98
UJI EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR ASAM KANDIS (Garcinia cowa Roxb.) PADA MENCIT PUTIH BETINA DENGAN METODE MICRONUCLEUS
ASSAY
Fatma Sri Wahyuni, Fitriyani Siregar, Surya Dharma Fakultas Farmasi Universitas Andalas
ABSTRACT
The cytotoxic effect of ethanolic extract of Garcinia cowa Roxb. roots had been investigated on female mice using Micronucleus Assay method. Sixty mice were grouped into five: negative control, positive control, dosage I (extract 30 mg/kgBW), dosage II (extract 100 mg/kgBW), and dosage III (300 mg/kgBW) and then each group were grouped into three groups based on the duration of treatment. The group of mice were induced by cyclophosphamide 50 mg/kgBW intraperitoneally. After 30 hours, the treatment groups were administered the extract orally during 3, 7, and 15 days. After that, mice were sacrificed and the femur bone marrow was taken. Some of cytotoxic parameters were observed i.e micronuclei cells and hematocrit level. The percentage of micronuclei (MN) cells was calculated from the quantity of micronuclei cells of the slides of femur bone marrow by using microscope. Results confirmed that ethanolic extract of Garcinia cowa Roxb. roots decreased percentage of micronuclei cells not significantly (P > 0.05). The most lowering of micronuclei cells was showed by the extract in the dosage of 100 mg/KgBW for 15 days.
Keywords: Garcinia cowa Roxb, micronuclei cell, Micronucleus Assay, Cytotoxic effect PENDAHULUAN
Tumbuhan Garcinia cowa Roxb atau yang dikenal dengan nama “Asam Kandis” merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan masyarakat sebagai obat disentri (India), antipiretik (Thailand), tonikum (Malaysia), laksatif (Thailand), ekspektoran (Thailand), dan antimikroba (Thailand) (Na Pattalung, Thongtheerap- arp, Wiriyachitra, & Taylor, 1994; Poomipamorn & Kumkong, 1997).
Berdasarkan studi literatur tentang kandungan kimia akar asam kandis, diketahui bahwa akar asam kandis mengandung cowaxanthon, cowanin, cowanol, mangostin, β-mangostin, 1,3,6- tri-hidroksi-7-metoksi-2,5-bis(3-metil-2-butenil) xanton, maclura-xanton, 10-O-metilmacluraxanton, isocudraniaxanton B, cowagarci non B, dan stigmasterol
(Likhitwitaya-wuid, Phadungcharoen, & Krungkrai, 1998).
Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan disekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh (Corwin, 2000). Kanker terjadi karena proliferasi sel tak terkontrol yang terjadi tanpa batas dan tanpa tujuan (Mosby, 2001). Oleh karena itu, kanker merupakan salah satu jenis penyakit mematikan yang menjadi tantangan bagi dunia kesehatan. Kanker dapat disebabkan oleh faktor endogen maupun eksogen. Faktor endogen dapat berupa faktor genetik, penyakit, dan hormon. Sedangkan faktor eksogen dapat berasal dari makanan, rokok, radiasi ultraviolet, virus, senyawa-senyawa karsinogenik seperti polusi udara, zat warna, dan logam-logam karsinogen (Mosmann,
99 1983; Behrman, Kliegman & Arvin,
2000).
Pengobatan kanker secara medis dilakukan dengan terapi pembedahan,
radiasi, kemo
terapi,imunoterapi/bioterapi (Corwin, 2000). Obat antikanker yang digunakan diharapkan dapat mematikan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal, namun sampai sekarang belum ditemukan obat yang memenuhi kriteria tersebut (Salmon & Sartorelli, 1997). Penggunaan obat-obat anti kanker dapat menimbulkan efek samping yang besar, diantaranya timbulnya reaksi yang merugikan pada sel-sel yang normal mengalami pertumbuhan dengan cepat seperti darah dan rambut (Kee & Hayes, 1993). Oleh karena itulah penelitian terhadap obat kanker ini terus dilakukan dan tumbuhan menjadi alternatif untuk pengobatan kanker yang ideal karena efek samping yang ditimbulkan lebih kecil daripada senyawa sintetis (Kardiman, 2003).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian efek anti kanker dari ekstrak etanol akar “Asam Kandis” secara in vivo dengan metode Micronucleus Assay. Penginduksi pembentuk- an sel mikronuklei mencit digunakan siklofosfamida dengan dosis 50 mg/kg .
