• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Kurang 6-11) Alhamdulillah_done

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Kurang 6-11) Alhamdulillah_done"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN

TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN

PENGOLAHAN AIR BUANGAN

PENGOLAHAN AIR BUANGAN

DESA CANDIPARI KECAMATAN PORONG

DESA CANDIPARI KECAMATAN PORONG

KABUPATEN SIDOARJO

KABUPATEN SIDOARJO

DOSEN

DOSEN MATA MATA KULIAH KULIAH :: Drs. H. SUGITO, ST.,MT Drs. H. SUGITO, ST.,MT

DISUSUN

DISUSUN OLEH OLEH :: MUHAMAD

MUHAMAD NASRUDIN NASRUDIN ARIF ARIF (153800061)(153800061) NARESWARA

NARESWARA TITIS TITIS (153800032(153800032)) VENNY

VENNY YUNITA YUNITA SARI SARI (153800068))(153800068 ANDY

ANDY WAHYUWONO WAHYUWONO (153800029(153800029)) BANGUN

BANGUN WAHYU WAHYU R.I.H.P R.I.H.P (153800047(153800047))

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA

SURABAYA

SURABAYA

2018

2018

(2)
(3)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Alhamdulillah tidak lupa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah tidak lupa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Perencanan Bangunan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Perencanan Bangunan Pengolahan Air Buangan. Dalam proses pengumpulan dan penyusunan data tugas Pengolahan Air Buangan. Dalam proses pengumpulan dan penyusunan data tugas  perencanaan

 perencanaan ini ini tidak tidak lepas lepas dari dari kerja kerja keras keras penulis. penulis. Tugas Tugas perencanaan perencanaan yangyang  penulis

 penulis buat buat dengan dengan juduljudul ““TUGAS PERENCANAAN BANGUNANTUGAS PERENCANAAN BANGUNAN

PENGOLAHAN AIR BUANGAN DESA CANDIPARI KECAMATAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN DESA CANDIPARI KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

PORONG KABUPATEN SIDOARJO

””

Tidak lupa pula penulis menyampaikan terimakasih kepada : Tidak lupa pula penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1.

1. Bapak Drs. H. SUGITO, ST.,MT selaku Dosen Mata Kuliah PerencananBapak Drs. H. SUGITO, ST.,MT selaku Dosen Mata Kuliah Perencanan Bangunan

Bangunan Pengolahan Pengolahan Air Air Buangan Buangan yang yang selalu selalu membimbing membimbing dandan mendukung kami.

mendukung kami. 2.

2. Pemerintah Desa Candipari Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yangPemerintah Desa Candipari Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yang sudah memberikan izin untuk pengambilan data

sudah memberikan izin untuk pengambilan data 3.

3. Serta, teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian tugasSerta, teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian tugas  perencanaan ini.

 perencanaan ini.

Penulis menyadari bahwa tugas perencanaan ini belum sempurna dan Penulis menyadari bahwa tugas perencanaan ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas perencanaan yang disusun selanjutnya membangun guna kesempurnaan tugas perencanaan yang disusun selanjutnya menjadi lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga penulisan tugas menjadi lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga penulisan tugas  perencanaan

 perencanaan ini ini bermanfaat bermanfaat bagi bagi pembaca pembaca secara secara pribadi pribadi dan dan bagi bagi yangyang membutuhkannya. membutuhkannya. Surabaya, Januari 2018 Surabaya, Januari 2018 Penulis Penulis

(4)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN SAMPUL ... i.... i KATA

KATA PENGANTAR PENGANTAR ... ... iiii DAFTAR

DAFTAR ISI ...ISI ... ... iiiiii DAFTAR

DAFTAR TABEL ...TABEL ... ... vivi DAFTAR

DAFTAR GAMBAR ...GAMBAR ... ... viivii BAB

BAB I I PENDAHULUAN ...PENDAHULUAN ... 1. 1 1.1

1.1 Latar Latar Belakang Belakang ... 1.... 1 1.2

1.2 Maksud Maksud dan dan Tujuan...Tujuan... ... 22 1.3

1.3 Ruang Ruang Lingkup Lingkup Perencanaan Perencanaan ... ... 33 BAB

BAB II II PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERUNDANG-UNDANGAN ... ... 55 2.1

2.1 Peraturan dan perundang-undangan yang Berhubungan Dengan JasaPeraturan dan perundang-undangan yang Berhubungan Dengan Jasa Konstruksi

Konstruksi ... ... 55 2.1.1

2.1.1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang

Tentang Jasa Jasa Konstruksi ...Konstruksi ... .... 55 2.1.2

2.1.2 Peraturan Peraturan Menteri Menteri Pekerjaan Pekerjaan Umum Umum ... ... 77 2.2

2.2 Peraturan dan perundang-undangan Tentang Pengendalian PencemaranPeraturan dan perundang-undangan Tentang Pengendalian Pencemaran Air

Air ... 7... 7 2.3

2.3 Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) ...

... . 1010 2.3.1

2.3.1 PP PP No. No. 16 16 Tahun Tahun 2005 2005 Pasal Pasal 16 16 ... ... 1010 2.3.2

2.3.2 PP PP No. No. 16 16 Tahun Tahun 2005 2005 Pasal Pasal 17 17 ... ... 1010 2.4

2.4 Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Perencanaan diPedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Perencanaan di Bidang Sanitasi

Bidang Sanitasi Lingkungan (Air Lingkungan (Air Limbah Permukiman) ... Limbah Permukiman) ... 1111 2.4.1

2.4.1 Pelaksanaan Pelaksanaan K3 K3 bagi bagi Pelaksana Pelaksana di di IPAL ..IPAL ... ... 1111 2.4.2

2.4.2 Sistem Sistem Tanggap Darurat Tanggap Darurat IPAL IPAL ... ... 1212 2.4.3

2.4.3 Sistem Sistem K3 Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan UmumSistem Sistem K3 Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum  NO. 09 Tahun

 NO. 09 Tahun 2008 2008 ... ... 1515 BAB

BAB III III DASAR DASAR TEORI ...TEORI ... ... 1616 3.1

3.1 Identifikasi Identifikasi Air Air Buangan ...Buangan ... . 1616 3.2

3.2 Pengelolaan Pengelolaan Air Air Limbah ...Limbah ... ... 1919 3.3

3.3 Pengolahan Pengolahan Air Air Limbah Limbah Secara Secara Biologis Biologis ... ... 2020 3.4

3.4 Pengolahan Air Pengolahan Air Limbah Menggunakan Sistem Limbah Menggunakan Sistem Oxidatio Ditch Oxidatio Ditch ... ... 2222 BAB

BAB IV IV DASAR DASAR PERENCANAAN ....PERENCANAAN ... ... 2424 4.1

4.1 Data-Data Data-Data Daerah Daerah Perencanaan Perencanaan ... ... 2424 1.1.1

1.1.1 Luas Luas wilayah wilayah dan dan Administratif ...Administratif ... ... 2424 1.1.2

1.1.2 Topografi Topografi ... ... 2626 1.1.3

1.1.3 Klimatologi Klimatologi ... 26... 26 1.1.4

1.1.4 Kependudukan Kependudukan (Demografi)...(Demografi)... 29... 29 1.1.5

(5)

