• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERHITUNGAN CRITICAL CLEARING TIME PADA BEBAN STATIS BERBASIS CONTROLLING UNSTABLE EQUILIBRIUM POINT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERHITUNGAN CRITICAL CLEARING TIME PADA BEBAN STATIS BERBASIS CONTROLLING UNSTABLE EQUILIBRIUM POINT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERHITUNGAN CRITICAL CLEARING TIME

PADA BEBAN STATIS BERBASIS CONTROLLING

UNSTABLE EQUILIBRIUM POINT

Ony Asrarul Qudsi, Dr.Eng.Ardyono Priyadi, ST1), M.Eng., Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, MT.2) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail : pryadi@ee.its.ac.id1), adisup@ee.its.ac.id2)

Abstrak—Kestabilan transien memiliki peranan penting

dalam operasi sistem tenaga listrik. Misalnya pada saat terjadi gangguan, rele pengaman akan bekerja untuk membuka breakers dalam waktu kurang dari 200-300 ms. Akan tetapi hal ini tidak menjamin sistem akan kembali pada kondisi steady-state. Hal ini disebabkan adanya waktu pemutus kritis / critical clearing time (cct) pada sistem tenaga listrik. Jika gangguan diputus kurang dari waktu kritisnya/

critical clearing time (cct), maka generator akan kembali

stabil. Namun, jika gangguan diputus lebih dari waktu kritisnya/ critical clearing time (cct), maka generator akan berada pada kondisi tidak stabil. Dalam tugas akhir ini akan dihitung critical clearing time (cct) pada banyak generator menggunakan metode energy function untuk menentukan metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP). Metode ini cukup baik untuk menentukan metode Controlling

Unstable Equilibrium Point (CUEP), begitu juga critical clearing time (cct). Selain itu, metode ini merupakan metode

perhitungan prediksi yang cepat, namun hanya dapat digunakan pada perhitungan model klasik.

Kata kunci: Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP), critical clearing time (cct), energy function, Kestabilan

Transien.

I. PENDAHULUAN

tabilitas sistem tenaga listrik telah dianggap sebagai masalah penting untuk mengamankan operasi sistem tenaga listrik. Mengacu pada referensi [1] kestabilan didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem tenaga listrik untuk kembali pada konisi awal dan memperoleh kembali kesetimbangan setelah terjadi gangguan sehingga sistem tetap utuh. Banyak kejadian listrik mati total disebabkan oleh ketidakstabilan sistem tenaga. Tidak terkecuali yang menjadi sorotan adalah kestabilan transien yang terjadi akibat gangguan besar secara tiba-tiba seperti gangguan hubung singkat, pemutusan saluran secara tiba-tiba melalui circuit

breaker(CB), serta pemindahan beban secara tiba-tiba.

Kestabilan transien berkaitan pada kemampuan mempertahankan keseimbangan torsi elektromagnetik dan torsi mekanik pada setiap mesin sinkron yang terdapat pada sistem tenaga listrik tersebut. Jika kesetimbangan terganggu maka terjadi perbedaan antara torsi mekanik dan torsi elektromagnetik sehingga, mengakibatkan percepatan atau perlambatan putaran rotor generator. Pada refrensi [2]

telah dijelaskan tentang prinsip dasar dinamika gerakan rotor suatu mesin sinkron. Demikian pula pada referensi [3] telah dijelaskan respon sudut rotor terhadap gangguan transien.

Hingga saat ini, analisis kestabilan transien masih banyak menggunakan integrasi numerikal dari persamaan diferensial nonlinear. Metode ini cukup akurat dalam perhitungan critical clearing time(cct) suatu sistem tenaga multimesin dan mampu memberikan gambaran tentang kestabilan sistem tenaga akibat gejala transien yang dialami. Namun, integrasi numerikal yang begitu panjang dalam proses perhitungan critical clearing time (cct) menyebabkan metode ini memerlukan waktu yang tidak sedikit dalam proses iterasinya. Hal ini sangat tidak efektif jika diterapkan pada analisis kestabilan transien. Sebab, pola perubahan yang terjadi akibat gangguan-gangguan yang terjadi sangat cepat pada sistem. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode yang dapat menghitung critical

clearing time (cct) dengan iterasi yang lebih cepat dan

akurat, sehingga dapat diaplikasikan secara nyata pada sistem.

