BAB II
PENGATURAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan wadah menghasilkan wakil rakyat
yang bersedia dan mampu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam ajaran demokrasi dan sesuai dengan
amanah konstitusi. Pemilu merupakan salah satu mekanisme demokrasi untuk
menentukan pergantian pemerintahan dimana rakyat dapat terlibat dalam proses
pemilihan wakil mereka di parlemen dan pemimpin nasional maupun daerah yang
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan aman.
Prinsip-prinsip ini sangatlah penting dalam proses pemilihan umum sebagai indikator
kualitas demokrasi.63
Perwujudan konsep kedaulatan rakyat di dalam pelaksanaan Pemilu tidak
lepas dari penerapan nilai-nilai Pancasila terkhusus Sila Keempat yakni
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran
perwakilan”. Hakikat sila keempat berisi keharusan/ tuntutan untuk bersesuaian
dengan hakikat rakyat melalui permusyawaratan/perwakilan yang bijaksana dan
berusaha untuk menjamin kepentingan dan kebahagiaan seluruh rakyat.
Pelaksanaan Pemilu meliputi proses pendaftaran pemilih, pencalonan,
kampanye, penyerahan suara, dan penghitungan suara. Pelaksanaan setiap tahapan
dalam tersebut didasarkan pada asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang terdapat
di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,
DPD, DPRD. Rumusan asas seperti itu sudah atau dapat dipandang sempurna bila
dilandaskan pada asumsi bahwa pemilih mempunyai kemandirian politik yang
memadai dan pelaksanaan Pemilu berlangsung secara netral dalam artian bahwa
pelaksanaan Pemilu mampu menjamin keberlakuan itu secara formal dan materiil.
Pelaksanaan Pemilu sejauh ini memperlihatkan ketidakbenaran asumsi-asumsi
yang melatari rumusan asas seperti itu. Maka asas itu menjadi tidak memadai dan
hal itu berakibat pada lahirnya peluang dalam pelaksanaan Pemilu yang tidak
memenuhi standar demokrasi.64
Dari tidak terpenuhinya standar demokrasi seperti yang diamanatkan oleh
UU Pemilu melahirkan berbagai sengketa pemilu yang membutuhkan penanganan
lebih lanjut. Sebagai negara hukum yang demokratis tentunya pemilu yang
demokratis juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan
kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu dan perselisihan mengenai
hasil pemilu agar tetap legitimate. Pelanggaran mungkin saja akan terjadi baik
disengaja maupun tidak disengaja.65 Oleh karena itu, perlu mekanisme hukum
dalam pelaksanaan pemilu untuk menyelesaikan pelanggaran pemilu dan
perselihan hasil pemilu.
A. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum
Tolok ukur utama dalam melakukan assessment kode etik, adalah bahwa
penyelenggara pemilu wajib bertindak transparan dan akuntabel. Selain itu, proses
ini juga sekaligus mengukur konsistensi pelaksanaan dan efektivitas keberadaan
64 Arbisanit, Partai, Pemilu, dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal. 200.
kode etik itu sendiri, khususnya dalam menjaga netralitas, indepedensi, dan
profesionalitas penyelenggara pemilu.66 Pelaksanaan kode etik dalam
penyelenggaraan pemilu berkaitan dengan netralitas dan independensi serta
pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas penyelenggara pemilu.
Penyelenggara Pemilu yang dimaksud dalam hal ini ialah Komisi Pemilihan
Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pasal 1 angka 6 Peraturan
Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11
Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan
Umum menyatakan kode etik penyelenggara Pemilu selanjutnya disebut kode etik
adalah “Satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi
pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan,
dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan”.