4.2 Tata Guna Lahan ... 32

4.3 Jadwal Perencanaan Pembuatan IPAL... 33

4.4 Kajian Awal Perencanaan IPAL ... 33

4.4.1 Jumlah Penduduk dan Kuantitas Air Buangan ... 33

4.4.2 Buangan Domestik ... 35

4.4.3 Buangan Non Domestik ... 37

4.4.4 Penetapan Periode Desain ... 40

4.4.5 Daerah Pelayanan ... 40

4.4.6 Beban Pengolahan ... 40

4.4.7 Pemilihan Lokasi Pembagunan Instalasi Air Limbah ... 42

BAB V ALTERNATIF PERENCANAAN ... 44

5.1 Klasifikasi Pengolahan Air Buangan ... 44

5.1.1 Klasifikasi berdasarkan Proses Pengolahan ... 44

5.1.2 Klasifikasi berdasarkan tingkat Pengolahan ... 45

5.2 Alternatif Pengolahan ... 44

5.2.1 Alternatif 1 (Oxidation Ditch) ... 46

5.2.2 Alternatif 2 (Trickling Filter) ... 48

5.2.3 Alternatif 3 (Aeration Tank) ... 49

5.2.4 Alternatif 4 (RBC)... 50

5.3 Dasar Pemikiran Pemilihan Alternatif ... 51

5.3.1 Kriteria Pemilihan ... 51

5.3.2 Alternatif pengolahan terpilih ... 52

5.4 Perhitungan Mass Balance ... 52

5.5 Preliminary Sizing ... 59

BAB VI PERHITUNGAN DED PENGOLAHAN PENDAHULUAN ... 64

6.1 Saluran Pembawa ... 64

6.2 Bar Screen ... 66

6.3 Sumur Pengumpul dan Pompa ... 70

6.4 Grit Chamber ... 70

6.5 Bak Pengendap I (Primay Clarifier) ... 78

BAB VII PROSES PENGOLAHAN BIOLOGIS ... 88

7.1 Pengertian dan Tujuan Pengolahan Biologis ... 88

7.2 Perhitungan Mass Balance ... 92

7.3 Kebutuhan Oksigen ... 110

7.4 Dimensi Oxidation Ditch ... 110

BAB VIII PERHITUNGAN SECONDARY CLARIFIER ... 113

8.1 Kriteria Desain ... 114

8.2 Perhitungan Secondary Clarifier ... 114

8.3 Pipa Resirkulasi/ Pengurus Lumpur ... 117

(6)

9.3 Perhitungan Desain Pengolahan Lumpur ... 123

BAB X PROSES DESINFEKSI ... 129

10.1 Tujuan Proses Desinfeksi ... 129

10.2 Senyawa Desinfektan ... 129

10.3 Perhitungan Reaktor Desinfeksi ... 130

BAB XI PROFIL HIDROLIS ... 136

11.1 Prinsip Dasar Profil Hidrolis ... 136

11.2 Perhitungan Profil Hidrolis ... 136

11.3 Diagram Mass Balance ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 141

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik ... 10

Tabel 3.1 Komposisi Material Organik pada Air Limbah ... 18

Tabel 4.1 Kelembapan dan Temperatur ... 27

Tabel 4.2 Kondisi Angin ... 28

Tabel 4.3 Curah Hujan ... 29

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk ... 30

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk dalam 10 Tahun terakhir ... 30

Tabel 4.6 Kepadatan Penduduk ... 31

Tabel 4.7 Jumlah Rumah dan Sanitasi (WC) ... 31

Tabel 4.8 Fasilitas Umum dan Sosial ... 32

Tabel 4.9 Jadwal Perencanaan Pembuatan IPAL ... 33

Tabel 4.10 Prosentase Pertumbuhan Penduduk ... 34

Tabel 4.11 Debit Buangan Non Domestik ... 37

Tabel 4.12 Perencanaan Air Bersih dan Standar Kebutuhan Air Domestik ... 38

Tabel 4.13 Kuantitas Air Buangan ... 40

Tabel 4.13 Data Karakteristik Air Buangan ... 43

Tabel 6.1 Faktor Desain Pembersih Bar Screen ... 66

Tabel 6.2 Faktor bentuk Bar... 67

Tabel 6.3 Over Flow Rate Untuk Desain Clarifier ... 80

Tabel 6.4 Kriteria Desain Bak Pengendap I ... 80

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Komposisi Air Limbah ... 16

Gambar 3.2 Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Aerobik ... 22

Gambar 3.3 Sistem Parit Oksidasi (Oxidation Ditch) ... 22

Gambar 4.1 Lokasi Peta ... 25

Gambar 4.2 Laporan Hasil Uji ... 42

Gambar 5.1 Diagram Alir Pengolahan Alternatif (OD) ... 47

Gambar 5.2 Diagram Alir Pengolahan Alternatif (Trickling Filter) ... 48

Gambar 5.3 Diagram Alir Pengolahan Alternatif (Aeration Tank) ... 49

Gambar 5.3 Diagram Alir RBC ... 50

Gambar 6.1 Tipikal Memanjang Bar ... 68

Gambar 6.2 Tipikal Grit Storage ... 75

Gambar 6.3 Tipikal Proportional Weir ... 78

Gambar 6.4 Tipikal Sludge Zone ... 83

Gambar 7.1 Sketsa Penampang Oxydation Ditch ... 111

(9)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air limbah domestik merupakan salah satu sumber pencemar terbesar bagi perairan. Tingginya kandungan bahan organik dalam air limbah domestik meningkatkan pencemaran  pada badan air penerima. Peningkatan pencemaran berdampak pada kehidupan organisme  perairan dan penurunan kualitas perairan sehingga tidak sesuai dengan peruntukkannya. Bila hal ini terjadi secara terus menerus, (Soemarwoto 1991 dalam Sasongko 2006) memperkirakan akan terjadi peningkatan BOD, COD, N dan P di sungai-sungai, Peningkatan  jumlah bakteri ecoli pada sumur dan sumber air penduduk lainnya. Salah satu indikasi

tercemarnya air adalah kadar BOD dan COD yang melebihi baku mutu.

Limbah Domestik adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah  bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah merupakan buangan atau sesuatu yang tidak terpakai berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan  bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera dan penyakit lainnya. Air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran.

Air limbah rumah tangga termasuk salah satu jenis limbah domestik yang harus dikelola sehingga tidak menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Pembuangan secara langsung ke air permukaan atau sungai tanpa pengelolahan terlebih dahulu akan berakibat tercemarnya air sungai tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan menciptakan sanitasi lingkungan sehingga tercipta kondisi lingkungan yang baik dan benar.

Sebagai realisasi dari hal tersebut maka perlu direncanakan suatu sistem pengelolahan air buangan yang memadai. Dalam perencaaan obyek studi yang diambil adalah Desa Candipari Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari sistem bangunan pengolahan air buangan ini adalah sebagai suatu fasilitas yang membantu mengolah air buangan, sehingga diharapkan dapat mengurangi kadar zat atau

(10)

disyaratkan dan tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan hidup, manusia, serta kehidupan didalam badan air penerima.

Pada umumnya didalam air buangan banyak terdapat jenis bakteri khususnya bakteri  potogen yang seringkali menyebabkan penyebaran berbagai macam penyakit. Pencemar dalam air buangan berpengaruh terhadap pengurangan oksigen didalam air akibat proses yang terjadi karena adanya zat-zat organik terlarut dalam air buangan.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa tujuan pertama dari perencaaan bangunan  pengolahan air buangan ini adalah :

a. Menentukan pengolahan jenis air buangan yang sesuai dengan data kualitas kandungan air buangan yang dihasilkan.

 b. Merencanakan bangunan pengolahan air buangan, termasuk diagram alir proses  pengolahan.

c. Menentukan kualitas dan kuantitas penghilangan kandungan bahan organik maupun onorganik yang di kehendaki.

d. Menentukan kehilangan tekanan yang terjadi sehingga dapat diketahui tinggi muka air yang dikehendaki pada tiap unit serta dideskripsikan profil hidrolisnya.

e. Menentukan kehilangan tekanan yang terjadi sehingga dapat diketahui tinggi muka air yang dikehendaki pada tiap unit serta dideskripsikan profil hidrolisnya.

f. Diharapkan agar mahasiswa mampu memahami sistem pengolahan air buangan dan mampu merencanakan.

g. Dapat digunakan oleh masyarakat luas, khususnya di bidang usaha yang menghasilkan air limbah domestik, seperti usaha home industri yang banyak terdapat di kawasan  pemukiman dan menghasilkan banyak buangan domestik.

