KINERJA KOPERASI DENGAN PENDEKATAN BALANCED
SCORECARD
(Kasus: KUD Giri Tani Kabupaten Bogor)
MUHAMMAD HAFIDH
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Koperasi dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Kasus: KUD Giri Tani Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Muhammad Hafidh
ABSTRAK
MUHAMMAD HAFIDH. Kinerja Koperasi dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Kasus: KUD Giri Tani Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh JOKO PURWONO.
Susu merupakan komoditas peternakan yang memiliki nilai impor terbesar di Indonesia. Kontribusi produksi susu domestik hanya mampu memenuhi permintaan sebesar 21 persen. Lebih dari 90 persen pemasaran susu segar dari peternak dikoordinasi oleh Koperasi Produksi Susu (KPS) atau Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Salah satu koperasi yang tergabung dalam GKSI Jawa Barat di Kabupaten Bogor adalah Giri Tani. Produksi susu di KUD Giri Tani mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir. Penurunan produksi susu menggambarkan perlu dilakukan analisis kinerja pada KUD Giri Tani. Analisis kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi organisasi yang digunakan untuk menilai keberhasilan organisasi. Metode Balanced Scorecard merupakan salah satu metode pengukuran yang mengukur kinerja tidak hanya dari perspektif keuangan saja tetapi juga dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukan kinerja KUD Giri Tani termasuk dalam kategori sangat sehat (A) dengan total skor 68.09 persen sehingga perbaikan kinerja pada setiap perspektif diperlukan.
Kata kunci: Analisis kinerja, Balanced scorecard, KUD Giri Tani
ABSTRACT
MUHAMMAD HAFIDH. Cooperative performance with the balanced scorecard approach. (Case: KUD Giri Tani Bogor Regency). Supervised by JOKO PURWONO.
Milk is an agricultural commodity that has the largest import value in Indonesia. However, domestic milk production can only fulfill 21 percent of domestic demand in Indonesia. More than 90 percent of milk from farmers is being marketed and coordinated by Koperasi Produksi Susu (KPS) or Gabungan Koperasi Susu Indonesia. One of the cooperative that is incorporated in GKSI West Java KUD Giri Tani. Milk production in GKSI has been decreasing in the last 5 years. This decresing production capacity shows that a performance analysis is necessary to be done in KUD Giri Tani. Performance analysis is one of the most important factors to measure the degree of success an organization has. Balanced scorecard is one of the method to measure performance not only from financial perspective but also from customer perspective, internal business process, and learning and growth. The result shows that KUD Giri Tani’s performance belongs to very healthy category (A) with the total score of 68.09 so an improvement in every aspect is needed.
KINERJA KOPERASI DENGAN PENDEKATAN BALANCED
SCORECARD
(Kasus: KUD Giri Tani Kabupaten Bogor)
MUHAMMAD HAFIDH
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016 Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, Kinerja Koperasi dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Kasus: KUD Giri Tani Kabupaten Bogor). Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2016.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Joko Purwono, MS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Samin Parwito beserta seluruh pengurus maupun anggota di KUD Giri Tani yang telah membantu saya selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dikna Diastari Distiantini, Muhammad Nuzul Azhim, dan teman-teman Agribisnis 49 yang telah memberikan motivasi selama penelitian berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Muhammad Hafidh
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 4
Ruang Lingkup Penelitian ... 5
KERANGKA PEMIKIRAN ... 7
Kerangka Pemikiran Teoritis ... 7
Kerangka Pemikiran Operasional ... 24
METODE PENELITIAN ... 26
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
Jenis dan Sumber Data ... 26
Metode Pengumpulan Data ... 26
Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 27
GAMBARAN UMUM KUD GIRI TANI ... 34
Sejarah KUD Giri Tani ... 34
Struktur Organisasi KUD Giri Tani ... 35
Sumber Daya Manusia ... 37
Populasi Ternak ... 38
Keanggotaan KUD Giri Tani... 39
Kegiatan Usaha KUD Giri Tani ... 40
PEMBAHASAN ... 42
Analisis Kinerja KUD Giri Tani dengan Balanced Scorecard ... 42
Langkah Strategis Perbaikan Kinerja ... 57
SIMPULAN DAN SARAN ... 59
Simpulan ... 59
Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN ... 62
DAFTAR TABEL
1 Nilai impor komoditas peternakan 2013-2014 ... 1
2 Produksi susu nasional tahun 2011-2014 ... 1
3 Data produksi susu segar menurut provinsi ... 2
4 Jumlah produksi susu segar di Jawa Barat ... 2
5 Tujuan strategik perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ... 21
6 Tujuan strategik perspektif proses bisnis internal ... 21
7 Tujuan strategik perspektif keuangan ... 21
8 Tujuan strategik perspektif pelanggan ... 21
9 Matriks perbandingan berpasangan ... 27
10 Kriteria total skor kinerja ... 28
11 Standar penilaian ratio keuangan koperasi ... 31
12 Kriteria penilaian CSI ... 33
13 Jumlah populasi sapi KUD Giri Tani ... 38
14 Jumlah simpanan anggota KUD Giri Tani ... 40
15 Daftar merk dan harga konsentrat KUD Giri Tani ... 41
16 Sasaran dan indikator Balanced Scorecard pada KUD Giri Tani ... 44
17 Produksi susu di KUD Giri Tani tahun 2011-2015 ... 46
18 Klasifikasi populasi sapi perah KUD Giri Tani ... 47
19 Perkembangan rasio keuangan KUD Giri Tani tahun 2014-2015 ... 49
20 Capaian dan target ukuran perspektif keuangan KUD Giri Tani ... 50
21 Kepuasan anggota KUD Giri Tani ... 51
22 Anggota aktif KUD Giri Tani tahun 2014-2015 ... 53
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka kerja empat perspektif Balanced Scorecard ... 202 Kerangka pemikiran operasional ... 25
3 Struktur organisasi KUD Giri Tani. ... 36
4 Bobot, skor kinerja, dan total kinerja KUD Giri Tani tahun 2015 ... ……57
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pembobotan perspektif Balanced Scorecard ... 622 Skor kinerja KUD Giri Tani tahun 2015 ... 68
3 Neraca keuangan KUD Giri Tani 2014-2015 ... 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan komoditas peternakan yang setiap tahun di impor oleh Indonesia. Kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri (SSDN) untuk susu olahan saat ini sekitar 3.8 juta ton dengan pasokan bahan baku susu segar dalam negeri 798 000 ton (21 persen). Sisanya adalah sebesar 3 juta ton (79 persen) masih harus diimpor dalam bentuk Skim Milk Powder, Anhydrous Milk Fat, dan Butter Milk Powder dari berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Data nilai impor dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Nilai impor komoditas peternakan 2013-2014
No Komoditi Nilai (Ribu US Dollar)
Tahun 2013 Tahun 2014
1 Susu dan kepala susu 904.983 946.065
2 Sapi hidup 338.399 681.229
3 Daging dan jeroan lembu 250.413 443.631
4 Telur unggas 7.043 8.064
5 Mentega 262.375 347.610
6 Lemak 6.504 9.531
7 Obat hewan 38.991 47.409
8 Kulit dan jangat 286.247 497.813
9 Wol 16.734 10.881
10 Pakan hewan - 602.179
11 Lainnya 431.905 449.243
Sumber: Kementrian Pertanian (2015)
Berdasarkan data di atas, nilai impor komoditas peternakan terbesar adalah susu dan kepala susu. Peningkatan jumlah impor susu memiliki arti bahwa permintaan susu dalam negeri meningkat. Permintaan susu yang meningkat tidak diikuti dengan produksi susu dalam negeri. Hal ini yang menjadi penyebab Indonesia mengimpor susu dari berbagai negara. Berikut perkembangan jumlah sapi perah dan produksi susu di Indonesia.
