• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI TEKNOLOGI DAN PENGECUALIAN PERJANJIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ERA DISRUPTIVE INNOVATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOVASI TEKNOLOGI DAN PENGECUALIAN PERJANJIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ERA DISRUPTIVE INNOVATION"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

SIPENDIKUM 2018

381

INOVASI TEKNOLOGI DAN PENGECUALIAN PERJANJIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI

ERA DISRUPTIVE INNOVATION

Galuh Kartiko1

Email: galuh.kartiko@polinema.ac.id

Abstrak

Kekuatan ekonomi yang kokoh merupakan landasan utama suatu negara di belahan dunia manapun, apabila suatu negara atau bangsa memiliki tingkat atau ekonomi yang kuat berarti negara tersebut memiliki kedaulatan yang sejajar dengan negara lain. Untuk menuju ketatanan negara yang berdaulat secara ekonomi, maka diperlukan kesinergisan antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun political will tentang pengelolaan ekonomi. Negara merupakan pihak yang memiliki kewenangan dalam meletakkan dasar-dasar aturan yang mendukung dan dapat melindungi pertumbuhan serta aktifitas kegiatan ekonomi. Pada era teknologi informasi, inovasi teknologi ternyata tidak hanya berhenti pada soal menghasilkan produk baru atau servis baru. Namun, pada era ini inovasi teknologi telah menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan bisnis existing (bisnis konvensional), di mana kehadiran inovasi teknologi telah menyebabkan bisnis konvensional terganggu atau gulung tikar. Kondisi semacam ini oleh Christensen disebut dengan disruptive innovation. Dengan adanya gejala ini, maka ada beberapa persoalan hukum dan ekonomi yang timbul dari munculnya fenomena disruptive innovation. Khusus, soal hukum yang menarik apabila dikontekskan dengan fenomena disruptive innovation berkaitan dengan hak kekayaan intelektual.

Kata kunci: Inovasi Teknologi, Hak Kekayaan Intelektual, Disruptive Innovation

Pendahuluan

Berbagai kegiatan ekonomi atau aktivitas bisnis dapat dipastikan terjadinya persaingan (competition) di antara pelaku usaha. Pelaku usaha akan berusaha menciptakan, mengemas, serta memasarkan produk yang dimiliki baik barang/jasa sebaik mungkin agar diminati dan dibeli oleh konsumen. Persaingan dalam usaha dapat berimplikasi positif, sebaliknya, dapat menjadi negatif jika dijalankan dengan perilaku negatif dan menyebabkan tidak kompetitifnya kegiatan ekonomi.2

1

Penulis adalah Dosen Politeknik Negeri Malang

2

Pada hakikatnya kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung pengertian bahwa kegiatan yang dimaksud harus dilakukan dengan beberapa cara yaitu: a) secara terus-menerus dan tidak terputus atau suatu kegiatan yang berkelanjutan; b) secara terang-terangan sah (bukan ilegal) sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku; c) kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan orang lain. Lihat Sri Redjeki Hatono, Hukum

(2)

SIPENDIKUM 2018

382

Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa sistem ekonomi yang dianut negara adalah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial sebagai cita-cita pembangunan ekonomi. Korelasi yang muncul kemudian dalam menyusun kebijakan perekonomian negara harus senantiasa berusaha menghilangkan ciri-ciri negatif yang terkandung dalam sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi sosialisme, yaitu free fight liberalism yang membenarkan eksploitasi terhadap manusia, etatisme di mana negara beserta aparaturnya meminimumkan potensi dan daya kreasi unit ekonomi di luar sektor negara, dan pemusatan ekonomi pada salah satu kelompok yang bersifat monopoli yang merugikan masyarakat.3

Kekuatan ekonomi yang kokoh merupakan landasan utama suatu negara di belahan dunia manapun, apabila suatu negara atau bangsa memiliki tingkat atau ekonomi yang kuat berarti negara tersebut memiliki kedaulatan yang sejajar dengan negara lain. Untuk menuju ketatanan negara yang berdaulat secara ekonomi, maka diperlukan kesinergisan antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun political

will tentang pengelolaan ekonomi. Negara merupakan pihak yang memiliki kewenangan

dalam meletakkan dasar-dasar aturan yang mendukung dan dapat melindungi pertumbuhan serta aktifitas kegiatan ekonomi.4

