• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Pasien Pengguna Jamkesmas Dalam Pelayanan Kesehatan Di Rsud Dr. Rm. Djoelham Binjai Terkait Berlakunya Bpjs Di Bidang Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Bagi Pasien Pengguna Jamkesmas Dalam Pelayanan Kesehatan Di Rsud Dr. Rm. Djoelham Binjai Terkait Berlakunya Bpjs Di Bidang Kesehatan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN PENGGUNA JAMKESMAS DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA

TERKAIT BERLAKUNYA BPJS DI BIDANG KESEHATAN. A. Hubungan Dokter, Pasien Dan Rumah Sakit

Dahulu dokter sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dianggap tahu

segalanya oleh pasien. Sehingga melahirkan hubungan paternalistic antara dokter

dengan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan. Pola hubungan

paternalistic ini identik dengan pola hubungan vertical dimana kedudukan atau

posisi antara pemberi jasa pelayanan kesehatan dan penerima jasa pelayanan

kesehatan tidak sederajat.44 Hubungan ini timbul karena pasien mencari

pertolongan untuk penyembuhan penyakitnya, dalam hal ini dokter atau rumah

sakit. Hal ini mengakibatkan bahwa akibat hubungan pemberian pertolongan ini

mempunyai ciri-ciri khas. Karena pasien berada dalam suatu posisi yang lemah

dan tergantung kepada dokternya. Seorang dokter mempunyai kedudukan yang

lebih kuat, yaitu profesi yang diharapkan dapat menghilangkan penyakit pasien.

Setiap orang bisa menjadi pasien termasuk kita semua dan termasuk dokter juga.

Namun dokter sebagai profesi mempunyai tugas untuk menyembuhkan penyakit

pasiennya.45

Dengan berkembang pesatnya sarana informasi melalui media massa dan

media elektronik, kerahasiaan profesi dokter mulai terbuka, sementara itu

ketidaktahuan pasien terhadap kesehatan mengalami perubahan kearah

masyarakat yang terdidik dalam bidang kesehatan. Semakin meningkatnya

44

Anny isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter Buku I,(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), Hal. 389.

45

(2)

kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap tanggung jawab atas

kesehatannya sendiri, mengakibatkan pergeseran paradigma yang berlaku dari

kepercayaan yang semula tertuju kepada kemampuan sang dokter secara pribadi

sekarang tergeser kearah kemampuan ilmu dari sang pengobat. Dari sinilah timbul

kesadaran masyarakat untuk menuntut adanya hubungan seimbang antara dokter

sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan pasien sebagai pihak penerima

jasa pelayanan kesehatan, dimana pasien tidak lagi sepenuhnya pasrah kepada

dokter.46

Perkembangan hubungan antara dokter dan pasien oleh Dassen

digambarkan sebagai berikut :47

a. Pasien pergi kedokter karena ada merasa sesuatu yang membahayakan

kesehatannya, sehingga memerlukan pertolongan dokter sebagai pribadi yang

mempunyai kelebihan karena kemampuan mengobati yang dimilikinya. Dari

sudut pandang pasien yang menyerahan nasibnya kepada dokter, dokter dianggap

mempunyai peranan yang lebih penting dan kedudukan lebih tinggi dari pasien.

b. Pasien pergi ke dokter karena mengetahui dirinya sakit dan dokter mampu

menyembuhkannya. Pasien mulai menyadari haknya terhadap pelayanan

kesehatan yang merupakan kewajiban dokter terhadap dirinya, menganggap

kedudukannya sama dengan dokter, tetapi pasien tetap menyadari bahwa peranan

dokter lebih penting dari dirinya.

c. Pasien pergi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang intensif dan

mengobati penyakityang biasanya diperintahkan oleh pihak ketiga (pihak

asuransi).

46

Anny isfandyarie, Op. Cit, Hal. 90 47

(3)

Beberapa ahli yang telah melakukan penelitian tentang hubungan dokter

dan pasien baik dibidang medis, maupun sosiologis dan antropologis, antara lain

antara Russel, Freidson & Darsky, Schwarz & Kart, Kisch & Reeder, serta Szasz

& Hollender.48

a. Russel menyatakan bahwa hubungan antara dokter dan pasien lebih

merupakan hubungan antara pihak yang memiliki wewenang (dokter) sebagai

pihak yang aktif, dengan pasien yang menjalankan peran ketergantungan sebagai

pihak yang pasif dan lemah.

b. Freidson dan Darsky menyebutkan bahwa hubungan antara dokter dan pasien

merupakan pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter terhadap pasiennya.

c. Schwarz dan Kart mengungkapkan adanya pengaruh jenis praktik dokter

terhadap perimbangan kekuasaan antara pasien dengan dokter dalam hubungan

pelayanan kesehatan. Dalam praktik dokter umum, kendali ada pada pasien karena

kedatangan pasien sangat diharapkan oleh dokter umum. Hal ini berarti bahwa

hubungan pasien dengan dokter umum lebih seimbang.

d. Kisch dan Reeder meneliti seberapa jauh pasien dapat memegan kendali

hubungan dan menilai penampilan serta mutu pelayanan medis yang diberikan

oleh dokter kepada pasien. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi peran pasien dalam hubungan pelayanan medis antara lain

jenis praktik dokter, atau dokter dalam suatu lembaga kedokteran. Masing-masing

kedudukan tersebut merupakan variable yang diperlukan dapat memberikan

dampak terhadap mutu pelayanan medis yang diterimanya.

48

(4)

e. Szasz dan Hollender mengemukakan tiga jenis hubungan antara dokter dan

pasien yaitu hubungan antara orang tua dengan anak, hubungan orang tua dengan

remaja, dan hubungan antar orang dewasa.

Menurut Thiroux hubungan pasien dan dokter terbagi dalam tiga sudut

pandang, yaitu :49

a. Pandangan paternalisme, yaitu menghendaki dokter untuk berperan sebagai

orang tua terhadap pasien atau keluarganya. Dalam pandangan ini, segala

keputusan tentang pengobatan dan perawatan berada dalam tangan dokter sebagai

pihak yang mempunyao pengetahuan tentang pengobatan, sementara pasien

dianggap tidak mempunyai pengetahuan sama sekali dibidang pengobatan.

Informasi yang dapat diberikan kepada pasien seluruhnya merupakan kewenangan

dokter dan asisten professionalnya, pasien tidak boleh ikut campur di dalam

pengobatan yang dianjurkannya.

b. Pandangan individualisme, beranggapan bahwa pasien mempunyai hak

mutlak atas tubuh dan nyawanya sendiri. Oleh karena itu semua keputusan tentang

pengobatan dan perawatan sepenuhnya berada di tangan pasien yang mempunyai

hak atas dirinya sendiri.

c. Pandangan reciprocal dan collegial, yang mengelompokkan pasien dan

keluarganya sebagai inti dalam kelompok, sedangkan dokter, perawat dan para

professional kesehatan lainnya harus bekerja sama untuk melakukan yang terbaik

bagi pasien dan keluarganya. Hak pasien atas tubuh dan nyawanya tidak

dipandang sebagai hak yang mutlak menjadi kewenangan pasien, tetapi dokter

dan staf medis lainya harus memandang tubuh dan nyawa pasien sebagai prioritas

49

(5)

utama yang nebhadi tujuan pelayanan kesehatan yang dilakukannya. Oleh karena

itu pasien harys dijelaskan tentang prosedur yang akan diterimanya dan diberikan

hak untuk memilih altenatif pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya yang

dikenal sebagai ’Informed Consent”. Keputusan yang diambil dalam perawatan

dan pengobatan harus bersifat reciprocal yang artinya bersifat member dan

menerima, dan collegial yang berarti pendekatan yang dilakikan merupakan

pendekatan kelompok atau tim yang setiap anggotanya mempunyai masukan dan

tujuan yang sama.

