• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. E-Commerce

Menurut Vermaat (2007, p. 83) e-commerce merupakan transaksi bisnis yang dalam jaringan elektronik seperti internet. Siapapun yang terhubung dengan jaringan internet dapat berpartisipasi dalam kegiatan e-commerce. McLeod dan Schell (2008, p. 59) mendefinisikan perdagangan elektronik atau yang disebut juga e-commerce, adalah penggunaan jaringan komunikasi dan komputer untuk melaksanakan proses bisnis. Pandangan populer dari e-commerce adalah penggunaan internet dan komputer dengan browser Web untuk membeli dan menjual produk.

Perdagangan elektronik e-commerce mencakup proses pembelian, penjualan, transfer, atau pertukaran produk, layanan atau informasi melalui jaringan komputer, termasuk internet (Turban et al., 2012, p. 38). E-commerce sering dianggap sederhana untuk merujuk kepada pembelian dan penjualan yang memakai internet (Chaffey, 2009, p. 10). E-commerce meliputi semua ukuran transaksi yang menggunakan transmisi digital untuk pertukaran informasi melalui peralatan elektronis. Atas barang atau jasa dari transaksi tersebut dapat dikirimkan dengan menggunakan jalur tradisional seperti delivery service atau dengan mekanisme digital, yaitu dengan cara mengunduh produk internet.

Beberapa orang menganggap penggunan definisi e-commerce terlalu sempit, sehingga banyak yang menggantinya dengan e-business karena cakupannya lebih luas. Bisnis elektronik (electronic bussines atau e-bussines) mengarah pada definisi e-commerce yang lebih luas, tidak hanya pembelian dan penjualan barang saja. Tetapi juga layanan pelanggan, kolaborasi dengan mitra bisnis. Sebagian lainnya memandang e-bussines sebagai kegiatan selain pembelian dan penjualan di internet, seperti kolaborasi dan aktivitas intra bisnis.

Turban et al., (2012, p. 42-43) membagi e-commerce ke dalam 8 bagian, yaitu sebagai berikut:

(2)

Merupakan bisnis antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain. Misalnya transaksi bisnis yang terjadi di internet baik itu dari penawaran, negoisasi harga, dan pembayarannya.

b. Bisnis ke Pelanggan (Business to Customers – B2C)

Merupakan bisnis antara perusahaan dengan pelanggan, termasuk pengumpulan data pelanggan, informasi mengenai barang atau pembayaran barang melalui media elektronik.

c. Pelanggan ke Pelanggan (Customer to Customer – C2C)

Merupakan bisnis yang terjadi melalui media internet antara para pelanggan atau individu pribadi. Misalnya lelang online, jual beli secara online antara individu dan lain-lain.

d. Pelanggan ke Bisnis (Customer to Business – C2B)

Dalam transaksi ini pelanggan memberitahukan kebutuhan atas suatu produk atau jasa tertentu, dan para pemasok bersaing untuk menyediakan produk atau jasa tersebut kepada pelanggan.

e. Intrabusiness (intraorganizational) commerce

Dalam situasi ini perusahaan menggunakan e-commerce secara internal untuk memperbaiki operasinya, Kondisi khusus dalam hal ini disebut juga sebagai e-commerce B2E (business-to-its-employees).

f. Government-to-citizens (G2C)

Dalam kondisi ini sebuah entitas (unit) pemerintah menyediakan layanan ke para warganya melalui teknologi e-commerce. Unit-unit pemerintah dapat melakukan bisnis dengan berbagai unit pemerintah lainnya serta dengan berbagai perusahaan (G2B).

g. Perdagangan mobile (mobile commerce—m-commerce)

Ketika e-commerce dilakukan dalam lingkungan nirkabel, seperti dengan menggunakan telepon seluler untuk mengakses internet dan berbelanja, maka hal ini disebut m-commerce

h. Collaborative Commerce

Collaborative commerce adalah saat induvidu atau grup melakukan komunikasi atau berkolaborasi secara online, maka dapat dikatakan bahwa mereka terlibat collaborative commerce.