Dunia bisnis di Indonesia saat ini berkembang tanpa batas sehingga mampu menerobos dimensi kehidupan dan perilaku perekonomian manusia.5 Adanya persaingan dalam dunia bisnis memberikan manfaat yang tidak sedikit bagi kehidupan, namun untuk menghindari sisi negatif dari persaingan, perlu dibuat aturan yang jelas, sehingga persaingan dapat berjalan dengan baik atau dengan kata lain tercipta suatu

level playing field, yang membuat pelaku-pelaku usaha kecil tetap dapat menjalankan

usaha di samping pelaku-pelaku usaha besar tetap dapat menjalankan usahanya.6

Perkembangannya kemudian munculah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha) sebagai instrumen kelengkapan hukum yang mendorong terciptanya efisiensi ekonomi dan iklim kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha. Selain itu juga sebagai rambu-rambu untuk memagari agar tidak terjadi praktik-praktik ekonomi yang tidak sehat dan tidak wajar. Undang-Undang Persaingan Usaha inilah yang kemudian juga mengatur mengenai ketentuan perjanjian-perjanjian yang dilarang.

Pada konteks kekinian, inovasi teknologi pada dasarnya sangat berhubungan dengan hak kekayaan intelektual (HKI), terutama paten. Pemahaman ini, didasarkan pada suatu kenyataan bahwa banyak perusaahan yang saat ini eksis dalam

3

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, , Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), hlm. 4.

4

Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip Dasar dan Tujuan, (Yogyakarta: Magistra Insani Press, 2004), hlm. 275.

5

A. Rahmad Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase Islam dalam Perspektif Islam dan Hukum

Positif, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 1.

6

Ditha Wiradiputra, “Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia”, Modul untuk Retooling Program Under

(3)

SIPENDIKUM 2018

383

mengembangkan produk maupun servisnya, menyandarkan diri pada inovasi yang berbasis pada HKI. Alhasil, perusahaan mereka dapat berkembang sedemikian rupa, tanpa terganggu dengan kompetitor yang bermaksud melakukan persaingan curang (unfair competition).

Pada era teknologi informasi7, inovasi teknologi ternyata tidak hanya berhenti pada soal menghasilkan produk baru atau servis baru. Namun, pada era ini inovasi teknologi telah menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan bisnis existing (bisnis konvensional), di mana kehadiran inovasi teknologi telah menyebabkan bisnis konvensional terganggu atau gulung tikar. Kondisi semacam ini oleh Christensen disebut dengan disruptive innovation. Dengan adanya gejala ini, maka ada beberapa persoalan hukum dan ekonomi yang timbul dari munculnya fenomena disruptive innovation. Khusus, soal hukum yang menarik apabila dikontekskan dengan fenomena disruptive innovation berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. Artikel ini disajikan guna mencoba menjelaskan relasi inovasi teknologi dan hak kekayaan intelektual, dan Pengecualian Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hukum Persaingan Usaha. Kemudian, uraian difokuskan pada soal-soal perlindungan hak kekayaan intelektual kaitannya dengan teknologi disruptive innovation.

7

Dalam perspektif revolusi industri, era ini masuk pada revolusi industry keempat. Kita dapat membedakan proses revolusi industry tersebut kedalam 4 (empat) fase besar atau biasa disebut dengan The fourth Industrial Revolution yang terdiri dari Fase Revolusi Industry Pertama, Akselerasi yang diawali diakhir abad 18 masehi yang mana terdapat produksi mekanik yang berbasis pada air dan uap air (Mechanical production powered by water &steam), Fase Revolusi

Industri Kedua yang dimulai pada akhir Abad 19 masehi hingga awal dua decade awal di Abad 20

(4)

SIPENDIKUM 2018

384 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan artikel ini adalah metode kepustakaan atau dari bahan hukum sekunder, literatur-literatur yang ada, tulisan-tulisan dalam bentuk jurnal, makalah dan artikel-artikel, juga mengambil dari bahan hukum hukum primer yaitu Undang-undang terkait.