Dalam pelayanan medis pasien dikenal sebagai penerima jasa pelayanan

kesehatan dan pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam

bidang perawatan kesehatan. Dari bidang sosiologis dapat dikatakan bahwa pasien

maupun tenaga kesehatan memainkan peranan tertentu dalam masyarakat. Dalam

hubungan dengan tenaga kesehatan misalnya dokter, tenaga kesehatan

mempunyai posisi yang dominan apabila dibandingkan dengan kedudukan pasien

dalam bidang kesehatan. Pasien dalam hal ini dituntut untuk mengikuti nasehat

dari tenaga kesehatan, dengan demikian pasien senantiasa harus percaya pada

kemampuan dokter tempat ia menyerahkan nasibnya. Pasien sebagai konsumen

dalam hal ini merasa dirinya bergantung dan aman apabila tenaga kesehatan

berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya.50

Pasien sebagai konsumen jasa dibidang pelayanan medis, dengan melihat

perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, resiko yang dihadapi

semakin tinggi. Oleh karena itu dalam hubungan antara tenaga kesehatan dengan

pasien terdapat kesederajatan. Di samping dokter, maka pasien juga memerlukan

50

(6)

perlindungan hukum yang proposional yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.51

Hubungannya dengan rumah sakit, para tenaga pemberi pelayanan

kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, dokter gigi, dan lain sebagainya yang

bekerja di bidang pelayanan kesehatan itu berada didalam hubungan pekerjaan

dengan rumah sakit sebagai tempat untuk menyelenggarakan tugas profesinya.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit berawal dari hubungan dasar antara dokter

dan pasien dalam bentuk transaksi terapeutik. Transaksi terapeutik sebagai suatu

transaksi mengikat dokter dan pasien sebagai para pihak dalam transaksi tersebut

untuk mematuhi dan memenuhi apa yang telah di perjanjikan, yaitu dokter

mengupayakan penyembuhan pasien melalui pencarian terapi yang paling tepat

berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sedangkan

pasien berkewajiban menyampaikan secara jujur apa yang dikeluhkannya afar Dengan semakin mengikatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan,

yang antara lain disebabkan karena meningkatnya pendidikan, kesadaran

masyarakat antara lain akan kebutuhan kesehatan, maka akan meningkat pula

perhatian masyarakat tentang hak-haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan

yang baik dan bermutu dengan pelayanan yang lebih luas dan mendalam. Adanya

spesialisasi dan pembagian kerja akan membuat pelayanan kesehatan lebih

merupakan kerjasama dengan pertanggungjawaban diantara sesama pemberi

bantuan, dan pertanggungjawaban terhadap pasien.

51

(7)

dapat ditemukan beberapa alternatif pilihan terapi untuk akhirnya pasien memilih

terapi yang paling tepat untuk penyembuhannya.52

Dalam mencari/menemukan upaya penyembuhan itu harus dilakukan

dengan cermat dan hati-hati dan kerena nya merupakan suatu

Inspanningsverbintenis. Ini berarti bahwa objek perikatan bukan suatu hasil yang

pasti, sehingga kalau hasilnya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka salah

satu pihak yang merasa dirugikan dapat menggugat.53 Dalam transaksi terapeutik

yang diperjanjikan adalah upaya mencari atau menemukan terapi yang paling

tepat untuk upaya penyembuhan yang harus dilakukannya dengan cermat dan

hati-hati karena merupakan suatu Inspanning verbintenis (perjanjian upaya).54

1. Inspanning Verbintenis dalam Hubungan Hukum Pasien, Dokter dan

Rumah Sakit.

Hubungan antara pasien dengan dokter maupun rumah sakit dikenal

sebagai perikatan. Dasar dari perikatan yang berbentuk antara pasien dengan

dokter biasanya adalah perjanjian, tetapi dapat saja berbentuk perikatan

berdasarkan undang-undang.55

Dalam hukum perikatan sebagaimana diatur didalam KUHPerdata, dikenal

adanya dua macam perjanjian, yaitu :56

a. Inspaningverbintenis, yakni perjanjian upaya, artinya kedua belah

pihak berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa

yang diperjanjikan.

52

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran,(Bandung: Citra Aditya bakti,1998),hal. 100-101

53 Ibid. 54Ibid

. 55

Wila Chandrawila Supriadi, Op.cit. Hal. 29 56

(8)

b. Resultaatverbintenis, yakni perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan

memberikan suatu resultaat, yaitu suatu hasil yang nyata sesuai dengan

apa yang diperjanjikan.

Perjanjian antara dokter dan pasien termasuk pada perjanjian

Inspanningverbintenis atau perikatan usaha, sebab dalam konsep ini seorang

dokter hanya berkewajiban melakukan pelayanan kesehatan dengan penuh

kesungguhan, dengan mengarahkan seluruh kemampuannya dan perhatiannya

sesuai dengan standard profesinya.57

Perjanjian yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan yaitu

perjanjian terapeutik. Transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan

pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua

belah pihak. Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya untuk penyembuhan

pasien.

58

Pada umumnya perjanjian terapiutik merupakan Inspanningverbintenis.

Dalam hal ini secara hati-hati dan teliti dokter berusaha menyembuhkan pasien.

Hasil usaha yang dilakukan oleh dokter tidak pasti ada kemungkinan pasien

sembuh, tetap sakit ataupun meninggal dunia. Dokter tidak dapat menjamin hasil

usaha yang dilakukan dalam memberikan palayanan kesehatan.59

Transaksi terapeutik merupakan hubungan antara dokter dengan pasien

dalam pelayanan medik scara profesional didasarkan kompetensi yang sesuai

dengan keahlian dan keterampilan tertentu dibidang kedokteran. Transaksi

terapeutik merupakan kegiatan didalam penyelenggaraan praktek dokter berupa

(9)

pembrian pelayanan medis itu sendiri merupakan bagiann pokok dari kegiatan

upaya kesehatan yang menyangkut sumber daya kesehatan sebagai pendukung

penyelenggaraannya, yang harus tetap dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan

tanggung jawabnya.60

Menurut Fred Ameln, perjanjian terapeutik adalah kontrak dimana pihak

dokter berupaya secara maksimal menyembuhkan pasien

(Inspanningverbintenis).61

Hermien Hadiati Koeswadji mengatakan Perjanjian terapeutik adalah

transaksi untuk menentukan/mencari terapi yang paling tepat bagi pasien oleh

dokter. Dalam transaksi terapeutik tersebut kedua belah pihak harus memenuhi

syarat-syarat tertentu, dan bila transaksi sudah terjadi maka kedua belah pihak

terikat akan hak dan kewajiban sebagaimana yang telah disepakati keduanya.62

Perjanjian terapeutik merupakan perjanjian yang bersifat istemewa

(khusus) dan objeknya berupa pelayanan kesehatan. Keistimewaan perjanjian

terapeutik adalah sebagai berikut :63

a. Kedudukan antara para pihak (dokter dengan pasien) tidak seimbang

karena dokter dipandang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk

melakukan upaya kesehatan, sedangkan pasien tidak mengetahui

tentang keadaan kesehatannya.

b. Dalam tindakan medis tertentu ada informed consent sebagai hak

pasien untuk menyetujui secara sepihak. Hal tersebut dapat dibatalkan

60

Veronica Komalawati, Peranan informend consent Dalam Transaksi Terapeutik, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002), hal 14.