1.3 Ruang Lingkup Perencanaan

Ruang lingkup perencaan dititik beratkan pada pembuatan konsep-konsep dasar  perhitungan disain yang meliputi :

a. Pendahuluan.

 b. Peraturan Perundang

 – 

 Undangan. c. Karakteristik Air Limbah.

d. Dasar Teori.

e. Dasar Perencanaan :

(11)

2. Tata guna lahan.

3. Kajian awal perencanaan IPAL.

4. Alternatif teknologi yang diaplikasikan. f. DED (Detail Engineering Design) yang meliputi :

1.  Primary Treatment :

  Pompa Non Clogging / Srew Pump.  Screening.

 Grit Chamber.

2. Secondary Treatment :

3. Pengolahan secara biologis secara aerobik maupun anaerobik. 4. Sludge Treatment  dan Disposal.

(12)

BAB II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2.1 Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah

Berikut adalah beberapa peraturan perundangan yang melandasi pengelolaan air limbah di Indonesia, diantaranya:

a. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

 b. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

c. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 37 tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan

d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemar Air Pada Sumber Air

e. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 111 tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuagan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.

f. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

h. Peraturan MEnteri Lingkungan Hidup nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

i. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

 j. Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

k. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan Strategis Air Limbah

(13)

Dari uraian diatas, penting untuk dijadikan acuan dalam merancang IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) komunal karena meliputi pedoman atau metode mulai dari  pengambilan dan pengolahan air baku sampai menjadi air buangan yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Dan juga menganalisis dampak terhadap lingkungan sekitar sehingga bisa dilaksanakan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.

2.2 Tinjauan Terhadap Peraturan Di Bidang Pengendalian Lingkungan Hidup

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah disebutkan pada pasal 13 bahwa  pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi aspek  pencegahan, penanggulangan dan pemulihan dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. Pada penjelasan terkait ayat ini yang dimaksud  pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang ada dalam ketentuan

ini, antara lain pengendalian:

a. Pencemaran air, udara, dan laut; dan

 b. Kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim.

Adapun instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri atas (Pasal 14):

a. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)  b. Tata ruang

c. Baku mutu lingkungan hidup

d. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup e. Amdal

f. UKL-UPL g. Perizinan

h. Instrumen ekonomi lingkungan hidup

i. Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup  j. Anggaran berbasis lingkungan hidup

(14)

Beberapa instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup diatas merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam merancang IPAL komunal dan juga dipantau secara berkala untuk evaluasi. Karena IPAL merupakan proyek  besar dan menyangkut hajat hidup orang banyak serta memiliki dampak penting terhadap

lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya.

2.3 Kriteria dan Standar Kualitas Air

Perbedaan pengertian kriteria dan standar kualitas air tidak begitu tampak namun cukup penting. Kriteria kualitas air dapat didefinisikan sebagai batas konsentrasi ataua intensitas dari kualitas air yang ditentukan berdasarkan peruntukan penggunaannya. Sedangkan standar kualitas air didefinisikan sebagai peraturan mengenai batas konsentrasi atau intensitas parameter kualitas air dan dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dengan tujuan untuk perlindungan atau penyediaan sumber daya air bagi berbagai macam  penggunaan. Kriteria dan standar kualitas air dalam pemenuhan air bersih harus sesuai

dengan kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas yang dipersyaratkan. Begitu juga air buangan  juga harus diolah terlebih dahulu sesuai standar / pedoman yang berlaku sebelum dibuang ke  badan air agar tidak mencemari lingkungan sekitar.

2.4 Dasar-Dasar Penetapan Standar Kualitas Air

Tinjauan kualitas air mencakup beberapa kelompok parameter, yaitu parameter fisika, kimia, bakteriologi, dan parameter radioaktif. Dalam penetapan batasan konsentrasi atau intensitas dikenal dua macam istilah:

1. Batas yang dianjurkan ( Recommended Limit) 2. Batas yang tidak diperbolehkan (Rejection Limit)

Dalam hal penyusunan suatu standar kualitas air, pada umumnya dipertimbangkan dari segi kesehatan, teknologi, dan ekonomi. Penetapan batas konsentrasi setiap parameter kualitas, harus sesuai dengan sasaran dari standar, misalnya, sasaran yang akan dicapai adalah desirable, acceptable atau critical.

Istilah-istilah yang seringkali dipergunakan dalam standar kualitas air diantaranya adalah:

 Absen, tidak hadir atau sama dengan nol: menyatakan bahwa analisis kualitas air

dengan metode yang paling sensitif (standard method) menunjukan tidak hadirnya unsur yang dimaksud.

(15)

 Virtually absent. Istilah ini digunakan untuk menyatakan bahwa unsur yang diperiksa

hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah. Pada umumnya istilah ini digunakan untuk unsur-unsur yang kehadirannya dalam air tidak boleh ada walaupun dalam konsentrasi yang sekecil apapun.

Pada umumnya standar kualitas air ditentukan berdasarkan analisis kualitas air yang dijelaskan dalam metode standar (standard method). Hal ini dimaksudkan agar terdapat

keseragaman metode antara “standar yang ditetapkan” dengan analisis pemeriksaan air. Tentu

saja ini merupakan konsekuensi logis. Jika standar berdasarkan metode standar, maka sesuatu hal yang akan dibandingkan dengan standar tersebut haruslah diperiksa dengan cara atau metode yang sama. Namun demikian, metode lain bukan berarti tidak boleh diterapkan, dengan catatanbahwa metode ini haruslah memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat atau lebih teliti. Perlu diketahui bahwa metode standar adalah metode analisis kualitas air yang direkomendasikan oleh Assosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health Association).

2.5 Faktor –  Faktor Penetapan Dalam Standar

Ada beberapa faktor yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam penetapan standar kualitas air, yakni:

1. Kesehatan: faktor kesehatan dipertimbangkan dalam penetapan standar guna menghindarkan dampak kerugian terhadap kesehatan.

2. Estetika: diperhatikan guna memperoleh kondisi yang nyaman.

3. Teknis: faktor teknis ditinjau mengingat bahwa kemampuan teknologi dalam  pengolahan air sangat terbatas, atau untuk tujuan menghindarkan efek-efek kerusakan

dan gangguan instalasi atau peralatan yang berkaitan dengan pemakaian air yang dimaksudkan

4. Toksisitas efek: ditinjau guna menghindarkan terjadinya efek racun bagi manusia. 5. Polusi: faktor polusi dimaksudkan dalam kaitannya dengan kemungkingan terjadinya

 pencemaran air oleh suatu polutan

6. Proteksi: faktor proteksi dimaksudkan untuk menghindarkan atau melindungi kemungkinan terjadinya kontaminasi.

7. Ekonomi: faktor ekonomi dipertimbangkan dalam rangka menghindarkan kerugian-kerugian ekonomis.

(16)

Semua faktor diatas sangat penting dalam mempertimbangkan penetapan standar kualitas air. Kualitas air yang baik akan meningkatkan kualitas hidup manusia, karena bebas dari serangan penyakit. Kualitas air baku ini juga akan menentukan kualitas air buangannya. Jika air baku yang digunakan sudah tercemar, maka air buangan akan lebih tercemar dan membahayakan. Sehingga perlu proses pengolahan yang rumit dan itu membutuhkan biaya yang besar.

