• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PROGRAM REENGINEERING JARINGAN AKSES DALAM UPAYA

MENDUKUNG LAYANAN BROADBAND DI STO. CIBINONG DAN CITEUREP

PADA PT. TELKOM

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Disusun Oleh : Nama : Karyada NIM : 41406110002 Jurusan : Teknik Elektro Peminatan : Telekomunikasi

Pembimbing : Ir. Said Attamimi MT

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

TAHUN 2009

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

N a m a : K A R Y A D A N I M : 41406110002

Fakultas : TEKNOLOGI INDUSTRI Jurusan : TEKNIK ELEKTRO

Judul Skripsi : PROGRAM REENGINEERING JARINGAN AKSES DALAMUPAYA MENDUKUNG LAYANAN BROADBAND DI STO CIBINONG DAN CITEUREP PADA PT. TELKOM

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Jakarta, April 2009 Penulis,

(K A R Y A D A)

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Program Reengineering Jaringan AksesDalam Upaya Mendukung Layanan Broadband

DI STO. Cibinong Dan Citeurep Pada PT. Telkom

Disusun Oleh:

Nama : Karyada NIM : 41406110002 Program Studi : Teknik Elektro Peminatan : Telekomunikasi

Mengetahui

Pembimbing Ketua Program Studi

Teknik Elektro

(Ir. SAID ATTAMIMI, MT) (Ir. YUDHI GUNARDI, MT)

(4)

iv ABSTRAKSI

Perubahan lingkungan bisnis jasa telekomunikasi di Indonesia terjadi begitu cepat sejalan dengan perubahan teknologi, deregulasi sektor telekomunikasi dan pergeseran sosio kultural. Deregulasi sektor telekomunikasi dari monopoli ke iklim kompetisi melalui diberlakukannya UU no 36/1999 tentang telekomunikasi dan UU no 5/1999 tentang larangan praktek monopoli, memberikan peluang kepada sektor swasta untuk berperan serta di dalam bisnis telekomunikasi di Indonesia.

Perubahan lingkungan bisnis global yang kompetitif khususnya setelah dibukanya kran kompetisi maka masing – masing Operator telekomunikasi di Indonesia berusaha meningkatkan kualitas baik itu alat produksi maupun kualitas service ( layanan ) guna memenuhi harapan pelanggan.

Dengan adanya perubahan teknologi yang turbulensinya begitu cepat serta tuntutan perubahan kebutuhan masyarakat yang tadinya hanya suara ( Voice ) sekarang bertambah dengan layanan Multimedia, maka harus dipersiapkan Jaringan Akses yang mampu untuk menyalurkan layanan tersebut baik untuk Jaringan Akses yang baru maupun pada Jaringan Akses Existing yang ada guna meningkatkan layanan kepada masyarakat

Tentunya perubahan layanan dari suara ( voice ) ke layanan multi media terdapat masalah dengan kondisi jaringan exsisting yang ada karena syarat – syarat atau standard parameter elektris yang dipersyaratkan berbeda juga. Tentunya hal ini perlu adanya usaha atau strategi yang digunakan agar jaringan existing yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

Permasalahan yang ada sekarang adalah catuan kabel primer masih ada yang panjang diatas 5 km, kualitas jaringan, suku cadang yang sudah tidak ada lagi dipasaran ( peranggakat sudah discontinue ) serta pengembangan jaringan memerlukan biaya cukup besar dikarenakan polongan duct sudah habis dan masih adanya catuan yang melewati batas boundary catuan STO.

Dalam mendukung jaringan yang berkualitas standar Multimedia maka perlunya suatu program reengineering jaringan akses yang dilaksanakan secara terencana dan terintegrasi sejalan dengan perkembangan teknologi dengan mengacu pada standard parameter elektris yang ada

Reengineering Jaringan Akses memberikan solusi untuk menjadikan jaringan akses yang tadinya tidak bisa digunakan layanan multimedia menjadi mampu digunakan untuk layanan multimedia secara effektif dan effisien.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami dapat menyelesaikan Tugas A khir Program STRATA 1 Teknik Elektro program kuliah PKK Universitas Mercubuana dengan Judul Program Re_engineering Jaringan Akses Dalam Upaya Mendukung Layanan Broadband di STO Cibinong dan Citeurep.

Tidak akan tercapai suatu kesempurnaan jika kita tidak mencobanya untuk memulai, untuk itu kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyunan Tugas Akhir ini diantaranya :

1. Bapak Yudhi Gunardi MT sekalu Ketua Jurusan Teknik Elektro.

2. Bapak Ir. Said Attamimi MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

3. Bapak Ir Bambang Hutomo MT selaku Dosen Pengajar.

4. Bapak – bapak dari PT. Telkom Bogor yang begitu banyak dan tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Karena keterbatasan wakktu dan keterbatasan ilmu yang kami punyai sehingga tidak menutup kemungkinan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami momohon kritik, saran dan masukan – masukan dari pembaca guna penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih dan semoga Tugas Akhir yang kami buat dapat bermanfaat.

Jakarta, April 2009

K A R Y A D A NIM. 414061002

(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ……….………... i

Halaman Pernyataan ………... ii

Halaman Pengesahan ………... Abstraksi ... iii iv Kata Pengantar ………... v

Daftar Isi ……….... vi

Daftar Tabel ....………..………... viii

Daftar Gambar ………..………... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 1

1.3. Batasan Masalah ………... 2

1.4. Tujuan Penulisan ... 2

1.5. Metode Penelitian ... 2

1.6. Sistematika Penulisan ... 2

BAB II JARINGAN KABEL TELEPON LOKAL 2.1. Jaringan lokal akses Tembaga ……….. 4

2.2. Jaringan lokasl akses Fiber ………... 21

BAB III RANCANGAN INSTALASI KABEL PRIMER PADA STO CIBINONG DAN CITEUREP 3.1. Pola Pikir ... 31

3.2. Struktur Jaringan kabel Lokal Existing ... 32

(7)

vii

3.3. Struktur Jaringan sebelum dan sesudah reengineering ... 36 3.4. Konfigurasi STO Cibinong – STO Citeurep ... 41

BAB IV ANALISA PERFORMANSI SYSTEM SEBELUM DAN SESUDAH.

4.1. Pemaparan Hasil Pelaksanaan ... 44 4.2. Performansi sebelum dan sesudah Re_engineering ... 47 4.3. Performansi traffic setelah reboundary STO ... 50

BAB V KESIMPULAN ...

Daftar Pustaka ...

Lampiran

52

53

 Gambar sebagian kondisi awal jaringan Existing yang akan di modernisasi dan relokasi ………..