61

Sunarto Ady Wibowo, Hukum Kontrak terapeutik Di Indonesia,(Medan, Pustaka Bangsa Press, 2009), hal. 19

62

Ibid. Hal 20 63

(10)

setiap saat sebelum dilakukannya tindakan medis yang telah

disepakati.

c. Hasil perjanjian yang belum pasti dalam pelayanan medis.

1. Asas-Asas Dalam Transaksi Terapeutik

Oleh karena transaksi terapeutik merupakan hubungan hukum antara

dokter dan pasien, maka dalam transaksi terapeutik berlaku bebrapa asas hukum

yang mendasari, yang menurut Veronica Komalawati disimpulkan sebagai

berikut:64

a. Asas Legalitas

Asas ini tersirat dalam Pasal 50 Undang-undang Nomor 23 tentang

Kesehatan yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan brtugas menyelenggarakan

atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan keahlian atau kewenangan

tenaga kesehatan yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa pelayanan medik

hanya dapat terselenggara apabila tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat

perizinan yang diatur dalam peraturan perUndang-undangan, antara lain telah

memiliki Surat Tanda Registrasi Surat Izin Praktik.

b. Asas Keseimbangan

Menurut asas ini, penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus

diselenggrakan secara seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat,

antara fisik dan mental, antara materiil dan spiritual. Oleh karena itu diperlukan

adanya keseimbangan antara tujuan dan sarana, antara sarana dan hasil serta

antara manfaat dan resiko yang ditimbulkan dari upaya yang ditimbulkan dari

upaya medis yang dilakukan.

c. Asas Tepat Waktu

64

(11)

Asas ini cukup penting karena keterlambatan dokter menangani pasien

dapat menimbulkan kerugian bagi pasien dan bahkan bias mengancam nyawa

pasien itu sendiri.

d. Asas Itikad Baik

Asas ini berpegangan teguh pada prinsip etis pada berbuat baik yag perlu

diterapkan dalam pelaksanaan kewajiban dokter terhadap pasien. Hal ini

merupakan bentuk penghormatan terhadap pasien dan pelaksanaan praktik

kedokteran yang selaluu berpegang teguh kepada standart profesi.

e. Asas Kejujuran

Asas ini merupakan dasar dari terlaksananya penyampaian informasi yang

benar, baik oeh pasien maupun dokter dalam berkomunikas. Kejujuran dalam

menyampaikan informasi akan sangat membantu dalam kesembuhan pasien.

Kebenaran informasi ini terkait erat dengan setiap manusia untuk mengetahui

kebenaran.

f. Asas Kehati-hatian

Sebagai seorang professional dibidang medik, tindakan dokter harus

didasarkan atas ketelitian dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya,

karena kecerobohan dalam bertindak dapat berakibat terancamnya jiwa pasien.

g. Asas Keterbukaan

Pelayanan medik yang berdayaguna dan berhasilguna hanya dapat tercapai

apabila ada keterbukaan dan kerjasama yang baik antara dokter dan pasien dengan

berlandaskan sikap saling percaya. Sikap ini dapat tumbuh jika terjalin

komunikasi secara terbuka antara dokter dan pasien dimana pasien memperoleh

(12)

2. Dasar Hukum Terjadinya Perjanjian Terapeutik.

KUHPerdata memuat berbagai kaidah berkaitan dengan hubungan-hubungan

hukum dan masalah-masalah pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa dan

konsumen pengguna barang atau jasa tersebut. Hubungan antara pasien dengan

dokter maupun rumah sakit adalah apa yang dikenal sebagai perikatan

(verbintenis). Dasar dari perikatan yang berbentuk antara dokter pasien biasanya

adalah perjanjian, tetapi dapat saja terbentuk perikatan berdasarkan

undang-undang.65

Perikatan antara rumah sakit/dokter dan pasien dapat diartikan sebagai

perikatan usaha (inspanning verbintenis) atau perikatan hasil (resultaats

verbintenis). Disebutkan perikatan usaha (inspanning verbinbentis) karena

didasarkan atas kewajiban berusaha, misalnya dokter harus dengan segala daya

usahanya untuk menyembuhkan pasien. Dokter wajib memberikan perawatan

dengan penuh kehati-hatian dan penuh perhatian sesuai dengan standar profesinya

(met zoorg en inspanning). Sedangkan perikatan hasil (resultaats verbintenis)

adalah merupakan perikatan dimana seorang dokter berkewajiban menghasilkan

suatu hasil yang diharapkan, misalnya seorang dokter gigi yang menambal gigi

yang berlubang, pembuatan gigi palsu, dan lain sebagainya.

66

Perjanjian yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan yaitu

perjanjian (transaksi) terapeutik. Transaksi terapeutik adalah perjanjian antara

dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan

kewajiban bagi kedua belah pihak. Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya

65

Wila Chandrawila Supriadi, Op. Cit.,. hal.29. 66

(13)

atau terapi untuk penyembuhan pasien.67

Berdasarkan perjanjian terapeutik, dasar untuk pertanggungjawaban medis

adalah wanprestasi (Pasal 1234 KUHPerdata) dan onrechtmatige daad (perbuatan

melawan hukum) yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Terdapat

perbedaan antara pengertian wanprestasi dengan perbuatan melanggar hukum

(onrechmatige daad). Wanprestasi (ingkar janji) adalah suatu keadaan dimana Sebagaimana umumnya suatu perikatan,

dalam transaksi terapeutik juga terdapat para pihak yang mengikatkan diri dalam

suatu perikatan atau perjanjian, yakni dokter sebagai pihak yang melaksanakan

atau memberikan pelayanan medis dan pasien sebagai pihak yang menerima

pelayanan medis.

Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang

berjanji kepada orang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal. Untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang unsur-unsurnya sebagai

berikut:

a. adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya (toesteming

van degenen die zich verbinder);

b. adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om eene

verbintenis aan te gaan);

c. mengenai sesuatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);

d. suatu sebab yang diperbolehkan (een geoorloofdeoorzaak).

67

(14)

debitur dalam hal ini rumah sakit dan/atau tenaga medis tidak melakukan

kewajibannya bukan karena keadaan memaksa (overmacht).

Seorang pasien atau keluarganya yang menganggap bahwa dokter tidak

melakukan kewajiban-kewajiban kontraktualnya dapat menggugat dengan alasan

wanprestasi dan menuntut agar meraka memenuhi syarat-syarat tersebut. Pasien

juga dapat menuntut kompensasi secara materiil dan immaterial atas kerugian

yang dideritanya. Namun jika perbuatan atau tindakan dokter yang bersangkutan

berakibat merugikan pasien dan merupakan perbuatan yang melawan hukum,

maka dokter tersebut bertanggung jawab untuk mengganti kerugian kepada pasien

walaupun tidak adanya hubunga kontraktual.

