• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota keluarganya (Depkes, 2007).

Secara umum tujuan Keluarga Sadar Gizi adalah tercapainya keadaan gizi yang optimal untuk seluruh anggota keluarga. Dengan penilaian secara khusus yaitu: meningkatnya pengetahuan dan perilaku anggota keluarga untuk mengatasi masalah gizi, meningkatnya kepedulian masyarakat dalam menanggulangi masalah gizi keluarga, meningkatnya kemampuan dan ketrampilan petugas dalam memberdayakan masyarakat/keluarga dalam mencegah dan mengatasi masalah gizi (Hesti, 2008).

Adapun sasaran dari program Kadarzi ini adalah : seluruh anggota keluarga karena pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan dilaksanakan terutama di tingkat keluarga, sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga, masalah gizi yang terjadi di tingkat keluarga, erat kaitannya dengan perilaku keluarga, tidak semata-mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaktersediaan pangan, kebersamaan antar keluarga dapat memobilisasi masyarakat untuk memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan, masyarakat yang terdiri dari: penentu kebijakan, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, organisasi

(2)

masyarakat, swasta/dunia usaha, petugas teknis dari lintas sektor terkait di berbagai tingkat administrasi.

Menurut Depkes (2007) untuk mengatasi masalah gizi salah satunya adalah Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Keluarga Sadar Gizi merupakan keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi ditingkat keluarga/rumah tangga melalui Memantau berat badan balita secara teratur, makan beraneka ragam, mengkonsumsi garam beryodium dalam masakan, pemberian ASI eksklusif, dan mendapatkan dan memberikan vitamin A bagi anggota keluarga.

Menurut Misbakhudin (2007) Keluarga mandiri sadar gizi (Kadarzi) juga dapat diwujudkan melalui upaya pemberdayaan keluarga dengan cara meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku Kadarzi. Selain pemberdayaan keluarga secara umum untuk melaksanakan Kadarzi perlu seorang motivator dalam keluarga yaitu suami sebagai kepala keluarga. Tingkat sadar gizi keluarga ternyata tidak berhubungan secara signifikan terhadap status gizi balita melainkan banyak faktor lain yang bermakna seperti jumlah anggota keluarga serta penyakit infeksi (Nurhayati dkk, 2007)

Menurut Iswandi (2007) dapat disimpulkan tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tercapainya keluarga sadar gizi. Memberikan pembinaan keluarga sadar gizi oleh kader gizi, berdampak positif berupa perubahan pada kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotor ibu rumah tangga pada keluarga pra sejahtera sebagai peserta pembinaan Kadarzi dalam mengenali kelainan gizi yang disebabkan oleh kekurangan gizi dan penyelenggaraan makanan sehat untuk mengatasi masalah gizi dalam keluarga (Asri, 2006).

(3)

a. Pemetaan Kadarzi

Pemetaan Kadarzi dilakukan untuk menganalisa situasi Kadarzi di suatu wilayah kerja puskesmas yang dilakukan pertama kali oleh TPG kemudian untuk berikutnya dilakukan oleh ketua kelompok posyandu. Pemetaan dilakukan setiap 6 bulan sekali yaitu setiap bulan Februari dan Agustus.

Tujuan pemetaan Kadarzi yaitu :

1. Mendapatkan informasi situasi Kadarzi dalam suatu wilayah atau dasawisma berdasarkan indikator yang di tentukan,

2. Mendapatkan gambaran masalah gizi dan prilaku gizi yang baik dan benar yang belum dapat dilaksanakan oleh keluarga,

3. Sebagai bahan acuan pemantauan dan evaluasi situasi Kadarzi dari waktu kewaktu. b. Konseling Kadarzi

Konseling Kadarzi adalah dialog atau konsultasi antara kader dasawisma, tenaga penggerak masyarakat (TPM) memecahkan masalah prilaku gizi yang belum dapat dilakukan oleh keluarga.

Tujuan konseling Kadarzi untuk memantapkan kemauan dan kemampuan keluarga untuk melaksanakan prilaku gizi yang baik dan benar dengan memanfaatkan yang dimiliki keluarga atau yang ada di lingkungannya.

