• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 BAB I PENDAHULUAN Buku ini merupakan panduan untuk kegiatan aplikasi dari matakuliah mikrobiologi, teknologi bersih dalam ekologi bagi akademisi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 BAB I PENDAHULUAN Buku ini merupakan panduan untuk kegiatan aplikasi dari matakuliah mikrobiologi, teknologi bersih dalam ekologi bagi akademisi dan"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

BAB I

PENDAHULUAN

Buku ini merupakan panduan untuk kegiatan aplikasi dari matakuliah mikrobiologi, teknologi bersih dalam ekologi bagi akademisi dan wirasusaha bagi pembaca umum. Setelah selesai membaca buku ini pembaca memiliki kemampuan:

a. Pemahaman Limbah Cair Nanas dan mikrobiologi nata

b. Ketrampilan pembuatan nata dan kelayakannya dari segi ekonomi dan lingkungan

c. Pemahaman tentang pemasaran dan pengembangan usaha nata

Kemampuan tersebut penting karena bagi akademisi memberikan peluang aplikasi dari teori yang diperoleh serta memberikan kepedulian baik wirausaha maupun partisipasi mengurangi dampak aktivitas industri dengan kegiatan produktif. Ketrampilan pembuatan nata memberikan peluang dimilikinya sejumlah kemampuan untuk terjun di masyarakat dengan memanfaaatkan sumber daya alam yang ada dalam skala rumah tangga ataupun industri. Tidak kalah pentingnya dalam setiap aktivitas usaha diperlukan wawsan dan ketrampilan menganalisis ekonomi, pemasaran dan pengembangan usaha produksi nata.

Perlu diketahui Limbah Cair Nanas (LCN) pada industri pengalengan nanas yang melimpah maupun kegiatan produk nanas skala rumah tangga ternyata dapat diproses menjadi komponen minuman yang menyegrakan dan menyehatkan? Jika dilihat dari segi ekonomi, ini sangat menguntungkan karena LCN yang tak berharga dapat dibuat suatu produk komersial. Namun, bagaimanakah caranya?

Limbah Cair Nanas perlu diproses terlebih dahulu menjadi suatu produk yang dikenal nata de pina.

A. Manfaat Nata de Pina

Nata de pina adalah jenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa (dietary fiber), yang dihasilkan dari air nanas melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata. Bibit nata sebenarnya merupakan kelompok bakteri dengan nama Acetobacter xylinum. Dalam kehidupan jasad renik, bakteri dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu bakteri yang membahayakan, bakteri yang merugikan, dan bakteri yang menguntungkan. Ada pun yang termasuk dalam kelompok bakteri yang mem-bahayakan, antara lain adalah bakteri yang menghasilkan racun atau menyebabkan infeksi, sedangkan yang terma-suk dalam kelompok bakteri yang merugikan adalah bakteri pembusuk makanan. Sementara, yang termasuk dalam kelompok bakteri yang menguntungkan adalah bakteri yang dapat dimanfaatkan oleh manusia hingga menghasil-kan produk yang berguna. Acetobacter xylinum merupamenghasil-kan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi manusia seperti halnya bakteri asam laktat pembentuk yoghurt, asinan, dan lainnya.

Bagaimanakah bakteri A. xylinum tersebut dapat membentuk nata? Bakteri A. xylinum dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam media Limbah Cair Nanas (LCN) yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam

(7)

kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (dalam hal ini glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang turnbuh dalam media LCN tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.

Nata yang dihasilkan tentunya bisa beragam kualitasnya. Kualitas yang baik akan terpenuhi apabila LCN yang digunakan memenuhi standar kualitas bahan nata, dan prosesnya dikendalikan dengan cara yang benar berda-sarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas A. xylinum yang digunakan. Apabila rasio antara Karbon dan Nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya dikontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan residu sedikitpun (zerro residual substrate) (Pambayun, 2006). Oleh sebab itu, definisi nata yang menyatakan bahwa nata merupakan jaringan selulosa yang terapung di atas cairan setelah proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi. Itu semua adalah kunci nilai komersial bagi produsen nata.

Sebetulnya, nata dapat diusahakan bukan hanya dari Limbah Cair Nanas LCN), tetapi juga dari berbagai jenis bahan yang mengandung gula, protein, dan mineral, seperti misalnya air kelapa, sari buah-buahan, sari kedelai, dan bahkan air gula. Oleh sebab itu, nama nata dapat bermacam-macam sesuai dengan bahan yang digunakan, seperti misalnya nata de soya (dari sari kedelai), nata de mango (dari sari buah mangga), nata de coco (dari air ke-lapa), dan lain sebagainya. Namun, di antara beberapa jenis bahan yang dapat digunakan tersebut, LCN merupakan

bahan yang paling ekonomis, mengingat LCN hanyalah bersifat sebagai limbah dari produk pengolahan nanas. Selain itu, dari bahan apapun, nata yang dihasilkan akan tetap mirip, terutama dalam hal rupa dan rasanya, tanpa terpengaruh oleh rasa buah aslinya. Sehingga dengan demi-kian, memproduksi nata dari buah-buahan akan menjadi kurang ekonomis, mengingat bahan dasarnya relatif mahal.

Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan atau pun minuman penyegar, karena nata mengandung serat pangan (dietary fibre). Seperti halnya selulosa alami, nata sangat berperan dalam proses pencemaan makanan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar, sehingga sangat bermanfaat dalam pencemaan makanan dan secara tidak langsung sangat baik bagi kesehatan. Selain selulosa, tentu saja nata juga mengandung protein terutama yang berasal dari bakteri A. xylinum yang terperangkap di antara susunan benang-benang selulosa. Oleh karena itu, nata juga dapat digolongkan sebagai probiotik, jenis makanan fermentasi yang akhir-akhir ini sedang naik daun, karena sumbangannya terhadap kesehatan.

B. Prospek Nata de Pina

Bagi masyarakat Indonesia, nata relatif baru masuk pada tahap sosialisasi di tingkat masyarakat menengah ke bawah. Masih banyak masyarakat yang belum mengenal jenis minuman ini. Namun berdasarkan pada beberapa pengamatan, dapat diketahui bahwa masyarakat mulai menyenangi jenis minuman ini. Oleh karena itu, peluang pasar masih sangat terbuka bagi para produsen dan pem-bisnis nata.

(8)

Dalam sehari-hari, nata dikonsumsi sebagai komponen minuman segar, seperti misalnya diminum dengan sirup, sebagai campuran koktail, atau sebagai pengganti kolang-kaling. Namun, yang paling populer adalah nata de pina yang dikemas secara khusus dalam larutan gula atau sirup yang siap santap, dan sangat sesuai diminum dalam keadaan dingin. Modifikasi ke arah diversifikasi pemanfaatan produk masih memungkinkan untuk dikembangkan lagi.

Selain untuk komponen makanan dan minuman, nata kemungkinan besar dibutuhkan di beberapa industri pe-rangkat elektro sebagai isolator atau "chips" pada kompo-nen komputer. Belakangan, ada penemuan bahwa nata sangat bagus untuk keperluan itu. Namun, untuk keperluan pembuatan "chips", nata diproduksi secara khusus sehingga lebih padat dan kenyal. Pengendalian proses nata untuk "chips", tentunya berbeda dengan pengendalian proses 'pada nata yang disiapkan untuk dikonsumsi. Apabila pasar itu memang menguntungkan, maka tidak mustahil apabila industri nata yang ada di Indonesia diarahkan ke produk dengan spesifikasi yang memenuhi syarat sebagai bahan i)embuatan "chips".

Nata sangat mudah diusahakan baik untuk keperluan rumah tangga, maupun untuk tujuan komersial, mulai dari industri berskala kecil hingga industri berskala besar. Tentu saja, penanganan proses dan tingkat pengendalian kualitasnya akan berbeda. Dalam skala industri rumah tangga, 10 liter Limbha Cair Nanas per hari dapat diolah sebaik mungkin hingga menjadi produk yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Bahkan, kalau dikelola secara profesional, 100 liter LCN per hari saja bisa mengantarkan seseorang menjadi wirausahawan baru ataupun eksekutif

muda. Apalagi, jika digunakan ratusan atau bahkan ribuan liter LCN. Limbah Cair Nanas sebanyak itu relatif mudah untuk disediakan, sebab volume LCN berkisar 5.000-6.000 m3 tiap hari. Sepuluh persen dari limbah tersebut sebanyak 500 m3 atau 5.000.000 liter tiap hari merupakan LCN yang bis diguankan untuk media nata de pina. Dari gambaran itu dapat dibayangkan bahwa LCN yang ada dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan keluarga, masyarakat, ataupun komunitas yang lebih besar.