(3)

2.2. Belanja Online

Belanja online (online shopping) adalah proses dimana pelanggan secara langsung membeli barang-barang, jasa dan lain-lain dari seorang penjual secara interaktif dan real-time tanpa suatu media perantara melalui Internet (Mujiyana & Elissa, 2013). Online shopping atau belanja online via internet, adalah suatu proses pembelian barang atau jasa dari penjual melalui internet, atau layanan jual-beli secara online tanpa harus bertatap muka dengan penjual atau pihak pembeli secara langsung (Sari, 2015). Jadi, belanja online adalah proses jual-beli barang, jasa dan lain-lain yang dilakukan secara online tanpa bertemu dahulu antara penjual dan pembeli.

Toko virtual ini mengubah paradigma proses membeli produk atau jasa yang dibatasi oleh toko atau mall. Proses tanpa batasan ini dinamakan belanja online Business-to-Customer (B2C). Ketika pebisnis membeli dari pebisnis yang lain dinamakan belanja online Business-to-Business (B2B). Keduanya adalah bentuk e-commerce (electronic e-commerce).

Seiring dengan terjadinya perubahan perekonomian dan globalisasi, membuat perubahan dalam perilaku berbelanja pada masyarakat. Perilaku yang berubah dalam hal berbelanja pada masyarakat merupakan konsekuensi logis dari tuntutan kehidupan yang dipicu dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Pada awalnya penjualan barang dilakukan secara konvensional (offline), yaitu antara penjual dan pembeli bertemu secara langsung untuk melakukan transaksi jual beli. Seiring dengan kemajuan teknologi internet penjualan bisa dilakukan secara online (Sari, 2015).

Toko online tersedia selama 24 jam sehari, yang membuat lebih banyak pelanggan yang mengakses lewat internet kapan dan di mana pun. Toko online menjelaskan produk yang dijual dengan baik, melalui teks, foto dan file multimedia. Toko online juga menyediakan informasi produk, prosedur keselamatan, saran, dan cara penggunaannya, fasilitas untuk berkomentar, memberi nilai pada barangnya, akses meninjau situs lain, fasilitas real-time menjawab pertanyaan pelanggan, sehingga mempercepat kata sepakat pembelian dari berbagai vendor pemilik toko online.

(4)

Kelebihan toko online dibandingkan toko konvensional adalah (Wicaksono, 2008) dalam jurnal (Sari, 2015):

1) Modal untuk membuka toko online relatif kecil.

2) Tingginya biaya operasional sebuah toko konvensional. 3) Toko online buka 24 jam dan dapat diakses dimana saja.

4) Pelanggan dapat mencari dan melihat katalog produk dengan lebih cepat. 5) Pelanggan dapat mengakses beberapa toko online dalam waktu bersamaan.

Keuntungan toko online bagi pembeli adalah sebagai berikut (Juju & Maya, 2010) dalam jurnal (Sari, 2015):

1) Menghemat biaya, apalagi jika barang yang ingin dibeli hanya ada di luar kota.

2) Barang bisa langsung diantar ke pelanggan.

3) Pembayaran dilakukan secara transfer, maka transaksi pembayaran akan lebih aman.

4) Harga lebih bersaing.

2.3. Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) diadaptasi dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang diperkenalkan oleh Ajzen dan Fishbein (1980) dan diusulkan oleh Davis (1989). Reaksi dan persepsi pengguna teknologi informasi akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan teknologi sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi menjadikan perilaku orang tersebut sebagai tolak ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.

Technology Acceptance Model (TAM) memberikan informasi atau hasil tentang niat dan perilaku pemakai sistem dalam menerima sistem teknologi informasi. Technology Acceptance Model (TAM) menjelaskan alasan mengapa pemakai menggunakan sistem, yaitu persepsi manfaat (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use).

