• Tidak ada hasil yang ditemukan

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2.5. Laut, Pesisir dan Pantai

Kondisi sebagian wilayah DKI Jakarta khususnya di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu yang termasuk kawasan lindung di wilayah perairan DKI Jakarta antara lain meliputi hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Penyebarannya meliputi pesisir Teluk Jakarta, seperti di Muara Angke, Angke Kapuk dan Kamal Muara dan yang berada di Kepulauan Seribu, seperti P. Rambut, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Dalam kaitan tersebut maka Menteri Kehutanan melalui Keputusan Nomor 162/Kpts-II/1995 telah menetapkan wilayah Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan luas 108.000 Ha yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, tentang Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu terdiri dari :

a Zona Inti, diperuntukan bagi upaya pelestarian sumber genetik dan perlindungan proses ekologis.

Zona ini merupakan daerah tertutup bagi segala bentuk eksploitasi, kegiatan pariwisata dan kegiatan lain, kecuali penelitian. Zona ini terdiri dari :

 Zona Inti I terletak pada koordinat 5O24’ – 5O45’ LS dan 106O25’ – 106O40’ BT, luas  1.356,8

Ha yang meliputi P. Gosong Rengat dan perairannya yang diperuntukan bagi perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

 Zona Inti II terletak pada koordinat 5O27’ – 5O29’ LS dan 106O26’ – 106O28’ BT, luas

2.440,94 Ha yang meliputi : P. Penjaliran Barat

P. Penjaliran Timur P. Peteloran Barat

P. Peteloran Timur

Perairan Gosong Penjaliran

 Zona Inti III terletak pada koordinat 5O26’36” – 5O29’ LS dan 106O32’ – 106O33’ BT, dengan

luas  613,06 Ha yang meliputi perairan P. Kayu Angin Bira dan P. Belanda yang merupakan

perlindungan ekosistem terumbu karang.

b Zona Perlindungan, merupakan kesatuan dengan Zona Inti I dan II yang merupakan tempat

mencari makan dan berkembang biak bagi penyu sisik. Di zona ini tidak diperkenankan segala bentuk eksploitasi dan kegiatan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, kecuali

kegiatan observasi, penelitian dan pendidikan. Zona ini terletak pada koordinat 5O26’ – 5O30’24”

LS dan 106O25’30” – 106O37’ BT dan 5O30’54” – 5O33’54” LS dan 106O30’ – 106O33’ BT, dengan

luas  13.798,11 Ha yang meliputi pulau dan perairan di sekitar :

P. Jagung P. Karang Buton P. Karang Mayang P. Lipan P. Kapas P. Bundar P. Hantu Barat P. Kelor Barat P. Kelor Timur

(2)

P. Nyamplung P. Renggit P. Sebaru Besar P. Sebaru Kecil P. Hantu Timur P. Yu Barat P. Yu Timur P. Satu

c Zona Pemanfaatan Intensif, merupakan wilayah yang diperkenankan untuk kegiatan rekreasi

alam. Sebagian besar pulau-pulau di kawasan ini telah dibangun sebagai kawasan permukiman

dan pariwisata bahari. Zona ini terletak pada koordinat 5O30’24” – 5O33’24” LS dan 106O3’ –

106O37’ BT dan 5O33’54” – 5O37’36” LS dan 106O30’ – 106O37’ BT, dengan luas ± 12.913,84 Ha

yang meliputi : P. Gosong Laga P. Semut Besar P. Semut Kecil P. Gosong Sepa P. Sepa Barat P. Sepa Timur P. Cina P. Jukung P. Melinjo P. Melintang Barat P. Melintang Timur P. K. Angin Melintang P. Perak P. Petondan Barat P. Petondan Timur P. Panjang Besar P. Panjang Kecil P. K. Angin Barat P. Putri Barat P. Putri Timur P. Putri Gundul P. Tongkeng P. Macan Besar P. Macan Kecil P. Bira Besar P. Bira kecil P. Genteng Besar P. Genteng Kecil P. K. Angin Genteng

d Zona Penyangga, diperuntukan mendukung aktifitas sosial ekonomi dan budaya masyarakat

