metode perlestarian fisik serta isi materi perpustakaan ke dalam empat bagian, antara lain :

a. Sifat rumah tangga/Housekeeping Nature

Meliputi prinsip pelestarian yang termuat pada setiap perpustakaan, misalnya melihara kebersihan dilingkungan perpustakaan, mengatur kekuatan suhu, pencahayaan, serta kelembapan di ruangan koleksi perpustakaan;

b. Kesiapsiagaan bencana/Disaster Preparedness Plan

(30)

Meliputi agenda penjadwalan pengendalian bencana, yakni aturan yang isinya cara-cara yang ditentukan pada awalan guna menghalangi, membenahi serta memperbaharui keadaan koleksi dan perpustakaan dari seluruh macam musibah

c. Pemindahan informasi/Transfer of Information

Lestarikan kandungan intelek materian menggunakan ubah medianya ke wujud yang lebih tahan lama berupa microfilms, compact diskc, dan lainnya;

d. Aksi kooporatif dan penggunaan teknologi dalam skala besar/ Cooperative action and the use of technology on a large scale

Meliputi cara pelestarian secara fisik misanya deadifikasi masal, melakukan digitalisasi koleksi, sampai mengajak para pencetak menggunakan kertas kekal supaya masa aktif koleksi bisa awet.

Jadi metode pustakawan di dalam pelestarian bahan pustaka merupakan cara-cara yang dilakukan pustakawan yang mencakup kegiatan penanggulangan bahan pustaka, pembersihan koleksi mapun gedung perpustakaann, teknik-teknik dalam pelestarian guna menyelamatkan dokumen dan informasi yang ada dalam dokumen.

2.4 Faktor Perusak Internal dan Eksternal Bahan Pustaka 2.4.1 Faktor Perusak Internal

Penyebab perusak internal merupakan penyebab penghancur bahan bacaan yang asalnya dari bahan bacaan tersebut ataupun kata lain kehancuran yang di akibatkan oleh keadaan fisik bahan bacaan. Penyebab kehancuran internal disebabkan oleh bahan anom (raw meterial) yang dipakai di dalam menciptakan suatu macam bahan pustaka, prosedur pembuatan (manufacturing proses) yang tak tepat, serta zat – zat lainnya yang ditambah guna mempercepat prosedur pembentukan tipe bahan bacaan tetapi bahkan berkekuatan guna merusakan bahan bacaan tersebut.

(31)

Walker (2013) juga mengemukakan bahwa kehancuran yang disebabkan oleh penyebab internal bahan bacaan benar akan berkepanjangan berjalan tetapi konstan bisa dilambankan beserta upaya mengurangi daya pemicu kerusakan dari faktor eksternal.

Berikut adalah faktor-faktornya penghancur internal berlandaskan tipe bahan bacaan :

A. Leather

Leather merupakan kulit binatang ternat yang dijadikan sebagai materi untuk menjilid lembaran – lembaran naskah kuno. Kulit binatang ternak yang biasa digunakan untuk membuat leather antara lain kulit sapi, kulit kambing, kulit domba, kulit babi, dan kulit binatang muda. Laether dibuat melalui proses penyamakan yang cukup sulit dan memakan waktu. Leather juga amat rentan terhadap asam belerang. Asam belerang dapat muncul dari udara yang terkontaminasi oleh asap pembakaran lampu, asap tungku api dan polusi yang disebabkan oleh industri (pabrik) dan kendaraan bermotor. Kerusakan yang disebabkan akan keadaan tersebut yaitu membuat leather menjadi kering dan mudah patah, berpori, berwarna kemerahan, hingga luruh menjadi seperti bubuk.

B. Parchment

Berbeda dengan leather yang berfungsi sebagai lapisan bentuk menjilid, parchment atau perkamen merupakan kulit binatang ternak yang dijadikan sebagai materi untuk menulis. Parchment jauh lebih awet dari pada leather, namun tetap rentan terhadap proses pembusukkan secara kimiawi. Kerusakan yang terjadi pada parchment baik secra langsung maupun tidak langsung sering kali disebabkan oleh proses pembuatan (manufacturing process) yang tidak tepat.

C. Kertas

Kertas adalah bahan yang mudahnya rapuh, mudahnya rusak, mudahnya robek, dan mudah terbakar. Berbagai metode dan bahan-bahan yang digunakan dalam mengawetkan kertas seperti tinta, cat, dan bahan baku kertas dapat mempengaruhi ketahanan kertas itu sendiri. Faktor internal meliputi kondisi fisik kertas, sedangkan faktor eksternal mencangkup kelembapan relatif dan suhu ruang penyimpanan, pencahayaan, polusi , debu, hama, bencana alam, hingga tata cara penanganan yang salah dalam pemeliharaan. Kertas tersistematis atas larutan kimia yang perlahan-lahan akan terburai oleh reaksi-reaksi oksidasi dan hidrolis dalam kertas. Rekasi ini dapat menyebabkan kertas menjadi rusak. Oksidasi dapat menyebabkan pergantian zat-zat organik dan anorganik. Oksidasi pada kertas dapat mengakibatkan pemudaran warna (color fading) pada permukaan kertas.

