• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2. Stasiun Meteorologi Kasiguncu, Poso 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2. Stasiun Meteorologi Kasiguncu, Poso 3"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

383

Analisis Kondisi Atmosfer pada Kejadian Hujan Lebat Daerah Poso dan

Sekitarnya (Studi Kasus: Kabupaten Poso Tanggal 17 Juli 2017)

Analysis of Atmospheric Conditions at Heavy Rainfall Event Over Poso

and Surrounding Area (Case Study: Poso Area Juli 17, 2017)

Lavia Farareta Aiqiu1*), I Gede Agus Mahendera2, Adi Mulsandi3

1 Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2 Stasiun Meteorologi Kasiguncu, Poso

3 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: fararareta@gmail.com

ABSTRAK – Analisis kondisi fisis dan dinamika atmosfer saat terjadi hujan lebat pada tanggal 17 Juli 2017 di wilayah Poso dan sekitarnya telah dilakukan dengan menggunakan data hasil observasi stasiun meteorologi Poso, data citra satelit Himawari 8, data model analisis numerik, dan data pengamatan udara atas Rawind Sonde. Hasil analisis dinamika atmosfer menunjukan adanya gangguan cuaca siklonik di bagian utara Papua (Samudera Pasifik) yang memicu adanya belokan angin di wilayah kajian. Dinamika atmosfer ini mempengaruhi kondisi SST di perairan sekitar wilayah Poso ditunjukan dengan nilai anomali SST positif. Nilai anomali positif SST menunjukan adanya transfer panas dari laut ke atmosfer sehingga atmosfer menjadi labil yang ditunjukan oleh nilai indeks labilitas dan nilai kelembaban atmosfer yang tinggi di wilayah kajian. Labilitas atmosfer ini yang memicu terbentuknya sistim awan-awan konvektif di wilayah kajian. Dari pantauan satelit terlihat adanya awan dengan suhu puncak awan di bawah -50oC yang diindikasikan sebagai awan Cumulonimbus.

Kata kunci: hujan lebat, cuaca ekstrim, cumulonimbus

ABSTRACT

-

The physics and dynamic state of atmosphere during heavy rainfall occured on July,17 2017over Poso area and surrounds were analyzed using surface observation data, satellite imagery data, numerical model data analysis, and upper air sounding data. The resulst shows that there was cyclonic perturbation over northern area of Papua (Pacific ocean). This perturbation trigered the shearwind over study area. The shearwind influenced Sea Surface Temperature (SST) around Poso by positive anomaly. The positive anomaly of SST value indicates heat transfer from the ocean to the atmosphere and makes the atmosphere become unstable, indicated by high lability index value and atmospheric humidity value in the study area. Atmospheric lability trigered convective clouds formation in Poso. Satellite observation showed clouds with peak temperature under -50 oC that indicated as Cumulonimbus cloud.

Keywords: heavy rain, extreme weather, cumulonimbus

1. PENDAHULUAN

Pada tanggal 17 Juli 2017 terjadi hujan disertai guntur di kabupaten Poso yang berlangsung secara terus menerus selama 15 jam mulai jam 08.40 UTC hingga jam 23.30 UTC atau sekitar jam 16.40 WITA hingga jam 07.30 WITA. Berdasarkan data observasi sinoptik Stasiun Meteorologi Kasiguncu, jumlah takaran curah hujan selama 24 jam yang diukur pada tanggal 18 Juli 2017 adalah 52,8 mm/hari. Berdasarkan kriteria BMKG, fenomena tersebut termasuk dalam kategori hujan lebat. Akibat terjadinya hujan lebat di kabupaten Poso maka aktivitas masyarakat terganggu serta menimbulkan genangan di sejumlah daerah termasuk di rumway bandar udara Kasiguncu, Poso.

Hujan lebat merupakan salah satu fenomena cuaca hasil interaksi berbagai proses fisis di atmosfer (Winarso, 2011). Pembentukan cuaca di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dinamika dan interaksi gangguan-gangguan cuaca baik dalam skala global, skala regional maupun skala lokal. Untuk mengetahui parameter penting pembentukan cuaca suatu wilayah perlu dilakukan analisis cuaca atau Analisis dinamika atmosfer. Tujuan utamanya adalah untuk menentukan lokasi serta menemukan fenomena-fenomena yang dapat mempengaruhi aktivitas cuaca. Dengan mengetahui penyebab dan faktor – faktor yang memicu terjadinya hujan lebat, maka dapat diketahui karakteristik yang dapat dijadikan dasar suatu prakiraan kapan dan dimana akan terjadi hujan lebat (Zakir, 2010).