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap
etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum
menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.67 Adapun yang menjadi prinsip
dasar etika dan perilaku dari penyelenggara Pemilu berdasarkan asas mandiri dan
adil, ialah68:
66 Boedhi Wijardjo, Wahyudi Djafar, Yulianto, “Assessment Transparansi dan Akuntabilitas KPU pada Pelaksanaan Pemilu 2004: Sebuah Refleksi untuk Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu”, http://reformasihukum.org/ID/file/buku/Assessment%20Transparansi%20dan%20Akuntabilitas%2 0KPU%20Pada%20Pelaksanaan%20Pemilu%202004.pdf (akses 18 Oktober 2015)
67 Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 251 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) Pasal 251
a. Bertindak netral dan tidak memihak terhadap partai politik tertentu, calon peserta pemilu,dan media massa tertentu;
b. Memperlakukan secara sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak lain yang terlibat dalam proses Pemilu;
c. Menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari dari intervensi pihak lain; d. Tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas
masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu;
e. Tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan pemilih;
f. Tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai politik atau peserta Pemilu tertentu;
g. Tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tidak menanyakan pilihan politik kepada orang lain;
h. Memberitahukan kepada seseorang atau peserta Pemilu selengkap dan secermat mungkin akan dugaan yang diajukan atau keputusan yang dikenakannya;
i. Menjamin kesempatan yang sama kepada setiap peserta Pemilu yang dituduh untuk menyampaikan pendapat tentang kasus yang dihadapinya atau keputusan yang dikenakannya;
j. Mendengarkan semua pihak yang berkepentingan dengan kasus yang terjadi dan mempertimbangkan semua alasan yang diajukan secara adil; k. Tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta Pemilu, calon
peserta Pemilu, perusahaan atau individu yang dapat menimbulkan keuntungan dari keputusan lembaga penyelenggara Pemilu;69
Prinsip dan dasar perilaku berdasarkan asas kepastian hukum,
penyelenggara Pemilu berkewajiban:
a. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan;
b. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang sesuai dengan yurisdiksinya;
c. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan
Pemilu,menaatiprosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; dan
d. Menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemilu sepenuhnya diterapkan secara tidak berpihak dan adil.70
adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan hukum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas.
Berdasarkan asas jujur, keterbukaan, dan akuntabilitas, penyelenggara
Pemilu berkewajiban:
a. Menjelaskan keputusan yang diambil berdasarkan peraturan perundang-undangan, tata tertib,dan prosedur yang ditetapkan;
b. Membuka akses publik mengenai informasi dan data yang berkaitan dengan keputusan yang telah diambil sesuai peraturan perundang-undangan;
c. Menata akses publik secara efektif dan masuk akal serta efisien terhadap dokumen dan informasi yang relevan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Menjelaskan kepada publik apabila terjadi penyimpangan dalam proses kerja lembaga penyelenggara Pemilu serta upaya perbaikannya;
e. Menjelaskan alasan setiap penggunaan kewenangan publik;
f. Memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang diajukan mengenai keputusan yang telah diambil terkait proses Pemilu;dan
g. Memberikan respon secara arif dan bijaksana terhadap kritik dan pertanyaan publik.71
Dalam melaksanakan asas kepentingan umum, penyelenggara Pemilu
berkewajiban:
a. Memberikan informasi dan pendidikan pemilih yang mencerahkan pikiran dan kesadaran pemilih;
b. Memastikan pemilih memahami secara tepat mengenai proses Pemilu; c. Membuka akses yang luas bagi pemilih dan media untuk berpartisipasi
dalam proses penyelenggaraan Pemilu;
d. Menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya atau memberikan suaranya; dan
e. Memastikan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bagi pemilih yang membutuhkan perlakuan khusus dalam menggunakan dan menyampaikan hak pilihnya.72
70 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 11
71 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 12
Berdasarkan asas proporsionalitas penyelenggara Pemilu berkewajiban:
a. Mengumumkan adanya hubungan atau keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan situasi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas penyelenggara Pemilu;
b. Menjamin tidak adanya penyelenggara Pemilu yang menjadi penentu keputusan yang menyangkut kepentingan sendiri secara langsung maupun tidak langsung;dan
c. Tidak terlibat dalam setiap bentuk kegiatan resmi maupun tidak resmi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.73
Prinsip dan dasar perilaku penyelenggara Pemilu berdasarkan asas
profesionalitas efisiensi, dan efektivitas ialah:
a. Menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta sesuai dengan standar profesional administrasi penyelenggaraan Pemilu;
b. Bertindak berdasarkan standar operasional prosedur dan substansi profesi administrasi Pemilu;
c. Bertindak hati-hati dalam melakukan perencanaan dan penggunaan anggaran agar tidak berakibat pemborosan dan penyimpangan;
d. Melaksanakan tugas sebagai penyelenggara Pemilu dengan komitmen tinggi;
e. Menggunakan waktu secara efektif sesuai alokasi waktu yang ditetapkan oleh penyelenggara Pemilu;
f. Tidak melalaikan pelaksanaan tugas yang diatur dalam organisasi penyelenggara Pemilu;dan