Kadar keasaman kertas yang baik adalah berkisaran antara 7-8,5. Apabila

(32)

kadar keasaman kertas berkurang dari 7 maka kertas tersebut termasuk dalam kategori asam. Muatan asam pada kertas juga dapat memperlaju akibat hidrolisis. Hidrolisis adalah tanggapan yang timbul karena ada air. Proses ini akan mengakibatkan terputusnya jalinan polimer serat selulosa yang menciptakan bagian yang lebih minim juga molekul air.

Keadaan ini akan mengakibatkan berkurangya kekuatan serat pada selulosa dan kekuatan kertaspun akan menjadi berkurang. Oleh sebab itu, asam pada kertas harus dihilangkan karena dapat menyebabkan kerusakan pada kertas (Razak,1992).

D. Materi fotografi

Kerusakan internal materi fotografi yang berupa film negatif maupun positif, diakibatkan oleh bahanan yang dipakai dalam berjalannya pembentukan dan proses pencucian yang kurang baik. Zat-zat kimia yang tertinggal ketika proses pembuatan dan pencucian dapat mempercepat proses pembusukkan.

Cellylose mitrate film adalah diantara jenis bahan yang dipakai di dalam proses pembentukan film. Bahan jenis ini mudah terbakar dan dapat menjadi asam apabila berada didalam ruang penyimpanan dengan udara yang lembab.

Proses pembusukan materi fotografi bergantung pada kelembapann relatif, suhu ruangan, dan zat-zat yang dapat memicu oksidasi yang menimbulkan asam.

E. Rekaman Suara

Rekaman suara biasanya direkam pada pita magnetis dan cakram optik.

Kerusakan pada rekaman suara dapat dengan mudah terjadi apabila proses penyimpanannya kurang tepat. Misalnya, peletakkan rekaman suara yang tidak benar, fluktuasi suhu dan kelembapan yang begitu drastis dapat membuat meteri menjadi melengkung dan menurunkan kualitas suara.

F. Media Magnetis

Istilah magnetis mencangkup beberapa jenis materi, antara lain :

➢ Kawat Perekam Suara

➢ Beraga format audiotape dan videotape

➢ Computertape

➢ Computer hard drives, dan

➢ Computer floppy discs

Pita magnetis yang biasanya digunakan untuk merekam rekaman suara dan data komputer terbuat dari lapisan megnetis film mylar. Frekuensi suhu dan kelembapan yang begitu drastis, debu serta kotoran dapat membuat meteri menjadi mudah rusak dan data tidak dapat terbaca. Kerusakan pita magnetis (kaset) dapat dicegah dengan cara memutar rekaman suara tersebut dengan kecepatan play setiap enam bulan sekali.

G. Optical disc (Cakram Optik)

Optical disc yang umumnya dikenal oleh masyarakat antara lain video disc dan compact disc. Keduanya relatif kuat dalam jarak waktu yang panjang, tidak dapat hancur karena pengaruh goresan, kelembapan udara, maupun temratur yang cukup tinggi. Meski demikian, pada banyak kasus ditemukan

(33)

bahwa tekanan panas yang tinggi juga dapat mempengaruhi bentuk cakram mnjdai bengkok dan tidak dapat digunakan lagi. Selain itu zat alumunium yang terkandung didalam cakram (zat alumunium digunakan dlam proses pembuatan) rencana terhadap proses oksidasi. Sidik jari, goresan, coretan, partikel debu dan kotoran yang menempel pada cakram mungkin saja tidak merusak cakram secara utuh. Akan tetapi, kandungan informasi yang ada dia dalamnya bisa dengan mudah hilang karena hal-hal tersebut yang mempengaruhi laser (alat baca) untuk membaca data yang tersimpan.

2.4.2 Faktor Perusak Eksternal

Penyebab perusak eksternal merupakan faktor yang berasal dari suasana area setempat ruangan simpanan bahan bacaan, termuat manusia yang mengendalikan serta membuka bahan bacaan, yakni pustakawan dan pemustaka.

Faktor perusak eksternal meliputi:

A. Iklim, Suhu dan kelembapan relatif

Di Indonesia merupakan zona beriklim tropis. Temperatur anginnya berpusar bekisar 20˚-35˚ C pada perbandingan suhu di siang dan malam hari yang tak gitu tinggi. Keadaan ini berpengaruh pada kekuatan kertas, karena jika suhu udaranya meningkat, makanya hendak merajai turunnya kapasitas air dalam kertas yang menyebabkan kertas jadi keringan juga rapuhan. Begitu juga sebaliknya, jika suhu udara menurun serta kelembapan meningkat, jadi pasti membuat kertas jadi lapuk kerena kondisi itu membuat kesempatan jamuran bisa membiak. Kelembapan angin yang optimal untuk ruang penyimpanan sebaiknya antara 45-65% RH dan 18˚ - 20˚ C. Selain itu, ruangan penyimpanan yang jarang dibersihkan juga dapat memicu terjadinya ruakan bahan psutaka. Untuk itu, kegiatan pemeliharaan bahan pustakaharus senantiasa dilakukan.