(2)

384

Analisis terhadap suatu fenomena cuaca dilakukan dalam cakupan skala global, skala regional dan skala lokal. Dalam skala global, umumnya suatu fenomena cuaca terbentuk akibat gangguan cuaca dalam bentuk gelombang yang memiliki daerah rambatan lebih dari 5000km dengan skala waktu kejadian antara beberapa hari hingga mingguan atau lebih. Contoh gangguan cuaca berskala global yang mempengaruhi cuaca Indonesia adalah Elnino, La Nina, dan MJO.

Analisis cuaca skala regional dilakukan pada fenomena yang memiliki cakupan antara 20 km hingga 2000 km. Pada skala ini fenomena cuaca beraitan erat dengan profil vertikal atmosfer, sehingga analisis dilakukan dalam beberapa lapisan ketinggian. Analisis skala regional mencangkup Analisis streamline angin dan analisis kelembaban. Analisis terhadap streamline dilakukan dengan memperhatikan daerah-daerah potensi terjadinya gangguan cuaca seperti daerah low pressure area (L), daerah terjadinya shearline, ITCZ (konvergence), daerah terjadinya eddy, divergen maupun sirkulasi lain (Zakir, 2010). Untuk mendapatkan profil angin gradien serta angin udara atas maka analisis terhadap pola angina dilakukan dalam beberapa lapisan ketinggian. Data angin sangat dperlukan untuk mengetahui keberlanjutan dari sistem front. Analisis streamline akan memberi informasi berupa informasi sistem-sistem cuaca tropis, mengetahui willayah low level confluence / convergence, menentukan aliran siklonik dan arus anti siklonik, menunjukkan daerah pelemahan atau penguatan suatu fenomena (Wirjohamidjojo dkk., 2013). Selain analisis streamline pada skala regiona dilakukan juga analisis kelembaban, pola kelembaban akan memberikan informasi kelembaban tiap lapisan atmosfer. Apabila kondisi atmosfer suatu daerah basah maka akan mendukung pembentukan awan daerah tersebut (Wirjohamidjojo dkk., 2013).

Pada skala lokal, analisis dilakukan dengan menggunakan data pengamatan udara atas rawind sonde yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Mutiara, Palu (97072) pada tanggal 17 Juli 2017 jam 00.00 UTC dan jam 12.00 UTC serta tanggal 18 Juli jam 00.00 UTC. Analisis sounding diperlukan untuk mengetahui profil suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin atas serta indeks-indeks konvektif, yang berguna dalam mengevaluasi atau mendiagnosa kondisi vertikal udara untuk prakiraan cuaca lokal (Winarso, 2009). Analisis cuaca skala lokal juga dilakukan dengan menggunakan citra satelit himawari 8 kanal IR, I2 dan WV untuk mendapatkan gambaran perawanan ketika terjadinya hujan lebat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter dominan, lokasi serta fenomena-fenomena yang menyebabkan terjadinya hujan lebat di Kabupaten Poso pada tanggal 17 Juli 2017. Penelitian mengenai fenomena cuaca ekstrem sebelumnya telah dilakukan diantaranya Ismail dan Siadari (2017), Kadarsah dkk (2015), Rohmawati dkk (2015), dan Fadholi dkk (2014). Hal baru yang penulis berusaha sajikan dalam penelitian ini adalah fenomena yang menjadi objek merupakan fenomena yang belum lama terjadi dan penulis menambahkan beberapa analisis yang dapat mendukung pemahaman cuaca bagi para pembaca.

2. METODE

2.1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data analisis global meliputi data Southern Osilation Indeks (SOI) dan Madden Julian Ossilation (MJO) phase dari Beureau of Meteorology, Australia.

2. Data SST serta anomali SST dari NOAA High-resolution Blended Analysis of Daily SST and Ice dengan resolusi 0.25⁰ x 0.25⁰, diolah dengan OpenGrADS.