(5)

2.3.1 Persepsi Manfaat (Perceived Usefulness)

Venkatesh dan Davis (2000) mendefinisikan persepsi manfaat (perceived usefulness) sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaannya. Sedangkan menurut Thompson, Higgins, dan Howell (1991) dalam Nasution (2004) persepsi manfaat teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam melaksanakan tugasnya. Adamson dan Shine dalam Irmadhani dan Nugroho (2012) mendefinisikan persepsi manfaat sebagai konstruk kepercayaan seseorang bahwa penggunaan teknologi tertentu akan mampu meningkatkan kinerja mereka.

Pengukuran manfaat tersebut berdasarkan frekuensi penggunaan dan diversitas/ keragaman aplikasi yang dijalankan. Thompson et al., (1991) dalam Nasution (2004) juga menyebutkan bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika mengetahui manfaat positif atas penggunaannya. Teck (2002) mencatat bahwa manfaat mengacu pada utilitas dari transaksi online di World Wide Web. Teck mencoba untuk mengukur sejauh mana individu merasakan manfaat dan keuntungan melakukan pembelian berbasis web transaksi online. Davis (1989) menemukan bahwa kekuatan relatif dari kegunaan hubungan penggunaan dibandingkan dengan kemudahan penggunaan untuk hubungan penggunaan. Di sisi lain, kegunaan secara signifikan lebih kuat terkait dengan penggunaan dari itu kemudahan penggunaan. Menurut Rizwan et al., (2014) indikator persepsi manfaat meliputi:

1. Menggunakan website membuat berbelanja lebih efisien. 2. Menggunakan website membuat berbelanja lebih cepat.

3. Menggunakan website membuat berbelanja lebih lebih berguna

2.3.2 Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use)

Kemudahan penggunaan (perceived ease of use) didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha (Venkatesh & Davis, 2000). Kemudahan penggunaan dipersepsikan sebagai tingkat keyakinan seseorang bahwa dalam menggunakan sisitem tertentu tidak diperlukan usaha yang keras. Meskipun usaha setiap orang berbeda-beda tetapi

(6)

pada umumnya untuk menghindari penolakan dari pengguna sistem atas sistem yang dikembangkan, maka sistem harus mudah diaplikasikan oleh pengguna tanpa mengeluarkan usaha yang memberatkan, itensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna dengan sistem juga dapat menunjukkan kemudahan penggunaan.

Venkatesh dan Davis (2000) menyatakan bahwa kegunaan produk merupakan derajad kepercayaan pelanggan atau persepsi pelanggan bahwa dalam menggunakan produk tertentu, mereka relatif tidak mengeluarkan usaha yang berat. Apabila pelanggan menganggap suatu produk mudah digunakan, pelanggan akan merasakan kegunaan produk itu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Day dalam Tjiptono (2006) menyatakan bahwa pemahaman pelanggan akan produk dapat memengaruhi kepuasan pelanggan.

Menurut Novi (2003) persepsi kemudahan penggunaan didefinisikan sebagai penilaian seseorang mengenai suatu teknologi bahwa tidak perlu kemampuan yang tinggi untuk menggunakannya. Penelitian yang dilakukan oleh Venkatesh dan Davis (2000) menunjukkan bahwa kemudahan (perceived ease of use) memiliki pengaruh terhadap niat berperilaku. Hasil penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidharta dan Sidh (2014) dan Ulumiyah, Soetanto dan Sugiono (2016) yang menyatakan bahwa kemudahan (perceived ease of use) memiliki pengaruh terhadap sikap pelanggan dalam belanja online. Sedangkan Sanjaya (2005) menyimpulkan bahwa kemudahan (perceived ease of use) tidak memilik pengaruh terhadap niat berperilaku. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator yang diadopsi dari penelitian Rizwan et al., (2014) yaitu:

