• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

11

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan telaah pustaka yang berasal dari penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan. Pada penelitian terdahulu diuraikan secara sistematis mengenai hasil-hasil pnelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Pada bagian ini dijelaskan tentang obyek yang diteliti oleh peneliti terdahulu, model yang digunakan, hasil penelitian, serta hubungan antara penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian terdahulu. Fakta- fakta atau data yang dikemukakan diambil dari sumber aslinya.

Sebelumnya penelitian mengenai brem padat di Kota Madiun pernah dilakukan oleh Mustaniroh, Retno, dan Dinar pada tahun 2006.

Penelitian tersebut berjudul “Analisis Persepsi Konsumen Tentang Atribut Produk Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Brem Padat di Kota Madiun”. Atribut produk yang mempengaruhi keputusan pembelian brem padat tersebut adalah harga, merek, bahan pengemas, kemampuan kemasan melindungi produk, warna brem, masa kadaluarsa, cita rasa, kebersihan brem, jaminan halal, dan lokasi penjualan. Setelah mengetahui persepsi konsumen terhadap kualitas ketiga jenis brem padat, maka langkah selanjutnya adalah memetakan posisi masing-masing brem padat guna mengetahui positioning produk. Berdasarkan hasil analisis Cochran Q Test didapatkan 9 atribut dari persepsi konsumen yang harus ada dalam produk brem padat yaitu merek, bahan pengemas, kemampuan kemasan melindungi produk, warna brem padat, masa kadaluarsa, cita rasa, kebersihan brem padat, jaminan halal, dan lokasi penjualan. Bentuk kemasan, warna kemasan, komposisi brem padat, dan ketersediaan produk di outlet tidak termasuk atribut yang dipertimbangkan. Persepsi tentang atribut yang sangat penting dalam brem padat adalah merek, masa kadaluarsa, dan cita rasa.

(2)

Adom, Israel, dan Gladys pada tahun 2016 melakukan penelitian dengan judul Competitor Analysis in Strategic Management: Is it a Worthwhile Managerial Practice in Contemporary Times mempelajari tindakan dan perilaku pesaing merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut akan dipergunakan sebagai bekal dalam persaingan. Manajer membutuhkan informasi yang kompetitif untuk memahami industri dan pesaingnya. Informasi tersebut dipergunakan untuk mengidentifikasi kelemahan pesaing dan untuk mengevaluasi dampak dari tindakan strategis pesaing. Penelitian Analisis Persaingan dalam Manajemen Strategi: Praktek Manajerial di Masa Kontemporer bertujuan untuk menetapkan relevansi atau analisis pesaing sebagai praktek manajemen strategis dalam persaingan bisnis modern. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa mengidentifikasi pesaing dan bagaimana kinerjanya membantu manajer untuk mengatasi masalah industri yang merugikan kesehatan perusahan mereka dan juga membantu manajer untuk belajar dari pesaing. Hal ini untuk mengungkapkan bahwa perusahaan yang memperhatikan tindakan pesaing telah ditentukan untuk mencapai kinerja bisnis yang lebih baik.

Hana (2013) melakukan penelitian berjudul Competitive Advantage Achievement through Innovation and Knowledge. Di lingkungan yang sangat kompetitif seperti saat ini, tujuan setiap organisasi adalah mengalahkan persaingan dan memenangkan pelanggan baru.

Individu yang merupakan pemegang pengetahuan merupakan alat untuk menghasilkan inovasi. Dari kreativitas pribadi, pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan organisasi, dimungkinkan untuk menghasilkan gagasan inovatif baru yang akan membantu organisasi mencapai keunggulan kompetitif. Penelitian tersebut diperoleh melalui survei kuisioner yang dilakukan di organisasi di Republik Ceko dan dievaluasi dengan menggunakan alat statistik deskriptif juga metode perbandingan, induksi, deduksi, dan penerapan sintesis. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah, organisasi merasa penting untuk berinovasi dan mendukung

(3)

budaya inovatif. Pengetahuan juga sangat penting dalam proses inovasi karena tidak hanya merupakan masukan penting, tapi juga output dari proses transformasi.

Rijal, Hayati, dan Chiaw (2007) melakukan penelitian dengan judul “An Improvement to the Performance Measurement System of The Logistics Operation”. Penelitian ini menjelaskan bahwa Competitive Profile Matrix (CPM) dapat digunakan untuk mengevaluasi posisi perusahaan bersama dengan tiga pesaing utama lainnya. Pada proses analisis Competitive Profile Matrix (CPM), menggunakan sembilan faktor penentu keberhasilan yang diidentifikasi melalui teknik survei opini karyawan. Total 25 karyawan dari berbagai departemen diundang untuk berpartisipasi dalam survei. Masing-masing dari mereka diminta untuk memberi bobot dalam survei. Bobot diberikan kepada masing-masing faktor penentu keberhasilan yang mereka anggap penting untuk bisnis dan untuk menentukan peningkatan kerja bagi perusahaan yang relevan untuk faktor penentu keberhasilan yang dipilih, mulai dari 5 untuk yang terbaik sampai dengan 1 untuk kinerja yang terburuk. Faktor penentu keberhasilan yang digunakan antara lain adalah kompetisi harga dan kualitas produk.

Penelitian tersebut memberikan kontribusi sebagai pandangan mengenai penggunaan alat analisis Competitive Profile Matrix (CPM).

Penelitian Capps dan Michael pada tahun 2012 yang berjudul

“Ekstending The Competitive Profile Matrix Using Internal Factor Evaluation And External Factor Evaluation Matrix Concepts” menyatakan cara menggunakan alat analisis Competitive Profile Matrix (CPM). Faktor penentu dari keberhasilan yang digunakan penelitian tersebut antara lain kualitas produk, iklan, harga, kedudukan keuangan, kesetiaan konsumen, dan market share. Penelitian ini juga mengkombinasikan penggunaan Competitive Profile Matrix (CPM) dengan Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) untuk mengetahui posisi perusahaan tersebut dibanding dengan pesaingnya dari beberapa faktor. Penelitian tersebut berkontribusi sebagai acuan dalam

(4)

menggunakan alat analisis Competitive Profile Matrix (CPM) dan menjadi referensi faktor penentu keberhasilan apa saja yang digunakan.

