• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBEDAAN PROSES PENGENDAPAN OLEH ALKALI TERHADAP HASIL EKSTRAKSI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii, sp) BERASAL DARI PULAU RAYA ACEH JAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERBEDAAN PROSES PENGENDAPAN OLEH ALKALI TERHADAP HASIL EKSTRAKSI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii, sp) BERASAL DARI PULAU RAYA ACEH JAYA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERBEDAAN PROSES PENGENDAPAN OLEH ALKALI TERHADAP HASIL EKSTRAKSI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma

cottonii, sp) BERASAL DARI PULAU RAYA ACEH JAYA

Bhayu Gita Bhernama

Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan potensi alam laut. Salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan potensi alam laut adalah Aceh. Aceh yang kaya akan dengan rumput laut nya memiliki prospek yang cukup baik untuk meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Salah satu rumput laut yang dibudidayakan di aceh adalahEucheuma cottonii, sp yang mempunyai kandungan karaginan. Dalam proses pengolahan karaginan dari rumput laut dibutuhkan alkali yang bertujuan untuk menghasilkan butiran-butiran karaginan. Pengendapan karaginan dilakukan dengan menvariasikan alkali yaitu NaOH dan KOH. Dari hasil penelitian dilakukan terhadap uji fitokimia didapatkan uji triterpenoid, dan hasil FTIR pada daerah serapan 1010-1080 cm-1 menunjukan adanya serapan dari ikatan glycosidik dan pada serapan 840-850 merupakan serapan dari ikatan galaktosa-4-pospat. Hasil SEM terlihat permukaan karaginan yang berbeda dan tidak rata.

Keyword : Rumput laut (Eucheuma cottonii, sp) , alkali, karaginan

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dengan 17.508 pulau. Terbentang pada garis khatulistiwa dengan iklim tropis, diapit dua Samudra yaitu Samudra Pasifik di bagian timur dan Samudra Hindia di bagian Barat. Salah satu provinsi bagian bagian barat Indonesia adalah Provinsi Aceh. Aceh merupakan Provinsi paling barat di Indonesia memiliki banyak pulau kecil yang sangat potensial untuk mengembangkan budi daya rumput laut. Kawasan Kotamadya Sabang merupakan salah satu penghasil rumput laut. Letak geografis dari pulau Sabang sangat mendukung untuk budi daya tumbuhan rumput laut. Sehingga kota Sabang sangat diharapkan menjadi salah satu daerah penghasil terbesar rumput laut untuk wilayah barat Indonesia. Selama ini Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Kepulauan Bali

(2)

menjadi produsen terbesar penghasil rumput laut di Indonesia diikuti oleh pulau- pulau lainnya. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013)

Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut termasuk golongan thallophyta. Berbagai jenis rumput laut ada di Indonesia, terbagi berdasarkan sifat tanamannya. Thalus yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras mengandung zat kapur (calcareous), lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous) dan berserabut (spongeous). Bisnis rumput laut mempunyai prospek yang cukup baik, mengingat periode pemeliharaan yang sangat pendek, yaitu sekitar 45 hari. Jika pengolahan terjamin, maka diperkirakan rumput laut adalah komoditas masa datang. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan diantaranya adalah Eucheuma cottonii atau dikenal sebagai Kappaphycus alvarezii sebagai sumber karaginan. Keberhasilan budidaya rumput laut tergantung pada lokasi yang tepat, yang mempengaruhi daya hidupnya dan mutu kandungan karaginan. Wilayah pesisir yang terlindung dari angin dan ombak yang kuat (arus < 20-40 m/detik), dengan dasar bebas dari lumpur merupakan lokasi yang cocok bagi E. cottonii. Pada proses produksi karaginan dibutuhkan alkali yang bertujuan untuk menghasilkan endapan butiran-butiran serbuk karaginan. Beberapa penelitian menggunakan NaOH untuk menentukan kualitas karaginan rumput laut jenis Eucheuma spinosum diperairan desa Punaga Kabupaten Takalar. Hasil yang diperoleh sebanyak 3,8 % dari berat sampel digunakan.

