• Tidak ada hasil yang ditemukan

Center for Legislacy, Empowement, Advocacy, and Research CLEAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Center for Legislacy, Empowement, Advocacy, and Research CLEAR"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Center for Legislacy, Empowement, Advocacy, and Research yang selanjutnya disebut CLEAR adalah lembaga sosial yang bersifat independen dan bergerak dalam bidang kajian dan penelitian. Sejak didirikan pada tanggal 31 Juli 2009 silam di Jakarta, CLEAR memiliki fokus kajian dengan ruang lingkup legislasi dan peningkatan sumber daya manusia di bidang hukum. Secara struktural CLEAR merupakah salah satu unit kerja dibawah yayasan PALAPPA dengan pendirian akta notaris Nomor: C-06.HT.03.01-Th.2006, tanggal 7 Februari 2006. Dalam langkah kontributifnya, selain penelitian CLEAR juga berpartisipasi langsung dalam melakukan advokasi bagi para pencari keadilan (justitiabelen), serta berfungsi pula sebagai sarana sumbangsih pemikiran untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang beradab, berbudi pekerti luhur, berpendidikan, berwawasan, sebagai sarana untuk mendorong meningkatkan kesadaran hukum, dan pengabdian kepada masyarakat. Tujuan dari CLEAR adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berwawasan luas, berbudaya nusantara, mandiri, sejahtera lahir dan batin serta mewujudkan negara yang bersih, adil dan demokrasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Sasaran CLEAR adalah melakukan kajian ilmiah untuk memberikan suatu pandangan terhadap peningkatan peran Lembaga Eksekutif agar terwujudnya good governance, mendorong peran lembaga legislatif dalam menjalankan fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran, serta mendorong peningkatan integritas lembaga Yudikatif dalam peradilan yang bersih dan membangun Civil Society yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara.

Center for Legislacy, Empowerment, Advocacy, and Research

Jl. Wolter Monginsidi No. 88 A Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia Phone/Fax: (021) 7257775

(3)

Adalah terbitan publikasi ilmiah berkala dari Center for Legislacy, Empowerment, Advocacy, and Research (CLEAR) berupa karya-karya tulisan dari pemuda-pemudi dan masyarakat Indonesia. Adanya jurnal ini dimaksudkan sebagai sarana bertukar informasi, gagasan, dan kajian tentang permasalahan dan dinamika sosial yang pernah maupun sedang terjadi, terutama di bidang hukum. Penerbitan ini memuat tulisan ilmiah yang didasarkan pada kajian komprehensif dari para Penulis dan telah dimuat setelah melalui proses penyuntingan oleh Redaksi tanpa mengubah substansi sesuai naskah aslinya. Tulisan dalam penerbitan ini sepenuhnya merupakan pendapat dan tanggung jawab dari Penulis, dan tidak mewakili pendapat CLEAR.

(4)

Volume 1, Januari 2017 Dewan Pakar

Dr. Amir Syamsuddin, S.H., M.H. Dra. Halida Nuriah Hatta, M.A. dr. Niniek Purnomo

Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. Drs. Muhammad Idris Luthfi, M.Sc.

Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M. Dewi Novirianti, S.H., LL.M.

Adhitya Chandra Wardhana, Ph.D. Penanggung Jawab Redaksi

Gandjar Laksmana Bonaprapta, S.H., M.H. Pemimpin Umum

Abdul Salam, S.H., M.H. Pemimpin Redaksi Rafli Fadilah Achmad, S.H. Redaktur Pelaksana Firman Adi Prasetyo Staf Redaksi

Azam Hawari Boghi Megananda Ilma Sulistyani

Desain Grafis dan Tata Letak Adrianus Eryan

Alamat Penerbit

(5)

SAMBUTAN REDAKSI Assalamualaikum wr. wb.

Redaksi Center for Legislacy, Empowerment, Advocacy and Research (CLEAR) bersyukur karena Jurnal SOMASI telah sampai ke tangan pembaca yang budiman.

Tahun 2016 merupakan tahun yang membahagiakan bagi CLEAR, karena banyak pencapaian yang telah dilalui CLEAR, yang merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang kajian dan penelitian dengan ruang lingkup legislasi dan peningkatan sumber daya manusia di bidang hukum, dalam upayanya mengabdi kepada bangsa Indonesia mengawal lalu lintas dalam dunia hukum kembali ke jalan yang benar sesuai dengan tagline CLEAR yakni “Law back on the track”.

Salah satu pencapaian CLEAR tahun ini yakni untuk pertama kalinya berhasil menerbitkan Jurnal SOMASI. Output berupa jurnal yang diterbitkan kepada khalayak umum yang diharapkan dapat menjadi sebuha peringatan, atau somasi, kepada pemerintah dari masyarakat dalam menerapkan suatu kebijakan karena Indonesia adalah negara hukum dimana segala kebijakan yang diambil wajib berdasarkan hukum serta diharapkan dapat menjadi upaya untuk mengawal pemerintah dalam mengambil kebijakan yang ideal untuk kepentingan bersama.

Jurnal SOMASI edisi pertama ini diharapkan juga mampu memberikan edukasi kepada seluruh pembaca yang budiman, serta mohon dukungannya kami juga akan terus mengadakan acara kompetisi jurnal serupa di Tahun 2017 mendatang, dengan mengadakan acara seperti ini redaksi dan tim selalu berharap bahwa CLEAR selalu dapat mengawal penyelenggara pemerintahan kedepannya. Redaksi selalu terbuka menerima saran dan kritik untuk kemajuan jurnal somasi edisi berikutnya.

Mari kita sambut tahun baru 2017 dengan semangat dan harapan baru untuk Indonesia. Seluruh jajaran redaksi mengucapkan Selamat Natal tahun 2016 bagi pembaca yang merayakannya dan Selamat Tahun Baru 2017.

Wassalamu’alaikum wr. wb. Redaksi dan Tim

(6)

DAFTAR ISI

Jurnal Somasi ... i

Tentang CLEAR ... ii

Susunan Redaksi ... iii

Kata Pengantar ... iv

Sambutan Redaksi ... v

Strategi Pejabat Publik di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Untuk Menjadi Bos Lokal: Pergerakan Fuad Amin Sebelum Tahun 2015 Vita Rachim Yudhani, Muhammad Fadiel Sinaga, dan Sukabuji Abdullah

... 1-18

Pencegahan White Collar Crime Melalui Kebijakan Nonpenal

Hilal Ramdhani ... 19-31

Larangan Penahanan Sewenang-Wenang Ditinjau dari Hak atas Keadilan

Lady Arianita ... 32-47

Rebranding Sistem Pemilu

Florianus Apung ... 48-55

Ikhtiar Memutuskan Mata Rantai Korupsi dengan Penguatan Demokrasi

(7)

STRATEGI PEJABAT PUBLIK DI BANGKALAN, MADURA, JAWA TIMUR, UNTUK MENJADI BOS LOKAL: PERGERAKAN FUAD AMIN SEBELUM

TAHUN 2015

Abstract

“Reformasi 1998” that occurred in Indonesia becomes the driving factor in the ever-expanding regional government authority. The authorization is obtained from the implementation of the decentralization policy which is stronger than before. As well as positive, it was found to have a negative

impact. One example is the local public officials that use the

decentralization policy as justification for the accumulation of wealth and power actions. The authors take Fuad Amin who was a Public Official in

Madura, East Java as case study. Fuad Amin who ever stand as Bupati

Bangkalan and Kepala Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan

before being arrested by the Komisi Pemberantasan Korupsi in 2015 did a lot of deviations. They were done by using many instruments, so, he was

named the "Local Boss". To analyze this case, the authors use local bossism theory from John Sidel with qualitative method. Keywords: accumulation of power and wealth, local boss,

decentralization

Kata kunci: akumulasi kekuasaan dan kekayaan, bos lokal, Desentralisasi

Vita Rachim Yudhani, 081284972483, vitayudhani@gmail.com Muhammad Fadiel Sinaga, 082368750802, fadielsinaga24@gmail.com

Sukabuji Abdullah, 081290889618, sukabuji23@gmail.com

(8)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jatuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1998 yang telah memimpin selama 32 tahun menjadi salah satu titik balik sistem pemerintahan negara ini. Era Soeharto telah menggambarkan sistem sentralisasi yang sangat jelas terlihat dimana apapun keputusan yang dibuat baik di pusat dan daerah bahkan untuk pemimpin daerah pun secara tidak langsung pun merupakan titipan dari pemerintah pusat. Namun, upaya reformasi yaitu upaya perubahan sistem pada akhirnya mampu menjatuhkan rezim Suharto. Keberhasilan reformasi tersebut kemudian membuat perubahan yang mendasar mengenai wewenang daerah. Pada akhirnya daerah bisa mengatur urusan rumah tangganya sendiri baik pemimpin daerah, anggaran daerah dan lainnya atau desentralisasi.

Desentralisasi sebagai pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah ini diharapkan mampu membuat daerah mampu berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Namun, pada kenyataannya dapat dilihat sejauh desentralisasi diberlakukan kinerja dari pemerintah daerah tidak bisa dianggap lebih baik dibanding ketika era Soeharto. Justru muncul pemimpin-pemimpin yang seperti Soeharto dimana mereka berusaha untuk terus mempertahankan kekuasannya dengan cara-cara yang ilegal. Pemimpin daerah juga membuat daerah yang ia pimpin sebagai lahan untuk menambah kekayaan dengan cara-cara pencucian uang ataupun pemanfaatan pemberian izin pengelolahan sumber daya alam.