1. Belajar menggunakan website untuk membeli produk mudah. 2. Menggunakan website untuk membeli produk mudah dilakukan 3. Website akan mudah digunakan untuk memenuhi belanja

2.4. Persepsi Risiko

Resiko merupakan faktor pendahulu yang memperoleh kepercayaan (Gefen, Karahanna, & Straub, 2003). Dalam perdagangan di internet, risiko dianggap lebih tinggi daripada perdagangan fisik karena terbatasnya kontak fisik pelanggan terhadap produk, sehingga pelanggan tidak dapat melakukan pengawasan kinerja produk sebelum melakukan pembelian (Harris & Goode, 2004). Risiko oleh

(7)

Schiffman dan Kanuk (2015) didefinisikan sebagai ketidakpastian yang dihadapi para pelanggan jika mereka tidak dapat meramalkan konsekuensi keputusan pembelian mereka. Tingginya risiko yang dipersepsikan pelanggan diduga menyebabkan krisis kepercayaan pelanggan terhadap vendor online sehingga dapat mengurangi keputusan pembelian mereka secara online. Persepsi risiko juga diartikan sebagai penilaian subjektif oleh seseorang terhadap kemungkinan dari sebuah kecelakaan pada barang dan seberapa khawatir individu dengan konsekuensi atau dampak yang ditimbulkan kejadian tersebut.

Menurut Rizwan et al., (2014) indikator persepsi risiko adalah sebagai berikut:

1. Produk yang dibeli di website akan gagal untuk memuaskan

2. Terdapat biaya pemeliharaan yang tinggi jika menggunakan website

3. Teman dan kerabat tidak akan mengapresiasi tindakan membeli produk di website

4. Produk yang saya beli di website tidak akan cocok.

5. Membuang-buang waktu dan usaha mendapatkan produk di website agar dapat diperbaiki atau diganti ketika gagal.

6. Menggunakan produk yang dibeli di website akan menyebabkan bahaya bagi kesehatan atau keselamatan.

7. Membayar harga yang tinggi untuk produk yang dibeli di website

2.5. Sikap Pelanggan dalam Belanja Online

Sciffman dan Kanuk (2015) menyatakan bahwa sikap merupakan ekspresi perasaan yang berasal dari dalam diri individu yang mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, terhadap suatu objek. Sedangkan menurut Robbins (2006) sikap adalah pernyataan pernyataan atau penilaian evaluatif berkaitan dengan objek, orang atau suatu peristiwa.

Menurut Azwar (2000) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat

(8)

disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

Sikap pelanggan dalam belanja online merujuk pada salah satu konstruk TAM, Actual System Usage yaitu kondisi nyata penggunaan sistem yang dikonsepkan dalam bentuk pengukuran terhadap frekuensi dan durasi waktu penggunaan teknologi (Wibowo, 2008). Sedangkan menurut Keller dalam Widiyanto (2015) sikap dalam belanja online mencerminkan tanggapan (response) pelanggan atas sistem belanja online yang ditawarkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap pelanggan dalam belanja online dalam penelitian ini mengacu pada respon atau reaksi dari persepsi pelanggan terhadap belanja online melalui situs belanja (website). Indikator yang digunakan untuk mengukur sikap mengadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Rizwan et al., (2014) yaitu:

1. Menggunakan website untuk melakukan kegiatan berbelanja adalah ide yang baik.

2. Memiliki pendapat positif mengenai website.

3. Menggunakan website untuk membeli produk tampaknya menjadi ide yang cerdas.

2.6. Niat beli

Menurut niat beli sering pula dikenal sebagai intensi. Jogiyanto (2007, p. 29) mengatakan, intensi juga berarti niat, niat adalah keinginan untuk melakukan

(9)

perilaku. Niat dikatakan tidak selalu statis dan dapat berubah dengan berjalannya waktu. Anoraga (2010, p. 228) mengartikan niat beli sebagai suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pelanggan atas produk yang ditawarkan atau yang dibutuhkan oleh pelanggan.

