• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MATERIAL PADA SEL BAHAN-BAKAR PADAT TEMPERATUR OPERASI MENENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MATERIAL PADA SEL BAHAN-BAKAR PADAT TEMPERATUR OPERASI MENENGAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MATERIAL PADA SEL BAHAN-BAKAR PADAT

TEMPERATUR OPERASI MENENGAH

Jarot Raharjo, Dedikarni, Wan Ramli Wan Daud Institute Fuel Cell, Universiti Kebangsaan Malaysia

43600 UKM Bangi, Selangor D.E., Malaysia

Abstrak

Sel bahan-bakar padat (solid oxide fuel cell – SOFC) adalah sistem konversi energi yang penting karena memiliki efisiensi yang tinggi, disain yang modular dan ramah lingkungan. Masalah utama dalam SOFC adalah tingginya temperatur operasi. Pada konvensional SOFC temperatur operasinya adalah 800-10000C. Untuk alasan sehubungan dengan stabilitas dalam jangka panjang dan biaya, yang menjadikan perhatian pada saat ini adalah menurunkan temperatur operasi SOFC menjadi temperatur menengah 500-7000C. Namun demikian, salah satu masalah utama dengan turunnya temperatur operasi adalah ohmic loss pada elektrolit. Paper ini akan membahas berbagai kemajuan dan tantangan dalam teknologi material pada SOFC temperatur menengah, khususnya tentang perkembangan material dan teknik untuk meningkatkan konduktivitas ionik material elektrolit. Kata kunci : sofc temperatur menengah, komponen material, konduktivitas ionik.

Abstract

Development of Materials Technology on the Intermediate Temperature Solid Oxide Fuel Cells : Solid oxide fuel cells – SOFCs are important as energy conversion systems due to their high efficiency, design modularity and environmentally friendly nature. The main problem in SOFC is high temperature operation. Operation temperature of conventional SOFC is 800-10000C. For reasons related to long-term stability and cost, decreasing the operation temperature of SOFC down to intermediate temperature 500–7000C (IT-SOFC) has attracted worldwide interest. However, one of the major barriers to decreasing the temperature is the ohmic loss of the electrolyte. This paper reviews various IT-SOFCs progress and challenges in materials technology, especially on development of materials and enhancing ionic conductivity of electrolyte materials.

Keywords : intermediate temperature SOFC, component materials, ionic conductivity.

1. PENDAHULUAN

Meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi dunia, kebutuhan akan energi menjadi meningkat tajam dan diperkirakan akan naik bersamaan dengan besarnya permintaan, dimana pada tahun 2050 diperkirakan akan naik 1.5 sampai 3 kali lipat [1]. Pada saat ini sumber energi dunia terutama masih bergantung kepada bahan-bakar fosil yang menimbulkan masalah terhadap lingkungan seperti pemanasan global, polusi udara, penipisan lapisan ozon, kerusakan hutan, dan emisi dari unsur radioaktif [2]. Keterbatasan bahan bakar fosil dan semakin mahalnya harga minyak dunia pada masa ini mencapai hampir US$ 150 per barel , pengembangan teknologi pembangkit listrik alternatif adalah penting. Dalam situasi demikian, fuel cell banyak menarik perhatian, karena memiliki banyak keunggulan dibanding sistem pembangkit listrik konvensional termasuk efisiensi yang tinggi, tahan uji, toleransi terhadap bahan bakar, dan emisi SOx dan NOx yang sangat rendah.

Saat ini ada beberapa jenis fuel cell yang sedang dikembangkan. Berdasarkan karakteristik elektrolit-nya fuel cell dibagi menjadi empat kelompok, yang dinamakan phosphoric acid fuel cell (PAFC), molten carbonate fuel cell (MCFC), proton exchange membrane fuel cell (PEMFC), dan solid oxide fuel cell (SOFC). Karakteristik dari berbagai jenis fuel cell dirangkum dalam Tabel 1 [3]. Sistem fuel cell yang paling maju adalah PAFC. Sudah lebih dari 200 PAFC telah diperkenalkan dan dibangun sebagai sistem pembangkit listrik. Namun demikian, masalah serius untuk komersialisasi adalah mahalnya harga per unit. MCFC sesuai dan efisien untuk pembangkit listrik sekala besar sebab menghasilkan gas buang dengan temperatur tinggi untuk dapat digunakan lagi dalam combined heat power (CHP). Saat ini PEMFC menjadi perhatian sebagai energi utama untuk aplikasi transportasi. SOFC memiliki potensi sebagai sistem pembangkit listrik, karena memiiki efisiensi konversi energi yang cukup tinggi yang dapat mencapai 65%. SOFC memiliki kemampuan untuk menggunakan banyak alternatif bahan bakar dan sistem disain yang

(2)

stabilitas dalam jangka panjang dan biaya, yang menjadikan perhatian peneliti pada masa ini adalah menurunkan temperatur operasi SOFC menjadi

SOFC temperatur menengah akan dibahas dalam paper ini.