Banyak contoh pemimpin daerah yang melakukan praktik-praktik seperti diatas, salah satu yang bisa kita lihat adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur yang melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangkalan yaitu Fuad Amin—kini jabatan tersebut dilepaskan sementara dari Fuad Amin1. Ia terjerat dalam kasus suap jual-beli gas alam di

Bangkalan yang mempunyai potensi Sumber Daya Alam baik yang berbentuk bahan galian C dan bahan galian A seperti Minyak dan Gas (MIGAS).2 Fuad Amin ditangkap

langsung di Bangkalan dengan dugaan menerima suap dari PT Media Karya Sentosa melalui direkturnya, Antinio Bambang Djatmiko, dan mendapatkan bukti uang sebesar Rp 700 juta.3

Selain kasus diatas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga membuktikan beberapa modus korupsi yang dilakukan Fuad Amin. Beberapa diantaranya adalah Jual Beli SK CPNS, Jatah 10 Persen APBD serta pencucian uang.

1 Ahmad Faisol, “Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Diberhentikan Sementara”,

http://surabaya.tribunnews.com/2015/05/07/ketua-dprd-bangkalan-fuad-amindiberhentikan-sementara, diakses pada 18 Mei 2015.

2 Situs resmi Kabupaten Bangkalan bagian Penanaman Modal dan Kerjasama di bidang Pertambangan,

http://www.bangkalaninvestment.com/content.asp?kat=pote&id=13&tabfoto=potepetm&isi=Pote nsi%20Pertambangan, diakses pada tanggal 25 April 2015.

3 Musthofa Bisri, “Fee Proyek ‘Mainan’ Fuad Amin Sejak Jadi Bupati,”,

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/04/063626374/Fee-Proyek-Mainan-Fuad-Amin-Sejak-Jadi-Bupati, diakses pada tanggal 25 April 2015.

(9)

Motif pencucian uang yang dilakukan Fuad Amin pun sangat beragam seperti menggunakan nama kerabat dalam membuka rekening dan juga membeli polis asuransi.

Kepemimpinan dua periode Fuad Amin menjadi Bupati Bangkalan periode 2014-2019 tidak lepas dari caranya mempertahankan kekuasaan. Beberapa cara yang digunakannya adalah dengan menggunakan simbol “Kyai” atau “RA” di Madura dan juga penggunaan preman atau di Madura dikenal dengan istilah blater. Kyai dan blater menjadi kunci penting yang dilakukan Fuad Amin dalam menjaga kekuasaannya di Bangkalan. Kyai atau RA merupakan julukan yang sangat penting dalam masyarakat Madura, Jawa Timur. Julukan Kyai menjadi nilai besar untuk mengambil suara masyarakat Madura khususnya masyrakat Nahdatul Ulama (NU) karena dianggap sebagai sosok yang agamis serta layak dijadikan panutan. Kyai yang diterima oleh Fuad Amin sendiri tak lepas dari Ayahnya yang juga sebagai Kyai di Bangkalan serta yang paling utama yaitu kakeknya Kyai Haji Syaikhona Kholil atau Mbah Kholil merupakan wali yang sangat dihormati di Bangkalan.

Cara lain yang digunakan adalah dengan memanfaatkan peranan blater atau preman juga cukup menarik dalam upaya politis yang dilakukan oleh Fuad Amin. Blater, selain menjadi objek, untuk bisa mengintimidasi masyarakat juga dimasukkan Fuad Amin dalam sistem birokrasi di Bangkalan sehingga dia dapat dengan mudah mengontrol masyarakat di Bangkalan. Akan tetapi, apakah pemanfaatan kyai dan blater menjadi satu-satuya cara atau strategi Fuad Amin untuk berkuasa di Bangkalan?

Atas penjabaran diatas, tulisan ini berargumen bahwa Fuad Amin tidak hanya memiliki satu strategi untuk berkuasa di Bangkalan, Jawa Timur. Penulis memiliki hipotesis bahwa Fuad Amin menggunakan tiga strategi untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaannya di Bangkalan, Jawa Timur. Tiga strategi tersebut akan dijabarkan secara komprehensif dalam bagian Pembahasan makalah ini.

Rumusan Pertanyaan

Permasalahan dan argumentasi yang dijabarkan diatas merupakan dasar Penulis dalam meneliti strategi pertahanan kekuasaan Fuad Amin di Bangkalan, Jawa Timur terutama dalam ranah ekonomi tingkat lokal. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang diajukan Penulis adalah “bagaimana strategi Fuad Amin

dalam menjadikan dirinya seorang Bos Lokal di Bangkalan, Jawa Timur?”

Tujuan Penelitian

Tujuan Penulis meneliti pertanyaan ini adalah:

1. Mengidentifikasi strategi Fuad Amin dalam rangka mempertahankan kekuasaan dan dominasinya di Bangkalan, Jawa Timur

2. Melihat relevansi Teori Local Bossism yang diformulasikan oleh John Sidel dengan kasus Fuad Aamin sebagai bos lokal di Bangkalan, Jawa Timur

(10)

Tinjauan Pustaka

Teori Local Bossism oleh John Sidel

Teori Local Bossism (Bosisme Lokal) yang diformulasikan oleh John Sidel merupakan hasil dari kritiknya terhadap teori Local Strongmen (Orang Kuat Lokal) yang dibuat oleh Joel Migdal. Ada dua kritik utama yang ditujukan untuk Migdal. Pertama, Sidel berpendapat bahwa pada realitas, struktur negara justru membuat kondisi yang dapat membangkitkan, mempertahankan, dan menyukseskan ‘orang kuat lokal’.4 Argumen tersebut berbeda dengan Migdal yang mengatakan bahwa

negara berada dalam posisi yang lemah. Lalu, kritik kedua dari Sidel adalah Migdal tidak melihat bahwa ‘orang kuat lokal’ ternyata dapat mendorong perluasan pasar dan proses pertumbuhan industri—sebab, mereka juga ingin mengambil keuntungan atasnya.5

Kedua kritik diatas adalah fondasi awal dari teori Bosisme Lokal. Sidel mengatakan bahwa:

“Orang Kuat Lokal adalah ‘bossisme lokal’ yang mempertahankan jejaring politik yang telah terjalin lama untuk memperoleh monopoli kontrol atas masyarakat melalui penguasaan sumber-sumber ekonomi dan kekuatan koersif dalam yurisdiksi teritorial kekuasaan mereka di era demokrasi”6

Dapat dikatakan bahwa Sidel melihat fenomena yang disebutnya sebagai Bosisme tersebut direfleksikan dari kekuatan negara dibandingkan dengan kekuatan sosial. Sederhananya, tujuan utama para bos lokal adalah monopoli kontrol masyarakat. Cara untuk mendapatkannya adalah melalui pertahanan jejaring politik dengan menguaai sumber-sumber ekonomi dan kekuatan koersif yang berada di teritori kekuasaan bos lokal tersebut.

Kritik yang diajukan oleh Sidel didasarkan pada penelitiannya pada tiga Negara, di Asia Tenggara yaitu Filipina, Thailand, dan Indonesia. Fenomena bos lokal diketiga Negara tersebut memiliki sedikit perbedaan, karena faktor sosial-kultural. Salah contohnya adalah mengenai sifat masyarakat sipil. Sidel mengatakan, “neither

in the Philippines nor in Thailand do we find evidence of the strong community, class, ethnic, and religious identities found in Indonesia”.7 Meski berbeda, secara umum,

teori yang dibuat oleh Sidel dinilai masih relevan dengan kondisi politik lokal Indonesia.

4 John Sidel, Bossism and Democracy in the Philippines, Thailand and Indonesia: Towards an

Alternative Framework for the Study of ‘Local Strongmen’ dalam Harriss, John, Kristian Stokke dan

Olle Tornquist, Politicising Democracy: The New Local Politics of Democratization, (New York: Palgrave Macmillan, 2005), hlm. 53.

5 Ibid.

6 Melvin Perjuangan Hutabarat, Fenoena “Orang Kuat Lokal” di Indonesia Era Desentralisasi

Studi Kasus tentang Dinamika Kekuasaan Zulkifli Nurdin di Jambi, (Tesis Program Pascasarjana Ilmu

Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012), hlm. 20. 7 Sidel dalam John Harriss, Kristian Stokke dan Olle Tornquist, Op cit., hlm.73

(11)

Fenomena bos lokal di Indonesia dapat dikategorikan melalui dua masa, yaitu Orde Baru dan Reformasi. Pengkategorian ini didasari oleh penjabaran Sidel dalam kajiannya berjudul ‘Bossism and Democracy in the Philippines, Thailand and

Indonesia: Towards an Alternative Framework for the Study of ‘Local Strongmen’ yang

memang memisahkan keduanya. Di masa Orde Baru, menurut Sidel, implikasi dari pengorganisasian kekuasaan negara sangat jelas, yaitu kemungkinan untuk munculnya ‘orang lokal kuat’ sangat kecil.8 Alasan utama yang dikemukakan oleh

Sidel adalah otoritas pemerintah pusat—terutama Soeharto dan jajaran eksekutifnya—yang dapat memilih penempatan orang-orang terdekat dalam jabatan structural pemerintah daerah. Kondisi tersebut, ternyata memunculkan mafia. Sidel menyebut bos lokal pada masa Orde Baru dengan ‘mafia lokal’, sebab mereka memiliki tujuan untuk menguasai dan memonopoli sumber daya.

Fenomena ‘mafia lokal’ diatas berubah pada saat masa Reformasi dimulai, terutama Kebijakan Desentralisasi yang ternyata menjadi gerbang bagi mafia atau bos lokal untuk mempertahankan atau meluaskan kekuasannya. Sidel mengatakan, “… with democratisation and decentralisation, such local powerbrokers were given

unprecedented opportunities to ‘capture’ state offices and agencies”.9 Dari pernyataan

tersebut, Sidel menilai bahwa ada kecenderungan bahwa para bos local bertindak sebagai broker (perantara) pemerintah pusat, sebab kepentingan keduanya selalu bertemu dalam rangka mengambil keuntungan.