Mengenai pertanggungjawab rumah sakit terhadap perbuatan dokter

ataupun tenaga kesehatan lainnya, Fred Almen melihat dari hubungan kontrak

pekerjaan antara rumah sakit dengan dokter tersebut. Dokter bila dilihat dari

hubungan kontrak pekerjaan dengan rumah sakit dibagi menjadi dokter (dokter

yang bekerja penuh melakukan kegiatan di rumah sakit dan menerima gaji atau

disebut dokter purna waktu) dan dokter (dokter tamu). Untuk dokter tetap, rumah

sakit bertanggung jawab atas semua tindakan dokter tersebut, sedangkan untuk

dokter tamu, tanggung jawab bukan pada rumah sakit tetapi hanya pada dokter

tamuitu sendiri.

3. Syarat Sahnya Transaksi Terapeutik

Didalam membuat suatu pejanjian para pihak harus memenuhi ketentuan

Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:

a. Adanya kata sepakat antara para pihak.

(15)

c. Suatu hal tertentu.

d. Suatu sebab yang halal.

Oleh sebab itu dalam perjanjian diperlukan kata sepakat, sebagai langkah

awal sahnya suatu perjanjian yang diikuti dengan syarat-syarat lainnya maka

setelah perjanjian yang diikuti dengan syarat-syarat lainnya maka setelah

perjanjian tersebut akan berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihaknya hal

itu diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang

bagi mereka yang membuatnya”.

Disamping asas diatas ada suatu faktor utama yang harus dimiliki oleh

para pihak yaitu adanya suatu itikad baik dari masing-masing pihak untuk

melaksanakan perjanjian. Asas tentang itikad baik itu diatur dalam Pasal 1338

ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “ Suatu perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik”.

Pada umumnya, perjanjian atau kontrak diterima sebagai sumber dari

hubungan antara dokter dan pasien, sehingga transaksi terapeutik disebut pula

dengan istilah Perjanjian atau Kontrak terapeutik. Akan tetapi dengan semakin

meningkatnya kepekaan terhadap martabat manusia, maka penataan hubungan

antar manusia, termasuk hubungan yang timbul dari transaksi terapeutik juga

dihubungkan dengan hak manusia.

4. Berakhirnya Perjanjian Terapeutik

Untuk menentukan kapan berakhirnya hubungan dokter dengan pasien

sangatlah penting, karena segala hak dan kewajiban dokter juga akan ikut

(16)

bagi pasien untuk membayar pelayanan pengobatan yang diberikannya.

Berakhirnya hubungan ini dapat disebabkan karena:68

1. Sembuhnya pasien

Kesembuhan pasien dari keadaan sakitnya dan menganggap dokter sudah

tidak diperlukannya lagi untuk mengobati penyakitnya dan pasien maupun

keluarganya sudah menganggap bahwa penyakit yang dideritanya sudah

benar-benar sembuh, maka pasien dapat mengakhiri hubungan transaksi terapeutik

dengan dokter atau Rumah Sakit yang merawatnya.

2. Dokter mengundurkan diri

Seorang dokter boleh mengundurkan diri dari hubungan antara dokter

dengan pasien dengan alasan sebagai berikut:69

a. Pasien menyetujui pengunduran dirinya tersebut.

b. Kepada pasien diberi informasi yang cukup,sehingga ia bisa memperoleh

pengobatan dati dokter lain.

c. Karena dokter merekomendasikan kepada dokter lain yang sama

kopetensinya untuk menggantikan dokter semula itu dengan persetujuan

pasien.

d. Karena dokter tersebut merekomendasikan Dokter lain atau Rumah Sakit lain

yang lebih ahli dengan fasilitas yang lebih baik dan lengkap.

3. Pengakhiran oleh pasien

Adalah hak pasien untuk menentukan pilihannya akan meneruskan

pengobatan dengan dokternya atau memilih pindah ke dokter lain atau Rumah

68

Dahlan Sofwan, Hukum Kesehatan Rambu-Rambu Dalam Profesi Dokter, Universitas Diponegoro, Semarang, 1999, hal 42.

69

(17)

Sakit lain. Dalam hal ini sepenuhnya terserah pasien karena kesembuhan dirinya

juga merupakan tangung jawabnya sendiri.

4. Meninggalkan pasien

5. Sudah selesainya kewajiban dokter seperti ditentukan dalam kontrak.

6. Didalam kasus gawat darurat, apabila dokter yang mengobati atau dokter

pilihan pasien sudah datang, atau terdapat penghentian keadaan kegawat

daruratan.

7. Lewat jangka waktu, apabila kontrak medis itu ditentukan jangka waktu

tertentu.

2. Hak Dan Kewajiban Pasien, Dokter Dan Rumah Sakit. a. Hak dan Kewajiban Pasien

1) Hak Pasien

Hak pasien yang dihubungkan dengan pelayanan kesehatan, hak utama

dari pasien tentunya adalah hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hak

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memenuhi criteria tertentu, yaitu

agar pasien mendapatkan upaya kesehatan, sarana kesehatan dan bantuan dari

tenaga kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang optimal.70

a) Hak atas informasi

Berbagai dokrin dikemukakan oleh pakar hukum kesehatan tentang isi dari

hak pasien. Beberapa hak pasien yang menonjol dan juga merupakan hak asasi

dari pasien antara lain :

Hak atas informasi adalah hak pasien untuk mendapatkan informasi dari

dokter, tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatannya, dalam hal ini

70

(18)

terjadi hubungan dokter-pasien.71 Pada mulanya hak ini hanya mendapatkan

pengakuan dalam etika kedokteran yaitu tindakan yang baik bila dokter

menginformasikan kepada pasien tentang kesehatannya. Dokter di tuntut untuk

memberikan informasi yang wajar, benar dan bijak. 72

Inti dari hak atas informasi ini adalah hak pasien untuk memperoleh

informasi yang sejelas-jelasnya tentang yang berhubungan dengan penyakitnya.

Dalam hal ini terjadi hubungan dokter dengan pasien, hak pasien atas informasi

ini secara otomatis menjadi kewajiban dokter untuk dijalankan baik diminta

maupun tidak diminta oleh pihak pasien.73

Informasi yang harus diberitahukan dokter kepada pasien yaitu:74

i) Diagnose / diagnosa

ii) Resiko dari tindakan medik

iii) Alternatif terapi, termasuk keuntungan dan kerugian dari setiap alternatif

terapi

iv) Cara kerja dokter dalam proses tindakan medik

v) Keuntungan dan kerugian tiap alternatif terapi secara luas.

vi) Kemungkinan rasa sakit setelah tindakan medik.