Hasil dan Pembahasan

Pengecualian Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hukum Persaingan Usaha

Persaingan dalam mekanisme pasar adalah berlaku bagi setiap pelaku pasar tanpa terkecuali. Hukum persaingan usaha melindungi mekanisme proses persaingan tanpa mempertimbangkan siapakah yang menjadi pelakunya dengan tujuan yang baik agar alokasi sumber daya menjadi efisien. Mekanisme pasar yang berjalan melalui persaingan yang sehat dan fair serta konsisten dengan tujuan distribusi yang adil diharapkan mampu mencapai efisiensi nasional serta kesejahteraan umum. Di samping itu hukum persaingan usaha diharapkan mampu mengawasi terjadinya diskriminasi harga, pemerataan informasi pasar bagi yang kurang mampu mempunyai akses, kesempatan atau akses kepada modal, teknologi dan berbagai kesempatan berusaha lainnya. Tetapi bila berbagai tujuan yang baik untuk mendukung mekanisme pasar ini tidak berhasil dicapai, maka dapat berakibat pada kegagalan mekanisme pasar yang kemungkinan dilakukan oleh pelaku pasar yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

Hukum persaingan usaha berupaya mengawasi agar perbuatan atau perjanjian yang bersifat anti persaingan seperti kartel, monopoli, penggunaan posisi dominan, monopsoni dan lainnya dapat dicegah. Tetapi pada kenyataannya ada juga berbagai kegagalan pasar yang terjadi tetapi tidak dapat dijangkau, dicegah atau diatur melalui hukum persaingan usaha. Oleh sebab itu ada kebutuhan yang mendasar terhadap pentingnya pengaturan atau regulasi yang jelas mengenai jenis tindakan atau kegiatan, industri ataupun pelaku usaha tertentu yang tidak termasuk dalam pengaturan hukum persaingan usaha. Sebagai contoh, dibutuhkan adanya regulasi terhadap industri yang masuk dalam kategori kepentingan umum (misalnya monopoli alamiah dalam penyediaan air bersih, listrik atau telekomunikasi). Di mana bila diperhitungkan secara ekonomi, maka proses produksi yang dilakukan oleh hanya satu perusahaan akan mampu mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Ada juga keadaan di mana akibat penggunaan sumber daya yang tidak diatur dengan baik terhadap sumber daya yang sifatnya universal akan mengakibatkan terjadinya externalities.8

8

Robert H. Bork, The Antitrust Paradox, A Policy at War with Itself, (New York: Basic Books Inc, 1978), hlm. 114 -155. Externalities refer to a cost that one economic actor imposes on another (or

benefits that one receives from another) without paying in the market for doing so-ie: environtment waste etc. Dengan kata lain, dalam ilmu ekonomi Externalities dinyatakan sebagai biaya di mana suatu

perusahaan membebaninya terhadap perusahaan lain (ataupun dapat saja berupa suatu keuntungan yang diterima oleh suatu perusahan dari perusahaan lain) tanpa ikut serta membiayainya dalam suatu pasar atau industri, misalnya: pembuangan limbah dan lain-lain.

(5)

SIPENDIKUM 2018

385

Di negara yang dalam proses mengadopsi sistem ekonomi pasar ataupun sedang dalam proses transisi menuju ekonomi pasar, dirasakan adanya kepentingan pembatasan terhadap perilaku yang bertujuan mengeksploitasi pasar. Di samping itu perlu juga menciptakan mekanisme pengontrolan di industri yang secara ekonomi tidak kompetitif sehingga eksploitasi pasar dapat dihindarkan. Oleh sebab itu harus ada pengaturan terhadap kondisi yang menghambat persaingan dengan jalan mengontrol perilaku pelaku usaha, melalui regulasi yang mengatur industri apa sajakah yang dikategorikan sebagai competitive dan non-competitive, ataupun regulasi yang jelas mengenai industri yang diproteksi atau dikecualikan dari pengaturan undang-undang. Keseluruhan ini sangat ditentukan oleh kebijakan persaingan serta peraturan pelaksananya.9

