• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Komunikasi Wisata Terselubung Pelacuran Ilegal di Kota Padang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Komunikasi Wisata Terselubung Pelacuran Ilegal di Kota Padang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Model Komunikasi Wisata “Terselubung”

Pelacuran Ilegal di Kota Padang

Elva Ronaning Roem, Atwar Bajari

Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas, FIKOM Universitas Padjadjaran

elvarona80@gmail.com, atwarbajari@gmail.com

Pendahuluan

Kota Padang, yang terletak di Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki alam yang indah sebagai tempat wisata bagi para Turis baik lokal, nasional maupun internasional. Dengan kontur alam yang indah yang memiliki pantai dan pegunungan serta bukit yang indah membuat para wisata menyukai beberapa destinasi yang ada di Provinsi Sumatera Barat.

Namun sisi unik dari provinsi yang dikenal dengan Nagari Minangkabau ini juga tak luput dari wisata lain yang banyak mengundang penasaran para wisatawan, terutama masyarakat yang pernah datang ke tempat tersebut. Dengan sebutan “terselubung” menandakan bahwa orang-orang yang pernah melihat sekedar mengobati rasa penasaran atau mungkin memang ingin mencoba wisata tersebut sudah paham bahwa “terselubung” yang dimaksud dalam hal ini adalah belasan wanita malam yang berpenampilan seksi menawarkan jasa seksual langsung dari pinggir jalan kepada para lelaki yang melintas di sepanjang jalan Diponegoro Kota Padang. Jalan ini seakan telah menjadi tempat khusus bagi wanita malam yang bekerja secara illegal dan bersifat terselubung dalam menawarkan jasa birahi yang membuat kaum papa betah untuk mengunjungi tempat tersebut, sekedar menawar, iseng bahkan serius untuk mengajak wanita-wanita cantik ini untuk berkencan bersama mereka.

Wanita malam ini dikenal dengan pelacur illegal berasal dari kalangan berbagai kategori. Ada yang mahasiswi, ada pula perempuan

(2)

yang tidak memiliki pekerjaan, bahkan ibu rumah tangga yang telah bercerai. Melakoni pekerjaan melacur karena merasa tak mampu melakukan pekerjaan yang lain lagi, serta menilai bahwa melacur pekerjaan instan yang bisa mendatang uang banyak dalam hitungan waktu yang cepat. Hanya dengan modal berani bermain peran, tubuh seksi dan wajah yang menarik serta mampu memainkan kata-kata dan bahasa yang menggoda pekerjaan melacur menjadi sebuah pekerjaan yang mudah bagi pelakunya.

Jalan yang mereka sulap sebagai lokasi illegal dalam wisata “terselubung” ini sesungguhnya juga tidak pernah diakui oleh masyarkat kota padang dan Pemerintah Kota Padang. Wisata terselubung justru menjadi wisata langka yang dalam kenyataannya saat ini selalu diminati siapapun terutama para kelaki. Sebuah rilis berita menyebutkan bahwa hal yang menjadi pesaing utama wisata halal itu di Sumatera Barat, terutama di Kota Padang pada malam hari, dimulai dari tenggelamnya matahari sampai terbit fajar dan azan subuh berkumandang adalah praktek pelacuran1.

Rilis berita media online ini membuktikan bahwa wisata “halal” di Kota Padang seakan kalah saing dengan wisata “terselubung” yang disebut dengan wisata “haram”. Daya tarik perhatian kaum lelaki justru menjadikan kegiatan praktek pelacuran illegal di malam hari ini semakin buming dan menjadi fenomena yang unik terjadi di Kota Padang, yang notabene dikenal sebagai salah satu kota religi yang kuat dengan filosopi “Adat Besandi Syarak, Syarak Besandi Kitabullah”. Filosofi ini memiliki arti landasan dari sistem nilai adalah agama yang menjadikan Islam sebagai sumber utama dalam tata dan pola perilaku serta melembaga dalam masyarakat Minangkabau dan menjadi identitas kultural bagi orang Minang.