Avinante (2016) melakukan penelitian dengan judul “Competitive Profile Matrix as a tool for evaluating strategic performance of Higher Education Institutions”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengeksplorasi lingkungan persaingan di antara tiga Perguruan Tinggi di Filipina. Competitive Profile Matrix (CPM) digunakan untuk membandingkan pesaing, baik kekuatan dan kelemahan masing-masing pesaing. Faktor kesuksesan kritis telah diidentifikasi sebagai dasar Competitive Profile Matrix (CPM) dan pengembangan strategi Higher Education Institutions (HEI). Seiring dengan globalisasi dan regionalisme, HEI menghadapi persaingan yang meningkat. Agar tetap kompetitif HEI harus berfokus pada peningkatan kelemahan minor dan major mereka dan memaksimalkan kekuatan mereka. Penelitian ini membandingan tiga Higher Education Institutions (HEI). Untuk mengidentifikasi posisi strategis bersaing, digunakan Competitive Profile Matrix (CPM). Ketiga HEI dibandingan menggunakan critical success factors, antara lain: Tution Fees, Customer Service, Instruction, Teacher Competency, Pysical Plant Facilities. Accreditation, Philosophy and Objectives, Quality Certification, Computerized enrollment/ On line Grading System, Student Based Activities, Research, Community outreach, Alumni Relations, International Linkage, Strong work ethics. Para peneliti mengakui berbagai keterbatasan dalam penelitian ini. Ada kebutuhan untuk memperluas penelitian dalam konteks yang lebih luas, termasuk populasi yang lebih besar dan mengidentifikasi faktor keberhasilan penting lainnya.

Penelitian yang dilakukan Suharyati (2013) berjudul Perumusan Strategi Bersaing Jahe Instan Produk CV. Intrafood Surakarta.

Karakteristik jahe instan CV. Intrafood adalah warna penyajian cokelat, aroma jahe kuat, kekentalan cukup pekat, rasa kuat, rasa manis tidak berlebihan, dari segi manfaat yakni sensasi hangat dan pedas begitu kuat, dari segi after taste tidak menimbulkan efek pahit, merk kurang dikenal,

(5)

penulisan tipografi merek menarik, desain kemasan sudah dikenal, visualisasi gambar jahe kurang, mudah dibuka, kemasan tidak kaku, warna kemasan batik kecoklatan, kinerja produk terkesan lengket dengan kemasan, kelengkapan label kemasan masih kurang. Berdasar hasil penelitian yang berjudul Strategi Bersaing Jahe Instan Produk CV.

Intrafood diketahui bahwa hasil analisis Competitive Profile Matrix (CPM) posisi jahe instan A menempati posisi nomor 2 diantara ketiga pesaingnya dengan total skor sebesar 2,9242. Sementara total skor tertinggi yaitu produk jahe instan pesaing jenis B sebesar 3,5758. Dari hasil tersebut, strategi bersaing yang dapat dirumuskan untuk jahe instan produk CV.

Intrafood adalah sebagai berikut: (1) Mempertahankan manfaat pada produk jahe instan yaitu kehangatan dan tingkat kepedasannya, (2) Benchmark tampilan warna penyajian jahe instan seperti jahe instan C, (3) Benchmark aroma kekentalan, rasa, after tast dengan pesaing utama (jahe instan B), dan (4) Benchmark nama merek, desain kemasan, kualitas kemasan, warna kemasan, kinerja produk dalam kemasan dan kelengkapan label dengan pesaing utama (jahe instan B).

Dari penelitian Mayasari (2008) yang berjudul Analisis Strategi Bersaing Industri Kecil Makanan Tradisional Khas Kota Payakumbuh (Studi Kasus Industri Kecil “Erina”, Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatra Barat). Perumusan strategi bersaing dilakukan dengan pendekatan manajemen strategi. Analisis matriks EFE dan IFE digunakan untuk mengetahui faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi posisi persaingan “Erina”. Analisis matriks Competitive Profile Matrix (CPM) digunakan untuk mengetahui posisi persaingan “Erina” saat ini terhadap pesaing utamanya. Terakhir analisis matriks IE, SWOT. Dan QSPM digunakan untuk mengetahui hasil analisis matriks EFE, IFE. Dan Competitive Profile Matrix (CPM) untuk mendapatkan strategi bersaing yang terbaik bagi “Erina”. Analisis matriks Competitive Profile Matrix (CPM) membandingkan kekuatan “Erina” relatif terhadap lima pesaing utamanya yakti: Delima, Tek Itam, Gonjong Limo, Pusoko Minang, dan

(6)

Utama. Hasilnya menunjukkan bahwa “Erina” memiliki keunggulan dalam harga jika dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya. Secara total “Erina”

berada pada posisi kedua setelah Tek Tam. Dari hasil analisis matriks EFE, IFE, Competitive Profile Matrix (CPM), dan IE didapatkan strategi bersaing total yakni mengembangkan diri menjadi industri kecil makanan tradisional khas Payakumbuh yang mengedepankan variasi produk dengan kemasan menarik dan harga yang terjangkau.

Dari penelitian Sultanah (2016), Strategi Bersaing Agroindustri Lapis Bogor Sangkuriang PT. Agrinesia Raya didapat bahwa: (1) Faktor penentu keberhasilan pada pemasaran produk Lapis Bogor Sangkuriang di PT. Agrinesia Raya adalah harga produk, keragaman produk, daya tahan produk, rasa produk, tekstur produk, warna produk, aroma produk, merek, desain kemasan, dan kelengkapan label; (2) Berdasarkan hasil analisis Competitive Profile Matrix (CPM) Lapis Bogor Sangkuriang memiliki total skor tertinggi dengan perolehan total skor sebesar 3,1974 ; (3) Alternatif strategi bersaing yang dapat dirumuskan untuk Lapis Bogor Sangkuriang PT. Agrinesia Raya adalah (a) Meningkatkan promosi melalui media sosial (instagram, facebook, atau twitter) dengan kampanye periklanan produk Lapis Bogor Sangkuriang; (b) Melakukan positioning produk dengan menciptakan kesan/citra produk berkualitas tinggi; (c) Melakukan benchmark kualitas kemasan terkait tingkat ketebalan dan bahan yang digunakan dan melakukan riset lebih lanjut guna mengoptimalkan daya tahan produk.