Tabel 1. Karakteristik dan status saat ini dari berbagai jenis fuel cell

PEMFC PAFC MCFC SOFC

Elektrolit Proton-exchange

membrane (nafion)

Posphoric acid

(H3PO4)

Molten salt (Na2CO2

-Li2CO3)

Keramik seperti (ZrO2-Y2O3) & doped

ceria

Temperatur Operasi 50-80 160-200 630-650 600-1000

Bahan bakar H2 H2 H2, CO, CH4 H2, CO, CH4

Oksidan O2, udara O2, udara O2, CO2, udara O2, udara

Efisiensi (HHV) (%) 40-50 40-50 50-60 45-65

2. KEUNTUNGAN DAN PERMASALAHAN SOFC

State of the art SOFC dapat didefinisikan sebagai sistem keramik multi lapis yang bekerja pada temperatur yang tinggi menggunakan bahan bakar gas dan oksidan. Karakteristik SOFC memiliki keuntungan dibanding sistem pembangkit listrik dan jenis fuel cell yang lain [2], diantaranya penggunaan katalis platinum atau ruthenium yang mahal tidak diperlukan; kualitas yang tinggi dari panas gas buang (800-9000C) sangat berguna untuk aplikasi pembangkit di industri; efisiensi tinggi untuk menghasilkan listrik (45-65%) dapat dicapai dalam siklus kombinasi; perbaikan akibat hilangnya elektrolit dan korosi elektroda dapat dibatasi dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada jenis PAFC dan MCFC; daya tahan sel sangat baik karena memiliki toleransi yang tinggi terhadap pengotor seperti sulfur dalam bahan bakar; emisi CO2 sangat berkurang; SOFC dapat digunakan sebagai water electrolyzer tanpa modifikasi yang banyak.

Sayangnya, SOFC beroperasi pada temperatur operasi yang tinggi yang merupakan kekurangan yang serius, yang menghambat skala komersial SOFC. Untuk alasan yang berhubungan dengan stabilitas jangka waktu yang lama dan biaya, menurunkan temperatur operasi SOFC menjadi 500-7000C telah menarik perhatian. Temperatur menengah SOFC pada saat ini menjadi perhatian sebab menurunkan temperatur dapat mengurangi permasalahan material dan pabrikasi, dan meningkatkan daya tahan waktu operasi yang lama.

Masalah dalam SOFC berhubungan dengan menurunnya temperatur operasi adalah ohmic loss pada elektrolit dan polarization loss pada anoda dan katoda. Banyak peneliti yang mengatasi masalah ini dengan beberapa cara. Beberapa hal yang dilakukan diantaranya dengan lapisan tipis elektrolit dan dengan membuat supported cell baik itu anode supported maupun electrolyte supported hal ini dapat mengurangi ketebalan dari sel. Menurunnya temperatur operasi, walau bagaimanapun, membutuhkan peningkatan konduktivitas ionik pada elektrolit dan peningkatan aktivitas reaksi pada elektroda [5]. Tidak adanya

elektrolit material pada temperatur yang rendah, memaksimalkan konduktivitas ionik elektrolit menjadi hal sangat penting, seperti halnya mengurangi ketebalan elektrolit. Memahami berbagai faktor yang mempengaruhi konduktivitas ionik dapat membantu mengoptimalkan kondisi untuk selanjutnya meningkatkan propertis daripada elektrolit. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan konduktivitas elektronik akan dibahas dalam sub bab berikutnya dalam paper ini.

3. MATERIAL SOFC TEMPERATUR MENENGAH

Selama dekade terakir ini, banyak jenis material elektolit dan elektroda yang baru telah dikembangkan. Sebagian besar material tersebut bekerja dengan baik pada temperatur operasi yang tinggi. Namun demikian, ketika temperatur operasi diturunkan maka kinerjanya akan menurun, dan aplikasinya untuk SOFC temperatur menengah sangat terbatas. Saat ini, banyak usaha yang ditujukan untuk mengembangkan teknologi dan material baru untuk SOFC temperatur menengah.

Skema yang menggambarkan sel SOFC dan fungsi dari masing-masing komponen diberikan dalam gambar 1 berikut [6] :

Gambar 1. Mikrostruktur dan fungsi dari komponen SOFC

Elektrolit

Elektrolit harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk transfer ionik yang cepat, mengabaikan konduktivitas elektronik, dan stabilitas termodinamis pada rentang temperatur yang luas dan tekanan parsial oksigen. Sebagai tambahan, elektrolit harus memiliki

(3)

Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007

3

ekspansi termal yang sesuai dengan elektroda dan konstruksi material yang lain, mengabaikan volatilisasi dari komponen, sifat-sifat mekanis yang sesuai, dan mengabaikan interaksi dengan material elektroda dibawah kondisi operasi.