Buku ini akan menjawab tentang: 1. Komponen Limbah Cair Nanas apakah yang lauyak untuk media nata de pina? 2. Apakah yang dimaksud Nata? 3. Bagaimanakah Prosedur Pembuatan Nata? 4. Bagaimanakah Produksi Nata De Pina? 5. Bagaimanakah Kelayakan Pembuatan Nata De Pina? serta 6. Bagaimanakah Pemasaran dan Pengembangan Usaha nata de pina.

Pembaca diharapkan dengan uraian tersebut memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang nata de pina secara khusus dan teknologi bersih umumnya seperti dijelaskan di depan.

(9)

BAB II

LIMBAH CAIR NANAS

Bab II menguraikan tentang Limbah Cair Nanas dan Potensi Limbah Cair Nanas sebagai bahan baku pembuatan nata de pina.

A. Limbah Cair Nanas (LCN)

Uraian Limbah Cair Nanas meliputi: proses Produksi Nanas dalam kaleng dan Karakteristik Limbah Cair Nanas.

1. Proses Produksi Nanas dalam Kaleng

Perkembangan teknologi dewasa ini sejalan dengan pertumbuhan berbagai jenis industri. Industri-industri tersebut selain memberi manfaat dalam pembangunan ekonomi, ternyata di pihak lain dapat menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan hidup akibat pencemaran limbah (Said & Djuli, 1988).

PT. Great Giant Pineapple (GGP) berdiri pada tahun 1979, berlokasi di Terbanggi Besar Propinsi Lampung, merupakan perkebunan pertama di Indonesia yang mengembangkan riset secara intensif dalam membudidayakan tanaman nanas jenis smooth cayenne yang cocok untuk dikalengkan. Nanas dikenal luas diantara buah-buahan tropis lainnya, sebagai salah satu buah yang terbaik karena rasa dan aromanya yang sempurna. Nanas adalah tanaman padat karya dan dipanen sepanjang tahun.

Setiap tanaman hanya menghasilkan satu buah dengan populasi per-hektar sekitar 66.000 tanaman. (Lucky, 2006)

Operasional perkebunan terintegrasi penuh dengan Pabrik Pengalengan yang berada di tengah Perkebunan. Pengembangan dan peningkatan mutu varietas nanas secara berkelanjutan melalui budi daya nanas yang intensif dan terintegerasi penuh dengan proses pengalengan nanas. Selama 30 tahun lebih PT. Great Giant Pineapple (GGP) telah mengembangkan industri nanas untuk mencapai kualitas produk yang sempurna. Perkebunan memiliki luas sekitar 32.200 ha (80.000 acre) dengan budidaya utama adalah nanas varietas smooth cayenne. Lahan tersebut telah dipilih untuk menghasilkan buah berkualitas. Perkebunan nanas berada pada 40 59' Lintang Selatan dan 1050 13' Bujur Timur. Rata-rata curah hujan tahunan mencapai 2541 mm/tahun, dengan suhu berkisar antara 21-340 C dan kelembaban udara 84 - 91%

Di lokasi yang sama, PT. GGP telah mendirikan pula pabrik pengalengan nanas ( canned pineapple ) yang pada akhir tahun 1984 telah mampu mengekspor produk nanas kaleng sebanyak 4 kontainer. Pada tahun 1989, perusahaan mengembangkan usaha dengan membangun pabrik untuk produksi konsentrat sari buah nanas (pineapple juice concentrate ) yang memulai ekspor produk tersebut dalam kemasan aseptic pada tahun 1990 sebanyak 117 kontainer. Produksi nanas kaleng saat ini telah mencapai 10.000 kontainer per tahun. Bahkan saat ini, GGP merupakan produsen nanas kalengan private label terbesar di dunia dengan pangsa pasar 17%. Merambah pasar ekspor sejak 1984, sampai saat ini mayoritas produk GGP diekspor ke Eropa, Amerika Serikat (35%), serta ke Jepang dan negara lainnya (5%). Tahun lalu, nilai ekspor GGP 7

(10)

mencapai US$ 107.135.529. GGP saat ini sudah mengekspor ke 50 negara.

PT. GGP telah berkembang sejak memulai produksinya secara komersial. Pada saat ini PT. GGP merupakan perusahaan pengalengan nanas ketiga terbesar di dunia setelah Dole dan Del Monte, dan telah membangun suatu reputasi pasar yang cukup kuat. PT. Great Giant Pineapple telah mengekspor nanas ke 50 negara lebih dan mensuplai lebih dari 15% total kebutuhan nanas dunia. 40% diantaranya ke Eropa, 35% ke Amerika Utara dan 25% lainnya ke Asia Pacific. Produksi PT. GGP tahun 2005 mencapai 500.000 ton nanas segar per tahun, dan diharapkan dapat mencapai angka 600.000 ton pada tahun 2006.

Untuk mendukung usaha tersebut, saat ini PT. GGP memperkerjakan sekitar 18.000 pekerja di perkebunan dan di pabrik. Dengan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak, PT. GGP menempatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjadi prioritas sehari-hari dalam bekerja untuk meningkatkan produktivitas. Dan dengan dukungan komitmen manajemen, PT. GGP memberikan kontribusi dengan menciptakan industri manufaktur yang ramah lingkungan. Keunggulan kedua adalah proses produksi GGP yang terintegrasi penuh dalam satu area, mulai dari penanaman sampai pengiriman ke produsen. Keunggulan lainnya, pihak GGP juga tercatat sebagai satu-satunya perkebunan nanas di dunia yang bersertifikasi ISO 9001:2000, sertifikat Kosher yang menandakan kehalalan makanan bagi umat Yahudi.

Produksi Industri Nanas di Lampung umumnya memproduksi nanas kaleng dan jus sari buah nanas PJC (Pineapple Juice Concentrate) serta CPJ (Clarified

Pineapple Juice). Kegiatan industri ini juga menghasilkan limbah padat, cair dan gas, yang berasal dari unit pengolahan pada tahapan tertentu, sehingga bentuk, sifat dan kualitas limbah yang dihasilkan juga berbeda. Limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas industri berasal dari pencucian serta proses pemisahan dan produksi konsentrat nanas. Kualitas limbah yang dihasilkan dari kedua sumber tersebut berupa limbah cair dengan kandungan asam dan bahan organik yang tinggi (Sutanto. 2009a). Secara umum proses pengalengan diuraikan dalam Gambar 2.1 Skema Umum Pembuatan Buah dalam Kaleng. Proses terbentuknya limbah dan pemanfaatannya dari bahan mentah, produk dan limbah baik organik maupun anorganik diuraikan Gambar 2.2 Proses Bahan Mentah Dikonversikan menjadi berbagai Macam Produk dan Sejumlah Limbah. Limbah Cair Nanas dengan kandungan asam dan bahan organik tinggi, secara spesifik komposisinya sebelum masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dijelaskan Tabel 2.1.

Gambar 2.3 Skema Proses Pembuatan Nanas Kaleng dan Jus Nanas PT GGP Lampung. Limbah Cair Nanas dari proses produksi yang bermuara pada inlet 1 dan inlet 2 akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

(11)

Gambar 2.1 dan 2.2 menjelaskan proses produksi dari bahan mentah nanas menjadi produk nanas kaleng serta Limbah Cair Nanas yang didominasi bahan organik.

Gambar 2.3 Skema Proses Pembuatan Nanas Kaleng dan Jus Nanas PT GGP Lampung. Sumber: CDMA (2006).

Gambar 2.2 Pengelompokan Bahan yang Terkandung di dalam Air Limbah (Sumber: Sugiharto, 1997)

(Sumber: Sugiharto, 1987)

Gambar 2.1 Skema Umum Pembuatan Buah dalam Kaleng (Sumber: Hariyadi, 2000)

(12)

2. Karakteristik Limbah Cair Nanas (LCN)

Produksi nanas yang utama adalah proses pembuatan nanas dalam kaleng dan jus nanas. Kedua proses ini menghasilkan limbah cair yang bermuara pada saluran pembuangan limbah inlet 1 dan inlet 2. Skema proses pembuatan nanas kaleng dan jus nanas ditampilkan Gambar 2.3. Volume limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan nanas setiap hari 5.000-7.000 m3, semua ditampung dalam laguna (kolam IPAL) dengan kapasitas total 380.366,40 m3. Penampungan ini rata-rata waktu tinggal selama 2-3 bulan sebelum dialirkan ke sungai atau dimanfaatkan untuk irigasi (Julius, 2008).