2.6 Baku Mutu Air Limbah

Karena Perumahan Wisma Tropodo masuk wilayah Sidoarjo, berarti baku mutu air limbah mengikuti Peraturan Gubernur Jawa Timur. Dimana baku mutu effluent untuk air limbah yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No.72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik yang mensyaratkan bahwa bak u mutu untuk tiap parameter adalah kadar maksimumnya seperti tercantum dalam tabel berikut:

Baku Mutu Air Limbah Domestik {Permukiman (Real Estate), Rumah Makan (Restoran), Perkantoran, Perniagaan, Apartemen, Perhotelan dan Asrama}

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik berdasarkan SK Gub Jawa Timur No.72 Tahun 2013

BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK VOLUME LIMBAH CAIR MAKSIMUM 120 Lt/(orang.hari)

Parameter Kadar Maksimum (Mg/L)

BOD5 30

COD 50

TSS 50

Minyak dan Lemak 10

 pH 6 - 9

Dalam pasal 2 dan pasal 4 di tegaskan bahwa baku mutu tersebut berlaku bagi:

 Semua kawasan permukiman (real estate), kawasan perkantoran, kawasan

 perniagaan, dan apartemen.

 Rumah makan (restauran) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi.  Asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih selain itu baku mutu

(17)

Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dan apabila baku mutu air limbah domestik daerah  belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah domestik secara nasional. Apabila

hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan atau kegiatan mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan  baku mutu air limbah domestik sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Amdal atau UKL dan

UPL.

Dalam Pasal 8 ditegaskan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib :

1. Melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan.

2. Membuat saluran pembuangan air limbah domestik tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan.

3. Membuat sarana pengambilan sample pada outlet unit pengolahan air limbah.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka dirancanglah IPAL komunal untuk pengolahan limbah domestik di Perumahan Rewwin ini. Pentingnya melakukan pengolahan air limbah domestik bukan hanya di perumahan tetapi di pemukiman kampung juga, tetapi pada kenyataanya jarang ada pemukiman yang melakukan pengolahan air buangan domestik. Adapun hanya beberapa daerah dan dalam skala kecil, seperti lingkup desa/kelurahan. Itupun  juga tergantung kebijakan daerah pemukiman setempat. Dengan perencanaan IPAL di  perumahan ini diharapkan masyarakat dapat lebih menjaga lingkungan hidup dan juga dapat

dijadikan contoh oleh daerah-daerah lain dalam merencanakan IPAL komunal.

2.7 Studi AMDAL kaitannya dengan Penanganan Air Limbah Domestik

Dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan bahwa setiap rencana kegiatan yang diperkirakan akan memiliki dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan AMDAL.

(18)

suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan  bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Dampak penting yang dimaksud ditentukan berdasarkan kriteria:

a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan

 b. Luas wilayah penyebaran dampak

c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung

d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak e. Sifat kumulatif dampak

f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau

g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, dalam bidang Pekerjaan Umum jenis kegiatan Air Limbah Domestik terdapat tiga kegiatan yang wajib Amdal yaitu :

1. Pembangunan Instalasi Pemgolahan Lumpur Tinja (IPLT), termasuk fasilitas

 penunjangnya dengan besaran luas≥ 2 ha dan kapasitas≥11 m3/hari, dengan alasan

ilmiah khusus bahwa besaran tersebut setara dengan layanan untuk 100.000 orang serta dampak potensial berupa bau, gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan baik dan gangguan visual.

2. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) limbah domestik termasuk

fasilitas penunjangnya dengan besaran/skala luas≥ 3 ha dan beban organik≥ 2,4

ton/hari. Adapun alasan ilmiahnya adalah kegiatan tersebut setara dengan layanan untuk 100.000 orang.

3. Pembangunan sistem p

erpipaan air limbah dengan luas layanan≥ 500 ha dan debit air

limbah≥ 16.000 m3/hari. Alasan ilmiahnya adalah kegiatan tersebut setara dengan

layanan 100.000 orang, setara dengan 20.000 unit sambungan air limbah dan dampak  potensial berupa gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian

atau nilai kompensasi.

Dalam merencanakan IPAL Perumahan Rewwin ini lebih baik dibuatkan AMDALnya, tetapi hal ini tidak wajib karena seperti ketetapan nomor 2, kegiatan wajib AMDAL melayani 100.000 orang sedangkan jumlah penduduk Rewwin hanya

(19)

20.150 jiwa. Tetapi untuk beberapa tahun kedepan jika ada perluasan lahan sehingga menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk, lebih baik dibuatkan AMDAL sekalian.

2.8 Pengendalian Pencemaran Air

Dalam PP 82 tahun 2001 pasal 31 disebutkan bahwa setiap orang wajib :

 Melestarikan kualitas air pada sumber air

 Mengendalikaan pencemaran air pada sumber air

Dan pada Pasal 32 ditegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dalam rangka  pengendalian pencemaran air sebagaimana diwajibkan diatas, maka setiap orang wajib mengambil langkah-langkah pencegahan pencemaran air yang diantaranya adalah sebagai  berikut:

1. Pengurangan pencemaran dari sumbernya merupakan langkah yang sangat efektif dalam pencegahan pencemaran air adalah pencegahan dari sumber-sumber timbulan limbah. Penerapan peraturan dan penetapan tata guna lahan yang tepat serta  pencegahan terjadinya erosi merupakan langkah kongkret dalam penurunan tingkat  pencemaran air permukaan akibat limpahan bahan padat dari daratan sepanjang sisi sungai atau sumber air permukaaan lainnya. Sedangkan di bidang industri kita mengenal teknologi produksi bersih yakni penerapan teknik dan manajemen yang menekan timbulnya limbah cair dengan cara penggunaan dan penggantian material  bahan produksi ke bahan yang memungkinkan produksi limbah sekecil mungkin, mengubah proses inti produksi maupun proses pendukung menjadi proses yang menggunakan teknologi atau cara yang mampu memperkecil timbulnya limbah, dan apabila limbah terlanjur dihasilkan maka langkah yang diambil adalah menggunakannya kembali (reuse), mendaur ulang limbah tersebut menjadi bahan material untuk kegiatan lain (recycle). Langkah pengurangan limbah dari sumbernya akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap timbulan/produksi air limbah.

2. Pengolahan Air Limbah

Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan secara optimal, maka air limbah yang terpaksa tetap dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum

(20)

kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan. Proses pengurangan kandungan zat pencemar ini dapat dilakukan melalui tahapan penguraian sebagaimana dijelaskan berikut ini:

a. Proses alamiah

Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang mengandung pencemar, alam sendiri memiliki kemampuan untuk memulihkan kondisinya sendiri atau yang

disebut “self purification”. Alam memiliki kandungan zat yang mampu mendegradasi

 pencemar dalam air limbah menjadi bahan yang lebih aman dan mampu diterima alam itu sendiri, diantaranya adalah mikroorganisme. Waktu yang diperlukan akan sangat tergantung dari tingkat pencemarannya yang otomatis berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Jika kepadatan penduduk meningkat maka pencemaran pun akan sangat mungkin meningkat sehingga proses alam untuk membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu yang sangat lama. Sehingga akhirnya akan terjadi penumpukan  beban limbah sampai dimana kemampuan alam untuk dapat melakukan pembersihan sendiri (self purification) jauh lebih rendah dibanding dengan jumlah pencemar yang harus didegradasi.

 b. Sistem Pengolahan Air Limbah

Jika kapasitas alam sudah tidak sebanding dengan beban pencemar, maka satu-satunya langkah yang harus ditempuh adalah dengan cara mengolah air limbah tersebut dengan rangkaian proses dan operasi yang mampu menurunkan dan mendegradasi kandungan  pencemar sehingga air limbah tersebut aman jika dibuang ke lingkungan. Untuk air

limbah yang berasal dari aktivitas domestik dimana kandungan zat organic merupakan zat yang paling dominan terkandung didalamnya, pengolahan yang dapat dilakukan dapat berupa teknologi yang sederhana dan murah seperti cubluk kembar sampai pada  pengolahan air limbah komunal menggunakan teknologi pengolahan yang mutakhir.

