ANALISIS MATERIAL REJECT INCOMING DAN
INPROCESS PADA PT. PERTAMINA LUBRICANTS
PRODUCTION UNIT JAKARTA
LAPORAN KERJA PRAKTIK
Oleh:
Nita Arta Jaya Panjaitan 102417044
PROGRAM STUDI TEKNIK LOGISTIK
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PERTAMINA
AGUSTUS 2020
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kerja Praktik yang diajukan oleh,
Nama : Nita Arta Jaya Panjaitan
NIM 102417044
Program Studi : Teknik Logistik
Fakultas : Fakultas Teknologi Industri Perusahaan /Institusi : PT Pertamina Lubricants
Tanggal Pelaksanaan KP : 08 Juni 2020 s.d 06 September 2020
Dengan judul :
ANALISIS MATERIAL REJECT INCOMING DAN INPROCESS PADA PT. PERTAMINA LUBRICANTS PRODUCTION UNIT JAKARTA
telah disetujui dan disahkan pada:
Hari : Senin
Tanggal : 16 November 2020
Disetujui oleh, Dosen Pembimbing KP
Dr. Eng. Iwan Sukarno NIP. 116128
Pembimbing Instansi
I Gede Dharma Susila NIP. 88001363
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Logistik
Dr. Eng. Iwan Sukarno NIP. 116128
iv
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang sungguh luar biasa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kerja praktik dengan baik dan tepat pada waktunya yang berjudul “ANALISIS MATERIAL REJECT INCOMING DAN
INPROCESS PADA PT. PERTAMINA LUBRICANTS PRODUCTION UNIT JAKARTA”. Laporan kerja praktik yang disusun penulis merupakan hasil wawancara dari
kegiatan kerja praktik yang dilaksanakan di PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta pada tanggal 08 Juni 2020 sampai 06 September 2020. Pelaksanaan kegiatan kerja praktik ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan maupun pengetahuan penulis serta mememahami kondisi nyata mengenai pekerjaan di lapangan yang sesungguhnya. Adapun tujuan penulis dalam menyusun laporan ini adalah untuk melengkapi syarat kelulusan mata kuliah semester VII jurusan Teknik Logistik Universitas Pertamina. Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis mengalami berbagai jenis kendala tetapi berkat bantuan, bimbingan maupun doa dari berbagai pihak maka laporan kerja praktik penulis dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, keluarga maupun teman terdekat yang memberikan doa, bantuan serta
dukungan moral dalam penyelesaian laporan kerja praktik.
2. Bapak Dr. Eng. Iwan Sukarno, S.T., Eng, Kepala Program Studi Teknik Logistik Universitas Pertamina dan Dosen Pembimbing yang sabar membimbing penulis sehingga laporan kerja praktik berjalan lancar.
3. Bapak I Gede Dharma Susila, Supervisor Logistic dan Pembimbing Instansi PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta.
4. Seluruh Divisi Finance & Human Resources, Quality Improvement dan Logistic PT. Pertamina Lubricant Production Unit Jakarta yang telah membantu dalam proses wawancara dan pengambilan data selama pelaksanaan kerja praktik.
Penulis menyadari dan memohon maaf bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan kerja praktik. Penulis berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat menyajikan laporan yang lebih baik lagi kedepannya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian pembaca dan penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua orang.
Jakarta, 20 September 2020 Nita Arta Jaya Panjaitan
v
ABSTRAK
PT Pertamina Lubricants PUJ memiliki fasilitas material warehouse yang digunakan sebagai tempat penyimpanan material non-hydro (material packaging) seperti botol, karton, capper,
pail, BiOPP tape, dan stiker label atau biasanya disebut sebagai bahan baku pendukung
untuk memproduksi pelumas dalam kemasan botol dan kemasan pail. Dalam proses penerimaan bahan baku pendukung di area material quality control (MQC), penerimaan bahan baku pendukung di area material warehouse sampai proses produksi pelumas selesai terdapat masalah yaitu banyaknya material reject atau produk rusak. Material reject tersebut terbagi menjadi dua yaitu material reject incoming ketika proses penerimaan di MQC yang menyebabkan efek domino bagi perusahaan seperti terhentinya produksi yang berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan dan material reject inprocess ketika proses penerimaan di
material warehouse sampai proses produksi pelumas selesai yang menimbulkan biaya
kerugian yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 238424194/tahun. Untuk dapat mencegah dan menyelesaikan masalah tersebut maka dilakukan analisis material reject incoming dan
material reject inprocess. Yang dimulai dengan perhitungan pesentase material reject untuk
setiap jenis material non-hydro, pembuatan diagram batang jumlah material reject untuk setiap jenis material non-hydro periode bulan, pembuatan diagram batang total jumlah
material reject untuk setiap jenis material non-hydro periode tahun, perhitungan peta
kendali p, pembuatan fishbone diagram, dan pembuatan kepner-tregoe potential problem
analysis (KTPPA). Maka didapatkan hasil dari penelitian ini antara lain material non-hydro
yang paling banyak reject di incoming yaitu capper sebesar 600000 unit, karton sebesar 304465 unit, stiker label 100000 unit, botol sebsar 39311 unit sedangkan material non-hydro
reject di inprocess yaitu capper sebesar 58459 unit, stiker label sebesar 57953 unit, botol
sebesar 20373 unit, karton sebesar 16640 unit, pail sebesar 577 unit, dan BiOPP tape sebesar 323 unit. Didukung dengan peta kendali p incoming dan inprocess di Pertamina Lubricants PUJ yang rata-rata masih belum terkendali. Dari hasil wawancara, kategori utama yang menyebabkan material reject incoming yaitu kesalahan pendistribusian vendor, kesalahan produksi vendor, kesalahan pengkalibrasian alat ukur, dan manual handling sedangkan kategori utama yang menyebabkan material reject inprocess yaitu tata kerja yang tidak sesuai standar di material warehouse, manual handling, forklift handling, human error, dan kerusakan karena mesin produksi. Kemudian dari fishbone diagram tersebut diberikan
preventive action dan contingent action menggunakan KTPPA. Berdasarkan hasil
analisisnya, penyelesaian material reject incoming yang wajib untuk diselesaikan yaitu pada bagian vendor dan penyelesaian opsionalnya yaitu pada bagian operator, sedangkan untuk
material reject inprocess yang wajib untuk diselesaikan yaitu pada bagian kegiatan
operasional di material warehouse dan penyelesaian opsionalnya yaitu pada bagian operator. Kata Kunci: pengendalian kualitas, material handling, seven tools, kepner-tregoe potential
vi
PT Pertamina Lubricants PUJ has a material warehouse facility that is used as a storage area for non-hydro materials (packaging material) such as bottles, cartons, capper, pail, BiOPP tape, and label stickers or usually referred to as supporting raw materials for producing lubricants in bottles and pail packaging. In the process of receiving supporting raw materials in the material quality control (MQC) area, receiving supporting raw materials in the material warehouse area until the lubricant production process is complete there is a problem, namely a large number of reject materials or damaged products. The reject material is divided into two, namely the incoming reject material when the receiving process at MQC which causes a domino effect for the company such as the cessation of production which affects company profits and material rejects in-process when the receiving process is in the material warehouse until the lubricant production process is complete which causes loss costs incurred. company amounting to IDR 238424194/year. To prevent and resolve these problems, an analysis of the incoming reject materials and the reject in-process materials is carried out. Starting with calculating the percentage of reject material for each type of hydro material, making a bar chart for the number of reject materials for each type of non-hydro material for the month, making a bar chart for the total number of reject materials for each type of non-hydro material for the year, calculating the map control p, making fishbone diagrams, and making kepner-tregoe potential problem analysis (KTPPA). Then the results obtained from this study include non-hydro materials that are most rejects in incoming, namely capper of 600 000 units, carton of 304465 units, sticker label of 100 000 units, bottles as large as 39311 units while non-hydro reject material is in process, namely capper of 58459 units, label stickers of 57953 units, bottles of 20373 units, cartons of 16640 units, the pail of 577 units, and BiOPP tape of 323 units. Supported by a control map for incoming and in-process incoming at Pertamina Lubricants PUJ, which on average is still out of control. From the interview results, the main categories that cause incoming reject material are vendor distribution errors, vendor production errors, measuring instrument calibration errors, and manual handling while the main categories that cause material reject in-process are work procedures that do not comply with standards in the material warehouse, manual handling, forklift handling, human error, and damage due to production machines. Then from the fishbone diagram is given preventive action and contingent action using KTPPA. Based on the results of the analysis, the completion of the reject incoming material that must be completed is at the vendor's part and the optional solution is the operator's part, while for the reject in-process material that must be completed is the operational activities in the material warehouse and the optional settlement is the operator's part.