METODELOGI PENELITIAN Persiapan hewan percobaan
`Hewan yang digunakan adalah mencit putih (Mus musculus) betina galur DYY yang berumur 2 - 3 bulan sebanyak 60 ekor dengan berat badan 20 – 30 gram. Sebelum digunakan hewan diaklimatisasi selama satu minggu.
Ekstraksi dan karakterisasi ekstrak
Akar kering asam kandis sebanyak 700 g diekstraksi dengan cara maserasi dengan
etanol 70 %. Ekstrak yang diperoleh kemudian dikarakterisasi.
Pembuatan sediaan uji
Sediaan uji yang digunakan berbentuk suspensi ekstrak akar “Asam Kandis ” yang dibuat dengan menggunakan NaCMC 0,5%.
Persiapan hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih (Mus
musculus) betina galur DYY yang
berumur 2 - 3 bulan sebanyak 60 ekor dengan berat badan 20 – 30 gram.
Pembuatan serum darah anak sapi
Serum diperoleh dari darah anak sapi yang berumur sekitar 16 bulan. Darah segar diambil dengan jarum injeksi melalui vena leher.
Pengujian efek sitotoksik
Hewan percobaan dikelompokkan dalam 5 kelompok, terdiri dari 3 kelompok dosis dan 2 kelompok kontrol. Masing-masing kelompok dibagi lagi dalam 3 kelompok berdasarkan lama pemberian sediaan uji. Lama pemberian sediaan uji untuk masing-masing kelompok adalah 3, 7, dan 15 hari. Untuk semua kelompok kecuali kontrol negatif, hewan diinduksi dengan siklofosfamida 50 mg/KgBB pada hari ke-0. Setelah 30 jam, hewan diberikan sediaan uji berdasarkan kelompok masing-masing. Perlakuan masing-masing kelompok adalah sebagai berikut:
1. Kelompok I : Kelompok kontrol negatif yang diberi larutan NaCMC 0,5% secara oral setiap hari. Untuk 3 mencit pertama diberikan larutan NaCMC 0,5% selama 3 hari dan pada hari ke-4 dikorbankan. 3 mencit kedua diberikan larutan NaCMC
100 0,5% selama 7 hari dan pada hari
ke-8 dikorbankan. 3 mencit sisanya diberikan larutan NaCMC 0,5% selama 15 hari dan pada hari ke-16 dikorbankan.
2. Kelompok II : Kelompok kontrol positif yang diinduksi dengan siklofosfamida dosis 50 mg/KgBB pada hari ke-0. Setelah 30 jam, diberi larutan NaCMC 0,5% secara oral setiap hari dan dikorbankan pada hari ke-4, hari ke-8 dan hari ke-16.
3. Kelompok III, IV, dan V : Kelompok uji yang diinduksi dengan siklofosfamida dosis 50 mg/KgBB pada hari ke-0. Setelah 30 jam, diberi sediaan uji dengan dosis (30, 100 dan 300) mg/KgBB secara oral setiap hari dan dikorbankan pada hari ke-4, hari ke-8 dan hari ke-16.
Setelah hewan percobaan dibunuh, darahnya ditampung untuk penetapan nilai hematokrit, kemudian dilakukan pembedahan dan diambil sumsum tulang femurnya. Sumsum tulang ini kemudian dimasukkan ke dalam campuran serum darah sapi dengan buffer phospat (1:1 v/v), lalu dikocok, dibiarkan selama 30 detik dan disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Sumsum dibuang dan peletnya disuspensikan ke dalam 0,5 ml serum darah sapi-buffer phospat (1:1 v/v ).