Fenomena Disruptive Innovation

Keberadaan disruptive innovation dalam suatu kegiatan bisnis telah menimbulkan dua implikasi, yakni; Pertama, disruptive innovation telah melahirkan suatu praktek bisnis baru yang berbasis pada teknologi baru; dan Kedua, disruptive innovation telah melahirkan pola perilaku bisnis yang berbasis pada penggunaan teknologi sebagai produsen karya. Implikasi pertama, menegaskan bahwa disruptive innovation telah menghasilkan teknologi baru yang mendukung bagi penyelenggaraan praktek bisnis baru. Teknologi baru ini apabila dilihat dari segi perlindungan hak kekayaan intelektual menjadi sangat penting untuk dilindungi. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan, yaitu;

Pertama, untuk dihasilkannya teknologi baru, maka dibutuhkan biaya yang sangat tinggi, sehingga biaya yang dikeluarkan ini menjadi logis harus dapat dikembalikan lagi. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual hal ini memungkinkan untuk dilakukan mengingat hak kekayaan intektual dapat dikomersialisasikan, seperti lisensi, jual beli dan sebagainya yang muaranya dapat mengembalikan investasi riset dan pengembangan; Kedua, dengan dihasilkannya teknologi baru yang menunjang terhadap suatu praktek bisnis baru berarti teknologi baru ini dapat memberikan nilai tambah (added value). Ketika teknologi baru memberikan nilai tambah, maka pemilik teknologi pasti berkeinginan melindungi teknologi baru ini dari segala macam kecurangan kompetitor. Adapun caranya saat ini dapat dilakukan melalui perlindungan hak kekayaan intelektual. Meskipun teknologi baru yang dihasilkan melalui disruptive innovation ini penting untuk dilindungi hak kekayaan intelektual.

Meskipun teknologi baru yang dihasilkan melalui disruptive innovation ini penting untuk dilindungi hak kekayaan intelektual. Namun harus dipahami bahwa hak kekayaan intelektual ketika akan melindungi teknologi baru tersebut harus didasarkan pada persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan hak kekayaan intelektual dan terkait lainnya. Sebagai contoh teknologi baru

9

Corwin D. Edwards, Maintaining Competition Requisites of a Governmental Policy, 1st ed, (McGraw Hill Book Company, Inc, 1949), hlm. 14-15.

(6)

SIPENDIKUM 2018

386

dapat dilindungi oleh paten10, ketika teknologi tersebut memenuhi syarat; (1) kebaruan; (2). Langkah inventif; (3). Dapat diterapkan dalam industry; (4). Tidak termasuk invensi yang tidak dapat diberi paten. Dalam konteks persyaratan keempat ini invensi yang tidak dapat diberi paten meliputi:

a. proses atau produk yang pengumuman, penggunaan, atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;

b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/ atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;

c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; d. makhluk hidup, kecuali jasad renik; atau

e. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis.

Dengan memperhatikan pada syarat-syarat paten tersebut, jelas bahwa suatu invensi dapat diberikan paten, tidak hanya sebatas pada unsur kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri, tetapi menjadi sangat penting juga dalam hal pemberian paten ini memperhatikan syarat tidak termasuk invensi yang tidak dapat diberi paten.

Terkait dengan syarat keempat dari teknologi baru yang dapat dilindungi paten dan fenomena disruptive innovation yang menghasilkan teknologi baru, di mana teknologi baru itu dalam penggunaan atau pelaksanaannya dapat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan, maka paten atas teknologi baru tidak dapat diberikan.

Dalam hal bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, salah satunya dengan mengacu kepada Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan ketentuan ini, maka apabila ada penggunan HKI (Perjanjian Lisensi Paten) yang tidak memenuhi persyaratan HKI-dalam hal ini