 Gambar contoh hasil pelaksanaan reboundary dan relokasi jaringan lokal STO.

Cibinong – STO. Citeurep ………...

 Gambar Jaringan Lokal STO. CBI & STO CTR sebelum Reboundary dan Reengineering ………

 Gambar Jaringan Lokal STO. CBI & STO CTR setelah Reboundary dan Reengineering ………...

54

55 56

57

 Konfigurasi STO. Cibinong & STO. Citeurep ………...

 Data Traffik STO. Citeurep ………

58 59

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2-1 Tahanan loop dan redaman saluran 19

Tabel 2-2 Redaman jaringan kabel lokal 20

Tabel 2-3 Jarak maksimal jaringan kabel lokal 21

Tabel 2-4 Kapasitas sistem DLC 23

Tabel 3-1 Standar parameter elektris jaringan lokal akses tembaga 32 Tabel 3-2 Sebagian data kabel Primer Tembaga STO Cibinong 33 Tabel 3-3 Sebagian data ONU yang sudah Discontinue di STO Cibinong 34 Tabel 3-4 Potensi jaringan kabel Primer STO Citeurep 35 Tabel 3-5

Tabel 3-6

Rencana rancangan Reengineering

Kondisi Jaringan setelah reengineering sesuai tahapannya

37 38 Tabel 4-1 Data hasil pengukuran jaringan primer sebelum reengineering 48 Tabel 4-2 Hasil pengukuran kabel primer dan sekunder 48 Tabel 4-3 Hasil ukur jaringan primer yang di engineering 49

Tabel 4-4 Data traffik total 50

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2-1 Struktur jaringan kabel lokal akses tembaga 16 Gambar 2-2 Gambaran umun perbandingan jarlokaf dan jarlokat 22

Gambar 2-3 Konfigurasi DLC 24

Gambar 2-4 Konfigurasi optikal akses network 26

Gambar 2-5 Konfigurasi dasar multiplexer STMn 27

Gambar 2-6 Konfigurasi dengan ring SDH 28

Gambar 2-7 Analogi aplikasi Jarlokaf pada Jarlokat 30

Gambar 3-1 Pola pikir Optimalisasi jaringan akses 31

Gambar 3-2 Tool system informasi kastamer 33

Gambar 3-3 Pembangunan ONU FRG catuan STO Citeurep 41

Gambar 3-4 Pembangunan ONU FRC catuan STO Citeurep 41

Gambar 3-5 Konfigurasi STO Cibinong – STO Citeurep sebelum reboundary 42 Gambar 3-6 Konfigurasi STO Cibinong – STO Citeurep pasca reboundary 43

Gambar 4-1 Data potensi kabinet RJ STO Citeurep 44

Gambar 4-2 Data potensi kabinet RAL STO Cibinong 45

Gambar 4-3 Gambar 4-4

Rencana Pembangunan

Konfigurasi STO Cibinong – STO Citeurep pasca reboundary

46 47 Gambar 4-5

Gambar 4-6

Data potensi kabinet RAL STO Cibinong Data potensi kabinet RAY STO Cibinong

49 50

(10)

x

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan bisnis Telekomunikasi sekarang ini khususnya di Republik Indanesia yang kita cintai sedang mengalami perubahan – perubahan, baik itu perubahan akibat regulasi maupun perubahan teknologi dan perubahan tersebut sangatlah cepat dan dinamis, dengan cepatnya peralihan teknologi maka alat produksi ataupun teknologi yang terdahulu cepat menjadi usang karena munculnya teknologi yang baru dan tentunya lebih unggul dan banyak fiture di milikinya.

Dengan adanya perubahan teknologi yang turbulensinya begitu cepat serta tuntutan perubahan kebutuhan masyarakat yang tadinya hanya suara ( Voice ) sekarang bertambah dengan layanan Multimedia, maka kita harus mempersiapkan Jaringan Akses yang mampu untuk menyalurkan layanan tersebut baik untuk Jaringan Akses yang baru maupun pada Jaringan Akses Existing yang ada guna meningkatkan layanan kepada masyarakat.

Uraian diatas menjadi dasar saya untuk membuat tugas akhir pada program kuliah PKK Universitas Mercubuana program STRTA -1 Tehnik Elektro, dimana upaya agar jaringan akses yang tadinya hanya untuk kebutuhan layanan voice diupayakan dengan mereenginering dapat digunakan untuk layanan broadband sesuai dengan tuntutan jaman dengan upaya yang seeffisien mungkin.

1.2 Perumusan Masalah

Adanya 2 Sentral Telepon Otomat ( STO ) yang over boundary, Polongan kabel habis dan Jaringan akses yang ada tidak support layanan multimedia dikarenakan

(12)

2

1) Panjang Kabel Primer Tembaga lebih dari 5 Km 2) Perangkat OAN sudah discountinue

3) Adanya catuan Kabel primer yang rusak

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini dibatasi pada pembahasan Jaringan kabel primer duct yang over boundary serta tidak support layanan multimedia lokasi STO. Cibinong dan STO. Citeurep di Perusahaan PT. Telkom

1.4 Tujuan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah optimalisasi Jaringan kabel primer untuk layanan broadband khususnya pada STO. Cibinong dan Citeurep.

1.5 Metodologi Penulisan

Metodologi penyelesaian masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah dengan metode study literatur mengenai struktur jaringan akses kabel primer dan permasalahan lain yang berkaitan dengan study lapangan, peninjauan lapangan

1.6 Sistimatika Penulisan

Sitimatika pembahasan Tugas Akhir ini disusun sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab I ini berisi tentang Latar belakang, Perumusan masalah, Batasan masalah, Tujuan, Metodologi penulisan dan Sistimatika penulisan,

BAB II : Teori Pendukung

(13)

3

Bab II ini berisi tentang teori Jaringan Akses Tembaga dan Fiber optik

BAB III Rancangan instalasi kabel Primer pada STO. Cibinong dan Citeurep

Bab III ini berisi tentang permasalahan dari Jaringan akses kabel Primer tembaga dan fiber optik yang tidak support layanan Multimedia serta habisnya polongan kabel.

- Sebelum re_engineering - Setelah re_engineering

- Konfigurasi STO sebelum reboundary - Konfigurasi STO setelah reboundary

BAB IV :Analisa Performansi system sebelum dan sesudah re_engineering

Bab IV ini mensolusikan masalah Jaringan akses yang tidak support layanan multimedia dilokasi STO. Cibinong dan STO. Citeurep dengan cara reengineering.

