• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN. bulan dan yang paling tinggi 42 bulan. Rata-rata umur balita adalah 27.73

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PEMBAHASAN. bulan dan yang paling tinggi 42 bulan. Rata-rata umur balita adalah 27.73"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

1. Gambaran stunting pada balita di Wilayah Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

Stunting saat ini menjadi fokus perhatian dalam permasalahan balita di Indonesia bahkan di dunia, gambaran stunting pada penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut : skor umur balita paling rendah yaitu 9 bulan dan yang paling tinggi 42 bulan. Rata-rata umur balita adalah 27.73 dan hasil standar deviasi yaitu 8.445, sebagian besar stunting di derita oleh balita laki-laki yaitu sebanyak 53 orang atau (69.7%) dan balita perempuan sebanyak 23 orang atau (30.3%).

Berdasarkan kutipan ramli et al (2019) dalam jurnal Mugianti dkk (2018) dikutip bahwa bayi perempuan dapat bertahan hidup dalam jumlah besar dari pada bayi laki-laki di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab ini tidak dijelaskan dalam literatur, namun ada kepercayaan bahwa tumbuh kembang anak laki-laki lebih dipengaruhi oleh tekanan lingkungan dibandingkan dengan anak perempuan, hal ini lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis dalam tumbuh kembang anak.

Berdasarkan fakta peneliti beranggapan bahwa tumbuh kembang anak laki-laki mudah terhambat karena masalah psikologis dalam mengontrol emosi. Sedangkan berdasarkan fakta kecenderungan anak

(2)

perempuan lebih dekat dan diperhatikan oleh ibunya dibandingkan dengan anak laki-laki, karena anak laki-laki cenderung lebih banyak aktivitas bermain dilingkungan dibandingkan dengan anak perempuan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ana Vilda (2018) yang berjudul Kajian stunting berdasarkan umur dan jenis kelamin di Kota Semarang, dengan hasil masalah stunting banyak diderita oleh anak laki-laki dengan jumlah 65 orang laki-laki-laki-laki dan 50 orang perempuan, yang menjadi penyebabnya stunting lebih banyak di derita oleh laki-laki yaitu karena perkembangan motorik kasar anak laki-laki lebih cepat dan beragam sehingga membutuhkan energi lebih banyak.

2. Gambaran sarana sanitasi dasar (sarana air bersih, jamban rumah tangga, sarana pembuangan air limbah dan sarana pengolahan sampah) di wilayah Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

Gambaran sarana sanitasi dasar yang layak menurut susenas yaitu apabila fasilitas yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antarai lain yang dilengkapi sumber air rumah tangga yang bersih yang memenuhi syarat, jamban dengan menggunkan kloset leher angsa, atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau tersedia sistem pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehehatan, mempunyai tempat pembuangan sampah sementara yang memenuhi syarat kesehatan.

Gambaran sarana air bersih pada kelompok stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat

(3)

sebesar 52.6% dengan hasil observasi yang didapat, pada kelompok stunting masih ditemukan air yang tidak jernih sebanyak 12 rumah tangga (15.8%), air berasa sebanyak 12 rumah tangga (15.8%), masih ada jamban dalam jarak 10 meter dengan sarana sumber air bersih 26 rumah tangga (34.2%), ada sumber pencemaran dalam jarak 10 m sekitar sarana sumber air bersih 10 (13.2%), ada keretakan pada tempat penampungan air 12 (15.8%).

Jamban keluarga pada kelompok stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 34.2 % dan yang memenuhi syarat sebesar 65.8% sedangkan kelompok tidak stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 13.2% dan yang memenuhi syarat sebesar 86.8%. dengan hasil observasi ditemukan masih ada jarak jamban kurang dari 15 meter dari sumber air 26 (34.2%), kondisi jamban tidak terawat sebanyak 25 (32.9%), jenis jamban yang digunakan tidak saniter 14 (18.4%), jamban yang tidak memiliki ventilasi 20 (26.3%), lantai jamban licin 25 (32.9%), jamban mengkotori area sekitar 24 (31.6%).

