• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang disusun oleh manusia dimana manusia tersebut hidup, dan mereka bergantung pada jaringan-jaringan makna tersebut. Banyak perwujudan dari kebudayaan, salah satunya adalah sastra. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, yaitu penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik (Zainuddin, 1992 : 99).

Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta. Akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajar (Teeuw, 1984:23). Sedangkan menurut Hermawan (2006:7), bahwa istilah sastra adalah karya tulis yang bersifat “imajinatif”. Boulton dalam Aminuddin (2000:37) mengungkapkan bahwa suatu karya sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun berbagai macam problema yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.

Menurut sifatnya, karya sastra dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: karya sastra yang bersifat fiksi berupa novel, cerpen, essai, dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra yang bersifat non fiksi berupa puisi, drama dan lagu.

(2)

Pada bahasan mengenai sastra terdapat didalamnya yaitu mengenai genre sastra, yang di dalam genre tersebut tercakup prosa. Sesuai dengan objek yang akan dipakai dalam penelitian ini maka penulis mengambil salah satu bentuk prosa yaitu novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Kata novel mulai dikenal pada zaman renaisans (abad ke 14 hingga abad ke 17). Saat itu, tahun 1353 penulis Italia, Giovanni Boccaccio menggunakan istilah novella untuk karya prosa pendeknya. Ketika karyanya diterjemahkan, istilah novel masuk ke dalam bahasa Inggris. Sekarang kata novella dalam bahasa Inggris digunakan untuk menyebut novel pendek. Kata novel dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris. Di Perancis kata roman lebih banyak lebih lebih banyak digunakan dibanding kata novel. Jadi istilah novel dan roman sebenarnya memiliki pengertian yang sama.

Novel merupakan karya fiksi tulis yang diceritakan secara panjang lebar. Sebagian besar novel mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang kompleks dengan menampilkan sejumlah tokoh dalam berbagai situasi yang berbeda. Panjang suatu novel berkisar antara puluhan hingga ratusan halaman.

Untuk menciptakan dunia fiksi dalam novel yang mendekati kenyataan, novelis menggunakan 5 unsur yaitu: plot, karakter, konflik, latar dan tema (Trianto, 2009:118).

Di Jepang novel dikenal dengan sebutan 小説 (shousetsu). Banyak novel terkenal yang telah dihasilkan oleh sastrawan-sastrawan Jepang. Sastrawan Jepang dapat digolongkan dalam 2 bagian yaitu sastrawan klasik dan sastrawan kontemporer. Sastrawan klasik selalu mengangkat nilai-nilai budaya dan tradisi Jepang dalam setiap karyanya. Sedangkan sastrawan kontemporer selalu mengadaptasi budaya Amerika atau Eropa dalam setiap karyanya. Salah satu sastrawan kontemporer Jepang yang terkenal adalah Yasunari Kawabata.

(3)

Tokoh yang ditampilkan pengarang dalam karyanya merupakan kebebasan kreatifitas seorang pengarang. Oleh karena pengarang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan keinginannya, bagaimana perwatakan, permasalahan yang dihadapi, kondisi psikologis, dan lain-lain dari seorang tokoh merupakan kebebasan dari pengarang.

Psikologis sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak lepas dari kejiwaan masing-masing. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang , akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra. Jatman (1985:165) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi, gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

Psikologis seorang tokoh yang terdapat dalam karya sastra fiksi merupakan hak seorang pengarang untuk menampilkan bagaimana psikologi tokohnya sehingga terdapat keserasian dan kesesuaian antara tokoh dan jalan cerita yang dibuat pengarang. Psikologi tokoh dapat kita lihat dari karakter tokoh di dalam cerita fiksi tersebut.

Secara harfiah, psikologis berarti ilmu jiwa yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Sigmund Freud dalam Milner (1992:43), mengemukakan gagasannya bahwa kesadaran merupakan sebagian kecil dari kehidupan mental, sedangkan bagian besarnya adalah ketidaksadaran. Ketidaksadaran ini dapat menyublim ke dalam proses kreatif pengarang. Dalam kajian psikologi sastra, akan berusaha mengungkap psikoanalisa kepribadian yang dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu: id, ego, dan super ego. Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta

(4)

membentuk totalitas, dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk interaksi ketiganya.

