• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1.Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran strategis ini didapat karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi, karya, modal, masalah dan profesi (Aditama, 2007). Sedangkan menurut Undang–Undang No. 44 tahun 2009

tentang rumah sakit, yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

(2)

Penelitian Neeley, 2006 di Rumah Sakit di California mengatakan faktor yang paling mempengaruhi kepuasan kerja adalah supervisi dari atasan. Menurut penelitian Khairani, dkk (2013) menyatakan hubungan supervisi dengan kepuasan kerja perawat menunjukan ada hubungan yang signifikan antara supervisi dengan kepuasan kerja perawat, semakin baik supervisi dilakukan maka semakin puas perawat dalam bekerja.

Monteiro dan Cruz (2011) mengembangkan supervisi dalam model keperawatan untuk mendukung praktek perawat professional, dengan pengembangan model keperawatan dapat mengubah persepsi dan keterampilan kepala ruangan melakukan supervisi. Apabila supervisi dilakukan dengan cara yang tepat oleh supervisor maka akan menimbulkan kepuasan kerja. Kepala ruangan merupakan penanggung jawab ruangan yang harus mampu menjadi supervisor yang baik terhadap perawat pelaksana, sehingga dapat meningkatkan

kepuasan kerja. Kepuasan kerja akan berdampak terhadap kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana.

Kepala ruangan memegang peranan penting dalam supervisi dan merupakan manajer yang bertanggung jawab terhadap perawat pelaksana, sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Penelitian Izzah (2002) di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Batang Jawa Tengah mengatakan supervisi kepala ruangan memberi dampak positif terhadap kepuasan kerja.

(3)

pembelajaran terjadi (Davys, 2010). Supervisi yang efektif dibangun atas tiga pilar yaitu pengawasan, pemeriksaan, dan pendidikan. Setiap pilar bergantung dan berkontribusi terhadap yang lain secara sinergis, baik untuk meningkatkan atau mengurangi proses supervisi (Falender, 2004). Supervisi dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan dalam bidang yang disupervisi. Manajer keperawatan atau kepala ruang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang efektif serta aman kepada pasien dan memberikan kesejahteraan fisik, emosional dan kedudukan bagi perawat.

Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Burns (2004) terhadap 124 perawat ditemukan dukungan dari supervisor yang baik akan mengurangi stres perawat sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan kepuasan kerja, yang berdampak terhadap kinerja perawat. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mena (2000) meneliti di Negara bagian India terhadap 51 supervisor dan 80 perawat menemukan kualitas supervisi berhubungan dengan

(4)

Supervisi dilakukan untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan (CPD, continuing professional development), terdapat tiga kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada supervisi model academic, yaitu educative, supportive, dan managerial ( Farington, 1995).

Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial antara supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan pengetahuan dan

keterampilan serta membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan. Penerapan kegiatan educative dapat dilakukan secara tutorial, yaitu supervisor memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini yaitu perawat selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri (Barkauskas, 2000).

Kegiatan supportive adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali “emosi” ketika bekerja, seperti supervisor mampu meredam konflik antar perawat dan bersikap profesional dalam

bertugas.

(5)

sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi. Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara mengadakan case conference untuk mendiskusikan suatu kasus atau konflik tertentu. Hasil

yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain adalah mengurangi konflik, kenyamanan bekerja, dan kepuasan kerja (Barkauskas, 2000).

Komponen-komponen yang menentukan kepuasan kerja yaitu: 1) Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik. 2) Kesempatan promosi yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi perawat, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial 3) Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan dalam melakukan pekerjaan yang baik, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka (Robbins, 2003).

(6)

yang dirasakannya, dan sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Hoppeck di Amerika Serikat, (2004) diperoleh data bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.

Istilah kepuasan kerja merujuk kepada sikap umum seorang individu kepada pekerjaannya, seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerjanya sementara seseorang yang tidak puas menunjukkan sikap negatif terhadap kerjanya. Dengan mengetahui kepuasan kerja karyawan, melalui bagaimana karyawan tersebut merespon terhadap berbagai program atau rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan, hal ini dapat menjadi umpan balik yang sangat berharga bagi perusahaan tersebut. Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya (Robbins, 2003).

