BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Menopause 2.1.1. Definisi
Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen
akibat tidak bekerjanya folikel ovarium. Sehingga untuk menentukan onset
dilakukan secara retrospektif, yaitu dimulai dari amenorea spontan sampai
12 bulan kemudian. Menopause merupakan kegagalan ovarium, ditandai
dengan tidak adanya estrogen, progesteron, dan androgen ovarium.
Istilah yang sering digunakan untuk membagi masa klimakterik:
1
A. Pramenopause
2
Pramenopause adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan
dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit, atau
banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada wanita
tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindroma
prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan
estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga
kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang
muncul pada fase premenopause ini ternyata dapat terjadi baik pada
keadaan sistem hormon yang normal maupun tinggi, sedangkan keluhan
yang muncul pasca menopause umumnya disebabkan oleh kadar hormon
B. Perimenopause
Perimenopause merupakan masa perubahan antara pramenopuse
dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak
teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari dan sisanya <
18 hari. Sebanyak 40% wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik.
Pada sebagian wanita, telah muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan
sindrom prahaid. Kadar FSH, LH dan estrogen sangat bervariasi. Disini
juga terlihat bahwa keluhan klimakterik dapat terjadi tidak hanya pada
kadar hormon yang rendah saja
C. Menopause
.
Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH
yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar
estrogen rendah. Pada wanita gemuk kadar estrogen biasanya tinggi. Bila
seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35
mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat
dikatakan telah mengalami menopause.
D. Pascamenopause
Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai
senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH
sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estrodiol yang rendah
mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin
terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan
umumnya telah mengalamiberbagai macam keluhan yang diakibatkan
oleh rendahnya kadar estrogen.
E. Senium
Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pasca
menopause lanjut sampai usia > 65 tahun.
Gambar 2.1. Kategori menopause berdasarkan usia
2.1.2. Gejala
Keluhan-keluhan pada wanita perimenopause muncul akibat suatu
proses alami dari penuaan. Proses penuaan menyebabkan proses
degenerasi sel-sel tubuh termasuk di dalamnya adalah organ ovarium.
Fungsi ovarium yang menurun menyebabkan penurunan produksi hormon
seks yaitu estrogen dan progesteron. Proses degenerasi ini menyebabkan
penurunan sistem imunologi dan fungsi sel sehingga mempengaruhi
hipotalamus dan hipofisis mempengaruhi kerja saraf parasimpatis dan
sistem saraf sentral yang pada akhirnya menimbulkan gangguan pada
neurovegetatif, neurofisiologis, neuromotorik, dan sistem metabolik yang
secara klinis muncul sebagai gejala perimenopause. 11
Gambar 2.2. Fisiologi sekresi hormon estrogen dan progesteron
Berkurang atau hilangnya estrogen dapat menyebabkan gejala
vasomotor, gangguan tidur, gangguan mood, depresi, atrofi saluran kemih
dan vagina, serta meningkatnya risiko kelainan kronis seperti
osteoporosis, penyakit kardiovaskular dan penurunan fungsi kognitif.
Gejala vasomotor merupakan keluhan terbanyak yang dilaporkan pasien.
Dasar perubahan patofisiologi tersebut berkaitan dengan defisiensi
estrogen yang mekanismenya telah banyak diketahui.
Dua tipe gejala utama yaitu:
a. Gangguan vasomotor
Gejala vasomotor yang terdiri dari gejolak panas (hot flush) dan keringat
malam terjadi pada 75% wanita pascamenopause dengan berbagai
derajat keparahan. Etiologi gejolak panas masih belum diketahui dengan
pasti, namun mungkin disebabkan oleh labilnya pusat termoregulator
tubuh di hipotalamus yang diinduksi oleh penurunan kadar estrogen dan
progesteron. Instabilitas ini menimbulkan perubahan yang tiba-tiba berupa
vasodilatasi perifer mendadak dan bersifat sementara yang dikeluhkan
pasien sebagai gejolak panas yang ditandai adanya peningkatan suhu
tubuh pada saat itu. Bila terjadi pada malam hari, keadaan ini dilaporkan
pasien sebagai keringat malam.
