• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Difusi Zat Warna Secang Pada Kulit Tersamak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Difusi Zat Warna Secang Pada Kulit Tersamak"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216

Model Difusi Zat Warna Secang Pada Kulit Tersamak

, Bidhari Pidhatika, R. B. Seno Wulung

Iswahyuni

Jurusan Teknologi Proses Pengolahan Kulit, Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta Ring Road Selatan Jl. Imogiri Km. 6, BAngunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta

Telp. (0274) 383729, Fax. (0274) 383727

Email : iswahyuni78@yahoo.com, b_pidhatika@yahoo.com

ABSTRAK

Penggunaan zat warna sintetis pada kulit tersamak mempunyai keunggulan lebih praktis serta dapat menghasilkan warna-warna yang lebih bagus pada kulit jadinya. Tetapi bahan tersebut mempunyai kelemahan karena sebagian besar zat warna mengandung bahan-bahan yang kurang ramah terhadap lingkungan. Oleh karena itu perlu peningkatan penggunaan zat warna alami. Pemahaman proses secara kuantitatif sangat bermanfaat pada operasi penggunaan zat warna alami. Dalam tulisan ini, penulis mencoba membuat diskripsi kuantitatif tentang proses perpindahan masa zat warna secang ke dalam kulit tersamak. Hasil pemodelan dibandingkan dengan data percobaan penelitian terdahulu. Ternyata model difusivitas efektif disertai pendekatan kesetimbangan padat-cair bisa mendiskripsikan fenomena transfer massa tersebut. Hasil perhitungan secara numeris memberikan nilai koefisien difusi teramati (

D

ap) = 1,9167.10-7 cm2/detik dan

β

= 4,5555.

(Kata kunci : Difusi, Kulit tersamak, Secang, Zat warna alami)

Pendahuluan

Ketergantungan terhadap impor bahan baku / penolong / asesoris dalam industri pengolahan kulit masih tinggi (Direktur Industri Kulit, 1998). Di antara bahan pembantu tersebut terdapat bahan pewarna yang dipakai pada proses pengecatan dasar untuk tahapan finishing. Prosentase penggunaan bahan pewarna sintetis pada proses pengecatan dasar sangat tergantung tipe kulit tersamak yang akan dibuat. Menurut Sharphouse (1989), rata-rata penggunaan bahan pewarna sekitar 10-12% dari berat kulit.

Bahan pewarna yang digunakan pada industri penyamakan kulit sebagian besar berupa bahan pewarna sintetik impor yang sebagian mengandung bahan yang tidak ramah lingkungan serta mahal. Di lain pihak, beberapa tanaman penghasil zat warna alami belum digali potensinya untuk diterapkan pada industri pengolahan kulit. Salah satu tanaman penghasil zat warna yang telah diteliti potensinya untuk diterapkan sebagai cat dasar untuk kulit tersamak adalah secang. Keunggulan secang sebagai cat dasar untuk mensubstitusi bahan pewarna impor antara lain : ketersediaannya relatif banyak, ramah lingkungan dan relatif mudah untuk diisolasi (Iswahyuni, dkk, 2002).

Kayu secang merupakan sumber zat warna merah, yang dapat dipakai sebagai bahan pewarna katun, sutera dan minuman. Bagian terdalam kayu secang (heartwood) mengandung warna merah yang disebut

Sappanin. Kayu secang juga mengandung Brazilin, yaitu senyawa penting penghasil warna merah berasal

dari kayu brazil (Brazilwood). Pengambilan Brazilin dari kayu dilakukan dengan cara menyerut kayu, lalu dilembabkan dengan air dan dibiarkan berfermentasi selama beberapa minggu untuk menaikkan daya warnanya. Kayu yang terfermentasi selanjutnya dilarutkan dalam air. Selain itu bahan pewarna dapat diekstraksi menggunakan alkohol atau pelarut organik yang lain. Ekstrak zat warna yang diperoleh 20% dari berat bagian dalam kayu kering (Lemmens dkk, 1992).

Untuk mengetahui distribusi zat warna di dalam kulit diperlukan adanya pemahaman proses secara kuantitatif. Pemahaman ini akan sangat bermanfaat pada operasi penggunaan zat warna alami, maka dalam

(2)

Pada penelitian tersebut dilakukan pengamatan perubahan konsentrasi zat warna di luar kulit (CAf) pada

variasi waktu dan konsentrasi awal zat warna. Data yang dipilih adalah data proses pewarnaan kulit sebelum proses fiksasi sehingga dapat dipandang sebagai proses difusi zat cair kedalam zat padat pada medium berbentuk slab pada suhu yang konstan, tanpa adanya reaksi kimia.

