• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Basa-Basa Tukar Pada Tanah. Kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Persentase penjenuhan basa adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Basa-Basa Tukar Pada Tanah. Kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Persentase penjenuhan basa adalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Basa-Basa Tukar Pada Tanah

Basa-basa yang dapat dipertukarkan meliputi Kalium (K), Natrium (Na), Kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Persentase penjenuhan basa adalah persentase kapasitas tukar kation yang dijenuhkan dengan kation-kation ini.

Persentase penjenuhan basa:

=

kapasitas tukar kation

milliekuivalen basa-basa yang dapat dipertukarkan

(Foth, 1994).

Tingkat kejenuhan basa di dalam tanah berbeda-beda dengan dua alasan utama. Alasan pertama yaitu pebedaan muatan efektif, dan kemampuan kation dalam bentuk dapat dipertukarkan, dengan perbedaan pH. Alasan lain yaitu basa- basa yang dapat dipertukarkan oleh ion H+ dan Al3+ dengan peningkatan pH, tetapi ini nampak seperti sekedar faktor pada tanah mineral dengan menurunnya pH di bawah 5,5. Faktor ini yang paling penting pada tingkat kejenuhan basa yang tergantung pada muatan relatif yang disumbangkan oleh pH terhadap kapasitas tukar kation pada pH tanah yang diperhitungkan (Hausenbuiller, 1982).

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat

(2)

tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kation- kation basa merupakan unsur yang diperlukan tanaman. Di samping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 2003).

Kalium (K)

Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah mengadakan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya khlor dan magnesium.

Unsur kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman;

(c). mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d). meningkatkan kualitas biji. Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula terfiksasi dalam tanah. Sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).

Hakim dkk (1986) mengatakan bahwa pada saat sekarang ini permasalahan kalium tanah belum mendapat perhatian yang serius. Namun, terjadinya kekurangan unsur ini dapat terjadi sewaktu-waktu. Dengan meningkatnya pemakaian pupuk N dan P maka kepeerluan K akan meningkat pula. Akibatnya serapan kalium tanah akan meningkat. Bersamaan dengan itu juga, terjadi kehilangan akibat pencucian, sehingga penambahan kalium kedalam tanah akan terasa ketersediaanya.

(3)

Banyak tanah mempunyai kelimpa han kalium yang dapat digunakan dan tanaman tidak tanggap terhadap pupuk kalium meskipun tanaman biasanya menggunakan lebih banyak kalium dari tanah dibandingkan dengan hara lain kecuali nitrogen. Pada dasarnya, kalium dalam tanah berada dalam mineral yang melapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk diambil oleh tanaman. Kalium yang tersedia menumpuk dalam tanah dengan rejim ustik atau berkelembaban lebih kering tanpa adanya pencucian. Pada umumnya tanah-tanah seperti itu netral atau basa, tidak membutuhkan kapur dan memerlukan pupuk kalium bahkan untuk hasil panen yang tinggi. Pencucian di kawasan basah menghilangkan kalium tersedia dan menciptakan keperluan akan pupuk kalium bila dikehendaki hasil-hasil panen yang sedang atau tinggi. Tanah organik terkenal miskin kalium karena tanah tersebut mengandung sedikit mineral yang mengandung kalium (Foth, 1994).

Dalam Hakim dkk (1986) juga dikatakan bahwa kalium yang tersedia hanya meliputi 1-2 % dari seluruh kalium yang terdapat pada kebanyakan tanah mineral. Ia dijumpai dalam tanah sebagai kalium dalam larutan tanah dan kalium yang dapat dipertukarkan dan diadsorbsi oleh permukaan koloid tanah. Sebagian besar dari kalium tersedia ini berupa kalium dapat dipertukarkan (900%). Kalium larutan tanah lebih mudah diserap oleh tanaman dan juga peka terhadap pencucian. Pada keadaan tertentu, misalnya pada pertanaman intensif atau pada tanah muda yang banyak mengandung mineral kalium dengan curah hujan tinggi, kalium tidak dapat dipertukarkan dapat juga diserap oleh tanaman.

Kalsium (Ca)

(4)

Kalsium berasal dari pelapukan dari sejumlah mineral dan batuan yang sangat dominan, meliputi feldspar, apatit, limestone, dan gypsum. Mineral- mineral tersebut sangat banyak jumlahnya, sehingga kebanyakan tanah mengandung kalsium yang cukup untuk kebutuhan kalsium tanaman. Tanah terbentuk dari bahan induk yang berkadar kapur tinggi yang mungkin memiliki tingkat kandungan kapur yang lebih tinggi dari kapur bebas (Plaster, 1992).