Peran bos lokal di Indonesia berbeda dengan Filipina dan Thailand. Sebab, Indonesia memiliki pola bos lokal yang berbeda. Sidel mengatakan:

“It is also abundantly clear that something rather different from the pattern of local ‘bosses’ in the Philippines and Thailand has crystallised in Indonesia: local power does not seem to be monopolised by individual ‘strongmen’ or ‘dynasties’ … in Indonesia appears to be associated with loosely defined, somewhat shadowy, and rather fluid clusters and cliques of businessmen, politicians, and officials.”10

Sidel berpendapat bahwa bosisme lebih menampilkan peran elit local sebagai penguasa broker politik yang memiliki monopoli kontrol terhadap kekuatan koersif dan sumber daya ekonomi di territorial kekuasaan mereka. Bosisme bekerja dalam fatamorgana rezim lokal daerah yang dicirikan oleh persekutuan birokrat, bos-bos partai, pengusaha, militer, dan ‘preman’. Aktor-aktornya memang merupakan birokrat, tentara, pengusaha, orang kaya, dan semua orang yang menguasai sebuah arena di dalam masyarakat itu sendiri. Keberadaan mereka mempercepat legitimasi, dukungan, ketergantungan, ketakutan, dan hubungan ‘patron-klien’.

Untuk memudahkan kita dalam menyusun kerangka berpikir dan menganalisa bos lokal, Melvin Perjuangan Hutabarat membuat tabulasi tentang bos lokal dengan variabel pembandingnya adalah ‘orang kuat lokal’ dalam tesisnya. Berikut tabelnya:

8 Ibid., hlm. 61. 9 Ibid., hlm. 67. 10 Ibid., hlm. 69.

(12)

Tabel Perbandingan ”Orang Kuat Lokal” dan ”Bossisme Lokal”11 No. Unsur Pembanding Orang Kuat Lokal (Joel Migdal) Bossisme Lokal (John SIdel)

1 Kontrol atas masyarakat Simbol, hadiah, dan hukuman Politik uang dan kekerasan

2 Lokasi penelitian Negara baru merdeka Filipina, Thailand, dan Indonesia

3 Latar belakang

ekonomi Selalu orang kaya Tidak selalu orang kaya

4 Proses pembentukan

fragmentasi masyarakat dan indepedensi antar organisasi sosial di negara baru merdeka

(1) kegagalan pemerintah dalam memberikan kesejahterakan rakyat (2) kebutuhan ekonomi

yang kongkret dan langsung dibutuhkan (3) ketimpangan sosial yang tinggi (4) kelangkaan akses terhadap kebutuhan pokok 5 Aktor

Tuan tanah, kepala suku, panglima perang,

pemimpin klan, dan pemimpin tradisional

Kepala daerah, legislator, mantan komandan militer, dan pengusaha

6 Kekuasaan di tingkat lokal

Tersebar kepada

implementator/birokrat lokal (negara), politisi lokal, dan orang kuat lokal

Terpusat kepada seoarang bos lokal dengan birokrat dan milisi sebagai mesin politik

7 Hubungan dengan pemerintah pusat Terkadang bermusuhan dan terkadang bersekutu dengan negara

Bersekutu dan menjadi proker pemerintah pusat

(13)

8 Kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan industri Menghambat industrial-isasi dan pertumbuhan ekonomi

Mendorong dan bersifat positif terhadap pertumbuhan

ekonomi dan industrialisasi

9 Afiliasi partai politik Tidak berafiliasi Berpindah-pindah dari Partai Nasionalis ataupun Liberal tergantung patron elit pusat

10 Reproduksi kekuasaan Keturunan langsung tanpa melalui mekanis-me pemilihan umum

Keturunan langsung dan krooni melalui mekanisme pemilihan umum

Sumber: Melvin Perjuangan Hutabarat, Fenomena “Orang Kuat Lokal” di Indonesia Era

Desentralisasi Studi Kasus tentang Dinamika Kekuasaan Zulkifli Nurdin di Jambi, (Tesis

Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012), hlm. 31-32.

METODE

Dalam penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah kualiatif. Metode kualitatif bersifat deduktif, sebab penggunaan alur logikanya dimulai dari persoalan umum yang seiring dengan proses, akan masuk ke dalam persoalan yang lebih khusus, contohnya seperti akibat dari permasalahan yang sedang diteliti.12 Untuk

menjalani metode ini, cara yang digunakan adalah peneliti melakukan eksplorasi atas masalah yang diangkat. Penggunaan metode ini sangat aplikatif terhadap permasaalahan yang peneliti angkat, sebab mendorong Peneliti untuk mencari banyak data yang diperlukan.

Hal yang penting dalam metodologi adalah pengumpulan data. Dalam peneltian ini, penulis menggunakan data sekunder. Untuk mendapatkannya, Penulis melakukan pemberlajaran dokumen (artikel berita, koran, dan surat-surat kenegaraan) atau studi literatur (buku-buku yang terkait dengan topik, koran, jurnal, dan makalah) untuk memperkuat data yang telah didapatkan.13

PEMBAHASAN

Pemanfaatan Status Blater dan Kyai

Blater dan Fuad Amin

Masyarakat Madura dan Bangkalan pada khususnya, selalu erat dengan kekerasan dan religiusitas. Dua hal yang bertentangan namun hidup berdampingan

12 John W. Creswell (terj.), Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed

Method edisi 3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 76 dan 147.

(14)

di Madura. Kekerasan di Madura biasanya dilakukan dengan istilah carok yang bisa melukai dan bahkan membunuh lawannya. Biasanya masyarakat Madura melakukan carok dengan alasan harga diri serta kehormatannya merasa diganggu atau dilukai.14 Kemudian orang-orang yang melakukan carok atau kekerasan

tersebut pun akan dipanggil sebagai seorang blater.

Blater yang biasanya berasal dari golongan santri dan orang-orang yang mempelajari kitab kuning ini memiliki sejarah yang panjang di Madura. Mulai dari masa kerajaan, masa penjajahan hingga kepemimpinan Suharto blater tetap digunakan sebagai alat untuk mempertahankan dan mengambi alih kekuasaan dengan cara kekerasan.15 Jatuhnya rezim Soeharto pun pada akhirnya membuat

blater semakin berjaya, jika selama ini mereka hanya menjadi bawaan dan pesuruh, sekarang blater menguasai tanah mereka sendiri mulai menjadi Kepala Desa, menjadi pengusaha dengan mendirikan Commanditaire Vennontschap (Persekutuan Komanditer) dan bahkan menjadi bupati, sehingga Fuad Amin yang dijuluki masyarakat sebagai Kiai Blater.16

Fuad Amin sebagai Kiai Blater yang kemudian terpilih sebagai Bupati melalui mekanisme pemilihan umum (Pemilu) sesuai sesuai apa yang disampaikan John Sidel sebagai syarat lokal boss. Dalam pemilihan Bupati pun blater sangat aktif dilibatkan. Blater biasanya memiliki akses yang sangat dekat dengan masyarakat sehingga melalui blater dapat dilakukan dukungan-dukungan yang terselubung. Blater juga siap melakukan apapun bahkan mempertaruhkan nyawanya demi loyalitasnya kepada orang yang didukungnya.17 Selain untuk kepentingan sendiri,

dia juga membantu memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk pasangan Soekarwo-Syaifullah yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 2008. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan putusan sidang MK nomor 41/PHPU.D-VI/2008s. Dimana putusan tersebut menunjukkan adanya pelanggaran di Kabupaten Bangkalan yang terjalan secara sistematis hingga harus dilakukan pengungutan suara ulang.18 Fuad Amin dengan kekuasaannya menggerakan para

blater untuk memobilisasi suara dengan segala cara hingga pasangan tersebut menang telak di Bangkalan. Kasus yang kemudian diangkat ke Mahkamah Konsitusi (MK) dan kemudian terbukti terjadi pelanggaran pada Pilkada 2008 di daerah tersebut.19 Selain dalam proses pemilihan, pelibatan blater juga melakukan

kekerasan terhadap orang-orang yang melawannya serta menempatkan para blater sebagai klebun atau kepala desa.

14 Okamoto Masaaki dan Abdur Rozaki, Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal di Era Reformasi, (Yogyakarta: IRE Press, 2006), hlm. 67.

15 Ibid., hlm. 71-79. 16 Ibid., hlm. 83.

17 M. Imam Zamroni, “Dinamika Elit Lokal Madura”, Jurnal Sosiologi Masyarakat, (Depok, LabSosio FISIP-UI), hlm. 33.

18 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 mengenai permohonan keberatan atas keputusan KPU provinsi Jawa Timur tahun 2008 tanggal 11 November 2008, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1&cari=41%2FP HPU.D-VI%2F2008, diakses pada tanggal 15 Mei 2015.

19 Anonim, “Luruhnya Mitos Fuad Amin”,

http://nasional.sindonews.com/read/933267/16/luruhnya-mitos-fuad-amin-1417741612, diakses pada tanggal 26 April 2015.

