• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERPADU TIPE CONNECTED TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERPADU TIPE CONNECTED TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V SD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERPADU TIPE

CONNECTED TERHADAP HASIL BELAJAR IPS

PADA SISWA KELAS V SD

Wyn. Diana Putra

1

, Syahruddin

2

, I Wyn. Widiana

3 1,2,3

Jurusan PGSD, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected]

1

, [email protected]

2

,

[email protected]

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Terpadu Tipe Connected dengan kelompok siswa yang mengikuti model pengajaran Konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan non-equivalent post test only control group design dengan melibatkan sampel sebanyak 50 siswa SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Sampel penelitian diambil dengan teknik random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar IPS adalah tes pilihan ganda. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Terpadu Tipe Connected dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (thitung = 3,69 > ttabel = 2,00).

Dengan demikian, model pembelajaran Terpadu Tipe Connected berpengaruh terhadap hasil belajar IPS.

Kata kunci: Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected, hasil belajar Abstract

This research aimed to investigating significant difference of stundent’s learning outcomes of social science between fifth grade students taught by Integrated learning model Connected Type map and fifth grade students taught Conventional teaching model at elementary schools in Penglatan Village Buleleng Subdistrict Buleleng Regency. This study was quasi-experiment using the non-equivalent post-test only control group design involving 50 elementary school students in Penglatan Village altogether selected using simple random sampling technique. The data about student’s learning outcomes of social science were obtained using expanded multiple choice test. The data were analyzed statistically using descriptive and inferential analysis. Inferential statistics used t-test. The result of the research there was a significant difference of stundent’s learning outcomes of social science between fifth grade students taught by Integrated learning model Connected Type with learning outcomes and fifth grade students taught Conventional teaching model (tobserve = 3.69> ttable = 2.00). Based on the research result, Integrated

learning model Connected Type assisted affected significantly stundent’s learning outcomes of social science.

Keywords: Integrated learning model Connected Type, learning outcomes of social science

(2)

PENDAHULUAN

Menghadapi perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

serta sumber daya manusia yang

berkualitas, maka pemerintah berupaya

mencerdaskan kehidupan bangsa

Indonesia melalui pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 Bab 2, pasal 3, yang menyatakan,

Pendidikan nasional berfungsi untuk

mengembangkan kehidupan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokritis serta bertanggung jawab

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, pemerintah berusaha semaksimal mungkin membenahi kualitas maupun kuantitas di bidang pendidikan. Melalui

pendidikan akan memberikan bekal

kemampuan kognitif dan kesiapan mental yang sempurna dan berkesadaran maju yang berguna bagi anak didik untuk terjun ke masyarakat, menjalin hubungan sosial, dan memikul tanggung jawab sebagai

individu dan makhluk sosial dalam

menghadapi dan mengantisipasi kehidupan masyarakat di zaman saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan, karena melalui pendidikan dapat menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan sebagai bekal untuk mengantisipasi masalah kehidupan yang terjadi saat ini dan yang akan datang.

Untuk menuju peradaban bangsa yang kompetitif dalam rangka menghadapi persaingan di era global sekarang ini, maka pendidikan yang bermutu mutlak harus diusung. Depdiknas (2006) menyatakan

bahwa, pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada kenyataan, sampai sekarang

ini bangsa Indonesia memiliki

permasalahan yang sangat besar dan menjadi perbincangan yang berkelanjutan,

yaitu pada mutu pendidikan. Mutu

pendidikan indonesia masih tergolong

sangat rendah dibandingkan dengan

negara-negara lain di dunia. Berdasarkan

laporan International Education

Achievement (IEA) hal ini bisa dilihat dari

beberapa indikator. Pertama, lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum

siap memasuki dunia kerja karena

minimnya kompetensi yang dimiliki,

penyebabnya adalah yang dipelajari di

lembaga pendidikan seringkali hanya

terpaku pada teori. Kedua, peringkat

Human Development Index (HDI) Indonesia

yang masih rendah, pada tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 124 dari 187 negara, jauh di bawah Filipina yang berada di peringkat 112 dan Thailand pada

peringkat 103. Ketiga, kemampuan

membaca siswa SD di Indonesia yang juga masih rendah. Keempat, mutu akademik antar bangsa melalui Programme for

International Student Assesment (PISA)

khususnya dibidang IPS dan Matematika yang masih rendah pula.