Jenis Fluorite larutan padat ZrO2, banyak diteliti untuk konduksi oksida padat elektrolit yang potensial digunakan dalam SOFC. CaO, MgO, Y2O3, Sc2O3, dan oksida rare earth tertentu seperti Nd2O3, Sm2O3 dan Yb2O3 digunakan sebagai dopan penstabil. Diantaranya Y2O3 adalah yang paling umum digunakan. Namun demikian, YSZ (Y2O3-stabilized ZrO2) memiliki konduktifitas yang rendah pada temperatur operasi dibawah 8000C dan tidak sesuai untuk SOFC temperatur menengah. Salah satu cara untuk menangani masalah tersebut adalah membuat lapisan tipis elektrolit YSZ. Jalur yang lebih pendek dilalui ion oksigen pada lapisan tipis elektrolit YSZ sehingga dihasilkan lebih sedikit tahanan ohmik (ohmic resistance) pada temperatur menengah, dari pada lapisan yang tebal pada 10000C [5]. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk mendapatkan lapisan tipis elektrolit, termasuk dengan plasma spraying [7], screen printing [8] electrochemical vapour deposition (EVD) [9], spray pyrolisis [10], dan metode sol-gel [11]. Xu et.al. [12] membuat lapisan tipis YSZ setebal 10µm pada green substrate yang mengandung oksida nikel dan samaria-doped-ceria (SDC) menggunakan teknik spin-coating. Dari tes sel didapatkan power density sebesar 535 mW/cm2 pada 750°C dan open circuit voltage (OCV) sebesar 1.08 V pada 700°C dengan kelembaban hidrogen (3% H2O) sebagai bahan bakar dan udara stasioner sebagai oksidan. Dibandingkan dengan YSZ, scandium-stabilized zirconia (SSZ) memiliki kondukstifitas yang lebih tinggi, meskipun biaya relatif lebih tinggi. Konduktivitas SSZ kurang lebih 0.1S.cm-1 meskipun pada temperatur 6000C [13]. Politova [14] telah meneliti sistem scandia-yttria-zirconia sebagai elektrolit material untuk SOFC temperatur menengah. Dia menemukan bahwa doping yttria Sc2O3-ZrO2 membatasi transisi fasa pada fasa β konduktivitas rendah ke fasa kubik konduktivitas tinggi dan menstabilkan fasa fluorite kubik.

CeO2-doped oksida alkaline dan rare earth adalah material tradisional yang paling menjanjikan untuk SOFC temperatur menengah. Mereka menunjukkan konduktivitas yang tinggi dan memiliki konduktivitas ionik yang murni pada tekanan oksigen parsial yang tinggi. Konduktivitas dari Ce1-xGdxO2-x/2 (GDC) dan Ce1-xSmxO2-x/2 (SDC) (x=0.1-0.25) pada 700oC hampir sama dengan YSZ pada 10000C [15]. Pada masa ini, secara serius ditujukan kepada usaha SOFC temperatur menengah berbasis lapisan tipis doped ceria. Doshi et.al. [16] melaporkan power densitas maksimum 140 mW/cm2 pada 500oC untuk H2/udara SOFC dengan lapisan tipis elektrolit 30µm Gd0.1Ce0.8O1.9 (GDC).

Anode supported cell disiapkan dengan teknik multilayer tape casting. Xia et al. [17] membuat lapisan tipis elektrolit 30µm Sm0.2Ce0.801,9 (SDC) dengan metode screen printing dan menunjukkan power densitas maksimum 188 mW/cm2 pada 500°C untuk H2/udara SOFC dengan anoda Ni-SDC dan katoda Sm0.5Sr0.5Co03 (SSC)-SDC. Xie et.al. [18] juga mengembangkan teknik dry-pressing berbasis “foam” serbuk Gd0.1Ce0.9O1.95 (GDC) untuk membuat lapisan tipis elektrolit dengan ketebalan 8-26µm. Percobaan Leng [19] lapisan tipis elektrolit dengan mikrostruktur rapat dibuat dari Ce0.8Gd0.201.9 dengan ketebalan 10µm dan dilapisi dengan ceramic-metal (cermet) Ni-Gd0.1Ce0.901.95 dibuat reaksi solid-state ceria dan gadolinia. OCV dari sel adalah 0.86V pada 600°C dan 0.95V pada 500°C. Dengan komposit katoda La0.8Sr0.2Co0.2Fe0.8O3 (LSCF)-GDC, dapat mencapai kinerja sel yang memuaskan dengan densitas power maksimal adalah 578, 358, and 167 mW/cm2 pada berturut-turut 600, 550, and 500oC, dibawah kondisi udara terbuka. Hambatan utama menggunakan oksida Ceria untuk elektrolit SOFC temperatur menengah adalah konduksi elektronik yang disebabkan penambahan Ceria pada tekanan oksigen parsial yang rendah sebab adanya pengurangan parsial dari Ce4+ menjadi Ce3+. Untuk mengatasi masalah ini, seri oksida inorganik asam, termasuk doped Ceria DCO-Chloride dan DCO-Carbonate, telah dikembangkan [20-21]. Dibandingkan dengan elektrolit doped Ceria murni, komposit elektrolit DCO-Chloride atau DCO-Carbonate tidak hanya memiliki lebih tinggi konduktivitas ionik, tetapi juga memperlihatkan jumlah transfer ionik yang lebih tinggi pada rentang temperatur menengah, elektrolit tersebut juga memiliki stabilitas kimia yang baik. Material elektrolit yang baru sedang dikembangkan adalah sistem Lanthanum Gallate. Material ini berbeda dengan elektrolit terlebih dahulu sebab material ini berdasarkan perovskite lattice (ABO3), daripada fluorite lattice (AO2). Perovskite lattice lebih terbuka daripada fluorite lattice, tetapi yang mengejutkan, konduktivitas lanthanum stronsium gallium magnesium oxide (La0.9Sr0.1Ga0.8Mg0.2O3, disebut LSGM) lebih tinggi daripada elektrolit doped- zirconia [21]. LSGM menunjukkan konduktivitas elektronik yang rendah, stabilitas kimia yang baik dalam rentang tekanan parsial oksigen dan konduktivitas ionik sekitar 0.1 S.cm-1 pada 750oC [22]. Target temperatur operasi untuk material ini adalah sekitar 800oC, akan tetapi selanjutnya pengembangan material katoda dan anoda diperlukan.