b) Hak atas persetujuan

Hak untuk menentukan diri sendiri juga terproses sejalan dengan

perkembangan dari hak asasi manusia. Dihubungakan dengan tindakan medik,

maka hak untuk menentukan diri sendiri diformulasikan dengan apa yang dikenal

dengan persetujuan atas dasar informasi. Hak asasi pasien untuk menerima atau

71

M. Sofyan lubis, Mengenal Hak Konsumen dan pasien, (Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2009), Hal. 38

72

Wila Chandrawila Supriadi, Op. Cit., Hal 15 73

Anny Isfandyarie, Op. Cit. Hal. 99 74

(19)

menolak tindakan medik ditawarkan oleh dokter setelah dokter memberikan

informasi. Pasien harus menerima informasi dulu sebelum memberikan

persetujuan. 75

Persetujuan ini bisa secara tertulis bisa juga secara lisan. Persetujuan

tertulis diperlukan untuk setiap tindakan medik yang mengandung resiko tinggi,

ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Yang memberikan

persetujuan adalah pasien itu sendiri. Kecuali pasien dibawah umur (belum

dewasa)/ tidak sadar/tidak cakap melaksanakan perbuatan hukum, maka

persetujuan diberikan oleh wali. Dalam ha pasien tidak sadar/pingsan, serta tidak

didampingi oleh keluarga terdekat, secara medik berada dalam keadaan gawat

darurat dan atau darurat, yang segera memerlukan tindakan medic, maka tidak

diperlukan persetujuan siapapun.76

Dengan melaksanakan persetujuan atas dasar informasi, berarti dokter

telah melaksanakan kewajibannya memberikan informasi dan mendapatkan

persetujuan. Dokter telah memenuhi kewajibannya, yaitu menghormati hak pasien

dan bekerja sesuai dengan standar profesi dokter.77

Dalam hal pasien menolak tindakan medik yang ditawarkan dokter, dokter

tidak boleh memaksakan kehendaknya, walaupun dokter tahu bahwa penolakan

tersebut dapat memberikan dampak negative bagi kesembuhan pasiennya.

Pemaksaan kehendak dokter terhadap pasien untuk melakukan tindakan medik

tertentu terhadap tubuh pasien, walaupun dokter berniat baik untuk

75

M. Sofyan Lubis, Op. Cit., Hal 39 76

Wila Chandrawila supriadi, Op. Cit., Hal. 18 77

(20)

menyelamatkan nyawa pasien, akan dapat berakibat dituntut nya dokter atas

tuduhan malpraktik.78

c) Hak atas rahasia kedokteran

Keterangan yang diperoleh dokter dalam melaksanakan profesinya,

dikenal dengan nama rahasia kedokteran. Dokter berkewajiban untuk

merahasiakan keterangan tentang pasien dan penyakit pasien.79

Dokter berkewajiban merahasiakan keterangan tentang pasien, penyakit

pasien. Kewajiban dokter ini menjadi hak pasien. Hak atas rahasia kedokteran,

adalah hak individu dari pasien. Hak individu ini dikesampingkan dalam hal hak

masyarakat menuntut. Misalnya penyakit pasien akan membahayakan masyarakat

(penyakit menular), meskipun pasien menolak untuk membuka rahasia

kedokterannya, maka dokter mempunyai kewajiban untuk membuka rahasia

tersebut epada pihak yang berwenang.

80

d) Hak atas pendapat yang kedua

Hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan kepercayaan. Dalam

praktek seringkali dokter merasa tersinggung dalam hal pasien menginginkan

pendapat dokter lain tentang penyakitnya. Dokter merasa pasien meragukan hasil

pekerjaannya.81

Hak atas pendapat kedua terkadang terjadi perbedaan pendapat antara

dokter pertama dengan dokter kedua. Bisa saja seorang pasien diam-diam pergi

sendiri ke dokter kedua tanpa sepengetahuan dokter pertama.82

78

Anny Isfandyarie, Op.Cit. Hal. 100 79

Sofyan Lubis. Op. Cit. Hal 39 80

Anny isfandyarie,Op.cit. Hal. 20 81

Ibid. Hal. 21 82

(21)

Hak atas pendapat kedua yaitu adanya kerjasama antara dokter pertama

dan dokter kedua. Dokter pertama akan memberikan seluruh hasil pekerjaannya

kepada dokter kedua. Kerja sama ini bukan atas inisiatif dokter pertama, tetapi

atas inisiatif pasien. Dalam hak atas pendapat yang kedua, dokter yang kedua akan

mempelajari hasil kerja dari dokter yang pertama dan bila melihat perbedaan

pendapat maka dokter kedua akan menghubungi doter pertama untuk

membicarakan tentang perbedaan diagnosa yang dibuatnya.83

Hak atas pendapat kedua ini sebagai hak pasien, keuntungan yang didapat

pasien yaitu pasien tidak perlu mengulangi pemeriksaan rutin lagi, dan dokter

pertama akan berkomunikasi dengan dokter kedua sehingga dengan keterbukaan

dari para pakar yang setingkat kemampuannya dapat mnghasilkan pendapat yang

lebih baik.84

e) Hak untuk melihat rekam medik

Pasien adalah pemilik isi rekam medik, tetapi dokter atau rumah sakit

adalah pemilik berkas rekam medik serta bertanggung jawab sepenuhnya atas

rekam medik tersebut. Apabila pasien menghendaki keluarga atau pengacaranya

mengetahui isi rekam medik tersebut, maka pasien harus membuat ijin tertulis

atau surat kuasa untuk itu. Berdasarkan ijin itu, dokter atau rumah sakit dapat

memberikan ringkasan atau fotocopi rekam medik tersebut, meskipun begitu

dokter atau rumah sakit harus tetap menjaga rekam medik tersebut dari orang

yang tidak berhak.85

f) Hak untuk memilih dokter atau rumah sakit.

(22)

Pada dasarnya setiap dokter dianggap memiliki kemampuan yang sama

untuk melakukan tindakan medik dalam bidangnya, namun pasien tetap berhak

memilih dokter atau rumah sakit yang dikehendakinya. Hak ini dapat

dilaksanakan oleh pasien tentu saja dengan berbagai konsekuensi yang harus

ditanggungnya.86

g) Hak untuk menolak pengobatan atau perawatan serta tindak medik

Hak ini sebagai hak untuk memutuskan hubungan doter dengan pasien dan

hal ini memberikan keleluasaan epada pasien untuk memperoleh alternative tindak

medik yang lain. Hak ini merupakan perwujudan pasien untuk menenttuan

nasibnya sendiri. Dengan demikian dokter atau rumah sakit tidak boleh memaksa

pasien untuk menerima suatu tindak medic tertentu, melainkan dokter harus

menjelaskan resiko atau kemungkinan yang terjadi bila tindak medik itu tidak

dilakukan. Bila setelah menerima penjelasan tersebut pasien tetap menolak, maka

pasien harus menandatangani penolakannya itu.87

2) Kewajiban pasien

Selain memiliki hak, seorang pasien juga dibebani kewajiban-kewajiban

yang harus dipenuhi, karena pada hakikatnya keseimbangan hak dan kewajiban

adalah tolak ukur rasa keadilan terhadap diri seseorang. Dalam hal hubungan dari

dua pihak, maka pihak satu akan diimbangi oleh kewajiban pihak lain demikian

pula sebaliknya.88

a) Kewajiban memberikan informasi medik

Beberapa kewajiban pasien antara lain :

86

Chrisdiono M. Achadiat, Ibid., Hal. 6 87

Ibid. Hal. 6-7 88

(23)

Informasi medik yang diperoleh melalui wawancara merupakan salah satu

unsure utama dalam penegakan diagnosis penyakit yang diderita seorang pasien

dan selanjutnya diagnosis ini sangat penting untuk menentukan suatu tindakan

medik. Jika pasien secara sengaja menyembunyikan informasi yang salah dan

kemudian timbul cedera, maka dokter dapat terlepas dari kesalahan. Hal ini erat

pula kaitannya dengan apa yang disebut itikad baik dari pasien.89

b) Kewajiban menaati petunjuk atau nasihat dokter

Kewajiban ini penting karena beraitan langsung dengan keberhasilan

tindak medik yang diambil dokter. Seperti halnya kewajiban memberikan

informasi medik, segala akibat yang timbul karena tidak dipenuhinya petunjuk

atau nasihat dokter, tentu terlepas dari tanggung jawab dokter yang merawatnya

tersebut. Selain itu dokterpun berhak memutuskan hubungan antara dokter dengan

pasien, apabila dinilainya bahwa kerjasama pasien sudah tidak ada gunanya lagi.