Penyebab rendahnya kualitas

pendidikan di Indonesia secara umum

disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya adalah. (1) Efektifitas

pendidikan. Pendidikan yang efektif, adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Namun pada kondisi realita di lapangan

guru sebelum menyelenggarakan

pembelajaran tidak mempunyai tujuan yang jelas, yang menyebabkan pembelajaran termasuk katagori tidak efektif. (2) Efisiensi Pengajaran tidak berjalan. Guru dalam

melaksanakan pembelajaran kurang

mempertimbangkan prosesnya, hanya

(3)

telah disepakati. (3) Standarisasi Pendidikan tidak ajeg. Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi, sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan

standarisasi dan kompetensi tersebut

seperti Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP). Sedangkan secara khusus

beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah sebagai berikut. (1) Rendahnya kualitas sarana fisik, (2) rendahnya kualitas guru, (3) rendahnya kesejahteraan guru, (4) rendahnya prestasi siswa, (5) rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan (6) mahalnya biaya pendidikan (Nurcahyanti, 2011).

Dari pemaparan di atas secara khusus permasalahan yang terjadi di lapangan adalah rendahnya hasil belajar IPS. Menurut Hidayat (2010:11) Ilmu

Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting bagi jenjang pendidikan dasar karena siswa yang datang ke sekolah berasal dari lingkungan yang berbeda-beda. Namun Ilmu Pengetahuan Sosial lebih dikenal sebagai mata pelajaran yang membosankan dan tidak menarik bagi peserta didik. Akibatnya peserta didik akan semakin tidak menyukai pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, sehingga berpengaruh terhadap minat mereka dalam mengikuti pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Pada

akhirnya, hal ini akan berpengaruh

terhadap hasil belajar IPS siswa menjadi tidak optimal. Dari penjelasan tersebut rendahnya hasil belajar IPS diperkuat dari hasil studi dokumen pada daftar nilai UTS siswa kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Minimal dan Rata-rata Nilai UTS IPS

No Nama Sekolah Rata-rata Nilai UTS KKM

1 SD No. 1 Penglatan 64 65 2 SD No. 2 Penglatan 56 63 3 SD No. 3 Penglatan 64 64 4 SD No. 1 Alasangker 71 70 5 SD No. 2 Alasangker 60 68 6 SD No. 3 Alasangker 68 71

Rendahnya hasil belajar IPS

disebabkan pembelajaran IPS selama ini

masih memakai model pembelajaran

konvensional. Model ini lebih menekankan

pada fungsi guru sebagai pemberi

informasi, sedangkan peserta didik lebih

diposisikan sebagai pendengar dan

mencatat sehingga interaksi hanya satu arah dari guru ke siswa. Diposisikannya para siswa sebagai objek pembelajaran, berakibat pada aktivitas belajar mereka yang cenderung terbatas. Hal ini dilakukan guru karena didasari oleh satu asumsi bahwa pengetahuan dan keterampilan guru bisa dipindahkan secara utuh kepada peserta didik. Berdasarkan metode diatas, guru sudah merasakan mengajar dengan baik, tetapi siswanya tidak belajar, sehingga terjadi miskonseptual antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPS sebagai mata

pelajaran yang mengacu pada pembekalan pengetahuan dan keterampilan.

Pembelajaran IPS dengan model

pembelajaran konvensional akan

menimbulkan kebosanan bagi siswa, siswa hanya duduk mendengarkan, menulis dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru yang mengajar mata pelajaran IPS kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng yang dilakukan pada tanggal 2 Maret 2013 dari hasil observasi pada proses pembelajaran IPS, ditemukan beberapa permasalahan yaitu; 1) sistem pembelajaran masih berpola satu arah

(teacher centered) serta kurangnya

penggunaan media dalam proses

pembelajaran sehingga siswa kurang

berperan aktif dalam mengikuti pelajaran dan terjadinya verbalisme (siswa hanya tahu nama tetapi tidak tahu bentuknya), 2)

(4)

cenderung hanya mendengarkan serta mencatat apa yang disampaikan oleh guru, 3) siswa kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, 4) siswa jarang diajak melihat secara langsung kejadian atau fenomena di alam nyata terkait dengan materi yang dipelajari, 5) kerja sama yang dibangun antar sesama siswa dalam pembelajaran kurang diperhatikan karena

kurang dibudayakannya masyarakatat

belajar (learning community) dalam proses

pembelajaran. Semua permasalahan

tersebut pada akhirnya akan menyebabkan redahnya hasil belajar IPS siswa.