setempat serta perikanan tangkap tradisional. Zona ini berfungsi menyaring dampak negatif kegiatan budidaya di dalam maupun luar kawasan. Sebagian besar penduduk Kepulauan Seribu bermukim di zona ini. Aktifitas penangkapan ikan diperkenankan dengan alat tradisional, seperti

pancing bubu. Zona ini terletak pada koordinat 5O24’ – 5O42’ LS dan 106O25’ – 106O40’ BT

dengan luas ± 75.669,26 Ha meliputi: P. Dua Barat P. Dua Timur P. Karang Baka P. Bulat P. Pemagaran P. Rakit Tiang P. Kelapa P. Harapan P. Kaliange Besar P. Kaliange Kecil P. Karang Bongkok P. Kotok Besar P. Kotok Kecil P. Karang Congkak P. Karang Pandan P. Semak Daun P. Karya P. Panggang P. Pramuka

(3)

2.5.1. Luas Tutupan Terumbu Karang

Terumbu karang terdiri dari endapan kalsium karbonat

(CaCO3) hewan karang, alga berkapur dan beberapa

Organisme lain. Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki produktivitas yang tinggi dan merupakan habitat dengan biota yang beraneka ragam. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat tinggal, penyedia makanan, tempat berlindung dan sebagai tempat asuhan biota laut. Di samping itu secara fisik berfungsi melindungi pantai dari abrasi,

gelombang dan sebagai stabilisator perubahan morfologi garis pantai.

Pada tahun 2010 luas tutupan terumbu karang di wilayah DKI Jakarta mencapai 1.067,88 Ha dan kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi baik hingga sedang, pada tahun 2012 luasan terumbu karang mencapai 19.418,19 Ha kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi sedang sedang pada tahun 2013 luasan terumbu karang di Provinsi DKI Jakarta sama dengan tahun 2014 yaitu mencapai

19.624,75 Ha dengan kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat

dikategorikan dalam kondisi sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel SD-19 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta tahun 2014.

Persentase penutupan karang hidup hanya berkisar antara 0 – 28,14 persen. Hal ini menunjukkan

dominasi tutupan unsur-unsur abiotik seperti pasir, pecahan karang, serta karang mati telah melampaui 50 persen. Kerusakan terumbu karang sebagian diakibatkan oleh penambangan karang batu untuk bahan bangunan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia.

Pengamatan yang dilakukan selama kurun waktu 22 tahun mencatat jenis terumbu karang yang terdapat di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta mencakup 68 genera dan subgenera dengan 134 spesies. Pengamatan yang dilakukan terakhir dapat memperjelas kondisi terumbu karang di kawasan Kepulauan Seribu. Terumbu karang yang teramati berada dalam kondisi baik sebesar 50 persen dan sedang sebesar 50 persen. Kondisi kehidupan karang yang berada dalam kategori baik hanya terdapat di beberapa lokasi seperti P. Kayu Angin Bira dan P. Melintang.

Hasil studi distribusi dan kelimpahan ikan karang di 22 pulau di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta yang dilakukan pada tahun 1995 (Suharsono dkk, 1995) menyebutkan bahwa terdapat 166 spesies ikan dalam 36 famili, dari 22 pulau wilayah studi penelitian ini. Famili ikan karang yang mendominasi dari mayor spesies didominasi oleh Pomacentridae dan Labridae yang ditemukan di seluruh lokasi

(4)

Chaetodon octafasciatus, diikuti oleh Chaetodon trifasciatus dan Heniochus accuminatus. Spesies target yang ditemukan sebanyak 36 jenis dalam 8 famili, dimana 13 jenis tergolong sebagai komoditi penting, yaitu satu spesies dari Kyposidae, 4 spesies dari Caesionidae, 2 spesies dari Lutjanidae, satu spesies dari Siganidae dan 5 spesies dari Serranidae.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara kelimpahan ikan karang dengan penutupan karang hidup. Kesimpulan lain adalah adanya hubungan positif antara kelimpahan ikan karang dengan jarak dari daratan utama, dimana semakin jauh jarak dari daratan utama, semakin tinggi kelimpahan jenis ikan karang.