g. Menggunakan keuangan yang bersumber dari APBN dan APBD atau yang diselenggarakan atas tanggung jawab Pemerintah dalam melaksanakan seluruh kegiatan penyelenggaraan Pemilu.74
Dalam melaksanakan asas tertib, maka penyelenggara Pemilu berkewajiban:
a. Memastikan seluruh informasi yang disampaikan kepada publik berdasarkan data dan/atau fakta;
b. Memastikan informasi yang dikumpulkan, disusun, dan disebarluaskan dengan cara sistematis, jelas, dan akurat;
c. Memberikan informasi mengenai Pemilu kepada publik secara lengkap, periodik dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
73 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 14
d. Memberitahu kepada publik mengenai bagian tertentu dari informasi yang belum sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan berupa informasi sementara.75
Ketika terjadi penyimpangan dari kewajiban-kewajiban yang berkenaan
dengan prinsip dan dasar etika oleh penyelenggara Pemilu sebelum hingga
sesudah berjalannya Pemilu, maka penyelenggara Pemilu yang melanggar tersebut
akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
B. Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum
Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata
cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan
Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana
Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.76 Ketentuan mengenai
prosedur dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaaan
Pemilu dapat berupa persyaratan yang diatur baik di dalam undang-undang
Pemilu maupun dalam keputusan-keputusan KPU yang bersifat mengatur sebagai
aturan pelaksana dari undang-undang Pemilu.
Pelaksanaan Pemilu terdiri dari tiga tahapan yang meliputi tahap
persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Hal tersebut berlaku untuk pelaksanaan
ketiga jenis pemilu di Indonesia,yakni:
75 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 16
a. Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan
c. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Namun dalam hal ini pelanggaran administrasi yang disoroti ialah terhadap
Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Adapun aturan administrasi terkait tata cara
pengajuan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ kota
menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,
DPD, DPRD Pasal 52 yakni, partai politik peserta Pemilu77 melakukan seleksi
bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ kota yang
dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran
rumah tangga, dan/atau peraturan internal partai politik peserta Pemilu. Daftar
bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota diajukan
kepada:
a. KPU untuk daftar bakal calon anggota DPR yang ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain;
b. KPU Provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD provinsi yang ditandatangani oleh ketua atau sebutan lain dan sekretaris atau sebutan lain; dan
c. KPU Kabupaten/Kota untuk daftar bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani oleh ketua atau sebutan lain dan sekretaris atau sebutan lain.
77 Dikatakan sebagai peserta Pemilu jika telah memenuhi ketentuan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 8
Adapun tata cara pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Pasal 8 ayat (2) ialah:
1. Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu terakhir yang memenuhi
ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional
ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu
berikutnya.
2. Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara
pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi
Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:
a. Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang
tentang Partai Politik;
b. Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
c. Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen)
jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
d. Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah
kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang
atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada
kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada
huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda
f. Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir
Pemilu;
g. Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik
kepada KPU; dan
h. Menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas
nama partai politik kepada KPU.
i. Menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik
tingkat pusat;
Pengajuan daftar calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota dilaksanakan 12 (dua belas) bulan sebelum hari pemungutan
suara.78
Adapun tata cara pendaftaran bakal calon anggota DPD ialah sebagai
berikut:
1) Perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota DPD kepada KPU melalui KPU Provinsi.
2) Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a. Kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia;
b. Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
c. Surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPD yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana; d. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani;
e. Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
f. Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; g. Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai
akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
h. Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
i. Surat pernyataan tentang kesediaan hanya mencalonkan untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.