Model pembelajaran konvensional menganut teori belajar behaviorisme. Teori

behavioristik menekankan bahwa

perubahan perilaku peserta didik terjadi jika mendapatkan rangsangan. Pada model pembelajaran konvensional rangsangan tersebut terutama berasal dari guru.

Pernyataan tersebut didukung oleh

Thabroni dan Mustofa (2011) yang

menyatakan proses pembelajaran akan terjadi apabila ada stimulus sebagai input dan respons sebagai output. Input yang dimaksud adalah stimulus atau rangsangan apa saja yang diberikan guru, dan sebagai

output adalah berupa respon atau

tanggapan yang diberikan siswa dari stimulus yang diberikan guru. Model

pembelajaran konvensional yang

diterapkan oleh guru menyebabkan

pembentukan perilaku pasif pada siswa atau menerima saja tanpa proses. Model

pembelajaran konvensional memiliki

langkah-langkah pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran tersebut adalah 1) kegiatan pendahuluan, guru menyampaikan informasi awal sebagai pembuka dan menyampaikan materi yang akan dibahas, 2) kegiatan inti, guru menjelaskan materi pelajaran secara utuh dan menyeluruh, 3) guru menyuruh siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada pada buku paket dan buku LKS, 4) kegiatan penutup, guru memberikan evaluasi atau memberi soal-soal untuk dikerjakan di rumah.

Langkah-langkah pembelajaran tersebut

menyebabkan siswa tidak dapat

mengkonstruksikan pengetahuan yang

dimiliki.

Berdasarkan langkah-langkah

model pembelajaran konvensional di atas

menyebabkan terdapat beberapa

kelemahan. Kelemahan dari model

pembelajaran konvensional adalah siswa sebagai objek pembelajaran, siswa pasif, siswa mudah bosan, dan sumber belajar hanya pada buku teks.

Dari pemaparan di atas tentang penyebab rendahnya hasil belajar IPS, maka salah satu model inovatif yang dapat

digunakan untuk memperbaiki proses

pembelajaran agar menjadi lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa adalah

dengan menggunakan model

pembelajaran terpadu tipe connected. Model ini memungkinkan siswa baik secara individu maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.

Model pembelajaran terpadu tipe

connected merupakan pembelajaran yang

dilakukan dengan mengaitkan satu pokok

bahasan dengan pokok bahasan

berikutnya, mengaitkan satu konsep

dengan konsep lainnya, atau mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan lain. Model pembelajaran terpadu tipe

connected mempunyai arti penting dalam

kegiatan belajar mengajar. Menurut Trianto (2007), ada beberapa kelebihan dari model

pembelajaran terpadu tipe connected

adalah sebagai berikut.

a. Guru dapat lebih menghemat waktu dalam menyusun persiapan mengajar. Tidak hanya siswa, guru pun dapat

belajar lebih bermakna terhadap

konsep-konsep sulit yang akan

diajarkan.

b. Tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dengan tahap berfikir nyata. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak melihat mata pelajaran berdiri sendiri. Mereka melhat objek

atau peristiwa yang didalamnya

memuat konsep/materi beberapa mata pelajaran.

c. Proses pemahaman anak terhadap

suatu konsep dalam suatu

peristiwa/objek lebih terorganisir. d. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

e. Memberi peluang siswa dalam

mengembangkan kemampuan diri

f. Memperkuat kemampuan yang

(5)

Dari penjelasan di atas tentang model pembelajaran terpadu tipe connected

dapat disimpulkan bahwa model ini

mempermudah dan memotivasi peserta

didik untuk mengenal, menerima,

menyerap dan memahami keterkaitan atau hubungan antara suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dengan konsep, ketrampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau sub pokok bahasan lain,

dalam satu bidang studi. Dengan

menggunakan pembelajaran terpadu tipe

connected, peserta didik digiring berpikir

secara luas dan mendalam untuk

menangkap dan memahami hubungan-hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya, peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh dan sistemtik. Pembelajaran terpadu tipe

connected dilakukan agar pembelajaran

lebih berpusat pada peserta didik dan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya.