Sebagai contoh gejala seperti di atas penulis temukan pada tokoh utama dalam novel yang berjudul “Keindahan dan Kepiluan” karya Yasunari Kawabata, dimana dikisahkan percintaan antara seorang pengarang novel dan wanita bekas selirnya yang menjadi pelukis. Percintaan itu seakan-akan tak terhalang oleh istri si pengarang, tapi justru terkait oleh tokoh lain, yaitu gadis didik si wanita pelukis.

Gaya lirik Kawabata dengan anggun menjalin pelukisan renungan dan gairah asmara yang kadangkala tersamar, kadangkala muncul secara terus terang dari kabut penyamaran, dan kondisi psikologis tokoh utama yang sering mengalami tekanan batin serta kesedihan dalam hidupnya dalam menghadapi situasi percintaan yang rumit membuat ketertarikan bagi penulis untuk menelitinya dengan harapan dapat memberikan pandangan dan informasi kepada pembaca tentang psikologis yang digambarkan oleh Kawabata dalam karya sastranya. Dengan demikian penulis memilih judul “ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH DALAM NOVEL KEINDAHAN DAN KEPILUAN KARYA YASUNARI KAWABATA”.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH DALAM NOVEL KEINDAHAN DAN KEPILUAN KARYA YASUNARI KAWABATA”, maka proposal ini akan membahas mengenai psikologis tokoh Oki, Otoko dan Keiko dalam melalui hari-harinya. Tokoh yang bernama Oki Toshio digambarkan sebagai seorang pengarang berusia tiga puluh tahun yang terlibat cinta terlarang dengan seorang gadis muda yang berusia setengah dari usianya, bernama Otoko.

(5)

Oki yang sudah memiliki istri akhirnya dihadapkan dengan masalah, karena gadis muda selingkuhannya ternyata mengandung anak mereka, sementara Oki tidak dapat meninggalkan istri sahnya. Seperti harapan yang terselubung dalam diri Oki, anak yang dilahirkan kurang bulannya itu akhirnya meninggal dunia. Hal yang justru menyebabkan guncangan batin bagi Otoko dan membuatnya melakukan usaha bunuh diri, namun usahanya berhasil digagalkan.

Berpuluh tahun Oki dan Otoko kehilangan komunikasi, tetapi tidak membuat ingatan mereka hilang satu sama lain. Perasaan cinta yang lama itu masih terpendam. Oki mengetahui bahwa kini Otoko telah menjadi pelukis yang cukup terkenal sementara Oki sendiri menjadikan kisah percintaannya dengan Otoko menjadi sebuah novel yang paling diminati.

Dalam suatu kesempatan akhir tahun, Oki mengunjungi Kyoto, tempat dimana Otoko tinggal kini. Setelah sekian lama tidak bertemu, mereka akhirnya bertatap muka kembali. Otoko terlihat berusaha menjaga jarak dengan selalu membawa muridnya yang bernama Keiko. Namun, di lubuk hatinya, perasaan Otoko terhadap Oki tetap ada.

Masa lalu Otoko yang membuatnya trauma menerima cinta seorang pria justru membuatnya merasakan cinta kepada perempuan muda yang kini menjadi muridnya, Keiko. Mereka bagaikan sepasang kekasih yang berusaha saling melengkapi. Sebagaimana Otoko mencintainya, begitu pula perasaan Keiko.

Masa lalu Otoko yang telah dihancurkan pria bernama Oki, telah membuat Keiko yang mencintai Otoko bertekad untuk membalas dendam. Hal itu benar-benar dilakukannya. Dia datang sebagai seorang wanita muda penggoda yang berusaha menghancurkan keutuhan rumah tangga Oki.

Dari kisah di atas dapat ditemukan konflik batin yang terjadi pada tokoh-tokoh utama dalam novel ini. Bagaimana keindahan cinta, serta perasaan terluka dan kecewa

(6)

dapat mempengaruhi psikologis seseorang serta berperan dalam pembentukan karakter, bahkan tindakan-tindakan yang dapat dihasilkannya.

Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimanakah Yasunari Kawabata melukiskan kondisi psikologis tokoh Oki, Otoko, dan Keiko dalam novel Keindahan dan Kepiluan melalui pendekatan psikologis Singmund Freud?

2. Bagaimana masalah psikologis yang diekspresikan oleh tokoh Oki, Otoko, dan Keiko yang ada dalam novel “Keindahan dan Kepiluan” karya Yasunari Kawabata?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian ini tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh. Sehingga pembahasan dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam analisis ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada analisis cerita yang menggambarkan tentang psikologis para tokoh utama yang menjelaskan tentang id, ego, dan super ego yang dialami para tokoh utama. Dalam analisis ini, penulis mengambil cuplikan-cuplikan dalam teks cerita novel “Keindahan dan Kepiluan” karya Yasunari Kawabata, dan dalam cuplikan-cuplikan tersebut akan dianalisis tentang kaitannya dengan psikologis. Penulis akan membahas semua ini secara jelas dalam bab selanjutnya.