BAB V : Kesimpulan

Bab V ini berisi kesimpulan dari pemecahan masalah.

(14)

4

BAB II

JARINGAN KABEL TELEPON LOKAL

Jaringan Kabel Telepon Lokal adalah suatu jaringan yang menghubungkan antara STO/ MDF sampai dengan terminal pelanggan yang berfungsi untuk menyalurkan informasi, jaringan lokal ini ditinjau dari Jenis kabel yang digunakan dapat di bagi menjadi 2 ( dua ) yaitu :

a. Jaringan lokal akses Tembaga ( CAN ) b. Jaringan lokal Akses Fiber ( OAN )

2.1. Jaringan Lokal Akses Tembaga ( CAN ) 2.1.1 Sistem Jaringan

Struktur jaringan kabel lokal yang ada dan yang digunakan selama ini adalah terdiri atas 2 ( dua ) sistem yaitu sistem Rumah Kabel dan sistem Catu Langsung

2.1.1.1 Sistem Rumah Kabel

Sistem ini menggunakan Rumah Kabel ( RK ) sebagai titik sambung yang fleksibel antara kabel Primer dan kabel Sekunder, keuntungan dalam sistem ini adalah dapat menghemat pemakaian pasangan kabel Primer yang relayip luas.

2.1.1.2 Sistem Catu Langsung

Pada sistem ini titik pembagi mendapat catuan langsung dari kabel primer dan dipakai untuk daerah - daerah pelayanan dekat dengan sentral telepon dan digunakan untuk mencatu gedung - gedung yang mempunyai demand telepon tinggi.

(15)

5 2.1.2 Definisi

Tujuan pembuatan dan pencatatan teknik jaringan kabel adalah untuk mendapatkan pengertian dan penafsiran yang sama, istilah - istilah yang digunakan dalam pembuatan Tugas Akhir ini dan didefinisikan sebagai berikut :

2.1.2.1 Kabel

Kabel adalah kumpulan urat - urat kabel yang tersusun dalam unit pasangan ( pair ) atau unit dua pasangan (Quad) yang dikemas dalam satu selubung kabel.

2.1.2.2 Jaringan Kabel Lokal

Jaringan Kabel lokal adalah suatu jaringan kabel telepon yang dipasang / ditarik dan dipergunakan utuk menghubungkan pesawat - pesawat pelanggan dengan sentral lokal yang bersangkutan.

Jaringan lokal tersebut terdiri dari : Kabel Primer termasuk DCL, Kabel sekunder, Saluran penanggal, kabel distribusi dan saluran rumah.

2.1.2.3 Kabel Primer

Adalah kabel yang berkapasitas besar ( maksimum 2400 pasang dan minimum 200 pasang) yang dipasang / ditarik dari terminal rangka pembagi utama ( RPU ) sampai ke terminal pada Rumah kabel ( RK ) atau terminal pada gedung.

2.1.2.4 Kabel Sekunder

adalah kabel yang berkapasitas lebih kecil dari pada kabel primer ( maksimum 200 pasang dan minimum 10 pasang )

(16)

6

yang dipasang / ditarik dari terminal pada RK sampai terminal pada titik pembagi atas tanah ( TPAT ) atau titik pembagi bawah tanah ( TPBT ).

2.1.2.5 Saluran Penanggal

adalah saluran ( Dropwire ) berkapasitas sepasang atau lebih maksimun 3 ( tiga ) pasang yang dipasang /ditarik dari terminal pada titik pembagi atas tanah ( TPAT ) sampai tada terminal blok di rumah pelanggann telepon 2.1.2.6 Kabel distribusi

Adalah kabel yang berkapasitas satu pasang atau lebih maksimum 3 (tiga ) pasang yang dipasang / ditarik dari terminal pada titik pembagi bawah tanan ( TPBT ) sampai dengan terminal blok di rumah pelanggan.

2.1.2.7 Saluran Rumah

Adalah kabel rumah ( Indoor cable ) berkapasitas satu pasang atau lebih yang dipasang dari terminal batas ( TB ) di rumah pelanggan sampai dengan roset pesawat telepon pelanggan yang bersangkutan.

2.1.2.8 Rumah Kabel ( RK )

Adalah sebuah unit terminal kabel yang merupakan titik terminasi akhir dari kabel primer dan titik awal terminasi kabel sekunder, dengan demikian Rumah Kabel ( RK ) merupakan titik sambung ( Connecting point ) yang luwes ( fleksibel ) antara kabel primer dan kabel sekunder dalam jaringan kabel lokal.

(17)

7

Rumah kabel mempunyai kapasitas paling kecil 800 pasang dan paling besar 2400 pasang.

2.1.2.9 Remote terminal

Remote terminal adalah sebuah unit terminal yang berfungsi sebagai interface ( antar muka ) perangkat transmisi yang dipasang pada sisi jaringan pelanggan baik menggunakan kabel tembaga maupun fiber Optik.

2.1.2.10 Daerah Catu Langsung ( DCL )

Daerah catu langsung adalah suatu daerah pelayanan telepon dimana titik pembagi atas tanah ( TPAT ) dan titik pembagi bawah tanah ( TPBT ) atau terminal pada tempat pelanggan dicatu secara langsung dengan kabel yang dipasang/ ditarik dari MDF.

Ketenuan untuk Daerah Catu Langsung ( DCL ) adalah:

a. Daerah pelayanan tersebut berdekatan dengan sentral telepon yang bersangkutan.

b. Daerah pelayanan yang relatip lebih kecil, tetapi terdapat demand telepon yang tinggi seperti gedung - gedung bertingkat pada daerah bisnis.

c. Sulit atau tidak terdapat lokasi untuk penempatan Rumah Kabel ( RK )

2.1.2.11 Titik Pembagi ( Distribution Point )

Titik Pembagi ( TP ) adalah terminal kabel yang pada umumnya berkapasitas 10 dan 20 pasangdimana pada terminal masuk diterminasikan kabel catu dari kabel sekunder atau dari kabel catu langsung bila berada pada

(18)

8

daerah catu langsung, sedangkan pada terminal keluar dihungkan dengan saluran penanggal atau saluran distribusi kerumah pelanggan, pada umumnya titik pembagi ( TP ) terdiri dari 2 jenis yaitu titik pembagi atas tanah ( TPAT ) dan titik pembagi bawah tanah ( TPBT ) 2.1.2.12 Titik pembagi atas tanah ( TPAT )

Titik pembagi atas tanah ( TPAT ) terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu:

a. Kotak pembagi atas tanah yang biasa disebut DP ( Distribution point ) atau KP ( kotak pembagi ) dipasang pada tiang telepon atau dipasang menempel pada dinding sebuah bangunan gedung / rumah baik diluar maupun didalam termasuk rak distribusi pada sistem sentral telepon langganan Otomat ( STLO ) atau sentral telepon langganan manual ( STLM ) yang ada didalam gedung perkantoran yang besar.

b. Titik pembagi ( TP ) adalah terminal pembagi yang dipasang pada tiang dimana saluran pembagi kearah pelanggan menggunakan drop wire, atau dapat juga menggunakan kabel distribusi bawah tanah.