Menurut Simamora (2013) niat beli muncul karena adanya stimulus positif mengenai sebuah objek sehingga memunculkan motivasi pelanggan terhadap suatu produk. Niat beli merupakan kecenderungan pelanggan untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan pelanggan melakukan pembelian (Assael, 2001). Niat beli merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap mengkonsumsi. Schiffman dan Kanuk (2015), menjelaskan bahwa pengaruh eksternal, kesadaran akan kebutuhan, pengenalan produk dan evaluasi alternatif adalah hal yang dapat menimbulkan niat beli pelanggan.

Menurut Rizwan et al., (2014), niat beli dapat diidentifikasikan melalui indikator-indikator sebagai berikut:

1. Mungkin akan membeli produk di website

2. Website mungkin akan menjadi media yang digunakan untuk melakukan belanja di masa depan.

3. Bermaksud untuk menggunakan website untuk membeli produk segera.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dapat disajikan sebagai dasar pertimbangan bagi peneliti. Begitu pula halnya dengan penelitian ini, terdapat berbagai penelitian terdahulu dengan topik mengenai kemudahan penggunaan, kegunaan, persepsi risiko, dan kenyamanan terhadap sikap pelanggan dalam belanja online:

(10)

Tabel 2.1.

Penelitian Terdahualu

Peneliti Judul Hasil

Putro dan Haryanto (2015) Factors Affecting Purchase Intention of Online Shopping in Zalora Indonesia

Hasil penelitian menyatakan bahwa ease of use, usefulness, and perceived risk mempengaruhi sikap pelanggan terhadap pembelian online

Sidharta dan Sidh (2014)

Pengukuran Persepsi Manfaat Dan Persepsi Kemudahan Terhadap Sikap Serta Dampaknya Atas Penggunaan Ulang Online Shopphing Pada E-commerce

Hasil penelitian menyatakan bahwa persepsi manfaat dan persepsi kemudahan berpengaruh secara signifikan terhadap sikap mahasiswa dalam belanja online

Juniwati (2014)

Influence of Perceived Usefulness, Ease of Use, Risk on Attitude and Intention to Shop Online

Hasil penelitian menyatakan bahwa perceived usefulness, ease of use and risk have significant influence on attitude towards online shopping

Suresh dan Shashikala (2011) Identifying Factors of Customer Perceived Risk towards Online Shopping in India

Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor persepsi risiko berpengaruh terhadap sikap pelanggan dalam belanja online di India.

Sumber: Data Diolah (2019)

2.8. Keterkaitan Antar Variabel

2.8.1. Pengaruh Persepsi Manfaat terhadap Sikap Pelanggan

Teck (2002) mencatat bahwa kegunaan mengacu pada utilitas dari transaksi online di World Wide Web, Teck mencoba untuk mengukur sejauh mana individu merasakan manfaat dan keuntungan melakukan berbasis web transaksi online. Menurut Davis et al., dalam Putro dan Haryanto (2015) persepsi kegunaan mengacu kepada persepsi pelanggan berdasarkan pengalamannya. Selain itu persepsi kegunaan juga didefinisikan sebagai sejauh mana suatu sistem tertentu dapat meningkatkan kinerja penggunanya.

Kegunaan merupakan faktor penting dalam konsep Technology Acceptence Model (TAM). Untuk dapat digunakan, suatu sistem haruslah mampu memberikan manfaat dan juga value bagi pengguna sistem itu sendiri. Pengguna akan mendapatkan manfaat dan value apabila pengguna merasa bahwa dengan menggunakan situs e-commerce pengguna dapat meningkatkan kinerja,

(11)

meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan keefektifan penggunannya (Juniwati, 2014). Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putro dan Haryanto (2015) menemukan bahwa persepsi manfaat ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap pelanggan dalam belanja online. Berdasarkan penjelasan tersebut, faktor kegunaan dianggap dapat mempengaruhi sikap pelanggan terhadap belanja online.