Kalsium berfungsi bagi tanaman untuk (a). pengatur kemasaman tanah dan tubuh tanaman, (b). penting bagi pertumbuhan akar tanaman, (c). penting bagi pertumbuhan daun, dan (d). dapat menetralisasi akumulasi racun dalam tubuh tanaman. Menurut Mehlich dan Drake dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002), Ca seperti halnya dengan unsur K berperan mengatur proses fisika-kimia. Ion Ca menyebabkan dehidratasi, mempengaruhi rumah tangga air tanaman yang sifatnya antagonik dengan ion K. Ion Ca berperanan penting pula bagi pertumbuhan tanaman ke arah atas dan pembentukan kuncup.

Kalsium merupakan kation yang sering dihubungkan dengan kemasaman tanah, disebabkan ia dapat mengurangi efek kemasaman. Disamping itu ia juga memberikan efek yang menguntungkan terhadap sifat dari tanah. Pada tanah daerah basah, kalsium bersama-sama dengan ion hidrogen merupakan kation yang dominan pada kompleks adsorbsi (Hakim dkk, 1986).

Kalsium diambil tanaman dalam bentuk ion Ca2+, berperan sebagai komponen dinding sel, dalam pembentukan struktur dan permeabilitas membran sel. Kalsium rata-rata menyusun 0,5% tubuh tanaman, banyak terdapat dalam daun dan pada beberapa tanaman mengendap sebagai Ca-oksalat dalam sel-sel.

Kekurangan unsur ini akan menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman

(5)

akibat terganggunya pertumbuhan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar (titik-titik tumbuh), serta jaringan penyimpan. Hal ini sebagai konsekuensi rusaknya jaringan meristematik akibat rusaknya permeabilitas dan struktur membran sel-sel (Hanafiah, 2005).

Magnesium (Mg)

Menurut Mehlich dan Drake dalam Hardjowigeno (2002) dikatakan bahwa magnesium merupakan komponen zat khlorofil, yang mungkin memainkan suatu peranan dalam beberapa reaksi enzim. Sumber-sumber Mg yaitu: dolomit limestone (CaCO3MgCO3), sulfat potas magnesium, epsom salt (MgSO4.7H2O), kieserit, magnesia (MgO) serpentin (Mg3SiO2(OH)4, magnesit (MgCO3), dan lain-lain.

Ketersediaan magnesium dapat terjadi akibat proses pelapukan mineral- mineral yang mengandung magnesium. Selanjutnya, akibat proses tadi maka magnesium akan terdapat bebas di dalam larutan tanah. Keadaan ini dapat menyebabkan (a). magnesium hilang bersama air perkolasi, (b). magnesium diserap oleh tanaman atau organisme hidup lainnya, (c). diadsorbsi oleh partikel liat dan (d). diendapkan menjadi mineral sekunder. Ketersediaan magnesium bagi tanaman akan berkurang pada tanah-tanah yang mempunyai kemasaman tinggi.

Hal ini disebabkan karena adanya dalam jumlah yang sangat besar mineral liat tipe 2:1. Dengan adanya mineral liat ini maka magnesium akan terjerat antara kisi-kisi mineral tersebut, ketika menjadi pengembangan dan pengkerutan dari kisi-kisinya (Hakim dkk, 1986).

(6)

Kekurangan magnesium akan mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang penguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium. Klorosis pada tembakau yang dikenal dengan tenggelam pasir disebabkan oleh kekurangan magnesium. Tanaman kapas yang kekurangan unsur ini menghasilkan daun-daun yang merah agak lembayung dengan tulang-tulang yang hijau. Daun-daun sorgum dan jagung menjadi bergaris- garis, tulang-tulang daunnya tetap hijau tetapi daerah diantara tulang-tulang daun pada sorgum menjadi lembayung dan ujung-ujung menjadi kuning (Foth, 1994).

Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+, terutama berperan sebagai penyusun khlorofil (satu-satunya mineral), tanpa khlorofil fotosintesis tanaman tidak akan berlangsung, dan sebagai aktivator enzim. Secara umum magnesium rata-rata menyusun 0,2% bagian tanaman. Sebagian besar terdapat di daun tetapi seringkali dijumpai dalam proporsi cukup banyak pada bebijian padi, jagung, sorgum, kedelai dan kacang tanah (Hanafiah, 2005).

Natrium

Natrium merupakan unsur penyusun litosfer ke-6 setelah Ca, yaitu 2,75%, yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen-komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl) (Hanafiah, 2005).

(7)

Kadar natrium dalam tanah biasanya dinyatakan sebagai salinity adsorption rate (SAR). Ini merupakan perbedaan jumlah kation (positif) yang disumbangkan oleh natrium pada tanah dengan yang disumbangkan oleh kalsium dan magnesium.