(15)

Ekspresi kekerasan pun sering terlihat dalam berkomunikasi dengan lawan politik Fuad Amin, atau bahkan mereka-mereka yang memprotes kebijakan Fuad Amin seperti para mahasiswa dan lembaga swadaya masyrakat (LSM). Pada beberapa kasus demonstrasi misalnya, Fuad Amin tidak segan-segan untuk menyuruh anggotanya melakukan pembacokan terhadap koordinator lapangan di tengah jalan.20 Hal tersebut cukup menggambarkan usaha-usaha represif yang

dilakukan oleh Fuad Amin untuk menjadi bos lokal. Dengan menggunakan kekerasan yang diperantarakan kepada para blater, Fuad Amin dapat membendung protes-protes dari masyarakat sehingga posisinya sebagai penguasa tunggal tidak tergoyahkan. Hal tersebut juga dapat berpengaruh terhadap banyaknya masyarakat Bangkalan yang pergi ke luar kota karena keadaan politik dan sosial yang seperti itu. Tidak adanya protes dari masyarakat tentunya juga akan memudahkan Fuad Amin menguasai sumber daya yang di Bangkalan, melakukan korupsi serta menjadikan keluarganya sebagai penguasa-penguasa di badan legislatif. Tidak hanya dengan kekerasan secara langsung, Fuad Amin juga menggunakan blater sebagai kepala desa yang bisa digunakan sebagai alat intimidasi yang lebih halus kepada masyarakat secara langsung.

Selama menjadi Bupati Bangkalan, Fuad Amin biasanya dengan sesuka hati mengganti para klebun atau kepala desa. Bahkan Fuad Amin biasanya tidak melantik para kepala desa atau disebut dengan pelaksana sementara. Hal ini bertujuan untuk menempatkan orang-orangnya sesuka hati sebagai kepala desa yang rata-rata berasal dari golongan blater.21 Seperti halnya Bupati beberapa

masyarakat di daerah Madura yang rawan konflik dan sering terjadi corak lebih mendukung pengangkatan blater untuk menjadi kepala desa mereka. Hal ini bertujuan untuk memberi rasa aman dari gangguan serta konflik yang meresahkan. Namun, pada sisi lain blater yang menjadi kepala desa tersebut menjadi sewenang-wenang dan tidak bisa dikritik oleh masyarakat.22 Penunjukan blater sebagai kepala

desa oleh Fuad Amin pada hakikatnya untuk memudahkan dia memberikan intimidasi kepada masyarakat, memberikan proyek kepada para blater supaya yang menguasai proyek-proyek kecil agar terjadi timbal balik yang saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak.23

Memasukkan para blater yang pada dasarnya adalah preman ke dalam struktur birokrasi memang cukup menarik. Fuad Amin melihat bahwa jika hanya dengan melakukan kekerasan secara langsung dan mengintimidasi masyarakat untuk tidak melawan saja tidak cukup. Fuad Amin perlu menempatkan orang-orangnya untuk terjun langsung ke tingkat pemerintahan yang paling rendah yang biasa bersentuhan dengan masyarakat. Dengan cara tersebut Fuad Amin bisa mengontrol dari level paling rendah hingga ke level tertinggi. Masyarakat di

20 Naufal Istikhari, “Runtuhnya Dinasti Bangkalan”,

http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/9978/Runtuhnya-Dinasti-Bangkalan, diakses pada tanggal 26 April 2015.

21 Abdus Sair, “Kejatuhan Penguasa Bangkalan”,,

http://koranjakarta.com/?pg=instagram_detail&berita_id=25679, diakses pada tanggal 26 April 2015.

22 Zamroni, Op cit. 23 Abdus Sair, Loc cit.

(16)

desa tersebut pun diharapakan dapat patuh dan takut kepada blater yang diangkat sebagai kepala desa sementara. Pemberian proyek pun dapat dilihat sebagai politik balas budi untuk tetap bisa mengontrol para blater yang diangkat menjadi kepala desa tersebut. Dengan hal-hal seperti itu semakin memantapkan posisi Fuad Amin sebagai lokal boss yang sangat sulit untuk bisa digoyahkan.

Kyai dan Fuad Amin

Tokoh agama dalam politik lokal di Bangkalan, Jawa Timur memiliki peran penting, khususnya para kyai. Eksistensi mereka tidak diragukan dan memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Golongan kyai juga merupakan instrumen yang vital dalam pengorganisasian dominasi Fuad Amin di Bangkalan, Jawa Timur. Alasan yang mendukung pernyataan tersebut adalah fakta bahwa Fuad Amin adalah cicit Syaikhona Kholil, seorang ulama (kyai) pada abad ke-19 yang sangat dihormati oleh masyarakat Bangkalan dan Jawa Timur, bahkan di seluruh Indonesia.24 Selain itu,

Ayah Fuad Amin yang bernama Amin Imron juga merupakan seorang kyai— disamping menjadi politisi.25 Jadi, salah satu faktor yang membuat Fuad Amin

mendapat status Kyai—selain menempuh pendidikan bermetode Islamis—adalah latar belakang keluarganya yang merupakan keluarga kyai.

Status Fuad Amin yang seorang Kyai ditambah merupakan seorang trah langsung dari Kyai Syaikhona Kholil, menurut penulis, membuatnya dapat memiliki hubungan baik dengan golongan kyai. Sehingga, dukungan dari golongan kyai merupakan salah satu legitimasi Fuad Amin untuk berkuasa di Bangkalan, Jawa Tmur. Akan tetapi, jika merujuk kembali ke Teori Bosisme Lokal, maka golongan kyai tidak dapat dikategorikan sebagai kekuatan koersif. Sebab,cara yang menekan mental dan fisik secara keras seperti blater tidak digunakan oleh para kyai. Mereka cenderung menggunakan ajakan persuasif.

Ajakan persuasif diatas dilakukan dengan mengajak warga Bangkalan untuk melakukan kegiatan keagmaan yang diselingi dengan ceramah oleh Kyai. Salah satu contoh nayatanya adalah deklarasi dukungan. Para Kyai dapat menyatukan suara untuk pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa pada Pemilu Presiden 2014 yang lalu. Mereka mengajak kurang lebih 1.200 orang untuk melakukan deklarasi dukungan untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut.26 Meski

tidak disebut secara eksplisit, dalam acara deklarasi tersebut, kami meyakini bahwa pada kata sambutan para Kyai ada ajakan-ajakan untuk mendukung pasangan

24 Naufal Istikhari, “Runtuhnya Dinasti Bangkalan”,

http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/9978/Runtuhnya-Dinasti-Bangkalan, diakses pada 26 April 2015.

25 Anonim, “RKH. FUAD AMIN IMRON Tapak Tilas Ketua Suku Adat Madura Menuju Gedung Parlemen”, http://koransuararakyat.org/ksr/2014/03/rkh-fuad-amin-imron-tapak-tilasketua-suku-adat-madura-menuju-gedung-parlemen/, diakses pada tanggal 29 April 2015.

26 Musthofa Bisri, “1.200 Kiai Bangkalan Dukung Prabowo-Hatta”,

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/31/269581347/1200-Kiai-Bangkalan-Dukung-Prabowo-Hatta, diakses pada tanggal 18 Mei 2015.

(17)

Prabowo-Hattta. Jadi, tujuannya adalah memobilisasi suara pada saat masa pemilihan umum.

Dalam argumen Penulis, salah satu contoh ajakan persuasif diatas, dalam kasus Fuad Amin. Pada tahun 2003, Fuad Amin terpilih menjadi Bupati Bangkalan dan terpilih lagi untuk periode selanjutnya di tahun 2008. Masa penjabatan sebagai Bupati Bangkalan selama sepuluh tahun itu, tidak lepas dari pengaruh Kyai. Hal tersebut diperkuat oleh Sidel bahwa, “the role of traditional Islamic teachers (ulama

or kyai) in mobilising votes – and since 1999 winning seats in local assemblies – is one obvious example, most notably in the East Java and pasisir (north coastal) strongholds of Nahdlatul Ulama (NU)”.27 Dari pernyataan Sidel tersebut, dapat dilihat bahwa para kyai menggunakan basis NU untuk meningkatkan suara. Peran NU sangat signifikan sebab mereka—Fuad Amin dan para Kyai—berafiliasi langsung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dari dua contoh nyata diatas, kita dapat melihat bahwa kyai memiliki peranan penting di Bangkalan, Jawa Timur. Pengaruh mereka yang besar juga turut dipengaruhi oleh sosio-kultur masyarakat. Dalam konteks tersebut, masyarakat terutama santri, sangat memberikan hormat pada Kyai. Sehingga, apa yang dikatakan oleh Kyai akan diyakini dan dilakukan oleh santri dan masyarakat.

Penggunaan Institusi Politik

Selama dua periode berturut turut, tahun 2003 dan 2008, Fuad Amin menjabat sebagai Bupati Bangkalan, Jawa Timur. Hal tersebut tak lepas dari peran partai pengusung yang kuat mendominasi Kabupaten Bangkalan, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang anggotanya berbasis organiasasi Masyarakat Islam Nahdatul Ulama (NU). Mereka memiliki jumlah massa NU yang besar sehingga menjadi dominan di Jawa Timur, khususnya Kabupaten Bangkalan di Pulau Madura. Madura tetap bagian yang tak terpisahkan dari budaya patronase kyai NU, walaupun Ia berada diluar Jawa Timur. NU dengan struktur organisasinya yang tradisionalis, tak lepas dari sistem patron-kliennya yang khas. Terutama dalam memutuskan sikap politiknya, sebagian besar lebih cenderung kolektif karena pola patron klien tersebut.28 Hal ini pun tercermin dalam kuatnya NU di Bangkalan dan

ditandai dengan mayoritas Kyai-kyai yang berada di Pulau Madura sebagian besar berafiliasi dengan NU, sehingga secara tidak langsung, ini berpengaruh bagi suara PKB—yang selalu unggul di Jawa Timur dari pemilu 1999 hingga 2014. Keuntungan seperti ini dimanfaatkan betul oleh Fuad Amin yang notabene adalah Cicit dari tokoh Madura yakni Kyai Cholil Bangkalan.29

27 Sidel dalam John Harriss, Kristian Stokke dan Olle Tornquist, Op cit., hlm. 68. 28 Martin Van Bruinesseni, NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa dan pencarian wacana baru, (Yogyakarya: LKIS, 1994), hlm. 6.