(7)

Tabel 4. Penelitian Terdahulu

Penulis/Tahun/Jud

ul Penelitian Persamaan Perbedaan

Penelitian Terdahulu Penelitian Ini Mustaniroh, Retno,

dan Dinar (2006)

“Analisis Persepsi Konsumen Tentang Atribut Produk Yang

Mempengaruhi Keputusan Pembelian Brem Padat di Kota Madiun”

Mengkaji Brem Padat Madiun,

menggunakan merek, bentuk kemasan, warna kemasan, bahan pengemas, kemampuan kemasan melindungi, warna, komposisi, masa kadaluarsa, rasa, kebersihan produk, kelengkapan label, lokasi penjualan, ketersediaan produk di outlet sebagai atribut produk Brem Padat, berjuan melihat posisi dari masing-masing produk Brem Padat

Menggunakan alat analisis Cochran Q Test untuk mengolah data persepsi konsumen.

Menggunakan alat analisis CPM untuk mengetahui posisi bersaing dan strategi bersaing dan

menambahkan atribut harga, tekstur, dan varian rasa.

Adom, Israel, dan Gladys (2016)

“Competitor Analysis in Strategic

Management: Is it a Worthwhile

Managerial Practice in Contemporary Times”

Tema strategi bersaing, mengidentifikasi pesaing dan kinerja.

Kajian strategi bersaing secara umum, tidak memakai studi kasus.

Memakai alat analisis CPM serta memilih

studi kasus

Agroindustri Brem Padat Mirasa Madiun

Hana (2013)

“Competitive Advantage Achievement through Innovation and Knowledge

Tema strategi bersaing, mencapai keunggulan kompetitif dengan alternatif strategi

Menggunakan indikator kreatifitas, pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan organisasi sebagai dasar

persaingan.

Menggunakan critical succes factor untuk mengetahui posisi persaingan.

Rijal, Hayati, dan Chiaw (2007)

“An Improvement to the Performance Measurement System of The Logistics Operation”

Menggunakan alat analisis CPM (Competitive Profile Matrix)

Menggunakan Gap, SWOT, dan pareto analysis, menganalisis System Pengukuran Kinerja Logistik

Menggunakan alat analisis CPM (Competitive Profile Matrix), menganalisis posisi dan strategi bersaing.

(8)

Capps dan Michael (2012) “Extending The Competitive Profile Matrix Using Internal Factor Evaluation And External Factor Evaluation Matrix Concepts”

Alat analisis yang digunakan yaitu CPM (Competitive Profile Matrix), dan menggunakan faktor penentu keberhasilan harga.

Mengkombinasikan CPM (Competitive Profile Matrix) dengan matriks Eksternal dan Internal, menggunakan kualitas produk, iklan, kedudukan keuangan, kesetiaan konsumen dan market share sebagai faktor penentu keberhasilan

Menggunakan alat analisis CPM (Competitive Profile Matrix) saja dan menggunakan merek, bentuk kemasan, warna kemasan, bahan pengemas,

kemampuan kemasan melindungi, warna, komposisi, masa kadaluarsa, rasa, kebersihan produk, kelengkapan label, lokasi penjualan, ketersediaan produk di outlet sebagai faktor penentu keberhasilan.

Avinante (2016)

“Competitive Profile Matrix as a tool for evaluating strategic

performance of Higher Education Institutions”

Tema strategi bersaing, alat analisis CPM, menggunakan critical succes factors.

Membandingkan dengan 2 pesaing lain dan menggunakan 15 faktor penentu keberhasilan yang berhubungan dengan pendidikan.

Membandingan dengan 3 pesaing lain dan menggunakan harga, merek, tekstur, bentuk kemasan, warna kemasan, bahan pengemas,

kemampuan kemasan melindungi, warna, komposisi, masa kadaluarsa, rasa, kebersihan produk, kelengkapan label, lokasi penjualan, ketersediaan produk di outlet sebagai critical success factor yang berhubungan dengan produk agroindustri brem padat.

Suharyati (2013)

“Perumusan Strategi Bersaing Jahe Instan Produk CV.

Intrafood Surakarta”

Menggunakan alat analisis CPM, Bertujuan mengetahui karakteristik, posisi bersaing, dan alternatif strategi.

Menggunakan alat analisis Perceptual Mapping dan produk yang diteliti adalah jahe instan.

Hanya menggunakan alat analisis CPM untuk menentukan strategi bersaing dan produk yang diteliti adalah Brem Padat.

(9)

Mayasari (2008)

“Analisis Strategi Bersaing Industri Kecil Makanan Tradisional Khas Kota Payakumbuh (Studi Kasus Industri Kecil

“Erina”, Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatra Barat)”

Mengetahui posisi bersaing,

Menggunakan alat analisis CPM

Menggunakan matriks IFE, EFE, EI, SWOT, dan QSPM.

Menggunakan 5 pesaing sebagai pembanding.

Hanya menggunakan alat analisis CPM dalam penentuan posisi bersaing serta merumuskan strategi bersaing.

Menggunakan 3 pesaing sebagai pembanding.

Sultanah (2016)

“Strategi Bersaing Agroindustri Lapis Bogor Sangkuriang PT. Agrinesia Raya”

Tema startegi bersaing, bertujuan untuk mengetahui karakteristik, posisi bersaing, dan alternatif strategi dengan metode CPM.

Menggunakan harga produk, variasi produk, dan tekstur, daya tahan produk, rasa produk, warna produk, merek, desain kemasan, dan kelengkapan label sebagai critical success factor.

Mengkaji tentang Lapis Bogor Sangkuriang PT.

Agrinesia Raya, menggunakan, aroma produk sebagai critical success factor.

Mengkaji tentang Brem Padat Mirasa Madiun. Menggunakan bentuk kemasan, bahan pengemas,

kemampuan kemasan melindungi produk, komposisi brem padat, masa kadaluarsa, kebersihan produk, lokasi penjualan, ketersediaan di outlet penjualan.