90

c) Kewajiban memenuhi aturan-aturan prasarana kesehatan

Kewajiban pasien ini termasuk kewajiban menyelesaikan administrasi,

keuangan dan sebagainya. Juga termasuk hal-hal mengenai jam kunjungan pasien,

penunggu pasien, makanan yang boleh atau tidak boleh dan lainnya.91

d) Kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter.

Kewajiban ini perlu ditegakkan untuk tercapainya keseimbangan hukum

dalam hubungan dokter-pasien, dimana segala jerih payah dokter harus dihargai

dengan sepantasnya sejauh keadaan pasien memungkinkan.92

e) Kewajiban berterus terang

(24)

Kewajiban ini apabila selama perawatan dokter atau rumah sakit timbul

masalah, misalnya pasien tidak puas atas pelayanan dan pengobatan yang

diberikan, maka pasien wajib menyampaikan kepada dokter yang merawatnya.93

3) Hak dan kewajiban pasien berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan, UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran dan UU No. 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

a) Hak dan kewajiban pasien berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia.

Hak dan kewajiban setiap orang dalam hal kesehatan dapat dilihat di pasal

4, 5, 6 ,7, 8, 9, 10, 11, 12 dan pasal 13 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Hak setiap orang dalam hal kesehatan yaitu :

Pasal 4

Setiap orang berhak atas kesehatan.

Pasal 5

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas

sumber daya di bidang kesehatan.

2. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman, bermutu, dan terjangkau.

3. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan

sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Pasal 6

Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

Pasal 7

93

(25)

Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

Pasal 8

Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Sedangkan kewajiban seseorang dalam hal kesehatan yaitu :

Pasal 9

(1)Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

(2)Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi

upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.

Pasal 10

Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.

Pasal 11

Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pasal 12

Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.

Pasal 13

(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan

sosial.

(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-undang tentang kesehatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban

seseorang secara umum dalam bidang kesehatan, juga memberikan pengaturan

khusus mengenai perlindungan terhadap pasien, yang terdapat pada Bab IV

bagian kedua paragraf kedua tentang perlindungan pasien yang menyebutkan :

Pasal 56

(1) Setiap orang berhak menerima atau menola sebagian atau seluruh tindakan

(26)

(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada :

a. Penderita penyakit yang dapat secara cepat menulat ke dalam

masyarakat yang ebih luas;

b. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri;

c. Gangguan mental berat.

(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57

(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah

dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi pribadi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal :

a. Perintah undang-undang;

b. Perintah pengadilan;

c. Izin yang bersangkutan;

d. Kepentingan masyarakat;

e. Kepentingan orang tesebut.

Pasal 58

(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga

kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian aibat esalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku bagi tenaga kesehatan yang melaukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

b. Hak dan kewajiban pasien berdasarkan UU No. 29 tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran

Praktik kedokteran adalah rangkaian egiatan yang dilakukan oleh dokter

dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dalam

pelaksanaan praktik kedokteran, pasien dalam menerima pelayanan praktik

kedokteran mempunyai hak :

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis;

(27)

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. Menolak tindakan medis;

e. Mendapatkan isi rekam medik.94

Sedangkan kewajiban pasien yaitu :

a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatannya;

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.95

c. Hak dan kewajiban pasien berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Kewajiban dan Hak setiap pasien

dalam hal kesehatan dapat dilihat di pasal 31 dan pasal 32 UU No. 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit. Hak setiap pasien yaitu :

Pasal 31

1. Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan

yang diterimanya.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan

Menteri.

Pasal 32

Setiap pasien mempunyai hak:

a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di

Rumah Sakit;

b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;

94

Pasal 52 Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang pratik kedokteran 95

(28)

d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar

dari kerugian fisik dan materi;

f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan

peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain

yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;

i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk

data-data medisnya;

j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,

tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan

oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya

selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan

di Rumah Sakit;

o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap

dirinya;

p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan

kepercayaan yang dianutnya;

q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga

memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secaraperdata ataupun pidana; dan

r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

B. Hak Dan Kewajiban Dokter

1) Hak Dokter

Pada dasarnya hak-hak dokter dalam profesi medic juga bersumber dari

hak dasar manusia. Hak-hak dokter ini tidak perlu ditonjolkan karena pada

seseorang dokter harus menonjolkan kewajibannya dalam melaksanakan profesi

medik. Hak-hak dokter tersebut adalah :

(29)

Dalam hal menghadapi keluhan pasien yang merasa tidak puas

terhadapnya atau bermasalah, dokter mempunyai hak membela diri dalam

lembaga tempat dia bekerja, dalam perkumpulan ia menjadi anggota atau di

pengadilan jika telah diajukan gugatan.96

b) Hak untuk menolak bekerja diluar SPM

Tindakan medic yang dilakukan menyimpang dari SPM sebenarnya tidak

dapat dipertanggungjawabkan oleh dokter. Dengan adanya hak ini, setiap dokter

mendapatkan kepastian bahwa tindakan-tindakannya tetap dipercayai sebagai

tindakan medik yang professional.97

c) Hak untuk menolak tindakan yang bertentangan dengan kode etik profesi

kedokteran.

Hak ini perlu diberikan kepada dokter agar para doter tetap menjaga

keluhuran profesinya dan dengan demikian martabat profesinya dapat

dipertahankan.98

d) Hak untuk memilih pasien dan mengakhiri hubungan profesionalnya

dengan pasien.

Hak ini merupakan perwujudan hak pribadi dokter berdasarkan

pertimbangan dokter itu sendiri, disamping itu hak ini juga seimbang dengan hak

pasien untuk memilih dokter atau rumah sakit. Sedangan hak untuk mengakhiri

hubungan dengan pasien, dapat dipergunakan bila dokter menilai bahwa

hubungan ini akan mengganggu integritas dan martabat profesi kedokteran, atau

pasien sama sekali tidak menunjukkan itikad baik dalam hubungan professional.

96

M. Jusuf Hanafiah, Amri Amir, Etika KEdokteran & hukum kesehatan,(Jakarta: buku kedokteran ECG,2009), hal. 56

97

Chrisdiono M. Achadiat. Op. Cit. Hal. 12 98

(30)

Pada dalam keadaan darurat, hak ini secara otomatis gugur dan dalam situasi

demikian dokter tidak punya pilihan lain kecuali piha lain yang dianggap lebih

mampu untuk itu.99

e) Hak atas privasi

Hak ini merupakan keseimbangan dengan hak pasien untuk menjaga

kerahasiaan pribadinya. Pasien mengetahui kehidupan pribadi dokter, perlu

menahan diri untuk tidak menyebar luaskan hal –hal yang sangat bersifat pribadi

dari dokternya.100

f) Hak atas Fairplay

Dalam hal ini pasien yang merasa tidak puas dengan perawatan yang

diberikan oleh dokter, maka dokter yang merawat berhak memperoleh

pemberitahuan yang pertama untuk peristiwa tersebut, karena hubungan

professional dokter-pasien dimulai oleh kemauan dan itikad bail dari kedua belah

pihak.101

g) Hak atas imbalan jasa.