Tabel 2 Produksi susu nasional tahun 2011-2014 Tahun Jumlah populasi
sapi (ekor/tahun) Pertumbuhan (persen) Produksi susu (ton/tahun) Pertumbuhan (persen) 2011 603 852 23.74 974 690 7.17 2012 611 939 1.34 959 730 -1.53 2013 444 266 -27.40 786 840 -18.01 2014 483 013 8.72 800 740 1.77 2015 525 170 8.73 805 400 0.58
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa produksi susu dari tahun ke tahun tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Jumlah sapi perah yang meningkat tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan produksi susu. Menurut data BPS pada tahun 2015, Provinsi Jawa Barat menempati urutan kedua sebagai provinsi penghasil susu terbesar di Indonesia setelah provinsi Jawa Timur. Data produksi susu segar setiap provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data produksi susu segar menurut provinsi
Provinsi Produksi Susu Segar menurut Provinsi (Ton)
2011 2012 2013 2014 2015 Jawa Timur 551 977 554 312 416 419 426 254 426 557 Jawa Barat 302 603 281 438 255 548 258 999 260 823 Jawa Tengah 104 141 105 516 97 579 98 494 99 577 Di Yogyakarta 3 167 6 019 4 912 5 870 6 626 Dki Jakarta 5 345 5 439 5 265 5 170 5 528 Provinsi lain 7 461 7 007 7 126 5 962 6 252 Total Produksi 974 694 959 731 786 849 800 749 805 363 Sumber: Departemen Pertanian (2015)
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu pemasok susu terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur. Diwyanto et al. (2007) menyatakan sebagian besar pemasaran susu segar dari peternak (lebih dari 90 persen) dikoordinasi oleh Koperasi Produksi Susu (KPS) atau Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Koperasi dalam agribisnis susu memiliki peranan penting. Begitu eratnya hubungan antara KPS dan agribisnis sapi perah, sehingga pengembangan agribisnis sapi perah sangat bergantung pada kemampuan koperasi dalam pemasaran susu sapi (Rusdiana et al. 2009).
Perkembangan agribisnis sapi perah di Provinsi Jawa Barat dapat terus bertahan karena dukungan dari kelembagaan yang tergabung dalam GKSI Jawa Barat. Jumlah anggota koperasi GKSI Daerah Jawa Barat saat ini terdiri atas 22 koperasi dan KUD persusuan yang tersebar di beberapa kabupaten atau kota baik di daerah Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Sumedang, Majalengka, Garut, Kuningan dan Tasikmalaya (GKSI 2015).
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi susu sapi di Provinsi Jawa Barat. Produksi susu sapi di Kabupaten Bogor berada di urutan ke empat dibawah Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut. Data produksi susu segar di Jawa Barat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4 Jumlah produksi susu segar di Jawa Barat
Kabupaten/Kota Produksi Susu Segar di Jawa Barat (Ton)
2011 2012 2013
Kab. Bandung Barat 88 827 90 954 73 544
Kab. Bandung 79 219 69 501 70 417 Kab. Garut 47 567 48 291 43 872 Kab. Bogor 19 498 11 742 12 388 Kab. Kuningan 12 883 12 352 12 260 Kab. Sukabumi 11 009 11 110 11 097 Kab. Sumedang 20 913 13 617 11 031
Lanjutan Kab. Cianjur 4 178 4 574 4 807 Kab. Tasikmalaya 4 509 6 071 3 184 Kab. Subang 2 615 2 583 2 844 Kabupaten/Kota lain 11 379 10 639 10 099 Total Produksi 302 602 281 438 255 548
Sumber: Dinas Peternakan Jawa Barat (2015)
Produksi susu di Kabupaten Bogor sebagian besar berasal dari koperasi susu yang tergabung ke dalam GKSI Jawa Barat. Sistem yang terbuka pada koperasi dapat memberikan pengaruh internal maupun eksternal terhadap nilai-nilai koperasi (Soedjono 2007). Berdasarkan data Tabel 4, koperasi yang tidak mampu menghadapi perubahan-perubahan baik dari faktor internal maupun eksternal menjadi penyebab penurunan dan perubahan produksi susu sapi di Kabupaten Bogor. Produksi susu yang menurun akan berdampak pada kinerja keuangan, permodalan hingga koperasi susu yang sulit beroperasi. Oleh karena itu, untuk menjalankan fungsi sebagai lembaga yang memberikan manfaat sosial dan ekonomi, penting bagi koperasi untuk mengukur kinerja baik dari aspek keuangan maupun non keuangan.
Salah satu koperasi yang tergabung dalam GKSI Jawa Barat di Kabupaten Bogor adalah KUD Giri Tani. KUD Giri Tani berdiri sejak tanggal 26 Maret 1973 dan mulai mengembangkan usaha pada tahun 1985. Produksi susu di KUD Giri Tani dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan. Penurunan produksi susu menggambarkan perlu dilakukan pengukuran kinerja pada KUD Giri Tani.
Penjaminan terhadap pencapaian kinerja yang baik membutuhkan suatu proses evaluasi kinerja (Oktavina 2008). Menurut Kaplan dan Norton (2000) evaluasi terhadap kinerja dapat diawali dengan melakukan pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat perspektif, yaitu prespektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Pengukuran kinerja ini akan dilakukan di KUD Giri Tani dengan melihat aktiva tak berwujud seperti kepuasan anggota dan kompetensi karyawan yang perlu diukur karena diduga dapat meningkatkan kinerja koperasi dan berperan penting dalam meningkatkan produksi susu. Hal ini yang menjadi latar belakang untuk melakukan penelitian terhadap KUD Giri Tani dengan menggunakan metode Balanced Scorecard.
Rumusan Masalah
KUD Giri Tani merupakan salah satu koperasi yang berdiri karena ada program pemerintah tentang pengadaan sapi perah dengan kredit murah. Saat ini KUD Giri Tani memiliki beberapa unit bisnis diantaranya unit persusuan, unit sapronak, unit yoghurt, unit usaha simpan pinjam, dan unit usaha kesehatan hewan (keswan). Sejak awal berdiri, bisnis utama KUD Giri Tani adalah unit usaha sapi perah. Hal ini karena sebagian kegiatan usaha di KUD Giri Tani adalah unit usaha persusuan. Sementara unit usaha yang lain hanya melengkapi bisnis utama KUD Giri Tani.
Pada tahun tahun 2014 dan 2015 produksi susu di KUD Giri Tani mengalami penurunan. Pada tahun 2014 produksi susu hanya mencapai 2 749 545 liter dengan penerimaan sebesar Rp3 761 063 832 35, sedangkan pada tahun 2015 produksi susu hanya mampu mencapai 1 843 243 liter dengan penerimaan sebesar Rp3 160 207 894 67. Adanya penurunan pada produksi susu memberikan dampak terhadap penerimaan usaha di KUD Giri Tani. Penerimaan usaha diduga akan berpengaruh pada SHU yang akan diterima oleh anggota koperasi. SHU diduga dapat mempengaruhi kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan oleh KUD Giri Tani. Hal ini akan berbanding terbalik dengan tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota. Pengukuran kinerja di KUD Giri Tani selama ini hanya dilakukan pada aspek keuangan sehingga diperlukan pengukuran kinerja secara menyeluruh tidak hanya dari aspek keuangan tetapi juga non keuangan seperti pada perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang terdapat dalam pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kinerja KUD Giri Tani melalui pendekatan Balanced Scorecard pada tahun 2015 ?
2. Apa langkah-langkah strategis bagi KUD Giri Tani dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja di masa akan datang ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kinerja KUD Giri Tani pada tahun 2015 dengan pendekatan Balanced Scorecard.
2. Merekomendasikan langkah-langkah strategis bagi KUD Giri Tani dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja di masa akan datang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu:
1. Bagi koperasi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada koperasi mengenai pegukuran kinerja KUD Giri Tani melalui pendekatan Balanced Scorecard agar dapat mengetahui sejauh mana kinerja yang telah dicapai.