3) Pendaftaran calon anggota DPD dilaksanakan 12 (dua belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.79
Untuk memudahkan pelaksanaan tiap-tiap tahapan Pemilu maka disusun
jadwal secara rinci yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pelaksanaan setiap Pemilu tersebut. Setiap tahapan Pemilu
kemudian diatur lebih rinci secara teknis oleh KPU. Pengaturan setiap tahapan
secara teknis dan rinci oleh KPU inilah yang disebut electoral regulation.80 Setiap
Partai Politik Peserta Pemilu diwajibkan menyusun visi, misi, dan program partai
untuk disampaikan kepada pemilih pada masa kampanye; apa saja bentuk dan
media yang dapat digunakan Partai untuk menyampaikan visi, misi, dan program
Partai tersebut; siapa saja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kampanye
Pemilu, merupakan sejumlah isu yang diatur secara teknis oleh KPU.81
Beberapa contoh pelanggaran administrasi pemilu adalah sebagai berikut:
pemasangan alat peraga peserta kampanye, seperti poster, bendera,
umbul-umbul,spanduk, dan lain-lain dipasang sembarangan. Undang-Undang melarang
pemasangan alat peraga di tempat ibadah, tempat pendidikan, lingkungan kantor
pemerintahan; Peraturan KPU melarang penempatan alat peraga kampanye di
jalan-jalan utama atau protokol dan jalan bebas hambatan atau jalan tol.
Arak-arakan atau konvoi menuju dan meninggalkan lokasi kampanye rapat umum dan
pertemuan terbatas tidak diberitahukan sebelumnya kepada polisi sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk mengatur perjalanan konvoi. Selain itu, peserta
konvoi sering keluar dari jalur yang telah ditetapkan oleh panitia. Kampanye rapat
80 “Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah”,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36038/3/Chapter%20I.pdf (akses 14 Januari 2016). Sebagai suatu sistem, sistem pemilu mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder (subsystems). Bagian-bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilu yang berlaku, bersifat mengingat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilu yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun bersifat teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilu baik politis, administratif, atau pidana.
umum dilakukan melebihi waktu yang ditentukan. Kampanye melintasi batas
daerah pemilihan. Perubahan jenis kampanye, dalam hal ini KPU dan peserta
pemilu sudah menetapkan bahwa parpol tertentu melakukan kampanye terbatas di
tempat tertentu, namun dalam pelaksanaannya kampanye terbatas tersebut
berubah menjadi kampanye rapat umum yang pada akhirnya juga diikuti oleh
arak- arakan.82
C. Sengketa Pemilihan Umum
Pasal 257 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menyatakan pengertian dari sengketa pemilu adalah
sengketa yang terjadi antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan
penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Sengketa Pemilu ini timbul karena adanya:
a. Perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu mengenai
suatu masalah kegiatan dan/atau peristiwa yang berkaitan dengan
pelaksanaan Pemilihan;
b. Keadaaan dimana terdapat pengakuan yang berbeda dan/atau
penolakan penghindaran antarpeserta Pemilihan atau antara peserta
Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan; dan
c. Keputusan KPU, KPU/KIP Provinsi, dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota.83
Permohonan sengketa pemilihan dapat diajukan oleh:
a. Partai politik calon peserta Pemilu;
b. Partai politik peserta Pemilu; dan
c. Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD yang tercantum di dalam
daftar calon sementara dan/atau daftar calon tetap.84
Pihak termohon dapat diantaranya:
a. KPU, KPU/KIP Provinsi, dan KPU/KIP Kabupaten/Kota;
b. Partai politik peserta Pemilu; atau
c. Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD.85
D. Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan Umum
Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu dengan
83 Perbawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1109) Pasal 2 ayat (2).
84 Perbawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 9 ayat (1)
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.86
Sengketa yang timbul di dalam sengketa tata usaha negara Pemilu adalah
antara:
1. KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan Partai
Politik Peserta Pemilu;
Mengenai penetapan Partai Politik Peserta Pemilu, terdapat ketentuan yang
diketahui sebagai berikut:
a. Penetapan partai politik peserta Pemilu pada Pemilu terakhir
Partai politik peserta Pemilu pada Pemilu terakhir dapat ditetapkan
menjadi peserta Pemilu berikutnya. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menyatakan bahwa partai politik peserta
Pemilu pada pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas
perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan
sebagai partai politik peserta Pemilu berikutnya.