B. Pencahayaan

Cahaya dapat dikatakan sebagai penyebab utama atas kerusakan dari berbagai materi di perpustakaan dan museum. Cahaya alami dan cahaya buatan, keduanya bertanggung jawab atas kerusakan kertas. Cahaya dapat menghancurkan kekuatan bahan organik sumber daya informasi dan dapat memudar tinta dan warna. Cahaya adalah bentuk energi, bentuk radiasi setiap sumber penerangan, yang merambat dalam bentuk gelombang.

Jenis materi yang mudah rusak akibat cahaya meliputi meteri yang berupa bahan celupan (dyestuff) seperti kain dan juga bahan yang mengandung selulosa, serta berbagai macam materi berbahan dasar organik lainnya. Materi berbahan dasar organik dapat berubah dengan cepat, baik dari segi tampilan maupun strukturnya apabila disinari cahaya dalam jangka waktu yang lama.

Pencahayaan alamiah maupun buatan bisa berakibat warna kertas berkurang

(34)

serta menimbulkan imbas kekuningan serta kegelapan di kertas. Keadaannya diakibatkan oleh pemancaran binar ultraungu komponen spektrum yang paling aktif serta memusnahkan. Pada tingkat penerangan tertentu, cahaya bisa dengan gampang menyebabkan keruskan, terlebih pada materi berupa foto. Penerangan dari binar mentari secara spontan yang melintasi cermin bisa menyebabkannya suhu naik, sebaliknya sistem penerangan artifisial pelita membuat bahang. Kehancuran ini dikarenakan jalannya oksidasi yang merusakkan susunan pada selulosa kertas. Prosesan oksidasi timbul karena terdapat pemancaran sinar ultraungu yang diangkat melewati sinar surya juga pelita pijar. Setidaknya terdapat 2 dampak penting yang diakibatkan penerangan. Kesatu, yang dinamakan bleaching action yang mengakibatkan penjernihan ataupun kelunturan warna kertas serta lunturnya dawat. Kedua, menyebabkan timbulnya ligtin, yaitu suatu kondisi dimana senyawa dikertas dengan komponen lainnya bereaksi jadi mengakibatkan pergantian rona jadi kuningan atau coklatan. Serat dalam kertas menjadi rusak dan terurai menjadi unit-unit yang lebih kecil hingga menjadi pendek sehingga tidak dapat bertahan lebih lama untuk menyangga jilidan kertas.

C. Zat polutan

Bahan kimia buatan manusia yang dilepaskan di udara seperti sulfur-di-oxide, asap, debu, kotoran, angin kotoran kendaraannya, asap rokok, serta keadaan udara yang panas bisa menyebabkan kehancuran pada bahan pustaka. Abu terdiri dari tanah, zat logam, spora jamur dan kelembaban. Bahan pustaka juga harus dihindari dari berbagai macam kotoran dan debu. Kotoran yang menempel dibuku mungkin saja tidak terlihat tetapi tetap dapat menghancurkan materi. Partikel debu dapat menyebabkan kerusakan pada fisik kertas. Jika kelembapan relatifnya besar, abu bisa memperlaju reduksi susunan selulosa di kertas.

D. Serangga dan hama

Kecoa adalah insekta yang bisa mengintimidasikan kelanjutan nyawa bahan bacaan. Kecoa bisa memuntahkan larutan kental warnanya gelap serta menciptakan bercak yang susah untuk dihapuskan. Kuman lain yang berbahaya adalah tikus. Tikus adalah hewan pengerat (rodents) yang susah dibasmi. Hewan pengerat ini memiliki sifat merusak juga menggerogoti benda apa pun, termasuk koleksi dan peralatan perpustakaan. Binatang ini kerap melahap kertas serta membentuk sobekan ataupun serpihan kertas guna dijadikan sangkar. Serangan tikus tersebut tidak bisa diabaikan, karena hama semacam ini diketahui menjadi mengganggu dan sulit untuk diberantas.

Hama tikusnya bisa diselesaikan dengan melaksanakan pengawasan secara bertahap dan tutup lubangan yang memungkinkan tikusnya masuk.

Selain kecoa juga tikus, hama lainnya yang mesti diawasi yaitu rayap juga kutu buku. Rayap adalah salah satu penghancur yang sangat mengancam.

Hewan ini bisa melenyapkan kertas-kertas pada buku dengan tempo yang cepat. Hewan ini bernapas di daerah yang beriklim tropis juga subtropis.

Rayap bisa dibantu secara tradisional, yaitu menggunakan minyak sereh yang dibaluri di sekitar tempatan penyimpanan bahan pustaka.