2. Bagi pihak lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya fokus pada analisis kinerja KUD Giri Tani dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard.
2. Kinerja yang diukur terbatas pada kinerja KUD Giri Tani tahun 2015 yang akan dibandingkan dengan target KUD Giri Tani tahun 2015. 3. Keterbatasan pada penelitian menyebabkan penelitian ini memiliki
kelemahan pada penetapan target dari sasaran strategis KUD Giri Tani. Target pada penilaian kinerja merupakan yang ditetapkan oleh koperasi kecuali penetapan target pada pengukuran kinerja di KUD Giri Tani untuk sasaran strategis rasio keuangan yang ditetapkan berdasarkan indikator kesehatan rasio keuangan dari Kementrian Koperasi dan UKM.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Roseriza (2011) mengenai analisis kinerja koperasi dilakukan pada Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor dengan metode Balanced Scorecard. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Rosireza (2011) pada KPS Bogor diperoleh hasil skor kinerja KPS Bogor yang berbeda-beda. Skor kinerja yang didapat pada setiap perspektif adalah 4.82 persen untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, 20.06 persen untuk perspektif proses bisnis internal, 11.49 persen untuk perspektif keuangan, dan 17.03 persen untuk perspektif pelanggan. Total skor kinerja dari keempat perspektif adalah 53.4 persen sehingga kinerja KPS Bogor termasuk kategori kurang sehat.
Lestari (2013) juga melakukan penelitian mengenai kinerja KPS Gunung Gede di Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Analisis yang yang dilakukan oleh Lestari (2013) Kinerja KPS Gunung Gede menghasilkan skor kinerja dari setiap perspektif yang berbeda-beda. Skor yang didapat adalah 21.14 persen pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, 15.23 persen pada perspektif proses bisnis internal, 13.13 persen pada perspektif keuangan, dan 28.03 pada perspektif pelanggan. Total skor kinerja yang didapatkan oleh KPS Gunung Gede secara keseluruhan adalah 77.53 persen. Kinerja KPS Gunung Gede pada tahun 2012 tergolong ke dalam kategori sangat sehat.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Dedi (2011) mengenai analisis kinerja koperasi susu segar KUD DAU Malang dengan metode Balanced Scorecard. Analisis yang dilakukan oleh Dedi (2011) menghasilkan skor kinerja yang berbeda-beda. Berdasarkan empat perspektif dari Balanced Scorecard KUD DAU Malang didapatkan skor kinerja pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 20 persen, perspektif proses bisnis internal 20 persen, perspektif keuangan 12.75 persen dan perspektif pelanggan 22.50 persen. Berdasarkan pada hasil pengukuran kinerja tersebut KUD DAU Malang termasuk kedalam koperasi baik dengan total skor kinerja 75.25 persen.
Berdasarkan hasil analisis penelitian terdahulu, setiap perspektif pada analisis kinerja koperasi dengan metode Balanced Scorecard memiliki skor kinerja yang
berbeda-beda. Pada KPS Bogor persentase skor terkecil ada pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan skor 4.82 persen. Hal ini berbeda dengan persentase skor terkecil dari KPS Gunung Gede dan KUD DAU Malang. Pada KPS Gunung Gede skor terkecil adalah 13.13 persen pada perspektif keuangan, sedangkan pada KUD DAU Malang persentase terkecil adalah 22.50 persen pada perspektif pelanggan. Perbedaan ini terjadi karena setiap koperasi memiliki visi dan misi yang berbeda-beda sehingga menyebabkan adanya perbedaan pada target antara koperasi yang satu dan yang lain. Target dari koperasi yang hanya berfokus pada satu aspek akan menyebabkan ketidakseimbangan kinerja koperasi. Ketidakseimbangan ini akan memberikan dampak pada hubungan keempat perspektif dalam Balanced Scorecard yaitu perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif keuangan, dan perspektif pelanggan.
Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan KPS Bogor memiliki skor 4.82 persen. KPS Gunung Gede memiliki skor 21.14 persen, sedangkan KUD DAU Malang memiliki skor kinerja sebesar 20 persen. Langkah strategis yang dilakukan KPS Bogor adalah dengan meningkatkan kualitas SDM koperasi. KPS Gunung Gede dapat meningkatkan skor kinerja dengan cara meningkatkan pembinaan anggota, sedangkan KUD DAU Malang meningkatkan kualitas dan kelengkapan fasilitas kerja agar menunjang produktivitas karyawan dan meningkatkan keahlian anggota, pengurus dan karyawan agar dapat meningkatkan hasil yang diperoleh.
Perspektif proses bisnis internal KPS Bogor mendapat skor kinerja sebesar 20.06 persen. KPS Gunung Gede mendapatkan skor sebesar 15.23 persen, sedangkan KUD DAU Malang pada perspektif keuangan mendapatkan skor kinerja sebesar 20 persen. Langkah yang harus dilakukan KPS Bogor dalam meningkatkan kinerja adalah dengan memperbaiki kualitas susu dan mencari permodalan. KPS Gunung Gede melakukan upaya untuk meningkatkan produksi susu di KPS Gunung Gede baik melalui peningkatan populasi sapi, pemberian pakan ternak yang berkualitas serta tepat kuantitas dan kesehatan serta perawatan terhadap sapi yang harus lebih ditingkatkan lagi, sedangkan KUD DAU Malang meningkatkan perspektif bisnis internal dengan cara mempertahankan hubungan baik dengan mitra kerja dan mempertahankan partisipasi anggota dalam segala bidang.
Pada perspektif keuangan skor yang didapatkan KPS Bogor sebesar 11.49 persen. Skor persentase perspektif keuangan KPS Gunung Gede sebesar 13.13 persen, sedangkan skor perspektif keuangan pada KUD DAU Malang sebesar 42.50 persen. Langkah strategis yang dilakukan KPS Bogor adalah dengan meningkatkan penjualan dan memperluas pemasaran susu. Pada perspektuf keuangan, langkah strategis yang dilakukan KPS Gunung Gede adalah meningkatkan kembali aktivitas penjualannya agar dapat meningkatkan penerimaan usaha lalu meningkatkan SHU, sedangkan yang dilakukan oleh KUD DAU Malang adalah meningkatkan volume penjualan, meningkatkan pertumbuhan anggota, serta efisiensi manajemen terutama dalam menekan biaya.
Skor kinerja untuk perspektif pelanggan pada KPS Bogor sebesar 17.03 persen. KPS Gunung Gede memiliki skor perspektif pelanggan sebesar 28.03 persen, sedangkan KUD DAU Malang memiliki skor perspektif pelanggan sebesar 22.50 persen. Langkah strategis yang dilakukan KPS Bogor pada perspektif pelanggan adalah memperbaiki kualitas pakan dan harga susu peternak. Langkah strategis yang dilakukan KPS Gunung Gede adalah meningkatkan kedekatan antara
koperasi dan anggota melalui adanya waktu dan perhatian yang diberikan koperasi untuk anggota. Selain itu KPS Gunung Gede juga harus berusaha untuk dapat mengajak anggota mengeluarkan pendapatnya, sedangkan langkah strategis yang dilakukan KUD DAU Malang adalah meningkatkan pertumbuhan jumlah anggota dan meningkatkan SHU anggota.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis terdiri atas konsep koperasi, pengertian pengukuran kinerja dan Balanced Scorecard.
Konsep Koperasi
Koperasi merupakan organisasi yang unik, terdiri atas kumpulan orang yang bekerja bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan melalui suatu unit usaha. Unit usaha dalam bentuk koperasi berbeda dengan unit usaha lain karena koperasi memiliki identitas ganda yaitu pemilik juga berperan sebagai pelanggan serta bergerak dalam dua dimensi yaitu sosial dan ekonomi. Pengertian koperasi dijelaskan dalam UU No. 12/1967 yang mendefinisikan koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama atas kekeluargaan. Namun, dalam perkembangannya terjadi perubahan terhadap Undang-Undang perkoperasian menjadi UU No. 25/1992. UU No. 25/1992 mendefinisikan koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (Firdaus dan Agus 2002).