Keywords: quality control, material handling, seven tools, kepner-tregoe potential problem analysis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktik ... 5
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ... 5
1.6 Metodologi Penelitian ... 5
BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 8
2.1 Sejarah PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta ... 8
2.2 Struktur Organisasi PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta ... 9
2.3 Proses Bisnis PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta... 11
2.4 Penempatan Kerja Praktik ... 13
BAB 3 LANDASAN TEORI ... 14
3.1 Produk Cacat (Material Reject) ... 14
3.2 Kualitas ... 14
3.3 Pengendalian Kualitas ... 15
3.4 Penanganan Material (Material Handling) ... 16
3.5 Seven Tools ... 16
3.6 Kepner-Tregoe Potential Problem Analysis (KTPPA) ... 18
BAB 4 HASIL KERJA PRAKTIK ... 19
4.1 Studi Kasus ... 19
4.1.1 Material Handling PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta ... 22
4.2 Pengumpulan Data ... 24
4.3 Pengolahan Data ... 28
4.3.1 Pengolahan Data Material Non-Hydro Reject ... 28
4.3.1.1 Perhitungan Persentase Material Non-Hydro Reject Incoming ... 28
4.3.1.2 Perhitungan Persentase Material Non-Hydro Reject Inprocess ... 30
4.3.1.3 Pembuatan Peta Kendali P Material Non-Hydro Reject Incoming ... 32
4.3.1.4 Pembuatan Peta Kendali P Material Non-Hydro Reject Inprocess ... 39
4.3.1.5 Pembuatan Fishbone Diagram Pada Proses Incoming... 47
4.3.1.6 Pembuatan Fishbone Diagram Pada Proses Inprocess ... 48
4.3.1.7 Pembuatan KTPPA Pada Proses Incoming ... 48
4.3.1.8 Pembuatan KTPPA Pada Proses Inprocess ... 51
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
5.1 Kesimpulan ... 55
5.2 Saran ... 56
viii
Tabel 3.1 Tabel Kepner-Tregoe Problem Analysis (KTPPA) ... 18
Tabel 4.1 Data Material Non-Hydro Reject Incoming Tahun 2020 ... 25
Tabel 4.2 Data Material Non-Hydro Reject Inprocess Tahun 2020 ... 26
Tabel 4.3 Data Rata-rata Harga Material Non-Hydro Per Unit ... 28
Tabel 4.4 Persentase Material Non-Hydro Reject Incoming ... 29
Tabel 4.5 Persentase Material Non-Hydro Reject Inprocess ... 31
Tabel 4.6 Perhitungan Peta Kendali P Incoming Botol Periode Januari – Juli 2020 ... 34
Table 4.7 Perhitungan Peta Kendali P Incoming Capper Periode Januari – Juli 2020 ... 36
Table 4.8 Perhitungan Peta Kendali P Incoming Karton Periode Januari – Juli 2020 ... 37
Tabel 4.9 Perhitungan Peta Kendali P Incoming Stiker Label Periode Januari – Juli 2020 .... ... 38
Tabel 4.10 Perhitungan Peta Kendali P Inprocess Botol Periode Januari – Juli 2020 ... 41
Tabel 4.11 Perhitungan Peta Kendali P Inprocess Capper Periode Januari – Juli 2020 ... 42
Tabel 4.12 Perhitungan Peta Kendali P Inprocess Karton Periode Januari – Juli 2020 ... 43
Tabel 4.13 Perhitungan Peta Kendali P Inprocess Pail Periode Januari – Juli 2020 ... 44
Tabel 4.14 Perhitungan Peta Kendali P Inprocess Stiker Label Periode Januari – Juli 2020 . ... 45
Tabel 4.15 Perhitungan Peta Kendali P Inprocess BiOPP Tape Periode Januari – Juli 2020 . ... 46
Tabel 4.16 KTPPA Pada Proses Incoming ... 49
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gudang Nusantara PT Pertamina Lubricants PUJ ... 2
Gambar 2 Gudang Material Warehouse PT Pertamina Lubricants PUJ ... 2
Gambar 3 Contoh Material Reject Incoming dan Material Reject Inprocess ... 2
Gambar 4 Diagram Pareto Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Incoming Tahun 2020 ... 3
Gambar 5 Diagram Pareto Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Inprocess Tahun 2020 ... 4
Gambar 6 Diagram Alir Metodologi Penelitian ... 7
Gambar 7 Proses Produksi dan Pengolahan PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta ... 9
Gambar 8 Struktur Organisasi PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta ... 10
Gambar 9 Alur Proses Bisnis PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta... 11
Gambar 10 Alur Proses Blending ... 12
Gambar 11 Alur Proses Pengisian (Filling) ... 12
Gambar 12 Alur Pendistribusian Finish Product ... 13
Gambar 13 Struktur Organisasi Divisi Logistic ... 13
Gambar 14 Alur Program Produksi Pelumas ... 19
Gambar 15 Alur Proses di Material Warehouse ... 21
Gambar 16 Alur Proses Material Handling di MQC ... 22
Gambar 17 Proses Penerimaan di Material Warehouse ... 22
Gambar 18 Proses Penimbunan ... 23
Gambar 19 Proses Pengiriman ke Area Lini Produksi ... 23
Gambar 20 Proses Produksi Pelumas di Area Lini Produksi ... 24
Gambar 21 Alur Proses Material Handling di Material Warehouse ... 24
Gambar 22 Diagram Batang Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Incoming Tiap Jenis Tahun 2020 ... 29
Gamabar 23 Diagram Batang Jumlah Material Non-Hydro Reject Incoming Tiap Jenis Periode Bulan Januari – Juli 2020 ... 30
Gambar 24 Diagram Batang Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Inprocess Tiap Jenis Tahun 2020 ... 31
Gambar 25 Diagram Batang Jumlah Material Non-Hydro Reject Inprocess Tiap Jenis Periode Bulan Januari – Juli 2020 ... 32
Gambar 26 Peta Kendali P Incoming Botol Januari – Juli 2020 ... 35
Gambar 27 Peta Kendali P Incoming Capper Januari – Juli 2020 ... 36
Gambar 28 Peta Kendali P Incoming Karton Januari – Juli 2020 ... 37
Gambar 29 Peta Kendali P Incoming Stiker Label Januari – Juli 2020 ... 38
Gambar 30 Peta Kendali P Inprocess Botol Januari – Juli 2020 ... 42
Gambar 31 Peta Kendali P Inprocess Capper Januari – Juli 2020 ... 43
Gambar 32 Peta Kendali P Inprocess Karton Januari – Juli 2020... 44
Gambar 33 Peta Kendali P Inprocess Pail Januari – Juli 2020 ... 45
Gambar 34 Peta Kendali P Inprocess Stiker Label Januari – Juli 2020 ... 46
Gambar 35 Peta Kendali P Inprocess BiOPP Tape Januari – Juli 2020... 47
Gambar 36 Fishbone Diagram pada Proses Incoming ... 47
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia usaha industri pelumas menunjukkan prospek yang menjanjikan bagi importir, produsen, dan distributor pelumas. Berdasarkan data yang pernah dipublikasikan, IHS Energi Global Lubricant Service menyebutkan bahwa volume pasar pelumas dalam negeri mengalami pertumbuhan signifikan dari 678.000 kilo liter (KL) pada tahun 2014 menjadi 730.000 KL pada tahun 2017 (Lubricants, 2016). Setiap perusahaan industri pelumas memiliki tujuan untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang unggul, mengimplementasikan pengendalian kualitas di setiap alur proses bisnis, memuaskan pelanggan dari segi kualitas pelayanan dan kualitas produk.