Namun pada praktik kehidupan, filosofi ini sudah terkikis salah salah satunya dengan munculnya kegiatan illegal pelacuran terselubung yang dilakoni oleh orang Minang sendiri yang sudah kehilangan moralitas dalam hidup dan perilaku mereka. Menciptakan wisata “haram” di Sumatera Barat terutama di Kota Padang. Bahkan Pemerintah Kota Padang sendiri hingga saat ini masih dinilai gagal dalam menanggulangi kegiatan pelacuran terselubung ini. Hal ini

1 Lihat

(3)

dibuktikan dengan rilis berita yang menyebutkan bukti nyata dari kegagalan Pemkot Padang dalam memberantas praktik Prostitusi dengan banyaknya mobil yang berkeliling menjajakan perempuan pekerja seks setiap malamnya. Beberapa kawasan di Kota Padang akan berganti menjadi tempat transaksi para wanita penghibur dan pria hidung belang2.

Dalam aktivitasnya, pelacur illegal adalah pelacur yang bekerja secara diam-diam dan berusaha menutupi pekerjaannya karena pekerjaannya tersebut berhubungan dengan urusan jual beli seksual yang dinilai tabu. Oleh karena itu pelakunya selalu berhati-hati dalam melakoni pekerjaan tersebut dengan berbagai alasan yang mengiringinya. Pesan komunikasi yang berbentuk serta beragam pun mereka munculkan untuk memberi isyarat bagi kaum lelaki bahwa mereka memang menjual jasa seksual namun berbentuk terselubung atau illegal.

Istilah pesan adalah sebagai produk utama komunikasi sangat memiliki peran penting bagi pelacur illegal di Kota Padang. Pesan yang dimunculkan pelacur illegal di Kota Padang ini berupa simbol-simbol yang mereka munculkan yakni melalui mangkal di pinggir jalan dengan menggunakan mobil serta memakai pakaian yang seksi dan pesan tersebut merupakan bentuk sikap, perasaan, praktik maupun tindakan yang mereka tunjukkan bahwa mereka adalah pelacur atau wanita penghibur yang bisa memuaskan siapapun.

Komunikasi yang dapat terjadi dalam diri pelacur mempunyai tujuan tertentu. Artinya komunikasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya. Dalam hal ini tujuan mereka berkomunikasi pada para lelaki adalah untuk mendapatkan uang dengan alasan yang dibungkus baik karena kekurangan akan faktor ekonomi maupun untuk melengkapi gaya hidup yang juga memerlukan uang banyak untuk membeli sesuatu yang mereka inginkan.

Freud (Kartono, 2007: 90) mengatakan bahwa seks merupakan energi psikis yang ikut mendorong manusia untuk aktif bertingkah laku. Tidak hanya berbuat di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi seksual atau bersenggama, akan tetapi juga melakukan

kegiatan-2 Lihat,

(4)

kegiatan nonseksual. Sebagai energi psikis, seks menjadi motivasi atau tenaga dorong untuk berbuat atau bertingkah laku.

Bagi Pelacur illegal di Kota Padang, kegiatan mangkal yang mereka lakukan mulai pukul 22.00 hingga 04.00 Wib jelang subuh merupakan sebuah rutinitas yang memang harus dilakukan. Dengan jumlah saingan yang tidak sedikit di sepanjang jalan yang sama mereka kuasai, membuat para wanita malam ini yakin bahwa pekerjaan tersebut akan mendapat ridha dari yang Maha Pencipta agar mereka bisa bertahan hidup dengan keadaan mereka sendiri.

Komunikasi yang bersifat langsung harus benar-benar mereka kuasai agar bisa mendapat pelanggan yang mau membayar mereka. Komunikasi langsung biasanya dimunculkan dalam komunikasi ekpresif yang selalu mereka tonjolkan dari penampilan-penampilannya. Sehinga kegiatan wisata “terselubung” ibarat sebuah wisata yang unik karena dalam hal ini wisata tersebut sesungguhnya dimunculkan dari wanita-wanita seksi yang bergerak dalam pelacuran terselubung.