2.1.2.13 Titik Pembagi Bawah Tanah ( TPBT )

Titik pembagi bawah tanah adalah terminal pembagi yang dipasang didalam Handhole, saluran pembagi kearah pelanggan menggunakan kabel distribusi.

(19)

9 2.1.3 Identifikasi

Yang dimaksud identifikasi dalam hal ini adalahpemberian tanda pada gambar- gambar yang ada pada jaringan kabel.

2.1.3.1 Kabel Primer

Kabel primer pada tiap - tiap daerah pelayanan sentral yang diterminasikan pada RPU sentral diberi tanda huruf awal P dengan menambahkan dibelakangnya angka sebagai nomor dari kabel primer yang dimulai dari sebelah kiri kesebelah kanan apabila arah kabel yang masuk kedalam kabel Chamber dari sebelah kanan ( dilihat dari arah menghadap RPU )

Apabila arah kabel yang masuk kedalam kabel chamber dari sebelah kiri ( dilihat dari arah menghadap RPU ) , maka penomoran kabelnya dimulai dari sebelah kanan ke sebelah kiri

Contoh untuk pemberian nomor kabel primer P1, P2, P3 dan seterusnya.

2.1.3.2 Kabel Sekunder

Kabel sekunder pada tiap - tiap daerah pelayanan Rumah Kabel diberi tanda dengan huruf awal S dengan menambahkan dibelakangnya angka sebagai nomor dari kabel sekunder, dimulai dari kabel sekunder yang terjauhsebagai S1 dan seterusnya menurut arah jarum jam.

contoh pemberian nomor kabel sekunder S1, S2, S3 dan seterusnya.

(20)

10 2.1.3.3 Rumah Kabel ( RK )

Setap Rumah Kabel dalam sebuah area pelayanan sentral diberi tanda dengan huruf awal R dengan menambahkan dibelakangnya huruf menurut abjad dimulai huruf A yang keduanya ditulis dengan huruf besar dengan catatan bahwa huruf "I" dan "O" tidak digunakan.

Contoh pemberian nama pada Rumah Kabel RA, RB, RC,...RZ

Apabila dalam daerah pelayanan sentral jumlah RK melebihi RZ maka untuk penamaan RK selebihnya diberi tanda 2 (dua) huruf awal yang dimulai dengan huruf A dan ketiga huruf tersebut ditulis dengan huruf besar, Jadi nama Rumah kabel tersebut menjadi RAA, RAB, RAC...RAZ dan seterusnya.

2.1.3.4 Daerah Catu Langsung.

Daerah catu langsung diberi tanda dengan huruf awal DCL dengan menambahkan dibelakangnya huruf menurut abjad dimulai dengan huruf A dan keempat huruf ditrulis dengan huruf besar sebagai berikut DCL-A, DCL-B dan seterusnya.

Pemberian tanda DCL tersebut diatas dimulai dengan DCL yang dicatu dari kabel primer dengan nomor yang terkecil dan mempunyai jarak yang terjauh dari RPU sentral yang bersangkutan diantara DCL yang mendapat catuan dari kabel primer yuang sama

2.1.3.5 Remote terminal ( RT )

a. Remote terminal yang ditempatkan di daerah

(21)

11 pelayanan RK:

Remote terminal diberi nama dengan huruf awal R dengan menambahkan dibelakangnya huruf yang dipisahkan dengan tanda strip (-) menurut nama RK dimana remote terminal tersebut dipasang, Sebagai contoh apabila remote terminal dipasang didalam daerah pelayanan RA, maka remote terminal tersebut diberi nama R-A1, R-A2 dst, dan apabila remote terminal dipasang pada daerah pelayanan RB, maka diberi nama R-B1, R-B2 dst sampai R-Z1, R-Z2 dst, penambahan strip (-) pada huruf dibelakang singkatan remote terminal dimaksudkan agar tidak duplikasi dengan nama RK sedangkan penambahan angka 1, 2 dan seterusnya dibelakang huruf A s/d Z dimaksudkan untuk pemberian nomor apabila jumlah remote terminal yang dipasang pada setiap daerah pelayanan RK jumlahnya lebih dari satu.

b. Remote terminal yang ditempatkan pada daerah pelayanan DCL

Apabila remote terminal tersebut ditempatkan di daerah pelayanan catu langsung DCL-A, pemberian namanya R-DCL/A1, R-DCL/A2,...dst, apabila remote terminal ditempatkan pada daerah catu langsung DCL-B pemberian namanya adalah R- DCL/B1, R-DCL/B2 dan seterusnya.

2.1.3.6 Titik Pembagi ( TP )

Ditinjau dari catuan kabelnya, titik pembagi dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu titik pembagi yang dipasang didalam daerah catu langsung dan titik pembagi yang

(22)

12

dipasang dalam jaringan kabel sekunder. Pemberian nama untuk kedua macam titik pembagi tersebut diatas adalah sebagai berikut :

a. Titik Pembagi ( TP ) didalam daerah catu langsung.

Titik Pembagi baik Atas Tanah ( TPAT ) maupun Bawah Tanah ( TPBT ) tersebut dicatu langsung oleh kabel primer dan diberi tanda dengan huruf awal besar menurut daerah catu langsung yang bersangkutan ditambah dibelakangnya nomor secara berurutan.

Sebagai contoh Titik Pembagi ( TP ) yang terdapat dalam DCL-A diberi tanda dengan huruf DCL-A 01, DCL-A 02 dan seterusnya.

Pemberian tanda untuk Titik Pembagi tersebut dimulai dengan TPAT atau TPBT yang mempunyai jarak terjauh dalam Daerah Catu langsung yang bersangkutan.

b. Titik Pembagi ( TP) didalam jaringan kabelsekunder.

Titik Pembagi baik Atas Tanah ( TPAT ) maupun Bawah Tanah ( TPBT ) tersebut dihubungkan dengan Rumah Kabel ( RK 0 dengan menggunakan kabel sekunder, pemberian tanda untuk Titik Pembagi tersebut diberi nama sesuai dengan Rumah Kabel yang bersangkutan ditambah dibelakangnya nomor secara berurutan, misalnya sebagai contoh RA 01, RA 02, RA 03 .... .dan seterusnya.