Air limbah adalah semua jenis air buangan yang mengandung kotoran. Air limbah dapat berasal dari manusia, binatang, tumbuhan, industri dan buangan tertentu. Karakteristik LCN dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologi dari limbah itu sendiri. Secara fisik, LCN dipengaruhi oleh adanya kandungan zat padat melayang, tersuspensi dan mengendap, sedangkan secara kimia oleh adanya bahan organik terlarut seperti protein, karbohidrat, protein dan bahan anorganik seperti logam berat dan gas, secara biologis berhubungan dengan adanya mikroba di perairan (Droste, 1997).

Tabel 2.1 Kualitas Limbah Cair Nanas (LCN) sebelum masuk IPAL bulan Nopember 2008

NO.

PARAMETER LINGKUNGAN

SAT. LIMBAH CAIR

KISARAN RATA-RATA 1. pH 1,92-5,86 3,44 2. BOD mg/L 296-20.042 338 3. COD mg/L 1.310-21.180 4.200 4. TSS mg/L 140-2.260 390 (Sumber: Julius, 2009)

Tabel 2.2 Kandungan Hara Limbah Cair Nanas (Januari-Juli 2008)

NO. PARAMETER LINGKUNGAN

SAT. LIMBAH CAIR NANAS

KISARAN RATA-RATA 1. C % 0,01-0,28 0,14 2. N ppm 1,45-77,20 26,17 3. P ppm 3,96-88,53 31,78 4. K ppm 15,23-689,18 134,08 5. Ca ppm 5,70-234,65 39,53 6. Mg ppm 2,40-27,40 7,47 7. Na ppm 32,70-3220,00 474,00 8. Fe Ppm 2,76-92,29 16,26 9. Zn ppm 0,06-0,80 0,47 10. Mn ppm 0,21-13,60 3,30 11. S ppm 1,89-2452,00 238,59 12. NO3 ppm 0,75-16,87 3,94 13. NH4 ppm 1,12-26,51 13,62 14. C/N - 3,76-207,30 105,53 (Sumber: Julius, 2009)

Data Limbah Cair Nanas (LCN) PT GGP Lampung bulan Nopember 2008 Tabel 2.1 dan Tabel 2.2, rmenunjukkan kualitas LCN kandungan bahan organik maupun unsur hara sebelum masuk IPAL.

Proses pembuatan makanan dari nanas menggunakan banyak air dan sebagai akibatnya, limbah cairnya merupakan polutan yang mengandung zat organik dan padatan tersuspensi yang tinggi. Apabila limbah ini tidak diolah akan menyebabkan persoalan lingkungan, namun disisi lain limbah nanas ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku produk yang berguna dan mempunyai nilai tambah. Limbah nanas ini mengandung komponen bermanfaat, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, dan nutrisi

(13)

lain (Abdullah, 2003). Beberapa peneliti telah mengadakan penelitian penggunaan limbah nanas untuk dibuat bahan kimia seperti protein sel tunggal, asam asetat, asam oksalat, dan gas metan. Berdasarkan sifat fisika dan kimia dari limbah nanas, maka limbah ini sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan alkohol (Sasaki, 1992; Popi&Yefta, 2004)

Atmojo (2002) menyatakan bahwa limbah nanas merupakan salah satu limbah domestik berupa bahan organik yang dibuang setiap hari dalam jumlah besar. Limbah ini mengandung air ±87%, karbohidrat 10,54%, serat kasar 1,7%, protein 0,7%, abu 0,5% dan lemak 0,02%. Nanas mempunyai pH berkisar antara 2-4 dan mengandung bromelin, suatu protease, sehingga bila limbah ini dibuang begitu saja akan menyebabkan kerusakan tanah dan penurunan kesuburan tanah, antara lain penurunan pH tanah dan kerusakan protein organisme tanah serta perairan. Hasil karakterisasi limbah cair nanas beserta pembandingnya disajikan Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Karakterisasi Limbah Cair Nanas dari Berbagai Peneliti

Parameter Abdullah (2003)

1

Sasaki 1992)

2

Popi & Yefta (2004)

3 Gula total (g/l) 75,47 78,70 91,35 Nitrogen (g/l) 0,15 0,16 0,14 Fosfor (mg/l) 12,0 - Asam sitrat (g/l) 3,84 - 1,2 Keasaman * (g/l) 3,95 - 1,2 pH 4,0 4,0 4,39

*) sebagai asam sitrat monohidrat

Perbedaan kandungan gula total, nitrogen dan fosfor dengan peneliti sebelumnya disebabkan daerah asal tempat

ditanam nanas (1. Malaysia, 2. Thailand dan 3. Indonesia), musim panen dan cara memperoleh limbahnya. pH yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar, hal ini dapat ditunjukkan dari kandungan asam sitrat maupun keasamannya. Penelitian Mulyoharjo (1984) menyatakan komposisi ekstrak ampas nanas terdiri dari zat padat 16,43%, asam sitrat 0,615%, gula invert 3,60%, sukrosa 8,87%, vitamin A 29,0 (S.I), vitamin C 22,0 mg/100 g, vitamin B 0,08 mg/100 gr serta kadar mineral Nitrogen 0,115% dan Eter 0,20%. Kandungan pH tinggi disebabkan oleh tingginya asam organik dalam nanas. Data macam asam organik diuraikan Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Kandungan Asam Organik Limbah Cair Nanas

NO. ASAM ORGANIK SATUAN (ppm)

1. Citrate 400 2. Succinat-Malate 161 3. Phosphate 23 4. Oxalate 13,8 5. Glutarate 13 6. Lactate 9 7. Sulfate 4,4 8. Quinate 4 9. Isoclinate 4 10. Formate 3 11. Malonate 3 12. Chlorida 2 13. Propionate 1,9 14. Acetate 0,5 15. Nitrate 0,1 (Sumber: Sutanto 2009b)

Penelitian Atmojo (2002) menyatakan limbah nanas berupa kulit, ati/ bonggol buah atau cairan buah dapat diolah menjadi produk lain seperti sari buah atau sirup,

(14)

sedangkan Kumalaningsih (1993), secara ekonomi kulit nanas masih bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk dan pakan ternak. Komposisi limbah nanas diuraikan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Hasil Analisis Limbah Nanas

Komposisi Rata-rata Berat Basah (%)

Air 86,70 Protein 0,69 Lemak 0,02 Abu 0,48 Serat basah 1,66 karbohidrat 10,54 (Sumber: Sidharta, 1989)

Ginting (2005) menyatakan Ananas communus L. diolah menjadi sari minuman nanas (konsentrat) yang menghasilkan limbah berupa campuran kulit dan serat perasan daging buah. Potensi penggunaan limbah pengalengan nanas sebagai bahan pakan telah diteliti pada sapi (Muller, 1978). Potensi komposisi kimiawi limbah nanas telah dievaluasi oleh Hutagalung (1977), Hartadi (1986) dan Susanto (2000). Akan tetapi, komposisi kimiawi limbah nanas dapat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas, kematangan buah, tingkat penyulingan serta proporsi bagian yang menyusun limbah nanas (Muller, 1978).

Karakteristik Limbah Cair Nanas (LCN) dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologi dari limbah itu sendiri. Secara fisik, LCN dipengaruhi oleh adanya kandungan zat padat melayang, tersuspensi dan mengendap, secara kimia oleh adanya bahan organik terlarut seperti protein, karbohidrat, lemak dan bahan anorganik seperti logam berat dan gas, secara biologis berhubungan dengan adanya mikroba di perairan (Droste, 1997). Berdasarkan

penjelasan di atas maka Limbah Cair Nanas memilki pH asam dan kandungan bahan organik yang tinggi.

Prediksi kapasitas produksi dan limbah yang dihasilkan sampai dengan tahun 2012 diuraikan tabel 2.6.

(15)

Tabel 2.6 menunjukkan estimasi produksi limbah yang dihasilkan sampai dengan tahun 2012 menjadi 7.672 m3/hari atau naik 12%. Tabel 4.7 menunjukan pemantauan kualitas LCN bulan Nopember 2008 dan Standar Baku Mutu dari Kepmen LH 2007.

Tabel 2.7 Kualitas Limbah Cair Nanas (LCN) sebelum masuk IPAL Nopember 2008 NO. PARAMETER LINGKUNGAN SAT. RATA-RATA LCN BAKU MUTU 1. Ph 3,44 6-9 2. BOD mg/l 338 100 3. COD mg/l 4.200 75 4. TSS mg/l 390 150

Tabel 2.7 LCN bulan Oktober 2008 dan Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-buahan dan/atau Sayuran yang Melakukan Kegiatan Pengolahan Gabungan. (MNLH, 2007)

Tabel 4.7 menunjukkan kualitas LCN dari parameter pH, BOD, COD dan TSS melebihi ambang batas yang dipersyaratkan Baku Mutu pada Tabel 2.9. Industri memiliki kewajiban memberikan jaminan keamanan proses maupun produknya, maka pemerintah menetapkan Baku Mutu Air Limbah (MNLH, 2007). Baku Mutu Air Limbah merupakan ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatannya.