(35)

Kutu buku merupakan hewan yang terkecil, warnanya kelabu ataupun putihan. Hewan ini gemar sekali memakan perekatan pada buku juga kertas yang dihidupi masrum. Insekta lainnya yang mesti diwaspadai yaitu serbuk buku. Hewan ini menaruh telurnya dipermukaan kertas dan menimbulkan lava yang berbahaya sekali. Larvanya hendak melahap kertas jadi menyebabkan kertas yang mendiami serbuk buku pasti jadi bolong.

Perawatan ruangan supaya selalu bersihan serta keadaan setempat yang baik bisa mengurangnya bahaya binatang-binatang ini.

E. Jamur

Tanaman yang juga patut diwaspadai adalah jamur. Jamur merupakan tumbuhan multisel yang tidak memiliki klorofil jadi guna mendapatkan makanan, maka jamur wajib mengambilnya dari makhluk lainnya (benalu) atau juga dari barang tak hidup. Jamur juga mencipkatan beragam macam asam organik berupa asam oksalat, asam formiat, dan asam sitrat yang bisa menyebabkan kertas jadi asam dan mudah hancur. Kertas yang asam dan rapuhan dikarenakan masrum bisa dilainkan dari wujud kertas.

Kertas rapuh karenakan asam jika dilepit pasti jadi remuk, sebaliknya yang diakibatkan jamuran meski rapuh maka tak pasti jadi hancur jika dilepit.

Jamuran jua bisa menghancurkan pengeleman yang ada di kertas, jadi dapat meminimalisirkan kadar rekat juga menodai tinta sehingga menimbulkan coretan sulit dibaca. Spora jamur bisa mengembang dalam bermacam level bila kelembapan udaranya berada diatas 70%. Jamur yang menerang pita magnetis pada rekaman suara biasanya ditandai dengan munculnya bintik- bintik putih pada permukaan pita magnetis.

F. Bencana alam

Musibah alam berupa banjir, gempa, kebakaran, dan kerusuhan dapat menimbulkan kehancuran yang sangat merugikan. Musibah alam bisa dengan mudahnya menghancurkan koleksi naskah yang dipunyai oleh masyarakat (Susetyo, 2011).

Musibah banjir bisa memunculkan noda pada bahan pustaka serta mendorong pertambahan jamur dikarenakan kelembapan yang tertinggi. Menyimpan bahan pustaka di tempat yang aman dan cukup tinggi dapat mengurangi resiko kerusakan bahan pustaka bila suatu saat tejadi bencana banjir. Tidak hanya meletakkan bahan pustaka ditempat yang teraman, perbaikan terhadap dinding yang berlubang atau atap yang bocor dapat mencegah masuknya air ke dalam ruangan tempat penyimpanan bahan pustaka.

Kebakaran bisa dengan gampang melenyapkan bahan pustaka tidak tersisa.

Musibah ini bisa dihambat dengan mengerjakan pemeriksaan terhadap instalasi listrik diruangan guna meyakinkan kondisi yang aman dan tidak menghidupkan api ataupun rokok disekitar letak penyimpanan bahan pustaka.

G. Manusia

Manusia akan secara tidak sengaja atau sengaja membahayakan bahan perpustakaan. Faktor manusia juga salah satu pemicu dari kehancuran bahan perpustakaan. Manusia yang tidak bisa menjaga bahan pustaka dengan baik dan menggunakannya dengan bijak. Kerusakan yang dilakukan biasanya membaca buku dengan cara melipat punggung buku tersebut, mencoret-coret tulisan pada buku untuk menandai tulisan yang ingin ditulis. Melipat halaman

(36)

buku untuk menandai batas buku yang sedang dibaca. Merobek gambar pada buku untuk kepentingannya sendiri. Meletakkan buku diatas buku yang sudah tersusun rapih di rak buku. Hal-hal seperti itu yang dapat merusak buku.

Dari penjelasan yang dijabarkan maka simpulannya yaitu kerusakan bahan bacaan dikarenakan aspek internal yang asalnya dari dalam, dari buku itu sendiri serta dipengaruhinya oleh bahan belum jadi yang dipakai dalam membikin suatu jenis bahan pustaka, serta zat-zatnya yang ditambahan dalam prosedur pembentukan bahan pustaka tersebut. Kerusakan bahan pustaka juga disebabka oleh faktor ekternal yang berasal dari kerusakan dari keadaan lingkungan setempat ruangan simpan bahan pustaka.

2.5 Upaya Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka

Penghindaran kehancuran pada bahan bacaan harus dikerjakan sedari awal ialah perbuatan yang makin baik juga makin akurat dibandingkan dengan mengerjakan pembetulan bahan pustaka yang telah hancur keadaan fisiknya.