Dalam penelitian tersebut, proses pewarnaan dilakukan pada kulit tersamak, yang terdiri atas bagian

fleshing dan bagian nerf. Difusi cairan zat warna ke dalam kulit diasumsikan hanya terjadi dari bagian fleshing sedangkan bagian nerf sulit ditembus (tidak ada difusi). Jika dianggap salah satu sisi relatif tidak

tembus zat warna, maka proses difusi zat warna tersebut bisa didiskripsikan dengan menggunakan model difusi satu arah dari cairan ke padatan yang berbentuk slab. Pada penelitian ini diajukan suatu model yang diperkirakan dapat mewakili peristiwa yang terjadi.

Dengan menyusun neraca massa zat warna dalam kulit, mengaplikasikan hukum Fick tentang difusi, serta menganggap tercapai kesetimbangan lokal, maka dapat diperoleh beberapa persamaan berikut :

t

C

D

x

C

A ap A

=

∗ ∗

.

1

2 2 (1)

C

A

( )

x

,

0

=

0

(2)

( )

0

,

=

0

t

x

C

A (3) (4) Berdasarkan persamaan (1), (2), (3), dan (4) jika tersedia koefisien difusi, , dan maka dapat diketahui distribusi konsentrasi zat warna pada setiap posisi setiap saat. Penyelesaian persamaan tersebut dijalankan dengan cara finite difference approximation.

( )

Af

A

L

t

C

C

,

=

β

.

ap

D

β

dan dapat dicari dengan membandingkan hasil hitungan dengan data percobaan (curve

fitting). Dicari nilai dan yang memberikan nilai sum of squares of error yang minimum. Minimasi dijalankan dengan cara Hooke Jeeves.

ap

D

β

ap

D

β

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian untuk variabel waktu tertera pada tabel 1 sedangkan untuk variabel konsentrasi awal tertera pada tabel 2.

Tabel 1. Data konsentrasi zat warna pada berbagai waktu (konsentrasi awal zat warna (CAf0) = 2,681,

tekanan = atmosferis, suhu = 30oC, perbandingan massa kulit dengan larutan = 1 : 2)

t, menit CAf, g/cm3 30 1,981 60 1,805 90 150 180 1,210 120 0,930 0,404 0,334

(3)

Tabel 2. Data konsentrasi zat warna pada waktu 90 menit pada berbagai konsentrasi awal zat warna

(tekanan = atmosferis, suhu = 30oC)

CAf0, g/cm3 CAf90, g/cm3 0,457 0,176 1,000 0,474 1,595 0,719 1,876 0,649 1,210 1,385 2,681 2,892

Verifikasi model matematis yang diajukan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, yaitu data yang tertera pada tabel 1. Curve fitting menghasilkan nilai = 1,9167 x 10

ap

D

-7

cm2/detik dan

β

= 4,5555.

Perbandingan hasil hitungan menggunakan dan tersebut dengan data percobaan ditunjukkan pada tabel 3 dan gambar 1.

ap

D

β

Tabel 3. Konsentrasi zat warna pada berbagai waktu (konsentrasi awal zat warna (CAf0) = 2,681)

T, menit CAf data, g/cm3 CAf hitung, g/cm3

30 1,523 60 1,805 90 1,210 120 0,930 1,017 150 0,404 0,939 180 0,334 0,878 210 - 0,828 240 - 0,787 270 - 0,752 300 - 0,723 1,981 1,269 1,120

(4)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 waktu (t), menit

konsentrasi zat warna

(C Af ), g/cm 3 CAf (hitung) CAf (data)

Gambar 1. Hubungan konsentrasi zat warna terhadap waktu

Pada gambar 1 terlihat bahwa hasil perhitungan dengan menggunakan model matematis yang diajukan memberikan hasil hitungan yang cukup dekat dengan data percobaan. Sehingga dalam hal ini model matematis yang diajukan dapat digunakan untuk mendekati peristiwa yang terjadi.

Hasil perhitungan yang disajikan pada gambar 1 menunjukkan bahwa konsentrasi zat warna pada cairan di luar kulit turun dengan bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya waktu maka kesempatan zat warna untuk berdifusi ke dalam kulit semakin banyak. Dengan demikian, zat warna yang tersisa dalam cairan di luar kulit semakin sedikit.

Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pada saat-saat awal, penurunan konsentrasi zat warna cukup besar, tetapi pada suatu saat penurunan itu menjadi semakin kecil dan menuju suatu kondisi dimana konsentrasi zat warna relatif konstan. Hal ini disebabkan karena makin dekatnya dengan kondisi kesetimbangan antara zat warna di dalam cairan diluar kulit dengan zat warna di dalam kulit.