2.5.2. Luas dan Kerusakan Padang Lamun

Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal diperairan dangkal dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alis Matales yang beradaptasi di air asin.

Kawasan Kepulauan Seribu umumnya ditumbuhi oleh Thallasia, Syrongodium, Thalosodendrum dan Chimodecea, sedang P. Panggang, P. Karya dan P. Pramuka didominasi oleh Thallasia, selain berbagai algae seperti Halimeda, Sargassum, Caulerpa, Padina, Turbinaria dan Euchema.Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat ITB, 2008 bahwa kumpulan padang lamun terbanyak di Kepulauan Seribu terdapat di Utara Pulau Pari yang mempunyai tekstur Pasir 94,63 persen, Debu 1,84 persen dan Liat sebesar 3,54 persen serta selatan pulau Pari yang mempunyai tekstur Pasir 96,65 persen, Debu 3,04 persen dan Liat sebesar 0,31 persen, dari hasil penelitian juga disebutkan bahwa luasan padang lamun di pulau tersebut pada tahun 1999 adalah sebesar 2.812,50 Ha, pada tahun 2004 luasan menjadi 2.134,20 Ha, dan pada tahun 2014 luasan padang lamun menjadi 16.036,78 Ha dimana terjadi peningkatan sebesar 13.905,58 Ha dalam kurun waktu 10 tahun, lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel SD-20 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta tahun 2014.

(5)

2.5.3. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove

Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti tanah, Oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara fisik, vegetasi mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai

dari abrasi, menahan angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai perangkap zat pencemar dan limbah. Secara biologis, vegetasi mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan post larva (yuwana), tempat bertelur, tempat memijah dan tempat mencari makan bagi ikan dan udang. Selain itu, berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil dan jenis-jenis insekta; serta sebagai penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai makanan pada ekosistem perairan.

Ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapa di daerah hutan wisata Kamal, suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, kemayoran dan sekitar Cilincing – Marunda (Dinas Kehutanan DKI Jakarta, 1996). Sedang di Kepulauan Seribu, ekosistem ini terbentuk di P. Rambut, P. Bokor, P. Untung Jawa, P. Lancang, P. Lancang Besar, P. Peteloran Barat, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur.

Pengamatan yang dilakukan pada tahun 1999 menunjukan ekosistem mangrove di pesisir Jakarta dijumpai penampilan tumbuhan mangrove yang cukup berarti di kawasan bagian Barat, kecuali sekitar Cilincing dan Marunda intensitas kehadiran tumbuhan mangrove relatif rendah.

Vegetasi yang tumbuh di kawasan hutan lindung Angke Kapuk, suaka margasatwa Muara Angke dan hutan wisata Kamal relatif homogen, di dominasi oleh api-api (Avicennia sp), sedangkan bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada adalah Avicennia marina, A. officinalis, A.alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris dan Thespesia polpulne pada tingkat pohon; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinals, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auriculiformis dan Delonix regia.

Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta didominasi oleh burung pantai yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat di cagar alam P. Rambut dimana kawasan tersebut merupakan habitat berbagai jenis burung, khususnya sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari makan.

(6)

Jenis burung yang terdapat pada ekosistem mangrove mangrove adalah Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorak), Kuntul putih (Egretta sp), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerca), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis (Anas gibberrifrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Luwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular.