Energy Function merupakan metode perhitungan

langsung yang sangat sangat erat hubungannya dengan energi kinetik dan potensial. Metode ini cukup baik untuk menetukan Controlling Unstable Equilibrium Point

(CUEP) dan critical clearing time (cct) pada banyak mesin.

Metode ini tidak memerlukan waktu untuk integrasi numerikal dari sistem setelah gangguan sehingga waktu perhitungan critical clearing time (cct) lebih cepat. Metode ini juga memberikan hasil yang kuantitatif mengenai sudut kestabilan sistem. Dengan demikian, metode ini cocok digunakan dalam perhitungan critical clearing time (cct) pada multimesin.

Metode ini akan dijadikan dasar dari pembahasan tugas akhir ini sebagai metode perhitungan critical clearing

time (cct) yang akurat dan cepat. Sehingga, mampu

diterapkan sebagai metode untuk analisa kestabilan transien pada berbagai sistem tenaga listrik.

II. TEORI ENERGY FUNCTION

Pola perubahan yang terjadi akibat gangguan sangatlah cepat sehingga diperlukan metode lain dalam analisis kestabilan transien. Metode Lyapunov telah banyak diterapkan untuk medapatkan titik kestabilan dalam analisa

(2)

kestabilan multimesin [4]. Metode ini cukup akurat untuk memodelkan suatu sistem dengan lebih sederhana dalam analisa kestabilan transien.

Hingga saat ini, metode Lyapunov masih terus dikembangakan sebagai metode langsung dalam analisa kestabilan transien. Pada refrensi [5] telah dilakukan improvisasi pada pemodelan matematika dari metode kestabilan Lyapunov untuk sistem tenaga listrik. Pada pengembangan model ini didasarkan pada perbedaan energi dari sistem tenaga listrik, sehingga didapatkan sebuah pemodelan baru untuk menentukan titik kestabilan pada analisa kestabilan transien.

Metode ini disebut sebagai metode energy function. Metode ini merupakan hasil transformasi dari fungsi Lyapunov kedalam fungsi energi. Metode ini sangat erat hubungannya dengan energi kinetik dan energi potensial dari generator. Dimana, energi kinetik sangat berhubungan dengan gerakan relative dari generator. Sedangkan energi potensial sangat berhubungan dengan elemen jaringan.

Ide dasar dalam metode ini agar sistem tenaga listrik dapat memberikan kontingesi dalam sistem setelah terjadi gangguan adalah dengan membandingkan total energi sistem yang diperoleh selama gangguan terjadi dengan nilai energi potensial tertentu [5]. Energi paling kritis ditentukan dari energi potensial paling dekat diantara unstable

equilibrium point dan stable equilibrium point.

Teori energy function dalam analisa kestabilan transien multimesin dapat dianalogikan seperti bola yang menggelinding dalam sebuah mangkuk dimana yang menjadi koordinat adalah sudut rotor generator. Pada kondisi setelah terjadi gangguan, akan terdapat titik minimum dari total energi. Dimana energi tersebut tergantung pada energi potensial dan energi kinetik dari generator setelah gangguan diputus.

Kemungkinan yang akan terjadi pada bola setelah gangguan diputus adalah bola akan keluar dari mangkuk. Kondisi yang demikian mereperesentasikan bahwa sistem tidak stabil. Sedangkan untuk kondisi selanjutnya, bola tetap berosilasi pada mangkuk namun, osilasi akan teredam dan pada akhirnya bola akan berada pada dasar mangkuk. Kondisi seperti inilah yang disebut kondisi stabil, dimana energi potensial setelah gangguan adalah paling kecil.

Secara matematis energi function dapat dituliskan seperti pada persamaan dibawah ini:

𝑉𝑉 = 1 2∑ 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑖𝑖𝜔𝜔�𝑖𝑖2− ∑ 𝑃𝑃𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑖𝑖(𝜃𝜃𝑖𝑖− 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠) − ∑𝑛𝑛−1𝑖𝑖=1 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖 =𝑖𝑖+1[𝐶𝐶𝑖𝑖𝑖𝑖�cos𝜃𝜃𝑖𝑖𝑖𝑖 − cos 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑖𝑖𝑠𝑠) − ∫𝜃𝜃𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠𝑖𝑖+𝜃𝜃+𝜃𝜃𝑖𝑖𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖cos 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑖𝑖𝑑𝑑(𝜃𝜃𝑖𝑖+ 𝜃𝜃𝑖𝑖) 𝑖𝑖𝑠𝑠 ] (1)

dari persamaan diatas didapat empat persamaan perubahan energi, antara lain:

a) perubahan energi kinetik rotor

𝑉𝑉𝑘𝑘 =12∑ 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑖𝑖𝜔𝜔�𝑖𝑖2 (2)

b) perubahan energi potensial rotor

𝑉𝑉𝑝𝑝 = − ∑ 𝑃𝑃𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑖𝑖(𝜃𝜃𝑖𝑖− 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠) (3)

dimana :