Berdasarkan fenomena yang muncul tentang Wisata “terselubung” di Kota Padang yang dilakoni oleh pelacur illegal, penulisan ini juga sekaligus bertujuan untuk melihat dan mengetahui bagaimana model komunikasi wisata “terselubung” pelacuran illegal di Kota Padang.

Kajian Teori

Menurut definisi yang luas, pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Namun menurut Leiper (Cooper et.al, 1998:5) terdapat tiga elemen utama yang menjadikan kegiatan wisata di sebuah daerah bisa terjadi.

Kegiatan wisata terdiri atas beberapa komponen utama, yakni: pertama, wisatawan, ia adalah aktor dalam kegiatan wisata. Berwisata menjadi sebuah pengalaman manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan masa-masa di dalam kehidupan. Kedua adalah elemen geografi misalnya keunikan daerah yang menjadi destinasi wisata tersebut, dan ketiga adalah industri pariwisata.

(5)

munculkan dalam tulisan ini sebagai bentuk wisata yang unik. Dalam hal ini unik karena bentuk kegiatannya bukanlah yang berhubungan dengan alam serta keindahannya, namun dalam hal ini berhubungan dengan kegiatan praktik pelacuran yang bersifat illegal. Menurut Kartini Kartono (1992: 209) pelacuran illegal adalah pelacuran yang tidak terdaftar dan pelakunya menjajakan diri secara secara diam-diam, gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi, tempatnya pun tidak tertentu.

Dalam praktik pelacuran, para pelacur tidak lepas dari proses komunikasi. Hovland, Janis & Kelley (1953:315) menyebutkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, dan lain-lain. Dalam kegiatan komunikasi setiap pelaku komunikasi setidaknya melakukan empat tindakan dalam hidup mereka yakni: membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Membentuk pesan artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan.

Bagi pelacur illegal yang merupakan wanita penggoda, pesan komunikasi mereka munculkan dengan cara yang berbeda-beda, ada yang bersifat verbal yakni melalui bahasa maupun non verbal yang ditunjukkan melalui penampilan-penampilan mereka yang menggoda dengan berbagai fashion yang menghiasi tubuh mereka. Pesan komunikasi dalam hal ini tentu saja muncul dan terjadi dalam benak kepala pelacur melalui proses kerja sistem syaraf mereka masing-masing yang tentu tidak sama antara satu dan yang lainnya. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian disampaikan kepada orang lain yakni para lelaki hidung belang yang bisa dikatakan bagian dari wisatawan mereka dalam wisata “terselubung”. Pesan komunikasi disampaikan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pesan yang diterima calon pelanggan atau bahkan pelanggan yang ini kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan dengan merespon apa saja yang ditawarkan pelacur dalam kegiatan wisata “terselubung”.

Dalam sebuah jurnal komunikasi disebutkan Kota Padang tidak memiliki lokalisasi khusus dalam urusan jasa seksual, Pelacuran memiliki caranya masing-masing untuk mendapatkan pelanggan.

(6)

Salah satunya adalah melakukan pelacuran terselubung yakni kegiatan menjajakan jasa seksual dengan cara sembunyi agar terhindar dari razia yang dilakukan Pemerintah setempat (Roem, 2014: 89).

Pelacuran terselubung terpaksa dilakukan karena kegiatan pelacuran di Kota Padang sesungguhnya tidak pernah diakui keberadaannya, sehingga dalam praktiknya menjajakan diri bagi pelacur illegal memiliki tujuan akhir adalah untuk mendapatkan uang. Dalam kesaharian, uang memegang peranan dalam roda kehidupan, dan untuk mendapatkannya secara instan hanya bisa dilakukan dengan cara menjual diri.