3. Data OLR dari NOAA Daily (uninterpolated) OLR dengan resolusi 2.5⁰ x 2.5⁰ yang diolah menggunakan software OpenGrADS.

4. Data reanalisis NCEP resolusi 2.5⁰ x 2.5⁰ berupa parameter kelembapan relatif (RH), serta komponen angin u dan v. Diolah menggunakan OpenGrADS.

5. Data satelit Himawari 8 kanal IR, I2 dan WV dari basis data satelit BMKG. Diolah menggunakan software pengolah data satelit.

6. Data sounding udara atas Stasiun Mutiara, Palu diambil dari University of Wyoming. 7. Data pengamatan sinoptik Stasiun Meteorologi Kasiguncu diunduh dari website ogimet.

2.2. Metode Penelitian

(3)

385 1. Analisis dinamika atmosfer dalam skala global meliputi analisis Southern Osilation Indeks (SOI), analisis fase Madden Julian Ossilation (MJO) serta analisis Sea Surface Temperature (SST) dan anomaly SST.

2. Analisis dinamika atmosfer dalam skala regional yang mencangkup analisis Streamline dan analisis Kelembaban dalam beberapa lapisan yaitu lapisan 1000mb, 925mb, 850mb, 700mb dn 500 mb. 3. Analisis dinamika atmosfer skala lokal berupa analisis sounding dan analisis citra satelit berupa citra

satelit Himawari 8 kanal IR, I2 dan WV serta kondisi cuaca. Awan ditampilkan melalui algoritma dual channel difference.

2.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah yang terletak di 1°06' 44,892"-2°12' 53,172" LS dan 120° 05' 96" - 120°52' 4,8" BT.

Gambar 1. Peta Lokasi Kabupaten Poso (Sumber : https://www.google.com/)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Cuaca Skala Global

Analisis skala global dilakukan terhadap 3 parameter cuaca untuk mengetahui aktif atau tidaknya fenomena berskala global seperti Elnino, La Nina, serta MJO di Indonesia, termasuk wilayah Poso. Ketiga parameter tersebut adalah Dipole Mode Index (DMI), Southern Oscillation Index (SOI) dan Sea Surface Temperature (SST) dan Anomaly Sea Surface Temperature (anomali SST).

3.1.1. Analisis Southwest Oscilation Index (SOI)

Southwest Oscilation Index adalah nilai indeks diperoleh dari perbedaan nilai tekanan antara Tekanan Tahiti dan nilai tekanan Darwin. Berdasarkan pantauan terhadap indeks osilasi barat daya pada Juli 2017 diketahui bernilai +4,3. Dimana nilai tersebut berada dalam range normal yang berkisar antara -7 ≤ x ≤7, artinya tidak terdapat pergerakan massa udara dari samudera Pasifik Barat menuju samudera Pasifik Tengah (Tahiti) secara signifikan. Aktivitas pembentukan awan hujan di wilayah Timur Indonesia tidak signifikan.

(4)

386

Gambar 2. Grafik Pergerakan Southern Oscillation Index (SOI) tiap 30 hari

3.1.2. Analisis Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Gambar 3. OLR Sulawesi Pada 17 Juli 2017

Interpretasi terhadap Outgoing Longwave Radiaton (OLR) berhubungan dengan jumlah awan. Semakin kecil nilai OLR maka semakin banyak jumlah awan karena radiasi gelombang panjang matahari terserap awan. Berdasarkan data NCEP nilai OLR harian Poso pada tanggal 17 Juli 2017 sebesar 170 W/m2 - 190 W/m2. Nilai

tersebut berada dibawah ambang batas yang ditentukan untuk potensi terjadinya hujan, yaitu 240 W/m2. Pada

tanggal 17 Juli 2017 wilayah Poso memiliki potensi besar untuk terjadi hujan.

Hasil monitoring terhadap aktivitas MJO menunjukkan bahwa terdapat aktivitas MJO kuat pada kuadran 3, yaitu di wilayah Samudera Hindia. Karena penjalaran MJO berada pada kuadran 3 artinya pengaruh MJO terhadap pembentukan cuaca di Indonesia tidak signifikan.