Elektroda

Material elektroda harus menunjukkan aktivitas katalitik yang tinggi untuk reaksi kimia dan elektrokimia yang diinginkan. Mikrostruktur elektroda seharusnya menunjukkan sejumlah besar aktif area. Semua material dan komponen harus menunjukkan

(4)

Kompatibilitas antara material yang berbeda, yang dapat menyesuaikan sifat ekspansi termal, kompatibilitas kimia, dan adesi yang baik pada interface harus di penuhi.

(1) Katoda

Pengembangan material katoda dengan kinerja elektrokimia yang tinggi dan stabilitas dalam waktu yang lama semakin penting dalam rangka menuju pengembangan SOFC secara komersial, yang dapat dioperasikan pada temperatur menengah. Hal ini karena overpotential loss pada reaksi reduksi O2 pada sisi katoda adalah relatif tinggi dalam SOFC yang menggunakan teknologi lapisan tipis elektrolit. Diantara material katoda yang dilaporkan, khususnya jenis material perovskite ABO3, dimana sisi A adalah jenis logam rare earth dan sisi B logam transisi. Untuk itu usaha yang serius telah ditujukan secara langsung untuk mengembangkan jenis katoda ini untuk SOFC temperatur menengah. Diantaranya, La1-xSrxMnO3 (LSM) adalah material yang paling dipelajari dan diteliti secara intensif sebab stabilitasnya tinggi dan aktivitas elektrokatalitiknya tinggi untuk reduksi oksigen pada temperatur tinggi. Telah diketahui bahwa LSM terutama adalah konduktor elektronik dengan konduktivitas ion oksigen yang rendah. Ketika operasi diturunkan, kinerjanya menurun secara cepat dan tidak memuaskan untuk SOFC temperatur menengah. Untuk mengatasi masalah ini, peningkatan katoda berbasis LSM harus dilakukan, untuk itu telah dirancang dalam disain SOFC untuk beroperasi dengan rentang temperatur 600-800oC dengan menggunakan katoda dua fasa atau meningkatkan mikrostruktur katoda. Hal ini ditemukan bahwa LSM yang mengandung Co (La1-xSrxMn1-yCoy03) dengan kemampuan reduksi oksigen tinggi memperlihatkan kompatibilitas kimia yang baik dengan elektrolit berbasis ceria [23]. Kemudian, Chen et.al.[24] meneliti secara sitematik Ln0.6Sr0.4Co0.8Mn0.203-δ (Ln = La, Gd, Sm atau Nd) sebagai material katoda untuk SOFC temperatur menengah mengunakan metode reaksi solid state. Mereka menghasilkan senyawa fase tunggal Ln0.6Sr0.4Co0.8Mn0.203-δ dengan struktur orthorhombic. Semua oksida memperlihatkan konduktivitas elektrik yang tinggi pada temperatur menengah dan La0.6Sr0.4Co0.8Mn0.203-δ menghasilkan konduktivitas tertinggi pada pengukuran temperatur. Dari sudut pandang co-firing elektrolit-katoda, La0.6Sr0.4Co0.8Mn0.203-δ memiliki kompatibilitas kimia yang baik dengan elektrolit Gd0.2Ce0.8O1.9. La0.6Sr0.4Co0.8Mn0.203-δ menghasilkan overpotensial terendah pada 500-800oC. Namun demikian, perbedaan ekspansi termal yang besar antara jenis oksida perovskite tersebut dan GDC di observasi, dimana hal tersebut menjadikan hambatan untuk aplikasi pada SOFC berbasis GDC.