Pemberian tanda / nama tersebut dimulai dengan Titik Pembagi yang mendapat catuan langsung dari

(23)

13

kabel sekunder dengan nomor paling kecil ( S1 ) dan mempunyai jarak terjauh dari Rumah Kabel yang bersangkutan.

Bila pemberian tanda untuk Titik Pembagi yang dicatu dengan kabel sekunder S1 telah selesai ( habis ) diteruskan dengan kabel sekunder S2 dan seterusnya.

c. TitikPembagi ( TP ) dari catuan remote terminal yang dipasang pada daerah Pelayanan RK

Pemberian nama Titik Pembagi mengikuti nama Remote Terminal RK, yaitu sebagai berikut :

Pemberian nama untuk Titik Pembagi yang dicatu dari Remote Terminal RT-A1 adalah R-A1/01, R-A1/02 dan seterusnya.

Pemberian nama untuk Titik Pembagi yang dicatu dari Remote Terminal RT-B1 adalah R-B1/01, R-B1/02 dan seterusnya.

Urutan pemberian nama / tanda tersebut sama dengan pemberiann nama / tanda pada titik Pembagi biasa yaitu dimulai dengan Titik Pembagi yang mendapat catuan dari kabel Sekunder dengan nomor paling kecil S1 dan mempunyai jarak terjauh dari Rumah Kabel yang bersangkutan.

d. Titik Pembagi ( TP ) dari catuan Remote Terminal yang dipasang pada daerah pelayanan catu langsung ( DCL )

Pemberian nama Titik Pembagi mengikuti nama

(24)

14

Remote Terminal DCL, yaitu sebagai berikut :

Titik Pembagi yang dipasang pada daerah pelayanan Remote Terminal Daerah Catu langsung R-DCL/A1 diberi nama R- DCL/A1/01, R-dDCL/A1/02 dan seterusnya

Titik Pembagi yang dipasang pada daerah pelayanan Remote Terminal Daerah Catu

langsung R-DCL/B1 diberi nama R-DCL/B1/01, R-dDCL/B1/02 dan

seterusnya

Urutan pemberian nama / tanda tersebut sama dengan pemberiann nama / tanda pada titik Pembagi biasa yaitu dimulai dengan Titik Pembagi yang mendapat catuan dari kabel Primer dengan nomor paling kecil (P1) dan mempunyai jarak terjauh dari RPU yang bersangkutan.

2.1.3.7 Pekerjaan Sipil

Yang dimaksud pekerjaan sipil dalam hal pemberian tanda ( identifikasi ) pada Gambar Rancangan Jaringan Kabel Telepon Lokal adalah meliputi Route duct, Manhole dan Handhole.

2.1.3.8 Rute Duct

a. Route Duct Utama ( Main Duct Route )

Setiap rute duct yang keluar dari Sentral diberi tanda dengan huruf awal singkatan STO yang bersangkutan dan ditulis dengan huruf besar, dengan menambahkan dibelakangnya dua angka sebagai

(25)

15

nomor urut yang dimulai dengan angka 01 misalnya CBI01/... ( artinya CBI singkatan dari nama STO.

Cibinong, 01 adalah rute duct No. 1 sedangkan garis miring dibelakang 01 adalah sebagai pemisah untuk penomoran Manhole yang ada pada rute duct utama tersebut )

b. Rute duct samping ( Side duct route )

Apabila rute duct utama tersebut mempunyai rute duct samping, maka rute duct samping yang pertama tersebut diberi tanda huruf walal yang sama dengan rute duct utama dengan menambahkan dibelakangnya dua angka dengan nomor urut berikutnya ( 02 ), misalnya CBI 02/ ... demikian seterusnya sampai semua rute duct samping dari rute duct utama tersebut selesai.

2.1.3.9 Manhole ( MH )

Setiap MH pada setiap rute duct utama dan rute duct samping diberi tanda 2 angka ebagai nomor urut yang dimulai dengan angka 01, ditulis dibelakang tanda rute duct utama atau rute duct samping dengan garis miring diantaranya sebagai garis pemisah, sebagai contoh misalnya CBI01/01, CBI01/02, CBI01/03 dan seterusnya, selain pemberian nama pada manhole, tipe manhole juga dicantumkan misalnya H1S5( Tipe MH )

2.1.3.10Handhole

Setiap handhole diberi tanda huruf awal H dan dibelakangnya nama Rumah Kabel ( RK ) yang membawahinya, apabila jumlah handhole lebih dari satu

(26)

16

buah maka dibelakang nama Rumah Kabel yang bersangkutan diberi nomor urut mulai dengan angka 01, sebagai contoh misalnya HRA 01, HRA 02 dan seterusnya.

2.1.4 Struktur Umum Jaringan Kabel Lokal

Jaringan kabel telepon lokal terdiri dari , Kabel Primer, Kabel sekunder, dan Kabel Distribusi.

Konfigurasi Jaringan kabel telepon lokal dapat di lihat pada gambar berikut:

DCL RB RA

RPU

S1 S2 S3

S2 S3 P1 S1

P2 P3

RA-01 RA-02

RA-03

RA-04 RA-05

RA-06

RA-07 RA-08

RA-09

RA-04

RB-01

DCL RB RA

RPU

S1 S2 S3

S2 S3 P1 S1

P2 P3

RA-01 RA-02

RA-03

RA-04 RA-05

RA-06

RA-07 RA-08

RA-09

RA-04

RB-01 RB-02

RB-03

RB-04

RB -07 RB-05

RB-06

RB-08 RB-09

Kbl. Primer Kbl. Sekunder Sal. Distribusi

Gambar 2.1. Struktur Jaringan Kabel Lokal Akses Tembaga

2.1.5 Persyaratan Teknis Jaringan Kabel Tembaga

Dalam Jaringan kabel telepon lokal akses tembaga terdapat parameter elektris yang menjadi persyaratan bagi suatu system, beberapa nilai elektris yang menentukan kelayakan dari suatu system antara lain : Tahanan Isolasi, Tahanan Loop dan Redaman saluran terhadap frekuensi kerja system

(27)

17 2.1.5.1 Tahanan Isolasi

Tahanan Isolasi dapat digunakan untuk mengukur besarnya kebocoran listrik yang terjadi antara urat kabel yang diukur dengan urat kabel lainnya, maupun antara urat kabel yang diukur dengan tanah.