Sarana pembuangan air limbah pada kelompok stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat sebesar 52.6% dan yang tidak stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 22.4% dan yang memenuhi syarat sebesar 77.6%. dengan hasil observasi yang diperoleh, masih di temukan tempat pembuangan tidak melalui septic tank 26 (34.2%), tempat pembuangan terbuka 26 (34.2%), tempat pembuangan tidak permanen 26 (34.2%), saluran limbah

(4)

tidak kedap air 21 (27.6%), jarak pembuangan air limbah dengan sarana air bersih kurang dari 15 meter 35 (46.1%), tempat pembuangan mengkotori ruangan / lingkungan 26 (34.2%), pembuangan air limbah mengeluarkan bau tidak sedap 17 (22.4%), pembuangan air limbah dikerubuti serangga 13 (17.1%).

Sarana pembuangan sampah pada kelompok stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 46.1% dan yang memenuhi syarat sebesar 53.9%. dan yang tidak stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 31.6% dan yang memenuhi syarat sebesar 68.4%. dengan hasil observasi masih ditemukan tempat sampah yang digenangi air 16 (21.1%), tempat sampah dikerubuti serangga 44 (57.9%), sampah tidak dibersihkan setiap hari 29 (38.2%), tempat pembuangan kurang dari 10 meter dari sumber air 10 (13.2%).

Dilihat dari gambaran diatas faktanya di wilayah puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya masih banyak ditemukan sarana sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat, yang dapat menjadi rantai pencetus penyakit berbasis lingkungan yang secara tidak langsung salah satunya bisa menyebabkan terjadinya stunting pada balita.

Peneliti berpendapat bahwa sanitasi dasar rumah tangga sangat erat kaitannya dengan kesehatan masayarakat terutama balita, karena kondisi lingkungan yang buruk dapat menimbulkan mata rantai penyakit terutama infeksi yang dapat menyebabkan stunting pada balita, sedangkan sanitasi

(5)

lingkungan yang bersih dan memenuhi syarat dapat meminimalisir penyebab rantaian penyakit.

3. Hubungan ketersediaan sarana sanitasi air bersih rumah tangga yang memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita diwilayah Puskesmas Cibereum Kota Tasikmalaya

Air merupakan kebutuhan sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia bisa bertahan hidup dengan kekurangan makanan dibanding dengan kekurangan air. Dalam tubuh manusia itu sebagian besar terdiri dari air, kebutuhan air untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat penting sekali antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Adapun sarana air bersih dikatakan bersih jika, air tidak berasa, berbau dan berwarna, dengan jarak jamban dengan sarana air bersih kurang lebih berjarak 15 meter.

Ada beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh air diantaranya : penyakit diare, penyakit kecacingan, penyakit saluran pencernaan dan satunya penyakit infeksi yang bisa mencetuskan terjadinya stunting pada balita. maka dari itu kualitas air sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan kualitas dan kuantitas yang yang bersih untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya terutama untuk kesehatan tubuh kita. (Kementrian Kesehatan RI, 2014)

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana sanitasi air bersih rumah tangga dengan kategori yang tidak memenuhi syarat banyak ditemukan di

(6)

kelompok stunting sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat sebesar 52.6% sedangkan pada kelompok tidak stunting sarana sanitasi air bersih dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 22.4% dan yang memenuhi syarat sebesar 77.6%.

Hasil analisa statistic didapatkan nilai probabilitas (p value)= 0.002 (<𝛼 0.005) dengan Chi square= 9.386 OR= 3.124, CI 95% 1.547-6.307 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana sanitasi air bersih rumah tangga dengan balita stunting pada balita, rumah tangga yang mempunyai sarana sanitasi air bersih rumah tangga yang tidak memenuhi lebih beresiko 3.124 kali dibandingkan dengan sarana sanitasi rumah tangga yang memenuhi syarat.

Kategori dalam penelitian ini kriteria sarana sanitasi air bersih rumah tangga yang di kategorikan memenuhi syarat itu yaitu sebagai berikut : tersedia sarana air bersih di rumah tangga, sumber air terlindungi, kualitas air jernih, air tidak berasa, air tidak berbau, dan jarak jamban dengan sumber air lebih dari 15 meter, tidak ada sumber pencemaran di sekitar sumber air, tempat penampungan air selalu di bersihkan minimal 2 minggu sekali.