Adanya pergantian UU perkoperasian tersebut diharapkan dapat menjadikan koperasi suatu kelembagaan yang lebih baik lagi. Namun dalam UU No. 25/1992 koperasi didefinisikan sebagai badan usaha. Hal ini berarti koperasi disamakan dengan jenis badan usaha lain. Keberadaan koperasi yang disejajarkan dengan badan usaha lainnya kurang sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi sehingga koperasi kini semakin kehilangan jatidiri dan sulit untuk berkembang di Indonesia.
Landasan Koperasi
Landasan dalam koperasi dijelaskan dalam UU No. 25/1992 yaitu koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan. Koperasi yang telah dirumuskan dalam pasal 33 UUD 1945 oleh para pendiri kita terdahulu dan diharapkan dapat menjadi sokoguru bagi perekonomian nasional sehingga harus memiliki landasan yang kuat. Landasan koperasi terdiri atas tiga landasan yaitu landasan idiil, strukturil serta mental. Landasan idiil koperasi terwujud dalam pancasila yang terdiri atas lima sila mulai dari ketuhanan, perikemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat dan keadilan sosial. Landasan ini harus dapat diwujudkan dalam kehidupan berkoperasi (Firdaus dan Agus 2002).
Landasan yang kedua merupakan landasan strukturil yang terwujud dalam UUD 1945 dan landasan geraknya merupakan pasal 33 ayat 1 yang berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan. Berdasarkan landasan ini, maka koperasi harus digerakkan atas kekeluargaan. Koperasi dijalankan secara bersama-sama bukan secara perseorangan. Selain landasan idiil dan strukturil, koperasi juga memiliki landasan mental koperasi yaitu setia kawan dan kesadaran berpribadi. Kesetiakawanan terlihat dalam perwujudan kehidupan bangsa Indonesia yaitu gotong royong, namun, kesetiakawanan hanya dapat memelihara persatuan dalam koperasi saja sehingga dibutuhkan kesadaran berpribadi agar mampu mendorong setiap anggota untuk menjalankan dan mencapai tujuan koperasi yang sesungguhnya.
Tujuan Koperasi
Setiap badan usaha maupun suatu kelembagaan didirikan untuk mencapai tujuan. Begitu juga dengan koperasi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota. Koperasi didirikan agar dapat memperjuangkan hak-hak para anggota berdasar atas nilai dan prinsip koperasi. Tidak hanya sebatas meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi juga memiliki tujuan untuk ikut serta dalam pembangunan ekonomi secara nasional.
Koperasi memiliki tujuan yang berbeda dengan badan usaha lain. Jika badan usaha memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, koperasi bertujuan pelayanan kesejahteraan. Tujuan koperasi dijelaskan dalam Undang-undang perkoperasian dalam UU No. 25/1992 yang menyebutkan bahwa Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangkan mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Firdaus dan Agus 2002).
Nilai Koperasi
Nilai dan prinsip koperasi menjadi salah satu instrumen yang diperlukan agar koperasi dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan serta landasan koperasi. Koperasi memiliki nilai menolong diri sendiri yang didasarkan kepada kepercayaan bahwa setiap orang mampu untuk berusaha keras demi nasibnya sendiri. Selain itu, koperasi juga memiliki nilai bertanggungjawab kepada diri sendiri yang berarti bahwa setiap anggota bertanggung jawab terhadap koperasi yang dijalankan agar tetap berdiri sendiri tanpa ganguan dari organisasi lain, publik maupun swasta. Nilai demokrasi juga menjadi nilai dalam koperasi yang membedakan dengan unit usaha lain. Setiap anggota memiliki hak untuk berpartisipasi, memperoleh informasi, didengar serta dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Selain ketiga nilai tersebut, koperasi juga memiliki nilai persamaan atau keadilan. Setiap anggota harus diperlakukan sama dan adil. Nilai yang terakhir adalah solidaritas yang akan menjamin bahwa koperasi merupakan kegiatan yang bertujuan kepentingan bersama-sama bukan kepentingan perseorangan (Baga et al. 2012).
Prinsip Koperasi
Selain nilai-nilai yang dipegang dalam koperasi, prinsip juga harus ada dalam setiap kegiatan yang dijalankan koperasi. Prinsip ini akan menjadi pedoman bagi
koperasi dalam menjalankan nilainya. Prinsip yang dipegang oleh koperasi Indonesia berdasarkan kepada tujuh prinsip koperasi yang disepakati di Manchaster tahun 1995. Tiga prinsip berkaitan dengan dinamika internal koperasi sementara empat prinsip berkaitan dengan operasi internal maupun hubungan eksternal koperasi. Ketujuh prinsip tersebut adalah sebagai berikut (Baga et al. 2012):
1. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka. Koperasi merupakan organisasi yang bersifat terbuka bagi semua orang yang bersedia menggunakan jasa dan mau menerima tanggung jawab keanggotaan. 2. Pengawasan demokrasi yang terbuka. Koperasi diawasi langsung oleh
setiap anggotanya yang memiliki hak untuk ikut serta dalam menetapkan kebijakan dan pengambilan keputusan.
3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Setiap anggota koperasi akan memberikan kontribusi permodalan secara adil dan penggunaannya langsung diawasi oleh anggota secara demokratis. Alokasi modal ini ditujukkan untuk mengembangkan koperasi, membagikan kepada anggota karena transaksi yang dilakukan serta mendukung kegiatan lainnya.
4. Otonomi dan kemandirian. Koperasi memiliki prinsip otonom untuk menolong diri sendiri serta diawasi oleh anggota langsung. Prinsip ini penting agar koperasi tetap mampu mempertahankan kebebasannya sebagai tonggak dalam mengendalikannya nasibnya sendiri.
5. Pendidikan, pelatihan dan penerangan. Koperasi tidak hanya bergerak dalam menjalankan unit usaha saja namun juga memberikan pendidikan dan pelatihan kepada setiap anggota agar dapat melakukan tugasnya lebih efektif bagi perkembangan koperasi.
6. Kerjasama antar koperasi. Koperasi tidak hanya dijalankan secara bersama-sama oleh setiap anggotanya, namun juga menjalankan koperasi secara bersama-sama dengan koperasi lainnnya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat keberadaan koperasi dengan melaksanakan gerakan koperasi pada tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.
7. Kepedulian terhadap masyarakat. Koperasi tidak hanya bertanggung jawab terhadap anggotanya tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya melalui kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota.
Bentuk Koperasi
Koperasi terdiri atas berbagai bentuk bergantung pada segi pembagiannya. Jika koperasi dilihat dari bidang usahanya, maka terdiri atas lima bentuk koperasi, yaitu (Firdaus dan Agus 2002):
a. Koperasi konsumsi yang bergerak dalam menyediakan kebutuhan sehari-hari agar anggota dapat membeli kebutuhan sehari-hari dengan harga yang baik dan berkualitas.
b. Koperasi kredit atau simpan pinjam yang bergerak dalam usaha pembentukan modal melalui tabungan anggota untuk dapat dipinjamkan dikemudian hari.
c. Koperasi produksi yang bergerak dalam produksi atau pembuatan produk yang akan dikelola oleh koperasi.
d. Koperasi jasa yang bergerak dalam penyediaan jasa tertentu bagi para anggota koperasi ataupun masyarakat umum.
e. Koperasi unit desa yang dapat bergerak dalam bidang perkreditan, penyediaan dan penyaluran sarana produksi pertanian dan kebutuhan sehari-hari serta pengelolaan dan pemasaran hasil pertanian.