10

Teknologi disruptive innovation yang berupa aplikasi/program komputer masih tetap relevan dikaitkan dengan paten mengingat UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten telah menjangkau perlindungan program komputer melalui paten. Hal ini dapat dilihat pada penjelasan Pasal 4 huruf d yang menyatakan: Yang dimaksud dengan "aturan dan metode yang hanya berisi program komputer" adalah program komputer yang hanya berisi program tanpa memiliki karakter, efek teknik, dan penyelesaian permasalahan namun apabila program komputer tersebut mempunyai ka rakter (instruksi-instruksi) yang memiliki efek teknis dan fungsi untuk menghasilkan penyelesaian masalah baik yang berwujud (tangible) maupun yang tak berwujud (intangible) merupakan Invensi yang dapat diberi paten. Contoh Invensi yang dapat diberi paten: (1). Algoritma adalah metode efektif diekspresikan sebagai rangkaian terbatas dari instruksi-instruksi yang telah didefinisikan dengan baik untuk menghitung sebuah fungsi. Dimulai dari sebuah kondisi awal dan input awal (mungkin kosong), instruksi-instruksi tersebut menjelaskan sebuah komputasi yang bila dieksekusi, diproses lewat sejumlah urutan kondisi terbatas yang terdefinisi dengan baik, yang pada akhirnya menghasilkan "keluaran" dan berhenti di kondisi akhir. Transisi dari satu kondisi ke kondisi selanjutnya tidak harus deterministik; beberapa algoritma, dikenal dengan algoritma pengacakan, menggunakan masukan acak. (2). Pengenkripsian informasi dengan cara pengenkodean dan pendekodean untuk mengacak sehingga informasi tidak dapat terbaca oleh pihak lain

(7)

SIPENDIKUM 2018

387

pencatatan perjanjian lisensi,11 atau adanya kondisi yang secara nyata menunjukan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta tidak menampakan secara jelas sifat anti persaingan usaha, maka ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 dapat diberlakukan. Hal ini mengandung arti penggunaan atau pelaksanaan dari teknologi baru yang diberi paten tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan. Oleh karenanya, teknologi baru tersebut tidak dapat diberikan paten.12

Inovasi dan Disruptive Innovation

Doktrin tentang inovasi di bidang bisnis tidak bisa dilepaskan dari ajaran Joseph Schumpeter (1934) tentang creative destruction. Menurutnya, sebuah organisasi untuk melakukan inovasi terhadap; new good, new method, new resources, and new market.13 Pemikiran Schumpeter sangat mempengaruhi para pelaku usaha khususnya di sektor swasta. Meskipun pada prinsipnya konsep inovasi dapat juga diadopsi oleh badan publik seperti yang dilakukan oleh Osborne dan Gaebler pada tahun 1993 dalam bukunya Reinventing Government.14 Kemudian pada tahun 1994-an Clayton Christensen menawarkan teori disruptive innovation yang tujuan utamanya mengambil celah pasar pada suatu existing market yang selama ini dikuasai oleh pemain besar (incumbent). Cara yang dilakukan untuk mengambil celah pasar ini dilakukan melalui inovasi dan menyederhanakan inovasi itu sendiri tanpa mengurangi inovasi di dalamnya.12 Fokus pengembangan pada celah pasar yang sangat spesifik ini menurut Christensen merupakan konsep utama dari disruptive innovation, bukan mendobrak pasar yang sudah ada. Berangkat dari kekeliruan di atas, Christensen berpendapat:

There’s another troubling concern: In our experience, too many people who speak of “disruption”have not read a serious book or article on the subject. Too frequently, they use the term loosely to invoke the concept of innovation in support of whatever it is they wish to do. Many researchers, writers, and consultants use “disruptive innovation” to describe any situation in which an industry is shaken

11

Mengenai pencatatan lisensi saat ini masih menjadi kewenangan dari Menteri Hukum dan HAM RI, namun sebenarnya yang lebih tepat apabila dalam proses pencatatan lisensi ini melibatkan pihak KPPU. Adapun dasar alasannya, dalam hal pencatatan lisensi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yakni; Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan kepentingan nasional Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi. Lihat Pasal 78 UU No. 13 Tahun 1999 tentang Paten.

12

Tidak diberikannya paten di Indonesia apabila diketahui paten tersebut telah diberikan di Negara lain, kemudian dilaksanakan (lisensi) di Indonesia. Pada saat dilisensikan di Indonesia pemegang paten juga mengajukan pendaftaran paten di Indonesia secara bersamaan. Jika paten telah diberikan di Indonesia, kemudian dilisensikan dan tidak dicatatkan, maka dapat dikenakan ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 melalui KPPU. Putusan KPPU dapat dijadikan alat bukti untuk meminta penghapusan paten ke pengadilan.

