• Tidak ada hasil yang ditemukan

PATROLI TERPADU PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN AGYSTA ZASKIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PATROLI TERPADU PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN AGYSTA ZASKIA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PATROLI TERPADU PENCEGAHAN KEBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI

SUMATERA SELATAN

AGYSTA ZASKIA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan Dan Lahan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2017 Agysta Zaskia NIM E44130088

(4)

ABSTRAK

Agysta Zaskia. Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO.

Kegiatan patroli terpadu pencegahan kebakaran hutan dan Lahan yang dilakukan oleh Manggala Agni salah satunya dilaksanakan di kabupaten Banyuasin provinsi Sumatra Selatan dengan di latar belakangi oleh kebutuhan penguasaan wilayah, kebutuhan pemetaan wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan, kebutuhan potret desa secara lengkap, kebutuhan penyebarluasan pengetahuan dan proses perubahan perilaku sosial masyarakat untuk terlibat dalam pengendalian kebakaran, perwujudan kehadiran petugas di tingkat lapang, arahan presiden pada rakornas pencegahan kebakaran hutan dan lahan tanggal 18 Januari 2016. kegiatan patroli terpadu tahun 2016 yang salah satunya dilaksanakan di kabupaten Banyuasin provinsi Sumatera Selatan mulai dilakukan pada bulan Maret sebanyak sebelas kali dan pada bulan April sebanyak tiga kali, pada bulan Maret terjadi kebakaran dan dilakukan kegiatan pemadaman dengan luasan kebakaran tertinggi di tahun 2016. Kegiatan patroli terpadu mulai dilakukan kembali pada bulan Juli sebanyak dua kali kegiatan, Agustus satu kali kegiatan dan September 27 kali kegiatan Oktober tiga kali kegiatan dan November 25 kali kegiatan. Kegiatan patroli saat curah hujan rendah pada bulan Agustus hanya dilakukan satu kali kegiatan. Luasan pemadaman ketika dilakukan kegiatan Patroli Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan pada tahun 2016 yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin menurun, kegiatan patroli pencegahan dilakukan ketika luasan kebakaran sedang tinggi, kegiatan patroli pencegahan seharusnya dilakukan sebelum terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada saat atau mendekati curah hujan rendah dan terdeteksi hotspot .

(5)

ABSTRACT

AGYSTA ZASKIA. Efforts to Control Forest and Land Fires (Integrated Patrol to Prevent Forest and Land Fires in South Sumatera Banyuasin Regency).

Supervised by BAMBANG HERO SAHARJO.

Integrated patrolling activities of forest and land fire prevention conducted by Manggala Agni which one is implemented in South Sumatra, Banyuasin District. This activity is motivated by the need of territorial governance, the need for mapping of area prone to forest and land fires, the need of completing village portrait, the need for dissemination of knowledge and process changes in social behavior to involve in forest fire prevention, the realization of the presence of officers at field, direction from the President on prevention of forest and land fires on January 18, 2016. Integrated patrolling began in March 2016 for eleven times and three times in April, forest fire happened in March and there was a fire fighting activity with the highest fire area in 2016. Integrated patrolling activities began to be conducted again in July for twice, in August for once, in September for 27 times, in October for three times, and in November for 25 times. During low rainfall in August, there was only three times of patrolling activity. The area of extinction decreased when there was a patrol activity. The preventive patrol activity are carried out when the area of forest and land fire is high, the patrolling activity should be done before the forest and land fires occur or before the low rainfall to minimize the number of forest and land fire accidents.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PATROLI TERPADU PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN

DAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI

SUMATERA SELATAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menulis skripsi dengan judul “Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan”. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2017, diawali dengan tahap pengambilan data sampai dengan pengolahan dan penyusunan laporan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M Agr yang telah bersedia menjadi pembimbing dan telah memberi masukan serta saran selama penulisan skripsi. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan dan saran agar penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2017

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2

Definisi Kebakaran Hutan 2

Faktor Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan 2

Pengendalian Kebakaran Hutan 2

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Alat dan Data 6

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Lokasi 7

Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan 7

Pemadaman Kebakaran Hutan Daops Banyuasin 9

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 13

(13)

DAFTAR TABEL

1

Kegiatan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan 9 2 Luasan Kebakaran hutan yang dipadamkan Daops Banyuasin 2015 10 3 Luasan Kebakaran hutan yang dipadamkan Daops Banyuasin 2016 10

4 Jumlah Hotspot di Banyuasin Tahun 2015 12

5 Jumlah Hotspot di Banyuasin Tahun 2016 12

6 Curah Hujan 13

DAFTAR GAMBAR

1 Segitiga api (Brown dan Davis 1973) 2 2 Jumlah hotspot di Kabupaten Banyuasin 11 3 Grafik Curah hujan, luas kebakaran 2016 14 4 Grafik Kegiatan patroli terpadu

DAFTAR LAMPIRAN

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan menurut Saharjo (2003) merupakan kejadian pembakaran yang penjalarannya bebas pada areal yang tidak direncanakan serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting atau cabang pohon mati, pohon mati yang tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon. Upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 32 Tahun 2016 adalah kegiatan atau usaha atau tindakan pengorganisasian, pengolahan sumberdaya manusia dan sarana prasarana serta operasional pencegahan, pemadaman, penanganan pasca-pemadaman, dukungan evakuasi dan penyelamatan, dan dukungan manajemen pengendalian kebakaran hutan dan/ atau lahan. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia hampir terjadi setiap tahun khususnya di beberapa provinsi salah satunya di provinsi Sumatra Selatan kabupaten Banyuasin. Kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dapat meminimumkan frekuensi terjadinya kebakaran.