Selain kelima bentuk koperasi berdasarkan jenis usahanya, koperasi juga dapat berbentuk sebagai koperasi primer maupun sekunder. Koperasi primer dapat terbentuk apabila terdiri atas anggota sekurang-kurangnya 20 orang, sedangkan koperasi sekunder dapat terbentuk apabila terdiri sekurang-kurangnya tiga koperasi primer. Berdasarkan UU No. 25/1992 koperasi juga memiliki tingkat organisasi berdasarkan tingkat daerah administrasi pemerintah yang terdiri atas koperasi primer, pusat koperasi (tingkat kabupaten/kota), koperasi gabungan (tingkat provinsi) dan induk koperasi (tingkat nasional).
Keanggotaan
Keanggotaan koperasi dijelaskan dalam UU No. 25/1992 tentang perkoperasian dalam pasal 17, 18 dan 19. Pasal 17 ayat 1 menyatakan bahwa anggota koperasi Indonesia adalah merupakan pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi. Hal ini menunjukkan identitas ganda yang dimiliki koperasi yaitu anggota bertindak sebagai pemilik sekaligus pelanggan. Pasal 18 ayat 1 menyatakan bahwa yang dapat menjadi anggota koperasi adalah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Sementara dalam pasal 19 ayat 3 dijelaskan mengenai keanggotan koperasi yang tidak dapat dipindahtangankan. Jika terdapat anggota koperasi yang meninggal dunia maka keanggotaanya dapat dipindahtangankan oleh ahli warisnya yang memenuhi syarat dalam anggaran dasar (Firdaus dan Agus 2002).
Permodalan
Koperasi sebagai unit usaha dalam menjalankan kegiatannya juga ditentukan oleh modal yang digunakan. Penjelasan mengenai permodalan koperasi terdapat dalam UU No. 12/1967 yang menjelaskan bahwa modal koperasi terdiri atas simpanan pokok, wajib, dan sukarela (Firdaus dan Agus 2002).
a. Simpanan pokok yaitu simpanan yang dibayar satu tahun sekali atau satu kali selama menjadi anggota. Besarnya bergantung dari hasil kesepakatan pengurus dan anggota koperasi. Selama menjadi anggota koperasi simpanan ini tidak dapat diambil.
b. Simpanan wajib yaitu simpanan yang wajib dibayar pada waktu tertentu. Besarnya simpanan bergantung kepada hasil kesepakatan pengurus dan anggota koperasi. Selama menjadi anggota koperasi simpanan ini tidak dapat diambil.
c. Simpanan sukarela yaitu simpanan yang besarnya tidak ditentukan tetapi bergantung kepada kemampuan anggota. Simpanan ini dapat disetorkan dan diambil setiap saat.
Selain itu, permodalan koperasi juga dapat berasal dari dana cadangan yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa usaha yang dimasukkan untuk
modal dan menutup kerugian. Sumber permodalan lainnnya juga dapat berasal dari sisa hasil usaha (SHU), hibah, atau berasal dari dana pinjaman baik pinjaman anggota, pinjaman dari koperasi lainnya serta pinjaman dari lembaga keuangan (bank maupun non bank).
Kinerja Koperasi
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika (Rivai dan Basri 2005). Sementara itu menurut Riani (2011) performansi adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.
Koperasi menurut Ropke (2003) adalah badan usaha dengan kepemilikan dan pamakai jasa merupakan anggota koperasi itu sendiri serta pengawasan terhadap badan usaha tersebut harus dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa/pelayanan badan usaha itu. Menurut Undang-Undang Perkoperasian Bab 1 pasal 1 tahun 2012 koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
Koperasi merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang paling sesuai dengan demokrasi ekonomi Indonesia seperti yang terkandung dalam pasal 33 ayat 1 Undang Undang Dasar tahun 1945, yang menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Undang Undang Nomor 25 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi sekaligus sebagai gerakan rakyat berdasarkan atas asas kekeluargaan. Menurut Soedjono (2007) koperasi merupakan perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa kinerja koperasi adalah keadaan atau kondisi yang dicapai suatu koperasi berdasarkan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Kinerja koperasi menggambarkan kondisi koperasi dalam mencapai tujuan koperasi sesuai dengan visi dan misi yang telah dirumuskan.
Pengukuran Kinerja Koperasi
Manajemen dalam mengelola perusahaan biasanya menetapkan sasaran yang akan dicapai di masa yang akan datang dalam proses yang disebut perencanaan. Pelaksanaan rencana tersebut memerlukan pengendalian agar efektif dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pengendalian yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dapat berupa penilaian kinerja atau prestasi seorang manajer, dengan cara menilai dan membandingkan data keuangan perusahaan selama periode berjalan. Syahrul dan Nijar (2004) mendefinisikan penilaian kinerja adalah pertimbangan kumulatif tentang faktor-faktor (yang bersifat subjektif dan
objektif) untuk menentukan indikator representatif atau penilaian tentang aktivitas individu atau badan usaha yang berkaitan dengan sejumlah batasan (standar) selama beberapa periode.
Nawawi (2006) mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja organisasi baik finansial maupun nonfinansial dapat digunakan dalam mengendalikan operasional baik jangka pendek maupun jangka panjang. Indikator kinerja koperasi menurut Soedjono (2007) terdiri atas dua segi yaitu segi usaha dan segi organisasi. Segi usaha mencakup peningkatan jumlah anggota, modal koperasi, jumlah dan volume usaha, pelayanan sosial kepada anggota, dan kesejahteraan anggota dalam pembagian SHU. Segi organisasi mencakup kehadiran rapat anggota dan kinerja badan pengurus yang optimal.
Hasil pengukuran kinerja digunakan sebagai umpan balik yang dapat memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian (Yuwono et al. 2006). Menurut Yuwono et al. (2006) ada dua pendekatan dalam mengukur kinerja perusahaan, yaitu:
1. Ukuran keuangan, yaitu ukuran kinerja yang berasal dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan
2. Ukuran non keuangan, yaitu ukuran kinerja yang tidak terlihat langsung dari laporan keuangan, namun berhubungan dengan pencapaian ukuran keuangan dan bersifat kualitatif seperti market share, market growth, dan technological capability.
Koperasi mempunyai tujuan seperti yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 25 pasal 3 adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Koperasi sebagai badan usaha dalam mencapai tujuan memerlukan pengukuran kinerja yang tepat sebagai dasar untuk menentukan efektifitas kegiatan usahanya terutama efektifitas operasional, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi 2001).
Terdapat beberapa konsep pengukuran kinerja koperasi. Menurut Departemen Koperasi konsep pengukuran kinerja koperasi dapat diukur dengan Tiga Sehat (3S) yaitu sehat organisasi, sehat usaha, dan sehat mental. Konsep pengukuran kinerja dapat juga diukur dari produktivitas, efisiensi, kemampuan, pertumbuhan, cooperative effect (Keputusan Dep. Kop dan PPK RI No. 20/PPK/1997). Konsep pengukuran kinerja untuk penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Usaha Simpan Pinjam (USP) koperasi, dapat dinilai dengan menggunakan CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity) atau Aspek Permodalan, Aspek Kualitas Aktiva Produktif, Aspek Manajemen Pengelolaan, Aspek Rentabilitas, Aspek Likuiditas (Kep. Men. Koperasi dan PPK No. 227/KEP/M/IV/1998).