29 Dhuha Hadiansyah, “Fuad Amin, Cicit Mbah Kholil dan Aib Trah Kyai”,

http://m.nasional.rimanews.com/hukum/read/20141203/185578/Fuad-Amin-Cicit-Mbah-Kholil-dan-Aib-Trah-Kyai, diakses pada tanggal 15 Mei 2015.

(18)

Fuad Amin yang merupakan Kader PKB, menjabat Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) PKB Bangkalan pada saat ia terpilih menjadi Bupati Bangkalan selama dua periode berturut-turut. Di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2003 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), ia terpilih karena dapat mengalahkan Imam Buchori. Lalu Pilkada tahun 2008, ia mencalonkan kembali dengan pasangannya—Syafik Rofii dari partai yang sama—dan akhirnya terpilih kembali dengan mengalahkan pasangan Abdul Hamid Nawawi-Hosyan Muhammad (PPP), dan H. Muhammadong-KH Rozak Hadi (Partai Demokrat- PDI Perjuangan).

Kemenangan diatas ialah pengaruh dari golongan kyai. Fuad Amin sendiri, sebenarnya, secara tidak langsung mendapat status kyai yang diberikan secara turun-temurun dari keluargaanya terutama. Status tersebut membuat ia di hormati oleh masyarakat Bangkalan dan golongan Kyai. Dengan demikian, Fuad Amin sudah memiliki modal penting dari kondisi sosial-budaya, sehingga dia memilih partai pengusungnya yakni PKB, yang tak lain partai terkuat—setidaknya di Bangkalan dan Jawa TImur—untuk meraih kekuasannya di Bangkalan. Terbukti dengan keberhasilannya menjabat Bupati Bangkalan selama dua periode berturut-turut. Fenomena kuatnya pengaruh relasi Fuad Amin, golongan kyai, PKB, dan NU ini berlanjut pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, Seiring dengan pergantian kepemimpinan di tubuh PKB itu, ia mengalihkan haluan politiknya bergabung dengan Partai Gerindra.30 Dan karena sosoknya yang kuat di Bangkalan akhirnya itu

ia pun berhasil terpilih sebagai anggota DPRD Bangkalan pada pemilu tahun 2014, dan melesat menjadi ketua DPRD Bangkalan.

Dalam perjalanan politiknya dibangkalan, Fuad Amin ternyata tidak hanya menggunakan status kyai-nya tersebut untuk meraup dukungan suara. PKB sekalipun memang benar-benar hanya dijadikan sebagai kendaraan politiknya untuk meraih kekuasaan, hal ini dilihat dengan kepindahan Fuad Amin ke partai lain yakni Gerindra pada pemilu legislatif 2014. Alhasil Fuad Amin terpilih sebagai anggota DPRD dan tak tanggung-tanggung, Gerindra menang telak di Bangkalan, ditambah dengan ia terpilih sebagai ketua DPRD Kabupaten Bangkalan. Tidak hanya sampai disana, fenomena ‘Fuad Amin effect’ ini berlanjut ke Pemilu Presiden 2014, dimana pasangan calon Presiden dan Wakil Preseiden nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, menang telak 100% suara di 17 TPS kabupaten Bangkalan dan Sampang dari hasil rekapitulasi KPUD Bangkalan. Sedangkan, pasangan capres dan cawapres nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla tidak mendapat 1 suara pun.31

Jauh sebelum Fuad Amin menjadi ketua DPRD, memang perjalanan politiknya penuh dengan kontroversi, kekuasaan dari Fuad Amin sendiri sudah terlihat sejak awal terpilih sebagai bupati Bangkalan, pengaruhnya kuat dan dengan segala latar belakangnya sebagai orang terhormat dan turunan kyai, dibalik itu ia cukup ditakuti oleh masyarakat Bangkalan sendiri, karena kekuasaan dan

30 Abdul Azis, “Mantan Bupati Bangkalan Daftar Caleg Gerindra”,

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/109193/mantan-bupati-bangkalan-daftar-caleggerindra, diakses pada tanggal 15 Mei 2015.

31 Didi Purwadi, “Jokowi-JK Dapat 'Nol Suara' di TPS Bangkalan”,

http://m.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/07/13/n8lzi7-jokowijk-dapat-nolsuara-di-tps-bangkalan, diakses pada tanggal 28 Mei 2015.

(19)

wewenangnya kuat tak bisa dipungkiri lagi hubungannya dengan Blater sangat kuat. Blater sendiri adalah elite pedesaan yang memiliki social origin dan tradisi yang berbeda dengan tradisi kyai, dibesarkan dalam kultur jagoanisme yang dekat dengan ritus kekerasan.32 Keberadaan blater sendiri sudah mengakar diseluruh

wilayah Madura khususnya bangkalan, dengan sendirinya jalinan hubungan blater dengan pemerintah akan terbentuk.

Belum ada pembuktian empiris yang menjelaskan hubungan antara Fuad Amin dengan blater. Namun dengan melihat kuatnya peran blater di pulau Madura, hubungan blater dengan golongan kyai sangat kuat, apalagi dengan institusi pemerintahan. Secara otomatis Fuad Amin yang notabene adalah Bupati memiliki kedekatan dengan blater itu sendiri. Blater sendiri dalam aktivitasnya selalu menggunakan cara-cara fisik bahkan kekerasan untuk memaksakan kehendaknya, tentu dengan sikap seperti ini akan dimanfaat dengan betul oleh penguasa, dalam hal ini Fuad Amin baik sebagai Bupati atau Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan untuk memudahkan urusan-urusan teknis pelaksanaan kebijakan.

Lawan politik Fuad Amin di Bangkalan selama ia menduduki sebagai Bupati ataupun terakhir sebagai Ketua DPRD tak terlihat ada perlawanan berarti bahkan tak ada sama sekali, ada dua alasan utama mengapa operasionalisasi Fuad Amin saat berkuasa, tidak ada hambatan politik (oposisi). Pertama Eksistensi kekuatan blater dan kyai yang kulturalis hubungan sangat dekat dengan pemerintahan, karakter represif blater memungkinkan Fuad Amin memiliki backing yang cukup kuat menghadang lawan yang akan berkonfrontasi dengannya. Sedangkan status kyai di Bangkalan merupakan status yang sangat dihormati dan disegani, Fuad Amin yang telah menyandang status sudah dipastikan masyarakat menghormati segala keputusannya karena ia adalah “kyai”. Kedua adapun pesaing Fuad Amin dalam perpolitikannya hanya sebatas pada pemilu atau pemilukada, artinya sepanjang pemerintahannya tak ada mosi-mosi dan protes tertentu yang mengkritik kebijakan Fuad Amin dipemerintahan. Kalaupun ada hanya gerakan demonstasi mahasiswa yang berujung penembakan seperti yang dijelaskan sebelumnya, pesaingnya di Pemilukada baik 2003 hingga 2008 tak terdengar mengkritik pemerintahan Fuad Amin, karena masing masing dari calon sudah memahami kultur budaya pemerintah bangkalan yang dekat dengan blater dan apalagi Fuad Amin sebagai Kyai.33

Penguasaan Sumber-Sumber Ekonomi

Sumber-sumber ekonomi ternyata sering dijadikan sebagai alat untuk bisa mempertahankan kekuasaan para penguasa terkhusus penguasa di daerah. Seperti yang disampaikan oleh John Sidel dalam teori bossism lokal dimana para bos lokal— selain memonopoli kontrol terhadap kekuatan koersif—seorang bos lokal juga memonopoli kontrol terhadap sumber-sumber ekonomi di wilayah teritorial

32 Rozak dan Masaki, Op cit.

33 Asumsi tersebut merupakan olahan dari sikap dari Dody Wisnu Pribadi yang menulis

tentang “cerita miris bangkalan” yang ditulis di

http://regional.kompas.com/read/2014/08/02/08181631/Cerita.Miris.dari.Bangkalan, diakses pada tanggal 15 Mei 2015.

(20)

mereka. Meskipun begitu, John Sidel juga melihat para bos lokal tetap berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi. Dalam kasus ini akan dilihat bagaimana Fuad Amin sebagai penguasa lokal Bangkalan dalam kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi serta bagaimana caranya dalam memonopoli sumber-sumber daya alam dan ekonomi di Bangkalan.

Kondisi ekonomi Bangkalan sendiri cukup baik menurut data-data yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Bangkalan. Kabupaten Bangkalan memiliki nilai PDRB sekitar Rp. 6.066 Triliun pada tahun 2014 berdasarkan harga konstan dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 4,62%.34 Pertumbuhan

ekonomi tersebut tidak lepas dari posisi Bangkalan yang strategis, kawasan Bangkalan mencakup seluruh wilayah barat Pulau Madura dengan batas utara Pulau Jawa, batas timur Kabupaten Sampang dan batas selatan Selat Madura. Kondisi tersebut membuat Bangkalan memiliki potensi dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik ditambah dengan adanya Jembatan Suramadu yang mempercepat laju ekonomi Surabaya dan Madura. Kondisi tersebut pun semakin membuka peluang investasi dari berbagai pihak khususnya untuk mengelolah potensi sumber daya alam (SDA) yang ada di Bangkalan khususnya di bidang pertambangan.