Menjual diri membutuhkan bermain peran agar para pelirik jasa seksual tertarik dengan apa yang mereka lihat. Bermain peran bagi pelacur harus dilakukan sedemikian rupa, dengan istilah bahwa apa yang mereka lakukan harus membuahkan hasil, sehingga bermain peran dipoles dengan berbagai tindakan yang disesuaikan dengan kemampuan para pelacur masing-masing dalam bermain peran dalam teater mereka di dunia pelacuran terselubung. Erving Goffman menggambarkan interaksi sosial sebagai suatu pertunjukan teater dimana masing-masing orang bertindak dalam “jalur” tertentu. “Jalur” itu adalah sejumlah tindakan verbal dan nonverbal yang dipilih secara hati-hati untuk mengekspresikan diri. Tentu saja “jalur” ini dapat berubah dari suatu situasi ke situasi lain menurut derajat kepentingan yang dimiliki individu. Menurut Goffman bahwa salah satu aturan dasar interaksi sosial adalah komitmen yang saling timbal-balik di antara individu-individu yang terlibat mengenai peran (role) yang harus dimainkannya (Goffman, 1959: 120).

Pelacur juga memiliki peran dalam hidup mereka. Sama halnya seperti yang diungkapkan Goffman yakni:

1. Penampilan muka (proper front)

Yakni perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas peran si pelaku (aktor). Front ini terdiri dan peralatan lengkap yang kita gunakan untuk menampilkan diri. Front ini mencakup 3 aspek (unsur), yaitu setting (serangkaian peralatan ruang dan benda yang digunakan); appearance (penggunaan petunjuk artifaktual, misal pakaian, rencana, atribut-atribut; dan manner (gaya bertingkah laku, misal cara berjalan duduk, berbicara, memandang, dll.)

(7)

Dalam hal ini pelacur menampilkan diri mereka semenarik mungkin, mulai dari penampilan diri serta body languange mereka yang harus menjual sehingga penarik diri mereka sesungguhnya terletak dari kemahiran mereka masing-masing dalam proper front tersebut.

2. Keterlibatan dalam perannya

Hal yang mutlak adalah aktor sepenuhnya terlibat dalam perannya. Dengan keterlibatannya secara penuh akan menolong dirinya untuk sungguh-sungguh meyakini perannya dan bisa menghayati peran yang dilakukannya secara total. Sebagai actor, pelacur memiliki wilayah peran yang memang yang sudah mereka persiapkan dengan matang. Salah satunya adalah panggung depan mereka. Panggung yang mereka ibaratkan sebagai pentas pertunjukan diri. Keterlibatan dalam peran menjadi pelacur yang sesungguhnya mereka tunjukkan bahwa mereka memang mampu menjadi pemuas kebutuhan seksual orang yang menginginkan jasa mereka.

3. Mewujudkan idealiasasi harapan orang lain tentang perannya

Dalam hal ini pelacur harus mengetahui tipe perilaku dari calon pelanggan mereka. Apa yang diharapkan dan orang-orang pada umumnya mengenai perannya, dan memanfaatkan diri untuk diperhitungkan dalam penampilannya. Kadang-kadang untuk memenuhi harapan orang pada umumnya, dia harus melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Misalnya, pelacur yang sudah berpengalaman sebenarnya dia dapat menebak apa yang diinginkan pelanggannya hanya dengan menatap sekilas pada pupil matanya.

Namun jika pelacur langsung to the point mungkin saja dia akan dibayar murah oleh pelanggan. Untuk menghindari masalah ini, maka pelacur itu akan berusaha untuk menyombongkan diri karena merasa yakin bahwa penampilan baik verbal maupun non verbalnya sangat memukau sehingga pelangganpun berusaha untuk mengejar dan menawar dirinya dengan harga tinggi.

4. Mystification

Akhirnya Goffman mencatat bahwa bagi kebanyakan peran performance yang baik menuntut pemeliharaan jarak sosial tertentu di antara aktor dan orang lain. Misalnya seorang pelacur harus memelihara jarak yang sesuai dengan calon pelanggan, dia tak boleh

(8)

terlalu kenal dan akrab, supaya dia tetap menyadari perannya dan tidak hilang dalam proses tersebut.

Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan phenomenological research atau penelitian fenomenologi, yaitu penelitian yang bertujuan mengidentifikasi dan mendekripsikan pengalaman subyektif dari pelacuran illegal dalam pelacuran terselubung. Dengan mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa pelacur Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji.

Menurut Creswell (1998), pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh informan. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive. Dengan mengambil 10 orang informan pelacur illegal yang bekerja secara terselubung di kawasan jalan Diponegoro Kota Padang.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Model komunikasi wisata “terselubung” Pelacuran di Kota Padang

Pada hasil penelitian ini dimunculkan bagaimana model wisata “terselubung” dari pelacur dalam melakukan aktivitas terselubung. Pekerjaan melacur hampir dilakukan setiap hari, bahkan hari yang memiliki hoki yang sangat penting adalah malam Jumat dan malam Sabtu. Menurut ECA dan YK, merupakan informan pelacur dalam tulisan ini, pada dua malam itu para calon pelanggan yang mereka tunggu akan berdatangan.

Biasanya calon pelanggan adalah masyarakat lokal kota Padang sendiri namun khusus malam Jumat dan sabtu biasanya calon pelanggan berasal dari luar kota. Informan pelacur lainnya adalah SP, WT dan KR, Mereka menyebut malam Jumat dan malam Sabtu adalah malam panjang yang disebut dengan istilah malam “wisata terselubung”.

(9)

Dengan artian bahwa pada akhir minggu mereka akan “menggaleh” pada para lelaki hidung belang, para calon pelanggan yang merupakan kebanyakan wisatawan dari luar kota tersebut akan menghabiskan waktu bersama mereka.

Informan UL, MIA, VT menyatakan bahwa rupiah demi rupiah akan jauh bermakna penting setiap akhir minggu masuk ke dalam dompet mereka hanya dengan cara menggaleh melalui wisata terselubung. Seperti yang dikutip dalam sebuah tulisan dari artikel peneliti sendiri, bagi pelacur makna “menggaleh” adalah menjual dalam versi yang lain, yakni menjual diri secara sadar dengan tujuan

dan alasan tertentu. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang memiliki

pengaruh penting untuk semua kebutuhan manusia.

Motif ekonomi ini yang kemudian secara sadar menjadi faktor yang memotivasi seorang untuk berprofesi menjadi pelacur yang dapat menghasilkan uang (dimuat dalam proceeding Penguatan Komunikasi Dalam Industri Parawisata Budaya Dan Ekonomi Kreatif, dipresentasikan dalam Konferensi Internasional 12-13 April di Tanjung Pinang).

Salah satu kawasan pelacuran terselubung yang menjadi objek dalam penelitian wisata “terselubung” yang dibahas dalam tulisan ini adalah, kawasan sepanjang Jalan Diponegoro. Pelacur illegal melakukan rutinitas wisata “terselubung” dimulai dari pukul 22.00 WIB hingga pukul 04.00 jelang subuh. Cara menawarkan diri yang mereka lakukan adalah, selain berdiri di jalan dengan menggunakan mobil sewaan atau rentalan terkadang mereka juga berkeliling mondar-mandir di sepanjang jalan tersebut menunggu dan mencari calon pelanggan.

Para pelacur tidak bekerja sendiri, mereka menggunakan perantara sopir mobil pribadi. Mereka berbagi keuntungan dengan sang sopir yang merangkap menjadi muncikari. menurut NIA dan ST yang merupakan informan pelacur dalam tulisan ini bahwa mereka mematok tarif mulai dari Rp 250 ribu dan adakalanya lebih. Namun ST menegaskan bahwa mereka di sepanjang jalan Diponegoro juga mematok harga short time dan long time. Harga short time adalah Rp 250.000, sedangkan long time di atas Rp 700.000. Harga bisa naik dan disesuaikan dengan waktu yang dipergunakan oleh pelanggan.