Pemerintah melalui Dinas Koperasi dan UKM telah memberikan konsep penilaian kinerja koperasi salah satunya yaitu Pedoman Klasifikasi Koperasi (Kep.Men. 129/Kep/M/KUKMI/XI/2002). Ada 7 aspek dalam kriteria atau standar penilaian ini yaitu
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka dengan indikator rasio peningkatan jumlah anggota dan rasio pencatatan keanggotaan dalam buku daftar anggota
2. Pengendalian oleh anggota secara demokratis dengan indikator penyelenggaraan RAT, Rasio Kehadiran Anggota, Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi, realisasi anggaran pendapatan koperasi, realisasi anggaran biaya koperasi, realisasi surplus hasil usaha koperasi, dan pemeriksaan
3. Partisipasi ekonomi anggota dengan indikator pelunasan simpanan pokok dan simpanan wajib anggota keterkaitan usaha koperasi dengan usaha anggota, pengembalian piutang
4. Otonomi dan kemandirian dengan indikator rentabilitas ekonomi, return on asset, assets turn over, profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, modal sendiri terhadap piutang
5. Pendidikan dan pelatihan dengan indikator pendidikan bagi anggota dan pengelola koperasi, penerangan dan penyuluhan, media informasi, tersedianya anggaran khusus dan penyisihan dana pendidikan
6. Kerjasama dengan koperasi lain dengan indikator kerjasama secara horisontal dan vertikal, manfaat kerjasama
7. Kepedulian terhadap komunitas dengan indikator penyerapan tenaga kerja, pembayaran pajak dan dana pembangunan daerah kerja.
Ukuran finasial belum mampu mencerminkan kompleksitas dan nilai yang melekat dalam organisasi bisnis. Pengukuran kinerja seperti ini memiliki beberapa kelemahan antara lain yaitu ketidakmampuan untuk mengukur kinerja harta tak tampak (Intangible Assets) dan harta intelektual (Intelectual Property) misalnya sumber daya manusia, kinerja yang diukur secara keuangan hanya mampu bercerita mengenai masa lalu organisasi bisnis dan tidak mampu sepenuhnya menuntun mereka ke arah yang lebih baik.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pengukuran kinerja tersebut mengakibatkan perlunya pengukuran yang menyeluruh, yaitu pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur kinerja keuangan saja akan tetapi juga mampu menggambarkan kondisi koperasi secara lengkap, jelas dan akurat terutama menyangkut sumber daya manusia yang diintegrasikan dalam perencanaan baik organisasi maupun usaha. Konsep pengukuran kinerja yang menyeluruh, memberikan manfaat sebagai acuan dalam penilaian kinerja keuangan yang lebih akurat efektif dan efisien (Munawir 2001).
Dengan demikian, pengukuran kinerja koperasi adalah keadaan atau kondisi yang dicapai suatu koperasi berdasarkan kebutuhan bersama dibidang ekonomi, sosial dan budaya sesuai nilai dan prinsip koperasi dengan indikator segi usaha mencakup jumlah anggota, modal koperasi, jumlah dan volume usaha, pelayanan sosial kepada anggota, dan kesejahteraan anggota dengan pembagian SHU, serta segi organisasi yang mencakup kehadiran rapat anggota dan kinerja badan pengurus dengan indikator kehadiran dan partisipasi.
Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2001) Balanced Scorecard merupakan kartu skor yang dimanfaatkan untuk mencatat skor hasil kinerja eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang ingin diwujudkan eksekutif di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja
sesungguhnya. Hasil perbandingan ini dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi atas kinerja eksekutif. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kinerja eksekutif diukur secara berimbang dari dua perspektif: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.
Balanced Scorecard merupakan alat manajemen untuk menjaga keseimbangan antara:
a. Indikator finansial dan non-finansial
Perlu adanya keseimbangan antara profit dan pencapaian dengan faktor-faktor yang ada diluar.
b. Indikator kinerja masa lampau, masa kini, dan masa depan
Pada kenyataannya laporan keuangan adalah indikator yang menilai kinerja organisasi di masa lampau. Laporan keuangan tidak sepenuhnya bisa dijadikan satu-satunya tolok alat untuk menentukan strategi di masa mendatang karena laporan keuangan hanya menyajikan data-data pencapaian masa lampau.
c. Indikator Internal dan Eksternal
Keseimbangan dari faktor-faktor internal dan eksternal berkaitan dengan hubungan sebab akibat. Faktor internal merupakan penyebab (input) dan outpunya berdampak pada faktor eksternal. Balanced Scorecard dapat menjaga keseimbangan antara faktor eksternal dan faktor internal.
d. Indikator yang bersifat Leading dan Lagging
BSC dapat menggambarkan indikator hubungan sebab akibat yang jelas. BSC memetakan penyebab yang mendorong terciptanya kinerja yang baik atau buruk yang dapat ditimbulkan dari sebab-sebab tersebut.
Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang untuk pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, manajemen serta proses bisnis internal demi memperoleh hasil-hasil keuangan yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis dari pada sekedar mengelola bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka panjang. Balanced Scorecard mengisi kekurangan pada banyak sistem manajemen yaitu kurangnya proses sistematis untuk mengimplementasikan dan mendapatkan umpan balik tentang strategi. Hal ini yang menjadi dasar untuk manajemen organisasi atau perusahaan di era informasi.
Balanced Scorecard merupakan suatu konsep manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam tindakan. Perusahaan-perusahaan yang inovatif menggunakannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang mengelola perusahaan sepanjang waktu. Perusahaan-perusahaan yang inovatif menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard untuk melaksanakan proses-proses manajemen kritis, sebagai berikut:
1. Mengklarifikasi dan menerjemahkan visi dan strategi perusahaan. 2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan-tujuan strategi dengan
ukuran-ukuran kinerja.
3. Merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan inisiatif-inisiatif strategis.
4. Mengembangkan umpan balik dan pembelajaran strategis untuk peningkatan terus-menerus di masa yang akan datang.
Dengan demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu metode pengukuran kinerja yang memiliki keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja organisasi atau perusahaan terhadap keberhasilan.
Menurut Mulyadi (2001) Balanced Scorecard mampu menghasilkan rencana strategi yang memiliki karakteristik, yaitu:
1. Komprehensif.
Balanced Scorecard memiliki empat perspektif (keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan). Dari keempat perspektif, mampu memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2. Koheren.
Koheren sasaran strategi dalam rencana strategi mampu memotivasi individu untuk tanggung jawab dalam mencari ide strategi yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka pendek. Balanced Scorecard menghasilkan dua jenis koheren, yaitu kekoherenan antara misi dan visi perusahaan dengan program dan rencana laba jangka pendek dan kekoherenan antara berbagai sasaran strategi yang dirumuskan dalam tahap perencanaan strategi.
3. Seimbang.
Balanced Scorecard menjaga keseimbangan antara faktor finansial dan non finansial. Keseimbangan antara faktor kinerja masa lampau, sekarang, dan masa depan. Keseimbangan antara faktor internal dan eksternal, serta keseimbangan antara faktor yang bersifat pendorong dan faktor hasil.
4. Terukur.
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balance Scorecard mengukur berbagai sasaran strategi dalam empat perspektifnya.
Manfaat Balanced Scorecard bagi perusahaan menurut Kaplan dan Norton (2000) adalah sebagai berikut :
1. Balanced Scorecard mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
2. Balanced Scorecard memungkinkan manajer untuk melihat bisnis dalam perspektif keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, dan belajar dan bertumbuh).
3. Balanced Scorecard memungkinkan manajer menilai apa yang telah mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja perusahaan dimasa mendatang.
Konsep Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (2000) memperkenalkan empat perspektif yang berbeda dari suatu aktivitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen, keempat perspektif tersebut terdiri atas perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif keuangan, dan perspektif pelanggan.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi. Perspektif ini mengukur kemampuan organisasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya manusia sehingga tujuan strategik organisasi dapat tercapai untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang (Hasman 2010).
Ukuran perspektif pembelajaran dan pertumbuhan pada koperasi dapat ditinjau berdasarkan peningkatan kompetensi karyawan meliputi: produktivitas karyawan dan rencana pengembangan karyawan, pengembangan sistem informasi yang diukur dari ketersediaan informasi yang strategis, peningkatan pendidikan perkoperasian yang diukur dari intensitas pelatihan tentang pendidikan koperasi.
Anggota koperasi termasuk dalam sasaran perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Anggota koperasi merupakan bagian dari sumber daya manusia yang dimiliki koperasi untuk ditingkatkan. Penerapan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berkaitan dengan anggota koperasi adalah ukuran mengenai pemahaman berkaitan dengan koperasi maupun teknik-teknik untuk pengembangan koperasi yang baik sesuai dengan kondisi ekonomi yang dihadapi.