Kebakaran hutan disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Kebakaran di Indonesia menurut Asian Development Bank (ADB) tahun 1997/1998 disebabkan 99% oleh perbuatan manusia dan 1% oleh faktor alam (Sumantri 2003). Kebakaran hutan yang terjadi biasanya disebabkan oleh aktivitas pembersihan lahan (land clearing), pembukaan lahan dan konversi lahan untuk perladangan maupun pemukiman. Dasar kegiatan ini adalah pembakaran dianggap solusi paling murah, mudah dan cepat oleh masyarakat dalam mempersiapkan lahannya. Kerugian dalam aspek ekonomi, ekologi, sosial dan kesehatan ditimbulkan oleh masyarakat Indonesia.

Kegiatan patroli terpadu pencegahan kebakaran hutan dan Lahan yang dilakukan oleh Manggala Agni salah satunya dilaksanakan di provinsi Sumatra Selatan dengan di latar belakangi oleh kebutuhan penguasaan wilayah, kebutuhan pemetaan wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan, kebutuhan potret desa secara lengkap, kebutuhan penyebarluasan pengetahuan dan proses perubahan perilaku sosial masyarakat untuk terlibat dalam pengendalian kebakaran, perwujudan kehadiran petugas di tingkat lapang, berdasarkan arahan presiden pada rakornas pencegahan kebakaran hutan dan lahan tanggal 18 Januari 2016.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kegiatan patroli terpadu pencegahan kebakaran hutan dan lahan kabupaten Banyuasin provinsi Sumatra Selatan di tahun 2016.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang tepat melalui kegiatan patroli terpadu pencegahan kebakaran hutan dan lahan di kabupaten Banyuasin provinsi Sumatra Selatan.

(16)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan kejadian pembakaran yang penjalarannya bebas pada areal hutan dengan mengkonsumsi bahan bakar dari hutan (Saharjo 2003). Bahan bakar yang ada di dalam hutan sangat beragam dan tersebar dari lantai hutan sampai ke pucuk pohon dan lapisan tajuk hutan. Bahan bakar yang berada dalam hutan dapat berupa serasah, rumput, ranting, cabang, dedaunan dan pohon pohon (Suratmo 2003). Menurut Brown dan Davis (1973) ada tiga komponen diperlukan untuk setiap api agar menyala dan mengalami proses pembakaran. Kebakaran hutan dapat terjadi karena adanya tiga komponen yaitu sumber api, ketersediaan bahan bakar, dan ketersediaan oksigen. Ketiga komponen tersebut membentuk segitiga api (fire Triangle).

Oksigen Sumber panas

Bahan bakar

Gambar 1 Segitiga api (Brown dan Davis 1973)

Faktor Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan

Secara garis besar penyebab kebakaran hutan berasal dari kejadian alam dan kegiatan manusia. Di Indonesia kebakaran hutan oleh faktor manusia lebih sering terjadi dibandingkan kebakaran dari kejadian alam. Dalam hal ini faktor sosial ekonomi dan ketidaktahuan masyarakat merupakan pendorong utama atas terjadinya kebakaran hutan (Mangandar 2002). Kebakaran yang disebabkan oleh manusia mencapai 99% dibanding kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam, umumnya karena kegiatan pembukaan lahan, kegiatan ladang berpindah dan kegiatan manusia lainnya. Penyebab langsung kebakaran hutan dan lahan umumnya yaitu api digunakan dalam pembukaan lahan, api menyebar sebagai senjata dalam permasalahan konflik tanah, api menjalar secara tidak sengaja, api yang disertai dengan ekstraksi sumberdaya alam.

Pengendalian Kebakaran Hutan

Mengacu pada Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No: P. 32/MenLHK/2016 dinyatakan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang disebut dalkarhutla meliputi usaha atau kegiatan atau tindakan pengorganisasian, pengelolaan sumberdaya manusia dan sarana prasarana serta operasional pencegahan,pemadaman, penanganan pasca kebakaran, dukungan evakuasi dan penyelamatan, dan dukungan manajemen pengendalian lebakaran hutan dan/ atau lahan.

(17)

3 Pengendalian kebakaran hutan secara garis besar terdiri atas tiga kegiatan meliputi pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran hutan. Berikut penjelasan dari masing-masing kegiatan :

Pencegahan Kebakaran Hutan

Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Pencegahan kebakaran hutan pada tingkat kesatuan pengelolaan hutan produksi, kesatuan pengelolaan hutan lindung, izin pemanfaatan hutan, izin penggunaan kawasan hutan dan hutan hak, antara lain melakukan inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan; menginventarisasi faktor penyebab kebakaran; menyiapkan regu-regu pemadam kebakaran; membuat prosedur tetap pemadaman kebakaran hutan; mengadakan sarana pemadaman kebakaran hutan; dan membuat sekat bakar (PP No. 45 tahun 2004).

Menurut Husaeni (2003) terdapat tiga metode pencegahan kebakaran hutan yaitu metode pendidikan, metode perundang-undangan, dan metode pendekatan secara teknis yang masing-masing dipaparkan dalam penjelasan berikut :

1. Pendidikan

Fokus dari metode pendidikan ini adalah upaya pengenalan dan peningkatan kesadaran tentang bahaya, akibat, dan besarnya kerugian akibat kebakaran hutan; sumber api sebagai penyebab kebakaran hutan; serta cara-cara pencengahannya. Sasaran dari metode ini adalah masyarakat umum khususnya masyarakat sekitar hutan.