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas terpadu yang dilakukan untuk menjaga, memantau, dan mempertahankan kualitas produk sesuai standar yang ditetapkan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya, dan selesai tepat pada waktunya. Pengendalian kualitas yang tidak baik akan menghasilkan kualitas produk yang tidak sesuai dengan standar yang biasanya disebut sebagai produk cacat atau material reject. Tidak hanya itu, produk cacat atau material reject dapat terjadi karena salah satu aktivitas penanganan
material atau material handling yang tidak baik. Menurut Tompkins, material handling
penting dalam manajemen kualitas dimana 3-5% produk cacat atau material reject diakibatkan oleh material handling (Republik Indonesia, 2014). Material handling merupakan kegiatan memindahkan material dari satu titik ke titik lainnya dengan jarak tertentu. Aspek penting dalam menghasilkan suatu produk adalah kualitas bahan baku (raw
material) dimana kualitas bahan baku menentukan kualitas dari produk akhir (finish product)
(Indonesia, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik, 2014). Kualitas produk dan layanan merupakan kemampuan yang mengadung karakteristik performance, feature,
reliability, serviceability, conformance to standards, durability, perceived quality, dan aesthetic untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Garvin D. A., 2004).
Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta (Pertamina Lubricants PUJ) merupakan salah satu perusahaan industri pelumas yang memproduksi pelumas dalam kemasan botol (kemasan lithos) dan kemasan pail untuk kendaraan bermotor dan kebutuhan industri lainnya. Pertamina Lubricants PUJ memiliki dua gudang penyimpanan yaitu gudang penyimpanan bahan baku (raw material) pendukung yang bersifat bought out (BO) dan gudang penyimpanan produk akhir (finish product). Gudang penyimpanan produk akhir atau gudang nusantara merupakan tempat penyimpanan produk akhir yang sudah dikemas sedemikian rupa dalam satuan unit load berbentuk pallet, seperti pada Gambar 1. Sedangkan, gudang penyimpanan bahan baku pendukung atau material warehouse merupakan tempat penyimpanan material non-hydro (material packaging) seperti kemasan botol, stiker label,
capper, BiOPP tape, dan karton yang diterima dari vendor atau supplier (pemasok) dan
bersifat bought out, seperti pada Gambar 2. Kemudian, jika ada permintaan untuk memproduksi pelumas dalam kemasan tertentu berdasarkan rencana produksi harian maka
material non-hydro yang disimpan di material warehouse tersebut akan diserahkan ke area
2
Gambar 1. Gudang Nusantara PT Pertamina Lubricants PUJ
Gambar 2. Gudang Material Warehouse PT Pertamina Lubricants PUJ
Proses bisnis Pertamina Lubricants PUJ terdiri dari penerimaan, penimbunan, dan pengisian (filling) ke dalam kemasan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Pertamina Lubricants PUJ, terdapat 2 jenis material reject pada Pertamina Lubricants PUJ yaitu material reject incoming dan material reject inprocess, seperti pada Gambar 3.
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
3
Dimana material tersebut merupakan material non-hydro (material packaging) seperti botol, pail, stiker label, capper, karton, dan BiOPP tape yang dibutuhkan untuk membuat
finish product. Material reject incoming merupakan kumpulan material non-hydro yang
rusak akibat proses kegiatan penerimaan di area material quality control (MQC) sehingga menimbulkan efek domino bagi perusahaan seperti perubahan rencana produksi dan mengakibatkan terhentinya produksi yang berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan. Sedangkan material reject inprocess merupakan kumpulan material non-hydro yang rusak akibat proses kegiatan pembongkaran di material warehouse (gudang penyimpanan bahan baku pendukung) sampai proses produksi pelumas di area lini produksi sehingga secara langsung menimbulkan biaya kerugian yang dikeluarkan perusahaan yang berupa biaya kegagalan internal.
Masih banyak penanganan material di Pertamina Lubricants PUJ yang dilakukan secara
manual yang merupakan salah satu penyebab material reject incoming maupun material reject inprocess. Hal tersebut juga didukung berdasarkan Gambar 4 yang menunjukkan total
jumlah material non-hydro reject incoming tahun 2020 sedangkan Gambar 5 menunjukkan total jumlah material non-hydro reject inprocess tahun 2020.
Gambar 4. Diagram Pareto Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Incoming Tahun 2020
4
Gambar 5. Diagram Pareto Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Inprocess Tahun 2020
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Rendy Kaban mengenai pengendalian kualitas kemasan plastic pouch menggunakan statistical process control untuk menganalisa dan mengurangi kerusakan kemasan reject pada proses produksi maupun kerusakan yang disebabkan oleh pabrik vendor. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisa faktor-faktor utama apa saja yang mempengaruhi material reject incoming dan material reject
inprocess menggunakan fishbone diagram, memberikan rencana tindakan pencegahan
(preventive and contingent action) menggunakan kepner-tregoe potential problem analysis (KTPPA).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dibahas pada laporan ini, antara lain:
1. Bagaimana hasil analisis pengendalian kualitas material reject incoming dan material
reject inprocess di Pertamina Lubricants PUJ?
2. Apa saja kategori-kategori utama (major category) yang menyebabkan material reject
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
5
3. Bagaimana rencana tindakan pencegahan dan tindakan kontingensi yang dilakukan untuk mencegah agar potensi masalah tidak terjadi?
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam menjawab rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian didapat seperti berikut ini:
1. Menganalisa pengendalian kualitas material reject incoming dan material reject
inprocess dengan menggunakan salah satu seven tools.
2. Mengidentifikasi possible causes dari setiap kategori utama yang menyebabkan
material reject incoming dan material reject inprocess.
3. Memberikan rencana tindakan pencegahan dan tindakan kontingensi untuk meminimalkan material reject.
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktik
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktik dilakukan secara online sebagai berikut:
Waktu : 08 Juni 2020 – 06 September 2020
Tempat : Production Unit Jakarta PT Pertamina Lubricants
Jalan Jampea, No.1 RT 11/RW 02, Lagoa, Kec. Koja, Kota Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14270
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Sebagai fokus pada topik permasalahan dan bidang yang ingin didalami maka terdapat batasan masalah serta pendefinisian ruang lingkup sebagai berikut:
1. Data material non-hydro reject incoming dan material non-hydro reject inprocess selama periode Januari 2020 sampai Juli 2020.
2. Kerja praktik dilakukan secara online melalui microsoft teams selama periode 3 bulan. 3. Ruang lingkup proses bisnis kerja praktik dari penerimaan (acceptance), penimbunan
(storage), dan pengisian (filling) material non-hydro di material warehouse Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta.
4. Material non-hydro (material packaging) reject incoming dan inprocess yang ingin diteliti yaitu botol, capper, karton, stiker label, pail, dan BiOPP tape.
1.6 Metodologi Penelitian
Menurut sifat permasalahannya maka jenis penelitian ini bersifat penelitian kuantitatif dan penelitian deskriptif. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian selama kerja praktik di Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta.
6 1. Indentifikasi Masalah
Tahap ini penulis mengidentifikasi masalah dengan melakukan wawancara dan berdiskusi ke bagian divisi logistic melalui microsoft teams, whatsapp, skype, dan
e-mail. Wawancara dan diskusi ini terkait dengan proses pengecekan material non-hydro
sebelum diserahkan ke material warehouse, proses penanganan material di perusahaan, proses bisnis perusahaan dari seluruh aktivitas penerimaan material non-hydro di
material warehouse (gudang penyimpanan bahan baku pendukung) sampai pengiriman finish product ke gudang nusantara dan lain-lain. Topik yang dibahas merupakan salah
satu permasalahan yang sering terjadi di area material warehouse yang salah satu faktornya disebabkan oleh penaganan material yang masih dilakukan secara manual. 2. Studi Literatur
Tahap ini penulis menggunakan studi literatur berupa buku pembelajaran semester, jurnal, dan laporan tugas akhir yang berkaitan dengan pengendalian kualitas, penanganan material, fishbone diagram, kepner-tregoe potential problem analysis (KTPPA), dan material reject. Disesuaikan dengan topik permasalahan yang dibahas di Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta.
3. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Dalam penulisan kerja praktik ini penulis memperoleh data langsung dari Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta. Tahap ini penulis mengumpulkan data primer yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang bersifat kualitatif berupa dokumentasi lapangan. Data primer yang bersifat kuantitatif berupa data material
non-hydro reject incoming dan inprocess dalam periode bulan Januari 2020 sampai Juli
2020, serta data rata-rata harga material non-hydro per unit. Data primer yang bersifat kualitatif dan kuantitatif didapat dari Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta melalui wawancara. Kemudian data primer yang bersifat kuantitatif tersebut diolah menggunakan microsoft excel menjadi diagram batang dan grafik peta kendali p. 4. Analisis Data
Tahap ini penulis menggunakan analisis data secara induktif yang diawali dengan melakukan wawancara, pembahasan, bukti pendukung, dan diakhiri dengan kesimpulan. Data primer yang bersifat data kuantitatif dilakukan analisis datanya menggunakan peta kendali p sedangkan data primer yang bersifat kualitatif dilakukan analisis datanya menggunakan fishbone diagram dan kepner-tregoe potential problem
analysis (KTPPA). Berikut ini merupakan diagram alir metodologi penelitian selama
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
7
Gambar 6. Diagram Alir Metodologi Penelitian Mulai
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
− Data Material Non-Hydro Incoming Tahun 2020 − Data Material Non-Hydro In-Process Tahun 2020 − Data Rata-rata Harga Material Non-Hydro Per Unit
Studi Literatur
Pengolahan Data
− Diagram Batang Jumlah Material Non-Hydro Reject Incoming Tiap Jenis Periode Bulan Januari – Juli 2020
− Diagram Batang Jumlah Material Non-Hydro Reject In-Process Tiap Jenis Periode Bulan Januari – Juli 2020
− Diagram Batang Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Incoming Tiap Jenis Tahun 2020
− Diagram Batang Total Jumlah Material Non-Hydro Reject In-Process Tiap Jenis Tahun 2020
− Peta Kendali P Material Non-Hydro Reject Incoming Tiap Jenis − Peta Kendali P Material Non-Hydro Reject In-Process Tiap Jenis
Melakukan Wawancara
Penentuan Major Problem dengan Fishbone Diagram
Penentuan Pemecahan Masalah dengan Kepner-Tregoe Potential Problem Analysis
Kesimpulan dan Saran
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
8
BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta
Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta merupakan salah satu dari 4 fasilitas unit produksi yang ada sedangkan 3 lainnya adalah Pertamina Lubricants Production Unit Gresik, Pertamina Lubricants Production Unit Cilacap, Pertamina Lubricants Thailand. Pertamina Lubricants PUJ sudah beroperasi pada tahun 1957 dengan meresmikan lube oil blending
plant (LOBP). Dimana LOBP Jakarta terdiri dari 4 plant yaitu LOBP-1 yang digunakan
untuk memproduksi pelumas botol (lithos) dan curah, LOBP-2 untuk memproduksi pelumas drum dan curah, grease plant untuk memproduksi gemuk lumas, serta viscosity modifier untuk memproduksi aditif VII.
Kemudian pada tahun 2016, LOBP Jakarta sudah dilakukan pembaharuan menjadi 3
plant yaitu viscosity modifier yang digunakan untuk memproduksi aditif VII dengan
kapasitas produksi sebesar 23000 KL/tahun, LOBP untuk memproduksi pelumas botol, drum, dan curah dengan kapasitas terpasang sebesar 270000 kilo liter/tahun, serta grease
plant untuk memproduksi grease dengan kapasitas terpasang sebesar 8000 metric ton/tahun.
Kegiatan dan bidang usaha dari Pertamina Lubricants PUJ yaitu melaksanakan kegiatan produksi dan pengolahan produk pelumas dan grease, termasuk penyediaan prasarana, melaksanakan perdagangan produk pelumas, grease, dan specialties product, melaksanakan kegiatan pengangkutan, penyimpanan, penyaluran, distribusi, dan pemasaran produk pelumas, grease, dan specialties product (Pertamina Lubricants, 2017). Tanggung jawab dari production unit adalah untuk memenuhi program produksi baik pelumas dan gemuk domestik maupun export (internasional) yang diberikan oleh divisi produksi berdasarkan kebutuhan pasar atau permintaan yang diberikan oleh divisi marketing. Terkait manajemen mutu, perusahaan sudah memiliki sertifikasi berupa ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu, ISO 14001 tentang sistem manajemen lingkungan, dan ISO 17025 tentang akreditasi laboratorium pengujian.
Pada tahun 2015, Pertamina Lubricants PUJ melakukan pembaharuan teknologi pabrik pelumas menjadi pabrik pertama di Asia Tenggara yang terintegrasi. Didukung dengan penggunaan teknologi blending modern seperti automatic batch blending, inline blending, dan simultaneous metering blending, serta difasilitasi juga dengan enam line pengisian botol (lithos), empat line pengisian drum, dan empat pengisian curah. Perusahaan memiliki fasilitas pergudangan yang didukung penerapan manajemen pergudangan modern dan jaringan distribusi meliputi 24 depot supply point (DSP), 160 distributor, dan lebih dari 2000
outlet yang terdapat di 5000 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina. Tak
hanya itu, perusahaan juga memiliki layanan purnajual berupa laboratorium oil clinic, pusat pelatihan pemasaran pelumas terpadu (ILMA/Integrated Lubrication Management
Academy), dan Laboratorium uji pada setiap LOBP dan grease plant. Berikut dibawah ini
9
Gambar 7. Proses Produksi dan Pengolahan PT Pertamina Lubricant Production Unit Jakarta (Sumber: (Pertamina Lubricants, 2015))
Proses bisnis inti perusahaan secara umum yaitu memproduksi, mendistribusi, dan memperdagangkan bahan baku pelumas base oil dan additives, grease, specialties product, dan produk jadi pelumas (Pertamina Lubricants, 2015). Secara umum dijabarkan seperti dibawah ini:
1. Produksi
Proses yang berlangsung diawali dari produksi maupun impor bahan baku pelumas,
grease, specialties product, dan base oil. Kemudian bahan baku tersebut diolah untuk
memproduksi pelumas, grease, specialties product, dan base oil. 2. Distribusi
Setelah selesai dilakukan proses produksi maka produk yang dihasilkan tersebut didistribusikan kepada konsumen menggunakan moda angkatan darat, laut, dan udara. Sebelum sampai ke konsumen, pendistribusian dilaksanakan melalui mekanisme distribusi dari gudang nusantara ke 7 sales region yang terdiri dari Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar.
3. Pemasaran
Saat ini pemasaran yang telah dilakukan Pertamina Lubricants PUJ yaitu ekspor sebesar 5% dan di Indonesia sebesar 10% yang diantaranya terdiri dari Sumatera sebesar 30%, Kalimatan Barat sebesar 5%, Jakarta dan JBB (Jawa Bagian Barat) sebesar 60%.
2.2 Struktur Organisasi PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta
Berikut pemaparan setiap tugas atau bidang kerja dari setiap departemen di Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta:
1. Manager PUJ yaitu bertanggung jawab terkait aktivitas produksi pelumas dimulai dari penyediaan bahan baku, proses produksi sampai pengiriman ke gudang nusantara dengan memastikan sarana dan fasilitas pendukung produksi berjalan dengan baik dengan memperhatikan biaya operasional yang dibebankan, mengkoordinasikan kegiatan corporate social responsibility di lingkungan kerja, serta melakukan kegiatan pembinaan lingkungan, keselamatan, dan kesehatan.
2. Departemen finance and human resources, administrasi yaitu untuk melaksanakan pendataan semua kejadian historis dan data-data perusahaan, mengontrol arus keuangan perusahaan serta mengontrol sumber daya manusia yang ada.