Pengalengan nanas termasuk usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan kegiatan pengolahan gabungan menurut

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2007 tanggal 08 Mei 2007 terdapat empat parameter yakni pH 6-9, TSS 100 mg/l, BOD 75 mg/l dan COD 150 mg/l (KMNLH, 2007). Berdasarkan Tabel 2.8 keadaan air limbah yang dinyatakan dengan volume dan kadar pencemaran, mutu air limbah cair nanas di atas ambang batas ketentuannya, maka LCN belum memenuhi baku mutu air limbah yang dipersyaratkan dari parameter pH, BOD, COD dan TSS, yang bersumber pada rendahnya pH dan kandungan bahan organik tinggi.

B. Potensi Limbah Cair Nanas sebagai Bahan Baku Pembuatan nata de Pina

Nanas merupakan salah satu tanaman komoditi yang banyak ditanam di Indonesia, prospek agrobisnis nanas sangat cerah, cenderung semakin meningkat baik untuk kebutuhan buah segar maupun sebagai bahan olahan. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah buahnya, yang berasa manis sampai agak masam menyegarkan, sehingga disukai oleh masyarakat luas. Di samping itu buah nanas mengandung gizi yang cukup tinggi dan lengkap. Permintaan nanas sebagai bahan baku industri pengolahan buah-buahan juga semakin meningkat misal untuk sirup, keripik, dan berbagai produk olahan nanas seperti nata (Rukmana, 1996). Menurut data Biro Pusat Statistik (1996), produksi buah nanas di Jawa Timur pada tahun 1994 mencapai 444.507 ton. Sebagai komoditi hortikultura, buah nanas telah banyak diolah menjadi berbagai macam produk seperti jam, sirup, sari buah, nektar serta buah dalam botol atau kaleng.

(16)

Industri Nanas selain produk utama berupa nanas kaleng dan jus sari buah nanas (pineapple juice concentrate) dan gula (clarified pineapple juice), kegiatan industri nanas juga menghasilkan limbah padat, cair, dan gas. Limbah-limbah ini berasal dari unit pengolahan pada tahapan tertentu, sehingga bentuk, sifat, dan kualitas limbah yang dihasilkan juga berbeda. Limbah Cair yang dihasilkan dari aktivitas industri berasal dari pencucian serta proses pemisahan dan produksi konsentrat nanas. Kualitas limbah yang dihasilkan dari kedua sumber tersebut berupa limbah cair dengan kandungan bahan organik yang tinggi.

Dari berbagai macam pengolahan tersebut, akan diperoleh limbah nanas dalam jumlah yang cukup besar. Limbah buah nanas tersebut terdiri dari: limbah kulit, limbah mata, dan limbah hati. Limbah atau hasil ikutan (side product) nanas belum banyak dimanfaatkan dan relatif hanya dibuang begitu saja.

Limbah nanas merupakan salah satu limbah domestik berupa bahan organik yang dibuang setiap hari dalam jumlah besar. Limbah ini kaya akan air ± 87%, karbohidrat 10,54%, serat kasar 1,7%, protein 0,7%, abu 0,5%, dan lemak 0,02% (Atmojo (2002). Nanas mempunyai pH berkisar antara 3-4 dan mengandung bromelin, suatu protease, sehingga bila limbah ini dibuang begitu saja akan menyebabkan kerusakan tanah dan penurunan kesuburan tanah, antara lain penurunan pH tanah dan kerusakan protein organisma tanah serta perairan. Mengingat limbah atau hasil ikutan nanas belum banyak dimanfaatkan dan dapat menimbulkan masalah lingkungan maka pemanfaatan dari limbah nanas perlu dicari terobosannya. Salah satu alternatif pemanfaatan limbah nanas yang dapat dilakukan adalah dengan

pemanfaatannya menjadi produk nata de pina. Nata merupakan produk fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Dilihat dari namanya bakteri ini termasuk kelompok bakteri asam asetat (aceto: asetat, bacter: bakteri). Jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat dan padatan putih yang terapung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Saragih, 2004).

Pada dasarnya produksi nata dengan media sari buah nanas telah banyak dilakukan yakni dikenal sebagai nata de pina, tetapi dengan mencoba produksi nata dengan menumbuhkan bakteri A. xylinum pada media limbah buah nanas belum dilakukan. Untuk dapat mengaktifkan produksi nata oleh bakteri dibutuhkan nutrien dari media yang mengandung gula, nitrogen, vitamin, dan mineral. Berdasarkan kebutuhan nutrien ini maka limbah buah nanas diduga cukup bermanfaat sebagai media pertumbuhan bakteri nata. Limbah buah nanas baik limbah kulit, limbah mata, maupun limbah hati diharapkan mampu memberikan nutrien bagi A. xylinum sehingga dapat menghasilkan nata.

Perlakuan produksi nata dengan memanfaatkan limbah buah nanas dengan variasi penambahan gula dan urea. Perlu diketahui bahwa komponen yang cukup berperan sebagai media pertumbuhan nata, adalah sumber karbon dan sumber nitrogen karena sebagai nutrisi bagi pertumbuhan bakteri A. xylinum. Sumber karbon sebagai salah satu unsur pembentuk nutrisi untuk medium fermentasi dapat berupa glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Pada kedua bahan tersebut, komponen-komponen ini

(17)

tersedia dan berpotensi sebagai sumber nutrien bagi bakteri A. xylinum, meskipun belum optimal.

Menurut Lapuz dkk (1967), sukrosa dan glukosa pada konsentrasi 10 % memberikan hasil nata yang paling tebal dibandingkan dengan sumber gula lainnya. Bila dibandingkan antara penggunaan glukosa dan sukrosa, nata yang dihasilkan karena penggunaan glukosa akan lebih tebal, sehingga sumber karbon terbaik bagi pembentukan nata adalah glukosa. Hal ini dapat dipenuhi dari bagian buah nanas termasuk limbah yang dihasilkan dari olahan buah nanas.

Proses pembuatan makanan dari nanas menggunakan banyak air dan sebagai akibatnya, limbah cairnya merupakan polutan yang mengandung zat organik dan padatan tersuspensi yang tinggi. Apabila limbah ini tidak diolah akan menyebabkan persoalan lingkungan, disamping itu limbah nanas ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku produk yang berguna dan mempunyai nilai tambah. Limbah nanas ini mengandung komponen bernilai, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, dan nutrisi lain (Abdullah, 2003).

Banyak peneliti telah mengadakan penelitian penggunaan limbah nanas untuk dibuat bahan kimia seperti protein sel tunggal, asam asetat, asam oksalat, dan gas metan. Berdasarkan sifat fisika dan kimia dari limbah nanas, maka limbah ini sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan alkohol.

Tabel 2.8 Komponen Karbohidrat Limbah Cair Nanas KARBOHIDRAT SATUAN JUMLAH

16. Amilum % 0,568 17. Selulosa % 0,082 18. Glukosa g/100g 7,005 19. Fruktosa g/100g 4,013 20. Sukrosa g/100g 1,362 21. Oligosakarida g/100g 0,678

Ananas communus L. menjadi sari minuman nanas (konsentrat) menghasilkan limbah berupa campuran kulit dan serat perasan daging buah. Potensi penggunaan limbah pengalengan nanas sebagai bahan pakan telah diteliti pada sapi. Potensi komposisi kimiawi limbah nanas telah dievaluasi oleh Susanto (2000). Akan tetapi, komposisi kimiawi limbah nanas dapat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas, kematangan buah, tingkat penyulingan serta proporsi bagian yang menyusun limbah nanas.

Kandungan glukosa yang tinggi pada Limbah Cair Nanas serta pH asam (rerata 3,44) merupakan kondisi media yang sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri nata A. xylinum. Penggunaan media Limbah Cair Nanas tidak memerlukan penambahan nutrisi maupun kondisi asam sehingga kegiatan ini lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan media lainnya misalnya air kelapa.

(18)

BAB III

NATA

Pembahasan Bab III meliputi pengertian nata, jenis-jenis produk nata, manfaat budidaya nata dan bakteri Acetobacter xylinum.

A. Pengertian Tentang Nata

Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi as am dan memerlukan nitrogen untuk stimuli aktivitasnya. Nata merupakan selulosa hasil sintesis gula oleh bakteri Azetobacter xylinum berbentuk agar, berwarna putih dan mengandung air sekitar 98%. Nata de cashew dikonsumsi sebagai makanan tambahan, bahan pencampur coctail, yogurt dan sebagai makanan penutup. Nata tergolong makanan yang berkalori rendah karena mengandung serat pangan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk proses pencernaan makanan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar (Muljohardjo, 1990).