Hak ini sesuai dengan persetujuan atau kontrak terapiutik yang terbentuk

pada saat terjalinnya hubungan professional dokter-pasien. Yang perlu ditekankan

bahwa besar atau kecil imbalan, sama sekali tidak boleh mempengaruhi mutu

pelayanan kesehatan yang diberikan dan tidak terpengaruh oleh ada tidaknya

imbalan tersebut.102

h) Hak ketentraman bekerja

99Ibid

. Hal 13 100

M. Jusuf Hanafiah, Op.Cit. hal. 55 101

Chrisdiono M. Achadiat, .Loc .Cit. 102

(31)

Seorang dokter memerlukan suasana tentram agar dapat bekerja dengan

baik. Permintaan yang tidak wajar dan sering diajukan oleh pasien atau keluarga,

bahkan disertai dengan tekanan psikis atau fisik, tidak akan membantu dokter

dalam memelihara keluhuran profesinya. Sebaliknya dokter akan bekerja dengan

tentram jika dokter sendiri memegang teguh prinsip-prinsip ilmiha dan

moral/etika profesi.103

2) Kewajiban dokter

Sejak mulai adanya hubungan pasien-dokter, hukum menetapkan

kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

a) Kewajiban dokter untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan profesinya.

Apabila seseorang sudah menyandang gelar dokter dan sudah memperoleh

izin praktik, maka dirinya harus dapat diharapkan, setidaknya ia mempunyai

kemampuan, kepandaian dan keterampilan dari seorang dokter. Jika ia seorang

spesialis maka tolak ukurnya juga dari seorang spesialis di bidangnya.104

Sumber pengetahuan dan keterampilan medik diperoleh dari :105

1. Fakultas kedokteran sewaktu masih kuliah dan praktek klinik.

2. Hasil mengikuti perkembangan bidan profesinya dengan melakukan

penelitian dan membaca kepustakaan, menghadiri seminar, kinferensi dan

konvensi-konvensi internasional.

3. Hasil diskusi dengan para teman, mengadakan observasi dari aktifitas

dokter-dokter lain dirumah sakit, klinik, dll.

103

M. Jusuf Hanafiah, Loc.Cit. 104

J. Guwandi, Op. Cit . Hal 27 105

(32)

b) Kewajiban untuk mempergunakan ilmu pengetahuan dan keterampilannya

dengan hati-hati, wajat dan teliti sebagaimana dilakukan oleh dokter-dokter

lain dalam situasi dan kondisi yang sama.

Untuk mengetahui apakah dokter telah melakukan kewajibannya

berdasarkan standard profesi atau tidak, telah bertindak dengan hati-hati dan teliti,

harus memakai tolak ukur seorang dokter lain di daerah lokasi yang sama. Dalam

hal ini tolak ukur yang dipergunakan termasuk juga keadaan lokasi setempat yang

mungkin berlainan.106

c) Kewajiban seorang dokter harus memakai pertimbangan yang terbaik.

Dokter mempunyai pilihan dalam menentukan manajemen pengobatan

yang akan diterapkannya kepada pasien. Bisa saja memberi obat-obat dan juga

pembedahan. Didalam pemilihan obat, seorang dokter bebas memilih diantara

sekian banyak obat yang terdapat dipasaran. Ia harus memakai penilaian dan

pertimbangan yang terbaik untuk menyembuhkan penyakit pasiennya.107

d) Kewajiban memberikan informasi tentang tindak medic yang akan dilakukan

terhadap pasien.

Kewajiban ini berdasarkan hak pasien untuk mengetahui semua informasi

medic yang dipahaminya, sehingga kemudian ia dapat memutuskan menerima

atau tidak tindak medis atas dirinya itu. Dalam keadaaan tertentu dokter dapat

menahan informasi tersebut, yakni dalam hal informasi tersebut akan

memperlemah daya tahan pasien.108

e) Kewajiban menolong pasien gawat darurat.

(33)

Sebenarnya kewajiban ini terdapat pada semua manusia, yakni menolong

sesama manusia yang berada didalam keadaan darurat, tetapi pada diri dokter hal

ini lebih menonjol karena dokter lebih menguasai ilmu tentang manusia dan

kesehatan. Pada saat keadaan darurat dokter dapat bertindak tanpa persetujuan

pasien, sedangkan gugatan terhadap dokter dalam keadaan darurat ditiadakan,

meskipun dalam kasus ini dokter telah bertindak tanpa ijin pasien.109

3) Hak dan kewajiban Dokter berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang

Praktik kedokteran.

Didalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, terdapat hak

dokter yang terdapat di pasal 50 yang berbunyi :

Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional;

c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya; dan

d. menerima imbalan jasa.

Dan dokter juga memiliki kewajiban yang tercantum didalam pasal 51

yang berbunyi :

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

109

(34)

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi.

Selain beberapa kewajiban dokter terhadap pasien yang telah diuraikan di

atas, UU praktik kedokteran masih memberikan beberapa kewajiban kepada

dokter, antara lain :

a) Kewajiban untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan

Kewajiban mengikiti pendidikan dan pelatihan terdapat di dalam pasal 28

ayat (1) dan pasal 51 e sebagai berikut :

Pasal 28

Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lainyang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 51 e

Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

b) Kewajiban mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik

(SIP).

Dokter berkewajiban mengurus surat tanda registrasi dan surat izin

praktik sebagai syarat untuk dapat melakukan praktik kedokteran.

1) Surat tanda registrasi

Tercantum didalam pasal pasal 29 ayat (1) yang berbunyi :

(35)

2) Surat izin praktik

Tercantum didalam pasal 36, pasal 37 dan pasal 38 UU praktik

kedokteran

Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37

(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh

pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.

(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 38

(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal

36, dokter atau dokter gigi harus :

a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter

gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;

b. mempunyai tempat praktik; dan

c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.

(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi

masih berlaku; dan

b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin

praktik

c) Kewajiban dalam pelaksanaan praktik kedokteran

Dalam penyelenggaraan praktik kedokteran diatur didalam pasal 39, 40,

41, 42, 43, 44, 45, 46 dan pasal 47 UU praktik kedokteranyang berbunyi :

Pasal 39

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.

(36)

Dari bunyi pasal 39 tersebut, maka setiap dokter atau dokter gigi

menyelenggarakan prakti kedokteran harus mempunyai prinsip atau dasar sebagai

berikut :110

a. Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan kesepakatan. Hal ini

berarti bahwa dokter tidak memaksakan kehendaknya kepada pasien,

dokter juga harus mendengarkan keluhan dan pendapat pasien.

Demikian pula sebaliknya pasien menyampaikan informasi yang jujur

dan mempunyai itikad baik dalam mematuhi instruksi dan nasihat dari

dokter guna kesembuhan dirinya.

b. Praktik kedokteran harus berupaya untuk pemeliharaan kesehatan,

tidak hanya pengobatan penyakit saja, tetapi dalam melaksanakan

praktik kedokteran, dokter dan dokter gigi juga harus melakukan

pencegahan penyakit, meningkatkan kesehatan dan berupaya

memulihkan kesehatan pasien yang memeriksakan dirinya kepadanya.

Pasal 40

(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik

kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.