Model pembelajaran terpadu tipe

connected menganut teori belajar

kostruktivisme. Hal ini tampak dari peserta didik digiring berpikir secara luas dan

mendalam untuk menangkap dan

memahami hubungan-hubungan

konseptual yang disajikan guru.

Selanjutnya, peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh dan sistemtik.

Menurut Trianto (2007) model

pembelajran terpadu tipe connected terdiri dari enam tahap yaitu (1) tahap persiapan (kegiatan pendahuluan), (2) tahap presensi materi, (3) tahap membimbing pelatihan, (4)

tahap menelaah pemahaman dan

memberikan umpan balik, (5) tahap

mengembangkan dan memberikan

kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerpan, (6) tahap menganalisis dan mengevaluasi.

Dari uraian yang dijelaskan di atas,

bahwa antara model pembelajaran

konvensional dengan model Pembelajaran

Terpadu Tipe Connected memiliki

karakteristik teoritik dan langkah-langkah pembelajaran yang berbeda, hal ini diduga akan memberikan dampak atau pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar IPS yang diperoleh siswa.

Untuk mendapatkan gambaran

mengenai bagaimana pengaruh penerapan

model pembelajaran Terpadu Tipe

Connected terhadap hasil belajar IPS

siswa, maka dilaksanakan penelitian untuk menangkap hal tersebut.

Berdasarkan paparan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Terpadu Tipe Connected dengan kelompok siswa yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran konvensional.

METODE

Dilihat dari fokus masalah dan kaitan antar variabel yang dilibatkan dalam penelitian, maka penelitian ini termasuk kategori penelitian eksperimen semu (quasi

experiment). Tempat penelitian ini adalah

SD Gugus IV Kecamatan Buleleng

Kabupaten Buleleng dan waktu

pelaksanaannya pada semester ganjil

tahun pelajaran 201/2014. Populasi

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV yang berjumlah 173 siswa yang tersebar pada 6 sekolah. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik

simple random sampling, tetapi yang

dirandom adalah kelas. Hal ini dikarenakan, tidak memungkinkan untuk merubah kelas yang ada.

Rancangan penelitian yang

digunakan adalah non-equivalent post test

only control group design. Pada kelompok

eksperimen diberikan perlakuan berupa

model pembelajaran Terpadu Tipe

Connected, sedangkan kelompok kontrol

diberikan perlakuan model pembelajaran

konvensional. Pada akhir kegiatan

penelitan, kedua kelompok diberikan

post-test.

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data tentang hasil belajar IPS. Untuk mengukur pemahaman konsep siswa digunakan metode tes. “Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (testee), dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor (data interval)” (Agung,

(6)

2011:60). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar IPS adalah tes pilihan ganda diperluas.

Pada tes pilihan ganda diperluas, setiap pertanyaan konseptual disediakan

empat pilihan, dengan satu pilihan

merupakan alternatif pernyataan sekitar konsepsi ilmiah dan tiga pilihan merupakan klasifikasi miskonsepsi. Dalam memilih satu

jawaban dari empat jawaban yang

disediakan tersebut, para siswa dituntut untuk menunjukkan alasan yang rasional

dan ilmiah. Kriteria penilaian tes

pemahaman konsep menggunakan rubrik

yang memiliki rentangan skor 0–4.

Kemudian skor setiap item dijumlahkan dan jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPS.

Instrumen yang disusun terlebih dahulu perlu melalui uji validitas isi oleh dua orang dosen ahli. Setelah instrumen dianggap memenuhi syarat validitas isi, instrumen tersebut diuji cobakan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda tes.