b. Keluhan urogenital
Defisiensi estrogen menyebabkan atrofi pada uretra dan vagina. Dinding
vagina akan menipis, dan terjadi atrofi kelenjar vagina, sehingga lubrikasi
berkurang dan menyebabkan dispareuni. Menurunnya aktifitas seksual
juga makin menurunkan lubrikasi dan memperparah atrofi. Efek defisiensi
estrogen pada uretra dan kandung kemih berhubungan dengan sindrom
uretral berupa frequency, urgency dan disuria. Estrogen mempengaruhi
mukosa uretra, otot polos dan tonus alfa adrenergik sehingga terdapat
pernyataan estrogen mungkin dapat memperbaiki inkontinensia urin yang
2.2. MENOPAUSE RATING SCALE(MRS)
Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup
yang dikembangkan pada awal tahun 90an untuk menilai tingkat
keparahan keluhan menopause sebagai respon terhadap kurangnya
skala yang terstandarisasi untuk mengukur keparahan gejala penuaan
serta efeknya terhadap kalitas hidup.12,13,14,15 Sebenarnya, versi MRS yang pertama seharusnya diisi oleh dokter yang menangani kasus yang
bersangkutan, namun beberapan kritik dari ahli metodologi akhirnya
memunculkan skala baru yang dapat dengan mudah diisi sendiri oleh
wanita yang bersangkutan, bukan oleh dokternya. Pembenaran
penggunaan MRS dimulai beberapa tahun yang lalu dengan tujuan untuk
membentuk suatu alat untuk mengukur gambaran kualitas hidup, yang
secara mudah dapat diisi. Tujuan pembuatan MRS adalah (1) untuk
memungkinkan perbandingan gejala penuaan antara diantara kelompok
wanita dengan kondisi yang berbeda, (2) untuk membandingkan
keparahan penyakit yang dialami dalam selang waktu tertentu, dan (3)
untuk mengukur perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah diberikan
pengobatan. Skala MRS telah dibakukan secara resmi berdasarkan
peraturan psikometrik dan diterbitkan pertama kali di Jerman. Sewaktu
alat ini sedang dibakukan, tiga dimensi yang terpisah ternyata
teridentifikasi, yang menjelaskan 59% variansi total yang dijumpai (analisis
faktor): psikologis, somato vegetatif, dan sub skala urogenital. Skala MRS
terdiri dari 11 item (gejala atau keluhan). Masing-masing gejala yang
keluhan) sampai 4 (gejala berat) tergantung pada tingkat keluhan yang
diperoleh setelah wanita yang bersangkutan mengisi skala tersebut
(dengan cara mencentang kotak yang telah disediakan). Cara penilaian
pada dasarnya sederhana, contohnya: skornya akan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya tingkat keparahan subjektivitas gejala yang
diperoleh dari setiap item (skor 0 : tidak ada keluhan, skor 4: gejala yang
sangat berat]). Responden dengan sendirinya akan menunjukkan
persepsinya sendiri dengan mencentang 1 dari kemungkinan 5 kotak
“keparahan” yang tersedia untuk setiap item.
Hal ini terlihat pada kuesioner yang tersedia pada file tambahan
yang dilampirkan dalam penelitian ini. Skor komposit untuk setiap dimensi
(sub-skalanya) diperoleh setelah menambahkan skor pada setiap item
dari masing-masing dimensi. Skor kompositnya (skor total) diperoleh
setelah menjumlahkan semua skor dimensi. Ketiga dimensi tersebut,
pertanyaan yang tercantum didalamnya diuraikan secara terperinci dan
disimpulkan dalam satu file yang terlampir dalam penerbitan ini.