Harga

D

dan selanjutnya dipakai untuk menghitung harga C pada waktu 90 menit pada harga C yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 2.

ap

β

Af

Af0

Tabel 4. Konsentrasi zat warna pada waktu 90 menit pada berbagai konsentrasi awal zat warna

CAf0, g/cm 3 CAf90 data, g/cm3 CAf90 hitung, g/cm3

0,457 0,176 0,191 1,000 0,474 0,417 1,595 0,719 0,666 1,876 0,649 0,783 2,681 1,210 1,119 2,892 1,385 1,207

(5)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

Konsentrasi awal zat warna (CAf0), g/cm

3

Konsentrasi zat warna pada 90 menit

(C Af90 ), g/cm 3 CAf 90 (hitung) CAF 90 (data)

Gambar 2. Hubungan konsentrasi zat warna pada 90 menit terhadap konsentrasi awal zat warna

Pada gambar 2 terlihat bahwa tetapan yang diperoleh dari percobaan variasi waktu juga memberikan hasil hitungan yang cukup dekat dengan data percobaan variasi konsentrasi awal. Berarti tetapan-tetapan dari percobaan variasi waktu bisa dipakai untuk variasi konsentrasi awal. Fenomana ini memperkuat kemungkinan model dan tetapan tersebut bisa dipakai untuk percobaan/proses sejenis yang lain.

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan :

1. Model matematis yang diajukan berdasar anggapan transfer massa zat warna mengikuti hukum Fick dan tercapai keadaan kesetimbangan lokal, dapat digunakan untuk mendiskripsikan fenomena transfer massa zat warna alami ke dalam kulit tersamak.

2. Koefisien difusi teramati (apparent diffusivity) dalam fenomena transfer massa zat warna alami ke dalam kulit tersamak sebesar = 1,9167.10-7 cm2/detik dan nilai = 4,5555.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Prof. Ir. Wahyudi Budi Sediawan, SU, Ph.D

yang telah memberikan bimbingan, saran, serta dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan naskah ilmiah ini.

Daftar Notasi

D : Koefisien difusi teramati (apparent diffusivity), cm2/s : Kapasitas padatan untuk mengakomodasi molekul-molekul

CAf : Konsentrasi zat warna dalam cairan di luar kulit pada setiap waktu, g/cm3

CAf0 : Konsentrasi awal zat warna dalam cairan di luar kulit, g/cm3

CAf90: Konsentrasi zat warna dalam cairan di luar kulit pada waktu 90 menit, g/cm3

CA* : Konsentrasi zat warna dalam kulit, g/cm3 kulit

t : waktu, s Daftar Pustaka

Bienkiewicz, K., (1983), “Physical Chemistry of Leather Making”, Robert E. Krieger Publishing Company Malabar, Florida.

Casetta M. dan Koncar, V., (2002), “Modeling of The Diffusion During Polyester Dyeing, A Survey”, ap

D

β

ap

(6)

Iswahyuni, Darmawati, E., dan Suhadiyono, (2002), “Pemanfaatan Zat Warna Tanaman Sebagai Cat Dasar Untuk Kulit Tersamak”, Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII, Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI, Jakarta.

Lemmens, R.H., (1992), “Dye and Tannin Producing Plants”, Plants Resources of East Asia, Pudoc DLO, Wageningen Nederland.

Noll, K. E., Gournaris, V., dan Hou, W. S., (1992), “Adsorpsion Technology for Air and Water Pollution

Control”, Lewis Publisher, Inc., Michigan.

Scheiwetzer, (1979), “Handbook of Separation Techniques for Chemical Engineers”, Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York.

Sediawan, W. B., dan Prasetya, A., (1997), “Pemodelan Matematis dan Penyelesaian Numeris dalam Teknik

Kimia dengan Pemrograman Bahasa Basic dan Fortran”, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Data konsentrasi zat warna pada berbagai waktu  (konsentrasi awal zat warna (C Af0 ) = 2,681,
Tabel 2. Data konsentrasi zat warna pada waktu 90 menit  pada berbagai konsentrasi awal zat warna
Gambar 1. Hubungan konsentrasi zat warna terhadap waktu
Gambar 2. Hubungan konsentrasi zat warna pada 90 menit terhadap konsentrasi awal zat warna  Pada gambar 2 terlihat bahwa tetapan yang diperoleh dari percobaan variasi waktu juga memberikan  hasil hitungan yang cukup dekat dengan data percobaan variasi kons

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan rancangan belah lintang ( cross sectional) untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor yang berpengaruh

sehingga melalui judul dalam tulisan ini memberikan sebuah penegasan bagi para pembaca bahwa penyandang autsime yang dianggap tidak dapat membentuk gambaran Allah

Dalam penelitian yang berjudul Manajemen Konflik Antar Pribadi pada Pasangan Suami- Istri dengan fokus penelitian ke pasangan yang berasal dari Jawa dan Batak, kita bisa melihat

Pemegang Kad Baharu MATTA - Hong Leong Credit Card “Kepada Bank yang baru diluluskan” dan Pemegang Kad Sedia Ada Kepada Bank yang melakukan satu (1) leretan runcit dalam masa 45

Untuk mengetahui pengaruh terhadap pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana (Y) yang meliputi penyelamatan korban (Y1), penyediaan hunian sementara

c. Jika dampak informasi yang ditemukan kemudian atas laporan keuangan tidak dapat ditentukan tanpa penyelidikan yang memakan lama, penerbitan laporan keuangan dan laporan audit