𝑃𝑃𝑖𝑖 = 𝑃𝑃𝑚𝑚− 𝑌𝑌𝑟𝑟𝑟𝑟𝑑𝑑 _𝑝𝑝𝑝𝑝𝑠𝑠𝑝𝑝. 𝐸𝐸𝑎𝑎2 (4)

c) perubahan energi magnetik yang tersimpan 𝑉𝑉𝑚𝑚 = − ∑𝑛𝑛−1𝑖𝑖=1 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=𝑖𝑖+1𝐸𝐸𝑖𝑖𝐸𝐸𝑖𝑖𝐵𝐵𝑖𝑖𝑖𝑖(cos�𝜃𝜃𝑖𝑖− 𝜃𝜃𝑖𝑖� −

cos(𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠− 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠)) (5)

d) perubahan energi disipasi ∫𝜃𝜃𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠𝑖𝑖+𝜃𝜃+𝜃𝜃𝑖𝑖𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖cos 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑖𝑖𝑑𝑑(𝜃𝜃𝑖𝑖+ 𝜃𝜃𝑖𝑖)

𝑖𝑖𝑠𝑠 ] (6)

dalam hal ini energi disipasi tidak dapat dihitung, sehingga bernilai nol.

III. PERHITUNGAN CRITCAL CLEARING TIME (CCT)

MENGGUNAKAN CONTROLLING UNSTABLE EQUILIBRIUM POINT (CUEP)

Terdapat beberapa metode untuk menentukan energi kristis analisa kestabilan transien menggunakan metode

energy function. Mengacu pada referensi [6], Closest Unstable Equilibrium Point (Closest UEP) dan Potential Energy Boundary Surface (PEBS) merupakan contoh

metode untuk menentukan energi kritis dalam analisa kestabilan transien. Metode Closest Unstable Equilibrium

Point (Closest UEP) memberikan hasil yang terlalu

konservatif bila diterapkan pada analisa kestabilan transien. Sedangkan metode Potential Energy Boundary Surface

(PEBS) merupakan metode perhitungan energi kritis yang

cepat. Namun, metode ini kurang akurat dalam penetuan energi kritis suatu sistem. Oleh karena itu, kedua metode ini kurang sesuai untuk menetukan energi kritis suatu sistem tenag listrik.

Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP)

merupakan suatu metode untuk menetukan energi kritis dengan batas kesalahan yang cukup relevan pada sistem. Konsep dari metode ini telah dikembangkan sebelumnya oleh T. Atay, R. Padmore, S. Virmani [5] dan A. Fouad, V. Vittal, S. Rajagopal [7]. Metode ini cukup akurat untuk menetukan kestabilan sistem tenaga listrik sebab secara mendasar Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) menjadi batas pengendali batas kestabilan sistem tenaga listrik. Apabila lintasan gangguan (fault trajectory) melewati Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) pada batas kestabilan, maka sistem akan tdak stabil. Sebaliknya, jika lintasan gangguan (fault trajectory) melewati Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) pada batas kestabilan, maka sistem akan stabil.

Ilustrasi di bawah menunjukkan bahwa Controlling

Unstable Equilibrium Point (CUEP) merupakan pendekatan pada batas kestabilan Ws(Xco) setelah terjadinya

(3)

~ ~ G3 G1 G2 1 4 5 6 2 7 8 9 3 A G F I H C E D ~ B gangguan yang dituju oleh lintasan gangguan (fault

trajectory). Untuk medapatkan kestabilan, gangguan harus

diputus sebelum lintsan gangguan (fault trajectory) melewati Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) dalam batas kestabilan pada exit point.

Gambar 1. Metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP)[6]. Berdasarkan refrensi [6][8], kestabilan sistem tenaga listrik dapat ditentukan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan Energi Kritis

• Menetukan Controlling Unstable Equilibrium

Point (CUEP) untuk lintasan gangguan (fault trajectory).