2. Perundang-undangan

Segala peraturan dan undang-undang terkait pencegahan kebakaran hutan haruslah ditegakkan secara sungguh-sungguh, adil, dan tidak pandang bulu. Perundangan ini sebaiknya didukung dengan upaya penyuluhan terkait pemasyarakatan peraturan-peraturan terkait.

3. Pendekatan secara teknis

Maksud dari metode ini adalah upaya pencegahan kebakaran yang dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan di lapangan. Metodenya terdiri dari dua yakni manajemen bahan bakar meliputi isolasi bahan bakar, modifikasi bahan bakar, maupun pengurangan bahan bakar; dan penerapan teknik silvikultur meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan untuk mempercepat penutupan tajuk, pemangkasan cabang untuk memutus kontinuitas vertikal bahan bakar, bahkan penerapan sistem tumpang sari untuk penanaman.

Menurut Sumantri (2003) metode pencegahan kebakaran hutan dikelompokan menjadi pokok-pokok pencegahan kebakaran hutan meliputi : 1. Upaya untuk menggarap manusia sebagai sumber api yang dapat dilakukan dengan peningkatan pendapatan dan pendidikan, pola penyadaran dan pembinaan, mendorong proses peran serta masyarakat, rekayasa sosial, dan penegakan peraturan;

2. Upaya untuk memodifikasi pemicu bahan bakar seperti kayu, gambut, batu bara, melalui teknik silvikultur, manajemen bahan bakar, fuel break, green belt, maupun perencanaan sistem pengairan pada lahan gambut yang sesuai tapak;

3. Upaya untuk kewaspadaan seperti pemasangan rambu-rambu, patroli, memantau indeks kekeringan, peringatan dini, apel siaga; dan

(18)

4

4. Upaya untuk kesiap-siagaan dengan pengadaan sarana dan prasarana, metode dalam pencegahan, pendanaan, pengembangan sumber daya manusia, pelatihan, dan simulasi.

Pemadaman Kebakaran Hutan

Pemadaman kebakaran hutan adalah semua upaya dan tindakan yang baru dapat dilakukan apabila telah diketahui adanya kebakaran hutan dan diketahui pula letaknya (Suratmo 1974). Prinsip dasar pemadaman kebakaran hutan terdiri dari dua langkah, yaitu menghentikan penjalaran api dan memadamkan seluruh api. Prinsip dasar menghentikan penjalaran api yaitu menghilangkan satu atau lebih unsur dari segitiga api sehingga api tidak dapat menyala. Prinsip dasar memadamkan api dapat dilakukan dengan cara-cara seperti :

1. Metode jalur

Yaitu membuat jalur mekanik dengan membersihkan bahan-bahan yang mudah terbakar. Jalur dibuat melintang atau memotong arah menjalarnya api sehingga penjalaran api akan terhenti. Lebar jalur mekanis adalah 10 sampai 15 meter. 2. Metode pembakaran balik

Yaitu membuat jalur mekanik yang tidak lebar terlebih dahulu, kemudian dilebarkan dengan pembakaran ke arah berlawanan datangnya api. Lebar jalur mekanis ini adalah satu sampai dua meter.

3. Metode pemadaman api secara langsung

Yaitu dengan memadamkan bahan bakar yang telah terbakar dengan air, bahan kimia, atau tanah; atau memisahakan bahan bakar yang belum terbakar. Metode ini dilaksanakan pada tepi api di areal kebakaran dan apabila skala nyala api masih kecil serta tenaga pemadam berjumlah besar.

Menurut ITTO (1999) terdapat dua metode pemadaman kebakaran hutan yaitu metode pemadaman langsung dan pemadaman tidak langsung. Perbedaan dasar dari kedua metode ini adalah dalam hal penempatan lokasi ilaran api terhadap tepi api kebakaran. Pada pemadaman langsung dilakukan pada tepi areal kebakaran, bahan bakar yang terbakar dipadamkan atau dipisahkan dari bahan bakar yang belum terbakar. Sedangkan pemadaman tidak langsung dilakukan pada bahan bakar yang tidak terbakar yang letaknya diluar tepi api kebakaran. Setiap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, Pemilik Hutan Hak, dan atau Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, berkewajiban melakukan rangkaian tindakan pemadaman dengan cara (PP No. 45 tahun 2004) :

a. Melakukan deteksi terjadinya kebakaran hutan b. Mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada c. Membuat sekat bakar dalam rangka melokalisir api d. Memobilisasi masyarakat untuk mepercepat pemadaman

Untuk membatasi meluasnya kebakaran hutan dan mempercepat pemadaman kebakaran setiap orang yang berada di dalam dan di sekitar hutan wajib melaporkan kejadian kebakaran hutan kepada Kepala Desa setempat, Petugas Kehutanan, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan atau Pemilik Hutan Hak; dan membantu memadamkan kebakaran hutan (PP No. 45 tahun 2004).