Potensi SDA Pertambangan di Kabupaten Bangkalan memang cukup beragam dan yang paling banyak yaitu bahan galian C dan A. Untuk bahan galian C meliputi batu kapur, Phospat, Tanah liat, Pasir Kuarsa, Marmer, Dolomit, dan Pasir Urug. Potensi-potensi tersebut pun beberapa diantaranya memiliki deposit produksi hingga puluhan tahun. Untuk bahan galian A meliputi minyak dan gas bumi (migas). Dari hasil eksplorasi yang telah dilakukan, potensi migas di wilayah darat

(on-shore) terdapat di 13 Kecamatan 113 Desa Eksplorasi sesuai Uji Sesmic-2D oleh

SMEC.

Hasil dari SDA yang cukup melimpah diatas, terutama gas alam, ternyata disalahgunakan oleh Fuad Amin. Pada 2 Desember 2014, dia ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dijadikan tersangka atas dugaan suap dari Direktur PT. Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko.35 Penangkapan

tersebut bertujuan untuk memeriksa transaksi jual-beli minyak dan gas antara PT. Media Karya Sentosa dan Perusahaan Daerah Sumber Daya milik daerah Kabupaten Bangkalan. Di awal waktu penangkapan Fuad Amin, Bambang Widjayanto yang masih menjadi Komisioner KPK pada waktu itu, berkata bahwa KPK sudah mencurigai bisnis PT. Media Karya Sentosa yang sejak 2007 ingin mendapat kontrak pembelian gas dari PT. Pertamina EP.36

Pada kasus diatas, Fuad Amin berperan sebagai broker (perantara) antara negara dan perusahaan swasta. Melalui perannya sebagai perantara, Ia berusaha

34 Situs resmi Kabupaten Bangkalan, Bagian Penanaman Modal dan Kerja sama,

http://www.bangkalaninvestment.com/content.asp?kat=gamb&id=1763238357&tabfoto=gamb&i si=gambaran%20umum, diakses pada tanggal 25 April 2015.

35 Mustofa Bisri, “Fee Proyek, 'Mainan' Fuad Amin Sejak Jadi Bupati”,

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/04/063626374/Fee-Proyek-Mainan-Fuad-Amin-Sejak-Jadi-Bupati, diakses pada tanggal 16 April 2015.

36 Maria Yuniar, “KPK Sasar Anak Fuad Amin, Mata Rantai Penerima”,

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/04/063626312/KPK-Sasar-Anak-Fuad-Amin-Mata-Rantai-Penerima, diakses pada 16 April 2015.

(21)

mengambil keuntungan melalui proyek yang akan dilakukan oleh PT.Media Karya Sentaosa. Posisinya sebagai pejabat publik di Bangkalan membuat Fuad Amin dapat memainkan sumber daya ekonomi yang ada di Bangkalan untuk kepentingannya sendiri. Sampai saat ini, belum ada pejabat publik di Bangkalan yang memiliki dominasi atas sumber daya alam dan ekonomi di Bangkalan layaknya Fuad Amin. Oleh karena itu, peran oposisi pebisnis di Bangkalan, Jawa Timur tidak terdengar gaungnya.37

Kita dapat melihat bagaimana Fuad Amin memonopoli sumber daya di Bangkalan dari data yang dikumpulkan oleh KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada sidang 7 Mei 2015 dan 13 Mei 2015.38 Pada awalnya,

PT. Media Karya Sentosa mengajukan permohonan alokasi gas bumi di Blok Poleng, Bangkalan, Jawa Timur. Sementara itu, disaat yang bersamaan, Perusahaan Daerah Sumber Daya (PDSD) juga menginginkan hal yang serupa. Jadi, dengan segala upaya praktik politik—sampai saat ini belum terdeteksi bentuk dari upaya politik itu selain lobi—Fuad Amin akhirnya juga memberikan dukungan untuk PT. Media Karya Sentosa yang akan menyalurkan gas alam ke Gili Timur bersama dengan perusahaan Kodeco Energy , Co. Ltd. Disini Fuad Amin memberikan arahan langsung pada perjanjian antara konsorsium PT. Media Karya Sentosa dan Perusahaan Daerah Sumber Daya, serta untuk melegitimasi dukungan, Fuad Amin memberikan surat untuk Kodeco Energy , Co. Ltd. Akhirnya, melalui serangkaian cara tersebut PT. Media Karya Sentaosa mendapat alokasi gas alam dari PT. Pertamina EP.

Pada kenyataan, pengerjaan proyek pembangunan pipa gas alam tersebut tidak pernah berlangsung. Hanya sampai tahap wacana, namun, Fuad Amin tetap menerima uang suap dari PT. Media Karya Sentosa. Pada rentang waktu 2009 hingga 2014, Fuad Amin terbukti menerima suap dari Antonio Bambang Djatmiko sebesar 15,5 miliar rupiah.39 Uang tersebut tak hanya masuk ke kantung pribadi

Fuad Amin, namun juga ke Perusahaan Daerah Sumber Daya. Belum ada bukti yang jelas mengenai uang yang masuk ke Perusahaan Daerah Sumber Daya tersebut ditujukan untuk sesuatu hal.

Kita bisa melihat bahwa bos lokal seperti Fuad Amin, sebenarnya, juga mendorong pertumbuhan ekonomi di Bangkalan, Jawa Timur Sebab, ia berusaha memasukan perusahaan swasta ke dalam pengerjaan gas alam didaerahnya. Akan tetapi, disaat yang bersamaan, ia juga berusaha untuk memperkaya diri sendiri dengan menerima suap dari perusahaan swasta tersebut.

KESIMPULAN

37 Tidak ditemukannya bukti empiris atas oposisi pebisnis tersebut.

38 Aghnia Adzkia, “Siapkan 313 Saksi, Fuad Amin Minta Pindah Sidang ke Surabaya”,

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150513112829-12-53027/siapkan-313-saksifuad-amin-minta-pindah-sidang-ke-surabaya/, diakses pada tanggal 18 Mei 2015.

39 Aghnia Adzkia , “Dijerat 3 Kasus, Fuad Amin Jalani Sidang Perdana Hari Ini”,

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150507085939-12-51756/dijerat-3-kasus-fuadamin-jalani-sidang-perdana-hari-ini/, diakses pada tanggal 18 Maret 2015.

(22)

Fuad Amin memiliki tiga strategi untuk mempertahankan kekuasaannya di Bangkalan, Jawa Timur. Tiga strategi tersebut, pertama, penggunaan symbol blater dan kyai. Fuad Amin yang merupakan keturunan Kyai Kholil Bangkalan memiliki hubungan yang baik dengan kyai-kyai di Bangkalan, sehingga terbangun jaringan yang kuat. Kemudian, penggunaan peran blater dapat menekan masyarakat untuk patuh dan tunduk, bahkan blater mampu mengintervensi institusi-institusi lembaga politik, seperti misalnya mengatur KPPS, TPS hingga PPK; mempengaruhi DPRD, terutama hubunganya dengan pemerintah daerah.

Hubungan Fuad Amin dengan struktur pemerintahan Bangkalan yang tergambar diatas merupakan strategi kedua. Penggunaan struktur pemerintahan Bangkalan tersebut Penulis simpulkan bahwa institusi politik juga merupakan cara untuk menjadi bos lokal. Salah satu institusinya adalah partai politik. Fuad Amin bahkan berpindah partai untuk lebih melancarkan strateginya.

Strategi ketiga adalah penguasaan sumber-sumber ekonomi di Bangkalan. Fuad Amin menggunakan status blaternya sebagai alat bantu pemulus pelaksanaan kebijakan di lapangan dalam usaha penguasan dan pengambilan sumber daya. Selain itu, jabatan publiknya yang paling tinggi di Bangkalan membuatnya mudah dalam mengurus langsung sumber ekonomi yang berupa sumber daya alam. Belum ada oposisi pebisnis yang memiliki dominasi yang sama layaknya Fuad Amin.

Melihat kondisi di Bangakalan dimana Fuad Amin kemudian membuat desentralisasi menunjukan sisi negatifnya, maka penting untuk melihat kembali sistem desentralisasi di Indonesia. Pemerintah pusat perlu memberikan pengawasan yang lebih ketat dalam melihat fenomena kepala daerah di setiap daerah. beberapa kewenangan yang dianggap terlalu beresiko untuk diberikan sepenuhnya ke daerah perlu dikajo ulang. meskipun hal tersebut memberikan perdebatan kembali terhadap sistem desentralisasi Indonesia. contoh dalam masalah izin pengelolahan SDA telah banyak kasus konflik yang terjadi baik pemda-masyarakat, pemda-pemerintah pusat dan juga berbagai tindak pidana KKN. pada akhirnya pengawasan yang lebih ditinglatkan dan juga evaluasi beberapa kewenangan penting untuk dilakukan. hal ini belum terlambat mengingat uu otonomi kita pertama lahir pada tahun 2004.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Bruinesseni, Martin Van. NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa dan pencarian wacana baru. Yogyakarya: LKIS, 1994.

Creswell, John W. (terj.). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed Method edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Harriss, John, Kristian Stokke dan Olle Tornquist. Politicising Democracy: The New

Local Politics of Democratization. New York: Palgrave Macmillan, 2005.

Masaaki, Okamoto dan Abdur Rozaki. Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal di Era

(23)

Jurnal

Sidel, John. “Philippine Politics in Town, District, and Province: Bossism in Cavite and Cebu” dalam The Journal of Asian Studies, Vol. 56, No. 4, November 1997. Zamroni, M. Imam. “Dinamika Elit Lokal Madura” dalam Jurnal Sosiologi Masyarakat.

Depok: LabSosio FISIP-UI.