• Menetukan energi kritis yang merupakan nilai dari

energy function pada Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP).

2. Pendekatan Batas Kestabilan

• Dengan menggunakan energi pada permukaan yang terhubung pada Controlling Unstable

Equilibrium Point (CUEP) dan didalamnya

terdapat SEP (Stable Equilibrium Point), maka akan didapatkan sebuah pendekatan batas kstabilan dari lintasan gangguan(fault trajectory). 3. Penentuan Kestabilan Langsung (Direct Stability)

• Menghitung nilai dari energy function setelah gangguan diputus.

• Jika nilai energi setelah setelah gangguan diputus lebih kecil dari pada nilai energi kritis, maka sistem akan stabil setelah gangguan diputus. Begitu pula sebaliknya.

Dengan demikian, besarnya energi pada Controlling

Unstable Equilibrium Point (CUEP) dapat digunakan

sebagai energi kritis untuk penetuan critical clearing time

(cct) menggunakan metode energy function. Selain itu, Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) juga dapat

digunakan sebagai pendekatan dari batas kestabilan. Selanjutnya dengan menggunakan energy function,

critical clearing time (cct) dapat dicari dengan menghitung

perbedaan waktu antara SEP (Stable Equilibrium Point) dan exit point [6].

Dimana exit point merupakan batas kestabilan dimana nilai energi kinetik bernilai nol. Hal ini disebut dengan energi kritis. Fungsi dari energi kritis ini direprentasikan pada persamaan di bawah ini:

𝑉𝑉 = 𝑉𝑉𝑝𝑝+ 𝑉𝑉𝑚𝑚 (7)

dimana 𝑉𝑉𝑝𝑝 dan 𝑉𝑉𝑚𝑚 merupakan energi potensial dan energi magnetik yang tersimpan.

𝑉𝑉𝑝𝑝 = − ∑ 𝑃𝑃𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑖𝑖(𝜃𝜃𝑖𝑖− 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠) (8)

𝑉𝑉𝑚𝑚 = − ∑𝑛𝑛−1𝑖𝑖=1 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=𝑖𝑖+1𝐸𝐸𝑖𝑖𝐸𝐸𝑖𝑖𝐵𝐵𝑖𝑖𝑖𝑖(cos�𝜃𝜃𝑖𝑖− 𝜃𝜃𝑖𝑖� −

cos(𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠− 𝜃𝜃𝑖𝑖𝑠𝑠)) (9)

sedangkan nialai dari 𝜃𝜃 merupakan nilai dari Controlling

Unstable Equilibrium Point (CUEP) yang telah didapat

sebelumnya. Dengan demikian nilai critical clearing time

(cct) dapat ditentukan nilainya.

IV. HASIL DAN ANALISA

Simulasi dilakukan pada beberapa sistem yang mencerminkan sistem multimesin diantaranya sistem 3 generator 9-bus [9] dan 6 generator 30-bus [10]. Dari hasil simulasi ini akan didapat parameter-parameter yang diperlukan dalam perhitungan critical clearing time (CCT). Pada simulasi ini juga terbatas pada beban statis.

A. PERHITUNGAN CRITICAL CLEARING TIME

(CCT) PADA SISTEM 3 GENERATOR 9-BUS

Untuk membuktikan keakuratan metode Controlling

Untable Equilibrium Point (CUEP), akan dilakukan

simulasi perhitungan pertama pada sistem 3 generator 9-bus, seperti pada single line diagram dibawah ini:

Gambar 2. Sistem 3 Generator 9-Bus.

Nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) pada generator untuk setiap titik gangguan sistem 3 generator 9-bus seperti pada tabel dibawah ini:

(4)

Tabel 1.

Nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) Tiap Generator untuk Tiap Gangguan pada Sistem 3 Generator 9-Bus.

Gangguan CUEP (rad)

Generator 1 Generator 2 Generator 3

A -0.8125 2.112 1.8797 B -0.6368 2.242 0.2264 C -0.4524 0.4186 2.656 D -0.8149 2.1566 1.8042 E -0.8078 2.1239 1.818 F 1.7317 -4.3007 -4.4333 G -0.7854 2.3882 1.0807 H -0.6253 -0.4123 5.7765 I -0.6418 1.0559 2.7862

Critical clearing time (cct) didapat dengan cara

menghitung perbedaan waktu antara SEP (Stable

Equilibrium Point) setelah gangguan hingga exit point.