Glukosa substrat sebagian akan digunakan bakteri untuk aktifitas metabolisma dan sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan "extracelluler selulose" berbentuk gel. Polisakarida inilah yang disebut Nata.

Bakteri A. xylinum sebenarnya dapat diperoleh secara alami, yaitu pada buah nanas matang, tomat, apel, anggur, belimbing, dan banyak lagi air buah-buahan. Untuk memperoleh isolat bakteri ini tidaklah sulit, dapat dikerjakan oleh setiap orang asalkan dilakukan

dengan teknik aseptik (atau dengan cara higienis). Biakan murni bakteri ini biasanya dapat juga diperoleh di laboratorium niikrobiologi pangan atau di Balai Penelitian Tanaman Pangan. Lapisan nata yang diperoleh dari biakan murni hasilnya akan lebih tebal dan kenyal.

Peranan nata sebagai produk selulosa konon telah dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kaos (sarung) lampu pijar sejenis "Strongking", bahan dasar sumbu komper, kain, filter/penyaring ukuran mikron, rompi anti peluru dan lain-lain. Namun umumnya masyarakat mengenal sebagai makanan ringan yang dapat digunakan untuk bahan pelengkap es buah atau "cocktail ", baik untuk dijual ataupun untuk hidangan keluarga. Nata berwarna putih agak jernih, biasanya dipotong-potong berbentuk kubus, mempunyai tekstur agak kenyal dan mempunyai rasa seperti daging buah rambutan atau seperti kolang kaling.

Nata dihasilkan dari proses fermentasi pada substrat yang mengandung gula dan nitrogen pada pH yang sesuai dengan perkembangan A. xylinum yaitu berkisar antara 4 - 4,5 (Pambayun, 2006). Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai media pembuatan nata adalah ampas nanas, adalah bahan yang paling ekonomis karena ampas nanas merupakan limbah pangan. Ampas nanas didapat dari sisa hasil pembuatan sirup nanas, selai, jelly, sari buah dan nanas goreng.

Pengolahan buah nanas tersebut dapat diperoleh ampas nanas dalam jumlah yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan sebagai medium pertumbuhan dari bakteri A. xylinum. Rendemen nata yang diperoleh dari media ekstrak ampas nanas lebih besar dari pada media yang diperoleh 25

(19)

dari sari buah nanas yaitu 54,13% dengan konsentrasi gula 7,50% dan masa inkubasi 14 hari (Arsatmojo, 1996). Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai sumber karbon pada pembuatan nata, di antaranya maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa, dan manosa. Sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri pembentuk nata (Pambayun, 2002).

Secara teknis nata dapat dibuat dari campuran berbagai media, karena untuk pertumbuhan dari bakteri A. xylinum dalam pembuatan massa nata diperlukan gula, asam organik dan mineral. Mineral dan asam organik ini dibutuhkan sebagai komponen metabolism dalam pembentukan kofaktor enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri A. xylinum (Pambayun, 2006).

Ekstrak ampas nanas banyak mengandung asam-asam organik dan mineral yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan bakteri A. xylinum. Komposisi ekstrak ampas nanas terdiri dari zat padat 16,43%, asam sitrat 0,615%, gula invert 3,60%, sukrosa 8,87%, vitamin A 29,0 (S.I), vitamin C 22,0 mg/100g, vitamin B 0,08 mg/100g serta kadar mineral Nitrogen 0,115%, ester 0,20% (Direktorat Gizi Depkes.R.I, 1981, Muljohardjo, 1984). Menurut Steinkraus et al. (1983) dan Herman (1979) media optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah A. xylinum memiliki pH 4 - 5, konsentarsi gula 10 - 15%, Nitrogen 20,4 - 21%, serta adanya mineral dan vitamin yang cukup.

Jenis makanan ini cukup lezat rasanya, walau nilai gizinya rendah. Namun demikian bagi konsumen di negara Eropa merupakan j enis makanan diet rendah

kalori yang sangat digemari. Sebagai makanan berkalori rendah, jenis makanan ini dapat berguna untuk diet penderita diabetes.

Nata bila diproduksi secara luas, akan dapat digunakan sebagai penambah penghasilan, karena harganya masih relatif mahal, selain itu memiliki prospek yang cukup balk sebagai salah satu komoditi ekspor. Untuk hidangan di rumahpun juga cukup memadai sebagai penambah keaneka ragaman hidangan kecil.

B. Jenis-jenis Produk Nata.

Terdapat beberapa jenis produk nata yang sudah banyak dikenal masyarakat yaitu antara lain:

1. Nata de coco, yaitu nata yang diperoleh dari pemanfaatan limbah air kelapa sebagai media pertumbuhan bakteri.

2. Nata de pina, yaitu nata yang diperoleh dengan memanfaatkan sari buah nenas sebagai media pertumbuhan bakteri.

3. Nata de soya, yaitu nata yang diperoleh dari pemanfaatan limbah tahu yang cair (whey) sebagai -media pertumbuhan bakteri.

Buku ini lebih menekankan pada teknologi praktis mengenal dan membudidayakan nata dengan memanfa at ka n Li m b ah C ai r Nan as s eb a gai bah an dasar, serta prospek pemasarannya. Dipilihnya pemanfaatan LCN dalam budidaya nata pada buku ini ialah karena selama ini melimpah LCN yang belum

(20)

dimanfaatkan menjadi bentuk produk olahan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

C. Manfaat Budidaya Nata.

Nata ditinjau dari segi teknologi, memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Mengolah Limbah Cair Nanas secara produktif. 2. Dapat dilakukan dengan cara yang sederhana,

tanpa peralatan mahal (canggih). 3. Bersifat padat karya.

Sedangkan ditinjau dari hasil produksinya, akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatkan pendapatan keluarga.

2. Meningkatkan diet rendah kalori dan diet bagi penderita diabetes.

3. Jika diproduksi secara besar-besaran, dapat merupakan salah satu komoditas ekspor non migas yang cukup potensial (Suarsini, 1998).

D. BAKTERI Acetobacter xylinum 1. Sifat-Sifat A. xylinum

Sifat-sifat bakteri A. xylinum dapat diketahui dari sifat morfologi, sifat fisiologi, dan pertumbuhan selnya.

a. Sifat Morfologi

Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan

lebar 0,6 mikron, dengan permukaan dinding yang berlen-dir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat nonmotil dan menunjukkan Gram negatif. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel ber-ada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose.

b. Sifat Fisiologi

Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat men-jadi CO2 dan H20. Sifat yang paling menonjol dari bakteri

ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa hingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Fak-tor-faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur, dan ketersediaan Oksigen.

c. Pertumbuhan Sel

Pertumbuhan sel bakteri didefinisikan sebagai per-tumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Umur sel ditentukan segera setelah proses pembe-lahan sel selesai, sedangkan umur kultur ditentukan dari lamanya inkubasi. Dalam satu waktu generasi, bakteri

(21)

akan melewati beberapa fase pertumbuhan sebagai berikut.

1) Fase Adaptasi

Begitu dipindahkan ke media baru atau ditanam, bakteri A. xylinum tidak akan langsung tumbuh dan berkem-bang. Pada fase ini, bakteri akan terlebih dulu menyesuai-kan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya. Oleh sebab itu, fase disebut sebagai fase adaptasi. Meski-pun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan bahkan pembesaran sel. Lama fase ini ditentukan oleh medium dan lingkungan pertumbuhan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Fase adaptasi bagi A. xylinum dlicapai antara 0-24 jam atau 1 hari sejak inokulasi. Makin cepat fase ini dilalui, makin efisien proses pembentukan nata yang terjadi.

2) Fase Pertumbuhan Awal

Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam.

3) Fase Pertumbuhan Eksponensial

Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Untuk bakteri A. xylinum, fase ini dicapai dalam waktu antara 1- 5 hari tergantung pada kondisi lingkungan. Pada fase ini juga, bakteri nata

mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya, untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan tingkat kecepatan suatu strain A. xylinum dalam membentuk nata.

4) Fase Pertumbuhan Lambat

Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena ketersediaan nutrisi telah berkurang, terdapatnya metabolit yang bersifat toksik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, dan umur sel telah tua. Pada fase ini, pertumbuhan tidak lagi stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati.

5) Fase Pertumbuhan Tetap

Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksik lebih besar, dan umur sel semakin tua. Namun, pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.

6) Fase Menuju Kematian

Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian ka-rena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya.