(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa jika dokter atau dokter gigi yang

melaksanakan praktik tersebut berhalangan menyelenggarakan praktik

kedokteran. Misalnya dokter yang bersangkutan sakit, atau harus melakukan tugas

kedinasan/kenegaraan, dokter atau dokter gigi tersebut menginformasikan kepada

pasien yang bersangkutan untuk menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.111

110

Anny Isfandyarie. Op.Cit. Hal 110 111

(37)

Pasal 41

(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan

menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan

kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pasal 42

(1) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau

dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 43

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur

dengan Peraturan Menteri.

Pasal 44

(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib

mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan

menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Yang dimaksud dengan standar pelayanan adalah pedoman yang harus

diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran.

Yang dimaksud dengan strata sarana pelayanan adalah tingkatan pelayanan

kesehatan yang standar tenaga peralatannya sesuai dengan kemampuan yang

diberikan.112

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh

dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Pasal 45

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup :

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

112

(38)

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik

secara tertulis maupun lisan.

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko

tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 46

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran

wajib membuat rekam medis.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera

dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan

petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47

(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan

milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan

dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

d) Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran.

Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran tercantum di dalam pasal

48 ayat (1) yang berbunyi :

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

Selain tercantum dalam pasal 48 ayat (1), pasal 51 c juga memberikan

kewajiban dokter untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia.113

e) Kewajiban menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.

113

(39)

Kewajiban untuk menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biasa yang

melaksanakan praktik kedokteran dapat dilakukan audit medis, seperti yang

tercantum di pasal 49 UU praktik kedokteran.

Pasal 49

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran

atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.

(2) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat diselenggarakan audit medis.

(3) Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh organisasi profesi.

Kendali mutu adalah suatu system pemberian pelayanan yang efisien,

efektif dan berkualitas yang memenuhi kebutuhan pasien. Sedangkan kendali

biaya dapat diartikan sebagai pembiayaan pelayanan kesehatan yang dibebankan

kepada pasien benar-benar sesuai dengan kebutuhan medis pasien didasarkan pola

tariff yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.114

C. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

a. Hak dan kewajiban Rumah Sakit menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang

rumah sakit

Hak-hak rumah sakit terdapat dalam pasal 30 ayat (1) undang-undang No.

44 tahun 2009 yaitu :

Pasal 30

(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:

a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai

dengan klasifikasi Rumah Sakit;

b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif,

dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan

pelayanan;

114

(40)

d. menerima bantuan dari pihak lain sesua dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan;

g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit

yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

Dan kewajiban rumah sakit terdapat dalam pasal 29 Undang-undang No.

44 tahun 2009 yaitu :

Pasal 29

(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :

a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada

masyarakat;

b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan

efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;

c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya;

d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin;

f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpauang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;

g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standard mutu pelayanan kesehatan

di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;

h. menyelenggarakan rekam medis;

i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana

ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;

j. melaksanakan sistem rujukan;

k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan

etika serta peraturan perundang-undangan;

l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien;

m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

n. melaksanakan etika Rumah Sakit;

(41)

p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional;

q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau

kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;

r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by

laws);

s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah

Sakit dalam melaksanakan tugas; dan

t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa

rokok.

Rumah sakit memberikan hak pasien, juga harus menjaga keselamatan

pasien sesuai dengan standar keselamatan pasien. Standard keselamatan pasien

dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan

masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.115

3. Tanggung Jawab Dokter Dan Rumah Sakit.

Selain itu rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadapt semua kerugian

yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga oleh tenaga kesehatan

di rumah sakit. Jadi apabila pasien tidak mendapatkan haknya karena kelalaian

dari tenaga kesehatan, maka pihak rumah sakit wajib bertanggung jawab atas

kerugian pasien tersebut. Untuk mengetahui keluhan pasien terhadap pelayanan

rumah sakit biasanya di beberapa rumah sakit terdapat unit pengaduan pasien

yang berfungsi sebagai tempat mengadu pasien atas tindakan dan kelalaian dari

tenaga kesehatan dan ketidakpuasan atas pelayanan rumah sakit.

a. Pertanggung Jawaban Dokter Dalam Hukum

Pertanggung jawaban hukum seorang dokter sebagai profesi, dokter harus

bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya. Karena tanggung jawab dokter

dalam hukum, maka dokter juga harus mengerti dan memahami

115

(42)

ketentuan hukum yang berlaku dalam pelaksanaan profesinya.116 Tanggung jawab

hukum akan sangat membantu dokter dalam mengantisipasi kemungkinan

tuntutan pasien yang dapat terjadi dalam upaya medis yang dilakukan dokter.117

Kesadaran dokter terhadap kewajiban hukumnya baik terhadap diri sendiri

maupun terhadap orang lain dalam menjalankan profesinya harus benar-benar

dipahami oleh dokter sebagai pengemban hak dan kewajiban. Kewajiban hukum

pada intinya menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang

dokter, atau apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak

dilakukan dalam menjalankan profesi dokter. Kewajiban hukum dokter mencakup

kewajiban hukum yang timbul karena profesi dan kewajiban yang timbul dari

kontrak terapiutik ( penyembuhan ) yang dilakukan dalam hubungan dokter dan

pasien. Kewajiban itu mengikat setiap dokter yang selanjutnya menimbulkan

tanggung jawab hukum bagi diri dokter yang bersangkutan. Dalam menjalankan

kewajiban hukumnya, diperlukan adanya ketaatan dan kesungguhan dari dokter

tersebut dalam melaksanakan kewajiban sebagai pengemban profesi. Kesadaran

hukum yang dimiliki dokter harus berperan dalam diri dokter tersebut bisa

mengendalikan dirinya sehingga tidak melakukan kesalahan profesi agar terhindar

dari sanksi yang diberikan oleh hukum.

Kesalahan/kelalaian yang dilakukan

oleh seorang dokter, selain dapat dituntut melalui unsur-unsur pidana, juga dapat

digugat ganti rugi secara perdata dalam hal pasien menderita kerugian. Penuntutan

Referensi

Dokumen terkait

Bromhead et al (2003) bahwa penggunaan alat bantu rumpon dalam penangkapan jenis ikan tuna/cakalang di perairan Pasifik dapat meningkatkan jumlah ikan muda dalam

dengan menggunakan media audio-visual, materi yang diajarkan menjadi lebih konkrit dan memberikan pengalaman yang mendekati pengalaman nyata pada diri siswa

Abdullah Afif Siregar, SPJP(K), SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik

Jika penjualan BBM kita hitung dengan asumsi pendapatan perhari paling sepi-sepinya bisa menjual sebanyak 100 liter / hari, data tersebut kami ambil langsung

tein yang relatif tinggi (9.74 persen) serta dapat ditari-.. ma secara organolept.ik adalah f

So the writer accomplished my skripsi entitle “The Mastery of Using English Vocabulary in Descriptive Text of The Seventh Grade Students of MTs Matholi’ul Gebog Kudus in

Kepedulian keluarga masyarakat Aceh untuk mengantar anaknya ketempat-tempat pengajian seperti dayah/pesantren, menasah dan balee pengajian sudah mulai memudar dan anak

Keragaan pasar dalam sistem pemasaran kubis di Kecamatan Gisting menunjukkan producer share masih rendah (hanya ≤ 54,49 %), marjin pemasaran masih cenderung tinggi