(5)

387

Gambar 4. Fase MJO 30 Mei - 27 Agustus 2017 (90 hari), Garis biru menunjukkan bulan Agustus; Garis hijau menunjukkan bulan Juli ; Garis merah menunjukkan bulan Juni. (Sumber :

http://www.bom.gov.au/climate/mjo/#tabs=MJO-phase)

3.1.3. Analisis Sea Surface Temperature (SST) dan Anomaly SST

Temperatur permukaan laut adalah salah satu indikator paling baik untuk memantau sejauh mana pengaruh fenomena La Nina dan El Nino terhadap pembentukan cuaca Indonesia. Berdasarkan reanalisis terhadap data SST yang diperoleh dari dataset diketahui bahwa pada tanggal 17 Juli 2017 berkisar antara 29⁰C-30⁰C dan nilai anomali SST di wilayah Indonesia berkisar antara 0⁰C - 1⁰C. Hal tersebut mengindikasikan bahwa wilayah Indonesia memiliki cukup banyak uap air dari penguapan untuk membentuk perawanan konvektif seperti awan Cumulonimbus (Cb) yang dapat menghasilkan curah hujan tinggi.

Gambar 5. SST Indonesia 17 Juli 2017 Gambar 6. Anomali SST Indonesia 17 Juli 2017

3.2. Analisis Cuaca Skala Regional

Analisis regional dilakukan berdasarkan data yang diperoleh melalui data reanalisis NCEP yang diolah dengan software OpenGrADS dan ditempilkan dalam bentuk plotting streamline dan plotting Kelembaban (Rh) . Untuk mendapatkan profil atmosfer secara keseluruhan, maka analisis dilakukan secara vertikal dalam beberapa ketinggian tekanan standar yaitu lapisan 1000, 925, 850 mb, lapisan 700 mb,serta lapisan 500mb.

(6)

388

3.2.1. Analisis Angin Gradien dan Angin Udara Atas

Analisis terhadap pola angin dan kecepatan angin dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah dengan kondisi atmosfer labil yang ditandai dengan adanya daerah konvergensi atau daerah pertemuan angin, shearline (belokan angin), pola siklonal, maupun ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone). Sedangkan atmosfer yang stabil ditandai dengan adanya daerah beraian angin (divergensi) dan terdapat pola anti siklonal. Analisis terhadap pola angin dilakukan dalam beberapa lapisan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan profil angin tiap lapisan atmosfer. Profil angin sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan pertumbuhan awan. Angin yang kuat akan cenderung mengganggu pertumbuhan awan, sebaliknya apabila angin calm maka akan mendukung pertumbuhan vertikal awan.

Pada tanggal 17 Juli 2017, berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap streamline angin permukaan terdapat pola siklonik yang terjadi diatas wilayah Papua Barat (di Samudera Pasifik) hal itu menunjukkan bahwa daerah tersebut menjadi pusat tekanan rendah yang menyebabkan pergerakan massa udara menuju ke pusat tekanan rendah tersebut.

Pada ketinggian 1000 mb hingga lapisan 900 mb diatas wilayah Poso terbentuk pola konfluence pada garis streamline. Terbentuknya pola konfluence menunjukkan bahwa pada lapisan 1000 mb hingga lapisan 900 mb memiliki kondisi stabilitas atmosfer labil dan mendukung pertumbuhan perawanan khususnya perawanan konvektif akibat adanya daerah pertemuan massa udara. Pada lapisan 850 mb, terbentuk shearline diatas wilayah Poso, terbentuknya garis geser (shearline) menandakan udara menjadi tidak stabil akibat terjadinya pertemuan massa udara yang mendukung pertumbuhan awan-awan penyebab hujan, khususnya perawanan konvektif. Di lapisan lapisan 700 mb terdapat daerah kovergensi di atas Teluk Tomini yang menyebabkan pergerakan massa udara menuju daerah tersebut. Akibatnya diatas Poso, atmosfer menjadi labil dan mendukung terbentuknya perawanan konvektif. Sedangkan pada lapisan 500mb diatas wilayah Poso profil angin umumnya berasal dari arah timur hingga tenggara.

Gambar 7. Streamline Angin Permukaan Indonesia Tanggal 17 Juli

Dari analisis yang dilakukan terhadap profil angin perlapisan diatas wilayah Poso, dapat diketahui salah satu faktor penyebab terjadinya hujan lebat diwilayah Poso pada tanggal 17 Juli 2017 adalah terjadinya daerah belokan angin diatas wilayah Poso juga terjadinya pertemuan massa udara yang menyebabkan atmofer diatas wilayah Poso menjadi tidak stabil (labil). Kondisi atmosfer yang tidak stabil tersebut mendukung pertumbuhan perawanan konvektif penyebab hujan seperti awan Cumulonimbus (Cb) dan Towering Cumulus (TCu).