Dari permasalahan tersebutlah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan variasi alkali terhadap hasil ekstrak rumput laut (Eucheuma cottonii, sp ) yang berasal dari Aceh Jaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui senyawa apa saja yang terkandung didalam rumput laut merah (Eu Eucheuma cottonii, sp) dan untuk mengetahui pengaruh variasi alkali yang digunakan untuk proses pengendapan senyawa karaginan rumput laut merah (Eucheuma cottonii, sp)

METODA PENELITIAN

Pembuatan Tepung Karaginan dengan Variasi Alkali

(3)

Pada tahap ini dilakukan pembuatan karaginan dari rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii, sp dengan cara ekstraksi panas dalam suasana basa dan pengendapan karaginan dengan isopropil alkohol (IPA). Proses pengolahan tersebut secara teknis diuraikan sebagai berikut: rumput laut basah ditimbang beratnya, dicuci dan dibersihkan dari rumput laut jenis lain serta kotoran yang menempel (seperti pasir, tali rafia, plastik). Selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari sampai kering (selama 1-2 hari) dan ditimbang beratnya. Rumput laut kering diblender menjadi tepung rumput laut, kemudian direbus (diekstraksi) dalam air sebanyak 40-50 kali berat rumput laut keringnya selama 1 jam pada suhu 80- 90°C dan pH larutan diatur (pH 8) dengan menambahkan larutan NaOH 0,1 N.

Hasil ekstraksi disaring dengan kain saring yang bersih dan cairan filtratnya ditampung dalam wadah. Cairan filtrat itu ditambah larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat, dipanaskan sampai suhu 60°C, kemudian dituang ke wadah berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga terbentuk endapan karaginan. Endapan karaginan itu ditiriskan dan direndam dalam IPA sampai diperoleh serat karaginan yang lebih kaku. Serat karaginan dibentuk tipis-tipis, diletakkan dalam wadah tahan panas, dikeringkan dalam cabinet drier selama 12 jam pada suhu 50-60°C.

Selanjutnya diblender dan diayak menjadi tepung berukuran 80 mesh, ditimbang kemudian tepung karaginan dikemas dalam botol dan diberi label. Dilakukan hal yang sama untuk alkali yang berbeda yaitu KOH 0,1 N

Pengujian Struktur Gugus Fungsi Senyawa Karaginan

Tepung yang sudah diperoleh akan diuji struktur gugus fungsinya dengan menggunakan instrument Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk menentukan jenis gugus fungsi yang terbentuk didalamnya. Lalu dikarakterisasi hasil pembacaan spektrum.

Pengujian Skrinning Fitokimia

Ekstrak yang sudah dipekatkan dilakukan uji skrining fitokimia untuk menentukan jenis alkaloid, flavonoid atau terpenoid.

(4)

Pengujian Morfologi karaginan

Karaginan yang dihasilkan akan dilakukan uji morfologi dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk menentukan tingkat kerapatannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Ekstraksi Rumput Laut Menjadi Karaginan

Perlakuan terhadap rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii, sp menjadi karaginan dilakukan proses ekstrasi panas. Dimana rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii diekstraksi panas dalam suasana basa (NaOH dan KOH) dan pengendapan karaginan dengan isopropil alkohol (IPA) sehingga didapatkan serat karaginan yang kaku. Serat karaginan dibentuk tipis-tipis, diletakkan dalam wadah tahan panas, dikeringkan dalam cabinet drier selama 12 jam pada suhu 50- 60°C. Selanjutnya diblender dan diayak menjadi tepung berukuran 80 mesh, ditimbang kemudian tepung karaginan dikemas dalam botol dan diberi label.