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
10
3. Departemen lube oil blending plant (LOBP) yaitu untuk melancarkan program bulanan dari production and supply chain pusat menjadi program produksi mingguan dan harian dalam bentuk botol, drum dan curah.
4. Departemen logistic yaitu untuk melaksanankan perencanaan dan pengadaan bahan baku berupa material non-hydro (material packaging) dan material hydro (base oil dan
additives).
5. Departemen technical yaitu untuk melaksanakan penjadwalan agar preventive
maintenance dapat berjalan sesuai rencana dan melaksanakan on condition monitoring
berupa pemantauan yang dilakukan secara berkala oleh bagian mekanik sesuai dengan jadwal.
6. Departemen quality inspector dan K3LL yaitu untuk melaksanakan pemeriksaan barang atau inspeksi barang baik yang bersifat raw material maupun finish product.
Gambar 8 merupakan struktur organisasi Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta yang menggambarkan hubungan kerja diantara bagian yang satu dengan yang lainnya.
Gambar 8. Struktur Organisasi PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta (Sumber: (Pertamina Lubricants, 2016))
11
2.3 Proses Bisnis PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta
Gambar 9. Alur Proses Bisnis PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta (Sumber: (Pertamina Lubricants, 2017))
Gambar 9 menggambarkan alur proses bisnis secara keseluruhan di Pertamina Lubricants Unit Jakarta dimulai dari penerimaan, penimbunan, blending, pengisian, penyerahan, dan konsumen. Berikut penjabaran untuk setiap prosesnya:
1. Penerimaan (Acceptance)
Biasanya secara umum penerimaan disebut sebagai incoming atau receiving, tetapi istilah penerimaan di Pertamina Lubricants disebut sebagai acceptance. Komponen
finish product dari perusahaan merupakan gabungan dari material hydro (bahan baku
utama) dengan material non-hydro (bahan baku pendukung). Pada proses penerimaan, perusahaan menerima bahan baku utama dan bahan baku pendukung dari vendor (pemasok) untuk memproduksi produk jadi (finish product). Bahan baku utama terdiri dari base oil dan additive sedangkan bahan baku pendukung atau biasanya disebut dengan material pembungkus (material packaging) terdiri dari botol, capper, karton, stiker label, pail, dan BiOPP tape. Sebelum masuk ke tahap penimbunan, bahan baku utama dan bahan baku pendukung harus melalui tahap pengecekan kualitas (quality
control) untuk memastikan seluruh bahan baku utama dan bahan baku pendukung
tersebut dalam kondisi baik dan sesuai spesifikasi. Bahan baku utama dicek oleh quality
control laboratorium (QC Lab) sedangkan bahan baku pendukung dicek oleh material quality control (MQC). Perusahaan mengaplikasikan 8 tahap quality control untuk
menjamin kualitas produk yaitu quality control for incoming base oil and additives (Q1-Q3), quality control during production process (Q4), quality control for finished
products (Q5-Q6), quality control during distribution (Q7), quality control in warehousing (Q8).
2. Penimbunan (Storage)
Pada proses ini, bahan baku utama dan bahan baku pendukung tersebut ditimbun dan disimpan. Dimana untuk bahan baku utama, jika dinyatakan lolos uji kelayakan dari QC
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
12
Lab maka akan ditimbun di base oil tank dan additive tank. Dan untuk bahan baku pendukung, jika dinyatakan lolos uji kelayakan dari MQC maka akan disimpan di
material warehouse. Apabila tidak lolos uji kelayakan maka bahan baku utama dan
bahan baku pendukung tersebut dikembalikan ke vendor. 3. Blending
Pada proses ini, pelumas diproduksi dengan cara mencampurkan base oil sebesar 70-80% dan additives sebesar 20-30% dalam blending tank sampai mencapai kondisi homogen. Sebelum dicampurkan, base oil dan additive dilakukan pengecekan kualitas kembali di QC Lab. Proses tersebut diilustrasikan seperti gambar dibawah ini (Faza, 2019).
Gambar 10. Alur Proses Blending (Sumber: (Faza, 2019)) 4. Pengsian (Filling)
Proses ini merupakan proses pengisian base oil dan additives yang sudah tercampur di proses blending ke dalam kemasan botol (lithos) sampai menjadi produk akhir (finish
product) sesuai dengan rencana produksi harian. Sebelum masuk ke proses pengisian,
bahan baku pendukung dilakukan pengecekan kualitas di MQC sedangkan bahan baku utama dilakukan pengecekan kualitas di QC Lab. Finish product yang dimaksud disini adalah produk pelumas kemasan botol yang sudah dikemas sedemikian rupa dalam satuan unit load berbentuk pallet. Alur proses pengisian digambarkan seperti dibawah ini.
Gambar 11. Alur Proses Pengisian (Filling) (Sumber: (Pertamina Lubricants, PPT Logistik , 2020))
13 5. Penyerahan (Distribution) dan Konsumen
Selanjutnya, seluruh hasil produksi dari Pertamina Lubricants PUJ disimpan di gudang nusantara sebelum didistribusikan ke konsumen. Gudang nusantara digunakan untuk menyimpan stok finish product. Sebelum disimpan, seluruh finish product tersebut dilakukan pengecekan kualitas di MQC. Berikut ini merupakan alur pendistribusian
finish product sampai ke konsumen.
Gambar 12. Alur Pendistribusian Finish Product (Sumber: (Pertamina Lubricants, 2017))
2.4 Penempatan Kerja Praktik
Semasa periode kerja praktik secara online, penulis ditempatkan dibagian divisi logistic di Pertamina Lubricants Unit Jakarta, seperti Gambar 13. Dikarenakan kerja praktik yang dilakukan secara online dan tidak bisa secara langsung melakukan observasi lapangan kerja praktik, penulis melakukan diskusi dan wawancara kepada para pembina kerja praktik baik di dalam maupun di luar divisi logistic melalui microsoft teams, whatsapp, skype, dan
e-mail. Dalam hal ini, penulis juga banyak belajar tentang pergudangan, penanganan material,
pendistribusian, perencanaan produksi, dan pengendalian kualitas. Dalam menerapkan ilmu yang telah dipelajari penulis selama masa kuliah, penulis diberikan tugas untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi di perusahaan terkait menghitung jam kerja atau shift baru untuk operator handling akibat pandemi Covid-19, menghitung
economic order quantity dan reorder level material pail general overseas.
Gambar 13. Struktur Organisasi Divisi Logistic (Sumber: (Pertamina Lubricants, PPT Logistik , 2020))
14
BAB 3 LANDASAN TEORI
3.1 Produk Cacat (Material Reject)
Produk cacat merupakan produk yang tidak mencapai spesifikasi standar yang telah ditetapkan dan bernilai jual rendah. Hal itu bisa terjadi karena kesalahan eksternal dan kesalahan internal. Kesalahan eksternal berupa kesalahan produk yang diterima dari vendor ketika diproduksi atau ketika didistribusikan sedangkan kesalahan internal berupa kesalahan produk yang disebabkan oleh tenaga kerja atau mesin dari perusahaan sendiri. Adapun pengertian produk cacat atau material reject menurut para ahli sebagai beikut:
1. Produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi disebut produk cacat sedangkan seluruh produk yang diproduksi sesuai dengan spesifikasinya disebut cacat nol (Hansen & Mowen, 2005).
2. Produk cacat merupakan produk yang dihasilkan dalam proses produksi yang tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Namun, secara ekonomis produk tersebut dapat dibetulkan dengan mengeluarkan biaya tertentu (Nurlela, 2013).
3. Produk cacat merupakan hasil produk yang tidak mencukupi standar produksi akibat dari kesalahan bahan dan tenaga kerja atau mesin. Jika hasil produk ingin terjual maka harus diproses lebih lanjut agar memenuhi standar mutu (Ahmad & Abdullah, 2012).
3.2 Kualitas
Beberapa terminologi terkait kualitas, yaitu:
1. Karakter dari produk yang sangat berpengaruh terhadap kualitas produk baik secara
physical, sensory, dan time orientation disebut sebagai critical to quality (CTQ) characteristic.