(7)

389

Gambar 8. Pola Streamline Tiap Lapisan Ketinggian Sulawesi Tanggal 17 Juli 2017

3.2.2 Analisis Kelembaban

Kelembapan udara merupakan ukuran dari nilai relatif kandungan uap air di udara, dimana semakin tinggi nilai kelembapan maka massa udara akan semakin jenuh. Apabila suatu daerah memiliki nilai kelembaban udara yang jenuh atau mengandung uap air tinggi maka semakin mendukung aktivitas pertumbuhan awan. Analisi terhadap kelembaban dilakukan pada lapisan isobarik antara 1000mb, 925 mb, 850mb, 700 mb serta 500 mb dimana pada lapisan tersebut terdapat potensi besar pembentukan dan pertumbuhan awan.

Ditinjau dari kelembabannya, pada tanggal 17 Juli 2017 kondisi atmosfer daerah Poso basahmulai dari lapisan 1000 mb hingga lapisan 850 mb. Pada lapisan 1000 mb, kelembaban atmosfer Poso mencapai 90% - 94%, pada lapisan 925 mb kelembaban atmosfer di Poso sekitar 84% - 93%. Pada lapisan diatasnya yaitu lapisan 850 mb, kelembaban di Poso berkisar antara 75% - 85%. Lapisan selanjutnya yaitu lapisan 700 mb nilai kelembaban atmosfer di Poso adalah 85% - 95% dan pada lapisan 500 mb kelembaban atmosfer Poso bernilai antara hingga lebih dari 95%.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada tanggal 17 Juli 2017 lapisan atmosfer di Poso dalam keadaan jenuh dan mengandung uap air yang besar. Kondisi atmosfer tersebut mendukung pertumbuhan perawanan.

(8)

390

Gambar 9. RH Sulawesi Tanggal 17 Juli 2017 Tiap Lapisan Ketinggian

3.3. Analisis Cuaca Skala Lokal

3.3.1. Analisis Sounding

Berdasarkan data pengamatan rawind sonde yang dilakukan oleh Stasiun Meteorologi Mutiara, Palu pada tanggal 17 Juli 2017 jam 00.00 UTC, 12.00 UTC dan tanggal 18.00 UTC diperoleh data seperti pada Tabel 1.

Dari data tersebut, dapat kita ketahui bahwa terdapat peningkatan aktivitas konvektif pada tanggal 17 Juli dari jam 00.00 UTC hingga jam 12.00 UTC, hal tersebut dapat diketahui dari peningkatan nilai aktivitas konvektif kemudian aktivitas tersebut menurun, tampak dari penurunan beberapa nilai parameter konvektif. Namun, sangat disayangkan pada pengamatan rawind sonde pada tanggal 18 Juli 2017 jam 00.00 UTC tidak banyak data yang dapat diperoleh akibat balon tidak bisa mencapai level ketinggian tropopause.

Dari hasil pengamatan sounding tersebut dapat diketahui bahwa pembentukan perawanan khususnya perawanan konvektif berasal dari proses mekanis yang didukung oleh kondisi stabilitas atmosfer labil dan kandungan uap air yang besar.

(9)

391

Tabel 1. Hasil Pengolahan Data Observasi Udara Atas Melalui Pengamatan Radio Sonde Indeks

Konvektif 17 Juli 2017 18 Juli 2017

00.00 Z Ket 12.00Z Ket 00.00Z Ket

SWEAT (Severe Weather Thread Index) 198.9 Kemungkinan

terjadi Ts kecil 205 Kemungkinan terjadi Ts kecil 0.0 Tidak ada sel badai

CAP 1.5 K CAP lemah -0.2 K Tidak ada CAP 2.7 K CAP sedang

CAPE (Convective Available Potential Energy) 323 J/kg Kemungkinan tidak terbentuk badai kuat 247 J/kg Kemungkinan tidak terbentuk badai kuat 193 J/kg Kemungkinan tidak terbentuk badai kuat CIN (Covective Inhibition) -87 J/kg Mungkin terbentuk

awan Cb multi cell -54 J/kg Mungkin terbentuk awan Cb multi cell -255 J/kg Stabilitas atmosfer terlalu tinggi Tidak terbentuk Ts. SI (Showalter Index) 0.6 Atmosfet tidak stabil,kemungkinan terjadi Ts -0.2 Atmosfet tidak stabil,kemungkinan terjadi Ts - - LI (Lifted