(22)

7) Fase Kematian

Pada fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, dan hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat di dalamnya. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan, dan jenis bakteri. Untuk A. xylinum, fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas. Pada fase ini,

A.xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit nata. Untuk bakteri A. xylinum, waktu terjadinya fase-fase tersebut sangat ditentukan oleh strain (jenis spesifik), umur inokulum, nutrisi, dan kondisi lingkungan. Strain meru-pakan subspesies yang mempunyai kemampuan dan karakteristik lebih spesifik. Sebagai contoh, ada industri nata yang menemukan A. xylinum mempunyai kemam-puan yang berbeda dari A. xylinum yang sudah ada. Pada umumnya, bibit nata mampu menghasilkan nata dalam waktu 14 hari. Namun, dengan strain tertentu, pembentukan nata hanya memerlukan waktu 8 hari. Adapun tahap-tahap pertumbuhan bakteri A. xylinum dalam kondisi normal, dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Tahap-tahap Pertumbuhan Bakteri A.xylinum dalam Kondisi Normal.

Kurva pertumbuhan seperti pada Gambar 3.1, sangat penting digunakan sebagai dasar untuk memprediksi proses fermentasi nata dalam suatu industri menengah ke atas. Prediksi yang dilakukan antara lain terhadap fase logaritmik dan fase kematian yang dicapai oleh A. xylinum. Fase logaritmik digunakan untuk memprediksi saat mulai terbentuknya nata, sedangkan fase kematian untuk menge-tahui tingkat ketuaan bibit. Pada Gambar 1 terlihat bahwa nata mulai dibentuk setelah pertumbuhan bibit mencapai fase pertumbuhan cepat (logaritmik). Hal ini menunjukan bahwa enzim ekstraseluler pembentuk nata diproduksi selama fase logaritmik. Apabila fase ini telah terlewati, produksi nata dapat berjalan dengan lancar, meskipun terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti misalnya suhu yang ekstrim.

Bobot sel

(23)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan A. xylinum

Untuk memperoleh lapisan nata yang baik prinsipnya ialah melakukan teknik kultur mikroorganisme secara optimum. Artinya d i l a k u k a n dengan menggunakan cara yang seaseptik mungkin dengan memperhatikan syarat-syarat tumbuh bakteri A. xylinum, membuat k o m p o s i s i media pertumbuhan yang mengandung nutrisi untuk menumbuh-kembangkan bakteri secara optimum sehingga diperoleh lapisan nata yang tebal dan kenyal. Pertumbuhan bakteri A. xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.

a. Nutrisi

Untuk merangsang pertumbuhan serta aktivitas bakteri diperlukan adanya sumber nitrogen yang memadai, disaimping sumber energi dari bahan organik, juga diperlukan zat-zat anorganik. Pada umumnya bakteri membutuhkan zat-zat anorganik seperti garam-garam yang mengandung Na, K, Ca, Mg, Cl, S dan P. Bakteri juga memerlukan sumber-sumber makanan yang mengandung C, H, 0, N yang berguna untuk menyusun protoplasma (Dwidjoseputro, 1978). Bahan-bahan seperti itulah yang banyak terkandung dalam Limbah Cair Nanas.

Kondisi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan nata ialah kadar sukrosa 5 - 10% pada media fermentasi pembuatan nata, didapatkan pelikel yang tebal dan keras. Sedangkan pada kadar gula di

bawah 5% dan di atas 10% di dapat kan peli kel nat a ya ng t i pi s dan l unak (Al aban C.A.,1962).

Prescott & Dunn (1959) juga menjelaskan bahwa A. xylinum yang hidup dalam medium cair yang mengandung glukosa, perlu ditambahkan 0,25% berat per volume diamonium hydrogen phosphat sebagai salah satu sumber nitrogen dan gula dengan konsentrasi 2,6% berat per volume sebagai sumber karbon. Adapun beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi nutrisi, adalah sebagai berikut.

1) Sumber Karbon

Senyawa sumber Karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa-senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara, yang paling banyak digunakan berdasarkan pada pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula pasir. Di samping murah, sukrosa juga mudah ditemukan di tempat-tempat terpencil sekalipun. Sukrosa mempunyai kelebihan apabila dibanding dengan gula sederhana lain, yakni selain sebagai sumber energi dan bahan pembentuk nata, gula ini juga dapat berfungsi sebagai bahan induser yang berperan dalam pembentukan enzim ekstraseluler polimerase yang bekerja menyusun benang-benang nata, sehingga pembentukan dapat maksimal.

Penambahan sukrosa harus mengacu pada jumlah yang dibutuhkan. Penambahan yang berlebihan, di samping tidak ekonomis dan mempengaruhi tekstur nata, juga dapat menyebabkan terciptanya limbah baru berupa sisa dari

(24)

sukrosa tersebut. Namun sebaliknya, penambahan yang terlalu sedikit, menyebabkan bibit nata menjadi tumbuh tidak normal dan nata tidak dapat dihasilkan secara maksimal.

2) Sumber Nitrogen

Sumber Nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang baik bagi pertumbuhan A. xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun, amonium sulfat dan amonium fosfat (di pasar dikenal dengan ZA) merupakan bahan yang lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang dapat digunakan dan murah seperti urea. Tetapi, secara teknis urea kurang menguntungkan dibanding ZA. Kelebihan penggunaan ZA adalah dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. aceti yang merupakan pesaing A. xylinum.

3) Tingkat Keasaman (ditunjukkan dengan ukuran pH)

Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5-7,5, bakteri A. xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan metabolisme selnya. Oleh karena itu, apabila bibit nata ditumbuhkan dalam botol yang sebelumnya dicuci dengan air deterjen dan pembilasannya tidak bersih, maka bibit nata akan sulit ditumbuhkan, karena lingkungannya bersifat basa. Derajat keasaman medium fermentasi amat penting bagi

pertumbuhan mikroorganisme, terutama kerja enzim sangat dipengaruhi oleh pH. Menurut Lapuz, dkk (1967) nata tak terbentuk pada media fermentasi yang memiliki pH di atas 8,0 atau di bawah 3,0. Sedangkan menurut Alaban (1962) keasaman media fermentasi 4,0 - 5,0 merupakan kisaran ,pH yang baik untuk pembentukan nata.

Selama proses fermentasi berlangsung, sebagian gula mengalami dekomposisi dan terbentuk senyawa-senyawa asam seperti asam asetat, asam laktat, yang dapat menurunkan pH media. Penurunan pH yang terjadi dapat mengurangi aktifitas bakteri A. xylinum. Untuk stabilitas pH media ini dibutukan KH2PO4 sebagai

larutan penyangga, dan sekaligus sebagai sumber mineral.

4) Temperatur

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri A. xylinum adalah suhu ruang tempat bibit nata ditumbuhkan. Berdasarkan pada kebutuhannya terhadap suhu, bakteri ini tergolongan sebagai bakteri mesofil, yang hidup pada suhu ruang. Adapun suhu ideal (optimal) bagi pertumbuhan bakteri A. xylinum adalah 28° C- 31° C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu kamar pada umumnya di Indonesia. Pada suhu di bawah 28°C, pertumbuhan bakteri akan terhambat. Demikian juga, pada suhu di atas 31°C bibit nata akan mengalami kerusakan dan bahkan pada suhu 40°C bakteri A. xylinum akan mati, meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap bekerja membentuk nata. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Untuk mendapatkan nata yang tebal dan berat yang maximum, suhu yang

(25)

diperlukan yaitu 28-32 derajat Celcius. Pada suhu inilah bakteri pembentuk nata mampu mengadakan pertumbuhan secara optimal, sehingga produk nata terbentuk secara maksimum (Alaban, 1962 dalam Wicaksono, 1990).

5) Udara (Oksigen)

Bakteri nata A. xylinum merupakan mikrobia aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitasnya, bakteri ini sangat memerlukan Oksigen. Bila kekurangan Oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Oleh sebab itu, wadah atau fermentor yang digunakan untuk fermentasi nata, tidak boleh ditutup rapat. Untuk mencukupi kebutuhan Oksigen, pada ruang fermentasi nata harus tersedia cukup ventilasi. Namun demikian, harus diusahakan agar aliran udara tidak kontak langsung dengan permukaan nata dan tidak terlalu kencang masuk ke dalam ruangan. Aliran yang terlalu kencang, dan secara langsung mengenai produk nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan nata. Adapun posisi ventilasi yang baik adalah yang terletak di alas rak-rak fermentasi, minimal 0,5 m. Ventilasi dengan posisi yang sejajar dengan susunan nampan dalam rak-rak fermentasi dapat menyebabkan kontaminasi nata yang sedang difermentasi, sehingga semua cairan akan ditumbuhi spora jamur. Di samping itu, akan terjadi penyimpangan tekstur nata yang merupakan kerugian lain. Ventilasi sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga bisa diatur (dibuka dan ditutup). Apabila ada aliran udara kencang (angin kencang), ventilasi sebaiknya segera

ditutup, juga sebaliknya. A. xylinum adalah bakteri mikroaerob, artinya bakteri ini hanya memerlukan oksigen dalam jumlah minimum (Clifton,1958 dalam Wicaksono (1990). Pemakaian penutup wadah (kertas sampul) dalam proses pembuatan nata selain bertujuan untuk pertukaran udara dengan lingkungan, juga untuk menghindari kontaminan berupa bakteri lain, jamur ataupun serangga.