Seseorang akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek harapan dalam dirinya saling mendukung, dan sebaliknya jika aspek tersebut tidak mendukung, seseorang akan merasa tidak puas. Aspek-aspek yang terlibat dalam pekerjaan antara lain upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu supervisi (Mangkunegara, 2009).

(7)

teori Imogene King, (1981) menggunakan pendekatan terbuka dalam hubungan interaksi yang konstan dengan lingkungan dengan konsepnya yang meliputi adanya sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial yang saling berhubungan satu dengan yang lain, meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, peran, stress, tumbuh kembang, waktu dan ruang.

Rumah Sakit Imelda Medan merupakan salah satu rumah sakit tipe B yang memberikan pelayanan kesehatan dari umum hingga spesialis. Kapasitas ruang rawat Rumah Sakit Imelda Medan berjumlah 320 tempat tidur terdiri dari 13 ruangan rawat inap, 8 ruangan rawat inap keperawatan 3 ruangan rawat inap bidan, 1 ruangan ICU, 1 ruangan perinatologi. Hasil studi dokumentasi ditemukan “Bed Occupancy Rate” (BOR) tahun 2014 meningkat menjadi 70% (Bidang

Keperawatan, 2015). Peningkatan BOR ini akan berdampak pada peningkatan beban kerja perawat dan mempengaruhi kinerja perawat yang selanjutnya berdampak pada kepuasan kerja (Gillies, 1994).

Hasil survei melalui observasi dan wawancara didapat data tentang kepuasan kerja meliputi: 1) Pekerjaan yang menantang: Perawat pelaksana di rumah sakit Imelda lebih menyukai kegiatan-kegiatan pelatihan yang diselenggarakan sebagai peningkatan kompetensi dan keterampilan sesuai dengan kebutuhan ruangan.

(8)

pemberian surat peringatan, pemotongan gaji bahkan dapat dikeluarkan. Kebijakan promosi jabatan yang dilakukan rumah sakit hanya berlaku pada staf keperawatan yang sudah memiliki pengalaman yang cukup lama dan berada pada tingkatan pekerjaan yang membutuhkan tanggungjawab yang besar. Tanggungjawab umum kepala ruangan menyusun penugasan untuk melakukan perawatan pasien. Selain ganjaran, data yang berhubungan dengan kepuasan kerja juga meliputi 3) Kondisi kerja: Perawat pelaksana mengharapkan lingkungan kerja yang nyaman dan saling mendukung. Sebagian perawat di rumah sakit Imelda memiliki komitmen terhadap pekerjaan, hal ini ditandai dengan adanya perawat yang memiliki masa kerja sampai 6 tahun. Sebagian perawat lagi merasa tidak memiliki komitmen yang kuat pada rumah sakit, hal ini ditandai dengan selalu ada perawat yang mengalami turn over setiap bulannya karena beban kerja yang tinggi.

(9)

keperawatan. Sehingga perawat lebih menekankan kepada implementasi keperawatan karena mereka merasa hal tersebut yang lebih di perhatikan oleh kepala ruang. Dan ada juga beberapa perawat mengatakan supervisi dilakukan terlalu singkat 1- 3 menit, dan tidak ada evaluasi terhadap apa yang di supervisi. Supervisi yang dilakukan belum terorganisir dengan jelas, mulai dari jadwal supervisi, kapan harus dilakukan supervisi, pemberian arahan, bimbingan yang jarang dilakukan, untuk mendorong perawat agar dapat lebih giat lagi dalam bekerja. Supervisi sangat diperlukan untuk dapat menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepala ruangan bertugas melakukan supervisi kepada semua perawat pelaksana untuk melakukan asuhan keperawatan sesuai standar yang telah ditetapkan. Supervisi akan meningkatkan asuhan keperawatan yang bermutu sehngga akan menghasilkan kepuasan kerja perawat.