12,13,14,15
Saat ini, skala MRS diterima secara Internasional. Skala ini
pertamaka kali dialihbahasakan ke bahasa Inggris, yang diikuti dengan
terjemahan ke dalam bahasa yang lain. Rekomendasi metodologi
Internasional yang terbaru juga dimasukkan. Saat ini skala ini tersedia
dalam beberapa bahasa: bahasa Brasil, Inggris, Perancis, Jerman,
Penilaian Menopause Rating Scale
Gambar 2.3. Menopause Rating Scale
Hubunganantarasub-skala dengan skor total dari skalaadalahhal
yangpenting dalammetodologipenilaian dari skala. Skor untuk tingkat /
derajat keparahan keluhan berdasarkan subskala adalah sebagai
• Skor Keluhan Somatis-vegetatif
- Tidak ada / sedikit : 0-2
- Ringan : 3-4
- Sedang : 5-8
- Berat : 9+
• Skor Keluhan Psikologi
- Tidak ada / sedikit : 0-1
- Ringan : 2-3
- Sedang : 4-6
- Berat : 7+
• Skor Keluhan Urogenital
- Tidak ada / sedikit : 0
- Ringan : 1
- Sedang : 2-3
- Berat : 4
• Skor Total
- Tidak ada, sedikit : 0-4
- Ringan : 5-8
- Sedang : 9-16
- Berat : 17+
2.3. KELENJER ADRENAL DAN HORMON KORTISOL
Terdapat 2 (dua) organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu
mempunyai kemampuan untuk mensintesis lebih dari 25 hormon steroid.
Sel-sel korteks terdiri dari 3 lapisan (Lihat Gambar 2.3).6,16
Gambar 2.4 Kelenjar Adrenal
a. Zona Glomerulosa (lapisan luar) menghasilkan mineralokortikoid
Menghasilkan hormon aldosteron dalam meregulasi keseimbangan
elektrolit cairan ekstraseluler terutama Na+ dan K+
b. Zona Fasikulata (lapisan tengah) menghasilkan glukokortikoid
. Kelainan
hiposekresi dari mineralokortikoid dan glukokortikoid disebut Addison’s
disease bermanifestasi pada hipoglikemia, dehidrasi berat,
Mempengaruhi metabolisme sel-sel tubuh terkait stres. Hormon
kortisol yang dihasilkan dari trigger ACTH dari hipofisis anterior
berperan dalam proses glukoneogenesis (menyimpan cadangan gula
pada otak, katabolisme protein, berperan dalam perbaikan jaringan dan
sistesis enzim). Hormon kortisol juga membantu kerja vasokonstriktor
adrenalin untuk meningkatkan tekanan darah terkait distribusi nutrisi.
Kadar kortisol yang berlebihan mengganggu metabolisme tubuh,
diantaranya menekan sistem imun, menurunkan formasi tulang,
menghambat inflamasi serta berpengaruh pada fungsi gastrointestinal
dan jantung. Gangguan hipersekresi dari glukokortikoid disebut
Cushing’s Syndrome bermanifestasi pada hiperglikemia, penurunan
densitas tulang, retensi cairan dan garam menimbulkan hipertensi dan
edema, penyembuhan luka yang buruk, dan mencetus terjadinya
infeksi.
c. Zona Retikularis (lapisan dalam) menghasilkan gonadokortikoid
Paling banyak menghasilkan dehydroepiandrosterone (DHEA) dan
androgen yang berperan dalam fisiologi reproduktif pria dan wanita.
DHEA dikonversi menjadi testosteron (terutama pada wanita) dan
dikonversi lagi menjadi estrogen (estradiol). Berperan menghasilkan
adrenal sex hormone, dimana adrenal androgen kadarnya meningkat
pada usia 7-13 tahun sehingga menstimulasi onset pubertas,
menstimulasi pertumbuhan bulu pubis dan aksila, juga menstimulasi
Hormon steroid berasal dari kolesterol dan dibangun oleh kerja
enzim yang khas. Seluruh jaringan penghasil steroid dapat menghasilkan
androgen dan estrogen, tetapi hanya korteks adrenal yang memiliki enzim
yang diperlukan bagi pembentukan kortisol. Kortisol sebagai produk dari
glukokortioid korteks adrenal yang disintesis pada zona fasikulata dapat
mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid serta berbagai
fungsi fisiologis lainnya.
Pada tahap selanjutnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan
metabolisme tubuh seluruhnya, sehingga pemahaman terhadap anatomi,
fisiologi dan metabolisme dari glukokortikoid khususnya kortisol sangat
diperlukan.