SAR ditentukan dari ekstraksi air dari tanah jenuh. Nilai SAR yang diingankan adalah dibawah 13. Jika SAR berada di atas 13, natrium dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah dan masalah infiltrasi air. Beberapa laboratorium melaporkan tingkat natrium tinggi sebagai ESP (persentase natrium tukar). ESP lebih dari 15 persen dianggap sebagai nilai ambang untuk tanah diklasifikasikan sebagai tanah sodik. Ini berarti bahwa natrium menempati lebih dari 15 persen dari kapasitas tukar kation tanah (CEC). Perlu diketahui bahwa tanaman yang peka dapat menunjukkan kerusakan atau pertumbuhan yang lambat bahkan pada kadar natrium yang lebih rendah (Davis dkk, 2007).

Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia dapat hilang selama musim dingin. Perakaran tanaman yang lebih dalam dapat membantu penyerapan natrium ke lapisan tanah di bawah tapak bajak. Tidaklah mungkin untuk membangun cadangan natrium dalam tanah dengan aplikasi berulang-ulang sepanjang tahun. Tingkat natrium dapat tukar yang tinggi dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya struktur tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh naikknya air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang digunakan.

Namun hal ini dapat dibenahi dengan pemberian kapur (gypsum) (Bunn, 2010).

Kapasitas Tukar Kation

(8)

Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah kapasitas tukar kation (KTK) atau cation exchangeable capacity (CEC). KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangeable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Suatu hasil pengukuran KTK adalah milliekuivalen kation dalam 100 gram tanah atau me kation pada 100 g tanah (Madjid, 2007).

Kapasitas tukar kation (KTK) suatu tanah dapat didefenisikan sebagai suatu kemampuan koloidal tanah menjerap dan mempertukarkan kation.

Kemampuan atau daya jerap unsur hara dari suatu koloid tanah dapat ditentukan dengan mudah. Jumlah unsur hara yang terjerap dapat ditukar dengan barium (Ba+) atau ammonium (NH4+), kemudian jumlah Ba dan NH4 yang terjerap ini ditentukan kembali melalui penyulingan, jumlah Ba dan NH4 yang disuling akan sama banyak dengan jumlahnya dengan unsur hara yang ditukar oleh koloid tanah tadi (Hakim dkk, 1986).

Bahan organik tanah mempengaruhi sifat pertukaran kation. Penetapan kapasitas tukar kation dilakukan terhadap tanah pada sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan larutan hidrogen peroksida. Larutan keras ini berfungsi untuk

menyingkirkan semua bahan organik yang terdapat di dalam tanah (Musa dkk, 2006).

Daya tukar kation yang efektif dari paling sedikit 4 meq/100 g diperlukan untuk menahan sebagian besar kation terhadap pencucian. Nilai DTK yang lebih tinggi bahkan lebih baik, terutama jika kation dapat tukarnya yang ada bersifat basa. Karena mineral sangat lapuk atau bertekstur pasiran, banyak tanah tropika umumnya mempunyai nilai DTK efektif yang lebih rendah dari 4. Pada tanah

(9)

yang demikian, meningkatkan DTK merupakan tujuan pengaturan yang penting.

Hal itu dapat dilakukan dua proses: menggampingi tanah asam dengan sistem oksida atau silikat lapis bersalut-oksida, dan memperbanyak kandungan bahan organik (Sanchez, 1992).

Tanah-tanah padang rumput di Kanada bagian Barat mengandung tanah tanah liat dan bahan organik berturut-turut 57 dan 250 milliekuivalen per 100 gram. Kapasitas pertukaran kation di tanah-tanah ini dapat diperkiranakan dengan persamaan berikut:

CEC = persen bahan organic x 2,5 + persen tanah liat x 0,57

Kapasitas pertukaran kation fraksi pasir dan lumpur halus dihilangkan dalam perhitungan kapasitas pertukaran kation itu, karena angkanya terlalu kecil.

Penentuan yang akurat dapat dibuat dengan menjenuhkan semua posisi pertukaran dengan suatu kation, seperti ammonium, lalu menentukan jumlah keseluruhan ammonium yang diserap (Foth, 1994).

Kenyataan menunjukkan bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam bahkan tanah sejenisnya pun berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain adalah:

1. Reaksi tanah atau pH

2. Tekstur tanah atau jumlah liat 3. Jenis mineral liat

4. Bahan organik

5. Pengapuran dan pemupukan (Hakim dkk, 1986).

(10)

Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (Land Application)

Dalam Kepmen LH No 29 tahun 2009 dinyatakan bahwa air limbah yang dihasilkan dari industri kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pemupukan pada tanah perkebunan karena air limbah tersebut pada kondisi tertentu masih mengandung unsur-unsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Pemupukan dengan air limbah ini pada umumnya dilakukan dengan mengalirkan air limbah yang berasal dari kolam penanganan limbah ke parit-parit yang ada di perkebunan. Akan tetapi di sisi lain, pemupukan air limbah pada tanah juga secara potensial menimbulkan pencemaran lingkungan atau bahkan akan menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit di kawasan pemanfaatan air limbah itu sendiri.