13

Joseph A. Schumpeter, Capitalsm, Socialism and Democracy, New Introduction by Richard Swedberg, First Published in the UK in 1943, George Allen & Unwin, London, 2003, hlm: 83.

14

Bandingkan dengan Boon Siong Neo dan Geraldine Chen, Dynamic Governance, World Scientific, Singapore, 2007. hlm: 382.

(8)

SIPENDIKUM 2018

388

up and previously successful incumbents stumble. But that’s much too broad a usage.15

Salah satu contoh disruptive innovation yang sangat fenomenal adalah produk Ipod14 yang dikeluarkan oleh Apple. Inc. pada tahun 2001. Dari paparan CEO Apple. Inc dikatakan bahwa peluncuran Ipod menjawab masalah tentang mahalnya harga satuan lagu dari varian media yang sebelumnya ada yaitu: CD, Flash, MP3 CD dan Hard Drive. Permasalahan tentang harga yang mahal inilah yang akhirnya membuat Apple. Inc terus berproses melakukan inovasi hingga akhirnya membuat eco-system bisnis Itune Store.

Pengertian persaingan pasar pada keilmuan ekonomi yang lampau sering menjadikan harga sebagai parameter utama dalam melihat faktor yang mempengaruhi persaingan itu sendiri (Inge, Wahyuningtyas, & Valcke, 2014, hal. 2). Namun sering dilupakan bahwa dalam persaingan pasar yang modern teknologi mempunyai pengaruh yang sangat besar. Terlebih untuk perusahaan yang sudah mapan dan merasa memimpin industri, seringkali ego dan kepercayaan diri yang terlampau besar menutup mata terhadap inovasi yang dilakukan pesaing atau pendatang baru. Teknologi yang muncul setelahnya perlahan dapat diterima konsumen dan menggantikan teknologi yang disediakan oleh perusahaan yang sudah mapan tersebut. Bagaimanapun juga, inilah dasar bagaimana inovasi yang menggantikan dan lebih mudah itu disebut sebagai inovasi yang mengganggu.

Sangat sulit untuk menentukan kapan sebenarnya inovasi yang mengganggu ini pertama kali muncul di dunia. Meski demikian, istilah inovasi yang mengganggu dipopulerkan oleh Clayton M. Christensen pada tahun 1997 (Australian Government: Productivity Commission, 2016, hal. 15). Inovasi yang mengganggu pertama kali dipopulerkan dengan istilah teknologi yang mengganggu. Christensen memperkenalkan inovasi yang mengganggu sebagai bentuk gangguan oleh pendatang baru. Pendatang baru tersebut berkompetisi dengan perusahaan incumbent yang sudah mapan.

15

Clayton M. Christensen, Michael E. Raynor and Rory Mc. Donald, What is Disruptive Innovation?,

(9)

SIPENDIKUM 2018

389

Gambar 1. Model Inovasi yang Mengganggu

Sumber: (Latin American and Caribbean Competition Forum, 2016, hal. 5)

Inovasi yang mengganggu terjadi di berbagai belahan dunia. Di Eropa misalnya, kasus terbesar yang pernah terjadi misalnya perusahaan Nokia. Ponsel yang di masa jayanya dijuluki sebagai ponsel sejuta umat itu pada akhirnya harus mengakui handphone bersistem android dan iOs sebagai inovasi yang mengganggu. Pada awalnya Nokia masih penuh percaya diri dengan sistem Symbiannya. Perusahaan itu merasa bahwa pasar yang dimiliki sangat tergantung dengan Symbiannya. Bahkan saat Apple merilis iphone pada tahun 2007, Nokia tetap merasa tidak tersaingi dan meneruskan Symbiannya sebagai andalan. Sedangkan pesaing barunya, android, terus memantapkan posisinya dalam pasar. Pangsa pasar Symbian Nokia mulai turun ketika Apple mulai memperkenalkan iPhone 3G pada 2008. Akhir dari Symbian mulai terlihat saat Android diperkenalkan oleh Google melalui perangkat HTC. Mulai 2010, pangsa pasar Symbian Nokia terus turun bahkan hanya menyisakan 13,9 % pada tahun 2013.