Berdasarkan uraian diatas, maka pengolahan air limbah sebelum dibuang ke badan air dianggap penting untuk mencegah terjadinya pencemaran air. Maka dari itu dibangun IPAL komunal untuk Perumahan Rewwin ini. Pengurangan pencemaran dari sumbernya juga dilakukan oleh masyarakat Rewwin yaitu dengan menggunakan air seefisien mungkin dan  juga menjaga kebersihan lingkungan sekitar serta sungainya. Penduduk disana sangat peduli

terhadap lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan pertemuan sebulan sekali untuk penyuluhan tentang lingkungan yang lebih baik dan asri, serta diadakannya kerja bakti seminggu sekali.

(21)

2.9 Pedoman penyusunan dan penerapan standar pelayanan minimal (SPM)

Pedoman penyusunan dan penerapan standar pelayanan minimal dalam membuang air limbah diatur dalam PP No.16 tahun 2005. Ada dua pasal yang mengatur, yaitu pasal 16 dan pasal 17. Adapun urainnya adalah sebagai berikut :

 Pasal 16:

1. Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan mengguna-kan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/resapan air  baku.

2. Sistem pembuangan air limbah setempat diperuntukkan bagi orang  perseorangan/rumah tangga.

3. Sistem pembuangan air limbah terpusat diperuntukkan bagi kawasan padat  penduduk dengan memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM

serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

 Pasal 17:

1. Hasil pengolahan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi bentuk cairan dan padatan.

2. Kualitas hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan standar baku mutu air  buangan dan baku mutu sumber air baku yang mencakup syarat fisik, kimia,

dan bakteriologi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali wajib diolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan.

4. Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib dilakukan secara rutin dan berkala sesuai dengan standar yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.

Berdasarkan uraian diatas ditegaskan bahwa tidak boleh membuang air limbah sebelum diolah terlebih dahulu karena akan mencemari air resapan / air baku sekitar.

(22)

Adapun setelah IPAL beroperasi, maka harus dilakukan evaluasi setidaknya 2 bulan sekali untuk memeriksa apakah IPAL masih beroperasi dengan baik dan effluen yang dihasilkan memenuhi baku mutu air limbah atau tidak.

2.10 Pedoman keselamatan dan kesehatan kerja dalam perencanaan di bidang sanitasi lingkungan (air limbah permukiman)

Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah oleh Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan (2011). Pedoman keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting dalam proses pembangunan IPAL dan ketika IPAL beroperasi karena menyangkut nyawa seseorang. Adapun pedoman tersebut terdiri dari :

1. Pelaksanaan K3 Bagi Pelaksana di IPAL

Pengelolaan air limbah harus menyertakan upaya perlindungan dan pemantauan kesehatandan keselamatan kerja bagi pelaksana IPAL, baik yang berhubungan langsung maupun tidaklangsung dengan air limbah secara menyeluruh dan terus menerus. Beberapa aspek Jaminan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja yang harusdipenuhi/dicakup agar pelaksana IPAL senantiasa sehat prima dan bekerja dengan baik, meliputi :

a. Kelengkapan peralatan K3 untuk digunakan saat bekerja, antara lain:

 Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja di IPAL dan laboratorium

swapantaulingkungan, antara lain : pakaian kerja, sarung tangan, earplug, masker, sepatu,kacamata pelindung, sarana cuci tangan.

 Tersedianya APAR.

 Pengawasan penerapan ergonomi saat bekerja di IPAL.

 Tersedianya alat pengangkat dan pengangkut untuk mengangkat dan

mengangkut mesin-mesin dan benda-benda berat.

 Tersedianya Prosedur Tetap (Protap) / Standar Operational Procedure

(SOP) dalam bekerja dan mengoperasikan peralatan.

 b. Jaminan kesehatan bagi pelaksana, antara lain:

 Pemberian extrafooding bagi pelaksana IPAL

 Pemeriksaan kesehatan bagi operator IPAL secara berkala minimal 1 tahun

terhadap darah, HBsAg, telinga, kulit, saluran pernafasan, sistem  pencernaan dan lain-lain.

(23)

 Pemberian imunisasi bagi petugas operator, khususnya imunisasi hepatitis.

2. Sistem Tanggap Darurat IPAL

Pengoperasian dan pemeliharaan IPAL dapatmenyebabkan resiko baik berupa kecelakaan kerja, kesehatan kerja dan resiko kerugian ekonomi.Hal ini disebabkan dalam  pengoperasian dan pemeliharaan IPAL akan melakukan tindakan kerja,menggunakan bahan  berbahaya daan beracun seperti minyak, bahan kimia dll. Untuk itu, padabangunan dan area lokasi IPAL serta menejemen pengelolaannya perlu dilengkapi dengan sistemtanggap darutat yang berguna untuk meminimalisir resiko yang timbul.Sistem tanggap darurat yang perlu dilengkapi meliputi :

a. Sistem keamanan fasilitas

Untuk memenuhi sistem keamanan fasilitas ini, maka IPAL perlu : - Memiliki sistem penjagaan 24 jam.

- Mempunyai pagar pengaman atau penghalang lain yang memadai. - Mempunyai tanda (sign-sign) yang mudah terlihat dari jarak 10 meter. - Mempunyai penerangan yang memadai disekitar lokasi.

 b. Sistem pencegahan terhadap kebakaran

Kebakaran pada pengoperasian IPAL sering kali terjadi disebabkan oleh konslet arus listrik akibat pemilihan instalasi yang tidak berkualitas, kerusakan akibat gigitan tikus, tumpahan bahan bakar dll. Untuk itu, dalam bangunan IPAL perlu :

- Memasang sistem arde (Electronic-Spark Grounding). - Memasang tanda peringatan dari jarak 10 meter.

- Memasang peralatan pendeteksi bahaya kebakaran outomatis selama 24 jam : Alat deteksi peka asap (smoke sensing alarm), Alat deteksi peka panas (heat sensing alarm).

- Tersedia alat pemadam kebakaran.

- Jarak antara bangunan yang memadai bagi kendaran pemadam kebakaran. c. Sistem pencegahan tumpahan bahan kimia

Pengoperasian IPAL menggunakan bahan kimia yang bersifat dapat mudah terbakar,reaktif dan korosif. Untuk itu terhadap bahan kimia tersebut perlu dilakukan sebagaiberikut :

- Harus mempunyai rencana, dokumen dan petunjuk teknis operasi (Material SafetyData Sheet) pencegahan tumpahan bahan kimia IPAL seperti kaporit

(24)

- Pengawasan harus dapat mengidentifikasi setiap kelainan yang terjadi, seperti :kerusakan, kelalaian operator, kebocoran, tumpahan dll.

- Penggunaan bahan penyerap yang sesuai :Absorben (serbuk gergaji dll), Air bersih untuk cucian dll.

 Sistem penanggulangan keadaan darurat

Kejadian darurat dalam pengoperasian dan pemeliharaan IPAL terjadi secara tiba-tiba.Untuk itu, maka guna mencegah dan meminimalisir dampak yang terjadi, perlu dilakukanhal-hal sbb :

- Ada Petugas (koordinator) penaggulangan keadaan darurat IPAL.

- Jaringan komunikasi atau pemberitahuan kepada : Tim penanggulangan keadaan darurat RS ( Pos Satpam), Dinas pemadam kebakaran setempat, Pelayanan kesehatan darurat (IGD).

- Memiliki prosedur evakuasi.

- Mempunyai peralatan penaggulangan kedaann darurat.

 Sistem pengujian peralatan

Pengoperasian peralatan mekanikal dan elekrikal IPAL akan menghadapi gangguansistem akibat kerusakan peralatan yang tidak terkontrol pemeliharaannya. Untuk ituperlu dilakukan upaya sbb :

- Semua alat pengukur, peralatan operasi pengolahan dan perlengkapan  pendukungoperasi harus diuji minimum sekali dalam setahun.