Dengan melihat kondisi tersebut di atas dan untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan yang terjadi maka pemanfaatan air limbah pada tanah dapat dilakukan setelah pemerakarsa melakukan pengkajian akan pengaruh tersebut.

Kebanyakan kandungan BOD atau COD dalam limbah minyak kelapa sawit berasal dari minyak yang tercecer. Untuk mendapatkan pengolahan dan pengurangan pencemaran yang efektif, perlu diusahakan perolehan kembali minyak yang efisien. Temperatur minyak di dalam perjernihan di atas 900oC untuk mendapatkan pemisahan minyak yang efektif. Pengolahan limbah cair kilang minyak sawit meliputi pengolahan kimia-fisik untuk menghilangkan padatan dan minyak dan pengolahan biologi untuk mengurangi beban organik yang sangat besar (Santi, 2004).

Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah kosong umumnya dapat dimanfaatkan kembali di lahan perkebunan kelapa sawit

(11)

untuk dijadikan pupuk kompos. Prosesnya terlebih dahulu dicacah sebelum diaplikasikan (dibuang) ke lahan. Sedangkan cangkang buah sawit dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada boiler dan power generation. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan sisa dari proses pembuatan minyak sawit yang berbentuk cair. Limbah ini masih mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang disebut dengan land application (Agustina, 2006).

Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada perkebunan kelapa sawit dengan sistem flatbed sebagaimana yang dijelaskan Sitorus (2007) dalam Permadi (2010) menguraikan sebagai berikut:

1. Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair memiliki keuntungan antara lain mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit.

2. Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya ke parit primer dan sekunder (flatbed).

3. Pembangunan instalasi apliksi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECH/Ha/bulan dapat menghemat biaya pemupukan

(12)

46%/Ha. Disamping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah.

Dalam Erik (2008) diungkapakan bahwa kualifikasi limbah cair yang digunakan mempunyai kandungan BOD 3.500-5.000 mg/L yang berasal dari kolam anaerobik primer. Kandungan hara pada 1 m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg kieserit. Pabrik kelapa sawit dengan kapsitas 30 ton/jam akan menghasilkan sekitar 480 m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat diaplikasi sekitar 100-120 Ha.

Untuk melakukan pengolahan limbah cair diwajibkan melakukan kajian terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada tanah di perkebunan. Hasil kajian ini akan menjadi dasar dalam pemberian ijin pemanfaatan tersebut. Peraturan yang secara spesifik air limbah industri kelapa sawit yang dikeluarkan oleh kementerian lingkungan hidup yang mengatur tentang baku mutu air limbah yang boleh diaplikasi ke lingkungan yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995 (Agustina, 2006).

Selanjutnya, tentang pedoman teknis pengkajian pemanfaatan air limbah dari industri minyak kelapa sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit secara rinci diatur dalam Kepmen LH No 28 Tahun 2003. Pasal 6 berbunyi “pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak kelapa sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit dilakukan minimal selama 1 (satu) tahun”, serta ayat dua pasal ini berbunyi “pengkajian pemanfaatan air limbah industry minyak kelapa sawit hanya dilakukan 1 (satu) kali pada lokasi dan tempat yang sama.

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas ekstrak etanol daun jambu biji dalam sediaan gel handsanitizer dapat diketahui dengan melakukan pengujian daya hambat menggunakan metode sumuran ( well difusion method

No.W2.U1/15.640/Pid.B.01.10/X/2013, diberitahukan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal 25 Oktober 2013 s/d tanggal 31 Oktober 2013, sebelum

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

dengan wisatawan yang berasal dari luar wilayah Kabupaten Pangandaran, sudah. barang tentu akan menyebabkan akulturasi budaya antara budaya atau

Keluaran Jumlah Dokumen Data WNA dan Warga Keturunan 1 Dokumen Hasil Tersedianya Data Keberadaan WNA dan Warga. Keturunan Serta Lembaga Asing di

One can glean from the two examples above that the sample information is made available to the analyst and, with the aid of statistical methods and elements of probability,

Proposal lahir setelah melakukan berbagai macam riset, karena hasil catatan riset harus bisa disampaikan kepada orang lain dan menjadi pondasi yang kuat dari karya

Material bearing terbuat dari baja karbon tinggi (high carbon steel) SUJ 2 dengan kandungan karbon sekitar 0,93% untuk meningkatkan ketanguhan dan keuletan yang dinginkan