Hasil ekstrasi rumput laut merah jenisEucheuma cottonii, sp menjadi karaginan dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini :

Gambar 1. Hasil ekstrasi rumput laut merah Eucheuma cottonii, sp menjadi karaginan

Uji Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukanpada penelitian ini bertujuan untuk melihat senyawa bioaktif yang terkandung dalam rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii, sp Analisis fitokimia yang dilakukan antara lain, flavonoid, fenolik, saponin, alkaloid, triterpenoid, dan steroid. Hasil analisis fitokimia yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.

(5)

Tabel 1. Hasil analisis fitokimia rumput laut merah jenisEucheuma cottonii, sp

Fevita Maharany dkk dalam penelitiannya “Kandungann Senyawa Bioaktif Rumut Laut Padina autralis dan Eucheuma cottonii sebagai Bahan Baku Tabir Surya” didapatkan senyawa fitokimia berupa flavonoid, hidrokuinon dan triterpenoid. Akan tetapi dari hasil penelitian yang didapatkan positif uji triterpenoid pada sampel rumput laut merah Eucheuma cottonii, sp . Hal ini disebabkan pada proses pengeringan rumput laut Eucheuma cottonii, sp yang tidak sempurna. Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari langsung tanpa adanya perantara sehingga senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan hanya triterpenoid.

Analisis Gugus Fungsi Senyawa Karaginan Menggunakan FTIR

Dari hasil analisis gugus fungsi senyawa karaginan dengan menggunakan pengendap alkali berupa KOH10% dan NaOH 10% seperti gambar 4 dibawah ini.

Uji fitokimia Pereaksi Pengamatan Hasil Uji Positif Flavonoid

Fenolik Saponin Alkaloid Triterpenoid Steroid

Bubuk Mg/HCl FeCl3

Air/HCl(p) Mayer

Liebermann-Burchard Liebermann-Burchard

- - - - + -

Larutan merah – jingga Larutan biru/hitam Terbentuk busa

Terbentuk endapan putih Larutan merah – ungu Larutan hijau - biru

(6)

Gambar 2. Spektrum FTIR Karaginan dari rumut lautEucheuma cottonii, sp. Dari gambar 4 diatas terdapat perbandingan antara karaginan yang diendapkan menggunakan KOH 10% dan NaOH 10%. Pengendapan karaginan menggunakan KOH 10% meperlihatkan yang berbeda pada panjang gelombang 1500-1700 cm-1.

Menurut Uy dkk (2005) spektrum serapan pada spektrofotometer FTIR menunjukan adanya serapan yang kuat pada 1210 – 1260 cm-1 yang merupakan serapan dari ikatan ester. Pada daerah serapan 1010-1080 cm-1 menunjukan adanya serapan dari ikatan glycosidik dan pada serapan 840-850 merupakan serapan dari ikatan galaktosa-4-pospat. Dari data spektrum diatas terdapat ikatan ester pada serapan 1228,81 cm-1 dengan pengendap KOH 10% dan 1229,71 cm-1 dengan pengenda NaOH 10% yang diperlihatkan dengan punjak serapan yang tajam. Pada spuncak serapan 1047,23 cm-1 dengan pengendap KOH 10% dan 1047,12 cm-1 memperlihatkan adanya ikatan glycosidik. Ikatan galaktosa-4-pospat diperlihatkan pada spektrum serapan 849,43 cm-1 dengan pengendap KOH 10%

sedangkan dengan pengendap NaOH 10% diperlihatkan pada puncak serapan 849,78 cm-1

(7)

Analisis SEM

Analisis permukaan karaginan dengan menggunakan Scanning electron microscope (SEM) dapat dilihat pada gambar 5 dan 6 dibawah ini.