Luas dan kerapatan tutupan mangrove di DKI Jakarta pada tahun 2014 sebanyak 376.02 Ha dan kerapatannya adalah Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo persentase tutupannya adalah 71,00 apabila dibandingkan dengan tahun 2010 adalah sebesar 60,00 persen, Hutan Lindung Angke Kapuk persentase tutupannya pada tahun 2014 adalah sebesar 75,00 apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 70,00 persen, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke pada tahun 2014 persentase tutupannya adalah sebesar 68,00 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 65,00 persen, Kebun Bibit Angke Kapuk persentase tutupannya pada tahun 2014 adalah sebesar 51,00 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 40,00 persen, Cagar Alam Pulau Bokor persentase tutupannya pada tahun 2014 adalah sebesar 83,00 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2010 adalah sebesar 80,00 persen, Suaka Margasatwa Pulau Rambut persentase tutupannya pada tahun 2014 adalah sebesar 78,00 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 75,00 persen, sedangkan luas tutupan sedangkan luas tutupan mangrove pada tahun 2013 masih sama dengan tahun 2012 yaitu sebesar 376,02 Ha yang tersebar di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu antara lain Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo dengan persentase tutupan 71,00 persen, Hutan Lindung Angke Kapuk persentase tutupan sebesar 75,00 persen, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke persentase tutupan sebesar 68,00 persen, Kebun Bibit Angke Kapuk, Cagar Alam Pulau Bokor persentase tutupan sebesar 51,00 persen, Suaka Margasatwa Pulau Rambut persentase tutupan sebesar 78,00 persen, Pulau Penjaliran Timur persentase tutupan sebesar 75,00 persen dan Pulau Penjaliran Barat persentase tutupan sebesar 70,00 persen untuk lebih jelasnya tentang masing-masing luasan dan persentase tutupan serta kerapatannya hutan mangrove di DKI Jakarta. Untuk lebih jelasnya tentang data luas serta kerapatan tutupan mangrove dapat dilihat pada Tabel SD-21 Data SLHD Provionsi DKI Jakarta tahun 2014. Dari hasil data tersebut diatas terlihat bahwa telah terjadi perubahan yang siknifikan apabila dibandingkan dengan tahun 2010 tetapi upaya dalam melestarikan dan meningkatkan hutan Mangrove di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu terus ditingkatkan diantaranya pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penanaman dan perawatan juga adanya peran serta masyarakat baik individu, kelompok maupun perusahaan dalam melindungi dan terus melestarikan hutan Mangrove terus meningkat, hal ini dapat dilihat pada Tabel UP-2A (T) Data SLHD Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 tentang Para Pihak/Instansi yang Ikut Serta dalam Penanaman Pohon Penghijauan/Reboisasi di DKI Jakarta.

(7)

Dalam rangka mengatasi kerusakan hutan Mangrove di Provinsi DKI Jakarta, maka pada tahun 2014 langkah yang dilakukan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta diantaranya :

1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan rehabilitasi Hutan Mangrove di Kawasan Hutan Angke Kapuk Jakarta Utara, melakukan pembangunan dan penyempurnaan Ekowisata Mangrove dan penyusunan Master Plant Arboretum Mangrove.

2. Menggiatkan komunitas peduli Mangrove diantaranya Kemangteer Mangrove Jakarta yang telah rutin melakukan penanaman mangrove secara rutin di Pantai Indah Kapuk sampai Kepulauan Seribu, dimana sejak tahun 2012 telah melakukan penanaman sebanyak 4.000 bibit di Pulau Harapan dan 4.000 di Kepulauan Kelapa. Selain hal tersebut diatas juga melakukan kerjasama dengan instansi swasta, perguruan tinggi dan masyarakat peduli lingkungan untuk ikut melakukan penanaman mangrove di wilayah Jakarta Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Posisi awal berdiri tegak, kemudian angkat kedua tangan ke atas kepala dengan cepat dan lakukan gerakan melompat secara bersamaan dengan membuka kedua kaki,

[13] Gunawan ; Dedy Agung Prabowo, "Sistem Ujian Online Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dengan Pengacakan Soal Menggunakan Linear Congruent Method," Sistem Ujian

Komisi yang beranggotakan Negara-Negara seperti Australia (sebagai Negara yang ditunjuk oleh Indonesia untuk menjadi wakilnya dari komisi ini), Belgia (sebagai

Selanjutnya, KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang telah di sepakati bersama akan menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah

Jenis penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan 2 siklus dalam 4 tahap, yaitu: tahap Perencanaan

Konsep Nilai Hasil (Earned Value) merupakan salah satu metode pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan biaya dan waktu proyek secara terpadu. Metode ini

Kajian tersebut membahas tentang nilai-nilai Islam, pergeseran, matra,eksistensi dalam dabus, sedangkan peneliti ini lebih memfokuskan bagaimana pelaksanaan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap yang melatarbelakangi 7 orang informan yang melakukan hubungan seks yaitu karena adanya pengaruh dari media sosial (nonton