Survei kepuasan kerja perawat terhadap supervisi yang dilakukan kepala ruangan perlu dilakukan di Rumah Sakit Imelda Medan untuk mengetahui gambaran yang sebenarnya. Surve ini dibutuhkan pihak manajerial rumah sakit untuk mengetahui kondisi staf perawat sehingga dapat memperbaiki kinerjanya. Fungsi manajerial yang akan dieksplorasi pada penelitian ini adalah fungsi supervisi kepala ruangan, mengingat pada fungsi inilah terjadi proses penerapan perencanaan organisasi untuk mencapai tujuan. Fungsi supervisi yang optimal dapat memengaruhi kepuasan kerja perawat dimana nantinya kepuasan kerja perawat dapat berdampak pada kinerjanya.

(10)

melakukan kegiatan supervisi secara berkala sesuai standar. Adanya supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan di Rumah Sakit Imelda Medan diharapkan terjadi peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana.

1.2.Pemasalahan

Supervisi keperawatan yang dilakukan oleh kepala ruangan pada intinya adalah mengusahakan agar semua perawat pelaksana melakukan asuhan keperawatan sesuai rencana dan standar yang telah ditetapkan. Peran kepala ruangan sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai sangat menentukan keberhasilan supervisi yang dilakukan. Supervisi didesain sehingga perawat pelaksana terlibat aktif dalam kegiatan supervisi tersebut bukan hanya sebagai obyek tetapi sebagai mitra dalam peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.

Perasaan ikut terlibat, dibutuhkan, dihargai, dan dianggap penting, dapat menumbuhkan kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja yang dirasakan perawat akan terlihat pada penampilan kerja yang ditampilkan perawat dalam bentuk prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerja sama serta hasil kerja dalam bentuk pemberian asuhan keperawatan yang optimal.

(11)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Menganalisis supervisi kepala ruangan di Rumah Sakit Imelda Medan. 2. Menganalisis kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda

Medan.

3. Menganalisis hubungan supervisi kepala ruangan terhadap kepuasan kerja perawat pelakasana di Rumah Sakit Imelda Medan.

1.4.Hipotesa Penelitian

Hipotesa dari penelitian ini adalah, adakah hubungan supervisi kepala ruangan terhadap kepuasan kerja perawat pelakasana di Rumah Sakit Imelda Medan.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Rumah sakit, memberikan masukan bagi rumah sakit yang berupa informasi-informasi tentang upaya yang tepat dalam peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana dengan mengunakan supervisi kepala ruangan.

2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan yang berkaitan dengan hubungan supervisi kepala ruangan terhadap kepuasan perawat di Rumah Sakit Imelda Medan sebagai bahan referensi dalam bidang manajemen sumber daya manusia.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

benar, karena sekolah yang menyelenggarakan pendidikan umum setingkat SD, di samping pendidikan Agama Islam merupakan bentuk pendidikan formal Madrash Ibtidaiyah (Modul

Menurut Istanti (2006), salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk melakukan perawatan diri adalah adanya dukungan dari lingkugan.. Keluarga merupakan

Masyarakat Desa Namo telah menerapkan penyadapan dengan metode koakan maka permasalahan dalam penelitian ini seberapa besar jumlah produksi getah pinus yang

fisika kimia di perairan Desa Tanjung Tiram masih belum diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian di lokasi tersebut.. Tujuan dari penelitian ini adalah

Desain interior dalam rumah sakit merupakan lingkungan binaan yang keberadaannya berhubungan langsung dengan pasien.. Melalui elemen-elemen desain seperti warna, dapat

Kegiatan yang dilaksanakan setelah pertemuan pada Siklus II Adalah dimulai dari mempersiapkan siswa untuk belajar, memotivasi siswa, menyampaikan tujuan diajarkan,

Tantangan untuk menghadapi masa depan dalam pendidikan desain terletak pada persiapan para mahasiswa desain untuk hidup berkarir profesional dalam dunia yang penuh dengan

In Chaer and Agustina (2010:70) Language based on level of formality, Martin Joos (1967) in his book The Five Clock distinguish language variety based on five style, those are