IV. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran Sebagaimana telah dipaparkan pada Bab Pendahuluan, persoalan mendasar yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah bentuk penguatan para pihak seperti apa yang sesunggunghnya dibutuhkan oleh berbagai elemen yang terlibat dalam berbagai rantai nilai di Kawasan Cibodas; agar penurunan nilai wisata di Kawasan Cibodas yang sekarang terus terjadi bisa dicegah dan sekaligus bisa membentuk suatu kinerja baru yang memberikan berbagai manfaat yang optimal bagi semua pihak. Untuk itu, suatu pengenalan dan pemahaman tentang karakter dan dinamika yang dimiliki oleh setiap elemen yang menjadi para pihak dari berbagai bentuk kegiatan wisata di Kawasan Cibodas menjadi sangat penting untuk dimiliki. Kebutuhan akan pemahaman tentang berbagai karakteristik dan dinamika yang dimiliki oleh setiap para pihak tersebut akan didekati melalui analisis rantai nilai ekowisata. Menyadari berbagai kelemahan yang terjadi dalam suatu analisis rantai wisata (tourism chain analysis) yang pada berbagai literatur selama ini umumnya hanya dipandang dari perspektif rantai suplai (supply chain), maka dalam penelitian ini analisis rantai wisata dipilih untuk dilakukan dengan pembedaan secara tegas antara nilai-nilai yang berada dalam rantai suplai (supply chain), nilai-nilai yang berada dalam rantai permintaan (demand chain), serta nilai-nilai yang terjadi pada para pihak secara keseluruhan (stakeholder chain). Suatu rantai suplai wisata dimaknai dan diartikan sebagai: “serangkaian kondisi dan dinamika yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap berbagai proses dan keputusan pemasokan sejumlah jasa wisata kepada konsumen oleh berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengambil manfaat dari berbagai proses dan transaksi pemasokan tersebut”.Pengertian di atas menunjukkan bahwa setiap proses yang dilakukan pada rantai suplai dipersyaratkan untuk memberoleh manfaat (benefit), sehingga proses tersebut secara ekonomi disebut rasional. Selanjutnya bila mengacu kepada pendapat Porter (1990), maka proses tersebut harus yang memberikan efisiensi terbesar yang dalam hal ini adalah biaya terendah yang sekaligus menjadi keunggulan pemasok. Rantai permintaan wisata dimaknai sebagai: “serangkaian kondisi dan dinamika yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap berbagai proses dan keputusan serta pola perilaku mengkonsumsi sejumlah jasa wisata dan penunjangnya oleh para wisatawan”. Wisatawan yang merupakan konsumen terhadap suplai jasa wisata tidak serta merta mengambil keputusan untuk membeli atau tidak membeli setiap suplai jasa wisata yang ditawarkan oleh penyedia (pemasok), namun melalui berbagai faktor dan proses, di antaranya adalah faktor motif berwisata dan pembentukan persepsi dan penilaian terhadap suatu obyek wisata. Bila para penyedia jasa wisata berupaya memaksimalkan keuntungan, maka para wisatawan berupaya memaksimalkan kepuasan. Dengan demikian bila keduanya digabung, maka penyedia jasa wisata akan berusaha mencapai keuntungan maksimal dengan memberikan kepuasan maksimal kepada wisatawan. Rantai para pihak wisata adalah: “merupakan agregat dari seluruh kondisi dan dinamika yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap berbagai proses dan keputusan dari elemen-elemen suplai maupun elemen-elemen permintaan dalam mewujudkan terbangun dan tercapainya manfaat bersama secara berkelanjutan”. Rantai para pihak wisata pada dasarnya menunjukkan bagaimana setiap elemen para pihak melakukan suatu tindakan yang teraktualisasikan dalam bentuk kinerja untuk memperoleh manfaat yang menjadi harapannya. Kinerja para para pihak tersebut dipengaruhi oleh kinerja para pihak lain, baik dalam intra (sejenis) maupun inter (antar jenis) para pihak. Dengan demikian di antara para pihak juga akan memiliki penilaian satu dengan lainnya sesuai dengan relasi yang terjadi di antara para pihak tersebut.
B. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Destinasi Wisata (DW) Cibodas dan Kawasan Wisata (KW) Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur). Destinasi Wisata Cibodas termasuk wilayah Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, sementara KW Bopunjur termasuk wilayah Kecamatan Cisarua dan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Berbagai data penelitian telah dikumpulkan secara bertahap sejak Februari 2011 sampai dengan September 2011 bersamaan dengan berbagai kegiatan monitoring kegiatan ekowisata di Kawasan Bopunjur yang dilakukan secara reguler melalui Program Ekowisata Direktorat Diploma IPB. Gambar 11 Lokasi obyek wisata di DW Cibodas dan KW Bopunjur. Obyek wisata yang diteliti meliputi 14 obyek wisata, di DW Cibodas sebanyak 3 (tiga) obyek wisata dan di KW Bopunjur meliputi 11 (sebelas) obyek wisata. Obyek wisata yang diteliti merupakan obyek wisata alam dan sudah
memenuhi persyaratan keterwakilan populasi. Dalam hal ini di DW Cibodas terdapat 5 (lima) obyek wisata alam, sedangkan populasi obyek wisata alam di KW Bopunjur tidak mencapai 100 unit. Dalam hal ini, hampir semua obyek wisata alam yang diteliti merupakan tapak destinasi wisata yang sudah dikenal masyarakat dan menjadi tujuan utama wisatawan. Tabel 5 Obyek Wisata yang Menjadi Kajian Penelitian
No Kawasan Kecamatan/Kabupaten Lokasi
1 Destinasi Wisata Cibodas 2 Kawasan Wisata Bopunjur Cipanas, Cianjur Kebun Raya (KR) Cibodas, Taman Nasional (TN) Gunung Gede Pangrango dan Taman Wisata (TW) Mandalawangi Cisarua, Bogor Taman Wisata Alam (TWA) Telaga Warna, Wisata Agro (WA) Gunung
Mas, Wana Wisata (WW) Curug
Cilember, Taman Wisata (TW) Riung Gunung, Taman Safari Indonesia (TSI) dan Melrimba Garden Megamendung, Bogor WW Curug Panjang, WW Curug Naga, Lembah Pertiwi, dan Cansebu Amazing Camp and Resort C. Jenis dan Metode Pengambilan Data Data penelitian meliputi data sekunder dan primer. Dalam penelitian ini data sekunder berperan sebagai penunjang yang berupa dokumentasi data tentang: (1) institusi atau perusahaan penyedia jasa wisata serta (2) kewilayahan dan kependudukan tempat secara administratif obyek wisata contoh berada (Kawasan Puncak–Cibodas), serta (3) kepariwisataan di Kawasan Puncak – Cibodas. Adapun data primer terdiri dari tiga kelompok data yang dimaknai sebagai variabel esensial. Selanjutnya, dari setiap variabel esensial tersebut diperinci lebih lanjut dalam elemen dan indikator. Teknik tertutup pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner pola tertutup (close ended) untuk memperoleh nilai yang tepat dari setiap jawaban yang diberikan responden. Dalam hal ini, Avenzora (2006) menyatakan agar berbagai nilai yang tidak terucapkan (unspeakable expression of values) dan subyektivitas berbagai nilai yang ada terhadap suatu elemen yang dipersepsikan responden dengan mudah bisa ditelusuri dan dimengerti serta bisa dipercaya oleh responden, maka penentuan suatu nilai skor dalam sebuah
kuesioner adalah perlu untuk dituangkan dalam satu indikator tertentu. Dengan demikian, maka agregat dari indikator-indikator yang terpenuhi oleh suatu aspek atau elemen, akan sekaligus menjadi nilai akhir (final values) dari elemen dan aspek yang dinilai. Berbagai indikator yang digunakan untuk menilai persepsi responden dalam penilaian ini disajikan pada kuesioner terlampir (Lampiran 1-4). Tabel 6 Data yang diambil dalam penelitian No. Variabel Esensial
Elemen Sumber Data Pengumpulan
Data 1 Suplai - Sumberdaya wisata (sumberdaya alam, sumberdaya buatan, infrastrutur, fasilitas - kinerja penyedia jasa wisata - Jenis produk wisata Responden pengelola, pegawai (1 orang per bidang kerja di setiap obyek wisata, sedangkan pengunjung dan masyarakat adalah masing-masing 30 orang/ obyek wisata (n=30) Kuesioner 2 Permintaan - Karakteristik pengunjung - Motivasi wisata - Tujuan wisata - Persepsi pengunjung 3 Stake- - Pemerintah Responden pengunjung aktual dengan n= 30 orang/ obyek wisata tertutup holders - LSM - Penyedia jasa wisata - Penyedia penunjang jasa Responden 45 orang per kawasan wisata wisata D. Analisis Data Pada dasarnya analisis data dilakukan dengan dua proses kunci, yaitu pemetaan skor (score mapping) dan analisis gap (gap analysis). Data primer yang dikumpulkan merupakan data nilai persepsi yang diberikan oleh responden terhadap aspek-aspek dan elemen-elemen rantai nilai wisata. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Pada penilaian kualitatif, menurut Avenzora (2006), salah satu struktur nilai yang mudah dan umum digunakan adalah sisitem skoring. Namun demikian, dalam penggunaannya sangat sering dijumpai kesalahan dan kelemahan berupa inkonsistensi struktur skor dan kelemahan penetapan indikator setiap satuan skor. Untuk mengeliminasi hal tersebut, maka salah satu cara yang dapat dipakai adalah melengkapi Skala Likert menjadi sistem skoring yang terstruktur. Meskipun pada dasarnya Skala Likert bergerak dari skor 1 sampai dengan 5, namun sesuai dengan karakter masyarakat
Indonesia, maka sebaiknya skala tersebut digubah menjadi 1 sampai dengan 7. Dalam hal ini masyarakat Indonesia mengenal berbagai tingkatan untuk menyampaikan sesuatu, sehingga dikenal adanya tingkatan dalam berbahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rentang yang lebih panjang dalam memberikan suatu pemaknaan, termasuk dalam memberikan penilaian. Sejalan dengan data persepsi yang dikumpulkan pada penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan responden terhadap satu aspek dan elemen- elemennya, sehingga nilai skor 1 diberikan untuk pernyataan “sangat tidak puas”, nilai 2 untuk pernyataan “tidak puas”, nilai 3 untuk pernyataan “agak tidak puas”, nilai 4 untuk pernyataan “biasa saja”, nilai 5 untuk pernyataan “agak puas”, nilai 6 untuk pernyataan “puas” dan nilai 7 untuk pernyataan “sangat puas”. Pola pemaknaan dari setiap nilai tersebut dapat digubah sesuai dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan nilai persepsi dari skor 1 sampai skor 7, maka pada setiap kriteria untuk menilai suatu persepsi ditetapkan sejumlah indikator. Pada setiap kriteria ditetapkan 7 (tujuh) indikator dengan setiap indikator bermakna dengan nilai skor 1, sehingga bila setiap indikator terpenuhi maka diperoleh nilai persepsi maksimal (nilai skor 7) untuk kriteria bersangkutan pada elemen tertentu. Nilai rata-rata untuk setiap aspek dan elemen yang dinilai merupakan nilai persepsi responden terhadap aspek dan elemen bersangkutan. Selanjutnya nilai persepsi tersebut diberikan deskripsi untuk menjelaskan makna dari persepsi terhadap setiap aspek dan elemen-elemennya pada setiap mata rantai, baik rantai suplai (supply chain), rantai permintaan (demand chain) dan rantai para pihak. Berbagai skor persepsi yang terdata adalah menunjukkan tata-nilai responden terhadap kondisi saat itu (given condition) dari setiap elemen yang terdapat dalam suatu aspek yang sedang dievaluasi. Berapapun skor yang diberikan oleh responden terhadap suatu aspek yang sedang dievaluasi adalah menggambarkan posisi dari tata nilai yang dimilikinya di dalam rentang skor yang
digunakan. Proses pemetaan skor tersebut kemudian dilanjutkan dengan analisis gap, yaitu serangkaian penelaahan mengenai kesenjangan posisi skor terhadap kondisi ideal yang diinginkan (yang dalam konteks skor tergambar pada posisi skor sama dengan 7). E. Sintesis Hasil dari pemetaan skor dan analisis gap kemudian disintesis menjadi suatu kerangka berpijak (platform) yang akan digunakan dalam mengembangkan berbagai gagasan yang akan dibangun dalam mengelaborasi serangkaian tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, proses sintesis dilakukan dengan menggunakan pendekatan optimasi fungsi dan kinerja, serta menggunakan pendekatan efisiensi dan efektifitas proses. Teknik tersebut dapat disebut sebagai suatu teknik peningkatan (up-grading technique). Proses sintesis mengoptimasi fungsi dan kinerja dilakukan baik pada tingkat individu (individual element) ataupun pada tingkat masyarakat (communal element) demikian juga halnya dengan sintesis untuk efisiensi dan efektivitas proses. Dengan optimalnya fungsi dan kinerja dari setiap elemen yang terdapat dalam setiap rantai nilai yang ada, maka dapat diharapkan performa ekowisata di dalam wilayah studi juga akan menjadi baik. Adapun dengan efisien dan efektifnya proses yang dilakukan, maka diharapkan keberlanjutan proses dapat diukur dan dimonitor serta disempurnakan setiap saat.