Sumber: Mustaniroh, Retno, dan Dinar (2006), Adom, Israel, dan Gladys (2016), Hana (2013), Rijjal, Hayati, dan Chiaw (2007), Capps dan Michael (2012), Avinante (2016), Suharyati (2013), Mayasari (2008), Sultanah (2016)

Dari delapan penelitian terdahulu pada tabel 4 dapat ditarik kesimpulan bahwa perumusan strategi dapat dilakukan melalui identifikasi lingkungan perusahaan dan melalui perspektif konsumen. Delapan penelitian terdahulu memberi pandangan dan sebagai referensi mengenai penggunaan alat analisis Competitive Profile Matrix (CPM), penentuan faktor penentu keberhasilan, metode dalam penentuan responden, perumusan strategi, serta atribut produk Brem Padat Mirasa Madiun. Alat analisis Competitive Profile Matrix (CPM) ini digunakan untuk mengetahui posisi agroindustri dibandingkan dengan pesaingnya. Sebelum melakukan analisis dengan Competitive Profile Matrix (CPM) dilakukan identifikasi faktor penentu keberhasilan terlebih dahulu sehingga nantinya setelah dilakukannya analisis dengan Competitive Profile Matrix (CPM)

(10)

dapat diketahui faktor apa saja yang menjadi keunggulan dan kelemahan agroindustri dibandingkan dengan pesaingnya. Hasil analisis Competitive Profile Matrix (CPM) nantinya dapat menjadi acuan dalam merumuskan alternatif strategi yang sesuai dengan tujuan agroindustri. Penelitian tersebut juga dapat memberikan masukan kepada peneliti terkait strategi apa saja yang mungkin dirumuskan melihat kondisi agroindustri dan lingkungannya. Dengan mempelajari penelitian terdahulu, peneliti mencoba melakukan analisis lingkungan agroindustri dan merumuskan alternatif strategi bersaing pada Agroindustri Brem Padat Mirasa Madiun.

B. Tinjauan Pustaka

1. Beras Ketan (Oryza sativa var. Glutinosa)

Menurut Tjiptono (2013) tanaman padi yang umumnya dibudidayakan di dunia terdiri dari dua spesies yaitu O. Sativa dan O glaberrima. Padi budidaya sendiri merupakan kelompok O. Sativa yang mengalami seleksi baik secara alami maupun bantuan manusia.

Ditinjau dari kegunaannya tanaman padi O. Sativa yang mengalami seleksi baik secara alami maupun bantuan manusia. Ditinjau dari kegunaannya tanaman padi O. Sativa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Padi beras, jenis tanaman padi yang hasilnya untuk dijadikan makanan pokok sehari-hari. Beras sebagai hasil akhir tanaman padi dijadikan sumber utama karbohidrat, dimasak menjadi nasi dan dikonsumsi.

b. Padi ketan, jenis tanaman padi yang hasilnya bukan untuk dijadikan makanan pokok sehari-hari. Beras ketan umumnya dibuat tepung sebagai bahan pangan olahan. Dengan demikian padi ketan tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan pokok sebagaimana padi beras.

(11)

Beras ketan (Oryza sativa var. glutinosa) merupakan varietas dari Padi (Oryza sativa) dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Poales

Suku : Gramineae

Marga : Oryza

Jenis : Oryza sativa L.

Varietas : Glutinosa (Tjitrosoepomo, 2013).

Menurut Maimunah (2003) ketan merupakan salah satu varietas padi yang merupakan tumbuhan semusim. Tumbuhan ini mempunyai lidah tanaman yang panjangnya 1-4 mm dan bercangkap dua. Helaian daun berbentuk garis dengan panjang 15-80 cm, kebanyakan memiliki tepi kasar, mempunyai malai dengan panjang 15-40 cm yang tumbuh ke atas dengan akar yang menggantung.

Morfologi spesies padi (Oryza sativa), yang mana beras ketan putih merupakan salah satu varietas padi. Hampir seluruh beras ketan mengandung amilopektin, sehingga daya lekat pada beras ketan jauh lebih itnggi dibanding dengan beras yang biasa digunakan sebagai makanan pokok orang Indonesia.

Beras ketan (Oryza sativa var.glutinosa) adalah jenis beras yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Timur. Beras ketan di Indonesia merupakan salah satu bahan pangan penting yang digunakan dalam pembuatan aneka olahan makanan seperti lemper, tape, bubur ketan, dodol, brem, dan rengginang. Pemanfaatan beras ketan dalam makanan pada umumnya dalam bentuk tepung, dalam bentuk pecah kulit dan ketan sosoh. Beras ketan memiliki beberapa warna diantaranya putih, hitam, dan merah (Prasmita et.al, 2017).

Di Indonesia produksi beras ketan sekitan 42.000 ton per tahun. Penggunaan beras ketan umumnya sebagai bahan olahan

(12)

industri makanan, namun persediaan beras ketan masih terbatas sehingga membuat Indonesia harus mengimpor beras ketan dari Thailand. Pada tahun 2013, impor beras ketan mencapai 120.000 ton yang didatangkan dari Thailand dan Vietnam. Di Indonesia sentra beras ketan sendiri hanya terdapat di beberapa daerah seperti di Subang, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Fathnoer, 2014).

2. Brem Padat

Brem adalah makanan tradisional hasil fermentasi beras ketan yang dikenal sebagai makanan khas oleh-oleh Madiun dan Wonogiri.

Brem mempunyai karakteristik berwarna putih, tidak lembek, kering, dan mudah hancur di mulut. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan brem antara lain adalah beras ketan putih dan difermentasikan dengan startter berintikan Saccharomyces cereviseae (Margaretha dan Simon, 2015) .

Dalam SNI Nomor 0369-90, brem padat didefinisikan sebagai makan padat yang terbuat dari penguapan sari tape ketan dengan penambahan pati yang dapat larut. Dikenal beberapa bentuk brem yang dikenal di pasaran, yaitu:

a. Bentuk pertama yang lebih dulu dikenal adalah makanan tradisional khas yang berasal dari kota Caruban ada dua desa penghasil yaitu: Desa Bancong Kecamatan Wonoasri dan Desa Kaliabu Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Dikemas berbentuk lempengan putih kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Untuk lebih memaksimalkan pemasarannya, brem kini dikemas dalam bentuk kecil kecil seukuran permen, sehingga mudah untuk dikantongi.

Pada sekitar tahun 80-an, brem dalam bentuk ini dijual asongan oleh para pedagang di sekitar stasiun-stasiun di kereta api di daerah Jawa Timur.

(13)

b. Bentuk kedua makanan tradisional khas Wonogiri, Jawa Tengah, dikemas berbentuk lempeng-lempeng bulat pipih dengan diameter rata-rata 5 cm dan ketebalan 0,3 cm

Brem padat adalah salah satu makanan hasil fermentasi yang banyak diusahakan di Jawa Timur, terutama Madiun. Brem padat dapat bermanfaat untuk kesehatan kulit, sebagai makanan suplemen alternatif, dapat menghangatkan badan, dan meningkatkan nafsu makan. Brem merupakan hasil endapan dari air tape ketan putih.

Berikut merupakan tahap pembuatan brem padat menurut penelitian Hapsari et.al, (2004).