(19)

5 Penanganan Pasca Kebakaran Hutan

Penanganan pasca kebakaran adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang meliputi inventarisasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi dalam rangka menangani suatu areal setelah terbakar. Penanganan pasca kebakaran hutan meliputi kegiatan identifikasi dan evaluasi, rehabilitasi, dan penegakan hukum (PP No. 45 tahun 2004). Penanganan pasca kebakaran hutan dilakukan melalui kegiatan :

a. Pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket)

Pengumpulan bahan keterangan dilakukan melalui pengecekan lapangan pada areal yang terbakar dengan menggunakan data titik panas yang terpantau, pengumpulan contoh tanah, tumbuhan, dan bukti lainnya di areal yang terbakar.

b. Identifikasi

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui penyebab kebakaran, luas kebakaran, tipe vegetasi yang terbakar, pengaruhnya terhadap lingkungan dan ekosistem.

c. Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau kegiatan pengendalian kebakaran yang telah dilakukan dan perkembangan areal bekas kebakaran.

d. Rehabilitasi

Rehabilitasi dilakukan dalam rangka merehabilitasi kawasan bekas kebakaran dengan mempertimbangkan rekomendasi dan atau masukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi.

e. Penegakan hukum

Penegakan hukum dilakukan dalam rangka upaya proses penindakan hukum dibidang kebakaran hutan dengan diawali kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan yang berkaitan dengan terjadinya pelanggaran sebagai bahan penyidikan.

Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, atau Pemilik Hutan Hak bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya. Pertanggungjawaban yang dimaksud meliputi tanggung jawab pidana, tanggung jawab perdata, membayar ganti rugi, dan atau sanksi administrasi. Penegakan hukum terhadap tindakan pidana kebakaran hutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(20)

6

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus 2017 di Laboratorium Kebakaran Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat komputer dengan perangkat lunak berupa Microsoft office, ArcMap 10.3. Data sekunder pemadaman kebakaran hutan dan lahan Sumatera Selatan Daerah Operasi Banyuasin tahun 2015-2016, data kegiatan patroli terpadu kabupaten banyuasin yang diperoleh dari Manggala Agni tahun 2016, data sebaran titik panas (hotspot) periode tahun 2015 – 2016 yang diperoleh dari katalog Lapan dengan tingkat kepercayaan 80%

(http://modis-catalog.lapan.go.id/monitoring/) , dan data curah hujan periode tahun 2015-2016 yang

diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (http://dataonline.bmkg.go.id/home).

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis deskriftif kualitatif yang dimana peneliti mendeskripsikan data sekunder . Data sekunder berupa data luasan kebakaran hutan dan lahan tahun 2015-2016 dikaitkan dengan data curah hujan 2015-2016 yang keduanya telah direkapitulasikan berdasarkan bulan pertahunnya menggunakan MS. Excel, data hotspot yang didapat dari katalog lapan berupa jumlah hotspot wilayah Sumatera Selatan lalu diolah dengan menggunakan MS. Excel dan ArcMap 10.3 sehingga didapat jumlah sebaran titik panas perbulan wilayah Banyuasin. Analisis data luasan kebakaran hutan,data curah hujan dan sebaran titik panas yang telah direkapitulasikan berdasarkan bulan pertahunnya dibuatkan grafik lalu di analisis menggunakan analisis deskriptif. Analisis data deskriptif menggunakan model Miles dan Huberman. Analisis data ini meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting. Setelah data direduksi, langkah selanjutnya disajikan dalam bentuk naratif, tabel dan gambar dan dilakukan penarikan kesimpulan (Sugiyono 2005).

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi

Letak Geografis Kabupaten Banyuasin terletak pada posisi antara 1,30° – 4,0° Lintang Selatan dan 104° 00’ – 105° 35’ Bujur Timur yang terbentang mulai dan bagian tengah Propinsi Sumatera Selatan sampai dengan bagian Timur dengan luas wilayah seluruhnya 11.832,99 Km2 atau 1.183.299 Ha. Secara geografis Kabupaten Banyuasin berbatasan dengan:

A. Sebelah Utara : Propinsi Jambi, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Selat Bangka

B. Sebelah Selatan : Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Ogan Komering Ilir,dan Kota Palembang

C. Sebelah Barat : Kabupaten Musi Banyuasin

D. Sebelah Timur : Selat Bangka dan Kabupaten Ogan Komering Ulu

Sumber : banyuasinkab.go.id

Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan

Kegiatan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan dengan target sasaran 731 desa di Indonesia di enam provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan yaitu di provinsi Riau, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur yang telah dilaksanakan di 450 desa pada tahun 2016. Berdasarkan arahan presiden pada rakornas pencegahan kebakaran hutan dan lahan tanggal 18 Januari 2016 merupakan kegiatan pengendalian pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang dilatar belakangi dengan kebutuhan pemetaan wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan, kebutuhan potret desa secara lengkap, kebutuhan penyebar luasan pengetahuan dan proses perubahan perilaku sosial masyarakat untuk terlibat dalam pengendalian kebakaran, perwujudan kehadiran petugas di tingkat lapang.

Kegiatan patroli terpadu yang dilakukan dengan menggerakkan tim yang melakukan kegiatan patroli di wilayah sasaran yang dilakukan secara bergilir salah satunya dilakukan di kabupaten Banyuasin provinsi Sumatera Selatan dalam upaya pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua atau transportasi lainnya yang menunjang. Satu tim patroli terpadu terdiri dari enam orang yaitu Manggala Agni dua orang, Polhut satu orang atau orang pilihan, TNI satu orang, POLRI satu orang, Masyarakat tokoh setempat atau Media massa/ LSM satu orang atau orang pilihan.