Instrumen diuji cobakan di kelas VI dengan melibatkan 50 responden. Dari hasil uji validitas tes, diperoleh 30 soal yang valid dari 40 tes yang diuji cobakan. Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes, diperoleh koefesien reliabilitas tes sebesar 0,84. Hal ini, berarti tes tersebut termasuk ke dalam kriteria reliabilitas sangat tinggi. Jadi, tes hasil belajar IPS tersebut dianggap layak untuk digunakan dalam penelitan. Selanjutnya, tes tersebut dianalisis tingkat kesukarannya, dengan kriteria pengujian yaitu suatu tes dapat digunakan apabila dapat memenuhi 0,80 < r1.1 ≤ 1,00. Berdasarkan hasil analisis dari 30 soal, 10 soal berada kategori sukar dan 20 soal berada pada kategori sedang, hal tersebut menunjukkan 30 soal tersebut memenuhi kriteria pengujian. Untuk uji daya beda tes

digunakan kriteria pengujian yaitu item dikatakan mempunyai daya beda yang baik, jika memiliki IDB antara 0,15–0,20 atau lebih. Berdasarkan hasil perhitungan daya beda tes diperoleh 2 soal yang tidak memenuhi kriteria pengujian. Berdasarkan hasil uji coba instrumen tersebut, diperoleh 30 soal yang memenuhi syarat untuk disertakan sebagai soal post-test pada penelitian.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data hasil belajar IPS, baik secara numerik maupun grafis. Pada analisis deskriptif dihitung mean, modus, median, standar deviasi, dan varians. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Statistik inferensial digunakan untuk mengambil keputusan berdasarkan hasil analisis data. Sebelum pengambilan keputusan diperlukan uji prasyarat, yakni uji homogenitas dan uji

normalitas. Pengujian hipotesis

menggunakan uji-t. Dalam penelitian ini dikaji hipotesis yaitu terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran

Terpadu Tipe Connected dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD 1 dan 2 penglatan Kecamatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian ini adalah skor

pemahaman kosep IPS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Terpadu Tipe Connected dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis deskriptif ditemukan nilai-nilai statistiknya seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Data dengan Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 21,48 17,38

Median 22,00 17,5

Modus 22,37 17,92

Stadar Deviasi 4,69 3,65

(7)

Sebelum data penelitian ini

dianalisis dengan statistik inferensial,

terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data. Uji prasyarat yang dimaksud adalah uji normalitas sebaran data dan uji

homogenitas varians. Uji normalitas

sebaran data dimaksudkan untuk

meyakinkan bahwa sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi tunggal.

Berdasarkan analisis uji normalitas

dengan rumus Chi-square, diperoleh 2hitung

sebesar 1,898 dan 2tabel dengan taraf

signifikansi 5% dan db= 3 adalah 7,815. Hal

ini berarti 2hitung < 2tabel, maka data hasil

post-test kelompok eksperimen berdistribusi

normal. Sedangkan, 2hitung hasil post-test

kelompok kontrol adalah 7,815 dan 2tabel

dengan taraf signifikansi 5% dan db= 3

adalah 7,815. Hal ini berarti 2hitung < 2tabel,

maka data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji homogenitas

dengan menggunakan rumus uji–F.

Berdasarkan analisis ujihomogenitas

varians, diperoleh Fhitung = 1,65 sedangkan

Ftabel dengan taraf signifikansi 5% serta dk

pembilang 28 dan dk penyebut 25 adalah

2,028. Hal ini berarti Fhitung < Ftabel, sehingga

varians data hasil belajar IPS siswa kelompok eksperimen dan siswa kelompok kontrol adalah homogen.

Berdasarkan hasil uji prasyarat, yakni uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh hasil yaitu: 1) distribusi data hasil belajar IPS siswa kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol adalah berdistribusi

normal, 2) varian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen. Pengujian hipotesis yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rumus uji–t

polled varians. Hasil analisis uji–t disajikan

pada Tabel 2. Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis

Kelompok Varians N Db thitung ttabel Kesimpulan

Eksperimen 22,02 29

53 3,69 2,00 thitung > ttabel H1

diterima

Kontrol 13,31 26

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh hasil thitung sebesar 3,69. Sedangkan ttabel dengan

db= 53 dan taraf signifikansi 5% adalah

2,00. Hal ini berarti thitung lebih besar dari

ttabel (thitung > ttabel) sehingga H0 ditolak dan

Ha diterima. Dengan demikian, dapat

diinterpretasikan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok

siswa yang dibelajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran

Terpadu Tipe Connected dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

Secara deskriptif, hasil belajar IPS siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan hasil belajar IPS siswa kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata hasil belajar IPS dan kemiringan kurve poligon.