Upaya pencegahan bahan bacaan yang dikarenakan oleh beberapa faktor-faktor bisa dilaksanakan dengan langkah :

1. Penghindaran kehancuran bahan bacaan yang dikarenakan oleh faktor internal

a. Kualitas Jenis Bahan Pustaka

Kualitas jenis bahan pustaka yang bagus bagi bahan bacaan tak serupa seperti mutu yang dalam fisik nampak bagus. Mutu jenis bahan pustaka harus diperhatikan sedetail mungkin. Menurut para ahli,kualitas jenis bahan pustaka seperti kertas yang bagus untuk bahan bacaan dan arsipan merupakan kertas yang terbebas dari senyawaan asam juga lignin. Untuk jenis bahan pustaka seperti materi fotografi, rekaman suara, media magnetis, dan optic disk (Cakram Optik) upaya pencegahan kerusakannya dengan memperhatikan tempat peletakan yang benar, mengatur suhu ruangan dengan tepat sesuai ketentuan yang ditetapkan.

(37)

2. Penghindaran kehancuran bahan pustaka yang dikarenakan oleh faktor eksternal

a. Dikarenakan oleh alam

Hildawati Almah (2012: 169) mengatakan bahwa tindakan melaksanakan penghindaran kehancuran bahan bacaan yang dikarenakan oleh semesta berupa pencemaran angin/debu, yaitu memakai pengisap debu ‘vacum cleaner’, atau yang lebih simple ialah kain yang sedikitnya lembab jadi seluruh debu yang terdapat didalam ruang penyimpanan bisa diserapin oleh kainnya yang cukup basah tersebut. Pohonan yang ditanami di pekarangan bangunan bisa berfungsi sebagai penghalang debu. Upaya pencegahan kerusakan karena kelembapan dan suhu udara dilakukan dengan cara pemakaian AC dalam perpustakaan, di sisi lain guna kesehatan serta keamanan bahan pustaka juga guna kedamaian petugas atau pemustaka di perpustakaan. Guna menghindari munculnya humiditas udara ialah membuat pencerahan yang sepatutnya, upayakan ventilasi yang baik, semprotlah buku-buku memakai Amoniak yang dilarutkan dengan trynol, streples. Kegiatan pemeliharaan kebersihan ruangan penyimpanan bahan pustaka juga harus senantiasa rutin dilakukan.

b. Disebabkan oleh binatang dan tumbuhan

Upaya penghindaran kehancuran bahan pustaka yang dikarenakan oleh binatang serta tumbuhan seperti serangga,hama,dan jamur bisa dilakukan dengan cara penyemprotan menggunakan bahan kimia.

Penyemburan dengan memakai racun serangga. Tempat yang disemprotkan yaitu lokasi khusus misalnya dinding, ubin, langit- langitnya serta lemari buku. Semprot ini dikerjakan guna menghancurkan buku yaitu perekatnya yang digunakan dalam jilid buku disatukan dengan eldrin serta sebelum jilid cover buku dipernis memakai inteksida khusus (Pambudi,2007:76).

c. Disebabkan oleh manusia

Usaha penghindaran yang dikarenakan oleh manusia yaitu dengan cara pustakawan memberi penjelasan ke pengguna perpustakaan untuk tidak merusak buku, menggunakan buku dengan baik dan benar dan pentingnya menjaga buku.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa usaha penghindaran kehancuran bahan pustaka harus sejalan dengan faktor perusak bahan pustaka tersebut. Masing-masing faktor perusak bahan pustaka berbeda cara pencegahannya.

(38)

2.6 Upaya Memperbaiki Koleksi yang Rusak

Guna memulihkan koleksi bahan bacaan yang hancur dibutuhkan langkah perbaikan, tindakannya antara lain :

1. Penghapusan terhadap bercak

Kotoran yang timbul pada kertas selainnya menimbulkan citra jorok, serta bisa memunculkan karatan juga zat asam yang bisa menghadirkan pertumbuhan jamur di bahan bacaan. Penghapusan yang segera dilaksanakan bergantung oleh ragam kotoran atau noda serta kondisi bahan.

2. Fumigasi

Fumigasi asalnya dari sebutan “fumigation” atau “to fumigati” yang berarti mengukup. Perpustakaan Nasioanal RI, (1995: 75) bahwasannya fumigasi ialah aktivitas yang dikerjakan guna mengukup bahan pustaka memakai uap ataupun gas beracun pembasmi insekta atau jamur yang menyerbu bahan bacaan yang tersedia di perpustakaan. Bahan yang dipakai untuk mematikan insekta serta jamuran dinamakan fumigasi yang bisa berwujud keras, cairan ataupun gas.

Saat melaksanakan fumigasi pustakawan wajib memperkirakan besaran bahan yang hendak difumigasikan serta luasnya ruangan yang dibutuhkan.

Dengan mencermati ruangan yang tersedia jadi dipilih juga fumigant yang hendak dipakaikan, jenis-jenis fumigant, jumlahnya yang dibutuhkan dan lamanya fumigasi. Pekerja wajib perhatikan ancaman dari pengguna bahan kimia untuk fumigasi. Tidak ada satupun zat kimia bisa digunakan tidak

(39)

dengan alat penyelamat, ataupun tidak dengan supervisi yang memiliki pengalaman pada bidang ini.