H1: Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara persepsi manfaat terhadap sikap pelanggan.

2.8.2. Pengaruh Kemudahan Penggunaan terhadap Sikap Pelanggan

Venkatesh dan Davis (2000) dan Pikkarainen, Pikkarainen, Karjaluoto, dan Pahnila (2004) menunjukkan bahwa kemudahan menjadi faktor penting dalam belanja online. Dalam penelitian ini kemudahan yang dimaksud adalah kemudahan dalam menggunakan situs commerce. Pertama kali mengunjungi situs e-commerce calon pelanggan akan mempelajari situs e-e-commerce terlebih dahulu, setelah pelanggan mengerti dan merasa bahwa situs tersebut mudah untuk dipelajari maka pelanggan akan menggunakan atau mengoperasikan situs tersebut.

Pelanggan cenderung memiliki sikap yang negatif terhadap belanja online apabila pelanggan merasa kesulitan dalam menggunakan atau mengoperasikan situs e-commerce. Namun apabila pelanggan tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan atau mengoperasikan situs e-commerce, maka pelanggan cenderung akan bersikap positif terhadap belanja online (Juniwati, 2014). Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putro dan Haryanto (2015) menemukan bahwa persepsi kemudahan penggunaan ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap pelanggan dalam belanja online. Oleh sebab itu faktor kemudahan penggunaan dapat mempengaruhi sikap pelanggan terhadap belanja online. H2: T erdapat pengaruh positif dan signifikan antara persepsi kemudahan

penggunaan terhadap sikap pelanggan.

2.8.3. Pengaruh Persepsi Risiko terhadap Sikap Pelanggan

Menurut Kim, Ferrin, dan Rao (2008) risiko yang dirasakan pelanggan mempengaruhi sikap akan belanja online. Dalam belanja online terdapat berbagai

(12)

persepsi risiko yang dirasakan oleh pelanggan, karena penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung untuk melakukan kegiatan jual beli. Kekhawatiran yang dapat terjadi dalam belanja online meliputi risiko kehilangan uang, delivery product, dan ketidaksesuaian produk. Berbagai risiko tersebut tentu akan berpengaruh terhadap sikap pelanggan.

Tingginya persepsi risiko dalam belanja online akan menjadi pertimbangan bagi pelanggan sebelum melakukan pembelian. Begitu juga sebaliknya, apabila risiko belanja online rendah maka pelanggan tidak akan memiliki keraguan untuk belanja online. Tingkat persepsi risiko yang rendah juga akan membuat pelanggan merasa yakin bahwa dengan belanja online pelanggan tidak akan mendapatkan masalah seperti kehilangan uang atau ketidaksesuaian produk. Oleh sebab itu penting bagi perusahaan ecommerce untuk menekan tingkat risiko pelanggan dalam belanja online. Karena hal itu dapat mempengaruhi sikap pelanggan dalam belanja online (Juniwati, 2014).

Pernyataan tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suresh dan Shashikala (2011) bahwa pelanggan memiliki persepsi risiko yang lebih yang lebih tinggi ketika dalam belanja online jika dibandingkan dengan melakukan pembelian melalui toko. Persepsi risiko inilah yang kemudian mempengaruhi pelanggan dalam belanja online. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putro dan Haryanto (2015) menemukan bahwa persepsi resiko ditemukan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap sikap pelanggan dalam belanja online. Berdasarkan penjelasan tersebut, Persepsi risiko adalah dianggap sebagai variabel yang memiliki korelasi positif terhadap sikap pelanggan.

H3: Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara persepsi risiko terhadap sikap pelanggan.