Dalam hal ini bukan berarti partai politik tersebut secara serta merta
ditetapkan oleh KPU menjadi peserta Pemilu berikutnya, tetapi
partai politik yang bersangkutan terlebih dahulu harus mendaftarkan
kepada KPU dengan melampirkan dokumen-dokumen persyaratan
86 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
yang telah ditetapkan.87 Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud
dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 ialah:
- Berita Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa partai politik tersebut terdaftar sebagai badan hukum;
- Keputusan pengurus pusat partai politik tentang pengurus tingkat provinsi dan pengurus tingkat kabupaten/kota;
- Surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang kantor dan alamat tetap pengurus tingkat pusat, pengurus tingkat provinsi, dan pengurus tingkat kabupaten/kota;
- Surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang penyertaan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Surat keterangan tentang pendaftaran nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai politik dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
- Bukti keanggotaan partai politik paling sedikit 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada setiap kabupaten/kota;
- Bukti kepemilikan nomor rekening atas nama partai politik; dan
- Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Partai politik yang memenuhi persyaratan dengan kelengkapan
dokumennya yang ditetapkan menjadi peserta Pemilu dengan suatu
Keputusan KPU.88
b. Penetapan partai politik baru
Seperti yang telah disinggung sebelumnya dalam pelanggaran
administrasi Pemilu, maka penetapan partai politik baru harus
87 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 14, menyatakan bahwa partai politik yang mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon peserta Pemilu diajukan dengan surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (atau sebutan lain) pada kepengurusan pusat Partai Politik yang bersangkutan.
memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2012 selain itu juga harus memenuhi ketetentuan yang
terdapat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
dalam melengkapi persyaratan dokumen sebagaimana disinggung
sebelumnya dalam penetapan partai politik peserta Pemilu pada
Pemilu terakhir.
2. KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR,
DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar
calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang
penetapan daftar calon tetap;
Penetapan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
dilakukan setelah verifikasi kelengkapan administrasi dan verifikasi
terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan bakal calon oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.89 Adapun syarat administrasi
yang harus dipenuhi ialah:
- Kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia
- Bukti kelulusan pendidikan terakhir berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat kelulusan, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah; - Surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana;
- Surat keterangan sehat jasmani dan rohani;
- Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
- Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; - Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai
akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
- Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
- Kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu;
- Surat pernyataan tentang kesediaan untuk hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; dan - Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1
(satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.90
Pelaksanaan verifikasi dilaksanakan paling lambat 15 bulan sebelum
pemungutan suara, jika calon anggota DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota tidak memenuhi persyaratan verifikasi maka akan
dikeluarkan keputusan KPU apakah calon yang dimaksud dicoret atau
termasuk dalam calon anggota DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Sedangkan untuk penetapan calon anggota DPD, KPU akan melakukan
verifikasi kelengkapan administrasi yang terdiri dari:
- Kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia;
- Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
- Surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPD yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana; - Surat keterangan sehat jasmani dan rohani;
- Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
- Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; - Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai
akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
- Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
- Surat pernyataan tentang kesediaan hanya mencalonkan untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.91
Pendaftaran calon anggota DPD dilaksanakan 12 (dua belas) bulan sebelum
hari pemungutan suara. Jika oleh KPU persyaratan administrasi tersebut
tidak dipenuhi pada saat verifikasi calon anggota DPD, maka calon anggota
DPD tersebut akan dicoret dalam Keputusan KPU tentang penetapan calon
anggota DPD.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dapat dikemukakan unsur-unsur
sengketa tata usaha negara Pemilu sebagai berikut :
1. Sengketa dalam bidang tata usaha negara Pemilu;
2. Sengketa terjadi antara Calon Anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi
dan Kabupaten/Kota atau Partai Politik calon peserta Pemilu dengan
KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota;
3. Adanya keputusan KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota;92
Adapun yang dapat menjadi penggugat dalam sengketa tata usaha negara
Pemilu ialah:
- Partai politik calon peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan
Partai Politik Peserta Pemilu;
- Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Daftar
Calon Tetap;93
92 Yosran, “Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,” http://pttun-medan.go.id/wp-content/uploads/2013/01/Lampirannya.pdf (20
Januari 2015).