Gambar 1. Proses Pembuatan Air Tape Ketan (Hapsari, M. Nur, H.

Hindun, P., 2004)

Beras ketan yang difermentasi akan menjadi tape ketan. Dari tape ketan tersebut kemudian dilakukan pengepresan sehingga didapat air tape ketan. Proses pembuatan brem padat dari air tape ketan adalah sebagai berikut:

Beras Ketan

Putih Perendaman

(±15 jam) Pencucian Peniritan

Pengukusan I (±95°C, 30

menit) Pengaruan

Pengukusan II(±95°C, 30

menit) Pendinginan

(27-°30° C)

Ketan Kukus Inokulasi (Ragi 0,6 g/kg ketan

putih)

Pemerasan (27-

°30° C, 6 hari) Air Tape Ketan

(14)

Gambar 2. Proses Pembuatan Brem Padat (Hapsari, M. Nur, H.

Hindun, P., 2004)

Kandungan brem padat terbanyak adalah gula, pati terlarut dan asam laktat. Brem padat yang ada di pasaran adalah suatu produk pangan yang berwarna putih sampai kecoklatan dan mempunyai rasa manis keasaman yang dibuat dari pemasakan cairan tape ketan putih.

Ada bermacam kualitas yang dihasilkan dalam proses pembuatan brem padat. Hal ini tergantung campuran antara sari tape ketan dengan bahan pendukung lainnya. Semakin sedikit bahan pendukungnya makin bagus kualitas brem yang dihasilkan begitu pula sebaliknya.

Namun jika tidak ditambah dengan bahan pendukung tersebut brem padat akan mudah mencair dan tidak tahan lama.

Tabel 5. Komposisi Kimia per 100 gram Brem Padat

No. Senyawa Kimia Kadar

1. Gula (g) 65,18

2. Pati (g) 4,56

3. Air (g) 18,87

4. Total Asam 1,58

5. Lemak (g) 0,11

6. Protein 0,42

7. Padatan terlarut (g) 1,34

Sumber: Winarno et.al, 1982 dalam Kartikasari 2010

Terdapat banyak produsen brem padat di Madiun, seperti Suling Gading, Elmira, Miarasa, Miraos, Taman Sari, dan Mirasa sendiri.

Air Tape Ketan

Pemekatan (±2°C, ±1

jam)

Pendingin an (27°-

30° C)

Pengadukan dengan tambahan rasa

(30 menit)

Peletakan pada Cetakan (15 x

5 x 0,5 cm) Pemadatan

(suhu kamar)

Brem Padat

(15)

3. Agroindustri

Menurut Soekartawi (2005) agroindustri adalah industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan bakunya. Pengertian lain menyebutkan bahwa agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian.

Oleh karena itu, agroindusri merupakan bagian dari enam subsistem agrobisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan.

Peran sektor pertanian terhadap pembangunan pertanian salah satunya ditunjang oleh agroindustri yang merupakan bagian dari subsistem agribisnis. Sistem agribisnis memandang suatu pertanian bukan hanya dari sisi produksi (on farm) saja, melainkan juga secara lebih luas (off farm). Dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri merupakan penggerak utama perkembangan sektor

Gambar 3. Brem Padat Mirasa

Gambar 7. Brem Padat Miarasa

Gambar 6. Brem Padat Taman Sari Gambar 5. Brem Padat Suling Gading

Gambar 4. Brem Padat Elmira

(16)

pertanian, terlebih dalam masa yang akan datang posisi pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional sehingga peran agroindustri akan semakin besar. Hal tersbut dengan kata lain, dalam upaya mewujudkan sektor pertanian menjadi leading sector pembangunan nasional, harus didasari dengan pembangunan agroindustri yang tangguh, maju, serta efektif dan efisien (Masyuri, 2000).

Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Hel tersebut diungkapkan oleh Saragih (2010) dan didukung oleh Pasambuan (2003). Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaian yang langsung, berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan aku (input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan lain-lain, beserta kegiatan ekonomi lain yang memasarkan dan memperdagangkannya. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, agroindustri memberikan dampak yang cukup besar terhadap pembangunan. Bukan hanya untuk mendorong sektor pertanian dan meningkatkan nilai tambah hasil-hasil pertanian, akan tetapi juga untuk menyerap tenaga kerja serta meningkatkan penghasilan dan daya beli masyarakat.

Terdapat dua alasan mengapa agroindustri merupakan subsistem yang penting dalam pertanian dan berkontribusi dalam pembangunan Nasional, yaitu: 1) Agroindustri mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk Agribisnis Indonesia. Jika hanya mengandalakan komoditas primer, petani akan senantiasa berperan sebagai penerima harga (price taker) khususnya dalam persaingan pasar internasional; 2)

(17)

Agroindustri mampu menciptakan dan menahan nilai tambah sebesar mungkin di dalam negeri, serta mengidentifikasi produk dengan mengakomodir preferensi konsumen baik yang berkembang di dalam negeri maupun di pasar internasional (Saragih, 2003).

Pengembangan Agroindustri tersebut merupakan kelanjutan dari pengembangan pertanian. Hal ini telah dibuktikan bahwa Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku Agribisnis, mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan mampu mendorong munculnya industri-industri yang lain (Soekartawi, 2005). Supriyati dan Tarigan (2008) menambahkan bahwa pengembangan Agroindustri di Indonesia memiliki prospek yang cerah untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Meskipun banyak ditemukan sejumlah kendala, seperti keterbatasan pasar serta kurang nyatanya peran Agroindustri di pedesaan. Namun, kerjasama semua pelaku usaha pertanian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif Agroindustri bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan agroindustri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri diarahkan untuk:

a. Mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjang.

b. Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.

c. Mengembangkan industri pengolahan yang punya daya saing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri (Deptan, 2012).

(18)

Agroindustri di Indonesia mempunyai peluang dan kelebihan untuk dapat dikembangkan karena banyak hal. Bahan bakunya seperti ketela pohon, sagu, buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman perkebunan, ikan laut dan hasil hutan mempunyai potensi berlimpah. Sebagian besar penduduk Indonesia bergantung pada sektor pertanian.