(7)

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori A. Tinjauan Pustaka

Salah satu unsur intrinsik yang sangat berperan dalam suatu karya sastra fiksi adalah tokoh. Tokoh dalam suatu karya sastra fiksi merupakan pelaku dalam peristiwa cerita fiksi tersebut. Tokoh cerita dalam karya fiksi memiliki posisi strategis sebagai pembawa pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan oleh si pengarang kepada pembacanya.

Nurgiyantoro (1995:166), mengatakan bahwa fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh cerita pun tak lepas dari kebebasan kreatifitasnya. Fiksi memiliki dan menawarkan model kehidupan seperti yang disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri. Oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan seleranya. Siapa pun orangnya, apa pun status sosialnya, bagaimana pun perwatakannya dan permasalahan apapun yang dihadapinya. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampilkan dan memperlakukan tokoh siapapun dia walau hal itu berbeda dengan dunianya sendiri di dunia nyata.

Tokoh cerita dalam karya sastra fiksi sama seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita, selalu memiliki watak-watak tertentu. Aminuddin (2000:80), mengatakan bahwa dalam upaya memahami watak seorang tokoh, pembaca dapat menelusurunya lewat:

1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.

2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat lingkungan hidupnya maupun cara berpakaian.

(8)

3. Menunjukkan bagaimana perilakunya.

4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri. 5. Memahami jalan pikirannya.

6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya. 7. Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya.

8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.

9. Melihat bagaimana tokoh itu dala mereaksi tokoh yang lainnya.

Setelah kita dapat memahami watak tokoh dalam karya sastra fiksi, barulah kita dapat memahami bagaimana seorang pengarang menampilkan tokoh tersebut dalam karya sastranya.

Watak seorang tokoh dapat menggambarkan psikologis diri tokoh tersebut. Walaupun psikologis bukan merupakan unsur intrinsik dari suatu karya sastra, tetapi keberadaan unsur ekstrinsik ini sangat mempengaruhi isi cerita dari karya sastra fiksi.

Wellek dan Waren (1995:90) mengatakan bahwa salah satu unsur ekstrinsik dalam suatu karya sastra adalah unsur psikologi. Mereka mengatakan psikologis sastra mempunyai empat pengertian, yaitu:

1. Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. 2. Studi prosa kreatif.

3. Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. 4. Mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).

Pengertian yang ketiga paling berkaitan dengan bidang sastra karena memasukkan unsur psikologi dalam karya sastra.

Sigmund Freud sebagai seorang ahli psikoanalisa berpendapat bahwa kehidupan manusia dikuasai oleh alam ketidaksadaran dan dalam usahanya untuk

(9)

menjelaskan struktur kejiwaan manusia, yaitu hanya sebagian kecil dari diri manusia yang terlihat di permukaan seperti gunung es di tengah laut.

2. Kerangka Teori

Untuk menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang berfungsi sebagai acuan penulis dalam menganalisis karya satra tersebut. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan semiotika dan pendekatan psikologis dalam hal ini teori psikoanalisa Sigmund Freud.

Pradopo dkk (2001:71), menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Sedangkan menurut Nurgiantoro (1995:39) dalam pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure, bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda, bahasa bersifat mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.

Berdasarkan teori semiotik di atas, penulis dapat menginterprestasikan kondisi dan sikap tokoh ke dalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah novel akan diinterprestasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan tokoh yang mencerminkan psikologis tokoh tersebut. Psikologis sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan batiniah manusia.

Penulis menggunakan pendekatan semiotika dalam menganalisis novel ini karena mengetahui adanya perasaan tertekan batin yang berdampak kepada psikologis tokoh-tokoh dalam novel ini. Hal tersebut dapat dilihat dari bahasa-bahasa yang berperan sebagai tanda. Setelah didapat tanda yang menunjukkan psikologis tokoh tersebut, penulis melakukan analisis dengan pendekatan psikologis khususnya teori psikoanalisa Sigmund Freud.