6 ) Vol u me S tar te r

Volume starter merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketebalan dan berat basah nata. Hasil penelitian Fanani (1998), penambahan volume starter 100 ml dan 125 ml dalam 500 ml volume media, menunjukkan hasil ketebalan lapisan nata de soya yang maksimal. Jumlah volume starter mempengaruhi jumlah bakteri yang ada dalam starter tersebut, sehingga semakin banyak volume starter semakin banyak pula jumlah bakteri yang diinokulasikan ke dalam media. Banyaknya bakteri tersebut akan mempercepat pembongkaran gula menjadi lapisan nata.

3. Aktivitas A. xylinum pada Fermentasi Nata

Apabila ditumbuhkan dalam media yang kaya akan sukrosa (gula pasir), bakteri ini akan memecah sukrosa ekstraseluler menjadi glukosa dan fruktosa. Senyawa--senyawa glukosa dan fruktosa tersebut baru dikonsumsi sebagai bahan bagi metabolisme sel. Bakteri A. xylinum merombak gula untuk memperoleh energi yang diperlukan bagi metabolisme sel.

(26)

Selain itu, bakteri ini juga mengeluarkan enzim yang mampu menyusun (mempolimerisasi) senyawa glukosa menjadi polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler (nata). Fruktosa, selain digunakan sebagai sumber energi, bahan dasar nata setelah dihidrolisis menjadi glukosa, juga berperan sebagai induser bagi sintesis enzim ekstraseluler polimerase. Hal ini merupakan salah satu alasan, bahwa sukrosa mempunyai kelebihan dibanding gula sederhana lain dalam fungsinya sebagai substrat pembuat nata.

Berdasarkan pada pengamatan morfologi, pemben-tukan nata oleh bakteri A. xylinum diawali dengan pem-bentukan lembaran benang-benang selulosa. Pempem-bentukan benang tersebut, pada mulanya tampak seperti flagel (cambuk pada bakteri umumnya).

Kenyataan ini sempat mengecohkan, bahwa semula diduga bakteri pembentuk nata adalah golongan bakteri berflagel, seperti bakteri asam laktat Leuconostoc mesentroides. Selanjutnya, bakteri A. xylinum membentuk mikrofibril selulosa di sekitar permukaan tubuhnya hingga membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan dapat mencapai ketebalan tertentu. Pada akhirnya, susunan selulosa tersebut akan tampak seperti lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus, yang disebut nata.

Adapun mekanisme pembentukan nata seperti yang telah diuraikan di atas, dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.2.

Keterangan 1. Ukuran Sel A. xylinum; 2.Benang selulosa

Gambar 3.2 Susunan Fibril Selulosa yang Membentuk Jalinan yang akan menjadi Nata. (Repro dari sumber asli Takai Dan Watanabe, 1975 dalam Pambayun, 2006)

Menu rut Ketaren (1978) identitas mikroorganisme penghasil nata masih belum jelas, namun Alaban (1962) telah mengisolasi bakteri Leuconostoc meseuteroides, dan Nikodoza (1953) mengatakan bahwa nata dihasilkan oleh Acetobacter aceti, sedangkan Palo dan Larve (1954) mengatakan Acetobacter xylinum. Menurut Schlegle (1994), mikroorganisme yang diinokulasi (ditumbuhkan) untuk pembentukan nata adalah bakteri dari species Acetobacter aceti var xylinum.

Klasifikasi bakteri ini menurut Breed, RS. dkk. (1957) adalah sebagai berikut:

Divisio: Protophyta Sachs, 1874

(27)

Klas : Schizomycetes von Naegeli, 1857 Ordo : PSeudomonaddales Oria-Jensen, 1921 Sub Ordo : Psadomonadineae Breed, dkk. Famili : Pseudomonadaceae Winslow dkk, 1917 Genus : Acetobacter Beijerinck, 1898

Spesies: Acetobacter xylinum Brown, 1886 Holland, 1920

Bakteri A. xylinum secara mikroskopis memiliki ciri-ciri khusus selnya berbentuk mulai dari elip sampai basil yang polimorf. Ada yang tunggal dan ada yang berpasangan membentuk rantai. Panjangnya 0,8-2,0 um, diameter 0,5 um. Tidak mempunyai flagel, tidak berpigmen, sel yang muda Gram negatif, sedangkan sel yang tua bervariasi terhadap pewarnaan Gram.

A. xylinum merupakan bakteri yang aerob obligat. Menghasilkan enzim katalase yang kuat. Mengoksidasi etil alkohol menjadi asam asetat, menghasilkan glukonat dan asam 5-keto glukonat dari glukosa dan maltosa. Bakteri ini memiliki kapsel (envelope). Kapsel adalah selubung sel terdiri dari polisakarida yang tidak urgen bagi pertumbuhannya. Kapsel akan terbentuk jika bakteri ini dibiak dalam media cair, tetapi jika dibiak pada media padat (media agar) kapsel tidak terbentuk. Akumulasi dari sel yang berkaps el pada m edi a cair m ula -mul a akan tam pak berupa lapisan putih tipis di permukaan media. Jika media pertumbuhan tidak digoyang-goyang, makin lama terjadinya lapisan tersebut bertambah menjadi tebal. Lapisan tebal inilah yang disebut nata.

Untuk memperoleh produk nata yang bermutu baik harus menggunakan bi bi t yang bai k, artinya

harus menggunakan inokulum biakan murni bakteri A. xylinam. Penggunaan bibit yang kurang baik akan menghasilkan nata yang lembek, tipis dan mudah berjamur.

Bakteri adalah mikroorganisme yang bersifat heterotrof. Untuk membiakkan bakteri perlu disiapkan media pertumbuhan yang banyak mengandung nutrien berupa zat-zat organi k, s erta beberapa z at sebagai sumber nit rogen, fosfor, dan beberapa vitamin terutama vitamin B komplek yang digunakan sebagai sumber nitrogen, sumber karbon dan mineral-mineral dasar. Selain nutrisi beberapa aspek perl u di perhati kan yai t u jeni s m i kr oorgani s me, bahan dasar, proses fermentasi dan rendemen basil yang diperoleh (Rumokoi, 1993).

Nata merupakan produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada substrat cair yang mengandung gula. Bakteri tersebut dapat diisolasi di alam yaitu dari sari buah-buahan yang mengandung gula misalnya nenas, anggur, apel, tomat dll. Bakteri dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam media cair yang kondisinya optimum mendukung aktifitas bakteri untuk membentuk lapisan nata.

Aktifitas bakteri untuk melakukan metabolisme memerlukan media fermentasi yang cukup mengandung nutrisi. Sesuai dengan sifat bakteri yang heterotrof, nutrien harus mengandung zat-zat organik di Isamping zat anorganik. Media cair yang mengandung nutrien berupa zat organik dapat diperoleh dari Limbah Cair Nanas. Tersedianya LCN yang berlimpah di PT GGP Lampung sangat menunjang untuk memanfaatkannya sebagai bahan dasar pembuat nata.

(28)

Teknik budidaya nata dapat dikerjakan secara sederhana dengan memanfaatkan limbah LCN menjadi produk akhir (nata) yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada bahan dasarnya. Oleh sebab itu jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh akan dapat meningkatkan pendapatan keluarga.

Budidaya nata merupakan salah satu teknik memperoleh produk nata (makanan basil olahan) secara besar-besaran dari LCN (bahan dasar) dengan menginokulasikan mikroorganisme (A. xylinum). Teknik semacam ini merupakan salah satu penerapan bioteknologi. Inti proses pembuatan nata ialah teknik mengkultur bakteri. Untuk mengkultur bakteri perlu diperhatikan syarat-syarat optimasi mengenai nutrien, derajat keasaman, aerasi, dan suhu inkubasi.

BAB IV

PROSEDUR PEMBUATAN NATA

Bab IV menguraikan tentang alat, bahan, bibit dan media fermentasi

A. Penyiapan Alat dan Bahan 1. Alat

Diperlukan rencana yang matang untuk pengadaan bahan dan peralatan yang digunakan. Pemilihan bahan baku dan bahan bantu serta peralatan yang memadai akan sangat menentukan kualitas nata yang dihasilkan. Kadang, salah satu faktor penyebab kegagalan produksi nata adalah bahan dan peralatan yang digunakan kurang menunjang. Namun, hal itu bukan berarti bahwa peralatan yang digunakan harus mahal dan canggih.