Tahapan kegiatan patroli yang dilakukan yang pertama yaitu dengan melakukan koordinasi dengan aparat desa setempat, mendatangi sasaran terpilih dan memberikan sosialisasi, penyuluhan serta membagikan brosur, leaflet, mengumpulkan informasi terkait kebakaran hutan dan lahan, memantau kondisi lingkungan dan melakukan penandaan dengan bendera, melakukan pemadaman awal pada saat menemukan kebakaran awal, melaporkan pelaksanaan tugas sesuai format terlampir.

(22)

8

Laporan harian terlampir dilaporkan kepada posko tingkat Daops. Alat dan bahan yang digunakan saat kegiatan patroli yaitu kendaraan patroli roda dua dan atau transportasi lainnya yang dapat menunjang kegiatan patroli, alat komunikasi berupa telepon genggam atau Halky Talkie, alat dokumentasi, alat navigasi berupa GPS atau kompas, peta wilayah kerja Daops atau Taman Nasional, pompa punggung, bahan yang digunakan untuk kegiatan sosialisasi berupa leaflet, booklet, kalender, t-shirt, stiker, blangko laporan, perlengkapan pribadi lapangan dan logistik personil jika ditemukan gangguan hutan lainnya seperti perambahan dan pembalakan liar akan dicatat dan langsung dilaporkan.

Output hasil dari kegiatan patroli terpadu yaitu berupa laporan harian tertulis, sms, whatsapp dilaporkan secara uptodate dari lapangan pada hari yang sama ke posko patroli tingkat desa dan posko Manggala Wanabhakti Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berisi kondisi umum lokasi patroli, tinggi muka air pada gambut jika dilakukan di wilayah gambut, Contact person di tingkat desa yang bisa diberdayakan, hasil groundcheck apabila ada hotspot, potensi kebakaran, informasi lain terkait pengendalian kebakaran dan dokumentasi berupa foto untuk kegiaan sosialisasi dan penyadar tahuan dilakukan dengan bersilaturahmi door to door atau dilakukan diskusi sosialisai penyadar tahuan kebakaran hutan dan lahan, penyebaran leaflet, pemasangan poster, pemasangan bendera pada daerah rawan, penyebaran informasi Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran, penguasaan wilayah kerja penegasan bahwa petugas/ pemerintah hadir di lapangan. Dalam laporan harian paling tidak memuat informasi:

A. Nama Tim, Nomor SPT dan tanggal pelaksanaan B. Lokasi/Desa

C. Hasil Patroli:

1) Informasi kondisi umum eks lahan terbakar tahun 2015 dan hutan yang belum dibebani hak: apakah ada pengerjaan lahan lanjutan, dibiarkan saja sehingga terjadi suksesi,

2) Aktifitas masyarakat

3) Kondisi cuaca setempat (suhu, CH, dll) 4) Kondisi tinggi muka air gambut.

5) Peringkat bahaya kebakaran ditetapkan melalui uji daun tunggal atau uji remas serasah (manual terlampir)

6) Pemantauan sekat bakar, embung, kantong air, kondisi sekat kanal, sungai, situ, waduk, dsb

7) Jika menemukan kejadian kebakaran hutan dan lahan segera laporkan dikirim melalui Whats App (WA)

8) Jika pada saat patroli juga ditugaskan untuk melakukan groundcek hotspot maka Tim wajib mengecek kebenaran data tersebut dan laporan dituangkan

Temuan penting yang ditemukan dilapang ketika diadakannya patroli jika terjadi kebakaran hutan dan atau lahan yang dilakukan oleh oknum dilapangan dapat dipadamkan lebih awal, kegiatan patroli terpadu dapat memudahkan identifikasi dari penanggung jawab dari setiap lahan yang terbakar di tingkat desa, wilayah rawan kebakaran dijadikan sasaran patroli harian dan dipantau setiap harinya. Akses ke lokasi wilayah air yang ditemukan dilapangan dapat dipetakan pada saat kegiatan patroli untuk memudahkan keperluan pemadaman kebakaran

(23)

9 jika terjadi kebakaran hutan dan atau lahan. Tokoh-tokoh penting tiap desa dapat dijadikan sebagai agen dari perubahan perilaku masyarakat.

Kegiatan patroli terpadu dapat memberikan sinergisitas kerja antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNI, POLRI, Masyarakat dan para pihak lain yang berkaitan dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, selain itu sebagai wujud nyata dari kehadiran petugas berada di lapangan sehingga penanganan deteksi masalah kebakaran hutan dan lahan dapat ditangani lebih awal. Tujuan lainnya yaitu berupa perubahan perilaku masyarakat terkait pembukaan lahan atau pembersihan lahan dengan cara membakar dapat diminimalisir. Sistem pelaporan patroli terpadu dapat lebih tertata dan termonitor dengan penataan rantai komunikasi dari tingkat desa atau tapak, Daops/ kabupaten, provinsi, sampai di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kendala dan masalah yang di temui dilapangan dari kegiatan patroli salah satunya adalah ketersediaan jaringan komunikasi yang handal dan cepat belum terpenuhi untuk proses penyampaian laporan.