Gambar 3. Karaginan dengan KOH 10%

Gambar 4. Karaginan dengan NaOH 10%

Hasil analisis Scanning electron microscope (SEM) dengan perbesaran 2000 kali yang terlihat pada gambar 5 dan 6 diatas. Pada gambar memperlihatkan struktur permukaan yang berbeda. Gambar 5 memperlihatkan permukaan karaginan yang menggunakan pengendap alkali KOH 10% menghasilkan strukur permukaan

(8)

yang tidak rata sedangkan pada gambar 6 memperlihatkan karaginan menggunakan pengendap alkali NaOH 10% struktur permukaan yang rata. Dari Scanning electron microscope (SEM) tersebut, menggunakan pengendap alkali NaOH 10% menghasilkan permukaan karaginan yang lebih baik daripada pengendap alkali KOH 10%..

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulan :

1. Dari hasil uji SEM didapatkan perbedaan pada permukaan karaginan yaitu permukaan karaginan yang tidak rata.

2. Pada uji fitokimia terdapat senyawa triterpenoid

3. Pada uji FTIR dapat dilihat adanya senyawa karaginan pada panjang gelombang yaitu pada daerah serapan 1010-1080 cm-1 menunjukan adanya serapan dari ikatan glycosidik dan pada serapan 840-850 merupakan serapan dari ikatan galaktosa-4-pospat

4. Dari analisis Scanning electron microscope (SEM) permukaan karaginan dengan menggunakan pengendap alkali NaOH 10% lebih baik daripada permukaan karaginan menggunakan pengendap KOH 10%

DAFTAR PUSTAKA

Navarro, D.A.., Stortz, C.A. (2005). Microwave-assisted alkaline modification of red seaweed galactans. Carbohydrate Polymers, 62, 187-191

Delfin, E. V., Robledo, D., dan Plegrin, Y.F. (2014). Microwave-assisted extraction of the Carrageenan from Hypnea musciformis (Cystocloniaceae, Rhodophyta). J Appl Phycol, 26, 901-907

Tabarsa, M., Lee, Sung-Joon., You, SG. (2012). Structural analysis of immunostimulating sulfated polysaccharides from Ulva pertusa.

Carbohydrate Research, 361, 141-147

Cancela, A., Maceiras, R., Urrejola, S., Sanchez, A. (2012). Microwave-Assisted Transesterification of Macroalgae. Energies, 5, 862-871

(9)

Helbert, W., (2017). Marine Polysaccharide Sulfatases. Frontiers in Marine Science. Vol. 4

Bleakley, S., Hayes, M. (2017). Algae Proteins : Extraction, Application and Challenges Concerning Production. Rev. Foods, 6, 1-34

Jiao, G., Yu, G., Zhang, J., dan Ewart, H.S. (2011). Chemical structure and bioactivities of sulfated polysaccharides from Marine Algae. Rev.

Mar.Drugs. 9. 196-223

Cunha, L., Grenha, A. (2016). Sulfated Seaweed Polysaccharides as Multifunctional Materials in Drug Delivery Applications. Rev. Marine drugs, 14, 1-42

Poojary, M.M., et all. (2016). Innovative Alternative Technologies to Extract Carotenoids from Microalgae and Seaweeds. Rev. Marine drugs, 14, 1- 34

Skowyra, M. (2014). Antioxidant Properties of Extracts from Selected Plant materials (Caesalpinia spinosa, Perilla frutescens, Artemisia annua and Viola wittrockiana) in vitro and in model food systems. PhD Thesis. Depart. of Chemical Enggineering. Uni. Politecnica de Catalunya, Barcelona.

Pascual, N.B., et all. (2014). Enzyme-asssisted extraction of k/l-hybrid carrageenan from Mastocarpus stellatus for obtaining bioactive ingredients and their application for edible active filmdevelopment.