Menurut Yuwono et al. (2006) pembangunan sumberdaya manusia menjadi sasaran utama perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan oleh sumberdaya manusia menjadi faktor pembeda perusahaan dalam persaingan, melalui kemampuan mereka menerapkan pengetahuan dalam pekerjaan. Selain itu, sumberdaya manusia merupakan subjek pelaku utama yang menjadi motor penggerak bagi pencapaian sasaran terpenting hingga kepada sasaran akhir finansial perusahaan.
Dengan demikian dapat dikatakan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan gambaran kemampuan koperasi dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumberdaya manusia dengan indikator intensitas pelatihan dan pendidikan koperasi serta frekuensi penyuluhan.
2. Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif proses bisnis internal, manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan dan bagi pemegang saham. Perspektif bisnis internal dalam Balanced Scorecard pada umumnya menggunakan model rantai nilai proses bisnis internal yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu:
a. Proses Inovasi
Proses inovasi mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan itu. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasikan ukuran pasar dan preferensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik.
b. Proses Operasional
Proses operasional mengidentifikasikan sumber-sumber pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional demi meningkatkan efisiensi poduksi, meningkatkan kualitas produk dan proses, memperpendek waktu siklus sehingga meningkatkan penyerahan produk berkualitas tepat waktu dan lain-lain.
c. Proses pelayanan
Proses pelayanan berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan seperti pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan dalam kesempatan pertama secara tepat, melakukan tindak lanjut secara proaktif dan tepat waktu, memberikan personal touch, dan lain-lain.
Perspektif proses bisnis internal pada koperasi merupakan ukuran kemampuan untuk memaksimalkan produktivitas, yang dapat diukur dengan kemampuan karyawan melayani anggota yang dimiliki. Pengukuran yang lain adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas informasi yang dapat berupa ketersediaan informasi potensi ekonomi dan ketersediaan kebutuhan anggota. Pengelola koperasi dalam rangka menerapkan perspektif proses bisnis internal untuk balanced scorecard dapat melakukan tinjauan terhadap peningkatan interaksi anggota dan masyarakat yang dapat diukur dari persentase keaktifan anggota, keaktifan masyarakat, waktu untuk keanggotaan dan masyarakat.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas perspektif bisnis internal merupakan gambaran kemampuan bisnis koperasi dalam menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh anggota koperasi dengan indikator volume usaha, pelayanan sosial kepada anggota, inovasi dan kualitas produk yang dihasilkan.
3. Perspektif Keuangan
Unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan keuangan yang berkaitan dengan strategi perusahaan. Pemahaman mengenai perspektif keuangan dalam Balanced Scorecard sangat penting karena keberlangsungan suatu unit bisnis strategis sangat bergantung pada posisi dan kekuatan keuangan. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai rasio keuangan dapat diterapkan dalam pengukuran strategis untuk perspektif keuangan. Manajemen bisnis harus memperhatikan hal-hal tersebut agar semua analisis rasio keuangan menunjukan hasil yang baik. Menurut Kaplan dan Norton (2000) tujuan keuangan dalam strategi unit bisnis dalam perusahaan dibedakan berdasarkan tahapan siklus hidup bisnis yaitu:
a. Bertumbuh
Perusahaan yang bertumbuh akan menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Tujuan keuangan pada keseluruhan perusahaan dalam tahapan ini adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah.
b. Bertahan
Tahapan perusahaan melakukan investasi dan reinvestasi dengan melihat tingkat pengembalian terbaik. Investasi yang dilakukan diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok ukur yang sering digunakan pada tahap ini seperti ROI, ROCE, dan EVA.
c. Menuai
Pada unit bisnis yang telah mencapai tahapan menuai memiliki tujuan utama dalam memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi. Tujuan keuangan keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai adalah arus kas operasi dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
Koperasi perlu melakukan tinjauan terhadap kinerja berdasar perspektif keuangan, karena memberikan deskripsi mengenai kemampuan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh koperasi tersebut dalam rangka memberikan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebagai ukuran dari tingkat kesejahteraan yang diberikan kepada anggota.
Pada kegiatan operasional koperasi, tidak dikenal adanya laba seperti organisasi pada umumnya tetapi sisa hasil usaha. Keberadaan sisa hasil usaha yang makin besar akan menyebabkan anggota koperasi mendapatkan pembagian yang lebih besar sebagai pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dimiliki. Sisa hasil usaha juga sangat tergantung perspektif keuangan yang lain seperti peningkatan pendapatan yang diterima dari iuran anggota koperasi. Koperasi menjalankan kegiatan operasional dengan modal yang berasal dari iuran para anggota, sehingga adanya peningkatan dari iuran akan membuka peluang bagi koperasi untuk mendapatkan sisa hasil usaha yang lebih besar, sebab suatu usaha yang dioperasikan dengan modal yang lebih besar pada umumnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar, di mana dalam koperasi dikenal dengan istilah sisa hasil usaha.
Dengan demikian, perspektif keuangan merupakan gambaran kinerja koperasi dalam mengelola keuangan koperasi dengan indikator perolehan pendapatan koperasi yang didapatkan dari iuran anggota dan SHU koperasi.
4. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard, organisasi melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Perspektif pelanggan mengukur mutu pelayanan dan rendahnya biaya dibandingkan dengan organisasi lainnya, sebagai ukuran hasil seberapa baik organisasi memuaskan pelanggannya (Hasman 2010).
Hasman (2010) mengungkapkan bahwa tinjauan terhadap perspektif pelanggan merupakan faktor yang berarti dalam koperasi. Pelanggan yang dimaksud dalam koperasi adalah anggota dari koperasi itu sendiri. Hal ini disebabkan karakteristik dari koperasi yaitu dari anggota dan untuk kesejahteraan anggota. Berdasarkan hal tersebut, maka pengembangan persepektif pelanggan pada Balanced Scorecard atau yang mungkin dapat juga dikenal sebagai perspektif anggota dapat ditinjau berdasarkan ukuran kualitas kehidupan, pelayanan atau kemitraan, maupun peningkatan sisa hasil usaha.
Ukuran kualitas kehidupan dapat ditinjau berdasarkan persentase peningkatan kesejahteraan anggota. Bila tiap tahun anggota mendapatkan pembagian sisa hasil usaha yang terus meningkat dengan signifikan maka kualitas kehidupan anggota koperasi akan semakin bertambah baik pula. Pada ukuran pelayanan dan kemitraan akan ditinjau dari persentase penjualan produk dari dan untuk anggota serta retensi anggota. Tinjauan tersebut
menuntut adanya kemamuan untuk memenuhi kebutuhan dan menciptakan kepuasan bagi anggota koperasi, sehingga ada ukuran pelayanan dan kemitraan yang baik. Pada ukuran peningkatan sisa hasil usaha untuk menjadi modal meningkatkan kesejahteraan anggota akan dilakukan tinjauan terhadap persentase sisa hasil usaha terhadap penjualan dan persentase sisa hasil usaha yang dibagikan kepada anggota. Persentase hasil usaha dibandingkan dengan penjualan menunjukkan kemampuan untuk mendatangkan keuntungan bagi koperasi dalam menjalankan kegiatan operasional. Persentase hasil usaha dibandingkan dengan sisa hasil usaha yang dibagikan kepada anggota menunjukkan kemampuan menyisihkan modal bagi kepentingan kesejahteraan anggota.
Menurut Gaspersz (2007), ukuran kinerja dalam perspektif pelanggan antara lain:
1. Pangsa pasar
Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual).
2. Retensi pelanggan
Mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan diawali dengan mempertahankan pelanggan yang ada di segmen tersebut.
3. Akuisisi pelanggan
Mengukur dalam bentuk relatif maupun absolut, keberhasilan unit bisnis dalam menarik dan memenangkan bisnis baru.