Jumlah kegiatan Patroli Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan yang dilakukan di provinsi Sumatera Selatan Daops Banyuasin dilakukan sebanyak 72 kali selama periode Maret sampai November 2016 dengan sasaran beberapa desa di tiga kecamatan rawan kebakaran hutan dan lahan. Dengan jumlah berikut : Tabel 1 Jumlah Kegiatan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Daops Banyuasin Tahun 2016

Bulan Kegiatan/Hari Januari 0 Februari 0 Maret 11 April 3 Mei 0 Juni 0 Juli 2 Agustus 1 September 27 Oktober 3 November 25 Desember 0

Jumlah kegiatan patroli 72

Sumber : Manggala Agni 2016

Pemadaman Kebakaran Hutan Daops Banyuasin

Pemadaman dari jumlah luasan kebakaran hutan dan lahan yang tercatat pada tahun 2015 di kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan lebih besar dibandandingkan dengan tahun 2016 ketika diadakannya patroli terpadu pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Luasan yang dipadamkan pada tahun 2015 yaitu seluas 4 923.4 Ha sedangkan pada tahun 2016 seluas 1 850 Ha dengan jumlah luas setiap bulan sebagai berikut :

(24)

10

Tabel 2 Luasan Kebakaran hutan yang dipadamkan Daops Banyuasin 2015

Sumber : Manggala Agni 2015

Hasil perhitungan luasan pemadaman kebakaran hutan tahun 2015 yang dipadamkan oleh Daops Banyuasin terluas terjadi di bulan Oktober dengan luasan 3 689 Ha.

Tabel 3 Luasan Kebakaran hutan yang dipadamkan Daops Banyuasin 2016

Sumber : Manggala Agni 2016

Berdasarkan hasil perhitungan luasan pemadaman kebakaran hutan tahun 2015 yang dipadamkan oleh Daops Banyuasin terluas terjadi di bulan September dengan luasan 121.15 Ha dari jumlah luasan pemadaman yang dilakukan pada tahun 2016 dengan luasan 1 850.95 Ha.

Dilihat dari jumlah luasan pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang dipadamkan oleh Manggala Agni Daops Banyuasin pada tahun 2015 dan tahun 2016 terjadi penurunan luasan kebakaran hutan dan lahan, pada tahun 2015 jumlah

Bulan Luas (Ha)

Januari 0 Februari 0 Maret 0 April 0 Mei 0 Juni 0 Juli 24.5 Agustus 217.9 September 950 Oktober 3 689 November 42 Desember 0 Jumlah 4 923.4

Bulan Luas (Ha)

Januari 0 Februari 0 Maret 1 628.8 April 0 Mei 0 Juni 53 Juli 0 Agustus 21.5 September 121.15 Oktober 7 November 19.5 Desember 0 Jumlah 1 850.95

(25)

11 luasan pemadaman kebakaran seluas 4 923.4 Ha sedangkan pada tahun 2016 seluas 1 850.95 Ha. Luasan terbesar ditahun 2015 terjadi pada bulan Oktober dan luasan terbesar ditahun 2016 terjadi pada bulan Maret.

Sebaran Hotspot

Provinsi Sumatera Selatan tepatnya di kabupaten Banyuasin merupakan salah satu tempat di Indonesia yang selalu terjadi kebakaran hutan di setiap tahunnya. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya hotspot yang tersebar di kabupaten Banyuasin yang ditangkap oleh satelit.

Data hotspot yang terpantau dari satelit TERRA-AQUA-SNPP diketahui bahwa terdeteksi hotspot selama rentang waktu dari tahun 2015 sampai tahun 2016,Pada Gambar 1 menunjukan jumlah hotspot yang ditemukan di kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 yaitu 575 sebaran titik panas dan di tahun 2016 sebanyak 12.

Gambar 2 Jumlah hotspot di Kabupaten Banyuasin tingkat kepercayaan >80%

Hasil perhitungan jumlah hotspot diuraikan pada Tabel 1 yang tersebar di kabupaten Banyuasin tahun 2015. Kemunculan hotspot terbanyak tahun 2015 berada pada bulan September sebanyak 260 hotspot. Jumlah terendah kemunculan hotspot berada pada bulan Januari sampai Maret dimana pada bulan tersebut tidak ditemukan hotspot. 575 12 0 100 200 300 400 500 600 700 2015 2016 Jumlah Hotspot

(26)

12

Tabel 4 Jumlah Hotspot di Banyuasin Tahun 2015

Sumber: Hasil Pengelolaan Data

Tabel 2 disajikan hasil perhitungan jumlah hotspot di kabupaten Banyuasin tahun 2016. Kemunculan hotspot terbanyak tahun 2016 berada pada bulan Januari sebanyak enam hotspot. Jumlah terendah kemunculan hotspot berada pada bulan Februari sampai dengan Juni dan November, Desember pada bulan tersebut tidak ditemukan hotspot sama sekali di Kabupaten Banyuasin.

Tabel 5 Jumlah Hotspot di Banyuasin Tahun 2016

Bulan Jumlah Hotspot

Januari 6 Februari 0 Maret 0 April 0 Mei 0 Juni 0 Juli 2 Agustus 2 September 1 Oktober 1 November 0 Desember 0 Jumlah 12

Sumber: Hasil Pengelolaan Data

Tahun 2015 hotspot mulai banyak dijumpai pada bulan Juli sampai November. Hotspot mencapai nilai yang sangat tinggi pada bulan-bulan yang mempunyai curah hujan rendah (Sulistiyowati 2004). Menurut Erica (2006) tingginya jumlah hotspot pada musim kemarau tersebut menunjukkan adanya hubungan bahwa pada bulan-bulan kering memiliki potensi sebagai penghasil hotspot. Pada bulan-bulan-bulan-bulan itu juga biasanya kebakaran hutan dan lahan sering terjadi.