2. Kegiatan operasional, manajerial, kerekayasaan yang ditujukan agar critical to quality (CTQ) berada pada target value dengan variabilitas yang masih berada pada upper
specification limit (USL) dan lower specification limit (LSL) disebut sebagai quality engineering.
3. Titik yang diharapkan critical to quality (CTQ) dapat berada disebut sebagai target
value.
4. Rentang dimana nilai critical to quality (CTQ) masih bisa diterima atau ditoleransi disebut sebagai upper specification limit (USL) dan lower specification limit (LSL). 5. Kondisi dimana nilai critical to quality (CTQ) berada diluar upper specification limit
(USL) dan lower specification limit (LSL) disebut sebagai nonconforming atau defect. Definisi kualitas secara tradisional diartikan sebagai kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use). Fitness for use terbagi menjadi 2 yakni quality of design yang diartikan sebagai seberapa sesuai desain dengan penggunaan oleh customer sedangkan quality of
conformance diartikan sebagai seberapa sesuai hasil produksi dengan desain yang dirancang.
Definisi kualitas secara modern (quality is inventory proportional to variability) merupakan turunan dari quality of conformance dengan spesifikasi kualitas tradisional yang merupakan kualitas yang berbanding terbalik dengan variabilitas atau dengan kata lain semakin tinggi
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
15
variasi maka semakin rendah kualitasnya atau semakin rendah variasi maka semakin tinggi kualitasnya sehingga semakin presisi maka semakin tinggi kualitasnya. Kualitas merupakan suatu karakteristik kemampuan yang ditujukan kepada suatu produk yang disesuaikan dengan keinginan pengguna. Pengertian kualitas bagi menurut para ahli sangat beranekaragam, yaitu:
1. Kualitas ialah suatu keadaan produk maupun jasa yang sesuai dengan keinginan
costumer (Heizer & Render, Manajemen Operasi (Buku 1 Edisi 9), 2008).
2. Keseluruhan ciri maupun sifat suatu produk yang berakibat pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan disebut dengan kualitas (Kotler & Keller, 2009).
3. Suatu keadaaan dinamis yang berkorelasi dengan produk jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pengguna (Tjiptono, 1996).
Terkait industri manufaktur, terdapat 8 dimensi yang digunakan untuk melihat sisi pengukuran suatu kualitas barang manufaktur, seperti penjabaran di bawah ini (Garvin D. A., 1998):
1. Performance yang diartikan seperti seberapa baik produk menjalankan fungsinya. 2. Reliability yang diartikan seperti seberapa sering produk mengalami kegagalan. 3. Durability yang diartikan seperti seberapa lama umur pemakaian produk. 4. Serviceability yang diartikan seperti seberapa mudah produk diperbaiki.
5. Aesthetic yang diartikan seperti seberapa estetik atau indah bentuk, warna, dan gaya dari produk.
6. Features yang diartikan sebagai fungsi tambahan dari produk.
7. Perceived quality diartikan seperti seberapa dipercaya reputasi dari perubahan atau produknya.
8. Conformance to standards diartikan seperti seberapa sesuai produk dengan standar yang sudah ada.
3.3 Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan suatu aksi atau tindakan nyata dari manajemen operasi yang berupaya mengimplementasikan fungsi manajemen dalam kegiatan operasi seperti perencanaan yang saksama, penggunaan peralatan yang sesuai, dan inspeksi secara berkala untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilakukan sesuai dengan apa yang dirancangkan. Berikut menurut pendapat para ahli terkait pengendalian kualitas, yaitu:
1. Pengendalian kualitas merupakan suatu usaha untuk menjaga dan memastikan mutu dan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan apa yang diinginkan konsumen (Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, 1980).
2. Pengendalian kualitas merupakan gabungan diantara alat, teknik, dan aktivitas operasional yang dimanfaatkan untuk mengatur kualitas suatu produk yang digunakan untuk memenuhi standar kualitas dengan biaya yang ekonomis serta mencukupi syarat pemesan (Gaspersz, 2005).
16
3. Pengendalian kualitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantau dan memastikan kinerja sebenarnya sehingga apa yang diharapkan terlaksana (Bakhtiar, Tahir, & Hasni, 2013).
Tujuan adanya pengendalian kualitas secara umum adalah untuk menyadari sejauh mana kesesuaian spesifikasi produk yang telah ditentukan sebagai standar perusahaan berdasarkan proses dan hasil produksi atau jasa yang dibuat. Ada beberapa tujuan pengendalian menurut para ahli, sebagai berikut:
1. Meningkatkan kepuasan pelanggan, selesai tepat pada waktunya, menyesuaikan spesifikasi produk akhir dengan standar kualitas yang telah ditentukan, menggunakan dan meefisienkan biaya desain produk, biaya inspeksi serta biaya proses produksi (Heizer & Render, Operations Management Edisi 10, 2013).
2. Agar hasil produksi bisa mencapai standar kualitas yang telah ditentukan, mengupayakan biaya inspeksi, biaya desain, dan biaya produksi seminimal mungkin (Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, 1998).
3.4 Penanganan Material (Material Handling)
Secara umum, untuk membantu kelancaran aliran rantai pasok atau supply chain logistic maka material handling terbagi menjadi manual handling, semi-mechanical handling dan
mechanical handling. Penanganan material atau material handling merupakan ilmu dan seni
dalam memindahkan, menyimpan, melindungi, mengawasi, dan mengontrol suatu material (barang) atau produk di seluruh area penerimaan, pengecekan kualitas (quality control), lini produksi, pergudangan, pendistribusian. Penanganan material haruslah memiliki fungsi untuk mempersiapkan dalam jumlah yang tepat (right amount), kondisi yang tepat (right
condition), waktu dan tempat yang tepat (right time and place), posisi yang tepat (right position), urutan yang tepat (right sequence), biaya yang tepat (right cost) serta metode yang
tepat (right methods). Jika fungsi dalam penanganan material terpenuhi maka akan mencapai tujuan dari penanganan material seperti meningkatkan efisiensi, meningkatkan pelayanan, menurunkan cost, meminimalkan penundaan penyediaan material yang dibutuhkan, menurunkan total cost (biaya operator, biaya maintenance, biaya investasi), mengurangi kerusakan material, memaksimalkan utilitas penyimpanan, dan meminimasi kecelakaan kerja.
3.5 Seven Tools
Dalam pengendalian kualitas yang berkaitan dengan ilmu statistik, seven tools sering kali diterapkan di lingkungan kerja guna meningkatkan dan mempertahankan standar kualitas. Seven tools merupakan alat statistik yang dipakai untuk pemecahan suatu masalah serta berguna dalam pengumpulan informasi yang objektif untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan. Seven tools tersebut terdiri dari lembar pemeriksaan (check sheet), histogram (diagram batang), diagram pareto, fishbone diagram, peta kendali (control chart),
scatter diagram, diagram alir atau diagram proses (process flow chart). Berikut dibawah ini
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
17 1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
Digunakan untuk mengumpulkan informasi atau data secara sistematis dan mempermudah dalam perhitungan sehingga mengetahui letak suatu permasalahan, memudahkan dalam menganalisis data, dan pengambilan keputusan untuk melakukan perbaikan. Secara umum, lembar pemeriksaan disajikan dalam bentuk tabel yang berisi jumlah keseluruhan populasi produk dan jumlah produk cacat berdasarkan jenis atau penyebab cacat dalam periode tertentu sehingga memudahkan dalam pengecekan kualitas produk.
2. Histogram (Diagram Batang)
Digunakan untuk menggambarkan variasi berdasarkan jenis atau penyebab cacat sehingga mempermudah melihat dan menginterpretasikan data. Secara umum histogram berbentuk seperti grafik batang yang menunjukkan pengamatan dan frekuensi pengukuran yang dikelompokkan dalam interval kelas.