Kandungan bahan baku agroindustri yang berasal dari impor relatif rendah. Usaha agroindustri terutama sektor pertanian mempunyai keunggulan komparatif. Pada era perdagangan bebas, tidak ada lagi restriksi terutama restriksi non tarif sehingga pengembangan pasar ke luar negeri mempunyai peluang yang besar. Meskipun mempunyai peluang dan kelebihan yang tinggi, agroindustri masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik permasalahan yang berada di dalam Negeri maupun di luar Negeri. Permasalahan di dalam Negeri antara lain :

a. Kurang tersedianya bahan baku secara kontinyu b. Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan

c. Kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri d. Kurangnya fasilitas permodalan

e. Keterbatasan pasar f. Lemahnya infrastruktur

g. Kurangnya penelitian dan pengembangan produk

h. Lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan industri hilir i. Kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing j. Lemahnya entrepreneurship (Munir, 2012).

Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agroindustri, dan peta kompetisi Dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agroindustri. Prospek ini secara aktual dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:

(19)

a. Pembangunan sistem agroindustri di Indonesia telah menjadi keputusan politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999- 2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem agroindustri.

b. Pembangunan sistem agroindustri juga searah dengan amanat konstitusi yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak lain adalah sumberdaya di bidang agroindustri. Selain itu, pada saat ini hampir seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang oleh agroindustri (agribinsis).

c. Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam agroindustri. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur. Dari kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir tak terbatas produk-produk agroindustri yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia. Selain itu, Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia (SDM) agroindustri, modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous technologies) yang kuat dan infrastruktur agroindustri/agribisnis yang relatif lengkap untuk membangun sistem agroindustri/agribisnis.

d. Pembangunan sistem agroindustri/agribisnis yang berbasis pada sumberdaya domestik (domestic resources based, high local

(20)

content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke depan yang menghendaki tidak lagi menambah utang luar Negeri karena utang luar Negeri Indonesia yang sudah terlalu besar.

e. Dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin mampu bersaing pada produk-produk yang sudah dikuasai negara maju. Indonesia tidak mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll dengan negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman atau Perancis. Karena itu, Indonesia harus memilih produk-produk yang memungkinkan Indonesia memiliki keunggulan bersaing di mana negara-negara maju kurang memiliki keunggulan pada produk-produk yang bersangkutan. Produk yang mungkin Indonesia memiliki keunggulan bersaing adalah produk-produk agribisnis, seperti barang-barang dari karet, produk turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dll). Biarlah Jepang menghasilkan mobil, tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel), palmoil-lubricant (Munir, 2012).

4. Strategi

Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya. Strategi mempengaruhi kehidupan organisasi dalam jangka panjang paling tidak selama lima tahun. Strategi dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan (David, 2010).

(21)

Perumusan Strategi

Pengevaluasian Strategi Penerapan

Strategi

Secara komprehensif, model manajemen strategi dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 8. Model Manajemen Strategi Komprehensif (David, 2010)

Menurut David (2010) pelaksanaan proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahapan yaitu formulasi strategi (perumusan strategi), penerapan strategi, dan penilaian strategi. Pada manajemen strategis, masing-masing tahapan ini saling terkait satu sama lainnya, tidak boleh ada satu pun yang terlewatkan.

a. Perumusan Strategi

Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemeliharaan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Isu-isu perumusan strategi penentuan bisnis apa yang akan dimasuki, bisnis apa yang tidak akan dijalankan, bagaimana mengalokasikan sumber daya, perlukah ekspansi atau diversifikasi operasi dilakukan, perlukah perusahaan terjun ke pasar Internasional,

Mengemba ngkan Pernyataan Visi dan Misi

Melakukan Audit Eksternal

Melakukan Audit Internal

Menetapk an Tujuan Jangka Panjang

Menciptak a,mengeval uas, dan memilih strategi

Menerapk an Strategi (Isu-isu Manajeme n)

Menerapkan Strategi (Pemasaran, keuangan, akuntansi, litbang, dan Isu MIS)

Mengukur dan Mengeval uasi Kinerja

(22)

perlukah marger atau penggabungan usaha dibuat, dan bagaimana menghindari pengambilalihan yang merugikan. Manajer yang baik memiliki porspektif yang tepat untuk memahami sepenuhnya konsekuensi dari keputusan perumusan strategi. Manajer mempunyai otoritas untuk mengarahkan sumber daya yang perlu bagi implementasi atau penerapannya.

b. Penerapan Strategi

Penerapan strategi sering klai disebut tahap aksi dari manajemen strategis. Menerapkan strategi berarti memobilitasi karyawan dan manajer untuk melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya, sehingga strategi- strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang mendukung pada strategi, penciptaan struktur organisasi yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi.

c. Penilaian Strategi

Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategi. Penilaian atau evaluasi strategi merupakan cara utama untuk mengetahui apakah strategi yang dibuat telah berjalan dengan baik. Strategi yang telah dibuat dapat dimodifikasi pada masa yang akan datang karena berbagai faktor eksternal dan internal terus-menerus mengalami perubahan. Terdapat tiga tahap penilaian strategi yang mendasar, antara lain: (1) Peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini, (2) Pengukuran kinerja, dan (3) pengambilan langkah korektif.

(23)

5. Strategi Bersaing

Pokok dalam perumusan strategi bersaing menurut Porter (2004) adalah menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya.

Lingkungan tersebut antara lain kekuatan-kekuatan sosial sebagaimana juga kekuatan-kekuatan ekonomi, aspek utama dari lingkungan perusahaan adalah industri atau industri-industri pesaing. Struktur industri memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan aturan permainan pesaing selain juga strategi-strategi yang secara potensial tersedia bagi perusahaan. Dalam suatu industri, persaingan merupakan hal yang wajar. Persaingan timbul dari struktur ekonomi yang menjadi dasar dan berjalan di luar perilaku pesaing-pesaing yang ada. Tidak semua industri memiliki potensi yang sama. Industri memiliki potensi masing-masing bergantung pada lima kekuatan penentu laba. Lima kekuatan tersebut antara lain persaingan antar perusahaan, ancaman masuknya pendatang baru, ancaman produk/jasa pengganti, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan kekuatan tawar-menawar pembeli.

Keunggulan bersaing adalah kemampuan suatu perusahaan untuk meraih keuntungan ekonomis di atas laba yang mampu diraih oleh pesaing di pasar dalam industri yang sama. Studi yang dilakukan Porter selanjutnya menetapkan strategi generik yang diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu cost leadership, diferensiasi, dan focus.

a. Strategi Keunggulan biaya

Biaya juga merupakan hal yang sangat penting bagi strategi diferensiasi karena suatu diferensiator harus mempertahankan posisi biaya dibanding para pesaing. Saat menerapkan strategi keunggulan biaya perusahaan menawarkan produk dengan fungsi yang dapat diterima kepada konsumen pada harga yang tetap bersaing terendah.

b. Strategi Diferensiasi

Perusahaan memilih satu atau beberapa atribut yang oleh banyak pembeli dalam industri ini dipandang penting dan

(24)

menempatkan dirinya secara unik untuk memenuhi kebutuhan ini.