Rata-rata skor hasil belajar IPS siswa kelompok eksperimen adalah 48,27

berada pada kategori sangat tinggi.

Berdasarkan skor hasil belajar IPS

kelompok eksperimen dapat digambarkan

sebagai kurve juling negatif, karena

Mo>Md>M (22,37>22,00>21,48). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor kelompok eksperimen cenderung tinggi. Data hasil post-test kelompok eksperimen disajikan dalam Gambar 2.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12-14 15-17 18-20 21-23 24-26 27-29 Fr e ku e n si interval

Gambar 1. Grafik Poligon Skor

Pemahaman Konsep IPS

(8)

Rata-rata skor hasil belajar IPS siswa kelompok kontrol adalah 35,1 berada pada kategori tinggi. Berdasarkan skor hasil belajar IPS siswa kelompok kontrol dapat digambarkan sebagai kurve juling positif, karena Mo<Md<M (33,5<34,31<35,1). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor kelompok kontrol cenderung rendah. Data hasil post-test kelompok kontrol disajikan dalam Gambar 2.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 9-11 12 - 14 15 - 17 18 - 20 21 - 23 24 - 26 Fr e ku e n si Interval

Gambar 2. Grafik Poligon Skor

Pemahaman Konsep IPS

Kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil analisis data

menggunakan uji-t, diperoleh thitung = 6,067.

Sedangkan ttabel dengan db=46 dan taraf

signifikansi 5% adalah 2,021. Hasil

perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel),

sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini

berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan

model pembelajaran Terpadu Tipe

Connected dengan kelompok siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

Perbedaan yang signifikan hasil belajar antara kelompok yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional dapat

disebabkan adanya perbedaan perlakuan

pada langkah-langkah pembelajaran.

Pembelajaran dengan model pembelajaran

terpadu tipe connected menekankan

aktivitas belajar siswa lebih banyak

daripada aktivitas guru. Penggunaan model

pembelajaran terpadu tipe connected dapat lebih merangsang siswa untuk saling

bekerjasama, berpartisipasi aktif, dan

merangsang perhatian siswa dalam belajar,

sehingga materi pelajaran yang

disampaikan lebih mudah dipahami. Selain itu, hal ini menyebabkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna dan lebih kuat melekat dalam memori atau pikiran siswa untuk memahami pelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran terpadu tipe

connected merupakan metode

pembelajaran yang berorientasi pada

pembelajaran yang mengaitkan suatu

pokok bahasan dengan sub pokok bahasan lain, satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan

keterampilan yang lain. Sehingga

pembelajaran tidak akan terpisah-pisah. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Selain itu penggunaan model pembelajaran terpadu tipe connected dapat memudahkan guru dalam mengajar serta dapat mengatasi

kekurangan waktu guru dalam

menghabiskan materi pembelajaran.

Model pembelajaran terpadu tipe connected menuntut siswa menggali dan menemukan pengetahuannya sendiri, siswa dituntut selalu aktif dalam menggali suatu informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber sehingga pemahaman konsep, kemampuan penalaran dan komunikasi dapat ditingkatkan yang dapat berimbas pada peningkatan prestasi belajar siswa. Penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected meliputi tiga tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan

dan tahap evaluasi. Pada tahap

perencanaan, hal yang dilakukan adalah

menentukan standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang dipadukan,

menentukan sub keterampilan yang

dipadukan, menentukan indikator hasil belajar dan menentukan langkah-langkah pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan terdapat 6 fase yaitu pendahuluan, presensi materi, membimbing pelatihan, menelaah

pemahaman dan umpan balik,

mengembangkan dengan memberikan

(9)

penerapan, serta menganalisis dan evaluasi. Sedangkan pada tahap evaluasi,

berupa evaluasi proses dan hasil

pembelajaran. siswa diberi kesempatan

untuk mengevaluasi dirinya sendiri

disamping bentuk evaluasi lainnya. Siswa juga diajak untuk mengevaluasi perolehan belajar yang dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