3. Diagram Pareto
Tujuan dari diagram pareto yaitu untuk mengidentifikasi penyebab permasalahan yang paling utama serta memberikan tampilan informasi secara grafis agar mudah dipahami, Digunakan pertama kali oleh Joseph Juran yang diperkenalkan oleh Alfredo Pareto. Diagram pareto secara umum mengandung diagram batang dan diagram garis. Diagram batang menunjukkan klasifikasi dan nilai data, klasifikasi data diurutkan berdasarkan urutan ranking tertinggi sampai terendah, dimana urutan ranking tertinggi merupakan masalah utama dari keseluruhan masalah. Sedangkan diagram garis menunjukkan total frekuensi kumulatif.
4. Fishbone Diagram
Ditemukan oleh Kaoru Ishikawa yang bertujuan untuk menentukan real problem dan mengidentifikasi kategori-kategori utama (major category) dari real problem tersebut.
Fishbone diagram adalah cara menghasilkan ide melalui grafis yang berbentuk tulang
ikan.
5. Peta Kendali (Control Chart)
Alat grafis yang digunakan untuk memantau suatu kegiatan atau aktivitas apakah dapat diterima sebagai aktivitas atau proses yang terkendali secara statistika sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. Manfaat dari adanya peta kendali yaitu memberikan informasi apakah suatu proses masih berada di dalam batas kendali atau tidak, menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk, mengetahui apakah proses berjalan stabil atau tidak serta mengetahui apakah terjadi penyimpangan berdasarkan batas-batas kendali pada control chart. Batas-batas kendali dalam control chart berupa
upper control limit (batas kendali atas) yang melambangkan sebagai suatu
penyimpangan yang masih diijinkan, central line (garis tengah) yang melambangkan tidak adanya penyimpangan dari karakteristik sampel, dan lower control limit (batas kendali bawah) yang melambangkan sebagai suatu penyimpangan dari karakteristik sampel.
6. Scatter diagram
Scatter diagram diilustrasikan dengan penggambaran titik-titik terhadap sumbu x dan
sumbu y. Scatter diagram merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk menggambarkan kuat atau tidaknya pola hubungan atau korelasi antara dua variabel.
18
Tujuan penggunaan dari scatter diagram yaitu untuk memeriksa apakah dua jenis data saling berhubungan,
7. Diagram Alir atau Proses (Process Flow Chart)
Alat grafis sederhana yang menggambarkan sebuah proses menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Digunakan untuk memahami atau menjelaskan langkah-langkah sebuah proses, mengetahui kecenderungan data, membandingkan data dari beberapa periode, serta mengecek dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi.
3.6 Kepner-Tregoe Potential Problem Analysis (KTPPA)
Kepner-tregoe potential problem analysis (KTPPA) merupakan salah satu dari empat
jenis teknik kepner-tregoe, dimana empat jenis lainnya yaitu kepner-tregoe situation
appraisal (KTSA), kepner-tregoe problem analysis (KTPA), dan kepner-tregoe decision analysis (KTDA). Tujuan dari kepner-tregoe potential problem analysis (KTPPA) adalah
untuk memastikan kesuksesan implementasi dari solusi yang dipilih serta meminimalkan risiko terjadinya permasalahan-permasalahan yang dapat mengganggu penerapan solusi atau hasil yang diharapkan dari penerapan solusi tersebut. Tabel 3.1 menggambarkan potential
problem sebagai masalah-masalah yang berpotensi terjadi, possible cause sebagai
pengidentifikasian penyebab potensi masalah tersebut, preventive action sebagai susunan rencana tindakan pencegahan untuk mencegah potensi masalah tersebut tidak terjadi, dan
contingent action sebagai susunan rencana tindakan pencegahan kontingensi untuk
penanggulan jika potensi masalah benar-benar terjadi.
Tabel 3.1 Tabel Kepner-Tregoe Problem Analysis (KTPPA)
Potential Problems Possible Causes Preventive Actions Contingent Actions
A 1. 1. 1. 2. 2. 2. dst dst dst B 1. 1. 1. 2. 2. 2. dst dst 3.
19
BAB 4 HASIL KERJA PRAKTIK
4.1 Studi Kasus
Semasa periode kerja praktik, peneliti melangsungkan wawancara untuk menjalankan penelitian di bagian gudang penyimpanan bahan baku pendukung (material warehouse) yang digunakan untuk menyimpan material pembungkus (material packaging) untuk memproduksi pelumas seperti botol, capper, karton, stiker label, pail, dan BiOPP tape atau biasa disebut sebagai material non-hydro. Di Pertamina Lubricant PUJ, kegiatan pengadaan, penerimaan, penimbunan, dan penyerahan bahan baku pendukung (material non-hydro) dilakukan oleh Pertamina Lubricant PUJ sedangkan kegiatan pengadaan bahan baku utama (material hydro) seperti base oil dan additive dilakukan oleh PT Pertamina Persero. Sebelum melaksanakan kegiatan poduksi pelumas, Pertamina Lubricants PUJ dan Pertamina Persero bekerjasama dalam merancang program produksi bulanan menjadi program produksi harian. Kemudian program produksi bulanan itu dijadikan sebagai acuan oleh Pertamina Lubricants PUJ untuk melakukan pengadaan bahan baku pendukung sedangkan program produksi harian dijadikan sebagai acuan untuk memproduksi produk pelumas.
Alur pada Gambar 14 menjelaskan bahwa Pertamina Persero memberikan program produksi bulanan kepada Pertamina Lubricants PUJ lalu Pertamina Lubricants PUJ mengolah program produksi bulanan menjadi program produksi harian dan menganalisa kebutuhan bahan baku pendukung berdasarkan program produksi bulanan untuk melangsungkan kegiatan pengadaan ke vendor. Seluruh bahan baku pendukung yang disimpan di material warehouse sudah dilakukan pengecekan kualitas oleh operator material
quality control (MQC). Jika terdapat bahan baku pendukung yang tidak lolos uji kelayakan
dari operator MQC maka bahan baku pendukung dikembalikan ke vendor.
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
20
Pada Gambar 15 menjelaskan alur proses di material warehouse yang dimulai dari proses penerimaan sampai proses penyerahan bahan baku pendukung ke area lini produksi. Dimulai dari proses penerimaan, dimana asisten logistik dan asisten material warehouse sebagai pelaksana melakukan koordinasi dengan vendor untuk menerbitkan release order (RO) sesuai kebutuhan bahan baku pendukung dari program produksi. Pelaksana membuat
release order menggunakan MySAP dan mengirimkan release order kepada vendor.
Operator material warehouse mencatatkan release order ke dalam SiAP. Kemudian vendor mengirimkan bahan baku pendukung secara bertahap sesuai release order dari pelaksana. Pelaksana melakukan pemeriksaan kesesuaian antara dokumen berupa surat jalan dan
release order yang diterbitkan dan pelaksana membuat surat permintaan pemeriksaan bahan
baku pendukung di surat jalan kepada operator MQC.
Lalu operator bongkar-muat melakukan pembongkaran dan penyusunan bahan baku pendukung ke atas pallet setelah menunggu 30 menit hasil pengecekan kualitas bahan baku pendukung yang telah dinyatakan ON specification oleh operator MQC. Operator material
warehouse melakukan pencatatan spesifik jumlah, item, dan lokasi penyimpanan bahan baku
pendukung yang datang sesuai surat jalan ke dalam sistem administrasi produksi (SiAP). Operator bongkar-muat memasukkan hasil penerimaan ke dalam stock card yang berlaku sesuai jumlah bahan baku pendukung yang datang. Lalu pelaksana melakukan good receipt penerimaan bahan baku pendukung di dalam sistem MySAP.
Proses penimbunan bahan baku pendukung dimulai dengan operator forklift menyimpan bahan baku pendukung di dalam material warehouse pada lokasi yang terdata di SiAP dan memperbarui setiap bahan baku pendukung yang masuk ke material warehouse. Dalam keadaan tertentu, jika bahan baku pendukung yang di dalam material warehouse kosong maka bahan baku pendukung yang baru saja diterima dapat langsung diserahkan ke area lini produksi sesuai program produksi tanpa dilakukan penimbunan atau penyimpanan terlebih dahulu.