Dimana, exit point merupakan titk batas kestabilan sistem yang direpresentasikan dari energi kritis setelah terjadinya gangguan. Fungsi dari energi kritis ini terjadi pada saat energi kinetik bernilai nol dan pada saat energi potensial paling rendah. Hal tersebut dapat dilustrasikan seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 3. Nilai Energy Function untuk titik gangguan A, B, C, D, E, F, G, dan I pada Sistem 3 Generator 9-Bus.

Gambar 4. Nilai Energy Function untuk titik gangguan H pada Sistem 3 Generator 9-Bus.

Berdasarkan gambar grafik diatas, dapat dilihat nilai energi kritis pada titik gangguan F dan H tidak konvergen. Hal ini, terjadi karena exit point tidak ditemukan, sehingga didapat nilai critical clearing time (cct) pada setiap gangguan seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.

Nilai Critical Clearing Time (CCT) untuk Setiap Titik Gangguan pada Sistem 3 Generator 9-Bus.

Gangguan CCT

(s)

THETA EXIT (rad)

VPE (p.u) energy function saat gangguan (p.u) G1 G2 G3 A 0.453 -0.79378 2.022742 1.92291 2.2386 3.7504 B 0.238 -0.65166 2.378705 0.052672 2.0422 5.4797 C 0.2773 -0.51147 0.544122 2.852362 2.7035 4.9552 D 0.4034 -0.78621 1.98832 1.936746 2.5944 4.4537 E 0.4031 -0.78621 1.98832 1.936746 2.5828 4.4394 F 0.5659 -0.75167 2.513644 0.549736 7.1419 6.0462 G 0.261 -0.75167 2.513644 0.549736 2.8194 6.3181 H -5720000 -0.64142 0.928774 3.053516 -2.3284 5.612 I 0.2842 -0.61501 0.902693 2.901901 3.2477 5.6919

Jika dibandingkan dengan simulation method maka, nilai critical clearing time (cct) dengan mengguanakan

Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) tidak

berbeda jauh.

Tabel 3.

Perbandingan Nilai Critical Clearing Time (CCT) Menggunakan

Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) dan Simulation Method

pada Sistem 3 Generator 9-Bus. Gangguan CCT CUEP (s) Lama Iterasi (s) CCT Simulation Method (s) Lama Iterasi (s) Lama iterasi dengan 10 percobaan (s) A 0.453 0.6214 0.470 - 0.471 1.2582 12.582 B 0.238 0.1325 0.233 - 0.234 1.2602 12.602 C 0.2773 0.0859 0.274 - 0.275 1.2529 12.529 D 0.4034 0.0787 0.417 - 0.418 1.2053 12.053 E 0.4031 0.079 0.416 - 0.417 1.1787 11.787 F 0.5659 0.0757 0.254 - 0.255 1.2174 12.174 G 0.261 0.0789 0.257 - 0.258 1.27 12.7 H -5720000 0.0893 0.282 - 0.283 1.2076 12.076 I 0.2842 0.0754 0.283 - 0.284 1.2088 12.088 RATA-RATA 0.1463 1.22879 12.287889

Berdasarkan data critical clearing time (cct) dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada titik gangguan F dan H

critical clearing time (cct) tidak ditemukan. Hal ini terjadi

karena pada metode BCU yang digunakan untuk mendapatkan Controlling Unstable Equilibrium Point

(CUEP), exit point tidak ditemukan. Meskipun, pada tabel

diatas ditunjukkan bahwa terdapat nilai dari exit point, namun sebenarnya titik tersebut bukanlah exit point. Kasus yang demikian sesuai dengan penjelasan pada refrensi [11].

Pada titik gangguan F dan H, nilai dari Controlling

Unstable Equilibrium Point (CUEP) tidak konvergen,

sehingga menyebabkan exit point tidak ditemukan. Akibat dari tidak ditemukannya exit point adalah nilai energi kritis (VPE) menjadi tidak konvergen pula. Hal ini dapat dibandingkan dengan nilai energi kritis (VPE) pada titik gangguan yang lain seperti yang tertera pada tabel 7 diatas. Pada titik gangguan F, dapat dilihat bahwa energi kritis

(5)

~ ~ ~ ~ ~ 1 13 6 4 3 2 11 10 12 9 7 5 29 30 8 25 28 27 21 20 24 26 22 18 15 19 14 23 17 16 ~ J F D E C B A H G I

(VPE) lebih besar daripada nilai energy function pada saat gangguan. Sedangakan Pada titik gangguan H, dapat dilihat bahwa energi kritis (VPE) lebih kecil daripada nilai energy

function pada saat gangguan, akan tetapi nilainya tidak

konvergen. Dengan demikian, mengacu pada refrensi [6], [8], [11] dapat dikatakan bahwa sistem tidak berada pada area kestabilan. Sehingga nilai critical clearing time (cct) tidak dapat ditemukan.

Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai critical clearing

time (cct) menggunakan metode Controlling Untable Equilibrium Point (CUEP) lebih cepat jika dibandingkan

dengan menggunakan simulation method. Hal ini menunjukkan bahwa iterasi numerikal pada metode

Controlling Untable Equilibrium Point (CUEP) lebih

sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan simulation

method. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa nilai critical clearing time (cct) anatara metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) dan simulation method tidak

berbeda jauh sekitar 0.0005 (s) hingga 0.017 (s). Akan tetapi, tidak semua nilai critical clearing time (cct) dapat diperoleh dengan menggunakan metode ini. Sehingga metode ini kurang akurat jika diterapakn pada sistem ini untuk perhitungan nilai critical clearing time (cct).

Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai critical clearing

time (cct) menggunakan metode Controlling Untable Equilibrium Point (CUEP) lebih cepat jika dibandingkan

dengan menggunakan simulation method. Hal ini menunjukkan bahwa iterasi numerikal pada metode

Controlling Untable Equilibrium Point (CUEP) lebih

sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan simulation

method.

B. PERHITUNGAN CRITICAL CLEARING TIME

(CCT) PADA SISTEM 6 GENERATOR 30-BUS

Untuk simulasi perhitungan kedua pada sistem 6 generator 30-bus, seperti pada single line diagram dibawah ini:

Gambar 5. Sistem 6 Generator 30-Bus.

Nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) pada generator untuk setiap titik gangguan sistem 6 generator 30-bus.seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.

Tabel nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) Tiap Generator untuk Tiap Gangguan pada Sistem 6 Generator 30-Bus.

Gangguan CUEP (rad)

G1 G2 G3 G4 G5 G6 A 1.2783 -1.6976 -1.8044 -1.8075 -1.7792 -1.813 B 1.284 -1.6871 -1.8145 -1.8212 -1.7956 -1.831 C 0.6934 1.5968 -1.8358 -1.8701 -1.7529 -1.7971 D 0.649 1.7037 -1.859 -1.7986 -1.6718 -1.7047 E 0.662 1.6669 -1.7977 -1.8375 -1.7262 -1.7565 F -0.257 -0.3795 2.7943 -0.5022 -0.467 -0.5117 G -0.1632 -0.2804 -0.3739 2.9037 -0.2344 -0.328 H -0.1826 -0.2593 -0.3563 2.9055 -0.177 -0.2832 I -0.2041 -0.1842 -0.2314 -0.1936 2.7707 -0.2531 J -0.2135 -0.1855 -0.2422 -0.2078 -0.2057 2.8338

Critical clearing time (cct) didapat dengan cara

Menghitung perbedaan waktu antara SEP (Stable

Equilibrium Point) setelah gangguan hingga exit point.

Dimana, exit point merupakan titk batas kestabilan sistem yang direpresentasikan dari energi kritis setelah terjadinya gangguan. Fungsi dari energi kritis ini terjadi pada saat energi kinetik bernilai nol dan pada saat energi potensial paling rendah. Hal tersebut dapat dilustrasikan seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 6. Nilai Energy Function untuk setiap titik gangguan pada Sistem 6 Generator 30-Bus.

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai energi kritis pada setiap titik gangguan konvergen, sehingga semua nilai critical clearing time (cct) pada setiap titik gangguan dapat dicari.

Tabel 5.

Nilai Critical Clearing Time (CCT) Untuk Setiap Titik Gangguan pada Sistem 6 Generator 30-Bus.