Penetapan nilai hematokrit
1. Bilas tabung reaksi yang berskala 1 cc dengan Na sitrat 3,8%.
2. Masukkan darah ke dalam tabung reaksi yang telah dibilas, darah dicampur hingga homogen.
3. Tabung yang telah berisi darah disentrifus selama 30 menit pada kecepatan 2000 rpm.
Hasil penetapan hematokrit dibaca dengan memperhatikan tinggi kolom (Gandasoebrata, 2001).
Pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur
1. Suspensi sumsum tulang femur dioleskan pada kaca objek, lalu dikering anginkan.
2. Setelah kering, kaca objek yang telah diolesi suspensi sumsum tulang femur direndam dalam metanol selama 10 menit.
3. Kemudian kaca objek direndam dalam 50 ml larutan May-Gruenwald selama 3 menit.
4. Kemudian kaca objek direndam dalam 100 ml larutan May-Gruenwald-buffer phospat (1:1 v/v) selama 2 menit. Kaca objek lalu dicuci dengan buffer phospat.
5. Setelah kering, kaca objek direndam dalam 70 ml larutan Giemsa-buffer phospat (1:10 v/v) selama 15 – 20 menit. Kemudian kaca objek dicuci dengan buffer phospat dan dilanjutkan dengan aquadest.
6. Setelah kering, kaca objek direndam dalam etanol 95% selama 45 detik dan terakhir direndam dalam xylol selama 3 menit. Setelah itu dikeringkan dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 dengan bantuan minyak immersi. 7. Penghitungan jumlah sel mikronuklei
pada kaca objek yang dihitung sebanyak 5 kali pada tempat yang berbeda. Sel mikronuklei berwarna ungu gelap sedangkan sel normal berwarna ungu terang. Setelah itu, tentukan persentase jumlah sel mikronukleinya.
Analisa data
Dari data hasil penelitian pada parameter persentase jumlah sel mikronuklei dan persentase hematokrit dianalisa secara
101 statistik dengan uji ANOVA dua arah.
Jika hasil data bermakna maka dilanjutkan dengan uji Duncan New Multiple Range Test. Hasil foto-foto mikroskopis jumlah mikronuklei merupakan data kualitatif (Bolton, 1978)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
1.Persentase jumlah sel mikronuklei pada preparat sumsum tulang femur mencit kelompok kontrol positif pada hari ke-4 adalah 70,57%, hari ke-8 adalah 76,20%, dan hari ke-16 sebesar 78,87%. Kelompok kontrol negatif yang tidak diinduksi dengan siklofosfamidaa, persentase jumlah sel mikronukleinya pada hari ke-4 adalah 19,56%, hari ke-8 adalah 25%, dan hari ke-16 sebesar 16,44%. Kelompok yang diberi dosis 30 mg/KgBB pada hari ke-4 adalah 23,14%, hari ke-8 adalah 25,65% dan hari ke-16 adalah 17,17%. Kelompok dosis 100 mg/KgBB pada hari ke-4 adalah 21,04%, hari ke-8 adalah 25,62%, dan hari ke-16 adalah 16,50%. Kelompok dosis 300 mg/KgBB pada hari ke-4 adalah 21,43%, hari ke-8 adalah 28,11%, dan hari ke-16 adalah 18,89%.