Proses penyerahan bahan baku pendukung dimulai dari operator produksi membuat permintaan bahan baku pendukung menggunakan SiAP kepada operator material warehouse lalu operator material warehouse menyerahkan bahan baku pendukung ke area lini produksi sesuai dengan jumlah pada permintaan dan mencatatkan data bahan baku pendukung yang keluar dari material warehouse pada SiAP.
21
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
22
4.1.1 Material Handling PT Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta
Penanganan material di Pertamina Lubricants umumnya masih dilakukan secara
manual ketika bahan baku pendukung ingin dilakukan proses penerimaan bahan baku
pendukung di area MQC, proses penyerahan bahan baku pendukung ke material warehouse, penimbunan bahan baku pendukung ke racking, pengiriman atau penyerahan bahan baku pendukung ke area lini produksi. Gambar 16 menjelaskan bahwa pada proses penerimaan bahan baku pendukung di MQC, sampel material non-hydro dari moda transportasi vendor dibawa oleh operator MQC secara manual ke area material quality control (MQC) dengan jumlah sampel yang diambil mengacu pada ASTM D 4057. Tahap pengecekan kualitas bahan baku pendukung dilakukan sesudah proses penerimaan bahan baku pendukung di MQC. Hasil dari pengecekan kualitas tersebut dikeluarkan oleh operator MQC dalam bentuk
form checklist incoming. Jika hasil pengecekan kualitas dinyatakan ON specification maka
bahan baku pendukung akan diserahkan ke material warehouse sedangkan jika dinyatakan OFF specification maka bahan baku pendukung dikembalikan ke vendor.
Gambar 16. Alur Proses Material Handling di MQC
Setelah bahan baku pendukung selesai dilakukan pengecekan kualitas dan dinyatakan ON specification, seluruh bahan baku pendukung tersebut diserahkan ke material warehouse.
23
Pada proses penerimaan di material warehouse, bahan baku pendukung yang sampai di material warehouse akan dilakukan kegiatan pembongkaran oleh operator bongkar-muat, seperti Gambar 17. Operator bongkar-muat melakukan penyusunan bahan baku pendukung dari moda transportasi vendor ke atas pallet satu per satu. Bahan baku pendukung yang sudah selesai disusun di atas pallet akan dilakukan penyimpanan atau penimbunan oleh operator
forklift dan operator bongkar-muat. Operator forklift akan melakukan penimbunan bahan
baku pendukung ke lorong yang masih kosong atau ke atas racking level 2 sampai level 3 sedangkan operator bongkar-muat akan melakukan penimbunan bahan baku pendukung ke
racking level 1, seperti Gambar 18.
Gambar 18. Proses Penimbunan
Jenis racking yang digunakan pada material warehouse Pertamina Lubricants PUJ adalah single deep racking dengan 3 level. Berdasarkan hasil wawancara, biasanya racking
level 1 diutamakan untuk menyimpan stiker label yang beralas triplek dengan tujuan
memperluas kapasitas penyimpanan. Jika ada permintaan berdasarkan program produksi maka bahan baku pendukung tersebut dikirimkan ke area lini produksi, seperti Gambar 19.
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
24
Pengiriman bahan baku pendukung ke area lini produksi dilakukan secara forklift
handling dan manual handling. Forklift handling digunakan untuk memindahkan seluruh
bahan baku pendukung kecuali botol dari racking atau lorong langsung ke area lini produksi sedangkan botol akan dikirimkan ke area conveyor menggunakan forklift yang dilanjutkan dengan memindahkan botol tersebut satu per satu ke atas conveyor secara manual.
Gambar 20. Proses Produksi Pelumas di Area Lini Produksi
Kemudian bahan baku pendukung tersebut dialirkan secara kontiniu menggunakan
conveyor selama proses produksi pelumas. Tahap pengecekan kualitas bahan baku
pendukung dilakukan sebelum proses pengiriman atau penyerahan bahan baku pendukung ke area lini produksi dan sesudah proses produksi pelumas selesai. Hasil pengecekan kualitas bahan baku pendukung tersebut dikeluarkan oleh operator MQC dalam bentuk form checklist
inprocess.
Gambar 21. Alur Proses Material Handling di Material Warehouse
4.2 Pengumpulan Data
Berdasarkan penjelasan terhadap studi kasus diatas, peneliti mengumpulkan data primer yang bersifat kuantitatif. Data primer yang bersifat kuantitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan yang berupa informasi atau penjelasan yang berbentuk angka atau bilangan. Berdasarkan hasil wawancara, material reject atau produk cacat di Pertamina Lubricants PUJ terbagi menjadi 2 yaitu material reject incoming dan
material reject inprocess. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari operator MQC
melalui checklist incoming dan checklist inprocess yaitu berupa data material non-hydro
reject incoming tahun 2020, data material non-hydro reject inprocess tahun 2020, dan data
rata-rata harga material non-hydro per unit. Data primer yang dikumpulkan peneliti dari operator MQC selama periode bulan Januari sampai bulan Juli 2020.
25
Tabel 4.1 Data Material Non-Hydro Reject Incoming Tahun 2020
Bulan Jenis Material
Non-Hydro Jumlah Terima (Unit)
Jumlah Material
Non-Hydro Reject Incoming (Unit)
Total Jumlah Material
Non-Hydro Reject Incoming (Unit) Januari 2020 Botol 3,901,588 - 18,455 Capper 4,467,761 - Karton 470,353 18,455 Stiker Label 5,583,000 - Pail 1,758 - BiOPP Tape Pertamina - - Febuari 2020 Botol 3,253,668 32,400 899,275 Capper 3,391,701 600,000 Karton 516,449 166,875 Stiker Label 4,680,505 100,000 Pail 1,278 - BiOPP Tape Pertamina - - Maret 2020 Botol 2,377,662 3,780 55,480 Capper 2,801,331 - Karton 399,185 51,700 Stiker Label 4,620,000 - Pail 5,027 - BiOPP Tape Pertamina - - Apr-20 Botol 1,408,211 - - Capper 1,002,000 - Karton 165,870 - Stiker Label 415,350 - Pail 9,147 - BiOPP Tape Pertamina - - Mei 2020 Botol 2,386,923 3,131 46,826 Capper 750,000 - Karton 338,871 43,695 Stiker Label 2,437,000 - Pail 452 - BiOPP Tape Pertamina - - Juni 2020 Botol 3,276,658 - 23,740 Capper 4,539,707 - Karton 393,559 23,740 Stiker Label 1,997,650 - Pail 9,000 -
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI TEKNIK LOGISTIK
26 Bulan Jenis Material
Non-Hydro Jumlah Terima (Unit)
Jumlah Material
Non-Hydro Reject Incoming (Unit)
Total Jumlah Material
Non-Hydro Reject Incoming (Unit) BiOPP Tape Pertamina - - Juli 2020 Botol 2,309,127 - - Capper 2,768,510 - Karton 96,995 - Stiker Label 4,234,000 - Pail 1,000 - BiOPP Tape Pertamina - -
Tabel 4.2 Data Material Non-Hydro Reject Inprocess Tahun 2020
Bulan Jenis Material
Non-Hydro Jumlah Terima (Unit)
Jumlah Material Non-Hydro Reject Inprocess (Unit) Total Jumlah Material Non-Hydro Reject Inprocess (Unit) Januari 2020 Botol 6,131,355 4,335 33,443 Capper 3,942,528 14,165 Karton 2,076,969 3,355 Stiker Label 19,673,074 11,586 Pail 12,558,005 2 BiOPP Tape Pertamina 336 - Febuari 2020 Botol 5,948,672 2,844 24,573 Capper 3,945,898 8,881 Karton 2,107,187 3,364 Stiker Label 19,560,998 9,478 Pail 12,553,725 6 BiOPP Tape Pertamina 196 - Maret 2020 Botol 6,001,530 2,872 20,215 Capper 4,410,658 6,519 Karton 2,120,544 1,979 Stiker Label 19,611,835 8,522 Pail 8,644,701 - BiOPP Tape Pertamina 503 323 Apr-20 Botol 4,681,262 1,694 11,387 Capper 4,716,904 4,223 Karton 1,911,768 1,214 Stiker Label 17,929,877 4,256