3. Melenyapkan kemasaman pada plano (Deasidifikasi)

Bagi Martoatmodjo (2012) deasidifikasi merupakan aktivitas pelestarian bahan bacaan menggunakan langkah penghentikan jalannya kemasaman yang ada pada kertas. Keasamannya yang terdapat pada plano mengakibatkan kertasan tersebut mudah lepuk, apalagi kalau terkena pencemaran. Bahan membuat kertasnya ialah bahan organik yang gampang bercampur oleh angin luaran. Supaya imbas angin itu tak berkelanjutan, jadi bahan pustaka harus dilaminasikan. Supaya laminasinya sesuai yang diharapkan, sebelumnya dilakukan bahan bacaan dihapuskan ataupun dikurangi level keasamannya itu. Terdapat dua cara menghapuskan keasamannya di bahan bacaan, yakni langkah keringan juga langkah basahan. Terlebih dahulu diyakinkan cara yang lebih akurat, jadi harus dihitung tingkatan keasamannya pada kertas. Jika dawat bahan bacaan mudar, langkah keringlah yang paling cocok. Jika memakai langkah basahan, wajib diingat langkah pengeringannya bahan bacaan yang kelihatan lumayan rumit juga wajib berhati-hati. Jika hanya semata- mata meminimalisir tingkatan keasaman kertas sesrta tidak hendak dilaminasikan, sepertinya langkah keringan lebih amanan, karena tak terdapat kecemasan bahan pustakanya sobek. Langkah keringan ini bisa diulangkan per 6 bulanan, hingga bahan bacaan diartikan telah berkurang asamannya dan dipastikan lebih tahan lama.

(40)

4. Laminasi

Laminasi merupakan suatu proses melapiskan 2 bidang plano dengan bahan pengerat. Laminasi artinya ialah menutupkan satuan lembaran di selingan 2 lembaran bahan pengerat, Perpustakaan Nasional RI (1995: 93).

Laminasi bisa dilaksanakan melalui langkah sederhana yaitu laminasi pakai lengan serta laminasi secara trendi memakai mesin, laminasi telah di tata untuk langsung digunakan. Proses ini digunakan guna lestarikan bahan bacaan yang telah hancur serta tentu lebih fatal jika dipakai lagi, contohnya bahan yang telah berumur, sobek ataupun rapuh, serta sifatnya asam. Sebelum itu mengerjakan laminasi dilaksanakan, semestinya bahan telah menjalani perawatan. Manuskrip, dokumen, naskah yang jadul terkhusus plano yang telah busuk jadi memudahkan kehancuran, bisa di aweti pakai langkah menyemburkan zat kimia ataupun laminasian. Sebab proses panasnya (dari mesin), pelaminasiannya pasti mengamankan dokumen. Langkah ini sering dipakai di Indonesia terkhusus pengamanan dokumen berharganya. Langkah lainnya yang dipakai pada pembenahan bahan bacaan di laminasi bisa dilaksanakan dengan pembebasan ataupun penyemburan bahan bacaan pakai zat kimia. Sebaliknya laminasi dikerjakan secara manualnya dilaksanakan caranya meluruskan plano tissue tepat sesuai dosis yang diperlukan, lalu atasnya dibentangkan seutas acetat foil pada takaran yang sama. Setelah itu, atasnya dibentangkan bahan bacaan yang rusaknya. Selanjutnya dipasangkan kembali plano tissue dengan takaran lebih banyak dari pada laman yang hancur. Serta

(41)

bungkus pakai larutan acetat di seluruh laman juga membolak-balikkan dibantu kapuk ataupun kuas.

5. Enkapsulasi

Enkapsulasi merupakan salah satu langkah preservasi plano sambil meletakkan lembar bahan plano disela-sela 2 film plastik polyster guna menjauhi kehancuran wujud karenanya kerap disentuh ataupun mengamankan plano dari abu dan polusi. Pada biasanya kertasan yang hendak di enkapsulasi ialah lembar-lembar naskah jadul, peta, bahan tempaan ataupun poster yang telah hancur, plastikan yang dipergunakan jadi pelindungnya. Sebeluman penerapan enkapsulasi, plano wajib bersih, tidak basah, dan dideasidifiaksikan guna menawarkan asaman yang berada di plano.

2.7 Kendala yang Dihadapi Dalam Preservasi Bahan Pustaka

Pelestarian bahan bacaan mempunyai besarnya hambatan, seperti : 1. Minimnya vitalitas pelestarian di Indonesia

2. Banyaknya pemimpin dan pemegangan kebijakan kurang paham berartinya pelestarian sehingga memicu minimnya dana, kepedulian dan fasilitasi yang tersaji

3. Praktik pelestarian di Indonesia semasa ini masihnya kebanyakan yang melenceng

4. Bermacam bahan bacaan yang disimpani di perpustakaan di Indonesia tercetaknya pada plano yang beragam mutunya

(42)

5. Bermacam ruan perpustakaan tak didesain bangunannya yang sebanding pada kepentingan pelestariannya dan pengawetannya 6. Belum termuat peraturan pelestarian nasional

2.8 Pemeliharaan Bahan Pustaka

Pemeliharaan bahan bacaan merupakan aktivitas guna merawati, melindungi serta melestarikannya bahan bacaan supaya tetap kondisinya bagus.