2.1.5.2 Tahanan Loop

Harga Tahan Loop ( Resistance ) suatu penghantar dapat dihitung secara teoritis dengan rumus sbb:

R = Α ρl

...( 1.1 )

R = Besar Tahanan dalam ohm

ρ = baca rho; adalah tahan jenis untuk tembaga diambil 0.0175

ℓ = Panjang saluran dalam meter

A = adalah luas penampang kawat dalam mm2 2.1.5.3 Redaman

Redaman ini merupakan kerugian daya yang terjadi dalam saluran, Difinisi redaman ialah nilai logaritma dari daya sumber dibagi dengan daya.

2.1.5.4 Kapasitansi

Kapasitansi merupakan parameter elektris yang digunakan untuk mengetahui kondisi saluran baik atau tidak.

2.1.5.5 Bit Error Rate ( BIT )

BER digunakan untuk mengetahui berapa banyak terjadi kesalahan bit pada waktu pengiriman data melalui media

(28)

18

transmisi dalam hal ini jaringan kabel tembaga.

2.1.6 Penghitungan Parameter Elektris Dengan menggunakan rumus

R = Α ρl

Misalnya untuk diameter urat kabel 0,6 mm dengan harga – harga ρ= 0.0175 untuk tahanan jenis tembaga dan panjang kabel 1 Km, maka didapat Rloop = 130 Ω/Km, untuk mengetahui harga Tahanan Loop/ Jerat hasil ukur dalam satuan ohm / Km perlu dilakukan konversi hasil ukur tersebut dengan menggunakan persamaan :

Rloop = xHasilukur L

1000 ...( 1.2 )

L = Panjang saluran yang diukur.

Perhitungan Redaman 1) Redaman Saluran

Image Attenuation = Line Loss x K

...( 1.3 ) Dimana Line Loss adalah redaman yang terjadi akibat karakteristik dari besaran - besaran saluran.

K = adalah foktor pengali, yang terjadi karena jenis bahan

D = Diameter urat kabel dalam mm Dan Line Loss dirumuskan : K = 0.675 x D

‘-0,25

-0,25

K = 0.675 x D

‘-0,25

-0,25

(29)

19

Line Loss = 0,686 π.f.Ro.Co ... ( 1.4 ) f = adalah frekuensi referensi ( 800 Hz )

Ro = Tahanan Loop ( 130 ohm /Km untuk diameter 0,6 mm )

Co = Kapasitansi bersama ( 50 nF )

Perhitungan K = 0.686 x 0,6 -0,25 = 1.13

Line Loss = 0.686 3,13.f.130.Co = 1.110 dB/Km.

Dengan cara yang sama untuk kabel dengan Ø 0,4 mm dan Ø 0,8 mm maka didapat seperti pada tabel tabel 2.1

Tabel 2.1 Tahanan Loop dan Redaman Saluran

Diameter urat

R.Loop Red. Saluran K Red. Saluran Pelanggan

Mm Ώ / Km dB/ Km DB / Km

0.4 300 1.69 1.27 2.15

0.6 130 1.11 1.13 1.25

0.8 73 0.87 1.11 0.97

2) Harga SCRE Mikrophone ( SCRE )

Redaman mikrophone ditentukan sebesar 4,4 dB ( sebelum disambung dengan saluran )

Redaman mikrophone bervariasi sesuai dengan diameter urat kabel saluran pelanggan sehingga besarnya SCRE( m ) adalah sebagai berikut :

Ø 0,4 mm  SCREm (300) = 1000

300 x4,4dB = 1,32

dB/Km ...(1.5 ) Perhitungan K = 0.675 x 0,6-0,25

Perhitungan K = 0.675 x 0,6-0,25

(30)

20

Ø 0,4 mm  SCREm (130) = 1000

130 x 4,4 dB = 0,57

dB/Km

Ø 0,4 mm  SCREmx (73) = 1000

73 x 4,4 dB = 0,32

dB/Km

Sehingga redaman jaringan kabel telepon lokal tiap – tiap diameter urat dapat di tunjukan pada tabel dibawah ini

Tabel 2.2 Redaman Jaringan kabel local

Diameter urat

R.Loop Red. Saluran Pelanggan

SCREm Red. Jarkab Lokal

Mm Ώ / Km dB/ Km dB/ Km DB / Km

0.4 300 2.15 1.32 3.47

0.6 130 1.25 0.57 1.82

0.8 73 0.97 0.32 1.29

3) Panjang Maksimum Jaringan Lokal Akses Tembaga

Panjang Maksimum jaringan kabel ditentukan oleh Sending Corected Referece Equivalent (SCRE )sal catu dimana rekomendasi ITU / CCITT adalah sebesar 11,3 dB kemudian dikurangi dengan adanya koreksi (SCRE) Catu debesar 0,87 dB sehingga menjadi 10, 43 dB  dibulatkan menjadi 10,5 dB.

Panjang Jaringan kabel lokal dapat dilihat pada tabel dibawah ini

(31)

21

Tabel 2.3 Jarak Maksimal Jaringan Kabel Lokal

Diameter urat

Jenis kabel Red.

Maximal

Red. Jarkab Lokal

Panjang Max Jarlok

Mm dB/ Km dB/ Km Km

0.4 Primer+Sekunder 10.5 3.47 3.03

0.6 Primer+Sekunder 10.5 1.82 5.76

0.8 Primer+Sekunder 10.5 1.29 8.17

2.1. Jaringan Lokal Akses Fiber ( OAN ) 2.2.1 Umum

Secara umum sistem JARLOKAF harus memiliki sedikitnya 2 ( dua ) buah perangakat Opto-elektrik, dimana 1 perangkat dipasang disisi sentral dan 1 pasang lagi dipasang disisi pelanggan, lokasi perangkat Opto- elektrik disisi pelanggan disebut juga TKO ( titik konversi optik ) dengan demikian TKO adalah batas akhir kabel optik ke arah pelangggan yang berfungsi sebagai lokasi konversi sinyal Optik ke sinyal elektik.

Daerah dimana para pelanggan terhubung dengan suatu TKO disebut Daerah Akses Fiber ( DAF ), untuk lebih jelasnya dapat kita membandingkan dengan jaringan lokal akses tembaga yang sudah dijelaskan sebelumnya, dimana pada jaringan lokal akses tembaga dikenal ada 3 ( tiga ) daerah cakupan yaitu : Daerah cakupan sentral, daerah cakupan Rumah Kabel ( RK ) dan daerah cakupan Titik Pembagi ( TP ), gambar 2.2. adalah membandingkan Daerah Akses Fiber dengan daerah cakupan pada jaringan akses tembaga.