2.Nilai hematokrit rata-rata mencit putih betina kelompok kontrol positif pada hari ke-4 adalah 30,55%, hari ke-8 adalah 31,11%, dan hari ke-16 sebesar 44,44%. Kelompok kontrol negatif yang tidak diinduksi dengan siklofosfamidaa, nilai hematokritnya pada hari ke-4 adalah 45,55%, hari ke-8 adalah 46,67%, dan hari ke-16 sebesar 53,11%. Kelompok yang diberi dosis 30 mg/KgBB pada hari ke-4 adalah 40,56%, hari ke-8 adalah 38,33% dan hari ke-16 adalah 41,89%. Kelompok dosis 100 mg/KgBB pada hari ke-4 adalah 47,22%, hari ke-8 adalah 48,89%, dan hari ke-16 adalah 50,22%. Kelompok dosis 300 mg/KgBB pada hari
ke-4 adalah 40,56%, hari ke-8 adalah 43,22%, dan hari ke-16 adalah 48%.
Gambar 1. Foto pemeriksaan preparat apusan sumsum tulang femur mencit kelompok kontrol positif setelah 15 hari penginduksian perbesaran 10 x 40
Gambar 2. Foto pemeriksaan preparat apusan sumsum tulang femur mencit kelompok dosis II (100 mg/kg BB) setelah 15 hari penginduksian perbesaran 10 x 40
Keterangan : A= Sel Mikronuklei B= Sel Normal PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa telah terjadi penurunan jumlah sel mikronuklei pada kelompok hewan percobaan yang diberi ekstrak akar “Asam Kandis” dibandingkan dengan kontrol positif, dimana penurunan ini sebanding dengan kenaikan tingkat dosis. Namun, pada dosis 300 mg/kgBB terjadi peningkatan persentase sel mikronuklei dari hewan percobaan dibandingkan dengan dosis sebelumnya. Seperti halnya siklofosfamid pada dosis
A B
A
102 2-8 mg/kgBB digunakan sebagai
antikanker. Namun, pada dosis tinggi yaitu dosis tunggal 50 mg/kgBB dapat menyebabkan kanker. Ekstrak akar asam kandis ini dapat diberikan pada dosis 30–100 mg/kgBB, sedangkan pada dosis 300 mg/kgBB menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah sel mikronuklei dibandingkan dosis sebelumnya namun masih dibawah jumlah sel mikronuklei pada kontrol positif. Hal ini disebabkan, penggunaan antioksidan dengan dosis tinggi pada hewan percobaan dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam tubuh yang akan menimbulkan kerusakan oksidatif dan berdampak terhadap perkembangan beberapa penyakit diantaranya adalah kanker (Bagiana & Mahasucipta, 2005). Penurunan terbesar persentase jumlah sel mikronuklei dibandingkan terhadap kontrol positif diperoleh pada dosis 100 mg/kg BB selama 15 hari pemberian ekstrak, yaitu sebesar 79,08 %.
Gambar 3. Grafik hubungan persentase perubahan jumlah sel mikronuklei terhadap kontrol positif dengan waktu pada mencit putih betina
Turunnya persentase penurunan jumlah sel mikronuklei pada waktu pemberian sediaan selama 7 hari dibandingkan waktu pemberian selama 3 hari menunjukkan bahwa jumlah sel
mikronuklei berfluktuatif pada waktu pemberian 3 hari dan 7 hari. Jumlah sel mikronuklei pada 7 hari pemberian lebih besar daripada jumlah pada 3 hari pemberian. Hal ini terjadi diduga karena pembentukan sel mikronuklei pada sumsum tulang mencapai laju optimal pada waktu sekitar 7 hari. Siklofosfamida aktif sebagai penginduksi kanker dalam bentuk metabolitnya, sehingga besar atau kecilnya efek induksi kanker sangat dipengaruhi oleh proses metabolismenya di hati yang terkait dengan jumlah metabolitnya yang mencapai sirkulasi sistemik (Ganiswara dan Nafrialdi, 1995).
Aktivitas sitotoksik berupa penurunan jumlah sel mikronuklei ini diduga disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder yang ada pada akar “Asam Kandis”, yaitu xanton dan fenolik. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar aktivitas sitotoksik dari ekstrak akar “Asam Kandis” ini berhubungan dengan aktivitasnya sebagai antioksidan.