Proses wisata “terselubung” menurut informan pelacur-pelacur seperti KR, ECA, WT dan MIA, dimulai dengan sang sopir (driver)

(10)

yang menemaninya selama berkeliaran, mendapatkan keuntungan sebesar 10% per kepala dari tarif pelacur. Sang sopir juga harus berani menawarkan pelacur yang bekerjasama dengannya kepada calon pelanggan. Jika calon pelanggan ‘’menyetujui’’ maka sang sopir langsung memperlihatkan pelacur yang ada di dalam mobilnya. Jika ‘’klop’’ dengan pelacur, maka sang calon pelanggan pun dibawa ke dalam mobil untuk membuka harga dan melakukan transaksi sambil berkeliling menuju hotel.

Namun jika yang yang mendapatkan calon pelanggan adalah pelacur itu sendiri dari usaha mandirinya, biasanya jika target calon pelanggan sudah didapatkan, dan transaksi final maka calon pelanggan akan menjadi raja yang siap untuk dilayani sebelum berakhir di kamar hotel baik kelas 2 dan 3 atau penginapan-penginapan yang murah namun aman dan nyaman. Sang sopir bersama pelacur akan membawa pelanggan berkeliling Kota Padang. Selain mengenalkan tempat-tempat wisata yang banyak dikunjungi orang, juga mengelilingi tempat-tempat sesuai dengan permintaan pelanggan.

Keliling kota inilah yang disebut dengan wisata. Sementara itu terselubung terjadi karena guide yang dibawa adalah pelacur yang dibayar khusus, tidak hanya untuk menikmati keindahan wisata Kota Padang di malam hari saja tetapi juga dibayar khusus dalam urusan jasa seksual.

Dalam menjajakan diri, pelacur juga melakukan pengelolaan kesan melalui pesan nonverbal yaitu bagaimana kesan yang dibentuk seseorang dengan menggunakan bahasa tubuh atau isyarat seperti nada suara, gerakan tubuh, pakaian (appereance) dan ekspresi wajah. Berbagai pesan nonverbal ditampilkan dengan kemampuan masing-masing di hadapan pelanggan. Berbagai strategi presentasi diri mereka tunjukkan dengan tujuan bahwa mereka bekerja memang untuk mendapatkan uang yang banyak.

Tidak hanya itu saja, ekspresi wajah adalah salah satu hal yang penting sebagai petunjuk dari perasaan seseorang. Dale G. Leather (Rakhmat, 2007: 90) mengatakan bahwa wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Dalam hal ini, ekspresi wajah yang ditampilkan oleh pelacur saat berinteraksi dengan pelanggannya.

(11)

Berikut gambar 1 menunjukkan model wisata “terselubung” pelacuran yang ada di Kota Padang:

Gambar 1. Model Wisata “Terselubung” Pelacuran Yang Ada Di Kota Padang Sumber: Data Penelitian

Penutup (Simpulan dan Saran)

Simpulan

Suatu fenomena komunikasi seringkali merupakan hal yang abstrak. Dalam hal ini Model merupakan representasi suatu fenomena, tapi model bukanlah fenomena. Model merupakan suatu bentuk gambaran untuk mempermudah kita memahami suatu fenomena. Dapat diartikan bahwa model yang dimunculkan dalam tulisan ini adalah model yang merupakan repsentasi dari bentuk wisata

(12)

“terselubung” yang terjadi dalam dunia pelacuran illegal di kota Padang. Setiap pelacur memainkan perannya masing-masing dalam panggung dunia pelacuran terselubung untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan mereka masing-masing.