- Hasil pengujian harus dituangkan dalam berita acara.

 Pelatihan karyawan

Reaksi cepat dan tepat perlu diterapkan dalam pengoperasian IPAL guna untukmencegah dan mengendalikan dampak akibat keadaan darurat IPAL. Peran operatordalam kondisi ini akan menempati posisi strategis. Untuk itu, maka terhadap operator IPAL perlu dibekali  pengetahuan melalui pelatihan sbb :

- Pelatihan dasar : seperti pengenalan limbah, peralatan pelindung, keadaan darurat,prosedur inspeksi, P3K, K3 dan peraturan perundangan limbah B3.

- Pelatihan khusus : seperti pemeliharaan peralatan, pengoperasian alat  pengolahan,laboratorium lingkungan , dokumentasi dan pelaporan.

Berdasarkan uraian diatas, pentingnya K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) memang menjadi syarat penting pada semua pekerjaan, termasuk dalam pembangunan IPAL

(25)

komunal ini. Jika yang bekerja adalah tenaga manusia maka harus dihargai dengan memberikan fasilitas APD untuk keamanan mereka. Jika yang bekerja adalah mesin maka harus dirawat dan dikontrol setiap hari barangkali ada kerusakan/alat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Membangun IPAL merupakan proyek yang besar, dan untuk IPAL komunal Rewwin ini pihak penyelenggara bekerja sama dengan pihak asuransi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerjanya. Pekerja yang bekerja disini juga harus memiliki kemampuan khusus sesuai bidang yang diperuntukkan dalam proyek ini. Beberapa  bidang ahli dibutuhkan untuk membangun IPAL ini.

2.11 Peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan profesi konsultan perencana

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultasi, Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware). Sedangkan pada pasal 5 , Untuk pekerjaan konstruksi yang bernilai diatas Rp 100.000.000.000(seratus milyar rupiah) dan jasa konsultansi yang bernilai diatas Rp10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) setelah Rencana Perkiraan Biayayang disusun mendapat persetujuan dari Pejabat Eselon I.

Untuk proyek pembangunan IPAL komunal di Perumahan Rewwin ini membutuhkan  biaya yang cukup besar. Dan juga membutuhkan pihak konsultan dalam perencanaan desain IPAL serta kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan membangun. Sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama agar IPAL ini dapat dioperasikan dengan sempurna.

Tugas-tugas Jasa Konstruksi dan Konsultan Perencana

Konsultan Perencana, Pelaksana Konstruksi dan Konsultan Pengawas adalah komponen yg saling melengkapi untuk keberhasilan pekerjaan. Jika Perencana juga menjadi Pengawas tentu akan mengurangi kelengkapan unsur komponen, mengurangi fungsi saling kontrol, dan ada kemungkinan menutup mata terhadap kesalahan perencanaan yg mestinya  bisa diperbaiki dalah tahap pelaksanaan. Selain itu, sebenarnya Konsultan Perencana juga

memiliki tugas pengawasan yaitu Pengawasan Berkala sebagaimana diatur dalam Permen PU  No. 43. Dengan adanya pemisahan tdk terjadi tumpang tindih dalam tugas pengawasan.

(26)

1. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi;

2. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan  perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing  beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik

lain;

3. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau  pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;

4. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi;

5. Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;

6. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa; 7. Forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara

masyarakat jasa konstruksi dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri;

8. Registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat;

9. Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan  bangunan atau bentuk fisik lain;

10. Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang

(27)

mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil  perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain;

11. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

Dalam membangun proyek besar dibutuhkan beberapa ahli. Seperti dalam membangun IPAL komunal ini beberapa yang dibutuhkan yaitu : ahli lingkungan, ahli sipil, ahli ekonomi, ahli sosial, ahli manajemen, ahli konstruksi, ahli bangunan, arsitek, dll. Karena  proyek ini sifatnya luas dan dibutuhkan keahlian pada masing-masing bidang. Seperti uraian

diatas, dalam membangun sebuah proyek ada 2 pihak, yaitu pengguna jasa dimana pihak ini adalah pihak penangguna jasa Desa Candipari kecamatan Porong Kabupaten Gresik, kemudian pihak penyedia jasa yaitu yang menyediakan jasa sesuai dengan kemampuannya dimana terdiri dari konsultan dan kontraktor.

(28)

BAB III DASAR TEORI

3.1 Identifikasi Air Buangan

Air buangan biasa dinamakan air limbah atau sludge bahan buangan dari suatu lingkungan masyrakat dimana terdapat kontaminan di dalamnya yang merupakan substansi organik dan anorganik original. Air buangan ini berasal dari sumber domestik, industri, air hujan atau infiltrasi ground water.

Air limbah yang masih baru berupa cairan keruh dan berbau tanah tetapi tidak terlalu merangsang. Bahan buangan ini mengandung padatan terapung dan tersuspensi serta polutan dalam bentuk larutan. Selain tidak sedap dipandang, air buangan ini sangat berbahaya terutama karena jumlah organisme patogen yang dikandungnya. Karena itu air limbah perlu mendapat penanganan khusus dalam pengolahannya sebelum dikembalikan ke badan air. Adapun komposisi air limbah dapat dideskripsikan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Komposisi Air Limbah

Bahan buangan biasanya diolah dengan memasukkan oksigen di dalamnya sehingga  bakteri dapat memanfaatkan bahan buangan ini sebagai makanan. Reaksi yang terjadi adalah

sebagai berikut :

Hal penting yang perlu diperhatikan untuk dijadikan acuan dalam disain operasi  bangunan pengolah air buangan adalah :

(29)

a. Zat padat atau solid, terutama zat padat tersuspensi,  b. Material organik (biodegradable),

c.  Nutrien (nitrogen dan phosphor), d. Patogen,

e. Mikropolutan, terutama logam berat, dissolved solid atau zat padat terlarut.

Dalam air buangan, diasumsikan telah melewati proses penyaringan (screening). Berdasarkan ukurannya, zat padat diklasifikasikan sebagai :

a. Zat padat tersuspensi (suspended solid),  b. Zat padat terlarut (dissolved solid),

c. Koloid.

Pemisahan solid pada wastewater sering mengalami kesulitan , sehingga fraksi dissolved diturunkan dengan mekanisme tertentu.

Parameter-parameter dalam air buangan adalah : a. Konduktivitas

Electrical Conductivity biasanya digunakan sebagai parameter kuantitas TDS (Total Dissolved solid) pada sampel.

 b. Temperatur

Temperatur sangat berpengaruh terhadap kondisi air limbah, semakin tinggi temperatur maka kelarutan gas menurun, reaksi kimia meningkat dan pertumbuhan mikroorganisme  berubah. Misalnya pada daerah tropis bakteri anaerobik tumbuh pada temperatur 20 -25 °C, di

luar range tersebut pertumbuhan mikroorganisme tersebut akan terganggu. c. Bau dan Warna

Bau biasanya dihasilkan dari hidrolisis dan degradasi secara aerobik maupun anaerobik dari zat organik yang menghasilkan NH3. Bau dapat dikurangi dengan aerasi secara

intensifseperti strpping dari senyawa volatile dan oksidasi dari senyawa biodegradable serta dapat juga dengan penutupan treatment plant. Warna merupakan hasil produk degradasi air  buangan. Pemisahan warna sangat sulit dan perlu biaya tinggi. Bau dan warna ini adalah indikasi awal dari spesifik air limbah. Padatan dalam air limbah yang menduduki komposisi terbesar adalah material organik (70%).