4. Kepuasan pelanggan
Menilai tingkat kepuasan atas kriteria kinerja tertentu didalam proporsi nilai.
5. Profitabilitas pelanggan
Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Berdasarkan beberapa teori diatas dapat dikatakan bahwa perspektif pelanggan merupakan gambaran kinerja anggota koperasi sebagai pelanggan dengan indikator yang dapat digunakan adalah pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan ketika melakukan kegiatan pembelian di koperasi sesuai dengan usaha yang dikembangkan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan Balanced Scorecard merupakan suatu metode pengukuran kinerja yang memiliki keseimbangan antara keuangan dan non keuangan yang terjalin dalam hubungan sebab akibat dan tergambar dalam kerangka kerja empat perspektif Balanced Scorecard yang terdiri atas perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif keuangan dan perspektif pelanggan untuk mengarahkan kinerja organisasi atau perusahaan terhadap keberhasilan. Kerangka kerja empat perspektif Balanced Scorecard dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka kerja empat perspektif Balanced Scorecard Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
Separation of Ownership and Control sebagai Karakteristik Koperasi
Partisipasi anggota dalam kegiatan usaha yang dijalankan koperasi dalam kaitan sebagai pengguna jasa koperasi sangat penting. Kualitas partisipasi tergantung kepada interaksi tiga variabel yaitu para anggota, manajemen Koperasi dan program. Partsipasi dalam melaksanakan pelayanan yang disediakan Koperasi akan berhasil jika ada kesesuaian antara anggota, program yang ada dan manajemen. Kesesuaian antara anggota dan program adalah adanya kesepakatan antara kebutuhan anggota dengan output program Koperasi. Kesesuaian antara anggota dan manajemen akan terjadi jika anggota mempunyai kemampuan dan kemauan dalam mengemukakan kebutuhannya sehingga dapat direfleksikan dan diterjemahkan dalam keputusan manajemen (Mutasowifin 2002).
Terkait dengan pemanfaatan BSC sebagai alat pengukuran kinerja koperasi, Mutasowifin (2002) merekomendasikan beberapa tujuan strategik yang dapat menjadi parameter alat ukur kinerja Koperasi. Untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif keuangan dan perspektif keanggotaan/pelanggan dapat digunakan sebagai parameter pengukuran kinerja dapat dilihat masing-masing pada Tabel 5-8 berikut.
Financial - Objectives - Measures - Targets - Initiatives “To succeed financially, how should we appear to our shareholders ?” Costumer - Objectives - Measures - Targets - Initiatives “To achieve our
vision, how should we appear to our costumers ?” Internal Business Process - Objectives - Measures - Targets - Initiatives “To satisfy our
shareholders and costumers. What business process must we excel at ?” Learning and Growth - Objectives - Measures - Targets - Initiatives “To achieve our
vision, how will we sustain our ability to change and improve
?” Vision and
Tabel 5 Tujuan strategik perpektif pembelajaran dan pertumbuhan Tujuan strategis Ukuran hasil utama Ukuran pendorong kinerja Peningkatan
kompetisi karyawan
Produktivitas karyawan (Jumlah karyawan yang dilatih terhadap jumlah keseluruhan) Pengembangan karyawan vs rencana Mengembangkan sistem informasi strategik perkoperasian
Persen anggota baru terhadap target Frekuensi penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dengan survei keberterimaan koperasi oleh masyarakat Sumber: Mutasowifin (2002)
Tabel 6 Tujuan strategik perspektif proses bisnis internal
Tujuan strategis Ukuran hasil utama Ukuran pendorong kinerja Peningkatan
produktivitas
Produktivitas SHU (jumlah SHU terhadap jumlah
anggota secara
keseluruhan)
Anggota yang terlayani perkaryawan
Informasi
keanggotaan yang handal
Jumlah anggota yang informasinya tersedia dalam sistem komputer
Ketersediaan informasi potensi ekonomi anggota Ketersediaan kebutuhan ekonomi anggota
Sumber: Mutasowifin (2002)
Tabel 7 Tujuan strategik perspektif keuangan
Tujuan strategis Ukuran hasil utama Ukuran pendorong kinerja Meningkatkan
neraca keuangan
Rasio-rasio keuangan Pendapatan dan kesejahteraan anggota meningkat Peningkatkan pendapatan anggota melalui bisnis %peningkatan pendapatan anggota
Jumlah produk yang dipasok
Pertumbuhan pendapatan
% peningkatan pendapatan Pemberian bonus Sumber: Mutasowifin (2002)
Tabel 8 Tujuan strategik perspektif pelanggan
Tujuan strategis Ukuran hasil utama Ukuran pendorong kinerja Kualitas kehidupan % anggota yang meningkat
kesejahteraannya
Pelayanan/kemitraan Kepuasan anggota terhadap pelayan yang diberikan
Penyediaan kebutuhan hidup
Meningkatkan SHU % SHU tahun ini terhadap tahun lalu
Lanjutan % SHU yang dibagikan kepada anggota
Meningkatkan
partisipasi anggota dan masyarakat
% anggota yang aktif berpartisipasi
Waktu bersama anggota % masyarakat yang aktif
berpartisipasi
Waktu bersama
masyarakat Sumber: Mutasowifin (2002)
Penggunaan pendekatan Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja organisasi melalui empat perspektif juga dapat digunakan untuk menilai kinerja usaha dan kinerja organisasi dari koperasi. Adapun hubungan setiap perspektif terhadap kinerja KUD Giri Tani antara lain sebagai berikut:
1. Hubungan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan kinerja KUD Giri Tani
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam suatu organisasi berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk terus meningkatkan nilai untuk pelanggan. Agar bisa tetap bertahan dalam menjalankan usaha, maka pembelajaran dan pertumbuhan perlu dilakukan. Pembelajaran dan pertumbuhan dapat dilaksanakan melalui pelatihan kepada anggota dan karyawan. Oleh karena itu, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dinilai dari intensitas pelatihan dan penyuluhan yang diberikan koperasi kepada karyawan. Hal ini akan berhubungan dengan kinerja organisasi dan kinerja usaha koperasi. Semakin tinggi tingkat partisipasi karyawan dalam pelatihan dan penyuluhan pendidikan tentang koperasi maka akan semakin tinggi tingkat pengetahuan karyawan. Semakin meningkat pengetahuan karyawan KUD Giri Tani maka diduga akan semakin baik pelayanan yang diberikan kepada anggota dan memengaruhi kepuasan anggota sehingga berkontribusi terhadap kinerja usaha koperasi. Dengan demikian, semakin tinggi skor kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan maka diduga akan semakin baik kinerja KUD Giri Tani.
2. Hubungan perspektif proses bisnis internal dengan kinerja KUD Giri Tani Perspektif proses bisnis internal menunjukan kemampuan bisnis untuk menghasilkan barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Koperasi sebagai suatu badan usaha bertujuan menunjang kegiatan usaha para anggotanya melalui pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan anggota. Perspektif proses bisnis internal dapat dilihat dari kemampuan KUD Giri Tani dalam meningkatkan produksi unit usaha yang sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Semakin tinggi kemampuan KUD Giri Tani dalam meningkatkan produksi unit usaha yang dibutuhkan anggota maka diduga kemampuan usaha anggota akan semakin baik. Hal ini memiliki hubungan dengan kinerja usaha koperasi. Dengan demikian semakin tinggi skor kinerja pada perspektif bisnis internal maka diduga akan semakin baik kinerja KUD Giri Tani.
3. Hubungan perspektif keuangan dengan kinerja KUD Giri Tani
Koperasi merupakan sebuah organisasi yang memiliki dua tujuan yaitu sosial dan ekonomi. Sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota dan ekonomi dalam rangka meningkatkan keuntungan dalam menjalankan aktivitas bisnis. Sumber daya keuangan yang unggul diduga akan dapat membantu koperasi untuk bertahan dalam operasional koperasi