Gangguan CCT (s)

THETA EXIT (rad)

G1 G2 G3 G4 G5 G6 A 0.8058 1.3098 -1.7191 -1.823 -1.9395 -1.8102 -1.8519 B 0.8127 1.3098 -1.7191 -1.823 -1.9395 -1.8102 -1.8519 C 0.732 0.3556 2.213 -1.4589 -1.3686 -1.3522 -1.374 D 0.725 0.3556 2.213 -1.4589 -1.3686 -1.3522 -1.374 E 0.73 0.3556 2.213 -1.4589 -1.3686 -1.3522 -1.374 F 1.1359 -0.2317 -0.4053 2.7381 -0.5653 -0.4592 -0.544 G 0.8223 -0.0705 -0.3779 -0.5978 2.7795 -0.3148 -0.4135 H 0.8247 -0.0705 -0.3779 -0.5978 2.7795 -0.3148 -0.4135 I 0.9124 -0.1908 -0.2079 -0.2692 -0.2175 2.8302 -0.3069 J 0.9523 -0.199 -0.2032 -0.2781 -0.237 -0.2609 2.8784

(6)

Lanjutan Tabel 5.

Nilai Critical Clearing Time (CCT) Untuk Setiap Titik Gangguan pada Sistem 6 Generator 30-Bus.

Gangguan VPE (p.u) energy function saat gangguan (p.u) A 4.7356 6.8508 B 5.0379 7.1486 C 7.4156 8.448 D 7.2365 8.3472 E 7.3116 8.3842 F 5.25 5.8131 G 6.4655 7.2226 H 6.8792 7.6376 I 2.5464 3.0805 J 3.2218 3.7578 Tabel 6.

Perbandingan nilai Critical Clearing Time (CCT) menggunakan

Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) dan Simulation Method

pada Sistem 6 Generator 9-bus. Gangguan Controlling UEP (s) Lama Iterasi (s) Simulation Method (s) Lama iterasi (s) Lama iterasi dengan 10 percobaan (s) A 0.8058 0.7986 0.787 - 0.788 2.8236 28.236 B 0.8127 0.2372 0.790 - 0.800 2.9343 29.343 C 0.732 0.1189 0.717 - 0.718 2.8006 28.006 D 0.725 0.1092 0.719 - 0.72 2.762 27.62 E 0.73 0.112 0.718 -0.179 2.943 29.43 F 1.1359 0.1318 1.175-1.176 2.924 29.24 G 0.8223 0.126 0.834 -0.835 2.7969 27.969 H 0.8247 0.1208 0.835 - 0.836 3.035 30.35 I 0.9124 0.1167 0.903 - 0.904 2.7005 27.005 J 0.9523 0.1102 0.945 - 0.946 2.7315 27.315 RATA-RATA 0.1981 2.84514 28.4514

Berdasarkan data critical clearing time (cct) dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada semua titik gangguan

critical clearing time (cct) ditemukan. Hal ini menunjukkan

bahwa semua Controlling Unstable Equilibrium Point

(CUEP) konvergen sehingga exit point dapat ditemukan.

Berdasarkan data pada tabel 5 diatas juga dapat dilihat bahwa nilai energi kritis (VPE) adalah konvergen. Dengan demikian nilai critical clearing time (cct) pada sistem 6 generator 30-bus dapat ditemukan dengan menggunakan metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP).

Berdasarkan tabel 6 diatas, nilai critical clearing time

(cct) anatara metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) dan simulation method tidak berbeda jauh

sekitar 0.005 (s) – 0.0178 (s). Sehingga, metode ini cukup akurat jika diterapkan untuk analisis kestabilan transien pada sistem ini. Selain itu dapat dilihat pula bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai critical clearing

time (cct) menggunakan metode Controlling Untable Equilibrium Point (CUEP) lebih cepat jika dibandingkan

dengan menggunakan simulation method. Hal ini menunjukkan bahwa iterasi numerikal pada metode

Controlling Untable Equilibrium Point (CUEP) lebih

sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan simulation

method.

V. KESIMPULAN

1. Metode energy function, merupakan metode langsung yang dapat menetukan Controlling Unstable

Equilibrium Point (CUEP), sehingga dapat memberikan

penilaian terhadap sebuah sistem multimesin yang direpresentasikan dengan critical clearing time (cct). 2. Metode perhitungan critical clearing time (cct) dengan

menggunakan Controlling Unstable Equilibrium Point

(CUEP) tidak memerlukan waktu yang cukup lama

seperti pada metode numerikal yang telah ada dengan selisih waktu rata-rata 12,1514 s lebih cepat untuk sistem 3 generator 9-bus dan 28.25326 s lebih cepat untuk sistem 6 generator 30-bus.