(30)

Tabel 3.1 Komposisi Material Organik pada Air Limbah KATEGORI KOMPOSISI Karbohidrat C, H, O Lemak C, H, O, N Protein C, H, O, N, S, P Urea C, H, O, N

Sebagai parameter material organik adalah : a. ThOD (Theoritical Oxygen Demand)

Biasanya digunakan bila senyawa organiknya diketahui dan dapat dihitung bila  persamaan reaksi diketahui. Karena air limbah komposisinya sangat kompleks di alam maka

ThOD tidak dapat dihitung. Tetapi dalam praktiknya dapat digunakan COD.  b. COD (Chemical Oxygen Demand)

Jumlah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk oksidasi material organik, yang didapat dengan mengoksidasi limbah dengan larutan asam dikromat yang mendidih(Cr2O72-). Jumlah COD biasanya lebih besar dari BOD.

c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Parameter ini menunjukkan kebutuhan oksigen untuk pengoksidasian limbah oleh  bakteri. Limbah yang teroksidasi hanya limbah yang biodegradable saja.

Hubungan antara ketiga parameter tersebut adalah : ThOD>COD>BOD

Melihat kandungan air limbah yang begitu kompleks dan dapat menimbulkan dampak yang buruk pada masyarakat, maka disain bangunan pengolah air buangan harus benar-benar menghasilkan efluen yang aman bagi lingkungan.

(31)

3.2 Pengelolaan Air Limbah

Dalam Pengelolaan air limbah ada tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu : 1. Pengumpulan

Pengumpulan air limbah rumah tangga sebaiknya dilakukan dengan sistem pengaliran air dalam pipa sepenuhnya . Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan mempermudah pengumpulan.

2. Pengolahan

Pengolahan terutama dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah dan untuk menjamin agar sesuai untuk setiap proses penggunaan ulang yang dipilih untuknya.Pengolahan air limbah adalah suatu kombinasi dari proses fisik,  biologis, dan kimiawi. Kriteria penyelenggaraan sistem pengolahan air limbah adalah :

a. Kesehatan

Organisme patogen tidak boleh tersebar baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses pengolahan memiliki derajat pengolahan yang tinggi.

 b. Penggunaan ulang

Proses pengolahan harus memberikan hasil yang aman untuk penggunaan ulang (aquaculture dan pertanian).

c. Ekologis

Pembuangan air limbah ke dalam air permukaan tidak boleh melebihi kapasitas  pembersihan diri dari badan air penerima.

d. Gangguan

Bau yang ditimbulkan harus berada di bawah ambang batas. e. Kebudayaan

Metoda yang dipilih untuk pengumpulan, pengolahan, dan penggunaan ulang harus sesuai dengan kebiasaan dan keadaan sosial setempat.

f. Biaya

(32)

3. Penggunaan Ulang Air Limbah

Kelangkaan akan air yang umum terjadi di daerah tropis dan subtropis serta tingginya  biaya untuk membangun sistem penyediaan air yang baru merupakan dua faktor utama yang

mendorong bertambahnya kebutuhan untuk mengkonversi sumber-sumber air dengan  penggunaan ulang efluen atau dengan reklamasi efluen untuk menghasilkan air yang dapat

dipakai untuk distribusi, misalnya air pendingin. Penggunaan ulang air buangan segar maupun sudah terolah untuk irigasi telah dipakai secara meluas selama bertahun-tahun. Untuk masa sekarang, perhatian ditujukan pada aquaculture dan penggunaan ulang efluen untuk keperluan kota dan industri.

3.3 Pengolahan Air Limbah secara Biologis

Masalah air limbah di Indonesia baik limbah domestik maupun air limbah industri sampai saat ini masih menjadi masalah yang serius. Di dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian  besar menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan organik

tersebut. Proses pengolahan air limbah dengan aktifitas mikro-organisme biasa disebut

dengan “Proses Biologis”.

Proses pengolahan air limbah secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan  beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk  pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Pengolahan air limbah secara  biologis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi ( suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat ( attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam.

Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi didalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.

(33)

Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikroorganisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating biological contactor, RBC ), contact  aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya (Nusa Idaman Said, 2013).

Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikroorganisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi. Salah satu contoh proses  pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi

( stabilization pond ). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi. Secara garis besar klasifikasi proses  pengolahan air limbah secara biologis dapat dilihat pada skema dibawah ini.

(34)

3.4 Pengolahan Air Limbah menggunakan Sistem Oxidation Ditch

Gambar 3.3 Sistem Parit Oksidasi (Oxidation Ditch)

Oxidation Ditch System / Sistem oksidasi parit terdiri dari bak aerasi berupa parit atau saluran yang berbentuk oval yang dilengkapi satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran atau parit tersebut menerima limbah yang telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik mendekati 24 jam.

Proses ini umumnya digunakan untuk pengolahan air limbah domestik untuk komunitas yang relatif kecil dan memerlukan luas lahan yang cukup besar. Berikut merupakan gambar sistem oksidasi parit.

3.5 Lumpur Aktif

Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Oleh karena itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu memberikan kondisi yang optimum bagi mikroorganisme sehingga mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan polutan organik biodegradable secara optimum. Guna mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan  produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup, cukup waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi medium yang sesuai. Tahap terakhir adalah pengolahan tersier untuk mengurangi/menghilangkan konsentrasi BOD, TSS, dan nutrient. Proses pengolahan tersier yang dapat diterapkan antara lain adalah filtrasi pasir, eliminasi nitrogen (nitrifikasi dan denitrifikasi), dan eliminasi fosfor (secara kimia maupun  biologis) (Departemen Perindustrian, 2007).

(35)

Menurut Departemen Perindustrian (2007), beberapa sistem pengolahan limbah cair meliputi: sistem lumpur aktif, sistem trikling filter , sistem RBC (Rotating Biolocal Disk), sistem SBR (Sequencing Batch Reactor), kolam oksidasi, sistem UASB, dan septik tank.

 Sistem LumpurAktif 

Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif, limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga  berfungsi sebagai sarana pengadukan suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam li mbah cair

kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi, dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah. Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor dan air yang telah terolah dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor konstan (MLSS = 3 - 5 gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 3.4 Proses Lumpur Aktif (Sumber: Departemen Perindustrian, 2007)

Pada semua sistem lumpur aktif, pengadukan memegang peranan yang penting dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan organik, oksigen, dan mencegah pengendapan lumpur aktif. Penyisihan bahan organik pada sistem ini bisa mencapai 85

 – 

 95% (Gonzales, 1996). Menurut (Metcalf dan Eddy, 1991), dalam bioreaktor, mikroorganisme mendegradasi bahan-bahan organik dengan persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini:

a. Proses Oksidasi dan Sintesis:

 bakteri

CHONS + O2 +Nutrien CO2 + NH3 + C5H7 NO2 + sel  bakteri baru

 b. Proses Respirasi Endogenus:

Bioreaktor Influen

Tangki sedimentasi Fluen

(36)

Meski memiliki presentase keberhasilan yang tinggi, pengolahan menggunakan Meski memiliki presentase keberhasilan yang tinggi, pengolahan menggunakan lumpur aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor krusial yang jika tidak diperhatikan akan lumpur aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor krusial yang jika tidak diperhatikan akan mengakibatkan kegagalan. Berdasarkan berbagai penelitian telah banyak dilakukan, dapat mengakibatkan kegagalan. Berdasarkan berbagai penelitian telah banyak dilakukan, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi optimalnya sistem lumpur aktif antara diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi optimalnya sistem lumpur aktif antara lain

lain kelarutan kelarutan oksigen oksigen (DO), (DO), rasiorasio  Food/Microorganism Food/Microorganism (rasio F/M), serta interaksi(rasio F/M), serta interaksi kandungan mineral dan lumpur dalam pengendapan lumpur (Argaman, 1981; Casey dkk., kandungan mineral dan lumpur dalam pengendapan lumpur (Argaman, 1981; Casey dkk., 1992; Piirtola dkk., 1999). Pohan (2008) menambahkan, proses ini juga sangat peka 1992; Piirtola dkk., 1999). Pohan (2008) menambahkan, proses ini juga sangat peka terhadap faktor suhu, pH, dan zat-zat inhibitor terutama zat

terhadap faktor suhu, pH, dan zat-zat inhibitor terutama zat -zatberacun.-zatberacun.