Pelaksana konseling Kadarzi, untuk pertama kali konseling dilakukan oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas bersama Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) dan kader dasawisma. Untuk selanjutnya konseling Kadarzi dilakukan oleh kader dasawisma dan TPM.

(4)

2.1.2 Indikator Keluarga Sadar Gizi

Indikator keluarga sadar gizi digunakan untuk mengukur tingkat sadar gizi keluarga. Menurut Manjilala (2007) ada 5 indikator Keluarga Sadar Gizi meliputi: Memantau berat badan secara teratur, makan beraneka ragam, mengkonsumsi garam beryodium, memberikan hanya ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan, mendapatkan dan memberikan kapsul vitamin A bagi anggota keluarga yang membutuhkan.

1. Memantau Berat Badan Secara Teratur Cara Memantau berat badan anak :

a. Anak dapat ditimbang di rumah atau di posyandu atau di tempat lain sekurangnya 2 bulan sekali

b. Berat badan anak dimasukkan ke dalam KMS

c. Bila grafik berat badan pada KMS Naik (sesuai garis pertumbuhannya), berarti anak sehat, bila tidak naik berarti ada penurunan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan dan perlu ditindaklanjuti oleh keluarga atau meminta bantuan petugas kesehatan

Dengan memantau berat badan akan diketahui perubahan berat badan dengan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Menimbang berat badan dapat dilakukan oleh keluarga dimana saja diharapkan dengan menimbang berat badan keluarga dapat mengenali masalah kesehatan dan gizi anggota keluarganya dan keluarga mampu mengatasi masalahnya baik oleh sendiri atau dengan bantuan petugas.

(5)

Makanan beraneka ragam adalah mengkonsumsi makanan 2-3 kali sehari yang terdiri dari 4 macam kelompok bahan makanan yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan. Akan lebih baik jika aneka ragam makanan tersebut dikonsumsi setiap kali makan. Ketidaksukaan seseorang terhadap makanan tertentu akan berdampak negatif terhadap pencapaian keseimbangan gizi. Untuk menghindari hal tersebut maka perkenalkanlah dan berikan aneka ragam makanan sejak usia dini (Depkes, 2000).

Makan beraneka ragam sangat perlu karena tubuh manusia memerlukan semua zat gizi (energi, lemak, protein, vitamin dan mineral) sesuai kebutuhan. Tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang lengkap kandungan zat gizinya, Mengkonsumsi makanan beraneka ragam yang mengandung sumber energi, lemak, protein, vitamin dan mineral untuk menjamin pemenuhan kebutuhan gizi dan apabila tersedia pilihlah makanan yang telah diperkaya dengan zat gizi tertentu.

Menurut Malekafzali (2000) pengadaan makanan beraneka ragam dapat diperoleh dari pemanfaatan lahan pekarangan dan bahan makanan lokal yang dihasilkan didaerah setempat.

3. Mengkonsumsi Garam Beryodium Dalam Makanan Sehari-Hari

Garam beryodium yang baik adalah garam yang mempunyai kandungan yodium dengan kadar yang cukup (>30 ppm kalium yodat). Yodium adalah salah satu mineral yang sangat penting peranannya bagi tubuh manusia. Garam beryodium sangat perlu selalu dikonsumsi oleh keluarga karena zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Gangguan akibat

kekurangan yodium (GAKY)

(6)

gondok, Kandungan zat yodium dalam air dan tanah di beberapa daerah belum mencukupi kebutuhan (Depkes, 2000).

4. Memberikan ASI Saja Kepada Bayi Sampai Usia 6 Bulan Menurut Burns (2005) memberi ASI penting pada bayi karena : a. ASI merupakan satu-satunya makanan yang sempurna untuk bayi.

b. Dengan memberi ASI segera sesudah melahirkan perdarahan rahim akan berhenti. c. ASI melindungi bayi dari penyakit dan infeksi.

d. Dengan menyusui, ibu akan terhindar dari penyakit kanker dan osteoporosis. e. ASI mudah diberikan dimana saja dan kapan saja, selalu bersih.

f. Terjalinnya ikatan emosi antara ibu dan bayi.

g. Bagi sebagian perempuan, bila bayi hanya diberi ASI tanpa makanan dan minuman lain, mereka bisa terlindungi dari kehamilan yang terlalu cepat.

h. ASI diperoleh tanpa biaya sama sekali .

ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat, ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan (ASI eksklusif) dan juga praktis karena lebih mudah diberikan setiap saat serta dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi.

Cara menyusui secara eksklusif : a. Mulai memberikan ASI segera setelah lahir

b. Jangan diberikan makanan lain sampai bayi berumur 6 bulan.

c. Berikan ASI melalui payudara kiri dan kanan bergantian setiap kali menyusui d. Ibu menyusui perlu minum dan makan lebih banyak dengan menu seimbang.

(7)

Menurut penelitian Victoria (1997) di Brazil Selatan bayi- bayi yang tidak diberi ASI mempuyai kemungkinan meninggal karena mencret 14,2 kali lebih banyak daripada bayi yang mendapat ASI eksklusif. ASI juga akan menurunkan kemungkin bayi terkena infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi. Penelitian Cohen, dkk (1995) di Amerika menujukkan ibu yang memberi ASI eksklusif lebih jarang bolos (25%) dibanding dengan ibu yang memberi susu formula. Hal tersebut manunjukkan bahwa ASI ekslusif dapat mengurangi morbiditas pada anak (Nurhayati dkk, 2007).

5. Memberikan Kapsul Vitamin A pada balita

Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi manusia, karena zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar. Tubuh dapat memperoleh vitamin A melalui :

- Bahan makanan seperti : bayam, daun singkong, pepaya matang, hati,kuning telur dan juga ASI

- Kapsul vitamin A dosis tinggi

Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, dan lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang cukup mendapat vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak.

Dengan adanya bukti-bukti yang menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan angka kematian yaitu sekitar 30%-54%, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak (Depkes RI, 1995).

(8)

Cara pemberian vitamin A :

a. Pada balita umur 6- 11 bulan vitamin A (warna biru) dosis 100.000 SI tiap 6 bulan (bulan februari dan Agustus)

b. Pada balita umur 12-59 bulan vitamin A (warna Merah) dosis 200.000 SI tiap 6 bulan (bulan februari dan Agustus)

2.1.3. Penilaian Kadarzi

Cara menilai apakah suatu keluarga sudah Sadar Gizi adalah dengan melihat : 1. Status gizi seluruh anggota keluarga khususnya ibu dan anak baik 2. Tidak ada lagi bayi berat badan lahir rendah

3. Semua anggota keluarga mengkonsumsi garam beryodium

4. Semua ibu memberikan hanya Asi saja pada bayi sampai umur 6 bulan 5. Semua balita dalam keluarga yang ditimbangkan naik berat badannya sesuai

umur

6. Tidak ada masalah gizi lebih dalam keluarga

2.2. Balita

Menurut Juniati (2007) Balita adalah kelompok anak yang berumur di bawah lima tahun. Kelompok anak ini menjadi istimewa karena menuntut curahan perhatian yang intensif untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Lima tahun pertama dari kehidupan seorang manusia adalah fondasi bagi seluruh kehidupan di dunia. Sumber daya manusia yang berkualitas baik fisik, psikis, maupun intelegensianya berawal dari balita yang sehat. Balita adalah anak usia dibawah lima tahun yang berumur 0-4 tahun 11 bulan (Depkes, 2005).

(9)

Dampak jangka pendek gizi buruk pada anak ialah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain, Sedangkan dampak jangka panjang ialah penurunan IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, ganguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akut akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa (Nency dan Arifin, 2005).