17
Banyak senyawa telah dihasilkan oleh korteks adrenal (lebih
kurang 40 macam). Namun, hanya sebagian yang dijumpai di dalam
darah vena adrenal. Kerja fisiologis utama dari hormon-hormon adrenal
khususnya glukokortikoid adalah sebagai berikut :
16
1. Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yaitu
memacu glikogenolisis, ketogenesis, katabolisme protein dan
fungsi hormonal lain.
17
2. Memiliki kerja anti insulin, dimana glukokortikoid menaikkan
glukosa, asam-asam lemak dan asam-asam amino dalam sirkulasi.
Dalam jaringan perifer seperti otot, adiposa dan jaringan limfoid,
steroid adalah katabolik dan cenderung menghemat glukosa,
3. Terhadap pembuluh darah meningkatkan respon terhadap
katekolamin.
4. Terhadap jantung memacu kekuatan kontraksi (inotropik positif)
5. Terhadap saluran cerna meningkatkan sekresi asam lambung dan
absorbsi lemak,
6. menyebabkan erosi selaput lendir.
7. Terhadap tulang dan metabolisme menyebabkan terjadinya
osteoporosis, olehkarena menghambat aktifitas osteoblast dan
absorbsi kalsium di usus.
8. Meningkatkan aliran darah ginjal dan memacu eksresi air oleh
ginjal.
9. Pada dosis farmakologis menurunkan intensitas reaksi
peradangan, dimana pada
10. konsentrasi tinggi glukokortikoid menurunkan reaksi pertahanan
seluler dan khususnya memperlambat migrasi leukosit ke dalam
daerah trauma.
2.4. Metabolisme Kortisol
Sintesis steroid adrenal bermula dari kolesterol dan melalui
beragam langkah-langkah enzimatik dalam proses pembentukan
glukokortikoid. Jalannya reaksi diawali dari sintesis kolesterol dari bahan
dasar protein (30-d protein), yaitu: steroidogenic acute regulatory protein
serangkaian rantai samping, yang selanjutnya diubah menjadi
A5-pregnenolon.
Korteks adrenal mengandung relatif banyak kolesterol, sebagian
besar merupakan gugus ester-kolesterol yang berasal dari sintesis de
nuvo enzim dan sumber-sumber ekstra adrenal. Perubahan
ester-kolesterol menjadi ester-kolesterol merupakan langkah yang diperlukan dalam
sintesis steroid dan diatur oleh adenocorticotropic hormone (ACTH).
Dalam hal ini, ACTH melalui cAMP mengaktifkan protein kinase, suatu
enzim yang selanjutnya mengaktifkan protein-protein melalui proses
fosforilasi (penambahan fosfat) untuk mengkatalisis hidrolisis
ester-kolesterol. Protein kinase ini awalnya juga meningkatkan gugus
20-hidroksilasi kolesterol. Hasil akhir dari reaksi ini adalah C-27 steroid 20α,
22β-dihidroksikolesterol dan 17α,20α-dihidroksikolesterol. Senyawa ini
diubah langsung menjadi pregnenolon atau 17α-pregnenolon dengan
kehilangan bagian isokaproat-aldehid yang terdapat pada rantai
samping.
6
Sekresi ACTH diatur secara umpan balik oleh steroid yang beredar
di dalam darah. Pada manusia, kortisol adalah regulator yang paling
penting. Kortisol bebas di dalam darah memiliki umpan balik negatif
terhadap pelepasan hormon pelepas kortikotropin (corticotropin releasing
hormone/CRH) dari hipothalamus. CRH turun melalui vena-vena sistem
portal hipotalamus ke hipofisis anterior dan memicu sekresi ACTH.
Respon CRH terhadap umpan balik negatif mengikuti irama diurnal,
sehingga pada pagi hari ACTH dan kortisol dapat ditemukan dalam jumlah
yang lebih besar dan lebih kecil pada malam hari. Namun dalam keadan
stres baik fisik maupun psikologis seperti rasa nyeri, ketakutan, infeksi,
beban fisik yang berat, trauma, hipoglikemia atau tumor otak dan
obat-obatan kortikosteroid, irama sirkadian dari ACTH dan kortisol ini dapat
berubah.