(10)

SIPENDIKUM 2018

390

Gambar 2. Pangsa Pasar Nokia 2010-2013

Sumber: Statista; https://www.statista.com/statistics/216513/global-market-share-of-nokia/

Saat awal didirikan pada tahun 2011, belum begitu banyak yang mengenal Go jek, sebuah alternatif ojek online di Indonesia. Menurut tech in Asia, Gojek dimulai dengan dua puluh driver pada tahun 2011. Sampai akhir tahun 2016, driver Gojek sudah mencapai 200.00 orang. Semakin mantapnya posisi di pasar angkutan umum, membuat Go jek melebarkan bisnisnya ke kota lain seperti Yogyakarta, Surabaya, Manado, Medan, Semarang, dan Balikpapan. Di tengah perjalanan pada tahun 2015, Gojek mengalami peningkatan yang signifikan. Aplikasi Gojek telah didownload sebanyak 1.600.000 kali. Penggunaan juga meningkat tajam, bahkan 138% setiap bulannya. Pada tahun 2016, Gojek mengeluarkan layanan baru GoCar yang memberikan pelayanan transportasi mobil. Hingga pada akhirnya, pada akhir tahun 2016, nilai investasi Gojek tercatat sebesar US$550 million.

(11)

SIPENDIKUM 2018

391

Gambar 3. Perkembangan order yang diselesaikan Gojek

Sumber: Statista; https://www.statista.com/statistics/712089/number-of-go-jek-s-monthlycompleted-orderin-indonesia/

Dewasa ini masyarakat Indonesia betul- betul tidak dapat terlepas dari gadget. Ini seharusnya menjadi kesadaran pelaku dunia usaha untuk mengembangkan bisnisnya secara online. Diperkirakan pada tahun 2021, ada 104,9 juta orang yang mampu dan konsisten menggunakan internet melalui gadget. Hal tersebut seharusnya disadari sebagai sebuah potensi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal melalui berbagai platfrom gadget, seperti aplikasi online di iOs, Android, MIU, dan lain sebagainya.

(12)

SIPENDIKUM 2018

392

Gambar 4. Pengguna Internet Melalui Gadget (Indonesia, dalam Juta orang) Sumber: Statista;

https://www.statista.com/statistics/558642/number-of-mobile-internet-user-inindonesia/

Kesimpulan

Hukum Persaingan Usaha di negara Indonesia mengenal adanya pengecualian (exemption) untuk menegaskan bahwa suatu aturan hukum dinyatakan tidak berlaku bagi jenis pelaku tertentu ataupun perilaku/kegiatan tertentu. Undang-undang hukum persaingan usaha pada umumnya memberikan pengecualian atas dasar perjanjian, misalnya perjanjian hak kekayaan intelektual (HKI). HKI merupakan insentif dan alasan diberikan hak memonopoli dan proteksi karena HKI membutuhkan sumber daya dan waktu dalam upaya mendapatkannya. Demi memperkuat posisi pengawasan persaingan usaha dan sebagai pintu harmonisasi antara rezim lisensi hak atas kekayaan intelektual (HKI) dan hukum persaingan usaha, ditetapkanlah Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba dikecualikan dari ketentuan UU No. 5 Tahun 1999. HKI merupakan insentif dan alasan diberikan hak memonopoli dan proteksi karena HKI membutuhkan sumber daya dan waktu dalam mendapatkannya. UU HKI sendiri menjamin bahwa penemuan paten dan lain-lain akan diberikan perlindungan sebelum dapat menjadi milik publik (public domain). Faktor ini menjadi penentu bagi perusahaan karena insentif ini dianggap sebagai jalan menguasai pasar tetapi tidak merupakan pelanggaran undangundang.