Diferensiasi bisa dilakukan dengan menciptakan produk yang berbeda, memberikan pelayanan yang berbeda, atau menciptakan image produk yang unik dan berbeda dari pesaing lainnya. Dengan begitu sebuah produk akan lebih mudah dikenali dan memberikan peringkat tersendiri bagi para konsumen.

c. Fokus

Strategi fokus adalah strategi menggarap satu target market khusus. Strategi fokus biasanya dilakukan untuk produk ataupun jasa yang memang mempunyai karakteristik khusus. Perusahaan yang memiliki strategi fokus secara potensial juga dapat menghasilkan laba di atas rata-rata untuk industrinya (Porter, 2004).

Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif senantiasa memiliki kemampuan dalam memahami perubahan struktur pasar dan mampu memilih strategi yang efektif. Salah satu strategi dalam mengukur kinerja perusahaan yang unggul dibidangnya melalui strategi benchmarking. Benchmark merupakan suatu rujukan atau standar pengukuran sebagai perbandingan, yang diakui sebagai standar mutu tinggi (standart of excellence) untuk praktek bisnis tertentu.

Benchmarking diartikan sebagai proses yang terus-menerus (berkelanjulan) dengan cara mengukur kualitas suatu produk, jasa (pelayanan), dan tindakan-tindakan dengan mencoba membandingkan pada pesaing-pesaing tangguh atau beberapa perusahaan/industri yang unggul dibidangnya (Setiawan, 2004).

Menurut Hunger dan Thomas (2004), strategi dari sebuah perusahaan merupakan perencanaan utama secara menyeluruh yang merumuskan bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi yang tepat akan mampu memaksimalkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Sebuah perusahaan lazimnya membagi strategi dalam tiga bentuk antara lain:

(25)

a. Strategi Corporate

Tipe strategi ini menggambarkan keseluruhan arah dan tujuan perusahaan yang meliputi arah pertumbuhan perusahaan, manajemen dari kegiatan bisnis yang bervariasi dan pengembangan lini produk atau jasa dari perusahaan.

b. Strategi Bisnis

Tipe strategi ini biasanya ditemukan pada unit bisnis dan menaruh perhatian pada peningkatan posisi persaingan produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan di antara industri sejenis.

Pada dasarnya strategi ini berupaya menentukan pendekatan yang sebaiknya oleh suatu bisnis terhadap pasarnya dan bagaimana melaksanakan pendekatan tersebut dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam kondisi pasar tertentu.

c. Strategi Fungsional

Strategi fungsional merupakan strategi dalam kerangka fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas riset dan pengembangan, keuangan, produksi dan operasi, pemasaran, serta personalia/sumber daya manusia yang dapat mendukung strategi bisnis.

Manfaat yang didapatkan dari penerapan strategi bersaing, antara lain:

a. Meningkatkan Keunggulan Bersaing

b. Memperbaiki Struktur Industri yang Sedang Berjalan c. Membantu Pengembangan Pasar

d. Menangkal Masuknya Pesaing Baru (Sultanah, 2016).

Teknik-teknik perumusan strategi menurut David (2010) dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut. Alat yang ditampilkan dalam kerangka tersebut dapat diterapkan dalam berbagai ukuran dan jenis organisasi, serta dapat membantu penyusun strategi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih strategi.

(26)

TAHAP 1: TAHAP INPUT Matriks Evaluasi

Faktor Eksternal (EFE)

Matriks Profil Kompetitif (CPM)

Matriks Evaluasi Faktor Internal

(IFE) TAHAP 2: TAHAP PENCOCOKAN Matriks

Kekuatan- Kelemahan-

Peluang- Ancaman

(SWOT)

Matriks Posisi Strategi dan

Evaluasi Tindakan (SPACE)

Matriks Boston Consulting

Group (BCG)

Matriks Internal Eksternal

(IE)

Matriks Strategi Besar

TAHAP 3: TAHAP KEPUTUSAN Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) Gambar 9. Kerangka Analitis Perumusan Strategi (David, 2010)

a. Tahap Input (Input Stage)

Pada tahap Input kerangka perumusan strategi terdiri dari Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation Matrix-EFE), Matriks Profil Kompetitif (Competitif Profile Matrix-CPM), dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE). Informasi yang didapat dari ketiga matriks tersebut menjadi input dasar untuk matriks- matriks tahap pencocokan dan tahap keputusan. Alat-alat dalam tahap input mendorong para penyusun strategi untuk mengukur subyektivitas selama tahap awal proses perumusan strategi. Penilaian intuitif yang baik selalu dibutuhkan dalam menentukan bobot dan peringkat yang tepat.

b. Tahap Pencocokan (Matching Stage)

Tahap yang ke-dua adalah Tahap Pencocokan (Matching Stage). Tahap Pencocokan berfokus pada penciptaan strategi alternatif yang masuk akal dengan memperhatikan faktor-faktor eksternal dan internal utama.

Teknil Tahap Pencocokan meliputi Matriks Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman (Strengths Weaknesses Opportunities Threats / SWOT), Matriks Posisi Strategis dan Evaluasi Tindakan (Strategic Position and Action Evaluation /

(27)

SPACE), Matrix Boston Consulting Group (BCG), Matriks Internal-Eksternal (Internal External / IE), dan Matriks Strategi Besar (Grand Strategy Matrix). Alat-alat tersebut bergantung pada informasi yang diperoleh dari iahap input untuk memadukan peluang dan ancaan eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. Mencocokan (Matching) faktor-faktor penentu keberhasilan penting eksternal dan internal merupakan kunci untuk menciptakan strategi alternatif yang masuk akal.

c. Tahap Keputusan (Decision Stage)

Tahap Keputusan (Decision Stage) merupakan tahap ke tiga. Dalam tahap ini hanya melibatkan satu teknik saja yaitu Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix/QSPM). Matriks tersebut menggunakan informasi input dari tahap 1 untuk secara obyektif mengevaluasi strategi-strategi alternatif yang diidentifikasi dalam tahap 2. Quantitative Strategic Planning Matrix/QSPM menunjukkan daya tarik relatif berbagai strategi alternatif dan dengan demikian, memberikan landasan objektif bagi pemilihan strategi alternatif. Analisis dan intuisi menjadi landasan bagi pengambilan keputusan perumusan strategi.