Index) -1.6 Atmosfet stabil,kemungkinan tidak terjadi Ts -3.3 Atmosfet tidak stabil,kemungkinan terjadi Ts 0.6 Atmosfer stabil TT (Total

totals index) 42.7 K Kemungkinan terjadi Ts 44.4 K Kemungkinan terjadi severe Ts - -

KI (K Index) 36.8 Kemungkinan terjadi Ts 80%-90% 38.5 Kemungkinan terjadi Ts 80%-90% - - Ko (Ko index) -2.1K Kemungkinan terjadi severe Ts -5.1K Kemungkinan terjadi severe Ts - - BRN (Bulk Richardson Number) 50 Kemungkinan terbentuk awan Cb single sel maupun multi sell

- - - -

3.3.2 Analisis Citra Satelit Himawari 8

Untuk mendapatkan data suhu puncak awan maka dilakukan analisis citra satelit Himawari 8. Kanal yang dipilih adalah kanal IR, kanal I2 dan kanal WV. Melalui kanal tersebut, penulis melakukan overlay awan dan melihat pertumbuhan awan konvektif (Cb) dan besar pengaruh awan Cb terhadap hujan yang terjadi di Poso. Data yang didapatkan dari overlay awan adalah pertumbuhan awan Cb mulai terjadi diatas pukul 09.50 UTC atau 01.50 WITA, pertumbuhan awan Cb dapat diidentifikasi melalui algoritma sederhana yaitu melalui dual channel difference yaitu kanal IR dikurang kanal I2 dan juga kanal IR dikurang kanal WV.

Pada jam 09.50 tampak teridentifikasi sejumlah awan yang memenuhi kriteria awan Cb, bibit terus terus tumbuh dan mencapai puncaknya pada jam 13.50 kemudian perlahan -lahan mulai musnah. Namun pada jam 15.00 UTC terjadi pertumbuhan awan Cb lagi hingga mencapai puncaknya pada pukul 16.50 UTC setelah itu perawanan konvektif tersebut mulai musah dan pada pukul 17.50 UTC sudah tidak teridentifikasi adanya perawanan Cb diatas langit Poso.

(10)

392

Gambar 10. Overlay Citra Satelit Kanal IR dan Awan Cb Yang Terdeteksi Warna Merah Menunjukkan Perawanan Konvektif Cumulonimbus (Cb)

Berdasarkan laporan observasi yang dilakukan oleh Stasiun Meteorologi Kasiguncu, Poso dapat diketahui bahwa curah hujan terbanyak terjadi antara jam 09.00 UTC hingga jam 15.00 UTC dimana pada jam tersebut dapat diidentifikasi adanya perawanan konvektif berupa awan Cb. Selain itu perawanan yang terbentuk pada jam tersebut adalah awan menengah berupa As tebal dan awan tinggi Cirrus tebal.

(11)

393 Berdasarkan data sinoptik, hujan intensitas tinggi terus-menerus berlangsung pada tanggal 17 Juli jam 09.00 UTC hingga tanggal 18 jam 00.00 UTC dengan kondisi cuaca masih terjadi hujan intensitas ringan hingga sedang. Sehingga, hujan tersebut pada umumnya berasal dari awan konvektif terutama Cumulonimbus akibat terbentuknya shearline diatas atmosfer Poso. Curah hujan tertakar pada pukul 12.00 UTC di Stasiun Meteorologi Kasiguncu tercatat 28.0 mm, pada pukul 15.00 UTC tercatat 20.0 mm dan pada pukul 18.00 tercatat 4.2 mm sehingga pada totalnya curah hujan di wilayah Poso mencapai 52.2 mm.

4. KESIMPULAN

Dari berbagai analisis yang telah dilakukan terhadap kondisi atmosfer Kabupaten Poso terkait fenomena hujan lebat pada tanggal 17 Juli 2017, baik dalam skala global, skala regional maupun skala lokal dapat disimpulkan bahwa:

1.