Jika tahapan-tahapan tersebut

dilaksanakan dengan baik dan tercermin dalam diri siswa, niscaya proses belajar yang dialami siswa akan melekat pada diri mereka karena siswa dihadapkan pada suatu aktivitas nyata sehingga mendukung berkembangnya prestasi belajar siswa.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected pada siswa kelas V semester ganjil di SDN 1 Penglatan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester ganjil di SDN 2 Penglatan tahun pelajaran 2012/2013 (thitung = 3,69> ttabel = 2,00). Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar IPS siswa setelah dibelajarkan

dengan model pembelajaran terpadu

connected berada pada kategori baik, yaitu pada rentangan skor 17,5-22,5 sebanyak 9 orang atau 31,04%. Dan Hasil belajar IPS siswa setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran konvesional berada pada kategori cukup, yaitu pada rentangan skor 12,5-17,5 sebanyak 11 orang atau 42,31%.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi

Penelitian Pendidikan. Singaraja:

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha. Ahmadi, I. 2011. Strategi Pembelajaran

Terpadu. Jakarta: Renika Cipta. Dahar, R.W. 2006. Teori-teori Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2006. Standar Isi. Jakarta: Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Depdiknas 2003. UU Nomor 20 Tahun

2003 Tentang SISDIKNAS. Jakarta: Depdiknas.

Hidayat, dkk. 2010. Pengembangan

Pendidikan IPS SD. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional.

Kasim, Meilani. 2009.

“Makalah-Masalah-Pendidikan-Di-Indonesia”. Tersedia pada http://Meilanikasim.Wordpress. Com/ (diakses tanggal 6 Desember 2012).

Kunandar. 2007. Guru Profesional

Implementasi Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses Sertifikasi Guru. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.

Muljono, Pudji. 2007. Kesiapan Sekolah

dalam Mengimplementasikan

Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP): Kasus

Beberapa SMA di Kota dan

Kabupaten Bogor. Jurnal Pendidikan

dan Kebudayaan. Edisi Khusus II

tahun ke-13 (hlm. 43-69).

Nurcahyanti. 2011. “Permasalahan

Pendidikan di Indonesia”. Tersedia

pada http://

elearning.unesa.ac.id/myblog/elly- nurcahyanti/makalah-permasalahan-

pendidikan-di-indonesia-beserta-solusinya. (diakses tanggal 12

Februari 2012).

Sanjaya. 2012. “Pengertian definisi hasil belajar”. Tersedia pada http:// aadesanjaya.blogspot.com/2011/03/

pengertian-definisi-hasil-belajar.html/ (diakses tanggal 1 Januari 2012).

Thabroni dan Mustofa. 2011. Belajar dan

Pembelajaran Pengembangan

(10)

Dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran

Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran

Terpadu Dalam Teori Dan Praktek.

Surabaya: Prestasi Belajar.

---. 2010. Model Pembelajaran Terpadu

Konsep, Strategi dan

Impementasinya dalam KTSP.

Gambar

Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis
Gambar 2.  Grafik  Poligon  Skor  Pemahaman  Konsep  IPS  Kelompok Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sabri dan penelitian yang dilakukan Liang dkk., kurvatura bibir atas yang dikatakan estetis adalah melengkung ke atas dan kurvatura bibir yang lurus karena pasien

Namun di Kabupaten Manggarai Barat sendiri masih terdapat beberapa kendala terkait kegiatan pariwisata,salah satunya adalah belum memiliki suatu sistem informasi yang tertata secara

Menurut Sugiyono (2009 : 207), statistik inferensial merupakan teknik statistik yang digunakan dalam melakukan analisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan dalam penelitian ini, persepsi masyarakat terhadap dampak pengembangan migas dari kegiatan migas menunjukkan bahwa adanya kegiatan migas

Dalam memasukkan penawaran, Peserta Tender diminta untuk menyatakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (“TKDN”) Barang yang ditawarkan dengan mengisi, menyertai meterai dan

Sekali lagi, kita perhatikan dalam wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, bahwa derajat yang tinggi dapat dicapai dengan kalimat yang diridhai oleh Allah.. Kalimat

pembelajaran kimia, khususnya Tata nama dan persamaan reaksi kimia serta pendekatan pembelajaran yang inovatif merupakan telaah yang mendalam dalam mewujudkan

This study analyzed the relationship between room temperature and home blood pressure (HBP) and was based on data obtained in a baseline survey of 2,095 households and