Pemeliharaan bahan bacaan bisa dilaksanakan beserta caranya penjilidan, menambal, fumigasinya, reproduksian, serta perawatannya.

a. Jilidan

Menurut Muhamadin Razak dkk dalam bukunya Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip (1922), di tuturkan bahwa “Penjilidan ialah menyatukan atau memadukan lembaranan lepasan yang diamankan dengan sampul”

Jilidan adalah salah satu aktivitas yang utama dalam perpustakaan.

Dikarenakan usia, keadaan ruangan simpanan yang tidak serasi, penggunaan yang relatif keseringan dan tidak benar, dimakani serangga atau jamur, dan lainnya yang bisa berakibatkan bahan pustaka jadi hancur. Jilidan ialah aktivitas yang dilaksanakan dengan perbaikan fisik. Usaha ini nisbi makin ekonomis juga efektifitas. Bahan bacaan yang bisa dijilidkan ialah bahan bacaan yang telah hancur dan majalah/jurnal yang dilanggankan serta telah komplit.

1. Bahan bacaan yang harus dijilid yaitu:

a) Bahan bacaan yang sampulannya hancur ataupun amat tipis.

b) Yang tali jahitan buat mengikatkan lembar-lembarannya telah terlepas.

c) Yang mempunyai halamanan tak berderetan jadi harus dijilid ulang.

(43)

2. Bahan bacaan yang bentuknya majalahan hendak dijilidkan, jika seluruh angka buat 1 volume sudah komplit.

3. Laminasi

Manuskrip, naskah, dokumen jadul lazimnya gampang rapuh serta rusak jadi butuh diawetin dengan disemprotkan bahan kimia (coating) ataupun dinamakan prosedur laminasi. Laminasi berarti membungkusi bahan bacaan pakai plano terkhusus, supaya bahan bacaan jadi makin awetan. Reaksi keasamannya yang timbul pada kertas, ataupun bahan pustaka bisa diberhentikan dengan pembungkus bahan bacaan yang mencangkup film oplas, kertasan cromton, dan juga plano pembungkus lain. Bungkusan bahan bacaan menahankan cemaran ataupun abu yang melekat pada bahan bacaan sehinnga tak beroksida oleh pollutant.

Prosesan pelaminasian pada umumnya dipakai buat kertasan yang telah tak bisa dibetulkan oleh langkah lainnya seperti menjilidkan, menambalkan, disambung, dan lainnya. Naskah, manuskrip, dokumen kuno kertas yang lazimnya digunkan gampang busuk dan berhancuran jadi mesti diabadikan dengan disemprotkan bahan kimia (coating) ataupun prosedur laminasi (Almah, 2012: 167).

b. Menambal

Menambal merupakan kegiatan pemeliharaan dengan langkah perbaikan fisik bahan bacaan. Menambal atau menutup bagian yang bolong bisa dikerjakan pakai kertasnya Jepang, plano “hand made” juga lem kanji atau CMC (Carboxyl Methly Cellulose). Menutup bisa dibuat pakai buburan kertasan (pulp), ataupun pakai plano tissue yang berperekatkan serta dibantui sama mesin “tacking iron”.

c. Fumigasi

Fumigasi ialah salah satu langkah lestarikan bahan bacaan pakai langkah pengasapan bahan bacaan supaya tidak ditumbuhi jamuram, hewan tak bernyawa, serta penghancur bahan bacaan lain terbunuhkan (Martoatmodjo, 2008: 96). Pest Tech Control juga menyampaikan bahwasannya fumigasi adalah suatu langkah

(44)

guna mengarahkan kuman menggunakan fumigan, yakni fase gas bersifat beripuh (toxic).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka disimpulkan bahwa fumigasi adalah cara perawatan bahan pustaka dengan menggunakan suatu gas yang sifatnya beracun.

Bahan kimia lazimnya dipakai pada proses fumigasian yakni gas vikane (Sulfuryl Flouride) juga Methyl Bromide.

Fumigasi dilaksanakan pakai langkah:

1. Setidaknya sekali per 3 tahunan

2. Terdapat insekta juga hewan pengeratnya berupa tikus serta sebagainya (Almah, 2012:168).

d. Reproduksi

Reproduksi merupakan tipe preservasi yang dilaksanakan melalui memproduksikan kembali bahan bacaan pada bentuk fotocopy ataupun mikro seraya tujuannya pengduplikasian juga pertambahan supaya koleksi yang terbilang sulit bisa dilestarikannya

Reproduksi dibuat guna merawati bahan bacaan yang susah juga cepat hancur. Reproduksi dikerjakan pakai langkah:

1. Menghasilkan bahan bacaan seraya membuatkan duplikatnya.

Bahan bacaan yang hancur, tapi tulisannya masihan bisa terbaca, sebagaimana bahan pustaka yang beberapa lembaran lamannya telah berhilangan, pembentukan salinan buku pakai prosedur membuatkan pertinggalnya tak bisa diperdagangkan sebab melanggari perundang-undangan hak cipta.