Masalah gizi berdampak terhadap kualitas sumber daya masyarakat yang sangat diperlukan dalam pembanguan, maka tujuan jangka panjang perbaikan gizi diarahkan untuk tercapainya keadaan gizi yang optimal bagi seluruh penduduk yang dicerminkan dengan semakin meningkatnya jumlah keluarga yang berprilaku gizi seimbang. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) adalah cerminan keluarga sadar gizi yang mendukung terciptanya keadaan gizi yang optimal anggota keluarganya (Panji,2004)

2.3. Status Gizi Balita

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2008). Status gizi balita erat hubungannya dengan pertumbuhan anak, oleh karena itu perlu suatu ukuran/alat untuk

(10)

mengetahui adanya kekurangan gizi dini, monitoring penyembuhan kurang gizi dan efektifitas suatu program pencegahan. Sejak tahun 1980 an pemantauan berat badan anak balita telah dilakukan dihampir semua desa di Indonesia melalui posyandu. Dengan meningkatkan mutu penimbangan dan pencatatannya, maka melalui posyandu di mungkinkan untuk memantau status gizi setiap anak diwilayahnya (Soekirman, 2000).

Menurut Soekirman (2005) pertumbuhan anak adalah indikator dinamik yang mengukur pertambahan berat dan tinggi/panjang anak. Dari indikator ini dapat diikuti dari waktu ke waktu kapan terjadinya penyimpangan (penurunan) pertambahan berat atau tinggi badan. Status gizi merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan (Juniati, 2007).

Menurut pendapat Lubis (2007) yang mengutip pendapat Idris dan Kuntoro (1990) mengungkapkan beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi yaitu :

a. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, trsnsportasi, penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ serta menghasilkan energi

b. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh

c. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dalam bentuk variabel tertentu, misalnya

(11)

gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh

d. Gizi salah adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi

Gizi buruk dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung disebabkan oleh asupan konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Asupan konsumsi makanan dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan keluarga dan adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan. Sedangkan faktor tidak langsung penyebab terjadinya kurang gizi adalah tidak cukup persediaan pangan akibat krisis ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat, pola asupan anak yang tidak memadai akibat dari rendahnya pengetahuan, dan pendidikan orangtua serta buruknya sanitasi lingkungan dan akses ke pelayanan dasar yang sulit sehingga berdampak terhadap pola konsumsi dan terjadinya penyakit infeksi yang secara langsung menyebabkan kurang gizi (Khomsan, 2004).

(12)

2.3.1. Penilaian Status Gizi

Penilaian Status Gizi (PSG) adalah sebuah metode mendeskripsikan kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan makanan yang dikonsumsi dengan penggunaannya oleh tubuh, yang biasanya dibandingkan dengan suatu nilai normatif yang ditetapkan (WHO, 2005).

Status gizi balita diukur dengan Indeks antropometri BB/U, TB/U, dan BB/TB. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran statu gizi. Meningat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Soekirman, 2000).

Menurut Soekirman (2000) untuk menilai status gizi balita dengan menggunakan indeks BB/U yang dikonversikan dengan baku rujukan WHO-NCHS, status gizi dapat dibagi menjadi empat kategori:

1. Status gizi lebih, bila nilai Z-Score >+2 SD

2. Status gizi baik, bila nilai Z-Score terletak antara -2 s/d +2 SD 3. Status gizi kurang, bila nilai Z-Score terletak antara -3 < -2 SD

(13)

4. Status gizi buruk, bila nilai Z-Score <-3 SD

Di Indonesia baku rujukan yang telah banyak dipakai adalah baku rujukan WHO-NCHS. Direktorat bina gizi masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan World Health Organization – National Centre For Health Statistic (WHO-NCHS). Pada lokakarya antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan semi lokakarya Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan penggunaan baku rujukan WHO-NCHS (Gizi Indonesia, Vol. XV No 2 tahun 1990).

2.4. Strategi Promosi Kadarzi

Srategi dasar Kadarzi adalah pemberdayaan keluarga dan masyarakat, bina suasana dan advokasi yang didukung oleh kemitraan. Berikut adalah penjelasan masing-masing strategi yaitu:

2.4.1 Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran Utama Pemberdayaan adalah individu, keluarga, kelompok masyarakat.

2.4.2 Bina Suasana

Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang

(14)

diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.

Untuk melakukan bina suasana maka pelu dilakukan 3 pendekatan, yaitu: a) Bina Suasana Individu

Bina Suasana Individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan :

- dapat menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan.

- dapat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut.

- dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.

b) Bina Suasana Kelompok

Bina Suasana Kelompok ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), Majelis Pengajian, Perkumpulan Seni, Organisasi Profesi, Orga-nisasi Wanita, Organisasi Siswa/Mahasiswa, Organisasi Pemuda, dan lain-lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh

(15)

dan atau bersama-sama dengan pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan pendekatan ini diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait, dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.

c) Bina Suasana Masyarakat Umum

Bina Suasana Masyarakat Umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum yang positif tentang perilaku tersebut. Dengan pendekatan ini diharapkan media-media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.

2.4.3 Advokasi

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain.

Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3)

(16)

peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat.

2.5. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Perilaku pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau pun dapat diamati secara tidak langsng. (Notoatmojo, 1993). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Bentuk dari respon tersebut adalah : 1) bentuk pasif atau respon internal, yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, berupa pikiran, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, dan 2) bemtuk aktif, yakni apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung dalam bentuk tindakan nyata atau overt behavior (Notoatmojo, 1993).

2.5.1. Pengetahuan

Menurut Sjamsuri (1989) yang dimaksud dengan pengetahuan adalah apa yang diketahui tentang alam lingkungan. Sedangkan Sumantri (1987) mengatakan pengetahuan adalah segenap apa yang diketahui tentang suatu obyek, termasuk di dalamnya ilmu.

Secara umum seseorang memiliki dua jenis pengetahuan yaitu : 1) pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku, yang mengacu pada interpretasi seseorang terhadap informasi yang relevan di lingkungannya, 2) pengetahuan prosedural tentang bagaimana melakukan sesuatu, yang disimpan dalam ingatan sebagai suatu produksi. Ke dua jenis

(17)

pengetahuan tersebut, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan prosedural memiliki pengaruh terhadap perilaku (Peter dan Olson, 2000).

2.5.2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (1993) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi indakan suatu perilaku. Newstrom dan Davis (1997) mengatakan bahwa sikap adalah perasaan dan kepercayaan yang ditentukan bagaimana seseorang akan merasa di lingkungannya, melakukan tindakan yang diharapkan dan akhirnya berperilaku.

2.5.3.Tindakan

Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, yakni fasilitas dan faktor pendukung (support) dari pihak lain. Menurut Peter dan Olson (2000) perilaku (behaviors) adalah tindakan khusus yang ditujukan pada beberapa objek target.

2.6. Landasan Teori

Menurut Depkes (2007) untuk mengatasi masalah gizi salah satunya adalah Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Keluarga Sadar Gizi merupakan keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi ditingkat keluarga/rumah tangga melalui Memantau berat badan balita secara teratur, makan beraneka ragam, mengkonsumsi garam

(18)

Indikator Keluarga Sadar Gizi 1. Memantau berat badan balita 2. Makan beraneka ragam

3. Menggunakan garam beryodium 4. Memberikan ASI eksklusif

5. Memberikan kapsul vitamin A pada balita

beryodium dalam masakan, pemberian ASI eksklusif, dan mendapatkan dan memberikan vitamin A bagi anggota keluarga.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah, ingin mengetengahkan motif hias pada pelipit bagian bawah dan atas,

lembar observasi mengenai aktivitas siswa dan ketrampilan guru dalam proses belajar mengajar yang telah disi oleh observer. Dari data tersebut diperoleh keterangan mengenai

Program sertifikasi kompetensi guru berhasil meningkatkan kesejahteraan guru, tetapi belum mampu meningkatkan mutu dan hasil

Penanaman Modal di Kabupaten Kulon Progo yang selanjutnya disebut Tim Verifikasi dan Penilaian adalah kelompok kerja yang dibentuk dan ditetapkan oleh Bupati untuk

Peneliti akan melakukan pengamatan dengan objek semua yang berhubungan dengan pemberdayaan Unit Produksi di SMK Negeri 1 Kendal, dan berbagai informasi yang mendukung

Orang-orang bersuku Makassar yang beragama Islam dan senantiasa melestarikan sistem pangngadakkang , mustahil terlepas dari proses pendidikan Islam, praktis bahwa

Second, politeness strategies which comply with request utterances of EFL learners, respondents commonly used of politeness strategies both in oral and written are

However, regulated usage prices to California residential customers already exceed the cost of electricity generation plus a plausible externality cost for carbon dioxide