Kortisol dimetabolisme di dalam hati, yang merupakan organ utama
tempat terjadinya katabolisme glukokortikoid, sebagian besar kortisol
direduksi menjadi dihidrokortisol yang selanjutnya menjadi
tetrahidrokortisol yang dikonyugasikan dengan asam glukoronat sehingga
mudah larut. Glukoronida ini tidak terikat oleh protein, sehingga senyawa
tersebut mudah dieksresikan oleh ginjal bersama urin.
6,15
Kira-kira 5-10 % kortisol dipecah menjadi 11-hidroksi-17ketosteroid
dan selanjutnya menjadi 11-β-hidroksiandrosteron. Eksresi kortisol bebas
hanya sebesar 1-3% jumlahnya di dalam darah dan hanya 10% jumlah
yang difiltrasi lalu dikeluarkan bersama urin, karena telah terlebih dahulu
direabsorbsi di tubulus ginjal. Pada orang dewasa normal dalam urin 24
jam ditemukan kortisol tidak lebih dari 80μg, kortison 50 μg,
tetrahidrokortisol 3 mg, tetrahidrokortison 5 mg, dan
11-hidroksi-17-ketosteroid 1 mg. Kecepatan clearance metabolik kortisol adalah 65 ± 12
ml/menit/m
6,16
2, kecepatan pembersihan metabolik yang rendah
menyebabkan waktu paruh memanjang. Ini perlu diperhatikan pada
pengobatan dengan kortikosteroid, karena efek sampingnya menjadi lebih
Gambar 2.5 Biosintesis Adrenokortikosteroid dan Androgen adrenal
2.5. Stres, Menopause dan Hormon Kortisol
Masa menopause seringkali ditandai dengan berbagai macam
keluhan atau gejala yang meliputi aspek fisik maupun psikologis. Salah
satu gejala fisik yang timbul akibat perubahan hormonal adalah
menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Pada usia sekitar 45
tahun didapati keluhan haid yang mulai tidak teratur. Biasanya ditandai
dengan memendeknya siklus haid dibandingkan dengan siklus haid pada
flashes). Arus panas biasanya timbul pada saat darah haid mulai
berkurang dan berlangsung sampai haid benar-benar berhenti.
Sheldon H.C (dalam Rosetta Reitz, 1979) mengatakan “ kira-kira
60% wanita mengalami arus panas”. Ketika terjadi pada malam hari,
keringat ini dapat menggangu tidur dan bila hal ini sering terjadi akan
menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi.
4
Sedangkan munculnya gejala psikologi ketika menopause
sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, sosial,
budaya dan spiritual dalam kehidupan wanita. Beberapa gejala psikologis
yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, tertekan,
gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas, stres, dan depresi.
Stres adalah ketegangan fisik dan mental atau emosional karena tubuh
merespon terhadap tuntutan, tekanan dan gangguan yang ada di
sekeliling kita. Stres adalah suatu keadaan atau tantangan yang
kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stres sangat
individual sifatnya.
19
Konsekuensi yang paling menonjol bagi pengertian menopause dari
determinasi biological yaitu “sehat” dan “sakit” adalah melabel menopause
sebagai sebuah penyakit. Hubungan positif usia dengan kemunculan
penyakit mendukung sistem sosial untuk memberi label “menopause
sebagai penyakit” Label tersebut sudah sangat kuat dalam sistem sosial di
masyarakat juga terkait dengan anggapan produksi estrogen adalah
normal, dan ketika tubuh wanita tidak memproduksinya lagi, dianggap
menjelaskan mengapa wanita mengalami stres pada masa menopause
menurut teori “Cognitive Stress System”.
Stres bermula dengan primary appraisal yaitu ketika kita merasakan
bahwa keadaan fisiologis atau psikologis akan mengancam kita, baik itu
nyata atau imajinatif. Secondary appraisal menjawab dengan apa yang
harus saya lakukan terhadap keadaan tersebut respon apa yang akan
saya tampilkan, stres akan berakhir jika kita behasil mempraktikkan
metode coping untuk menetralisasi keadaan tersebut. Maka, menurut teori
ini, stres lebih merupakan sebuah produk dari proses kognitif, tentang apa
yang kita pikirkan dan bagaimana kita menilai keadaan. Menopause yang
dianggap sebagai hal yang negatif menciptakan sebuah persepsi yang
negatif pula yang berpotensi menjadi primary appraisal, awal dari stres.