2. Perjudulan banyaknya dimanfaatin tapi tak dipublikasikan lagi (out of print).

(45)

3. Membuat kembali bahan bacaan ke wujud lainnya. Pelestarian ini biasanya berwujud mikro, berupa microfilm juga mikrofish.

Terlebih sekarang bisa dipindahkan berwujud CD-ROM.

4. Bahan bacaan berwujud mikro seraya frekuensi pemakaian tertinggi selayaknya dibuat salinannya. Mastercopy-nya disimpankan.

5. Bahan bacaan berwujud CD, pita rekamanan audionya, videonya, slidenya, juga lainnya.

e. Perawatan

Merupakan langkah sederhana yang biasanya dikerjakan perhari dalam teratur seraya pembersihan abu yang menempel di bahan bacaan.

Dari pemaparan diatas, bisa simpulkan bahwa perawatan bahan pustaka bisa dilaksanakan dengan proses penjilidan, menambal, fumigasi, reproduksi, dan perawatan.

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Dalam riset ini memakai jenis riset deskriptif pendekatan kualitatif.

Sugiyono (2013:7-9) mengungkapkan metodologi riset kualitatif ialah cara pengkajian yang berdasarkan dengan pandangan postpositivisme (pandangan yang positif), dapat dipakai guna menelitian pada keadaan objek yang saintifik, (ibarat bandingannya ialah percobaan) dimana peneliti merupakan seperti instrument kunci, tekniks pemungutan data dikerjakan menurut triangulasi (penggabungan), analiys data sifatnya induktif ataupun kualitatif, serta perolehan riset kualitatif terlebih memfokuskan maksud dari pada generalisasi.

Dalam penelitian ini, pengkaji mengumpulkan data dari perolehan wawancara maupun perdataan tercatat yang lain. Wawancara dilakukan untuk mengetahui lebih dalam masalah yang diteliti. Hasil data penelitian kualitatif ditampakkan dalam wujud verbal atau kata-kata serta dataan tersebut dianalisis oleh peneliti.

3.2 Sumber Data 3.2.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diterima langsungan dari responden yang terikat pada aktivitas pelestarian bahan perpustakaan pada Dinas Kearsipan dan Perpustakan Kota Pematangsiantar. Dalam hal ini, penulis mencari data

(47)

dengan mewawancarai pegawai yang terlibat dalam kegiatan pelestarian bahan perpustakaan.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan guna memenuhi data primer berupa kumpulan buku, asal mula arsip, dokumenan pribadi, serta dokumen legal lainnya yang membantu bahasan didalam penelitian tersebut.

3.3 Daftar Nama Informan

Berikut data yang menjadi narasumber pada riset ini : Tabel 3.1

Daftar Nama Informan

No. Nama Jabatan Keterangan

1. Muhammad Jukri A.Md Kepala bidang Pelestarian Bahan Pustaka

Informan 1

2. Nur Amin Staf Informan 2

3.4 Metode PengumpulanData

Metodelogi penghimpunan data yang dilakukan pada riset ini ialah : 3.4.1 Observasi (pengamatan)

Cara ini memakai pemantauan langsungan akan objek, yakni langsung memantau kegiatan apa yang sedang dikerjakan juga dilaksanakan secara rinci oleh pengurus perpustakaan. Lalu muncul fakta dilapangan kemudian dijadikan data dan dikumpukan untuk dianalisis lebih lanjut (Hasnun,2004:24).

Observasi dilakukan pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar.

Gambar

Tabel 4.1 : Karakteristik Informan
Tabel 4.2 Rangkuman perolehan Penelitian
Gambar 1 Struktur Organisasi Dinas Kearsipan dan Perpustakaan

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah koleksi bahan pustaka di Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Binjai (DPAK) berjumlah 11.246 eksemplar, Dinas Perpustakaan dan Arsip kota Binjai juga memiliki

Secara genealogis, menurut Keegan (2000: 9) pendidikan dan pelatihan jarak jauh lahir dari perkembangan teknologi yang terkait dengan Revolusi Industri di Eropa Utara dan

Demikian kami sampaikan, atas perhatiaannya kami ucapkan

There are three elements of the spread of religious radicalism in Indonesian Islam discussed in this chapter, namely (1) the human movements, ranging from study and

Kegiatan seleksi bahan pustaka di Perpustakaan Sastra Mangutama Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Badung dilakukan oleh pustakawan dengan menyediakan form

Dari tujuh modus dalam tangga nada minor harmonis, terdapat dua modus yang memungkinkan untuk berimprovisasi pada progresi akor Blue Monk yaitu modus modus mixolydian

Jadi pendidikan dikatakan sukses membidik sasaran sekiranya mampu mencetak manusia yang berakhlak Al Karimah akal dan qalb kedua merupakan kemampuan dari dalam yang berperan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka peneliti dapat menjabarkan hasil penelitian ini dalam deskripsi terlampir di bawah ini. Penggunaan media