Arti dan makna inovasi dapat dalam arti luas yaitu pengenalan produk baru dan lebih baik serta penerapan metode bisnis dan proses produksi baru, sedangkan inovasi dapat juga dalam arti sempit bermakna teknologi baru baik berupa produk dan/atau

(13)

SIPENDIKUM 2018

393

proses. Inovasi sendiri, saat ini telah melahirkan sebuah konsep yang fenomenal, yakni; Disruptive Innovation. Disruptive Innovation adalah teknologi yang mengubah model bisnis konvensional atau harapan konsumen. Ada dua implikasi dari disruptive innovation, yakni; pertama, disruptive innovation telah melahirkan suatu praktek bisnis baru yang berbasis pada teknologi baru; Kedua, disruptive innovation telah melahirkan pola perilaku bisnis yang berbasis pada penggunaan teknologi sebagai produsen karya. Kedua implikasi ini pada kenyataannya sama-sama telah menimbulkan beberapa persoalan perlindungan hak kekayaan intelektual. Soal pertama, bahwa tidak setiap disruptive innovation yang menghasilkan teknologi baru akan senantiasa mendapatkan perlindungan hak kekayaan intelektual, sedangkan soal kedua, hasil kreasi teknologi yang dihasilkan dari teknologi disruptive innovation dalam kenyataannya tidak dapat diberikan perlindungan hak kekayaan intelektual untuk saat ini.

Daftar Pustaka

A. Rahmad Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase Islam dalam Perspektif Islam dan Hukum

Positif, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000)

Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip Dasar dan Tujuan, (Yogyakarta: Magistra Insani Press, 2004)

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, , Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999)

Corwin D. Edwards, Maintaining Competition Requisites of a Governmental Policy, 1st ed, (McGraw Hill Book Company, Inc, 1949).

Ditha Wiradiputra, “Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia”, Modul untuk Retooling

Program Under Employe Graduates at Priority Disciplines Under TSPDP,

DIKTI, Jakarta 14 Desember 2004.

Joseph A. Schumpeter, Capitalsm, Socialism and Democracy, New Introduction by Richard Swedberg, First Published in the UK in 1943, George Allen & Unwin, London, 2003.

Robert H. Bork, The Antitrust Paradox, A Policy at War with Itself, (New York: Basic Books Inc, 1978).

Gambar

Gambar 1. Model Inovasi yang Mengganggu
Gambar 2. Pangsa Pasar Nokia 2010-2013
Gambar 3. Perkembangan order yang diselesaikan Gojek
Gambar 4. Pengguna Internet Melalui Gadget (Indonesia, dalam Juta orang)  Sumber: Statista;

Referensi

Dokumen terkait

Faktor varietas pisang (V) berpengaruh nyata terhadap aroma, rasa, dan warna yang timbul pada sari buah pisang, sedangkan konsentrasi ragi (S) tidak berpengaruh nyata terhadap

assumed that behaviour factors have significant contribution on the deviant HBP pattern of Indonesian pre menopause females.The analysis shows that except for fibre

a) Membantu pengguna jasa dalam memperoleh pengertian yang tepat atas program dan konsep rancangan yang telah dirumuskan arsitek. b) Mendapatkan pola dan gubahan bentuk

Jumlah kasus penyimpangan pelaksanaan pembangunan yang diselesaikan di tingkat desa/kelurahan 0 kasus Jumlah kasus penyimpangan pelaksanaan kegiatan pembangunan desa/kelurahan

Majlis kali ini telah menyaksikan tiga program yang dilaksanakan secara tersusun iaitu Majlis Perhimpunan Bulanan yang dikemudikan oleh Jawatankuasa Perwakilan

Upik Dwi- Patukaran IBADAH GABUNGAN : Sesuai dengan Program Kerja Majelis Gereja bahwa Setiap Minggu terakhir dilaksanakan ibadah Gabungan di Gedung Gereja Tiban

Reference Group atau Kelompok Acuan berpengaruh terhadap Perpindahan Merek ( Brand Switching) sesuai hasil penelitian Mantasari (2013).Hal ini didukung dengan

Kebutuhan akan rasa aman ini baiasanya terpuaskan pada orang-orang yang sehat dan normal.Seseorang yang tidak aman akan memiliki kebutuhan akan keteraturan dan setabilitas yang