Hasil observasi yang dapat pada penelitian ini yaitu pada kelompok stunting sarana sanitasi air yang menjadi pemicu terjadinya stunting karena dilihat dari hasil penelitian masih ada beberapa parameter pencemaran yang ditandai dengan masih adanya jarak jamban dalam 10 meter dengan sumber air sebanyak (34.2%), adanya sumber pencemaran dalam jarak 10

(7)

meter sekitar sarana sumber air bersih sebanyak (46.1%) yang bisa menyebabkan sebagian air di rumah tangga tidak jernih (15.8%), air berasa (15.8), air berbau (18.4%) yang bisa disebabkan karena kontaminasi antara jarak sumber air yang tidak sesuai dengan syarat ketentuan kesehatan (lebih dari 15 meter) hal tersebut bisa menjadi pencetus bagi kesehatan masyarakat terutama balita yang mempunyai resiko tinggi terkena infeksi sehingga menimbulkan stunting pada balita.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Maya Adiyanti (2010) Di Indonesia (p=0.001), penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan antara sanitasi air bersih dengan baduta stunting. Pada hasil ini menunjukkan bahwa sumber air tidak terlindung meningkatkan resiko baduta untuk stunting 1.3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sumber air terlindung.

Hasil penelitian penelitian Zairinayati (2019) hubungan sumber air bersih dengan kejadian stunting pada balita, menunjukkan bahwa sumber air yang menggunakan air sumur meningkatkan resiko balita untuk stunting 0.13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sumber air yang sudah di olah (PAM). Sedangkan hasil dari penelitian Desy Ria (2018) di Desa Cimarga Kabupaten Sumedang (p=0.007), penelitian tersebut menyatakan ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian stunting pada balita dengan resiko yang positif.

Pada penelitian ini peneliti berpendapat bahwa sarana santasi yang tidak memenuhi syarat sangat beresiko terhadap terjadinya stunting pada

(8)

balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah tangga yang mempunyai sarana sanitasi air bersih yang memenuhi syarat. Sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat ini bisa menjadi pencetus atau mempertinggi suatu rantaian dalam pecetus penyakit, sedangkan sarana sanitasi air bersih yang memenuhi syarat ini bisa memperkecil terhadap peningkatan penyakit tersebut.

4. Hubungan ketersediaan sarana jamban keluarga yang memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita diwilayah Puskesmas Cibereum Kota Tasikmalaya

Jamban merupakan tempat pembuangan kotor manusia yang biasa disebut kakus atau wc dengan atau tanpa kloset yang dilengkapi oleh penampungan kotoran atau tinja, sehingga tidak menyebabkan penyebaran penyakit dan mengkotori lingkungan sekitar. Syarat sanitasi jamban rumah tangga yang memenuhi syarat dalam penelitian ini sebagai berikut : tersedia jamban keluarga, jamban milik sendiri, jarak jamban dengan sumber air kurang lebih berjarak 15 meter, jamban terawat, jenis jamban yang digunakan saniter, jamban memiliki ventilasi, jamban tidak mengkotori area sekitara atau lingkungan.

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana sanitasi jamban rumah tangga dengan kategori yang tidak memenuhi syarat banyak ditemukan di kelompok stunting sebesar 34.2 % dan yang memenuhi syarat sebesar 65.8% sedangkan pada kelompok tidak stunting sarana sanitasi air bersih

(9)

dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 13.2% dan yang memenuhi syarat sebesar 86.8%.

Hasil analisa statistic didapatkan nilai nilai probabilitas (p value)= 0.004 (<𝛼 0.005) dengan Chi square= 9.190 OR= 3.432, CI 95% 1.517-7.766 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana sanitasi jamban rumah tangga dengan kejadian stunting pada balita, rumah tangga yang mempunyai sarana sanitasi jamban rumah tangga yang tidak memenuhi lebih beresiko 3.432 kali dibandingkan dengan sarana sanitasi rumah tangga yang memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil observasi peneliti, didapatkan hasil pada kelompok stunting sebagian menggunakan sarana sanitasi jamban rumah tangga sebagai berikut : masih ditemukan jarak jamban yang kurang dari dari 15 meter (34.2), kondisi jamban tidak terawat (32.9%), jamban yang tidak memiliki ventilasi (26.3%), lantai jamban yang licin (32.9%) dan jamban yang mengkotori area sekitar (31.6%). Faktanya resiko timbulnya mata rantai penyakit dan terkena infeksi tinggi, karena rendahnya penggunaaan yang memenuhi syarat dapat berpengaruh terhadap angka kesakitan dan pencemaran penyakit berbasis lingkungan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Maya Adiyanti (2010) Di Indonesia (p=0.000) Hubungan yang bermakna antara jenis jamban dengan kejadian stunting pada baduta, hasil penelitiannya menunjukkan nilai OR bahwa keluarga yang menggunakan jamban yang tidak layak, badutanya mempunyai resiko untuk menderita stunting 1,3 kali lebih tinggi