2.8.4. Pengaruh Sikap Pelanggan terhadap Niat beli

Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak meneyenangkan terhadap suatu obyek tertentu (Schiffman & Kanuk, 2015). Sikap pelanggan juga berkaitan erat dengan kepercayaan pelanggan. Kepercayaan pelanggan sangat dibutuhkan terlebih untuk

(13)

melakukan transaksi secara online. Apabila tidak ada rasa saling percaya antara penjual dan pembeli maka tidak akan terjadi transaksi dalam dunia e-commerce.

Dalam tahapan proses pengambilan keputusan pelanggan, setelah pelanggan melakukan pencarian dan pemprosesan informasi, langkah berikutnya adalah menyikapi informasi yang diterimanya. Sikap positif terhadap obyek tertentu ditandai dengan sikap setuju yang akan memungkinkan pelanggan untuk melakukan pembelian terhadap obyek tersebut. Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ulumiyah et al., (2016) dan Zufikar (2016), menyatakan adanya pengaruh yang positif dari variabel sikap pelanggan terhadap niat bertransaksi secara online. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putro dan Haryanto (2015) menemukan bahwa sikap pelanggan ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli dalam belanja online.

H4: Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara sikap pelanggan terhadap niat beli pelanggan.

(14)

2.9. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hubungan antar variabel yang ada, maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Persepsi Manfaat: 1. Lebih efisien 2. Lebih cepat 3. Mempermudah belanja Rizwan, et al., (2014) Persepsi Kemudahan Penggunaan:

1. Mudah digunakan oleh pemula

2. Mudah digunakan 3. Mudah digunakan untuk

berbelanja online Rizwan, et al., (2014) Persepsi Risiko: 1. Gagal memuaskan 2. Menanggung biaya tinggi

3. Tidak ada apresiasi dari teman atau kerabat 4. Tidak sesuai harapan 5. Menanggung waktu

lebih lama

6. Bahaya bagi kesehatan Rizwan, et al., (2014)

Sikap Pelanggan: 1. Ide yang baik 2. Pendapat positif 3. Ide yang cerdas Rizwan, et al., (2014) Niat Beli: 1. Kemungkinan membeli produk 2. Belanja di masa depan 3. Bermaksud membeli produk Rizwan, et al., (2014),

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Persepsi Manfaat: 1. Lebih efisien 2. Lebih cepat  3. Mempermudah belanja Rizwan, et al., (2014) Persepsi Kemudahan Penggunaan:

Referensi

Dokumen terkait

Dari berbagai definisi intellectual capital diatas, dapat disimpulkan bahwa IC merupakan modal yang penting yang harus dimiliki perusahaan karena merupakan aset

Menurut Hariadi (2005) key success factor adalah variabel-variabel penting dalam lingkungan intern maupun ekstern perusahaan yang sangat mempengaruhi kesuksesan perusahaan dalam

Sebuah perusahaan yang sukses adalah yang telah menemukan salah satu cara untuk menciptakan nilai bagi pelanggan, yaitu cara untuk membantu pelanggan mendapatkan sesuatu

Sebelumnya, strain ratio diperhitungkan terlebih dahulu sebagai perbandingan antara deformasi yang terjadi pada VSL Gensui damper (δ) terhadap tebal karet damper

Struktur masyarakat yang terus berubah dan untuk instansi publik dan swasta yang bekerja di sektor pariwisata mengharuskan mereka untuk mempelajari

Selain itu, dengan semakin tinggi usaha sebuah perusahaan menjaga kepercayaan konsumen mereka, semakin tinggi level brand trust yang mereka upayakan, maka akan

Tanpa mengecilkan atau mengurangi arti penting dari definisi-definisi budaya organisasi, peneliti merangkum definisi bahwa budaya organisasi adalah kebiasaan-kebiasaan yang terjadi

Jadi brand personality adalah suatu cara yang bertujuan untuk menambah daya tarik merek dengan memberi karakteristik pada merek tersebut, yang bisa didapat melalui