Tesis

Hutabarat, Melvin Perjuangan. Fenomena “Orang Kuat Lokal” di Indonesia Era

Desentralisasi Studi Kasus tentang Dinamika Kekuasaan Zulkifli Nurdin di Jambi. Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Indonesia. Jakarta, 2012.

Ardhiadi, Rekho. Pemekaran Daerah dan “Bossisme Lokal” (Studi Kasus Praktek

Kekuasaan Bupati Murman Effendi dalam Perkembangan Kabupaten Selama Periode 2005-2011, Bengkulu). Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Jakarta, 2013.

Artikel Dalam Jaringan

Adzkia, Aghnia. “Dijerat 3 Kasus, Fuad Amin Jalani Sidang Perdana Hari Ini”,

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150507085939-12-51756/dijerat-3-kasus-fuad-amin-jalani-sidang-perdana-hari-ini/, diakses pada tanggal 18 Maret 2015.

____________. “Siapkan 313 Saksi, Fuad Amin Minta Pindah Sidang ke Surabaya”,

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150513112829-12-53027/siapkan-313-saksi-fuad-amin-minta-pindah-sidang-kesurabaya/, diakses pada tanggal 18 Mei 2015.

Anonim, “RKH. FUAD AMIN IMRON Tapak Tilas Ketua Suku Adat Madura Menuju Gedung Parlemen”, http://koransuararakyat.org/ksr/2014/03/rkh-fuad-amin-imrontapak-tilas-ketua-suku-adat-madura-menuju-gedung-parlemen/, diakses pada tanggal 29 April 2015.

Anonim. “Mantan Bupati Fuad Amin Nyalon DPRD Kabupaten”, https://www.maduraterkini.com/berita-bangkalan/mantan-bupatifuad-amin-nyalon-dprd-kabupaten.html, diakses pada tanggal 28 Mei 2015.

Anonim, “Luruhnya Mitos Fuad Amin”

http://nasional.sindonews.com/read/933267/16/luruhnya-mitosfuad-amin-1417741612, diakses pada tanggal 26 April 2015.

Azis, Abdul. “Mantan Bupati Bangkalan Daftar Caleg Gerindra”,

(24)

Bisri, Musthofa. “Fee Proyek ‘Mainan’ Fuad Amin Sejak Jadi Bupati”, http://www.tempo.co/read/news/2014/12/04/063626374/Fee-Proyek-Mainan-Fuad-Amin-Sejak-Jadi-Bupati, diakses pada tanggal 16 April 2015. _____________. “1.200 Kiai Bangkalan Dukung Prabowo-Hatta”,

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/31/269581347/1200-Kiai-Bangkalan-Dukung-Prabowo-Hatta, diakses pada tanggal 18 Mei 2015.

Didi Purwadi. “Jokowi-JK Dapat 'Nol Suara' di TPS Bangkalan”, http://m.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/07/13/n8lzi7-jokowijk- dapat-nol-suara-di-tps-bangkalan, diakses pada tanggal 28 Mei 2015.

Faisol, Ahmad. “Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Diberhentikan Sementara”, http://surabaya.tribunnews.com/2015/05/07/ketuadprd-bangkalan-fuad-amin-diberhentikan-sementara, diakses pada tanggal 18 Mei 2015.

Hadiansyah, Dhuha. “Fuad Amin, Cicit Mbah Kholil dan Aib Trah Kyai”, http://m.nasional.rimanews.com/hukum/read/20141203/185578/Fuad-Amin-Cicit-Mbah-Kholil-dan-Aib-Trah-Kyai, diakses pada tanggal 15 Mei 2015.

Istikhari, Naufal. “Runtuhnya Dinasti Bangkalan”,

http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/9978/Runtuhnya-Dinasti-Bangkalan diakses pada tanggal 26 April 2015.

Sair, Abdur. “Kejatuhan Penguasa Bangkalan”, http://koranjakarta.com/?pg=instagram_detail&berita_id=25679 diakses pada tanggal 26 April 2015.

Situs resmi Kabupaten Bangkalan bagian Penanaman Modal dan Kerjasama di

bidang Pertambangan,

http://www.bangkalaninvestment.com/content.asp?kat=pote&id=13&tabfot o=pote-petm&isi=Potensi%20Pertambangan, diakses pada tanggal 25 April 2015.

Yuniar, Maria. “KPK Sasar Anak Fuad Amin, Mata Rantai Penerima”, http://www.tempo.co/read/news/2014/12/04/063626312/KPKSasar-Anak-Fuad-Amin-Mata-Rantai-Penerima diakses pada tanggal 16 April 2015.

(25)

PENCEGAHAN WHITE COLLAR CRIME MELALUI KEBIJAKAN NONPENAL Hilal Ramdhani

Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: hilal.ramdhani18@gmail.com

ABSTRACT

White-collar crime is still there in the community, the human tendency is never enough in life to make violations of law become very vulnerable. White-collar

crime is too difficult to be understood by the common people, white-collar offenders are very difficult to identify because they have access to the legality or committed a crime. Criminology has a special section on white collar crime whose

perpetrators kejatahan explains that this is a people who never expected to commit the crime by society. Losses caused by white collar crime have wider effects than traditional crime, so that under Indonesian law and white collar crime

included in the category of extraordinary crimes, the prevention must involve the public, law enforcement officers and government. The most appropriate action to eliminate white collar crime is by nonpenal policy that emphasizes prevention

rather than punishment aspect.

Key Words: White Collar Crime, Criminology, Nonpenal Policy ABSTRAK

Kejahatan kerah putih sampai saat ini masih ada di masyarakat, kecenderungan manusia yang tidak pernah cukup dalam menjalani hidup membuat pelanggaran

hukum menjadi sangat rentan. Kejahatan kerah putih terlalu sulit untuk dimengerti oleh masyarakat awam, pelaku kejahatan kerah putih sangat sulit

untuk diidentifikasi karena mereka mempunyai legalitas atau akses dalam melakukan suatu kejahatan. Ilmu kriminologi mempunyai bagian khusus tentang

white collar crime yang menjelaskan bahwa pelaku kejatahan ini merupakan orang-orang yang tidak pernah diduga akan melakukan tindakan kejahatan oleh

masyarakat. Kerugian yang diakibatkan oleh white collar crime mempunyai dampak yang sangat luas daripada kejahatan tradisional, sehingga dalam hukum

Indonesia kejahatan kerah putih termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa, yang pencegahannya harus melibatkan masyarakat, aparat penegak hukum dan pemerintah. Tindakan yang paling tepat untuk menghapuskan white collar crime

yaitu dengan kebijakan nonpenal yang mengedepankan aspek pencegahan daripada hukuman.

(26)

PENDAHULUAN Latar Belakang

White collar crime merupakan kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat

tingkat atas yang telah merusak sendi-sendi keadilan pada aspek kehidupan yang luas. Kejahatan ini mempunyai dampak publik yang besar, karena meyangkut pelanggaran antitrust, pelanggaran sekuritas, penipuan konsumen, penipuan perawatan kesehatan, dan pelanggaran lingkungan40.

Paradigma positivisme menjadi salah satu alasan kenapa hukum dan penegakannya tertinggal, padahal white collar crime yang dalam wujud eksistensinya adalah korupsi yang juga termasuk kejahatan luar biasa dalam hukum positif indonesia41. Salah satu cara supaya rakyat dapat hidup sejahtera adalah

melalui penanggulangan korupsi yang termasuk bagian dari kejahatan kerah putih, sehingga penanggulangan korupsi dapat menjadi awal penyelesaian berbagai krisis di Indonesia42.

Pencegahan (preventif) merupakan jalan terbaik mengatasi kejahatan ini, sebab upaya represif yang telah dilakukan sangat sulit diterapkan pasca terjadinya kejahatan terutama terkait dengan korporasi. Upaya pencegahan dalam kejahatan korupsi menurut Sheldon S. Steinberg dan David T. Austern, yaitu: a. Pemerintahan terbuka (keterbukaan informasi), dan; b. Laporan kekayaan. Pernyataan keuangan harus mengungkapkan setidak-tidaknya semua sumber penghasilan pejabat yang bersangkutan, seperti aset perusahaan, kemitraannya atau badan usaha apa pun yang dimilikinya. Laporan itu juga mempertanyakan semua sumber penghasilan suami atau istri atau anak yang menjadi tanggungannya yang tinggal bersama dengan pejabat, berbagai pemberian/hadiah yang diterimanya, kapanpun ketika pejabat memegang jabatannya43.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana makna yuridis white collar crime di Indonesia?

2. Seperti apa masalah penanganan white collar crime di Indonesia? 3. Bagaimana kebijakan nonpenal white collar crime?

40 J. Mitchell Miller, 21th Century Criminology A Reference Handbook, (California: SAGE Publications Inc, 2009), hlm. 552-555.

41 Firman Firdausi dan Asih Widi Lestari, Eksistensi ‘White Collar Crime’ Di Indonesia:

Kajian Kriminologi Menemukan Upaya Preventif. Jurnal Reformasi, Vol. 6 No. 1, 2016.

42 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi,

2006), hal. 2.

43 Sheldon S. Steinberg dan David T. Austern, Government, Ethics, and Managers,

(27)

Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa kejahatan yang perlu menjadi prioritas untuk dihilangkan adalah kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat tingkat atas, karena kejahatan tersebut mempunyai dampak yang sangat besar daripada kejahatan tradisional seperti perampokan, pembunuhan, pencopetan dan kejahatan lainnya yang cara pelakunya bersentuhan langsung dengan korban. Sehingga penelitian ini mempunyai kegunaan baik dalam aspek teoritis maupun praktis, dalam aspek teoritis akan menambah khazanah pengetahuan mengenai suatu kejahatan, sedangkan pada aspek praktis pemerintah dapat membuat suatu kebijakan yang dapat menghilangkan white collar crime di Indonesia.