Bulan Jumlah Hotspot

Januari 0 Februari 0 Maret 0 April 8 Mei 3 Juni 4 Juli 23 Agustus 113 September 260 Oktober 91 November 52 Desember 21 Jumlah 575

(27)

13 Banyaknya jumlah hotspot berpengaruh dengan kondisi iklim dilokasi tersebut. Iklim kering (musim kemarau) yang ditandai dengan rendahnya curah hujan akan berpengaruh dengan jumlah hotspot. Semakin kering suatu daerah maka hotspot akan meningkat dan sebaliknya (Solichin 2004).

Curah Hujan

Menurut Fuller (1991) iklim dan cuaca dapat mempengaruhi kebakaran hutan, iklim dapat menentukan jumlah bahan bakar yang tersedia, iklim menentukan jumlah bahan bakar yang tersedia, iklim menentukan jangka waktu dan sifat musim kebakaran, cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar untuk terbakar, dan cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran api. Early warning (Peringatan Dini) akan diberikan bila hasil kajian iklim menunjukan bahwa vakan terjadi kemarau panjang dengan tingkat kekeringan yang tinggi (Saharjo 2016). Tabel berikut akan menunjukan kondisi curah di tahun 2015 dan 2016.

Tabel 6 Curah Hujan Tahun 2015-2016

Sumber: BMKG

Menurut Syaufina (2008) frekuensi dan luas kebakaran tertinggi terjadi pada bulan dengan curah hujan yang rendah ( kurang dari 60mm). Curah hujan rendah terjadi dari bulan Juli sampai bulan Oktober pada tahun 2015, pada tahun 2016 curah hujan terendah terjadi hanya bulan Agustus dan Desember.

Waktu/Tanggal 2015 (mm) 2016 (mm) Januari 231 228 Februari 181 296 Maret 352 286 April 397 267 Mei 122 166 Juni 131 112 Juli 56 86 Agustus 16 24 September 1 234 Oktober 3 165 November 191 164 Desember 212 13

(28)

14

Kegiatan Patroli Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan

Upaya pencegahan Karhutla (Posnas 2014) dilakukan sedini mungkin oleh semua pihak yang bertanggung jawab sesuai dengan tataran dan kewenangannya dalam melakukan pencegahan Karhutla, mulai dari tindakan antisipatif, tindakan pencegahan, dan tindakan penguatan pencegahan sampai pada pemadaman awal terhadap Hotspot sebelum yang berkembang menjadi firespot.

Kegiatan patroli terpadu pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang salah satunya dilakukan di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang dilakukan serentak di enam provinsi rawan kejadian kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Gambar 2 akan menyajikan grafik curah hujan dan luas pemadaman kebakaran hutan dan lahan, gambar 3 menunjukan grafik kegiatan patroli terpadu di kabupaten Banyuasin pada tahun 2016.

Grafik pada gambar 3 menunjukan kegiatan patroli terpadu mulai dilakukan pada bulan Maret sebanyak sebelas kali dan pada bulan April sebanyak tiga kali, Grafik pada gambar 2 menunjukan pada bulan Maret dilakukan kegiatan pemadaman kebakaran dan dilakukan kegiatan pemadaman dengan luasan kebakaran tertinggi di tahun 2016. Kegiatan patroli terpadu mulai dilakukan kembali pada bulan Juli sebanyak dua kali kegiatan Agustus satu kali kegiatan dan September 27 kali kegiatan Oktober tiga kali kegiatan dan November 25 kali kegiatan. Kegiatan patroli saat curah hujan rendah dilihat pada bulan Agustus hanya dilakukan satu kegiatan. Kegiatan patroli dilakukan ketika luasan kebakaran sedang tinggi seperti yang terjadi di bulan Maret dan bulan September, baiknya intensifinya kegiatan patroli dilakukan sebelum terjadinya kebakaran hutan pada saat curah hujan sedang rendah.

Gambar 3 Grafik Curah Hujan, Luas Kebakaran 2016 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 JAN U AR Y FE BR U AR Y MAR CH APR IL MAY JUN E JU LY AU G U ST SE PT EM BE R OC TOB ER N OVE MB ER DE CE MB ER CURAH HUJAN (mm) LUAS KEBAKARAN (Ha)

(29)

15

Gambar 4 Grafik Kegiatan Jumlah kegiatan Patroli Terpadu Kabupaten Banyuasin 2016

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Luasan pemadaman kebakaran hutan dan lahan ketika diadakan Kegiatan Patroli Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di tahun 2016 yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin menurun, kegiatan patroli dilakukan intensif ketika luasan pemadaman kebakaran sedang tinggi, kegiatan patroli pencegahan seharusnya dilakukan sebelum terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada saat atau mendekati curah hujan rendah dan saat terdeteksinya hotspot.

Saran

Kegiatan patroli terpadu sebaiknya lebih ditingkatkan ketika curah hujan rendah dan ketika terdeteksinya hotspot. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah lain yang menerapkan kegiatan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan, untuk melihat seberapa efektif kegiatan Patroli Terpadu dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di enam provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

0 5 10 15 20 25 30

(30)

16

DAFTAR PUSTAKA

Anderson IP, Imanda ID, Muhnandar. 1999. Forest Fire Prevention and Control Project. European Union Ministry of Forestry and Estate Crops. Palembang. Brown AA, Davis KP. 1973. Forest Free Control & Use. New York (US): McGraw

Hill Company.