20
Stres pada masa menopause merupakan salah satu dari harm-loss
stressful appraisal yang terkait erat dengan penurunan self-esteem
wanita. Penurunan self-esteem ini merupakan kehilangan yang bersifat
psikologis. Hal ini terlihat dari persepsi bahwa menopause mengakibatkan
menurunnya daya tarik fisik dan seksual. Tubuh semakin renta, kulit
semakin peyot, dan wajah semakin suram. Tentu saja ini bagi istri akan
berlanjut dengan sikap cemas dan rasa takut. Terutama tentang perhatian
suami terhadap mereka. Mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan
anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi
reproduksi yang hilang.
20
Stres pada masa menopause dapat dipercepat oleh ketidakstabilan
Menopause menyebabkan stres. Stres yang terjadi memicu semakin
banyak produksi hormon sehingga hormon tidak seimbang. Semakin
besar ketidakseimbangan hormon yang terjadi membawa wanita semakin
stres.
Keadaan stres fisik seperti: cedera, infeksi, trauma, temperatur
ekstrim, serta keadaan stres emosional seperti: cemas dan depresi
menimbulkan reaksi tubuh dalam suatu jalur stres respon berupa general
adaptation syndrome/GAS dan menimbulkan stimulus pada sistem limbik
yang melibatkan hipokampus dan amigdala. Adaptasi terhadap stres ini
dimediasi oleh saraf otonom dalam sistem neuroendokrin sampai ke
kelenjar adrenal, yang pada akhirnya terjadi sekresi kortisol. Melalui suatu
mediator yaitu neurotransmitter: Gamma Amino Butyric Acid (GABA),
serotonin (5-HT), katekolamin, dopamin, terjadi perubahan homeostasis
yang melibatkan intercellular signaling dan merangsang neuron-neuron
pada hipotalamus. Perangsangan diteruskan melalui median eminence
(ME) sampai mencapai sel neuroendokrin tertentu di dalam hipotalamus
yang mengakibatkan terjadinya sekresi CRH (corticotropin releasing
hormone) dan AVP (arginine vasopressin) oleh Paraventricular Nucleus
(PVN) di hipotalamus. Dengan cara ini, rangsangan diteruskan ke hipofisis
anterior yang menyebabkan sekresi ACTH (adrenocorticotrophin
hormone) ke sirkulasi sistemik. ACTH kemudian mencapai korteks adrenal
dan terjadi sekresi hormon kortikoid, khususnya glukokortikoid yaitu:
kortisol atau kortikosteron.
8
Peningkatan kortisol pada masa perimenopause banyak dikaitkan
dengan munculnya gejala gangguan vasomotor dan gangguan tidur.
Kortisol diseksresikan oleh kelenjar adrenal melalui respon feedback pada
tubuh. Tingginya kadar kortisol mengganggu restoratif tidur REM , dan
mengganggu ritme tidur , itulah sebabnya mengapa begitu banyak wanita
dalam laporan perimenopause bahwa mereka mampu untuk tertidur ,
tetapi mereka tidak bisa untuk tetap tidur. Kadar kortisol yang tinggi juga
dapat menyebabkan jantung berdebar-debar , dan bahkan serangan
panik. Bahkan jika wanita menderita kelelahan, dengan tingkat tinggi
kortisol dalam tubuh, maka wanita tetap tidak akan bisa tidur.
Pada penelitian oleh Cagnacci et al (2011) , wanita perimenopause
dinilai faktor psikologimelalui skor Greene yang dikaitkan dengan
peningkatan 24 jam kadar kortisol urin. Didapatkan terjadi peningkatan
kadar kortisol, peningkatan ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko untuk
penyakit jantung, seperti resistensi insulin dan penurunan kadar
HDL-kolesterol.
9