Food Function, Royal Society of Chemistry, 5, 319-329

Henares, B.M., et all. (2010). Iota-carrageenan hydrolysis by Pseudoalteromonas carrageenovora IFOI12985,. Philippine Journal of Science, 131-138

Varadarajan, S.A., et all. (2009). Development of High Yielding Carragenan Extraction Method from Eucheuma Cotonii using Cellulase and Aspergillus niger. Prosiding Seminar Kimia Bersama UKM-ITB VIII, 461-469

Fernandes de Araujo, I.W., et all. (2012).Iota-carrageenans from Solieria filiformis (Rhodophyta) and Their Effects in The Inflammation and Coagulation. Acta Scientiarum Tech, V 34, n2, 127-135

(10)

Hii, S.L., et all. (2016). Agar from Malaysian Red Seaweed as Potential Material for Synthesis of BioplasticFilm. Journal Engineering Science and Technology, 1-15

Domozych, D.S, et all. (2012). The Cell Walls of Green Algae: a Journey Through Evolution and Diversity. Frontiers in Plant Science. Vol. 3, 1- 7

Distantina, S., Fahrurrozi, M., Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted from Eucheuma cottonii, Indonesia. International Journal of Chemical Molecular, Nuclear, Materials and Mettallurgical Engineering, Vol : 5, No. 6.

Briones, A.V., Sato, T. (2014). Structural Studies on i-Carrageenan Derived Oligosaccharides and Its Application. Scientific Research. Advances in Chemical Engineering and Sciences, 4, 17-22.

Popper, Z.A., Tuohy, M.G. (2010). Beyond the Green : Understanding the Evolutionary Puzzle of Plant and AlgalCell Walls. Plant Physiology, Vol : 153, 373-383

Mustapha, S., et all. (2011). Production of Semi-refined Carrageenan from Eucheuma cotonii. Journal of Science and Industrial Research, Vol : 70, 865-870.

Juneidi, W. (2004). Rumput Laut Jenis dan Morfologisnya. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Aslan, L. M. (1998). Budidaya rumput laut. Yogyakarta: Kanisius.

Uy, F.S., Easteal, A.J., and Fard,M.M. (2005), “Seaweed Processing Using Industrial Single-mode Cavity microwave heating : a preliminary investigation”, Carbohydrate Research, 340 ; 1357-1364.

(11)

Gambar

Gambar 1.  Hasil  ekstrasi  rumput  laut  merah Eucheuma cottonii,  sp menjadi karaginan
Tabel 1. Hasil analisis fitokimia rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii, sp
Gambar 2. Spektrum FTIR Karaginan dari rumut laut Eucheuma cottonii, sp . Dari gambar 4 diatas terdapat perbandingan antara karaginan yang diendapkan menggunakan KOH 10% dan NaOH 10%
Gambar 3. Karaginan dengan KOH 10%

Referensi

Dokumen terkait

Intensitas Intensitas Intensitas keterlibatan keterlibatan keterlibatan keterlibatan dalam dalam dalam dalam keputusan keputusan keputusan keputusan pembelian pembelian

Variabel yang digunakan adalah penerapan IFRS sebagai variabel independen dan terdapat berbagai variabel kontrol seperti ukuran perusahaan, rasio total hutang terhadap

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap proses Procurement, proses Materials Management, dan kinerja dengan menggunakan IT Balanced Scorecard serta analisa biaya dan manfaat pada

PERHATIAN: Pemilihan sarung tangan spesifik untuk aplikasi tertentu dan lama pemakaiannya di tempat kerja harus juga memperhitungkan seluruh faktor di tempat kerja, seperti

Uji kualitas susu dapat ditinjau dari uji alkohol, uji derajat asam, dan angka katalase yang merupakan pemeriksaan terhadap keadaan susu yang berguna untuk

Sejalan dengan penelitian Azmi (2011) yang menyatakan bahwa hanya subjek berkemampuan tinggi dan sedang yang dapat memenuhi indikator melakukan manipulasi sedangkan

Penularan terhadap manusia terjadi akibat mengkonsumsi larva yang terkandung dalam makanan mentah atau yang setengah matang terutama pada moluska (siput air),

Subyek menceritakan beberapa permasalahan yang dihadapinya dalam merawat anak dengan epilepsi.. mengaku semua permasalahan yang muncul timbul setelah subyek