(32)

22

Sentral Lokal

RPU RK

TP TB

Kabel Primer Kabel Sekunder Kabel Dropwire Kabel Rumah / IKR

OLT/

CT ODN ONU/

RT CDN

C B

DDF DDF

V5.X

Daerah Akses Fiber

ODN = Optikal Distribution Network CDN = Copper Distribution Network

Gambar 2.2.Gambaran umum Perbandingan Jarlokaf dan Jarlokat.

2.2.2 Standar Teknologi Jarlokaf

Standar Jarlokaf dapat diklasifikasikan menjadi 2 ( dua ) kelompok yaitu : standar sistem Jarlokaf dan standar pendukung Jarlokaf.

2.2.2.1 Standar Sistem Jarlokaf.

Standar sistem Jarlokaf ini adalah suatu aplikasi sistem teknologi yang dipakai pada Jarlokaf yang meliputi : a. Digital Loop Carrier ( DLC )

b. Passive Optical Network ( PON ) c. Synchronous Digital Hierarchy ( SDH ) 2.2.2.2 Standar Pendukung Jarlokaf.

Standar pendukung Jarlokaf adalah suatu aplikasi instalasi yang biasa dipakai dalam Jarlokaf yang meliputi :

(33)

23

a) Single Mode Jelly Filled Loose Tube Optical Fiber Cable for Duct, Aerial, Direct Buried Application.

b) Single Mode Tight Buffered Optical Fiber Cable for Indoor Application.

2.2.3 Digital Loop Carrier ( DLC ).

Digital Loop Carrier adalah merupakan hasil penerapan teknologi PCM-30 pada sistem jaringan pelanggan, teknologi ini mempunyai 2 ( dua ) perangkat utama yaitu disisi Sentral yaitu Central Terminal ( CT ) dan disisi Pelanggan yaitu Remote Terminal ( RT ), dari perangkat – perangkat tersebut secara fungsinya dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu :

a. Channel Bank yaitu perangkat yang berfungsi melaksanakan pengkodean sinyal suara ( analog ) menjadi sinyal digital 64 kbps serta me-multiplex menjadi 2 Mbps dan sebaliknya.

b. HOM ( High Orde Mux ) yaitu hasil me-multiplex beberapa Multiplax tingkat tinggi dengan sebuah OLTE yang bersesuaian.

Pada umumnya teknologi ini menggunakan dua buah core optik, dan secara keseluruhan sistem DLC ini memiliki ukuran kapasitas yang berbeda- beda, kapasitas sistem DLC ditunjukan pada Tabel 2.4

Tabel 2.4. Kapasitas sistem DLC

Type Kapasitas ( kanal ) Bit rate ( typical )

I 120 8 Mbps

II 240 34 Mbps

III 480 34 Mbps

IV 960 140 Mbps

V 1920 140 Mbps

(34)

24 Konfigurasi DLC

DLC memiliki hubungan kabel serat Optik dari sisi sentral ke sisi pelanggan sebagai hubungan titik ke titik ( point to point ) seperti ditunjukan pada gambar 2.1, namun DLC juga dapat di desain dengan konfigurasi ring, baik single node ring maupun multi node ring, konfigurasi DLC seperti digambarkan pada gambar 2.3.

A/D P M

P M

M U X

O L T E

M U X O L T E

P M D/A

P M

S D H

Access Link

2 Mbit/s DDF 2 Mbit/s DDF

( Option ) ( Option )

FDF FDF

Ru Ru

VF

64K

2 M

Channel HOM HOM Channel

Rw Rw

Optical Network

Remote DLC Exchange DLC

Network Side

Subscriber Side

VF

64K

2 M

Gambar 2.3. Konfigurasi DLC

2.2.4 Pasive Optical Network ( PON )

Desain simtem PON mengunalkan secara bersama sebagian jaringan kabel serat optik kemudian dengan pembagi sinyal optik jaringan tersebut dihubungkan ke beberapa pelanggan.

Sistem PON memiliki 2 ( dua ) buah perangkat Optoelektronik yaitu Optical Line Termination ( OLT ) yang dipasang disisi sentral dan perangkat Optical Network Unit ( ONU ) yang dipasang didekat lokasi pelanggan. Hubungan antara OLT dengan ONU menggunakan teknik transmisi TDM/ TDMA.

Hubungan kabel optik pada PON adalah titik ke banyak titik

(35)

25

( Point to multipoint ) hal ini yang berarti satu perangkat OLT dapat melayani beberapa pelanggan pada lokasi yang berbeda melalui beberapa perangkat ONU.

Sistem Jarlokaf dapat menggunakan 2 serat optik maupun 1 serat optik dengan sistem transmisi simplex, dan sistem PON juga dapat dikombinasikan dengan SDH untuk kehandalan danflexibilitas sistem. ( terutama pada kawasan bisnis ).

Sistem PON didesain mempunyai interface 2 Mbits/s kearah sentral yaitu interface V.5.X. Apabila sentral tidak memiliki interface V5.X. Maka perlu perangkat tambahan sebagai Demultiplexer, untuk permasalahan ini maka solusi alternatifnya menggunakan perangkat Canalbank ( CB ).

Sistem PON ini dapat juga dipakai menyalurkan jasa TV Cable dan Broadband Service secara Co-Located dimana memanfaatkan kabel optik yang sama namun perangkat OLT dan ONU yang berbeda sehingga akan lebih ekonomis.

Sistem PON mengenal 3 ( tiga ) batasan kapasitas yaitu kapasitas ONU, Optical Distribution Network ( ODN ) dan OLT, kapaistas ONU dan OLT itu menunjukan jumlah canal yang dapat ditangani oleh perangkat yang bersangkutan, sedangkan kapasitas ODN /PON menunjukan jumlah kanal yang dapatdisalurkan pada suatu cabang serat optikdengan sistem transmisi tertentu. Adapun kapasitas ONU seara umum adalah 4, 16, 32, 64 dan 128 kanal, kapasitas ODN bervariasi disekitar 200 kanal dan versi selanjutnya sekitar 480 kanal dan jumlah ODN yang mungkin digunakan minimal sebanyak 4 buah, sedangkan kapsitas OLT paling sedikit 800 kanal.

(36)

26

TU

SU SU

PS

AF

AF ODN

Access Link

Rm

Ry Rx

Ru

OAMT

Network Side

OLT

ONU

Rz

Rw

Rw

Gambar 2.4 Konfigurasi Optical Access Network

2.2.5 Synchronous Digital Hierarchy ( SDH )

Aadalah suatu sistem transmisi digital yang menggunakan sistem multiplex sinkron, sistem SDH ini juga dipersiapkan untuk menghadapi perubahan dari jaringan Narowband ke sistem jaringan Broadband untuk masa mendatang sehingga dapat mmendukung teknologi Asynchronous Transfer Mode ( ATM ).

Disamping meningkatkan kehandalan, kualitas dan kapasitas jaringan, sistem SDH ini juga untuk memprbaiki sistem manajemen jaringan.

Dalam sistem SDH terdapat perangkat Terminal Multiplexer, Add/Drop Multiplexer dan Cross-connect, dan sistem SDH mempunyai 3 level yaitu level STM-1, STM-4 dan STM-16 untuk masing – masing level mempunyai kecepatan transmisi yang berbeda dinama STM-1 sebesar 155Mbit/s, STM-4 sebesar 622

(37)

27

Mbit/s dan STM-16 sebesar 2.5 Gbit/s dan untuk menetahui fungsi dasar ke tiga perangkat tersebut dapat di lihat pada Gambar. 2.4

STMn STMn STMn Terminal Multiplexer

Add/Drop

Hub Mux

STM 1, STM 4, STM 16

STM 1 STM 4

STM 16

STM 1 STM 4 STM 16

STM 1 STM 4 STM 16

STM 1, STM 4, STM 16

Gambar 2.5. Konfigurasi dasar Multiplexer STM N Penggunaan teknologi SDH di jaringan lokal dimaksudkan selain untuk meningkatkan kehandalan jaringan juga untuk mengurangi kebutuhan pemakaian kabel serat optik.

SDH di implementasikan pada daerah – daerah pelanggan dengan demand yang tinggi ( area bisnis ) dan untuk memberikan layanan dengan laju bit tinggi

(38)

28

A D M

A D M

ADM ADM

CB

LE

OLT ONU

FM CB

Gambar.2.6 Konfigurasi dengan Ring SDH

2.2.6 Modus Aplikasi

Perbedaan letak TKO menimbulkan modus Aplikasi Jarlokaf yang berbeda – beda, bisa berupa Fiber To The Building ( FTTB ), Fiber To The Zone ( FTTZ ), Fiber To The Curb ( FTTC ) atau Fiber To The Home ( FTTH ).

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan modus aplikasi ini adalah :

Densitas pelanggan untuk saat ini dan masa mendatang.

Jenis layanan yang diperlukan untk saat ini dan kemungkinan perkembangannya di masa mendatang

Teknologi yang bakal dipilih untuk layanan Broadband dimasa depan apakah menggunakan ADSL, VDSL atau HFC.

Hal ini akan berpengaruh pada boundary area TKO.

a) Fiber To The Building

(39)

29

TKO terletak didalam gedung dan biasanya terletak pada ruang telekomunikasi di basement atau tersebar dibeberapa lantai, terminal pelanggan dihubungkan denganTKO melalui kabel tembaga Inddor atau IKG, FTTB dapat dianalogikan denganDaerah Catu Langsung pada jaringan kabel tembaga.

b) Fiber To The Zone

TKO terletak disuatu tempat diluar bangunan, biasanya berupa kabinet yang ditempatkan di pinggir jalan sebagai mana biasanya RK, terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga hingga beberapa kilometer, FTTZ dapat dianolgikan sebagai pengganti RK.

c) Fiber To The Curb

TKO terletak disuatu tempat diluar bangunan, baik didalam kabinet, diatas tiang maupun di Manhole, terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga hingga beberapa ratus meter saja, FTTC dapat dianalogikan sebagai pengganti Titik Pembagi.

d) Fiber To The Home

TKO terletak didalam rumah pelanggan, terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga Indoor atau IKR hingga beberapa puluh meter saja, FTTH dapat dianalogikan sebagai pengganti Terminal Blok ( TB ).

Dari ke empat modus aplikasi tersebut diatas dapat kita analogikan pada jaringan lokal akses tembaga pada gambar 2.6 dibawah ini

(40)

30

RK TP TB PLGN

Primer Sekunder Sal.Dist IKR/ IKG

FTTZ

FTTC

FTTB

FTTH

Gambar. 2.7. Analogi aplikasi Jarlokaf pada jarlokat

(41)

31

BAB III

RANCANGAN INSTALASI JARINGAN KABEL PRIMER

3.1. Pola Pikir

Dalam meyusun rencana kegiatan ini yang akan dijadikan Tugas Akhir tentunya harus didasari dengan data-data serta evaluasi dari sumber daya yang ada, agar rencana kegiatan dapat berjalan baik secara effektif dan efisien dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Pola Pikir Optimalisasi Jaringan Akses

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa dengan perkembangan teknologi dan layanan dikaitkan dengan sumber daya yang ada maka perlu adanya strategi pengelolaan jaringan akses sehingga dapat memenuhi harapan pelanggan dengan cara seefektif dan seefisien mungkin. Strategi yang diterapkan yaitu dengan mengoptimalkan jaringan akses yang ada dengan cara Modernisasi, Reboundary ( Reengineering).

Disamping itu diselaraskan dengan kebijakan yang berlaku diperusahaan.

Dalam melaksanakan kegiatan reengineering mengacu pada kebijakan yang ada yaitu standar parameter elektris jaringan akses tembaga untuk

Referensi

Dokumen terkait

Mortalitas ikan pada kelompok perlakuan suhu ruangan lebih tinggi dibanding pada perlakuan suhu konstan 26 o C-27 o C dan 29 o C- 30 o C, kemungkinan disebabkan oleh fluktuasi suhu

Pelayanan karyawan Restoran Saung Kuring kepada pelanggan dalam hal pemilihan menu yang akan dipilih telah baik.. Saya merasa biaya yang Saya keluarkan untuk makan di

Laporan tugas akhir ini diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar sarjana Strata Satu (S1) pada jurusan Desain Produk, Falkutas Teknik

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan Rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Laporan tugas akhir ini diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar sarjana Strata Satu (S1) pada jurusan Desain Produk, Fakultas Teknik

49 Berdasarkan hasil wawancara, kelima subjek memiliki gejala depresi seperti merasa murung walaupun dihibur oleh keluarga dan teman, merasa kesepian, merasa sedih sulit

Uji chi-kuadrat digunakan dengan maksud untuk menguji hipotesis penelitian yakni terdapat perbedaan jumlah antara mahasiswa dominan otak kanan dan mahasiswa dominan

tumbuhan atau botani sistematika adalah suatu ilmu yang mempelajari keanekaragaman tumbuhan dan terkadang disebut sebagai taksonomi tumbuhan. Di sini cukup jelas