Dari hasil nilai hematokrit jika dibandingkan terhadap kontrol positif, nilai hematokrit mencit betina meningkat sebanding dengan peningkatan dosis dan lama waktu pemberian ekstrak. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ekstrak akar “Asam Kandis” dapat meningkatkan nilai hematokrit mencit putih betina. Peningkatan nilai hematokrit ini diduga karena ekstrak “Asam Kandis” bekerja memperbaiki fungsi sel induk primordial pada sumsum tulang sehingga dapat menghasilkan sel-sel darah secara normal, termasuk sel eritrosit.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak etanol akar “Asam Kandis” potensial untuk digunakan sebagai antikanker, dimana aktivitasnya dapat dilihat dengan penurunan jumlah sel mikronuklei mencit putih betina yang
0 50 100 3 hari 7 hari 15 hari % S el M N D ib a n d in g k a n T er h a d a p Ko n tr o l Po si ti f Lama Perlakuan dosis 30 mg/KgBB dosis 100 mg/KgBB dosis 300 mg/KgBB
103 sudah diinduksi kanker setelah pemberian
ekstrak dibandingkan terhadap kontrol positif.
KESIMPULAN
Ekstrak etanol akar asam kandis pada dosis 30 dan 100 mg/kgBB mempunyai aktivitas sitotoksik. Aktivitas sitotoksik terbaik dari penelitian ini ditunjukkan oleh pemberian ekstrak pada dosis 100 mg/KgBB selama 15 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Bagiana, A., dan Mahasucipta, A. (2005). Peran Antioksidan Untuk Mencegah Beberapa Kelainan Jaringan Tubuh.
Majalah Kedokteran Indonesia.
Volume 55 (6), 456.
Bolton, S. (1978). “Statistic” in Gennaro, A.R., Remington’s Pharmaceutical
Science. (18th ed.). Singapura :
Singapore United Press.
Busk, L., Sjostrom, B., Ahlborg, U.G. (1984). “Effect of Vitamin A on Cyclophospamida Mutagenicity In vitro (Ames Test) and in vivo (Mouse Micronucleus Test)”, Fd. Chem, Toxic, 22.
Corwin, E.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. (Edisi 3). Penerjemah: N. Budi Subekti. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gandasoebrata, R. (2001). Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Ganiswara, S., dan Nafrialdi. (1995). “Antikanker dan Immunosupresan” dalam Ganiswara, S., Farmakologi dan Terapi. (Edisi 4). Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.
Kardiman, A. (2003). Tanaman Obat Penggempur Kanker. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.
Kee, J.L., dan Hayes, E.R. (1993). Farmakologi : Pendekatan Proses
Keperawatan. Penerjemah : P.
Anugerah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Likhitwitayawuid, K., Phadungcharoen, T., and Krungkrai, J. (1998). “Antimalarial xanthones from Garcinia cowa”. Planta Med 64: 70– 72.
Mosby. (2001). Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen. (Edisi 2). Penerjemah : Y. Kuncara. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mosmann, T. (1983). "Rapid colorimetric assay for cellular growth and survival: application to proliferation and cytotoxicity assays," Journal of Immunological Methods, 65:55-63. Na Pattalung, P., Thongtheeraparp, W.,
Wiriyachitra, P., and Taylor, W.C. (1994). Xanthones of Garcinia cowa. Planta Med. 60, 365–368.
Poomipamorn, S., and Kumkong, A. (1997). Edible Multipurpose Tree Species.
FaungFa Printing (in Thai),
Bangkok, p. 486.
Salmon, S.E., dan Sartorelli, A.C. (1997). ”Kemoterapi Kanker” in Katzung, B. G., Farmakologi Dasar dan Klinik. (Edisi VI). Penerjemah : Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Thompon, E.B. (1985). Drug Bioscreening :
Fundamental of Drug Evaluation Techniques in Pharmacology. New York: Graceway Publishing