Parameter cuaca pada skala global tidak mempengaruhi terjadinya hujan lebat pada tanggal 17 Juli 2017 di kabupaten Poso .

2.

Hujan lebat yang terjadi di Kabupaten Poso pada tanggal 17 Juli 2017 terjadi akibat terbentuknya daerah geser angin

3.

Kondisi kelembaban atmosfer diatas wilayah Sulawesi, khususnya daerah Poso pada tanggal 17 Juli 2017 mulai dari ketinggian 1000 mb hingga ketinggian 500 mb dalam keadaan basah mengindikasikan adanya perawanan konvektif penyebab hujan.

4.

Dari analisis data satelit dapat diketahui bahwa perawanan yang terbentuk pada tanggal 17 Juli 2017 didominasi awan konvektif Cb hal ini dapat dilihat dai parameter konvektif hasil sounding udara atas sebelum terjadinya fenomena hujan lebat menunjukkan kondisi atmosfer labil, sehingga mendukung terbentuknya awan konvektif atau thunderstorm.

5.

Hasil pengamatan sinoptik memverifikasi kondisi atmosfer tersebut berupa adanya hujan lebat terus-menerus mulai jam 09.00 UTC hingga tanggal 18 Juli 2017 jam 00.00 UTC keesokan harinya dengan kondisi cuaca hujan ringan.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1.

NOAA (National Ocean and Atmospheric Administration) yang telah menyediakan data NCEP reanalysis maupun NOAA SST pada pengguna umum.

2.

University of Wyouming yang telah menyediakan data udara atas dan mudah diakses.

3.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang telah menyediakan data citra satelit Himawari 8.

6. DAFTAR PUSTAKA

Fadholi, A. (2015). Kajian Meteorologi Terkait Hujan Lebat di Pulau Bangka Tanggal 28-29 Desember 2013. Megasains. Vol 6. No 2

Kadarsah, A. Sasmito, E. E. Syahputra, T. A. Nuraini, dan E. Aldrian, (2015). Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Sub Bidang Informasi Meteorologi (BMKG). (2013). Buku Paket Pelatihan Kualifikasi Cuaca Penerbangan Pelatihan Analisa dan Pragnosa Cuaca. Jakarta: Deputi Bidang Meteorologi BMKG

Widiatmoko, H.,dan Siswadi. (2005). Metode Analisis dan Peramalan Cuaca Jangka Pendek Mempergunakan Diagram Aerologi Skew T, Log P. Jakarta: Deputi Bidang Sistem Data dan Informasi BMKG

Winarso, Paulus Agus. (2009). Analisa Cuaca II. Jakarta: Akademi Meteorologi dan Geofisika

Wirjohamidjojo, Soerjadi dan Yunus S. Swarinoto. (2013). Meteorologi Sinoptik. Jakarta: Puslitbang BMKG Zakir, A., Khotimah, M. K., Sulistya, W. (2009). Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Jakarta: Puslitbang BMKG Zakir, A. (2010). Modul Diklat Meteorologi Publik. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan BMKG

Zakir, A. Sulistya, W. Khotimah, M. K. (2010). Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Buletin Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Jakarta: BMKG

Gambar

Gambar  1. Peta Lokasi Kabupaten Poso (Sumber : https://www.google.com/)
Gambar  2. Grafik Pergerakan Southern Oscillation Index (SOI) tiap 30 hari
Gambar  5. SST Indonesia 17 Juli 2017  Gambar 6.  Anomali  SST Indonesia 17 Juli 2017
Gambar  7. Streamline Angin Permukaan Indonesia Tanggal 17 Juli
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bukan hanya jumlah pendapatan dari neraca perdagangan luar negeri dan jumlah investasi/investor yang masuk ke Indonesia, namun jumlah penduduk miskin dan tingkat

4.1.4.2 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan indikasi relatif Berdasarkan tabel di bawah ini diketahui bahwa penderita tonsilitis kronis yang telah

4.2 Perlindungan Hak-Hak Pasien di RSUD Tarutung Menurut UU Rumah Sakit Error. Bookmark

[r]

Mengubah Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam Menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen. pada Fakultas Bisnis dan Manajemen

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan

semua kekayaan, pegawai, hak dan kewajiban dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Malikussaleh Lhokseumawe dialihkan menjadi kekayaan, pegawai,. hak dan kewajiban