Tinjauan Pustaka a. Definisi

Menurut Sutherland, kriminal kelas atas diabaikan oleh pemerintah dan masyarakat umum karena pelaku tidak sesuai dengan sterotipe umum pidana.44

Sutherland mendefinisikan kejahatan kerah putih sebagai karakteristik kejahatan yang berasal dari kalangan yang mempunyai status sosial yang tinggi, kekuatan, dan kehormatan.45 Edelhertz mendefinisikan kejahatan kerah putih sebagai tindakan

ilegal atau serangkaian tindakan ilegal dilakukan dengan cara nonfisik dan dengan penyembunyian atau tipu muslihat untuk mendapatkan uang atau properti, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan uang atau harta, atau untuk mendapatkan bisnis atau keuntungan pribadi.46

b. Karakteritik dan Teknik

Karakteristik dan teknik yang membedakan kejahatan kerah putih dari kebanyakan bentuk kejahatan tradisional. tiga karakteristik dari kejahatan kerah putih diantaranya: (1) Pelaku memiliki akses yang sah terhadap target atau korban kejahatan atas dasar suatu posisi pekerjaan; (2) pelaku tersebut spasial atau terpisah dari korban; dan (3) tindakan pelaku memiliki legalitas47. Dalam banyak

kejahatan kerah putih, pelaku tidak pernah langsung menghadapi atau bersentuhan dengan korban-korban mereka. Sebaliknya, mereka secara spasial atau terpisah dari korban. Misalnya, pelanggaran antitrust dalam pengaturan harga. Penetapan harga yang bebas terjadi ketika pesaing dalam suatu industri bersama-sama dan berkolusi untuk menetapkan harga untuk produk atau jasa mereka, sedangkan pesaing memiliki harga yang ditentukan secara bebas dalam kompetisi terbuka. Korban

44 Sutherland, E. H. White collar crime. New York: Dryden Press, 1949.

45 Sutherland, E. H.White-collar criminality. (American Sociological Review. 5, 1940), hlm. 1– 12.

46 Edelhertz, H. The nature, impact, and prosecution of white-collar crime. Washington, DC: U.S. Department of Justice, 1970.

47 J. Mitchell Miller, 21th Century Criminology A Reference Handbook, (California: SAGE Publications Inc, 2009), hlm. 550.

(28)

pelanggaran antitrust adalah anggota dari masyarakat umum yang memilih untuk membayar lebih terhadap barang dan jasa dari mereka yang akan menetapkan harga persaingan.

c. Masalah Pengadilan

Secara umum karakteristik kejahatan kerah putih, memiliki akses yang sah, pemisahan tindakan, dan penampilan legitimasi. Hal itu menimbulkan masalah khusus dalam mengontrol sistem peradilan. Masalah yang paling penting adalah deteksi. Kebanyakan kejahatan tradisional, seperti pembunuhan, perampokan yang bersentuhan langsung dengan korban dapat dengan mudah terdeteksi, yang kemudian korban dapat melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Namun, dalam kasus kejahatan kerah putih, korban mungkin seluruhnya tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban.

Masalah kontrol kedua terhadap kejahatan kerah putih ialah berkaitan dengan tanggung jawab yang didasarkan pada penugasan perusahaan. Banyak kejahatan kerah putih terjadi pada organisasi atau perusahaan yang merupakan hasil dari tindakan kolektif yang diambil oleh sekelompok orang. Dalam masalah pengadilan, seringkali sulit untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, jaksa sering enggan untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan. Terkait dengan masalah deteksi dan akuntabilitas adalah kesulitan mengamankan keyakinan di pengadilan. Karena kejahatan kerah putih seringkali kompleks dan tertanam dalam rutinitas bisnis yang sah, sehingga sulit untuk menuntut dan membuktikan tanpa keraguan bahwa seseorang bersalah. Kendala utama adalah membuktikan bahwa pelaku sengaja untuk melanggar hukum.

Keyakinan juga sulit untuk dipertahankan dalam kasus kerah putih, karena terdakwa biasanya memiliki akses ke pengacara yang kuat. Tidak seperti pelanggar tradisional, pelaku kerah putih seringkali mampu untuk menyewa pengacara terbaik. Pengacara kejahatan kerah putih bekerja keras untuk mengontrol akses kejaksaan terhadap informasi dan bukti-bukti terkait dengan dugaan tindak pidana. Sistem peradilan pidana merupakan komponen penting dari kontrol kejahatan kerah putih, tidak harus menjadi garis pertahanan pertama. Sebaliknya, kontrol regulasi dianggap lebih efektif dan efisien. Sistem regulasi memegang tiga keunggulan yang berbeda dari sistem peradilan pidana sebagai sarana pengendalian kerah putih dan kejahatan korporasi: (1) keahlian khusus, (2) kekuatan investigasi lebih besar, dan (3) lebih banyak fleksibilitas dan kebijaksanaan.

d. Jenis White Collar Crime 1. Pelanggaran Antitrust

Pelanggaran antitrust dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perjanjian perdagangan terbatas dan praktek monopoli. Perjanjian

(29)

perdagangan terbatas, melibatkan kesepakatan ilegal atau pemahaman antara pesaing dalam suatu industri untuk membatasi proses bekerjanya industri. Dua contoh perjanjian perdagangan terbatas adalah penetapan harga dan berbagi pasar atau divisi. Penetapan harga mengacu pada perjanjian antara pesaing untuk menetapkan harga pada tingkat tertentu. Sebagai contoh, jika produsen susu berkumpul dan sepakat di antara mereka untuk mengisi sekolah dengan harga yang ditetapkan dalam program makan siang di sekolah. Berbagi pasar terjadi ketika pesaing berkumpul dan membagi daerah, sehingga hanya satu dari mereka beroperasi di satu wilayah pada suatu waktu.

Praktek monopoli melibatkan upaya tidak adil untuk menyudutkan pasar atau untuk mengusir pesaing dari pasar. Monopoli dikatakan ada apabila satu perusahaan menguasai seluruh pasar, tetapi perusahaan dapat memiliki kontrol monopolistik meskipun memiliki pesaing jika menguasai pangsa cukup besar dari pasar. Ada dua teknik utama praktek monopoli. Yang pertama adalah dengan menggunakan predatory pricing, yang terjadi ketika sebuah perusahaan menetapkan harga untuk produk atau jasa yang secara ekonomis dapat mengusir pesaing keluar dari bisnis. Teknik kedua adalah bagi perusahaan untuk menekan atau mengendalikan perusahaan lain yang memasok atau berurusan dengan pesaing, sehingga menempatkan mereka pada kerugian kompetitif.

2. Pelanggaran Securities

Manipulasi saham terjadi ketika seorang individu atau sekelompok individu mencoba untuk artifisial memanipulasi harga keamanan. Penyalahgunaan adalah pelanggaran yang dilakukan oleh broker atau penasihat keuangan lainnya dengan cara mengambil uang klien mereka, dan telah memberikan kepada mereka untuk berinvestasi dan menyalahgunakan untuk mereka gunakan sendiri. Insider trading merupakan pelanggaran keamanan yang sering dipublikasikan. Hal ini muncul ketika orang berdagang atas dasar informasi non publik. Ini adalah ilegal bagi orang untuk membeli atau menjual saham atas dasar informasi yang tidak tersedia untuk umum. Akhirnya, dalam skema investasi, trik pelaku dalam investasi uang dalam suatu usaha atau keamanan dengan cara memberi janji palsu kepada investor bahwa mereka akan menerima tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi mereka. Pada kenyataannya, usaha tersebut memiliki sedikit atau tidak ada kesempatan melunasi, dan pelaku hanya membuat off dengan

investors'money tersebut.

3. Penipuan Konsumen

Penipuan konsumen adalah salah satu bentuk yang paling umum dari kejahatan kerah putih. Ini melibatkan penggunaan penipuan atau penipuan dalam pemasaran dan penjualan barang atau jasa. pelanggaran ini biasanya melibatkan penggunaan pernyataan palsu, menipu, atau menyesatkan

Gambar

Tabel Perbandingan ”Orang Kuat Lokal” dan ”Bossisme Lokal” 11 No.  Unsur  Pembanding  Orang Kuat Lokal (Joel

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat beberapa permasalahan yang mungkin muncul dalam penjualan on-line berbasis media sosial yaitu: a) Kualitas produk yang tidak pasti. Karena calon pembeli tidak

Sebanyak 40% responden mengemukakan alasan mengganti alat kontrasepsi dengan yang lain karena merasa tidak cocok menggunakan AKDR dan lebih dari separuh (60%) karena ingin

Pada pembelajaran dikatakan mencapai hasil yang diharapkan apabila anak mampu menguasai materi yang disampaikan oleh guru sesuai tujuan yang hendak dicapai, akan tetapi

Sasaran utama kegiatan ini adalah para pengambil keputusan atau pengambil kebijakan pada masing-masing tingkat administrasi pemerintah untuk mendapat dukungan

 Lereng mesial cuspis bukal lebih pendek daripada lereng distal tepat berlawanan dengan keadaan pada premolar pertama atas, tetapi sama dengan caninus atas.  Fissura

4.1.2 Tingkat aktivitas manual handling pada tenaga kerja di pembuatan batu bata Desa Doplang pada penelitian ini yaitu sebesar 68,4% atau 67 responden berada

Menjelaskan konsep strategi pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai utama karakter pada pendidikan anak usia dini yang dikembangkan secara terinci dan

penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Sifat-sifat Ketegaklurusan, Kesejajaran, dan Segitiga Asimptotik pada Geometri Hiperbolik.” Penulisan Skripsi ini