(10)

dibandingkan dengan baduta dari keluarga yang menggunakan fasilitas jamban rumah tangga yang layak. Sedangkan berdasarkan penelitian Zairinayati (2019) didapatkan hasil (p value= 0.000) hubungan yang bermakna antara jenis jamban dengan kejadian stunting pada balita. Pada analisis ini diperoleh hasil jamban yang tidak layah (bukan leher angsa) mempunyai kecenderungan untuk menderita stunting 0.3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang mempunyai jamban yang layak.

Peneliti berpendapat bahwa sarana sanititasi jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat beresiko lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang memenuhi syarat terhadap balita stunting. Karena pada fase oral balita belum bisa mengontrol kadang tidak terontrol oleh orang tuanya saat balita sedang dijamban rendahnya penggunaan jamban yang sehat dapat menimbulkan berbagai pencemaran penyakit terutama penyakit berbasis lingkungan, yang dapat menimbulkan terjadinya stunting.

5. Hubungan ketersediaan sarana sanitasi pembuangan air limbah yang memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita, pada penelitian ini didapatkan data sarana sanitasi pembuangan air limbah

Air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (dosmetic) maupun industry (industrial). Air limbah banyak mengandung bibit peyakit, terutama jika air limbah dengan pembuangan yang terbuka, itu sangat berpotensi untuk menjadi pencemaran linkungan dan pencetus berbagai bibit penyakit, maka penting sekali pengolahan air limbah yang

(11)

memenuhi syarat kesehatan di miliki oleh setiap rumah tangga untuk mengurangi berbagai macam penyakit, yang salah satunya menjadi pencetus terjadinya stunting pada balita.

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana sanitasi pembuangan air limbah rumah tangga dengan kategori yang tidak memenuhi syarat banyak ditemukan di kelompok stunting sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat sebesar 52.6% sedangkan pada kelompok tidak stunting sarana sanitasi air bersih dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 22.4% dan yang memenuhi syarat sebesar 77.6%.

Hasil analisa statistik didapatkan nilai nilai probabilitas (p value)= 0.002 (<𝛼 0.005) dengan Chi square= 9.386 OR= 3.124, CI 95% 1.547-6.307 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana sanitasi pembuangan air limbah rumah tangga dengan kejadian stunting pada balita, rumah tangga yang mempunyai sarana sanitasi pembuangan air limbah rumah tangga yang tidak memenuhi lebih beresiko 3.124 kali dibandingkan dengan sarana sanitasi rumah tangga yang memenuhi syarat.

Hasil observasi yang di dapat pada penelitian ini yaitu sebagai berikut : masih ditemukan sarana pembuangan air limbah yang terbuka sebanyak (34.2%), saluran limbah tidak kedap air (27.6), jarak pembuangan air limbah yang kurang dari 15 meter sebanyak (46.1%), tempat pembuangan mengkotori ruangan atau lingkungan (34.2), pembuangan air limbah mengeluarkan bau tidak sedap (22.4%),

(12)

pembuangan air limbah dikerubuti oleh serangga (17.1%). Dilihat dari hasil tersebut dapat menimbulkan perkembangbiakan vector penyebar penyakit berbasis lingkungan.

Peneliti berpendapat bahwa sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat bisa menyebabkan timbulnya berbagai penyakit karena, binatang-binatang semacam serangga bisa hidup di tempat yang kotor ada genangan-genangan air, sehingga dapat menjadi pencemaran pada lingkungan dan menjadi pencetus berbagai penyakit dan salah satu penyakit berbasis lingkungan salah satunya yaitu stunting.