Teori psikoanalisa Sigmund Freud membagi struktur manusia ke dalam id, ego, dan super ego. Freud mengatakan bahwa id adalah sistem kepribadian manusia yang

(10)

paling dasar berupa dorongan-dorongan, insting-insting, nafsu-nafsu, dan semua dorongan yang mengarah kepada pemuasan kesenangan. Ego yaitu: memiliki unsur kesadaran yanh mampu menghayati secara batiniah dan lahiriah, menampilkan akal budi dan pikiran, selalu agar menyesuaikan diri, dan mampu mengendalikan dorongan-dorongan. Super ego adalah hati nurani yang mengontrol dan mengkritik perbuatan sendiri. Dalam teori psikoanalisa Freud juga membagi dinamika kepribadian yaitu naluri (insting) dan kecemasan. Naluri (insting) adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan, hasrat atau motivasi atau dorongan dari insting. Freud menjelaskan bahwa yang menjadi sumber insting adalah kondisi jasmaniah. Kecemasan adalah suatu perasaan menyakitkan yang dialami oleh seorang yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tidak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama.

Dengan menggunakan teori psikoanalisa Freud tentang struktur jiwa manusia yaitu id, ego, dan super ego yang saling menekan satu dengan yang lainnya dan menuntut agar dorongan-dorongan itu dapat terpenuhi dan juga tentang dinamika kepribadian yaitu naluri (insting) dan kecemasan , maka dengan pandangan kerangka teori berpikir di atas penelitian ini, penulis dapat menganalisis psikologi tokoh utama dalam novel “Keindahan dan Kepiluan” yang berkaitan dengan struktur jiwa manusia dan dinamika kepribadian. Untuk analisis selengkapnya akan dipaparkan dalam Bab III.

(11)

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian A. Tujuan Penelitian

Dengan mencoba membahas permasalahan yang disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pemikiran Kawabata terhadap kondisi psikologis para tokoh utama dalam novel melalui pendekatan psikologi Sigmund Freud.

2. Untuk mendeskripsikan masalah psikologis yang diekspresikan oleh para tokoh utama yang ada dalam novel.

B. Manfaat Penelitian

Adapun harapan penulis mengenai manfaat penelitian ini adalah:

1. Dapat menambah informasi mengenai konsep psikologi dari teori Sigmund Freud yang terkandung di dalam novel.

2. Dapat dijadikan refrensi bagi pembaca apabila ingin melakukan penelitian dengan topik yang sejenis yang berhubungan dengan bidang kesusastraan Jepang.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan juga penikmat karya sastra pada umumnya terhadap karya-karya sastrawan Jepang.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilandaskan pada analisis dan konstruksi. Analisis dan konstruksi dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi hasrat manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan (Soekanto, 2003:410)

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Menurut Sukmadinata (2006: 72) penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian

(12)

yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterprestasikan data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library

research) yaitu dengan menyelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan buku-buku

dan refrensi yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan. Data yang diperoleh dari berbagai refrensi tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan dan saran. Dalam memecahkan permasalahan penelitian ini, penulis mengumpulkan keseluruhan data yang ada yang berupa data tulisan. Data ini dapat berupa buku-buku, artikel, informasi baik dari media elektronik maupun tulisan, selain itu penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas seperti Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, pemanfaatan buku-buku pribadi penulis, serta website atau situs-situs yang menunjang dalam proses pengumpulan data-data dalam penulisan ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar 1.3 dapat dilihat ketuntasan belajar dari siklus ke siklus, dapat diambil kesimpulan bahwa Penggunaan Media Audio-visual dapat meningkatkan keterampilan

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putro dan Haryanto (2015) menemukan bahwa persepsi kemudahan penggunaan ditemukan berpengaruh positif dan signifikan

berat terhadap simbol-simbol perilaku klien tetapi mereka ingin perilaku nyata dan realistis. d) Pentingnya hubungan antara terapis dengan klien, hubungan akrab,

Berkaitan dengan pemerolehan bahasa, Lindfors pada tahun 1987 (Tarigan 1988:40) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa anak dapat diurutkan mulai dari (1) tahap

skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarsarjana Sebagaimestinya.Skripsi ini berjudul “Pengaruh kecepatan udara pembakaran terhadap waktu pendidih air

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi dan manajemen konflik yang tepat pada pasangan yang

Beberapa upaya yang dilakukan dalam pertanian berkelanjutan diantaranya dengan meningkatkan kemandirian petani terhadap sarana produksi pertanian (benih/bibit, pupuk,

Penentuan Resolusi Spasial Fungsi Sebar Sisi Resolusi spasial dari suatu sistem pencitraan dapat diturunkan dengan menentukan lebar setengah puncak ( fwhm ) melalui