Dalam pembuatan nata berskala industri rumah tangga, biasanya hal-hal seperti itu kurang diperhatikan. Untuk skala industri menengah ke atas, pengadaan bahan, alat, dan tempat usaha sebaiknya dilakukan di bawah bimbingan seorang ahli untuk beberapa saat sebelum akhirnya dilepas untuk mandiri.

Pengalaman menunjukkan bahwa para produsen pemula biasanya menganggap remeh hal-hal yang berkaitan dengan pengadaan bahan dan peralatan tersebut. Sehingga, saat industri mulai tumbuh dan berkembang, beberapa kendala yang diakibatkan oleh keadaan bahan dan peralatan segera dijumpai. Untuk mengatasinya, para produsen benar-benar harus memahami berbagai hal yang berkaitan dengan bahan dan peralatan ini (Pambayun, 2006).

Peralatan yang digunakan untuk preparasi nata skala rumah tangga terdiri atas panci besar, pH meter, nampan 46 47

(29)

plastik sebagai wadah fermentasi, botol media biakan, tabung kultur, timbangan, gelas ukur, alat pemanas/kompor, kertas merang/koran, kain flannel/saringan, dan pengaduk.

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan nata dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan pada kegunaannya, yaitu kelompok alat untuk preparasi, kelompok alat untuk fermentasi, dan kelompok alat pascafermentasi (Pambayun, 2006).

Adapun alat untuk preparasi meliputi: jerigen atau ember bertutup, saringan dari plastik, takaran volume dan timbangan, sendok, dandang atau panci besar, pengaduk dari kayu, kompor, dan gayung. Sementara itu, alat untuk fer mentasi meliputi nampan plastik, rak-rak fermentasi, dan termometer ruang. Alat untuk pascafermentasi meliputi ember besar (diameter 27 inchi), talenan, pisau stainles steel, dan alat pengemas.

a. Jerigen atau Ember Bertutup

Jerigen merupakan alat yang biasa digunakan untuk menampung Limbah Cair Nanas atau air kelapa (banyak dijumpai di tempat penjual alat rumah tanggat/pasar). Jerigen yang diperlukan adalah yang bermulut/bercorong lebar, yang memiliki kapasitas 20 liter, dan dilengkapi dengan penutupnya. Namun, apabila tidak ada dapat digunakan pula ember plastik bertutup.

b. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam pembuatan nata terdiri atas, gelas plastik berskala, timbangan plastik, dan sendok. Alat-alat ini digunakan untuk mengukur bahan-bahan tambahan-bahan yang digunakan seperti misalnya gula, ZA, asam cuka, dan lain-lain.

c. Alat Masak

Alat inasak yang digunakan dalam pembuatan nataadalah dandang, kompor, dan pengaduk. Dandang yang digunakan sebaiknya yang dibuat dari bahan anti-karat seperti stainless steel, sedangkan pengaduk yang baik ada-lah yang terbuat dari kayu. Pengaduk dari logam akan dapat bereaksi dengan bahan-bahan yang digunakan dan akan cepat berkarat. Semua peralatan yang digunakan sebaiknya mempunyai permukaan halus, sehingga mudah dibersihkan. Adapun sambungan pada peralatan juga merupakan sudut tumpul, sehingga sisa bahan dan kotoran tidak terakumulasi pada tempat tersebut.

Sementara, kompor yang digunakan sebaiknya kompor yang hemat energi dan dapat memberikan nilai kalori (energi panas) yang tinggi. Dalam hal ini, kompor yang cocok digunakan adalah kompor minyak yang dilengkapi dengan pompa. Persyaratan kompor yang digunakan adalah mudah dihidupkan dan dimatikan. Adapun durasi pemanasan dalam satu batch pengolahan dengan kompor relatif singkat, yaitu 0,5 jam. Kompor atau tungku pemanas dengan sumber panas yang sulit dipadamkan, sangat tidak ekonomis jika digunakan dalam proses pengolahan nata dan preparasinya.

d. Alat Fermentasi

(30)

Untuk fermentasi nata, alat yang cocok digunakan adalah nampan yang terbuat dari plastik, sehingga dengan demikian tidak akan mudah mengalami kerusakan ataupun berkarat. Di samping itu, nampan plastik sangat mudah dibersihkan apabila telah selesai digunakan. Ukuran nam-pan yang lazim digunakan adalah ukuran sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Untuk industri tingkat menengah dan besar, nampan dapat didesain sesuai dengan alat potong nata yang ada.

Untuk pembuatan bibit, dapat digunakan botol bekas ataupun botol lainnya yang transparan sehingga kondisi pertumbuhan bibit dapat diamati setiap saat.

Agar pemakaian ruangan efektif, maka ruangan dilengkapi dengan rak-rak untuk menyusun nampan fermentasi dan bibit. Rak-rak tersebut sebaiknya dibuat dari bahan anti karat. Sebaliknya, penggunaan kayu juga harus dihindari karena kayu mudah sekali ditumbuhi jamur. Apabila demikian, spora jamur akan mudah sekali mengontaminasi cairan fermentasi nata, dan pembentukan nata bisa mengalami kegagalan.

e. Peralatan Pascafermentasi

Peralatan pascafermentasi meliputi alat pengiris, alat-alat pencuci, alat perebus, dan alat pengemas. Alat pengiris ada dua, secara manual menggunakan pisau sedangkan secara mekanik menggunakan mesin pemotong. Adapun sebagai alat perendam sebaiknya digunakan ember plastik ataupun bak-bak perendaman yang terbuat dari keramik. Sebagai alat pencuci biasanya digunakan ember plastik. Sementara, alat-alat pengemas meliputi sealer, baik untuk plastik maupun untuk gelas platik. Sealer yang

digunakan bisa otomatis ataupun manutal, yang, mampu menutup kemasan produk secara rapat (tidak terjadi kebocoran). Sebab, bila terjadi kebocoran, maka produk berupa nata dalam kemasan akan mudah mengalami kerusakan.

2. Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi nata dapat dibedakan menjadi bahan utama dan bahan bantu. Bahan utama adalah bahan pokok, yang meliputi air kelapa, Amonium Sulfat (ZA), gula pasir (sukrosa), asam asetat glasial (cuka 99,8%), bibit nata (Acetobacter xylinum), esen aroma atau sirup, zat pewarna, dan pengawet yang diizinkan (jika diperlukan). Sedangkan untuk Limbah Cair Nanas tidak memerlukan ZA, sukrosa dan asam asetat. Sementara itu, bahan bantu yang digunakan antara lain meliputi air yang memenuhi syarat untuk industri pangan dan minuman. Air dalam industri nata diperlukan dalam proses perendaman dan pengolahan nata hingga menjadi minuman siap konsumsi serta pencucian peralatan yang digunakan.

Semua bahan yang digunakan dalam pembuatan nata, sudah tentu mempunyai kriteria kualitas. Dalam bidang industri, bahan baku yang berkualitas baik, pada kondisi proses yang terkontrol, pasti akan menghasilkan produk yang berkualitas baik.

a. Media

Gambar

Gambar  2.3  Skema  Proses  Pembuatan  Nanas  Kaleng  dan  Jus  Nanas  PT  GGP  Lampung
Tabel 2.5. Hasil Analisis Limbah Nanas
Gambar  3.2    Susunan  Fibril  Selulosa  yang  Membentuk  Jalinan  yang  akan  menjadi  Nata
Gambar 4.1 Kultur stok dalam agar miring                         (Sumber Pambayun,  2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Informix - SQL mengurangi waktu yang diperlukan untuk menangani permintaan dari user dalam hal mengorganisasi suatu file, meminta informasi, membuat ringkasan, membuat group

H5 : Kesadaran merek, persepsi kualitas, harga, dan citra merek berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan konsumen pada produk sepatu Buccheri

[r]

1 Himpunan Peraturan Daerah Provinsi Kep.. Bangka Belitung

[r]

MDA 412 Metodologi Penelitian Administrasi MAG 403 Ekonomi Makro & Ekonomi Mikro MAN 403 Manajemen Perusahaan Publik MAN 416 Akuntansi. MAN 418 Manajemen Pemasaran MAN

We are proud to host iPoPS 2017 which is organised by postgraduate students from the Faculty of Pharmacy, Universiti Teknologi MARA (UiTM) and the School

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Gindopo melalui Metode Pembelajaran Tandur.. Desain penelitian ini mengacu pada