La1-xSrxCoO3 (LSC) adalah kandidat yang menjanjikan sebagai material katoda untuk SOFC temperatur menengah, yang merupakan jenis oksida

yang sangat tinggi dan konduktivitas ionik yang tinggi. Substitusi divalen kation (Sr) untuk trivalen kation (La) menghasilkan lubang elektron dan membentuk campuran konduktor ionik-elektronik. Kekosongan oksigen ini memberikan jalan untuk ion oksigen melalui material elektroda. Oleh karena itu, pada overpotensial katoda yang pantas, flux oksigen melalui material elektroda yang kasar jadi meningkat. Namun demikian, material ini tidak sesuai secara kimiawi dengan elektrolit YSZ sebab menghasilkan reaksi konduktif yang kurang baik, seperti La2Zr2O7 atau SrZrO3 akan terbentuk [25]. Konduktivitas elektrik dari zirconat besarnya order 2-3 lebih rendah daripada YSZ, oleh karena itu, mereka harus dihindari untuk melindungi tingginya ohmic loss. Namun demikian, diharapkan bahwa masalah kompatibilitas tidak menjadi berat ketika elektrolit ceria digunakan. Dusastre [26] meneliti hambatan pada interfacial dari ~0.6 dan <0.1Ωcm-2 pada berturut-turut 590 dan 690°C, untuk La0.4Sr0.6Co0.2Fe0.8O3 (LSCF) dengan katoda mengandung 30 wt% GDC pada elektrolit GDC. Hal tersebut dipercayai bahwa tahadap interfacial serendah 0.2 Ω.cm2 pada sekitar 600oC dapat dicapai dengan LSCF/GDC komposit katoda dengan lebih lanjut ditingkatkan mikrostruktur dan komposisinya. Fe adalah substitusi Co untuk mengurangi koefisien ekspansi termal yang berkurang dengan bertambahnya kandungan Fe.

Masa ini, Sao et.al. [27] melaporkan bahwa Ba0.5Sr0.5Co0.8Fe0.203 (BSCF) sebagai material katoda baru untuk SOFC temperatur menengah, berhubungan dengan lapisan tipis fuel cell doped ceria, menghasilkan power densitas yang tinggi (1010 dan 402 mW.cm-2 pada berturut-turut 600 dan 500oC) ketika beroperasi dengan hidrogen lembab sebagai bahan bakar dan udara sebagai gas katoda. BSCF juga merupakan jenis oksida perovskite dengan struktur kubik [28], menghasilkan performa elektrokimia yang memuaskan dalam SOFC single chamber maupun dual chamber [29]. Li et.al. [30] doped Sm dalam sisi A dalam BSCF dan menyiapkan material katoda (Ba0.5Sr0.5)0.9Sm0.1Fe0.2O3-δ (BSSCF). Mereka menemukan bahwa nilai hambatan katoda BSSCF lebih rendah dari katoda BSCF, sebagai contoh pada 550oC, nilai BSSCF dan BSCF adalah berturut-turut 1.54 dan 2.23 Ω.cm-2. Untuk tes sel tunggal BSSCF/SDC/NiO-SDC, maksimum power densitas yang dihasilkan 268, 442, 681 dan 820 mW.cm-2 pada 500, 550, 600 dan 650oC.

(2) Anoda

Logam transisi adalah kandidat yang terbaik untuk material anoda SOFC sebab memiliki aktifitas katalitik yang tinggi dan stabilitas yang tinggi pada lingkungan reduksi. Dengan memperhatikan kecepatan oksidasi H2, anoda logam dapat diklasifikasikan sebagai berikut [5]:

(5)

Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007

5

Disusun berdasarkan jumlah volatilitas, stabilitas kimia, aktifitas katalitik, dan biaya, nikel merupakan kandidat yang terbaik sebagai anoda logam. Namun demikian, perbedaan koefisien ekspansi termal (TEC) antara logam dengan keramik elektrolit menghalanginya menggunakan permukaan berporos sebab kecenderungan untuk melepaskan dari elektrolit selama siklus termal, menyebabkan menaikkan tahanan elektroda (electrode resistance). Salah satu pendekatan untuk mengatasi masalah dan menjaga performa tetap tinggi pada temperatur menengah adalah dengan menambahkan konduktif ionik elektrolit pada anoda. Hal ini disebabkan aktif area elektroda SOFC, TPB dimana elektroda, elektrolit, dan fasa gas semua bertemu, secara signifikan mempengaruhi performa. Aktif area ini semakin luas ketika metal-elektrolit anoda dibuat. Sebagian dari aturan dalam meningkatkan performa sel, anoda komposit memberikan keuntungan yang lain termasuk ketahanan yang baik untuk disentiring dan koefisian ekspansi termal yang baik sesuai dengan elektrolit, keduanya memberikan peningkatan daya tahan sel. Ni/YSZ telah menjadi material anoda konvensional dan sesuai untuk YSZ elektrolit, dan banyak penelitian mengenai material ini dilakukan pada tahun-tahun terakir ini [31]. Material anoda Ni/SDC dan Ni/GDC telah dikembangkan untuk digunakan dengan elektrolit material berbasis ceria [32].

Baru-baru ini, Huang et.al. [33] melaporkan double perovskite Sr2Mg1-xMnMoO6-δ sebagai material anoda untuk SOFC. Dengan ketebalan 300-mm LSGM elektrolit dan SCF sebagai katoda, anoda double perovskite memperlihatkan power densitas yang tinggi dan performa yang stabil pada power cycling. Selain itu, mereka menghasilkan toleransi yang besar terhadap sulfur. Hasilnya juga dapat digunakan untuk elektrolit YSZ.

4. MENINGKATKAN KONDUKTIVITAS IONIK

Penurunan temperatur SOFC menjadi temperatur menengah, bagaimanapun memerlukan kenaikan konduktivitas ionik elektronik dan meningkatkan aktivitas reaksi. Tidak adanya material elektrolit pada temperatur yang rendah, memaksimalkan konduktivitas ionik adalah sangat diperlukan.

Elektrolit berbasis zirconia, seperti yttria-stabilized-ZrO2 adalah material yang paling populer digunakan untuk elektrolit dalam SOFC, sebab material ini memiliki konduktivitas yang tinggi, stabil dalam lingkungan oksidasi dan reduksi, serta sesuai dengan material elektroda. Namun, pada temperatur yang rendah, konduktivitas ionik YSZ lebih rendah daripada elektrolit berbasis ceria seperti

gadolinia-doped ceria (GDC), atau elektrolit berbasis lanthanum seperti La0.8Sr0.2Ga0.8Mg0.2O3-δ (LSGM).

Komposisi, mikrostruktur dan proses adalah sangat berhubungan antara yang satu dangan yang lain. Hubungan ketiga hal tersebut dengan konduktivitas listrik dapat digambarkan dalam gambar 2 [5]. Berikut akan dijelaskan pengaruh ketiga hal tersebut terhadap peningkatan konduktivitas ionic pada oksida elektrolit polycrystallin berbasis zirconia dan ceria.

Gambar 2. Hubungan antara komposisi, mikrostruktur, proses dan konduktivitas listrik dalam

material polycristalline

Peningkatan dari Komposisi

Konduktivitas ionik elektrolit dapat di maksimalkan melalui modifikasi komposisi dengan memilih aliovalent dopant yang sesuai dan mengoptimalkan konsentrasi. Doping dapat bersifat homogen untuk membentuk larutan padat (solid solution) atau heterogen untuk membentuk komposit. Untuk doping homogen, penambahan aliovalent cations kepada zirconia atau ceria menghasilkan kekosongan oksigen, yang menghasilkan jalan untuk konduksi ion oksigen. Dalam elektrolit berbasis zirconia, Sc3+ merupakan dopan yang paling efektif dibanding Ca2+, Y3+, Sm3+, Mg2+. Sedangkan pada elektrolit berbasis ceria konduktivitas tertinggi pada Sm dan Gd-doped ceria dari pada Y-doped ceria [34]. Langkah alternatif untuk meningkatkan konduktivitas ionik dengan komposisi adalah menggunakan dopan heterogen yang larut atau tidak larut dengan jumlah yang terbatas dalam struktur kasar dari zirconia atau ceria. Sebagai contoh alumina. Telah dilakukan usaha untuk membuat komposit ceria-zirconia juga untuk meningkatkan konduktivitas ionik atau memberikan kemajuan terhadap kedua komponen tersebut dalam hal stabilitas dan konduktivitas. Sebagai contoh komposit ceria-zirconia, GDC-YSZ & YSZ-SDC.

Peningkatan dari Mikrostruktur

Konduktivitas listrik dari material polycristalin adalah sangat bergantung kepada mikrostrukturnya, dalam hal ini sifat ukuran butiran dan batas butirannya.

Pengaruh batas butir :

Batas butir adalah daerah kristalografi yang tidak sesuai dimana ditentukan dengan ketidak sesuaian kisi (lattice), pengotor (second phase segregation), space

(6)

batas butir material polikristal memberikan daerah yang kecepatan massa-nya relatif cepat dibandingkan pada kristal yang besar. Pengotor seperti silica sangat mengurangi konduktivitas batas butir pada zirconia dan ceria. Konduktivitas ionic dapat ditingkatkan dengan menghilangkan pengotor dengan membentuk unsur ber temperatur rendah dengan sedikit menggunakan phase tambahan kedua. Banyak peneliti yang telah memperkenalkan pengaruh microdomain, atau struktur kisi lokal, pada konduktivitas ionik. Sebagai contoh meningkatkan konduktivitas ionik ScSZ ditandai dengan keberadaan fasa tetragonal metastabil yang disebut fasa t’ [35].

Pengaruh ukuran butiran :

Dalam beberapa tahun ini, telah berkembang minat untuk memanfaatkaan pengurangan ukuran butiran menjadi ukuran skala nano dalam elektrolit dapat meningkatkan konduktivitas ionik [36]. Nanocrystaline diperkenalkan sebagai sebuah densitas yang tinggi dalam interface yang sifat konduktifitasnya dikontrol interface. Banyak peneliti telah meneliti ketergantungan besar butiran pada konduktivitas elektrolit padat polikristal dan setuju bahwa pengaruh besar butiran dapat diobservasi ketika besar butiran dibawah 100nm. Maric et.al. mempelajari nano-struktur ceria dan doped ceria dengan ukuran butiran bervariasi dari 150-500nm [37].

Pengaruh dari Proses :

Kondisi pemrosesan adalah hal lain yang dapat berpengaruh besar terhadap konduktivitas listrik elektrolit. Hal ini termasuk proses sintering yang berbeda-beda dalam rangka menyiapkan keramik dengan mengontrol mikrostruktur (besar butiran, densitas, kemurnian). Jadi konsekuensinya komposisi elektrolit dan mikrostruktur adalah sangat bergantung terhadap kondisi sintering. Pengaruh proses pada konduktivitas ionik elektrolit dapat membantu mengoptimalkan kondisi sintering dan peningkatan yang lain dari sifat elektrik elektrolit. Kondisi sintering yang berbeda akan menghasilkan bermacam karakteristik dalam mikrostruktur elektrolit seperti besar butiran, fasa batas butir, dan fasa segregasi pada batas butir, agglomerasi, dan densitas relatif. Konduktivitas ionik sangat dipengaruhi dengan kondisi sintering elektrolit [38]. Mikrostruktur dengan kepadatan penuh adalah syarat yang penting untuk performa ionik konduktor. Metode proses juga berpengaruh pada konduktivitas melalui batas butir. Sebagai contoh Shelmilt et.al. telah menyiapkan sampel pellet serbuk samaria-doped ceria (SDC) dengan dry-press dan compression moulded [39]. Energi aktifasi pada batas butir lebih tinggi pada sampel compression mould daripada sampel dry-press dengan densitas teoritis 98%. Optimasi proses harus menggunakan sedikit aditif dan langkah-langkah untuk menghindari kemungkinan adanya pengotor kedalam batas butir elektrolit.

5. KESIMPULAN

1. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengembangkan material baru yang sesuai untuk SOFC temperatur operasi menengah. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan performa SOFC temperatur menengah. Sebagian besar berfikir bahwa tantangan material perlu untuk dipecahkan, kususnya untuk anoda dan katoda, dimana doped-ceria adalah pilihan terbaik untuk elektrolit SOFC temperatur menengah. Perovskite lattice material (ABO3) seperti lanthanum gallate merupakan salah-satu material yang menjanjikan karena menghasilkan karakteristik yang sesuai untuk SOFC temperatur menengah, namun harus dipikirkan kesesuaian dengan material pada komponen yang lain. Selain itu nanomaterial saat ini diyakini menjadi salah satu hal yang penting untuk meningkatkan performa sel.

2. Ketidakberadaan material untuk SOFC temperatur menengah, meningkatkan konduktifitas ionik dari material adalah menjadi salah-satu hal yang penting. Konduktifitas ionik material dapat ditingkatkan dengan cara mengontrol komposisi kimia, mikrostruktur dan proses. Modifikasi kondisi batas butir dan teknik lapisan tipis elektrolit dalam ukuran nano adalah yang paling efektif untuk meningkatkan konduktivitas ionik elektrolit.

Ucapan Terima Kasih :

Penulis mengucapkan terimakasih banyak-banyak kepada En. Mahendra Rao A/L Somalu, yang telah membantu pembiayaan kegiatan penyelidikan penulis dengan projek penyelidikan

UKM-GUP-TK-08-17-324. Rujukan :

1. Salman Saif Ghouri, World Energy Congress, World Energy Council, Rome, 2007

2. A. Boudghene Stambouli and E. Traversa, Journal Renewable and Sustainable Energy Review, 6 (2002) p.433-435.

3. Osamu Yamamoto, Journal Electrochemica Acta 45 (2000) 2423-2435.

4. Bangwu Liu, Yue Zhang, Journal of University of Science and Technology Beijing, vol 15, number 1, February 2008, page 84.

5. Shiqiang (Rob) Hui, Justin Roller et.al., Journal of Power Sources 172 (2007) 493-502.

6. J. Molenda, K. Swierczek, W. Zajac, Journal of Power Sources 173 (2007) 657-670.

7. R. Rampon, O. Marchand, C. Feliatre, G. Bertrand, Surface & Coatings Technology 202 (2008) 4337-4342.

(7)

Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007

7

8. Peter Ried, Cristiane Lorentz, et.al., Journal of the European Ceramic xx (2008) xxx.

9. Z. Ogumi, Y. Uchimoto, Y. Tsuji, et.al., Solid State Ionics, 58 (1992), no.3-4, p345.

10. M. Lang, R. Henne, S. Schaper, et.al., Journal Therm. Spray Technology, 10 (2001), no.4, p.618.

11. S.G. Kim, S.P. Yoon, S.W. Nam, et.al., Journal Power Sources, 110 (2002) no.1, p.222.

12. X.Y. Xu, C.R Xia, S.G. Huang, et.al., Ceram. Int., 31 (2005), no.8, p.1061.

13. Z.Tai, T.N. Lan, S.Wang, et.al., Solid State Ionics, 152-153 (2002), p.583.

14. T.I. Politova and J.T.S. Irvine, Solid State Ionics, 168 (2004), no.1-2, p.153.

15. S.W. Zha, C.R. Xia, and G.Y. Meng, Journal Power Sources, 115 (2003), no.1, p.44.

16. R.Doshi, V.L. Richards, J.D.Carter, et.al., Journal Electrochem Soc., 146 (1999) no.4, p.1273. 17. C.Xia, F.Chen, and M.Liu, Electrochem. Solid

State Lett., 4 (2001) no.5, p.52.

18. C.Xia and M.Liu, Solid State Ionics, 144 (2001) no.3-4, p.249.

19. Y.J. Leng, S.H. Chan, S.P. Jiang, et.al., Solid State Ionics, 144 (2001) no.3-4, p.249.

20. S.W. Zha, J.G. Cheng, Q.X. Fu, et.al., Material Chemical Physics, 77 (2003) no.2, p.594.

21. B. Zhu, I. Albinsson, C.Andersson, et.al., Electrochem. Commun. 8 (2006) no.3, p.495. 22. P.N. Huang and A.Petric, Journal

Electrochem.Soc. 143 (1996) no.5, p.1644. 23. R.A.D. Souza and K.J. Kliner, Solid State Ionics,

106(1998) no.1-4, p.133.

24. W.X. Chen, T.L. Wen, H.W. Nie et.al., Mater.Res.Bullt. 38 (2003) 8, p.1319.

25. H.Y. Lee and M.O. Seung, Solid State Ionics, 90(1996) no.1-4, p.133.

26. V. Dusastre and J.A. Kilner, Solid State Ionics, 126 (1999) no. 1-2, p.163.

27. Z.P. Shao and S.M. Halle, Nature, 431 (2004), p.95.

28. B.W. Liu and Y. Zhang, Jurnal Alloy Compd. (2006), doi:10.1016/j.jallcom.2006.11.142. 29. Z.P. Zhao, S.M. Haile, J.M. Ahm, et.al., Nature,

435 (2005) p.795.

30. S.Y. Li, Z. Lu, N. Ai, et.al., J. Power Sources, 165 (2007) p.97.

31. K. Hideto, Y. Someya, T. Yoshida, et.al., Solid State Ionics 132 (2000), no.3-4, p.253.

32. S.W. Zha, W. Rauch, and M.L. Liu, Solid State Ionics, 146 (2002), no.3-4, p.219.

33. Y.H. Huang, R.I. Dass, Z.L. Xing, et.al., Science, 312 (2006) p.254.

34. N.Q. Minh Science, Technology of Ceramic Fuel Cells, Elsevier, Amsterdam, 1995.

35. C.R.A. Catlow, Solid State Ionics, 12 (1984) 67.

36. M.M. Bucko, Jurnal Ceramic Sciene. 24 (2004) 1305.

37. D.P.F. De Zouza, A.L. Chinelatto, M.F. De Souza, J. Matter. Sci. 30 (1995) 4355.

38. P. Wynblatt, G.S. Rohrer, F. Papillon, J. Eur.Ceram.Soc. 23 (2003) 115.

39. R. Maric, S. Seward, P.W. Faguy, M. Olijaca, Electrochem. Solid-State Lett. 6 (5) (2003) A91.

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi hidroksipropil metil selulosa (HPMC) 60SH50 sebagai matriks dan Avicel PH 101 sebagai pengisi pada tablet lepas lambat kaptopril sistem mengapung berpengaruh

Pengelasan yang terjadi pada konstruksi dapat mengakibatkan permukan pelat menjadi tidak datar, hal ini diakibatkan terjadinya deformasi akibat pemanasan dari pengelasan. Untuk

“Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk kepaerluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya, memerlukan pemikiran yang

Sementara itu, berdasarkan Pasal 52-54 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi

Melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pedagoge genre, saintifik, dan Melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model

Peran perawat dalam pengobatan menurut (Lestari, 2009) antara lain memberikan obat sesuai program terapi kepada pasien dengan menerapkan prinsip enam benar (benar pasien,

Rentang usia siswa SMK atau sederajat adalah 15 – 17 tahun yang tergolong pada masa remaja pertengahan dengan karakteristik menginginkan kebebasan dan tidak ingin