Teknik-teknik pencocokan yang baru saja dibahas memaparkan berbagai alternatif strategi yang bisa dipilih.

Pertumbuhan ekonomi yang kurang menentu membuat justru membuat persaingan semakin ketat. Perusahaan secara khusus akan mendalami kelemahan pesaing-pesaingnya, untuk itu perlu adanya strategi persaingan pasar yang tidak hanya didasari oleh kebutuhan konsumen namun juga posisi para pesaing. Strategi yang disusun bergantung pada besar dan posisi masing-masing perusahaan dalam industri. Perusahaan besar mampu menerapkan strategi tertentu yang jelas tidak bisa dilakukan perusahaan kecil. Dan tidak jarang

(28)

perusahaan kecil mampu menghasilkan tingkat keuntungan yang sama dengan atau bahkan lebih baik daripada yang diperoleh perusahaan besar, dengan penerapan strategi yang tepat. Dalam menentukan strategi mana yang dapat dipilih, perusahaan harus mengetahui posisi mereka diantara pesaing (Hutagalung, 2007).

6. Competitive Profile Matrix (CPM)

Competitive Profile Matrix (CPM) memberikan analisa komparatif yang memungkinkan perusahaan untuk mengukur faktor penentu keberhasilan dalam manajemen perusahaan dan membandingkan dengan beberapa perusahaan kompetitor dalam industri yang sama. Beberapa contoh faktor penentu keberhasilan yang sering dimasukkan dalam analisis Competitive Profile Matrix (CPM), mencakup keragaman lini produk, efektivitas distribusi penjualan, keuntungan dari kepemilikan paten, lokasi fasilitas, kapasitas dan efisiensi produksi, pengalaman, hubungan serikat pekerja, keunggulan teknologi, dan keahlian e-commerce. Competitive Profile Matrix (CPM) tidak digunakan untuk mencari siapa yang lebih baik dalam industri melainkan untuk menganalisa faktor penentu keberhasilan perusahaan jika dibandingkan dengan competitor utamanya sehingga dapat diketahui dimana kelemahan yang harus diperbaiki dan keunggulan yang harus lebih dieksploitasi (Silaban, 2009).

Tujuan dari Competitive Profile Matrix (CPM) yaitu untuk merencanakan strategi dari faktor penentu keberhasilan sehingga diketahui posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaing. Faktor penentu keberhasilakn menjadi sangat penting maka harus lebih memahami faktor tersebut. Competitive Profile Matrix (CPM) digunakan sebagai bahan dasar perencanaan dan analisis strategi perusahaan untuk membantu meningkatkan posisi yang kompetitif di masa depan (Capps dan Michael, 2012).

Capps dan Michael (2012) menjelaskan bahwa pada Internal Factor Evaluation dan External Factor Evaluation matriks

(29)

memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman organisasi tersebut, sementara Competitive Profile Matrix (CPM) memanfaatkan faktor penentu keberhasilan yang memungkinkan organisasi untuk membandingkan dirinya dengan pesaing lainnya. Competitive Profile Matrix (CPM) menghasilkan informasi mengenai potensi keunggulan kompetitif organisasi dan menghasilkan faktor penentu keberhasilan apa saja yang menjadi keunggulan dan kelemahan organisasi dibandingkan dengan pesaingnya. Matriks Competitive Profile Matrix (CPM) dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menuliskan atribut internal dan atribut eksternal yang digunakan sebagai acuan analisis; (2) Memberikan bobot pada masing-masing atribut sesuai dengan keadaan Perusahaan, nilai bobot maksimal berjumlah 1,00 untuk seluruh atribut internal dan eksternal; (3) Memberikan peringkat untuk masing-masing perusahaan sesuai dengan keadaan atribut masing-masing perusahaan, peringkat bernilai antara 1 sampai 4, 1=

sangat lemah, 2= lemah, 3= kuat, 4=sangat kuat; (4) Menghitung skor bobot pada masing-masing perusahaan dengan mengalikan bobot dan peringkat; (5) Menjumlahkan skor bobot masing-masing.

Menurut Sohel, Abu, dan Aftab, (2014) dengan menggunakan model Competitive Profile Matrix (CPM) memungkinkan perusahaan untuk mengungguli pesaing dengan desain yang efektif dan pelaksanaan rencana strategis. Competitive Profile Matrix (CPM) memberikan sinopsis yang jelas dari kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan pesaingnya yang mungkin membantu manajer untuk mengembangkan strategi bersaing yang efektif untuk bisnis.

Competitive Profile Matrix (CPM) juga merupakan alat yang ampuh yang membantu manajer atau pengusaha menjelaskan mengapa bisnis lemah di beberapa organisasi dan mengapa lebih baik pada organisasi lain. Perusahaan juga dapat menggunakan analisis Competitive Profile Matrix (CPM) ini karena praktis dan mendorong perusahaan lebih

Gambar

Gambar 1.  Proses Pembuatan Air Tape Ketan (Hapsari, M. Nur, H.
Gambar 2.  Proses  Pembuatan  Brem  Padat  (Hapsari,  M.  Nur,  H.
Gambar 7. Brem Padat Miarasa
Gambar 8. Model Manajemen Strategi Komprehensif (David, 2010)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Begitu pula pada analisis multivariat dengan mengikutsertakan variabel berat badan, pendidikan ayah, dan pengetahuan gizi ibu secara bersama-sama, menunjukkan nilai OR sebesar

Results of observation on the composition of insect community based on species biodiversity of wheat plants showed that the majority insects found in the location

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima

Penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ngurah Yuda mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha pada tahun 2014 yaitu Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)

Hal yang dikerjakan didalam tugas akhir ini adalah membuat model mobil yang merupakan miniatur dari mobil listrik sesungguhnya dan membuat sistem elektronik

Pada analisa kali ini juga akan dilakukan beberapa variasi yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya seperti melakukannya terhadap beberapa variasi sudut skew,

Namun demikian ada beberapa penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara religiusitas terhadap subjective well-being yang di ukur dengan Francis Scale of Attitude

Adanya kecenderungan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta juga dibuktikan dengan hasil pra survey kepada 30 mahasiswa