3. Metode perhitungan critical clearing time (cct) dengan menggunakan Controlling Unstable Equilibrium Point

(CUEP) cukup akurat. Hal ini dibuktikan dengan nilai critical clearing time (cct) yang tidak bebeda jauh

dengan nilai critical clearing time (cct) yang didapat dengan menggunakan simulation method dengan perbedaan sekitar 0.0005 (s) hingga 0.017 (s) untuk system 3 generator 9-bus dan 0.005 (s) hingga 0.0178 (s) untuk sistem 6 generator 30-bus.

4. Pada beberapa kasus, nilai critical clearing time (cct) dengan menggunakan metode ini tidak dapat ditentukan. Hal ini, terjadi karena exit point tidak dapat ditemukan sebagai akibat dari nilai dari Controlling

Unstable Equilibrium Point (CUEP) yang tidak

konvergen.

DAFTAR PUSTAKA

[1] IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions, “Definition and Classification of Power System Stability,” IEEE

Transaction on Power System, Vol.19, No.2, May. 2004.

[2] Grainger, Jhon. J dan William D. Stevenson, JR, Power System Analysis. New York: McGraw-Hill, Inc,

[3] Kundur, P, Power System Stability and Control. New York: McGraw-Hill, Inc, 1994.

[4] Kakimoto, N, Y.Ohsawa, dan M. Hayashi, Transient Stability

Analysis Of Multimachine Power Systems With Field Flux Decays Via Lyapunov's Direct Method, IEEE Transactions on Power

Apparatus and Systems, Vol. PAS-99, No. 5 Sept/Oct 1980. [5] T. Athay, R. Podmore dan S. Virmani, A Practical Method For The

Direct Analysis Of Transient Stability, IEEE Trans., Vol. PAS-98,

No. 2, pp.573-584, 1979.

[6] Dong, Hsiao dan Chiang, Direct Methods for Stability Analysis of

Electric Power System. Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2011.

[7] Fouad, A, V. Vittal, S. Rajagopal, Direct Transient Stability

Analysis Using Energy Functions Application To Large Power Networks, IEEE Transactions on Power Systems, Vol. PWRS-2,

No. 1, February 1987.

[8] Dong, Hsiao, Chiang, Felix F. Wu, dan Pravin P. Varaiya, A BCU

Method for Direct Analysis of Power System Transient Stability,

IEEE Transactions on Power System, Vol. 9. No. 3, August 1994. [9] Anderson, P. M. dan A. A. Fouad, Power System Control and

Stability. United States: A John Wlley & Sons, Inc, 2003.

[10] Appendix – A, Data For IEEE-30 Bus Test System.

[11] Treinen, Roger T , Vijay Vittal, dan Wolfgang Kliemann, An

Improved Technique to Determine the Controlling Unstable Equilibrium Point in a Power System, IEEE Transactions on

Circuits and Systems-i: Fundamental Theory and Applications, vol. 43, no. 4, april 1996.

Gambar

Ilustrasi di  bawah  menunjukkan bahwa Controlling  Unstable Equilibrium Point (CUEP)  merupakan  pendekatan pada batas kestabilan W s (X co ) setelah terjadinya
Gambar 1. Metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP)[6].
Gambar 5. Sistem 6 Generator 30-Bus.

Referensi

Dokumen terkait

Tepung terigu yang mengandung protein sekitar 7,5-8% cocok untuk digunakan dalam pembuatan biskuit, kue kering dan crackers.. Tepung terigu jenis ini memiliki kemampuan menyerap

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan strategi Tutor Teman Sebaya yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas V Sekolah

Pertemuan Kedua, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, guru menanyakan tentang pengertian lingkaran, unsur, serta bagian lingkaran sebagai apresiasi, dan memberikan

bahwa sehubungan dengan maksud huruf a dan b tersebut diatas, Izin Lingkungan Rencana Kegiatan Pembangunan Jalur Kereta Api Rejosari-Tarahan Kabupaten Lampung

Penanggulangan yang dilakukan oleh dinas social dengan berprioritas pada pem- buatan posko masih belum efektif untuk mengurang keberadaan mereka di jalan raya.

Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan maka pendanaan kesehatan jiwa diutamakan untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan jiwa

Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Unstandardized

Para responden yang termotivasi bekerja untuk membantu mengatasi persoalan ekonomi keluarga (meningkatkan kesejahteraan keluarga kebanyakan berasal dari strata ekonomi yang