Erica PS. 2006. Studi Penentuan Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.Husaeni. 2003. Prinsip Pengendalian Kebakaran Hutan. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. hlm 167-172.

E Husaeni. 2003. Prinsip Pengendalian Kebakaran Hutan. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Hlm 167-172.

ITTO. 1999. Report Basic Training for Forest Fire Management Trainers. Course Materials and Fieldwork Guidelines Vol II; Desember 1999.

Mangandar.2002. Ketertarikan Sosial Masyarakat Sekitar Hutan dengan Kebakaran Hutan (Studi kasus Provinsi Daerah Tingkat I Riau) [tesis]. Bogor (ID) : Program Pasca Sarjana IPB.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P 32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004. Tentang Perlindungan Hutan. Jakarta (ID) : Sekretariat Jendral Departemen Kehutanan.

Saharjo BH. 2003. Sumber Api. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB.

Saharjo BH. 2016. Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan Indonesia. Bogor (ID). IPB Press

Solichin. 2004. Kecenderungan Kebakaran Hutan di Sumatera Selatan : Analisis Data Historis Hotspot NOAA dan MODIS. Palembang (ID): South Sumatera Forest Fire Managemen Project.

---. 2004. Panduan Pengumpulan Informasi Kebakaran Hutan Dan Lahan Melalui Internet. Palembang (ID): South Sumatera Forest Fire Managemen Project.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung(ID) : CV Alfabeta. Sulistyowati S. 2004 Hubungan Unsur Iklim dan Titik Panas (Hotspot) di

Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera Selatan Periode Tahun 2001-2002 [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Sumantri. 2003. Metode PencegahanKebakaran Hutan. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB.

(31)

17 Suratmo FG. 1974. Perlindungan Hutan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan

Tinggi. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Suratmo FG, Endang AH, dan Nengah SJ. 2003. Pengetahuan Dasar Perlindungan Hutan. Bogor (ID) : Fahutan IPB.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku Api, Penyebab,dan Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing.

(32)

18

(33)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka 22 Agustus 1995 dari pasangan Bapak Ade Iwan Hernawan dan Ibu Dini Cahyati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negri Majalengka Wetan 4 dan lulus pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negri 2 Majalengka dan berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 2010. Pada tahun 2013 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Sukahaji. Pada tahun 2013, penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur Ujian Tulis Mandiri(UTM).

Selama masa kuliah, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Departemen Silvikultur dua periode anggota Seedling Grup TGC IPB 2014/2015 dan 2015/2016 . Penulis turut serta aktif di kepanitiaan kegiatan mahasiswa antara lain sebagai Anggota divisi Logistik dan Transportasi dalam kegiatan Bina Corps Rimbawan 2015, anggota divisi medis Masa Perkenalan Departemen Silvikultur/BELANTARA pada tahun 2015, Ketua Divisi Logistik dan Transportasi kegiatan Kemah Asik Rimbawan (KARIB) tahun 2016, Ketua Divisi Logistik dalam kegiatan Ekspedisi Flora Dan Studi Ilmiah (EKSFLORASI) di TN Merbabu, Jawa Tengah pada tahun 2016, anggota tim Seedling dalam kegiatan Ekspedisi Flora Dan Studi Ilmiah (EKSFLORASI) di TN Merbabu, Jawa Tengah pada tahun 2016.

Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) tahun 2015 di Sancang Barat-Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2015, serta melakukan Peaktek Kerja Profesi (PKP) pada tahun 2016 di PERHUTANI Kuningan Jawa Barat.

Gambar

Tabel 2 Luasan Kebakaran hutan yang dipadamkan Daops Banyuasin 2015
Tabel 4 Jumlah Hotspot di Banyuasin Tahun 2015
Tabel berikut akan menunjukan kondisi curah di tahun 2015 dan 2016.
Gambar 4 Grafik Kegiatan Jumlah kegiatan Patroli Terpadu Kabupaten  Banyuasin 2016

Referensi

Dokumen terkait

In process setting = pensortiran komponen dari uppers, dimana diproses pada lini pemotongan dan departemen proses ke2, lalu dikirimkan ke bagian sewing sesuai

Lembaga Generasi Penerus Sosial ( GENPENUS ) yang menjadi wadah kegiatan Non Politik bertekad senantiasa berjuang untuk mempertahankan Proklamasi dan mengisi

Membandingkan antara target dan realisasi Sasaran Terpeliharanya Fungsi Taman Kota, Jalur Hijau Jalan dan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sebagai Fasilitas Umum

Di seluruh area Stadion, baik sebelum, selama dan setelah Pertandingan, media (termasuk host broadcaster) tidak diperbolehkan melakukan wawancara terhadap

Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman adalah unsur pelaksana Pemerintahan Kota yang mempunyai tugas membantu Walikota Bima mempunyai tugas membantu Walikota Bima

Dimana hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menentukan ukuran pemesanan yang sesuai untuk obat kategori slow moving item dan mengurangi total biaya persediaan yang

Berdasarkan peranan penting Kepala Sekolah maka diperlukan Penilaian Kepala Sekolah SMA Berprestasi Di Jakarta Utara, sehingga dapat menghasilkan Sistem Pendukung

Sebuah entitas yang dapat diidentifikasikan secara unik, berisikan atribut-atribut yang menerangkan keadaan atau kondisi (state) objek dunia nyata (real world object) dan aksi-aksi