Komunikasi selalu menjadi produk utama pelacur dalam menyampaikan pesan mereka secara verbal dan non verbal pada calon pelanggan untuk menarik perhatian bahwa wisata “terselubung” tidak hanya sekedar sebuah pekerjaan kotor namun juga salah satu cara memberikan kontribusi penting bagi pelanggan di luar kota Padang untuk mengetahui bagaimana destinasi wisata-wisata di kota Padang, namun dikemas dalam wisata “terselubung” karena ada kepentingan lain yang ingin diperoleh guide dalam hal ini adalah pelacurnya sebagai aktor dalam kegiatan wisata “terselubung” tersebut.

Saran

Pemerintah Kota Padang hendaknya membuat sebuah terobosan baru dalam mengawasi kegiatan pelacuran terselubung di Kota Padang. Misalnya memberikan bimbingan dan penyuluhan sosial pada pelacur dengan tujuan memberikan pemahaman tentang bahaya dan akibat pelacuran, menyediakan lapangan kerja baru bagi meraka yang bersedia meninggalkan profesi PSK.

Daftar Pustaka

Buku:

Carl, Iver Hovland; Irving L Janis; Harold H Kelley]. L Janis; Harold H Kelley. (1953) Communication and Persuation. New Haven: Yale University Press.

Cangara, Hafied. (2009). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Creswell, John W. (1998). Design Research: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Goffman, Erving. (1959) The Presentasion Of Self In Everyday Life, (edisi Terjemahan, dalam e-book Jurnal), Penguin Book, Cox & Wyman Publishing.

(13)

George, Ritzer & Douglas J. Goodman. (2008). Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media.

Kartono, Kartini. (2007). Patologi Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rakhmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jurnal Ilmiah:

Roem, Ronaning, Elva. (2014). Pengelola Kesan Oleh Pekerja Seks Komersial: Fenomenologi Pekerja Seks Komersial Di Kawasan Taman Melati Kota Padang. Jurnal Komunikasi/ Vol 5/ Nomer 1/ Maret -2014/ISSN: 2252-665X. Hal 73-89.

Proceeding:

Roem, Ronaning, Elva. (2016). Dimuat dalam Proceeding Penguatan Komunikasi Dalam Industri Parawisata Budaya Dan Ekonomi Kreatif, dipresentasikan dalam Konferensi Internasional 12-13 April 2017 di Tanjung Pinang.

Internet:

http://harianhaluan.com/news/detail/60215/prostitusi-terselubung-di-kota-padang/12/06/2017/20.00

http://padangkita.com/pelacuran-menjadi-saingan-utama-wisata-halal-kota-padang/12/06/12/22.00/

Gambar

Gambar 1. Model Wisata “Terselubung” Pelacuran Yang Ada Di Kota Padang Sumber: Data Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

The aim of the study is to prove whether there is a significant difference be - tween writing using clustering technique and writing without using it on the students’ writ-

Koreksi tulisan oleh teman atau balikan sesama teman ( peer feedback ) tergolong wujud pembelajaran dengan pendekatan proses ( process approach ).Tidak itu saja,

72 Tahun 2016, dan merupakan upaya pengesampingan fungsi DPR sebagai fungsi pengawasan; kedua, Kewenangan Pemerintah Pusat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

Hasil analisis multidimensi scaling (MDS) tingkat perkembangan kawasan agropolitan menunjukkan bahwa kawasan Agropolitan Desa Perpat Kabupaten Belitung yang

(e) Pengukuran dan penandaan diameter dan panjang bibit (f) Bibit R.mucronata pada naungan 25% (g) Bibit R.mucronata pada intensitas 0% (h) Pemanenan bibit (i) Akar bibit

IPO (Initial Public Offering) atau sering pula disebut Go Public adalah kegiatan penawaran saham atau Efek lainnya yang dilakukan oleh Emiten (perusahaan yang akan go public) untuk

Pemaparan radiasi gamma pada mencit dengan variasi 5 waktu menunjukkan bahwa semakin lama paparan radiasi gamma yang diberikan, maka semakin banyak radikal bebas yang

unit simpan pinjam Koperasi Syariah dalam metode pencatatan akuntansinya standar yang digunakan menggunakan PSAK dari IAI, yaitu PSAK No3. Dengan demikian, secara