Kelebihan dari sistem lumpur aktif adalah dapat diterapkan untuk hampir semua Kelebihan dari sistem lumpur aktif adalah dapat diterapkan untuk hampir semua  jenis

 jenis limbah limbah cair, cair, baik baik untuk untuk oksidasi oksidasi karbon, karbon, nitrifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi, denitrifikasi, maupun maupun eliminasieliminasi fosfor secara biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh dalam pengolahan limbah cair fosfor secara biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh dalam pengolahan limbah cair dengan sistem ini kemungkinan adalah besarnya biaya investasi maupun biaya operasi dengan sistem ini kemungkinan adalah besarnya biaya investasi maupun biaya operasi karena sistem ini memerlukan peralatan mekanis seperti pompa dan

karena sistem ini memerlukan peralatan mekanis seperti pompa dan blower blower . Biaya operasi. Biaya operasi umumnya berkaitan dengan pemakaian energi listrik.

umumnya berkaitan dengan pemakaian energi listrik.

Prinsip dasar proses pengolahan secara lumpur aktif adalah pemutusan molekul Prinsip dasar proses pengolahan secara lumpur aktif adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana dengan memanfaatkan populasi mikroorganisme kompleks menjadi molekul sederhana dengan memanfaatkan populasi mikroorganisme aerobik yang mampu merombak senyawa organik (molekul kompleks) menjadi gas CO aerobik yang mampu merombak senyawa organik (molekul kompleks) menjadi gas CO 2,2, H

H22O, dan O, dan sel biomassa baru sel biomassa baru (molekul sederhana) (molekul sederhana) (Pohan, 200(Pohan, 2008; Klopping 8; Klopping dkk., 199dkk., 1995;5; Herlambang dan Wahjono, 1999). Pemutusan rantai senyawa organik kompleks yang Herlambang dan Wahjono, 1999). Pemutusan rantai senyawa organik kompleks yang terkandung dalam air limbah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana akan terkandung dalam air limbah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana akan meningkatkan proses biodegradasi aerobik dalam sistem lumpur aktif (Damasceno meningkatkan proses biodegradasi aerobik dalam sistem lumpur aktif (Damasceno dkk.,2008).

dkk.,2008).

Seperti mikroorganisme pada umumnya, mikroorganisme dalam lumpur aktif Seperti mikroorganisme pada umumnya, mikroorganisme dalam lumpur aktif memerlukan sumber nutrisi seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur, dan unsur-unsur mikro memerlukan sumber nutrisi seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur, dan unsur-unsur mikro lainnya yang digunakan dalam proses metabolisme. Semua nutrisi yang dibutuhkan tersebut lainnya yang digunakan dalam proses metabolisme. Semua nutrisi yang dibutuhkan tersebut dapat diperoleh dari limbah cair (Buchari dkk., 2001). Mikroorganisme yang umumnya dapat diperoleh dari limbah cair (Buchari dkk., 2001). Mikroorganisme yang umumnya digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa (Pohan, 2008). digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa (Pohan, 2008). Pertumbuhan mikroo

Pertumbuhan mikroorganisme dapat rganisme dapat membentukgumpalan membentukgumpalan massa yang dapat massa yang dapat dipertahankandipertahankan dalam suspense bila lumpur aktif diaduk. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan dalam suspense bila lumpur aktif diaduk. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan mempertimbangkan sifat mikroorganisme perlu diperhatikan kondisi agar mikroorgansime mempertimbangkan sifat mikroorganisme perlu diperhatikan kondisi agar mikroorgansime dapat berkembang dengan baik sesuai

dapat berkembang dengan baik sesuai dengan lingkungannya (Buchari dkk., 2001).dengan lingkungannya (Buchari dkk., 2001). Bakteri merupakan kom

(37)

 jenis bakteri hidup dalam

 jenis bakteri hidup dalam sistem lumpur aktif. Bakterisistem lumpur aktif. Bakteri-bakteri tersebut mendegradasi bahan--bakteri tersebut mendegradasi bahan- bahan

 bahan organik organik dan dan mentransformasi mentransformasi nutrien. nutrien. Jenis Jenis umum umum yang yang sering sering ditemukan ditemukan dalamdalam lumpur aktif adalah

lumpur aktif adalah  Zooglea,  Zooglea, Pseudomonas, Pseudomonas, Flavobacterium, Flavobacterium, Alkaligenes, Alkaligenes, Bacillus,Bacillus,  Achromobacter,

 Achromobacter, Corynebacterium, Corynebacterium, Comomonas, Comomonas, BrevibacteriumBrevibacterium, dan, dan  Acenetobactes Acenetobactes  juga juga Sphaerotillus

Sphaerotillus, seperti, seperti Beggiatoa Beggiatoa, dan, dan VitreoscillaVitreoscilla (Sutapa,1999).(Sutapa,1999).

Menurut Metcalf dan Eddy (2003), mikroorganisme ditemukan dalam jumlah yang Menurut Metcalf dan Eddy (2003), mikroorganisme ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi hampir dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi sangat bervariasi hampir dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 sel/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan 108 sel/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses-proses kehidupan baik itu tumbuh, bermetabolisme, dan mampu melakukan proses-proses kehidupan baik itu tumbuh, bermetabolisme, dan  bereproduksi. Dalam siklus hidupny

 bereproduksi. Dalam siklus hidupnya, mikroorganisme mengalami 4 fase kehidupan, yaitu:a, mikroorganisme mengalami 4 fase kehidupan, yaitu: 1.

1. Fase LagFase Lag

Merupakan fase adaptasi bagi mikroorganisme untuk menyesuaikan diri dengan Merupakan fase adaptasi bagi mikroorganisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Biasanya fase ini terjadi pada bak

lingkungan yang baru. Biasanya fase ini terjadi pada bak equalisasi.equalisasi. 2.

2. Fase PertumbuhanFase Pertumbuhan

Dalam fase ini mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara eksponensial Dalam fase ini mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara eksponensial apabila fase lag dapat dilalui dengan berhasil. Fase pertumbuhan ini terjadi pada apabila fase lag dapat dilalui dengan berhasil. Fase pertumbuhan ini terjadi pada  bak aerasi.

 bak aerasi. 3.

3. Fase StasionerFase Stasioner

Pada fase ini mikroorganisme tidak mengalami perkembangbiakkan karena Pada fase ini mikroorganisme tidak mengalami perkembangbiakkan karena  persediaan

 persediaan nutrien nutrien sudah sudah hampihampir r habis habis digunakan pada digunakan pada fase fase pertumbuhan. pertumbuhan. FaseFase ini

ini terjadi terjadi pada pada tangkiaerasi.tangkiaerasi. 4.

4. Fase KematianFase Kematian

Setelah nutrien benar-benar habis, mikroorganisme akan mengoksidasi diri Setelah nutrien benar-benar habis, mikroorganisme akan mengoksidasi diri sendiri dan tidak menghasilkan sel baru dan akhirnya mikroorganisme tersebut sendiri dan tidak menghasilkan sel baru dan akhirnya mikroorganisme tersebut mati. Fase

Gambar

Tabel 3.1 Komposisi Material Organik pada Air Limbah KATEGORI  KOMPOSISI Karbohidrat  C, H, O Lemak  C, H, O, N Protein  C, H, O, N, S, P Urea  C, H, O, N
Gambar 3.2 Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Aerobik
Gambar 3.3 Sistem Parit Oksidasi (Oxidation Ditch)
Gambar 3.4  Proses Lumpur Aktif (Sumber: Departemen Perindustrian, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media

organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya