13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Keadilan Bermartabat
Menurut Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat adalah suatu teori hukum yang memiliki beberapa postulat penting dalam bidang hukum. Postulat
dimaksud, antara lain yaitu hukum merupakan suatu sistem.1 Sistem yaitu satu
kesatuan yang terdiri dari beberapa bagian namun saling kait-mengait. Di dalam sistem terdapat beberapa elemen atau unsur yang saling kait mengait satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan. Postulat lainnya yaitu antara lain keadilan yang memanusiakan manusia.
Teori keadilan bermartabat berbasis pada jiwa bangsa. Pancasiala adalah jiwa bangsa Indonesia. Pancasila menjadi norma dasar negara, suatu elemen yang
penting dalam sistem hukum, yang disebut dengan Sistem Hukum Pancasila.2
Sila-sila dalam sila Pancasila menjadi ukuran-ukuran kebaikan bagi suatu sistem hukum. Elemen atau unsur lainnya dalam Sistem Hukum Pancasila yaitu tujuan hukum.
Menurut prespektif Keadilan Bermartabat, tujuan hukum adalah keadilan yang memanusiakan manusia. Dalam konsep keadilan yang memanusiakan manusia terdapat keadilan itu sendiri, kemanfaatan dan kepastian hukum. Tiga
1
Teguh Prasetyo . Op Cit, h., 2.
2
komponen dalam keadilan yang memanusiakan mansuia tersebut selalu ada di dalam setiap kaidah maupun dalam asas hukum maupun peraturan hukum konkrit dan penemuan hukum.
Menurut prespektif Keadilan Bermartabat, suatu sistem tidak mengijinkan terjadinya konflik didalamnya. Sehingga dalam filsafat Keadilan Bermartabat tidak ada antinomie. Tidak ada pertentangan antara keadilan dan kemanfaatan. Begitupula tidak pertentangan antara kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan, kepastian, dan kemanfaatan sebagai tujuan hukum adalah satu kesatuan keseimbangan. Setiap kali hukum dibicarakan maka otomatis di dalamnya terkandung makna keadilan, sekaligus ada kepastian dan semua hukum yang bermanfaat.
Teori keadilan bermartabat juga berpegang dalam postulat lainnya yaitu prinsip bahwa orang mau mencari hukumnya maka hukum tersebut hanya dapat ditemukan dalam jiwa bangsa. Dimaksudkan dengan jiwa bangsa adalah 2 hal. Pertama, yaitu perarturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, putusan pengadilan yang kalau bisa sudah berkekuatan hukum tetap.
2.2.
Pengaturan Hukum Transportasi Online
Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan,
menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek atau manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Manusia sebagai tujuan penting dalam kegiatan transportasi, harus dimanusiakan merupakan indikator terhadap
terciptanya sistem transportasi yang aman, selamat, tertib, lancar, nyaman dan
dengan biaya yang terangkau.3
Definisi pengagkutan menurut Purwosutjipto adalah perjanjian timbal balik antara pengangkutan dengan pengirim. Pengangkutan mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang/dan atau orang dari suatu tempat
ke tempat tertentu dengan selamat.4 Pengertian transportasi online adalah
pelayanan jasa transportasi yang berbasis internet dalam setap kegiatan transaksinya. Mulai dari pemesanan, pemantauan jalur, pembayaran dan penilaian terhadap pelayanan jasa itu sendiri semuanya menggunakan internet.
Ketersediaan jasa transportasi berkorelasi positif dengan kegiatan ekonomi dan pembangunan dalam masyarakat. Jasa transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bukan hanya untuk melancarkan arus barang dan mobilitas manusia, tetapi jasa transportasi juga membantu tercapainya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal. Kegiatan produksi dilaksanakan secara efektif dan efisien, kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat,
selanjutnya kesenjangan antar daerah dapat ditekan menjadi sekecil mungkin.5
Pentingnya hukum dalam pengaturan transportasi, khususnya
transportasi online akan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat khusunya pengguna jasa transportasi online. Oleh karenanya di dalam pengaturan kepentingan semua pihak harus dapat terpenuhi. Pemerintah dalam membuat
3
C. Jotin Khisty & B. Kent Lall. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi. Cet. Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005., h. 1.
4
Purwosutjipto. Pengertian Pokok-pokok Dagang Indonesia: Hukum Pengangkutan., Cet. Kedua. Jakarta : Penerbit Djambatan, 1997, h. 1.
5
Abbas Salim, Manajemen Transportasi. Cet. Kesepuluh. Jakarta :Penerbit Rajawali Pers. 2013, h., 2.
regulasi tidak boleh menguntungkan satu pihak saja melainkan benar-benar atas dasar tujuan hukum itu sendiri sebagaimana telah dikemukakan dalam perspektif Teori Keadilan Bermartabat di atas. Ditinjau dari segi hukum pengangkutan, transportasi online tunduk pada Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 dan peraturan pelaksanaanya, termasuk perjanjian pengangkutan antara pihak
pengemudi dengan penumpang melalui internet atau transaksi elektronik.6
Objek hukum pengangkutan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan. Dalam hal ini tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan hak para pihak dalam pengangkutan.
Subjek pada transportasi online merupakan pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam perjanjian pengangkutan dan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pengangkutan sebagai perusahaan penunjang
pengangkutan. Dalam hal ini, subjek yang terlibat langsung dalam transportasi
online ialah pengemudi sebagai pengangkut dan penumpang yang menggunakan
jasa transportasi online. Sementara pihak penyedia jasa aplikasi merupakan pihak yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian pengangkutan, tetapi bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan bertindak atas nama atau untuk kepentingan pengemudi, dan penumpang.
Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial dalam suatu masyarakat, yaitu bahwa hukum akan melayani anggota-anggota
6
Lihat manifestasi dari jiwa bangsa mengenai hal ini, dalam UU ITE; UU No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843.
masyarakat, baik berupa pengalokasian kekuasaan, pendistribusian sumber-sumber daya, serta melindungi kepentingan anggota masyarakat itu sendiri. Oleh karenanya hukum menjadi semakin penting peranannya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Kesadaran bahwa hukum merupakan instrumen penting untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu, menjadikan hukum sebagai sarana yang secara sadar dan aktif digunakan untuk mengatur masyarakat, melalui penggunaan peraturan hukum yang dibuat dengan
sengaja, karena hukum memang memerintah demikian.7
Berkaitan dengan tujuan hukum, ajaran tujuan hukum konvensional, yaitu ajaran yuridis dogmatik. Aliran ini bersumber dari pemikiran postivistis di dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom yang mandiri karena hukum tidak lain hanya kumpulan peraturan. Bagi penganut aliran ini, hanyalah sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum yang dalam perspektif Teori Keadilan Bermartabat, sudah inklusif di dalamnya keadilan dan kemanfaatan atau yang memanusiakan manusia.
Selanjutnya, ajaran prioritas baku Gustav Radbruch, seorang filsuf hukum Jerman mengajarkan konsep tiga ide dasar hukum yang oleh sebagian
pakar diidentikan sebagai tiga tujuan hukum, yaitu:1 Keadilan, 2 Kemanfaatan,
dan 3Kepastian hukum.
Berdasarkan ajaran dari Radbruch ini, keadilan harus selalu diprioritaskan. Ketika hakim harus memilih antara keadilan dan kemanfaatan, maka pemilihan harus pada keadilan. Demikian pula ketika hakim harus memilih
7
Satjipto Rahardjo. Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam
Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Cet. Keempat. Jakarta: Rajawali
antara kemanfaatan dan kepastian, maka pilihan harus pada kemanfaatan.8 Namun menurut Teguh Prasetyo di dalam keadilan itu, sebagai prioritas, sudah ada kepastian dan kemanfaatan.
Untuk memenuhi kewajiban hakim dalam mengisi kekosongan hukum atau ketidakjelasan suatu peraturan perundangan-undangan dalam ilmu hukum dikenal dengan Konstruksi Hukum dan Interpretasi (Penafsiran). Menurut Sudikno Mertokusumo yang dimaksud interpretasi atau penafsiran hukum merupakan satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode interpretasi adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang. Menjelaskan ketentuan
undang-undang akhirnya adalah untuk merealisir fungsi hukum positif.9
Metode-metode konstruksi hukum itu dapat dibagi sebagai berikut:
Metode Argumentum Per Analogium (Analogi). Analogi merupakan metode penemuan hukum di mana hakim mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum atau perbuatan hukum baik yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang belum ada peraturannya.sehingga metode analogi ini menggunakan penalarana induksi yaitu berfikir dari peristiwa khusus ke peristiwa umum
Metode Argumentum a Contrario. Metode ini memberikan kesempatan kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu,
8
Achmad Ali. Menguak Tabir Hukum. Edisi. Kedua. Jakarta: Kencana. 2015, h., 97-99.
9
Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Cet . Kedua. Op. Cit, h.,154.
berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan bagi peristiwa di luarnya berlaku kebalikannya. Karena ada kalanya suatu peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undang-undang, tetapi kebalikan dari peristiwa tersebut diatur oleh undang-undang. Jadi metode ini mengedepankan cara penafsiran yang berlawanan pengertiannya antara peristiwa konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang.
Metode Penyempitan Hukum. Kadang-kadang peraturan perundang-undangan itu ruang lingkupnya terlalu umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu. Dalam menyempitkan
hukum dibentuklah pengecualian-pengecualian atau
penyimpangan-penyimpangan baru dari peraturan-peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan member ciri-ciri.
2.3.
Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah pemberian pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain. Perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun.10
10
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum. Cet. Kelima. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, h.,74.
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak
tersebut.11
Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan. Dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban. Dalam hal ini hak dan kewajiban yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia
memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.12
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai
manusia.13
11
Phillipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Cet. Pertama. Surabaya:PT. Bina Ilmu, 1987, h., 25.
12
CST Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia., Jilid 1. Jakarta: Balai Pustaka. 1980, h., 102.
13
Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004, h., 3.
2.3.1. Tujuan Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.14
Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu :
1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena
14
Muchsin. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Surakarta. Universitas Sebelas Maret, 2003, h., 20.
dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan
dengan tujuan dari negara hukum.15
2.3.2. Asas-Asas Perlindungan Hukum Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat. Berdasarkan UUPK
15
pasal 2, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dengan pembangunan nasional.
1. Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberi kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya serta melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material dan spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian Hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.