6. Hubungan ketersediaan sarana sanitasi pembuangan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita diwilayah Puskesmas Cibereum Kota Tasikmalaya

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana pembuangan sampah rumah tangga pada kelompok stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 46.1% dan yang memenuhi syarat sebesar 53.9%. dan yang tidak stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 31.6% dan yang memenuhi syarat sebesar 68.4%.

Hasil analisa statistic didapatkan nilai nilai probabilitas (p value)= 0.096 dengan Chi square= 1.850 OR= 1.850, CI 95% 0.955-3.583 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara ketersediaan sarana sanitasi dasar pembuangan sampah yang memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita.

(13)

Syarat sanitasi pembuangan sampah yang memenuhi syarat pada penelitian ini meliputi: tersedianya tempat pembuangan sampah sementara, tempat sampah yang mempunyai tutup yang mudah dibuka dan tidak mengotori tangan, tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air, tempat sampah yang tidak digenangi oleh air, tempat sampah tidak dikerubuti oleh serangga, jarak tempat pembuangan sampah kurang dari 10 meter dari sumber air, tempat pembuangan tidak ketempat terbuka (sungai, kolam, pekarangan rumah dll), pembuangan sampah diangkut ke TPA dengan pengangkutan minimal 3x24 jam.

Hasil observasi masih ditemukan tempat sampah yang tidak mempunyai tutup yang mudah dibuka dan tidak mengkotori tangan, tempat sampah terbuat dari bahan yang tidak kedap air, tempat sampah yang di kerubuti oleh serangga, jarak pembuangan masih kurang dari 10 meterdari sumber air.

Peneliti berpendapat bahwa sumber infeksi yang bisa menimbulkan pada sarana pembuangan sampah yaitu melalui serangga atau lalat yang hinggap ke makanan terbuka, namun masyarakat yang di wilayah puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya banyak ditemukan masyarakat yang menutup makanannya dengan menggunakan tutup saji, sehingga dalam penelitian ini dikatan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pembuangan sampah dengan kejadian stunting pada balita.

(14)

B. Keterbatasan Penelitian

1. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengobservasi sarana sanitasi dasar secara visual saja, tidak dengan cara mengkaji menggunakan laboratorium.

2. Variabel pengganggu yang diteliti hanya sarana sanitasi dasar saja, sedangkan masih banyak faktor pengganggu lainnya yang dapat mempengaruhi balita stunting, seperti perilaku perorangan dalam pemanfaatan sarana, sosial ekonomi, asupan nutrisi atau pola makan, pola asuh, pendidikan ibu dan sosial budaya.

3. Peneliti hanya menggunakan rekamedik dari puskesmas untuk megambil sampel pada kelompok kasus dan kelompok kontrol, peneliti tidak melakukan cross check pengukuran tinggi badan pada balita.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, trend kejahatan diarahkan kepada kecenderungan pertumbuhan dan penurunan angka kejahatan yang didasari pada pertumbuhan dan penurunan angka

Penelitian ini menganalisis bentuk dan makna kohesi gramatikal konjungsi koordinatif yang digunakan pada teks terjemahan Alquran surat Saba’. Tujuan yang inggin

Empat jenis ternak yang umumnya dimiliki oleh keluarga petani pekarangan yaitu ternak ayam buras, kambing, sapi dan babi. Ternak yang dintegrasikan dalam usaha tani

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi keripik pare ke depan lebih menjanjikan dari pada keripik sayur lainnya, disamping pula ada

Materi yang disajikan sesuai dengan RPP yang ada. Guru menyampaikan materi dengan sangat komunikatif dan di sisipi dengan lelucon sehingga membuat siswa tidak terlalu kaku

Adapun perubahan pada kurikulum 2013 meliputi, Perubahan kompetensi kelulusan, kedudukan mata pelajaran (isi), pendekatan, struktur kurikulum (mata pelajaran dan

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

Demam berdarah dengue yang masih sering menimbulkan kejadian luar biasa diduga juga karena semakin banyaknya kontainer buatan manusia yang berpotensi sebagai breeding place nyamuk